TENRIWARE
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2 0 12
ii
Tenriware
NRP. C 461060021
iii
ABSTRACT
TENRIWARE. The Sero Fisheries in Pitumpanua Coastal Waters of Wajo
Regency - Bone Bay : an Ecologycal Study. Supervised by M. FEDI A.
SONDITA, BUDY WIRYAWAN, and ISMUDI MUCHSIN
RINGKASAN
TENRIWARE. Perikanan Sero di Perairan Pantai Pitumpanua Kabupaten
Wajo - Teluk Bone: Suatu Kajian Ekologis. Dibimbing oleh M. FEDI A.
SONDITA, BUDY WIRYAWAN, dan ISMUDI MUCHSIN
TENRIWARE
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2 0 12
vii
Disetujui :
Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc.) (Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc.)
Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana,
Teknologi Kelautan,
(Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc.) (Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan disertasi berjudul “Perikanan Sero di Perairan Pantai Pitumpanua
Kabupaten Wajo-Teluk Bone : Suatu Kajian Ekologis.”
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada komisi pembimbing Bapak Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita,
M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing; Bapak Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc.
dan Bapak Prof. Dr. Ir. Ismudi Muchsin selaku anggota komisi pembimbing yang
telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penyusunan disertasi ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Ketua STKIP Prima
Sengkang dan Ketua Program Studi Pendidikan Biologi Prima Sengkang yang
telah memberikan izin untuk melanjutkan pendidikan di IPB, para rekan staf
pengajar di STKIP Prima Sengkang, tenaga laboran dan teknisi yang telah banyak
membantu selama proses penelitian. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis
juga sampaikan kepada Dekan FPIK IPB, Ketua Departemen TKL, Ketua
Program Studi Teknologi dan semua staf pengajar dan pegawai Program Sekolah
Pascasarjana Teknologi Kelautan IPB yang telah mendidik dan membantu
kelancaran kegiatan proses belajar mengajar, kepada Dirjen Pendidikan Tinggi
yang telah memberikan bantuan BPPS telah memberikan bantuan dana pendidikan
selama kuliah di Sekolah Pascasarjana IPB.
Akhirnya penulis menharapkan semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya, khususnya dalam bidang
perikanan dan kelautan.
Tenriware
.
x
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wajo pada tanggal 1 Oktober 1974 anak sulung dari
empat bersaudara dari pasangan Sessu Daeng Mattemmu dan Andi Nurhayati.
Pendidikan dasar dan menengah diselesaikan di Kabupaten Wajo Provinsi
Sulawesi Selatan. Tamat SMA pada tahun 1993 dan pada tahun yang sama
penulis diterima untuk melanjutkan pendidikan Diploma Tiga di Jurusan
Penangkapan, Politeknik Pertanian Universitas Hasanuddin/POLITANI Pangkep
(sekarang) dan lulus pada tahun 1996.
Pada tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan Sarjana di Jurusan
Pemanfaatan Sumberdaya Perairan (PSP) di Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan Universitas Hasanuddin dan selesai pada tahun 2000. Pendidikan
Magister di Program Studi Teknologi Kelautan, Sekolah Pascasarjana IPB dan
selesai pada Januari 2005. Penulis melanjutkan ke program doktor pada tahun
2006 dan program studi yang sama mendapatkan beasiswa Bantuan Pendidikan
Pascasarjana (BPPS) dari Departemen Pendidikan Nasional. Penulis ikut
berpartisipasi dalam beberapa penelitian Hibah Bersaing, Hibah Kebaharian, dan
Penelitian Strategis Nasional yang dibiayai DP2M Pendidikan Tinggi. Artikel
yang berjudul Analisis Hasil Tangkapan Kepiting Rajungan (Portunnus
pelagicus) pada Alat Tangkap Sero di Habitat Berbeda telah diterbitkan di Jurnal
Ilmiah Teknosains dalam edisi khusus 1 Januari 2012. Artikel yang berjudul
Analisis Hubungan Panjang-Berat Ikan Baronang Lingkis pada Habitat Berbeda di
Perairan Pantai Pitumpanua Kabupaten Wajo, Teluk Bone telah diterbitkan di
Jurnal Perikanan Kopertis IX Wilayah Sulawesi Edisi Desember 2011.
xi
DAFTAR ISTILAH
Daerah : Lokasi pada suatu wilayah perairan dimana terjadi interaksi
penangkapan antara alat tangkap dengan sumberdaya ikan yang menjadi
tujuan penangkapan.
Ekosistem : Semua organisme dan lingkungan yang ada dalam suatu
lokasi tertentu
FCA : Analisis Faktorial Koresponden, salah satu analisis
multivariate
Habitat : Tempat suatu makhluk hidup tinggal dan berkembang biak,
dimana lingkungan fisiknya di sekeliling populasi suatu
spesies yang memengaruhi dan dimanfaatkan oleh spesies
tersebut
Komunitas : Satu grup populasi-populasi yang berada bersama-sama
dalam satu ruang dan waktu tertentu
Level trofik : Tingkat atau level makanan dalam suatu rantai makanan
PCA : Analisis komponen utama, salah satu analisis multivariate
Pengelolaan : Semua upaya termasuk proses yang terintegrasi dalam
perikanan pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi,
pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan
implementasi serta penegakan hukum dari peraturan
perundang-undangan di bidang perikanan yang dilakukan
oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk
mencapai kelansungan produktivitas sumberdaya hayati
perairan dan tujuan yang telah disepakati
Perikanan : Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan
dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya
mulai dari praproduksi, produksi, pengelohan sampai
dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem
bisnis perikanan
Predator : Suatu organisme yang memakan sebagian atau keseluruhan
organisme lainnya
Rantai makanan : Karakteristik linier dari aliran energi dan bahan-bahan
kimia melalui organisme
Selektivitas : selektivitas merupakan sifat alat tangkap tertentu untuk
mengurangi atau mengeluarkan tangkapan yang tidak
sesuai ukuran (unwanted catch) atau ikan-ikan tangkapan
yang tidak diinginkan (incidential catch) dan selektivitas
merupakan fungsi dari suatu alat penangkapan ikan dalam
menangkap spesies ikan dalam jumlah dan selang ukuran
tertentu pada suatu populasi di daerah penangkapan ikan
Sero : Aat tangkap yang sifatnya adalah perangkap dan juga
penghadang yang dipasang di pantai dengan tujuan
menghadang arah renang ikan yang bermigrasi ke arah
pantai dan setelah masuk ke bagian alat yang merupakan
daerah bunuhan akan terperangkap dan tidak dapat keluar
lagi
xii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
5 Hasil tangkapan non dominan dan discards alat tangkap sero selama
penelitian ........................................................................................................ 54
6 Jenis alat dan bahan yang digunakan pengambilan contoh air dan
pengamatan kualitas air di laboratorium ........................................................ 56
10 Komposisi berat hasil tangkapan (%) sero berdasarkan jenis ikan setiap
habitat selama penelitian ................................................................................ 75
DAFTAR GAMBAR
3 Produksi ikan dari tiga jenis perikanan terbesar di Kabupaten Wajo ............ 45
5 Desain sebuah sero dilihat dari atas atau udara. Lima bagian sero:
bagian penaju (A), bagian sayap (B), bagian perut (C), bagian badan (D),
dan bagian bunuhan (E) ................................................................................. 49
6 Bagian bunuhan atau crib (A) dan panaju atau leader net (B)
yang pada salah satu sero yang digunakan dalam penelitian
di Kecamatan Pitumpanua ............................................................................. 50
16 Plot stasiun dan waktu pengamatan pada sumbu FCA 1 dan 2. .................... 81
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis ragam (Anova) parameter suhu perairan (oC) antar lokasi
menurut stasiun dan waktu sampling selama penelitian ................................159
17 Hasil analisis linier berganda antara berat ikan biji nangka dengan
parameter lingkungan selama penelitian ........................................................195
adalah kemudahan akses oleh para nelayan. Jarak yang dekat dari pantai dan
karakteristik oseanografi yang tidak terlalu ekstrim menyebabkan lebih mudah
diakses oleh nelayan dengan teknologi dan peralatan armada penangkapan yang
untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan yang ada dalam wilayah teluk. Berbeda
dengan perairan terbuka yang membutuhkan armada penangkapan yang lebih
maju dan skala yang lebih besar.
Ekosistem teluk dan beberapa ekosistem pesisir lainnya memiliki fungsi
ekologis yang sangat penting terhadap berbagai sumberdaya hayati laut, termasuk
jenis-jenis ikan ekonomis penting yang banyak menjadi target penangkapan
selama ini. Fungsi ekologis yang penting ekosistem teluk dan pesisir lainnya
diantaranya sebagai daerah pemijahan (spawning ground), daerah perlindungan,
tempat mencari makan (feeding ground), dan penyebaran larva dan wilayah
pembesaran berbagai biota laut (Dahuri 2003).
Konsep dasar dalam manajemen perikanan tangkap mengacu pada
perspektif pengelolaan sumberdaya berkelanjutan yakni ramah lingkungan, dan
menguntungkan secara ekonomis. Pengelolaan sumberdaya perikanan sebaiknya
menerapkan sistem perikanan berkelanjutan sehingga tidak terjadi eksploitasi
yang menyebabkan overfishing. Hal ini dapat ditempuh melalui pemeliharaan
ekosistem dan penggunaan alat tangkap yang bersifat ramah terhadap lingkungan.
Sebagai suatu sistem usaha apalagi jika berkembang sampai pada tingkat
pengembangan industri perikanan maka secara ekonomis sebuah sistem perikanan
harus bersifat menguntungkan. Pengelolaan yang sifatnya menguntungkan dapat
meningkatkan kesejahteraan nelayan sebagai obyek pelaku.
Berkaitan dengan konsep manajemen perikanan yang dijelaskan di atas,
maka sebaiknya dalam pengelolaan perikanan di wilayah pantai tetap menjaga
kelestarian fungsi-fungsi ekosistem yang beragam agar daya dukung lingkungan
tetap dapat dipertahankan dan mampu mendukung produksi berbagai sumberdaya
yang menjadi target pengelolaan. Sehubungan dengan kemudahan akses wilayah
pantai maka sebaiknya dampak aksesbilitas tinggi ini tidak bersifat negatif yaitu
merusak ekosistem, sebaliknya harus besifat positif dengan memaksimalkan
pemeliharaan habitat-habitat dalam semua ekosistem penyusun pantai. Salah satu
aspek penting dan berpotensi merusak ekosistem dan mengganggu kelestarian
3
sumberdaya alam dan biota laut di dalamnya adalah penggunaan alat tangkap
yang tidak ramah terhadap lingkungan. Oleh sebab itu sebaiknya alat tangkap
yang digunakan dalam mengeksploitasi sumberdaya ikan di wilayah pantai adalah
alat tangkap yang selektif dan tidak merusak habitat bilamana alat tangkap
tersebut dioperasikan. Selektivitas alat tangkap sebaiknya tidak hanya mengacu
kepada kalkulasi besaran populasi yang diloloskan tetapi juga mempertimbangkan
aspek dinamika populasi sumberdaya ikan dalam wilayah pantai. Untuk itu sangat
diperlukan kajian mengenai sistem rantai dan jaring makanan yang terkait dengan
target penangkapan setiap jenis alat yang digunakan.
Keanekaragaman hayati di kawasan pantai jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan di perairan terbuka atau perairan yang lebih dalam. Perbedaan ini lebih
disebabkan karena keragaman ekosistem dan variabilitas parameter lingkungan
yang relatif lebih tinggi di wilayah pantai. Wilayah pantai yang dipengaruhi oleh
pasang surut dan kegiatan di wilayah darat mampu mempengaruhi fluktuasi dan
perubahan parameter lingkungan yang tidak terjadi dalam ekosistem perairan
terbuka. Ekosistem perairan pantai merupakan perairan dangkal yang memiliki
fungsi ekologis penting seperti penyebaran larva, wilayah pemijahan, pembesaran,
dan perlindungan yang tidak terdapat dalam fungsi ekologi perairan terbuka.
Ukuran biota laut yang menghuni perairan pantai umumnya lebih kecil
dibandingkan dengan ukuran biota yang sama yang menghuni perairan dalam.
Kemampuan adaptasi terhadap perubahan lingkungan tertentu pun relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan organisme atau biota yang menghuni perairan
terbuka, dimana hal tersebut terkait dengan perubahan lingkungan dan habitat
yang terjadi di wilayah ekosistem perairan pantai.
Faktanya bahwa ikan dan biota laut lainnya yang berukuran lebih kecil
adalah memudahkan dimangsa oleh berbagai jenis ikan dan biota lain yang
berukuran lebih besar. Hubungannya dengan rantai dan jaring makanan maka ada
kecenderungan jalur rantai makanan lebih banyak dalam jaring makanan
di wilayah pantai tetapi panjang rantai makanan relatif lebih pendek jika
dibandingkan dengan pada sistem perairan terbuka (Widodo dan Suadi 2008).
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Sero adalah salah satu jenis alat tangkap berbentuk perangkap besar yang
sifatnya menetap, alat ini terbuat dari bilahan-bilahan bambu dan rotan yang
bentuknya sedemikian rupa, dimana membentuk beberapa bagian ruang berbentuk
segitiga yang tersusun satu di belakang dan alat ini umumnya dipasang
memanjang dengan arah tegak lurus terhadap garis pantai (Gunarso 1996).
Nikonorov (1975) membedakan bagian perangkap (sero) dalam 3 bagian
diantaranya: 1) penaju (leader net) untuk penghalau ikan, 2) badan (body)
untuk berkumpulnya ikan sementara waktu sebelum masuk ke bunuhan),
dan 3) bunuhan (crib) tempat tertahannya atau tertangkapnya ikan. Subani dan
Barus (1989) menyatakan bahwa pada prinsipnya alat tangkap ini terdiri dari
4 bagian penting yang masing–masing disebut: penaju (leader net), sayap (wing),
badan (body) dan bunuhan (crib). Adapun fungsi dari bagian-bagian tersebut
adalah sebagai berikut:
Alat tangkap sero dipasang pada perairan pantai atau daerah pasang
surut, yaitu daerah yang mempunyai keanekaragaman biota yang sangat tinggi
disebabkan karena habitat perairan pesisir yang dangkal menyediakan makanan
bagi ikan pelagis dan demersal dan perairan yang dangkal merupakan tempat
yang baik untuk memijah, mencari makan, tempat berlindung dari ancaman
ikan-ikan pemangsa atau predator (McConnaughey dan Zottoli 1983).
13
Pasang surut dan gerakan ombak di pantai dapat mengangkat zat-zat makanan
sehingga berbagai jenis ikan dapat memanfaatkannya dengan relatif mudah
(Nybakken 1988).
Alat tangkap sero di pasang secara tegak lurus terhadap garis pantai
dengan kedalaman perairan berkisar 3–8 m pasang tertinggi (Gunarso 1996).
Tiensongrume et al. (1986) dalam Rachmansyah (2004) menyatakan bahwa
kriteria penentuan daerah penangkapan sero adalah sebagai berikut : 1) kedalaman
perairan pada kisaran 1-10 m, 2) Substrat perairan berupa pasir berlumpur atau
lumpur dan pasir, 3) berada di daerah muara sungai dengan jarak kurang lebih
200-250 m dari sungai, 3) arus perairan pada kisaran 0,05-0,4 m/det, 4) tinggi air
pasang pada kisaran 0,5 m, 5) tidak berada di daerah pencemaran, 6) aksesbilitas
baik, 7) suhu perairan pada kisaran 26-35 oC, dan 8) salinitas pada kisaran 60 ppt.
Lebih lanjut Wudianto (2007) mengungkapkan bahwa hal penting yang harus
diperhatikan sebelum pemasangan set antara lain: ketersedian sumber daya ikan
yang menjadi tujuan penangkapan, pola ruaya ikan yang menjadi tujuan
penangkapan, kondisi perairan dimana set net akan dipasang (topografi dasar,
keadaan arus, pasang surut, dan gelombang).
Menurut Widodo dan Suadi (2008) bahwa perairan dangkal dengan
kedalaman kurang dari 100 meter dengan dasar perairan yang berlumpur serta
relatif datar merupakan daerah penangkapan demersal yang baik. Contoh dari
perairan tersebut adalah pada paparan Sunda (Selat Malaka, Laut Jawa dan Laut
Cina Selatan serta Paparan Sahul). Lebih lanjut dikemukakan oleh Yusof (2002)
bahwa dengan perbedaan kedalaman ternyata jumlah hasil tangkapan berbeda
pula. Hal ini bisa dilihat di perairan Peninsular Malaysia pada jenis substrat dasar
pasir dan pasir berlumpur dengan kedalaman kurang dari 80 m menunjukkan hasil
tangkapan dari 48 stasiun didominasi oleh ikan demersal 95,40% dari seluruh
hasil tangkapan dengan rata-rata kemampuan tangkap (catch rate) 66,65 kg/jam.
Pada kedalaman perairan antara 5–18 m tertangkap 62–89 spesies dan pada
kedalaman perairan lebih dari 18 m menunjukkan jumlah spesies yang lebih
banyak lagi yaitu 154 – 191 spesies. Ikan yang mendominasi penangkapan adalah
pari (10,79%). Loliginidae (10,63%), Nemipteridae (7,09%), Mullidae (5,83%),
dan Synodontidae (3,18%).
14
Hasil tangkapan utama dari alat tangkap sero adalah jenis ikan demersal.
Jenis ikan ini hidup di dasar atau dekat perairan atau yang bermigrasi di pantai
saat air pasang untuk mencari makan. Boer et al. (2001) mengemukakan bahwa
sumberdaya ikan demersal merupakan kelompok jenis-jenis ikan yang hidup di
dasar atau dekat dengan dasar perairan. Kelompok ikan ini pada umumnya
memiliki aktivitas relatif rendah, gerak ruaya tidak terlalu jauh dan membentuk
gerombolan yang tidak terlalu besar, sehingga sebarannya relatif lebih merata jika
dibandingkan dengan ikan-ikan pelagis. Kondisi demikian, telah mengakibatkan
daya tahan ikan demersal terhadap tekanan penangkapan tersebut relatif rendah
dan tingkat mortalitas cenderung sejalan dengan peningkatan upaya penangkapan.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Marasabessy (2010) bahwa ikan
demersal hidupnya secara soliter dan hanya sedikit yang dijumpai dalam
kelompok besar. Jenis ikan demersal yang dimaksud seperti : ikan kakap
(Lutjanus sp) dari suku Lutjanidae, kerapu (Epinephelus sp) dari suku Serranidae,
baronang (Siganus sp) dari suku Siganidae, namun jenis ikan yang dijumpai
dalam kelompok besar misalnya ikan ekor kuning (Casio sp) dari suku
Caesionidae. Jenis-jenis ikan demersal tersebut merupakan target utama
penangkapan sero. Namun selain jenis ikan demersal yang tertangkap dengan
15
sero, juga tertangkap ikan pelagis yang beruaya ke pinggir pantai (Subani dan
Barus 1989).
Jenis ikan demersal dibagi menjadi dua jenis yaitu ikan demersal besar dan
ikan demersal kecil (Tabel 1). Dilihat dari nilai ekonomisnya ikan demersal yang
memiliki nilai ekonomis tinggi yaitu kakap merah, kerapu, pari, bawal putih, dan
bawal hitam (Boer et al. 2001).
(Siganus sp.), rajungan (Portunus sp.), udang putih (Peneaus margueinsis), serta
hasil tangkapan sampingan adalah balanak (Valamugil sp.), senangin
(Eleutheronema sp.), layur (Trichiurus sp.), cendro (Tylosurus sp.), bambangan
(Lutjanus sp.), kerapu (Epinephelus sp.), kakap (Lates sp.), pari (Trygon spp.),
buntal (Tetraodon spp.), cumi-cumi (Loligo sp.), kepiting bakau (Scylla sp.), dan
udang windu (Penaeus sp.) dan (Tenriware 2009).
110 mg per liter, sedangkan perairan laut terbuka hanya mengandung bahan
organik 1-3 mg liter. Jejaring makanan pada daerah estuaria cenderung bersifat
terbuka karena organisme yang menghuninya kebanyakan jenis hewan yang
sifatnya hidup sementara pada daerah estuaria. Produktivitas primer pada
perairam estuaria pun sangat terbatas dan hanya dihasilkan oleh beberapa jenis
alga, rumput laut, diatom bentik dan fitoplankton. Namun demikian, bahan
organik berupa detritus yang terendapkan pada estuaria membentuk substrat yang
penting bagi tumbuhnya alga dan bakteri, yang kemudian menjadi sumber
makanan bagi organisme pada tingkat trofik yang lebih tinggi (Tuwo 2011).
Hutan mangrove adalah hutan pantai yang selalu atau secara teratur
tergenang air laut dan dipengaruhi oleh pasang surut laut (Fachrul 2007). Lebih
lanjut dikatakan bahwa hutan mangrove dan ekosistemnya merupakan hutan yang
menempati zona neritik yang berbatasan dengan daratan (coastal wetland), yakni
daerah pantai yang seringkali tergenang air asin din pantai-pantai terlindung
daerah tropika dan subtropika. Meskipun daerah itu hanya 10% luas laut,
namun menampung 90% kehidupan laut (Suryoatmodjo 1996 dalam Fachrul
2007).
Secara ekologis, ekosistem mangrove merupakan penopang ekosistem
pesisir lainnya karena mempunyai saling keterkaitan, terutama ekosistem lamun
dan terumbu karang. Ekosistem mangrove mempunyai fungsi sebagai penghasil
detritus, sumber nutrien, dan bahan organik yang dapat dibawa oleh arus ke
ekosistem padang lamun dan terumbu karang. Tuwo (2011) mengemukakan
bahwa ketiga ekosistem ini mempunyai keterkaitan dimana, ekosistem lamun
berfungsi sebagai penghasil bahan organik dan nutrien yang dibawa oleh arus ke
ekosistem terumbu karang. Ekosistem lamun juga berfungsi berfungsi sebagai
perangkap sedimen sehingga sedimen tersebut tidak menganggu kehidupan
terumbu karang. Sedangkan ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai
pelindung pantai dari hempasan ombak, gelombang, dan arus laut. Ekosistem
mangrove juga berperan sebagai habitat atau tempat tinggal, tempat mencari
makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat
18
Suhu air merupakan salah satu parameter fisika yang memegang peranan
di dalam kehidupan dan pertumbuhan biota perairan. Suhu berpengaruh langsung
pada organisme perairan terutama di dalam proses fotosintesis tumbuhan akuatik,
proses metabolisme, dan siklus reproduksi (Sverdrup et al. 1961). Kenaikan suhu
sebesar 10oC akan menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen hewan akuatik
sebesar dua kali lipat (Wardojo 1975 dalam Wardjan 2005).
Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor-
faktor meterologi yang berperan adalah curah hujan, penguapan, kelembaban
udara, suhu udara, kecepatan angin, dan intensitas radiasi matahari. Oleh sebab
itu, suhu di permukaan biasanya mengikuti pola musiman (Nontji 1993). Suhu air
laut pada lapisan permukaan lebih hangat daripada suhu di lapisan dasar, namun
variasi suhu pada perairan estuari lebih rendah dari pada perairan laut. Umumnya
suhu tinggi pada estuari terjadi pada siang hari. Hal ini bisa terjadi karena daerah
dangkal mudah menjadi hangat oleh pasokan aliran panas permukaan laut
(Douglas 2001).
20
2.5.2 Salinitas
Salinitas ialah jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut
dalam satu liter, biasanya dinyatakan dengan satuan o/oo (per mil, gram per liter)
(Nontji 1993). Sebaran salinitas di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone pada
bulan Maret-Agustus 2009 rata-rata 28,17 ‰ pada permukaan muara sungai
(Dangnga et al. 2009). Nilai tersebut sangat jauh kisarannya yang didapatkan
21
Hatta (2009) di permukaan Perairan Barru yang jauh dari pantai yaitu 30,0-35,0
ppm dengan rata-rata 31,30 ppm dan pada kedalaman 25 m didapatkan 30,0-35,0
ppm dengan rata-rata 31,70 ppm. Sementara Poppo et al. (2009) mendapatkan
kisaran salinitas yang lebih rendah antara 29,0-32,0 ppm di perairan pantai
kawasan industri perikanan Kabupaten Jembrana Bali pada bulan Mei-Juni 2008.
Bervariasinya sebaran salinitas disetiap daerah tersebut disebabkan oleh berbagai
faktor seperti topografi perairan, masukan air tawar, curah hujan, pasang surut dan
lain-lain. Perubahan salinitas di perairan bebas relatip lebih kecil dibandingkan
dengan yang terjadi di perairan pantai. Salah satu faktor yang menyebabkan
demikian, karena disebabkan perairan pantai banyak dimasuki oleh air tawar dari
muara-muara sungai terutama pada musim hujan (Laevastu dan Hela 1981).
Hadikusumah et al. (2001) bahwa di dalam perairan estuari seringkali
didominasi oleh proses percampuran dan penyebaran air tawar ke arah lepas
pantai dan masukan air tawar. Kondisi demikian akan menyebabkan terjadinya
interaksi antara air tawar dan air laut. Interaksi antara air tawar dan air laut di
perairan estuari perlu difahami karena dapat memepengaruhi penyebaran suhu,
salinitas, kekeruhan dan sebagainya. Adanya perubahan suhu dapat menyebabkan
terjadinya sirkulasi dan stratifikasi air yang secara langsung maupun tidak
langsung berpengaruh terhadap distribusi air. Wenno (2003) menyatakan bahwa
adanya interaksi antara daratan dengan Selat Makassar menyebabkan nilai rata-
rata salinitas pada lapisan permukaan sedikit berfluktuasi yaitu berkisar antara
30,4-33,7 psu dan mengalami penambahan dengan bertambahnya kedalaman dan
mencapai maksimum pada kedalaman 100 m (34,6 ±0,11 psu), kemudian sedikit
menurun sampai pada lapisan 300 m. Sementara Azis (2007) menyatakan bahwa
salinitas rata-rata di bagian permukaan lebih rendah jika dibandingkan dengan
salinitas rata-rata di bagian dasar pada kondisi pasut menuju pasang. Rendahnya
salinitas tersebut disebabkan karena adanya pengaruh dari daratan dan intrusi air
tawar dari sungai Binuangeun yang menuju laut. Hal ini berarti bahwa aliran
sungai sangat mempengaruhi salinitas di perairan estuaria.
22
Sumber utama oksigen dalam air laut adalah dari udara melalui proses
difusi dan proses fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air lainnya pada siang
hari. Nybakken (1988) menyatakan bahwa kelarutan oksigen dalam air
dipengaruhi oleh temperatur dan kecerahan, semakin rendah temperatur perairan
semakin tinggi kelarutannya, dengan kata lain kandungan oksigen dalam kolom
air akan semakin rendah.
Oksigen terlarut merupakan gas yang mutlak dibutuhkan untuk pernapasan
ikan dan biota lain serta diperlukan dalam perombakan bahan organik. Di laut
umumnya dalam 1 liter air laut mengandung 5-6 ml oksigen (Hutagalung et al.
1997). Untuk proses metabolisme, hewan air membutuhkan oksigen terlarut di
atas 5 ppm cukup layak bagi kehidupan larva plankton (Shahab 1986). Para ahli
perikanan sering menyebutkan bahwa ikan dan biota air lainnya memerlukan
sekurang-kurangnya 3 mg/l oksigen terlarut untuk kehidupannya secara normal.
Prescod (1973) menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut minimal sebesar 2
ppm, cukup untuk mendukung kehidupan perairan secara normal di daerah tropik
dengan asumsi perairan tidak mengandung bahan beracun. Dikatakan juga bahwa
agar kehidupan ikan dapat layak dan kegiatan perikanan berhasil, maka
kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 4 ppm.
Arus di laut merupakan suatu fenomena dinamika air laut yang terjadi
setiap hari dan merupakan pencerminan gerakan massa air laut dari suatu tempat
ke tempat lain secara horizontal. Massa air permukaan selalu bergerak, gerakan
ini ditimbulkan terutama oleh kekuatan angin yang bertiup melintasi permukaan
air dan pasang surut. Angin mendorong bergeraknya air permukaan sehingga
menghasilkan suatu gerakan arus horizontal yang lamban, tetapi mampu
mengangkut volume air yang sangat besar melintasi jarak di lautan. Keadaan arus
ini mempengaruhi pola penyebaran organisme laut (Nybakken 1988).
Perairan pantai Indonesia kecepatan arusnya relatif cukup kuat dan
bervariasi seperti yang terjadi di sekitar perairan Teluk Klabat, perairan pantai
Muntok dan Selat Bangka berkisar antara 5-72 cm/det. Kecepatan utama arus
mencapai lebih dari 40 cm/det, pada musim timur (Agustus) lebih kuat dari pada
24
2.5.6 Plankton
Pauly et al. (1998) dalam Hatta (2010) mengemukan hasil penelitiannya yang
berdasarkan data pendaratan ikan yang diteliti diberbagai negara, bahwa telah
terjadi penurunan trofik level rata-rata sebesar 10% per tahun. Hatta (2010)
mengelompokkan beberapa jenis ikan berdasarkan makanannya yaitu ikan teri dan
ikan tembang merupakan ikan pemakan plankton (planktivor) karena di dalam
ususnya hanya ditemukan fitoplankton dan zooplankton saja. Lebih lanjut
dikatakan bahwa ternyata dalam isi usus ikan teri terdapat komposisi fitoplankton
berkisar 26,32-94,87% dari total plankton dengan rata-rata 64,65%, sementara
ikan tembang berkisar antara 42,86-97,14% dengan rata-rata 62,80%. Ikan
pepetek, layang, dan kembung tergolong ikan omnivor karena mengkonsumsi
nekton berupa jenis ikan kecil, ikan teri, dan udang halus selain plankton dan ikan
selar tergolong ikan karnivor yang memakan nekton berupa berbagai jenis ikan
kecil, teri, udang, cumi-cumi dan sebagian kecil zooplankton.
Menurut Weatherley dan Gill (1987) bahwa ada 11 prinsip mengenai
hubungan mangsa dan pemangsa pada ikan : 1) jumlah ikan yang dimakan oleh
piscivor lebih banyak dibandingkan dengan jumlah ikan yang ditangkap oleh
nelayan; 2) ukuran mangsa yang dimakan oleh pemangsa semakin bertambah
besar dengan bertambah besarnya ukuran pemangsa; 3) pemangsa memiliki
kesukaan (preverensi) pada spesies mangsa dengan ukuran tertentu; 4) pemangsa
umumnya mengambil bermacam-macam mangsa; 5) pemangsaan terhadap suatu
jenis mangsa memungkinkan terjadi perubahan terhadap kepadatan mangsa; 6)
pemangsa mungkin mengganti makanannya dengan spesies lain dalam suatu
kesetimbangan biologi; 7) jumlah mangsa berkurang akibat pemangsaan oleh
tekanan pemangsa; 8) komposisi komunitas mangsa dipengaruhi oleh pemangsa;
9) populasi mangsa yang melimpah dapat merangsang pertumbuhan dan densitas
pemangsa; 10) persaingan antara spesies pemangsa dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan densitas populasi; dan 11) pemangsaan terhadap mangsa
tertentu dapat menurunkan persaingan diantara spesies mangsa sehingga dapat
penambahan keragaman komunitas mangsa.
Jenis ikan yang tertangkap pada alat tangkap sero tidak hanya ikan-ikan
demersal yang hidupnya di muara sungai, mangrove, dan lamun bahkan ada
diantaranya ikan-ikan demersal yang hidupnya di daerah terumbu karang. Ikan
29
ikan karang dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu ikan-ikan diurnal dan
ikan-ikan nocturnal. Kelompok ikan diurnal adalah kelompok ikan yang aktif
berinteraksi dan mencari makan pada siang hari, seperti dari famili
Pomacentridae, Labridae, Achanthuridae, Chaetodontidae, Serranidae, Lutjanidae,
Balistidae, Cirrhitidae, Tetraodontidae, Bleniidae, dan Gobiidae. Sedangkan ikan-
ikan nocturnal adalah kelompok ikan-ikan yang aktif berinteraksi dan mencari
makan pada malam hari. Di siang hari, kelompok kedua ini menetap pada gua-gua
dan celah-celah karang, seperti dari famili Holocentridae, Apongonidae,
Haemulidae, Scorpaenidae, Serranidae, dan Labridae (Allen dan Steenes, 1990
dalam Sadarun 2011).
Menurut Gladfelter dan Gladfelter (1978) dalam Arami (2006) bahwa
struktur trofik ikan-ikan terumbu karang dapat dibedakan menjadi 6 (enam) grup
trofik yaitu herbivora, omnivora, plankton feeders, pemakan crustacean, ikan
piscivora, dan pemakan lain-lain (Tabel 2).
Jumlah
Grup trofik Famili
Famili
Herbivora 5 Scaridae, Acanthuridae, Pomacentridae, Blennidae, dan
Kyphosidae
Omnivora 13 Labridae, Acanthuridae, Pomacentridae, Mullidae,
Ostraciontidae, Cahetodontidae, Monacathidae, Gobiidae,
Diodontidae, Sparidae, Carangidae, Gerridae, dan Pempheridae
Plakton feeders 7 Apongonidae, Pomacentridae, Holocentridae, Grammidae,
Priacanthidae, Sciaenidae, dan Pempheridae
Pemakan crustacean 9 Serranidae, Holocentridae, Lutjanidae, Scorpaenidae,
dan ikan Sciaenidae, Synodontidae, Fistulariidae, Aulostomidae, dan
Bothidae
Piscivora 9 Serranidae, Lutjanidae, Carangidae, Spyraenidae, Muraenidae,
Synodontidae, dan Fistulariidae, Aulostomidae, dan Bothidae
Pemakan lain-lain 4 Pomacentridae, Balistidae, Acanthuridae, dan Gobiidae
Sumber : Gladfelter & Gladfelter (1978) dalam Arami (2006)
merupakan fungsi dari suatu alat penangkapan ikan dalam menangkap spesies
ikan dalam jumlah dan selang ukuran tertentu pada suatu populasi di daerah
penangkapan ikan. Losanes et al. (1990) mendefinisikan lebih jauh tentang
selektivitas ukuran adalah pernyataan kuantitatif dari kemampuan alat tangkap
untuk menangkap ikan terhadap spesies dengan ukuran tertentu. Kemampuan
tersebut dengan menghindarnya ikan dari hadangan jaring yang merupakan proses
penentu peluang tertangkapnya ikan. Peluang ini bervariasi sesuai dengan
karakteristik ikan seperti bentuk badan, bagian yang terjerat dan ukuran mata
jaring.
Selektivitas merupakan fungsi dari suatu alat penangkapan ikan dalam
menangkap spesies ikan dalam jumlah dan selang ukuran tertentu pada suatu
populasi di daerah penangkapan ikan. Selektivitas menurut Matsuoka (1995)
dibagi dalam dua komponen yaitu selektivitas ukuran dan selektivitas spesies.
Menurut FAO (1999) bahwa penagkapan ikan yang selektif meliputi;
a. Umur dan Ukuran ikan yang tertangkap; perubahan penangkapan yang
dilakukan dengan menangkap ikan yang umurnya sudah tua, memungkinkan
untuk memperbaiki hasil tangkapan dengan tingkat upaya tertentu sehingga
hasil tangkapan sebanding dengan bobot ikan yang menguntungkan secara
ekonomis.
b. Selektivitas spesies; perikanan yang banyak melibatkan spesies menimbulkan
banyak masalah optimasi distribusi bagi upaya tangkap dengan berbagai
macam alat tangkap yang berbeda. Hal ini diikuti dengan tingkat upaya
tangkap yang berbeda bagi beberapa spesies secara profesional. Dengan
adanya aturan yang dibuat untuk menangkap spsesies dan ukuran tertentu akan
membantu pengembangan perikanan lestari.
Fridman (1986) menyatakan bahwa selektivitas merupakan sifat alat dalam
menangkap ukuran dan jenis ikan tertentu dalam suatu populasi. Sifat ini
tergantung pada prinsip yang dipakai dalam penangkapan, tetapi juga tergantung
pada parameter desain alat seperti mata jaring, benang jaring dan ukuran benang,
hanging ratio dan kecepatan menarik. Lebih lanjut Treshchev (1974) dalam
Fridman (1986) mengatakan bahwa ukuran mata jaring mempunyai pengaruh
terbesar pada selektivitas alat tangkap. Menurut Nielsen dan Lampton (1983)
31
menyatakan bahwa ikan yang mempunyai ukuran yang lebih kecil maupun lebih
besar dari ukuran ikan optimum lebih sedikit tertangkap karena ikan yang sangat
kecil dapat berenang lolos dan ikan besar tidak dapat masuk ke lubang jaring.
Secara umum ukuran selektivitas ialah : 1) Girth optimum = 1,25 kali keliling
jaring, 2) Panjang ikan = 20% lebih panjang atau lebih pendek dari panjang
optimum yang sering tertangkap.
Kemampuan selektivitas suatu alat tangkap bergantung pada prinsip
penangkapan dan parameter desain alat itu sendiri seperti ukuran mata jaring
(mesh size), beban benang, material dan ukuran benang, hanging ratio,
dan kecepatan penarikan alat tangkap (Fridman 1986). Lebih lanjut dijelaskan
oleh Treshchev (1974) dalam Fridman (1986) bahwa ukuran mata jaring
mempunyai pengaruh terbesar pada selektivitas alat tangkap.
Memperbesar ukuran mata jaring dapat menyebabkan perubahan komposisi
yang pada akhirnya jumlah hasil tangkapan sehingga pengetahuan tentang
selektivitas sangat membantu dalam merancang, membuat dan mengoperasikan
alat tangkap dengan baik (Fridman 1986).
Lebih lanjut Pope et al. (1975) menyatakan bahwa selain ukuran mata
jaring yang menentukan selektivitas adalah hanging ratio, elongation, visibilitas
benang jaring (menyangkut bahan dan tebal benang), bentuk badan dan tingkah
laku ikan tujuan tangkap. Hanging ratio dan bentuk badan ikan berpengaruh
terhadap proses cara tertangkap, nilai hanging ratio yang makin kecil
berkecenderungan untuk memuntal. Kemuluran benang jaring yang meningkat
memberikan peluang ukuran ikan yang lebih besar untuk tertangkap. Visibilitas
dan tingkah laku berhubungan dengan kemampuan ikan untuk menghindari jaring.
Hal senada juga dikemukakan oleh Sparre dan Venema (1999) bahwa selektivitas
dipengaruhi oleh desain alat tangkap dan karakteristik jaring. Selektivitas alat
harus diperhitungkan dalam mengestimasi komposisi ukuran ikan yang
sesungguhnya di daerah penangkapan. Dalam suatu model yang dikemukakan
oleh Beverton dan Holt yang dalam Monintja et al. (1999) bahwa umur ikan
termuda yang tertangkap (age at first capture) akan menentukan yield per
recruitment. Umur ikan tersebut ditentukan oleh selektivitas alat tangkap terhadap
32
jenis ikan tersebut. Oleh karena itu pendekatan teknis berupa pengetahuan tentang
mata jaring merupakan salah satu cara dalam manajemen sumberdaya perikanan.
Sementara Matsuoka (1995) membagi dua komponen selektivitas yaitu
selektivitas ukuran dan selektivitas spesies. Regier dan Robson (1966)
menentukan pengaruh ukuran mata jaring terhadap selektivitas dapat dilakukan
dengan 3 (tiga) metode yaitu: langsung, tidak langsung dan iteratif. Metode
langsung memerlukan data komposisi ukuran dari populasi dan kemudian
mengestimasikan selektivitas dengan membandingkan komposisi ikan yang
tertangkap dengan komposisi populasi. Pendekatan ini dapat dilaksanakan jika
komposisi ikan dalam populasi ikan diketahui. Metode tidak langsung
membutuhkan asumsi matematika untuk kurva selektivitas, yakni ketergantungan
antara selektivitas dengan ukuran mata jaring. Data hasil tangkapan yang
digunakan terdiri dari beberapa kelas ukuran ikan yang tertangkap oleh mata
jaring yang berbeda ukuran. Metode iteratif memerlukan asumsi matematika
tertentu berbasiskan pada data yang diperoleh pada interval yang panjang atau
pada beberapa interval ulangan. Hal utama dalam metode ini adalah
memperkirakan hubungan antara selektivitas terhadap bukaan mata jaring dan
nilai tengah panjang ikan yang diulang-ulang berdasarkan jumlah relatif ikan pada
suatu populasi sampai menghasilkan sebaran titik-titik yang memadai untuk
membuat kurva.
Lebih lanjut Matsuoka (1995) mengemukakan bahwa selektivitas
umumnya digambarkan sebagai suatu ukuran relatif. Dalam perhitungan tidak
langsung (indirect estimation method) nilai selektivitas 100% bukan berarti bahwa
semua ikan tertangkap dalam operasi penangkapan. Hal tersebut menandakan
suatu nilai efisiensi relatif tertinggi. Kebanyakan alat penangkapan ikan memiliki
selektivitas (size selectivity) yang digambarkan dalam kurva selektivitas yaitu :
(1) kurva yang berhubungan dengan efisiensi tertinggi disekitar puncak, menurun
pada kedua sisi dengan dua buah ekor (a modal curve/normal curve) dan
(2) kurva satu ekor dengan efisiensi tertinggi pada ikan-ikan yang berukuran
besar, seperti kurva model logiistik (a on tail curve). Alat tangkap passif seperti
gillnet, perangkap, dan pancing memiliki kurva selektivitas yang berbentuk
normal curve, sedangkan pada alat tangkap yang aktif seperti trawl dan jenis
33
jaring yang lain dimana proses selektivitasnya terjadi dengan penyeleksian maka
alat tangkap tersebut memiliki bentuk a one tail curve/logistic curve.
Kurva selektivitas memberikan gambaran kisaran selektivitas a%
dibandingkan efisiensi tertinggi sehingga didapat panjang selektif a% dengan
notasi La (a%-selective length) misalnya L25 atau L50 dan berkaitan dengan
masing-masing ukuran mata jaring (Matsuoka 1995). Perhitungan tentang
selektivitas dapat menggunakan beberapa metode antara lain metode McCombie
dan Fry’s, metode girth inference dan metode Kitahara (Reis & Pawson 1992).
Pada metode Kitahara, selektivitas diestimasi dari fungsi L/M (panjang ikan
dibagi ukuran mata jaring) dan G/M (keliling lingkar tubuh ikan dibagi ukuran
mata jaring), diantilog-kan kurva master dan puncak kurva diperoleh ketika
efisiensi relatif mencapai 100%. Metode ini pada dasarnya mirip metode yang
dideskripsikan oleh Pope et al. (1975) dan Jones (1976) yaitu secara cover-net,
dimana cover-net tersebut mempunyai ukuran mata jaring yang lebih kecil dari
ukuran mata jaring cod-end. Pada prinsipnya membandingkan jumlah hasil ikan
yang berada di cover-net dengan jumlah seluruh ikan yang ada di bagian cod-end
dan cover-net yang menutupi cod-end.
pada perairan laut lepas lebih kompleks dengan rantai makanan yang lebih
panjang (mencapai 6 tingkat trofik) dibandingkan perairan pantai (4 trofik) dan
daerah upwelling (1,5 trofik). Bahkan jumlah tingkat trofik pada daerah upwelling
bisa mencapai bisa mencapai 2 jika ikan didominasi oleh jenis herbivora (Pauly
dan Christensen 2002).
Pencapaian tujuan pola pengelolaan sumberdaya ikan yang berbasis
ekosistem diperlukan teknik pengelolaan perikanan yang baik. Widodo dan Suadi
(2008) mengemukakan beberapa pendekatan pengelolaan perikanan yakni : 1)
pengaturan ukuran mata jaring (dari pukat atau alat tangkap yang digunakan); 2)
pengaturan batas ukuran ikan yang boleh ditangkap, didaratkan, atau dipasarkan;
3) kontrol terhadap musim penangkapan ikan (opened or closed season); 4)
kontrol terhadap daerah penangkapan (opened or closed areas); 5) pengaturan
terhadap alat tangkap serta perlengkapannya di luar pengaturan ukuran mata
jaring (mesh size); 6) perbaikan dan peningkatan sumberdaya hayati (stock enhan-
cement); 7) pengaturan hasil tangkapan total per jenis, kelompok jenis, atau bila
memungkinkan per lokasi atau wilayah; dan 8) setiap tindakan langsung yang
berhubungan dengan konservasi semua jenis ikan dan sumberdaya hayati lainnya
dalam wilayah perairan tertentu.
3 METODOLOGI UMUM
Peralatan utama yang digunakan adalah 3 unit sero yang dilengkapi dengan
bagian bunuhan khusus (experimental crib). Bahan jaring crib tersebut memiliki
ukuran mata jaring sebesar 4 cm. Sero tersebut adalah milik nelayan setempat,
sedangkan experimental crib dibuat khusus untuk keperluan penelitian ini.
Peralatan lain adalah peralatan pengambilan contoh air dan peralatan pengukur
parameter lingkungan, seperangkat alat dan bahan laboratorium untuk
pengamatan dan identifikasi serta sejumlah peralatan lain yang diperlukan selama
pengumpulan data di lapangan. Daftar alat dan bahan yang dipakai selama
penelitian ini dijelaskan secara lebih rinci di bagian metode penelitian pada Bab 5,
6, 7, dan 8.
(food item) yang diketahui dari analisis isi lambung ikan (gut content analysis),
seperti yang dilakukan oleh Pauly et al. (2000). Posisi ikan dinyatakan sebagai
nilai trophic level yang ditentukan dengan cara menghitung rata-rata nilai trophic
level dari setiap food item ditambah 1. Selanjutnya, keterkaitan ekologi di antara
setiap jenis ikan pada setiap habitatnya dengan makanannya dieksplorasi dengan
analisis regresi linier sederhana, mengikuti petunjuk Kleimbaum et al. (1988).
Kelimpahan plankton ditentukan dengan menerapkan analisis laboratorium
terhadap sampel yang telah diawetkan. Analisis ini menghitung individu
plankton secara lengkap (sensus) dengan menggunakan Sedwick Rafter Cell
(SRC) (APHA 2005) sedangkan densitas klorofil-a ditentukan dengan
menerapkan metode Boyd (1982).
Data panjang dan berat sampel ikan dianalisis untuk menentukan rumus
hubungan panjang-berat (Romimohtarto & Juwana 2001) yang menerapkan
persamaan eksponensial, yaitu W = aLb, seperti dikemukakan oleh Teisser (1960)
dan Carlander (1968) dalam Effendie (1997). Dari analisis ini diketahui nilai
koefisien b yang menggambarkan pola pertumbuhan berat ikan terkait dengan
panjang ikan, apakah ikan tumbuh langsing (b < 3), normal (b = 3) atau gemuk (b
> 3).
Data panjang ikan yang tertangkap selama penelitian juga digunakan
untuk menentukan selektivitas experimental crib. Karakteristik selektivitas ini
digunakan sebagai dasar untuk menentukan kelayakan biologis-teknis bunuhan
(crib) bermata jaring 4 cm dalam menangkap ikan-ikan yang ada di tiga habitat
pesisir. Mengingat metode penangkapan ikan yang diterapkan pada sero
tergolong sebagai filtering, yaitu penyaringan, maka penelitian ini ini menerapkan
model kurva logistik yang biasa diterapkan dalam mengkaji selektivitas trawl
(Paloheimo dan Cadima, 1964; Kimura, 1977; Hoydal et al., 1982 dalam Sparre
dan Venema 1999). Bentuk kurva selektivitas ini sangat tergantung kepada data
komposisi ukuran ikan dan proporsi ikan yang tertangkap. Kelayakan ditentukan
dengan membandingkan ukuran ikan yang berpeluang tertangkap sebesar 50%
(L50) dengan ukuran ikan ketika matang gonad untuk pertama kali atau length at
first maturity (Lmat). Analisis kelayakan biologis-teknis sero ini diterapkan pada
sembilan jenis ikan yang dominan tertangkap di tiga habitat pesisir.
43
2500
2250
2000
Produksi hasil tangkapan (ton)
1750
1500
1250
1000
750
500
Jaring Insang Tetap Bagan Perahu Sero
250
0
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Gambar 3 Produksi ikan dari tiga jenis perikanan terbesar di Kabupaten Wajo.
46
5m
Crib asli
4m
A
0.2 m
2.5 m
B
3m
0.5 m
1m
3.5 m
C 0.7 m
1m
20 m
D
2m
10 m
E 100 m
A = Bunuhan (crib )
Exp. Crib
Crib asli
B = Perut (belly )
C = Badan (body )
D = Sayap (wing )
E = Penaju
Gambar 5 Desain sebuah sero dilihat dari atas atau udara. Lima bagian sero:
bagian penaju (A), bagian sayap (B), bagian perut (C), bagian badan
(D), dan bagian bunuhan (E)
50
Gambar 6 Bagian bunuhan atau crib (A) dan panaju atau leader net (B) yang
pada salah satu sero yang digunakan dalam penelitian di Kecamatan
Pitumpanua.
Bahan yang diperlukan untuk pembuatan satu unit sero adalah tiang-tiang
pancang, waring dan kayu-kayu penjepit tali ris bawah yang disiapkan di darat.
Pembuatan atau pembangunan sebuah sero dimulai dengan membuat rangka atau
pola berupa tiang-tiang kayu atau bambu yang ditancapkan di dasar laut. Tiang-
tiang tersebut berfungsi sebagai tempat menggantungkan jaring yang sudah
dirangkai di darat. Agar sero terpasang secara rapat dengan dasar laut atau tidak
terangkat jika terkena arus air atau ombak maka tali ris bawah waring diberi
sejumlah penjepit (pacco). Jumlah tiang kayu yang dipakai dalam satu unit sero
biasanya mencapai 1.200 batang. Jenis kayu yang dijadikan tiang adalah kayu
bakau dan bambu. Panjang tiang-tiang tersebut tergantung dari posisi
pemasangannya; panjang tiang untuk bagian penaju dan sayap adalah 4–5 m,
untuk bagian perut dan badan adalah 5–9 m sedangkan untuk bagian bunuhan 9–
11 m.
Penancapan kerangka atau tiang-tiang dimulai untuk bagian bunuhan,
kemudian bagian badan sero, lalu dilanjutkna dengan penancapan tiang-tiang
untuk bagian perut, sayap serta terakhir bagian penaju. Setelah semua tiang-tiang
tertancap dan terpancang, dilakukan pemasangan waring yang dimulai dari waring
bagian bunuhan hingga terakhir waring bagian penaju. Nelayan biasa memasang
sero ketika laut sedang surut; pemasangan satu unit sero memerlukan waktu 1–2
51
Gambar 7 Proses kegiatan hauling pada alat tangkap sero (A) Penarikan jaring
sero; (B) Pengambilan hasil tangkapan.
52
Hasil tangkapan non dominan dan discards alat tangkap sero ditemukan
sangat beragam. Hasil tangkapan non dominan dan discards tersebut tidak
tertangkap pada setiap trip penangkapan dan jumlahnya sangat sedikit. Hasil
tangkapan yang non dominan tersebut mempunyai harga tinggi seperti: ikan
bambangan (Lutjanus spp.), kerapu (Epinephelus spp.), kakap (Lates spp.),
balanak (Liza vaigiensis), kepiting bakau (Scylla serrata), cumi-cumi (Loligo sp.),
dan udang windu (Penaeus sp.). Sedangkan discards atau hasil tangkapan yang
sama sekali tidak dimanfaatkan oleh nelayan adalah ikan sebelah (Psettodes
erumei), ikan buntal (Arothron reticularis), ubur-ubur (Obelia sp.), ikan lepu
(Dendrochirus sp.), ikan sumpit (Toxotes jaculatrix), ikan buaya (Platycephalus
sp.), dan kuda laut (Hippocampus sp.). Selama penelitian didapatkan sebanyak
25 spesies (Tabel 5) hasil tangkapan non dominan bernilai ekonomis dan discards.
54
Tabel 5 Hasil tangkapan non dominan dan discards alat tangkap sero selama
penelitian
No Nama Daerah Nama Lokal Nama Ilmiah
Non-Dominan bernilai tinggi:
1 Orapu Kerapu Epinephelus spp.
2 Bale cella Bambangan Lutjanus spp.
3 Bonti Balanak Liza vaigiensis
4 Kakap Kakap Lates spp.
5 Comi Cumi-cumi Loligo sp.
6 Bukkang dato Kepiting bakau Scylla serrata
7 Bongko bolong Udang windu Penaeus sp.
Discards:
19 Bale pallepe’ Ikan sebelah Psettodes erumei
20 Buntala Buntal Arothron reticularis
21 Ubur-ubur Ubur-ubur Obelia sp.
22 Tae opu Lepu Dendrochirus sp.
23 Mai-mai Kuda laut Hippocampus sp.
24 Sumpiti Ikan sumpit Toxotes jaculatrix
25 Palu gendrang Ikan buaya Platycephalus sp
55
5.1 PENDAHULUAN
dan lamun (3o42’18,9” LS; 120o26’24,6” BT) (Gambar 2). Contoh-contoh tersebut
kemudian dianalisis untuk mengidentifikasi jenis biota dan densitasnya serta
kadar zat hara di laboratorium pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
(FIKP), Universitas Hasanuddin, Makassar.
Tabel 6 Jenis alat dan bahan yang digunakan pengambilan contoh air dan
pengamatan kualitas air di laboratorium
Penjelasan yang lebih rinci untuk beberapa hal dalam Tabel 7 tersebut
disajikan pada bagian berikut.
5.2.3.3 Pengambilan contoh air untuk analisis zat hara dan klorofil-a
Contoh air untuk analisis zat hara (nitrat, fosfat, dan silikat) dan klorofil-a
diambil dengan Cammerer water sampler. Pengambilan contoh air dilakukan
pada pukul 7.00-9.00 WITA di stasiun yang telah ditentukan di muara sungai,
mangrove, dan lamun. Kegiatan ini dilakukan 8 kali pengamatan bersamaan
dengan trip operasi penangkapan ikan. Contoh air yang dianalisis berasal dari
lapisan dekat dengan dasar perairan. Contoh air tersebut disimpan dalam botol
sampel (botol aqua) yang ditaruh dalam cool box. Analisis laboratorium terhadap
contoh air ini dilakukan di laboratorium dengan menggunakan spectrophotometer
merek Hach type drel 2800. Analisis zat hara dan klorofil a dilakukan dengan
metode yang berbeda (Tabel 7).
.....................................................(1)
Keterangan :
N : Jumlah total plankton (sel/liter).
n : Jumlah rata-rata plankton.
Vr : Volume air yang tersaring (ml).
Vo : Volume air satu tetes (ml).
Vs : Volume air yang disaring (l).
Pada ekosistem lamun ditemukan jenis lamun yang paling dominan yaitu
Enhalus acoroides dan juga ditemukan jenis Halodule pinifolia dan Cymodocea
rotundata dalam sebaran yang jumlahnya sedikit. Jenis substrat di daerah lamun
yaitu berpasir halus, berbeda pada substrat di sekitar mangrove dan muara sungai
yaitu berpasir campur lumpur. Vegetasi yang tumbuh di sekitar mangrove yaitu
didomonasi oleh tumbuhan mangrove jenis Rhizophora sp, Avicennia sp, dan
Sonneratia sp. Pada sekitar muara sungai didapatkan tumbuhan mangrove yang
jumlahnya sangat sedikit, namun pada sepanjang tepi sungai lebih dominan
tumbuh jenis mangrove yaitu Rhizophora sp. Untuk kondisi lingkungan lokasi
pemasangan sero di Kecamatan Pitumpanua, Kabupaten Wajo di setiap habitat
selama penelitian disajikan pada Tabel 8. Berikut penjelasan singkat dari setiap
parameter tersebut dan perbandingannya di antara ketiga kawasan tempat
pemasangan sero yang masing-masing dicirikan oleh habitat muara sungai,
mangrove dan lamun.
61
dalam pembentukan sumbu utama pertama. Observasi (MS4), (MG4), dan (LM4)
berkontribusi besar dan berkorelasi negatif dalam pembentukan sumbu utama
kedua, sedangkan observasi (MS6) (MG6) dan (LM6) berkontribusi besar dan
berkorelasi negatif dalam pembentukan sumbu utama kedua (Lampiran 13).
Berdasarkan plot dan observasi dan parameter lingkungan (Gambar 10 & 11)
menunjukkan bahwa sebagian besar observasi dari lamun dan mangrove
beragregat pada sumbu satu positif. Observasi-observasi tersebut dicirikan oleh
suhu, salinitas, pH, dan DO yang tinggi. Dalam arah yang berlawanan di sumbu 1
negatif tersebar sebagian besar observasi di muara sungai. Kelompok observasi ini
dicirikan oleh kadar nitrat dan fosfat serta kecepatan arus yang lebih tinggi.
Berdasarkan hasil sidik gerombol (cluster analysis) pada skala jarak
similiritas 50% terdapat 3 (tiga) kelompok besar observasi yaitu kelompok satu
(MS6, MG1, MG3, MG6, LM1, LM3, LM4, dan LM8) dan kelompok (MS2,
MS7, dan MG7), dan lainnya kelompok tiga (Gambar 8).
Gambar 9 Plot stasiun dan waktu pengamatan parameter fisika kimia lingkungan
selama lokasi pemasangan sero di Kecamatan Pitumpanua, Kabupaten
Wajo selama penelitian.
5.4 PEMBAHASAN
5.4.1 Deskripsi Habitat
juga didapatkan oleh Zainuddin (2011) di perairan Palopo dan sebelah timur
Teluk Bone (Perairan Kolaka).
Nilai salinitas di daerah lamun tidak berbeda dengan di mangrove, tetapi
kedua daerah tersebut berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan di muara sungai
(Tabel 8 & Lampiran 12). Rendahnya salintas di muara sungai dikarenakan pada
muara sungai dipengaruhi oleh daratan, dimana dari daratan masuk aliran air
tawar melalui sungai menuju muara sungai yang menyebabkan penurunan
salinitas di daerah muara sungai tersebut, atau pada muara sungai terjadi proses
percampuran air tawar dari sungai. Salinitas yang tinggi di daerah mangrove dan
lamun karena terletak di wilayah yang jauh dari muara sungai. Semakin jauh dari
muara sungai ke arah laut, salinitas akan bertambah (Duxburry 2002). Sebaran
salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air,
penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji 2005).
Kecepatan arus berbeda pada setiap stasiun. Kecepatan arus tertinggi
dijumpai pada daerah muara sungai (0,26 m/detik) (Tabel 8 & Lampiran 12). Hal
ini kemungkinan besar disebabkan besarnya arus yang mengalir karena derasnya
aliran sungai yang masuk ke perairan muara sungai. Tidak jauh berbeda yang
didapatkan di perairan pantai Kabupaten Luwu yaitu 0,19 m/detik (Andriani
2004). Namun relatif kuat yang didapatkan di Teluk Kotania pada pasang dan
surut masing-masing 0,7 m/detik (Supriyadi 2009), di Selat Bangka yaitu lebih
dari 50 cm/detik (Nurhayati 2007), dan di perairan Berau memiliki nilai tertinggi
adalah sebesar 115,3 cm/detik dan kecepatan arus permukaan terendah diperoleh
nilai sebesar 5,4 cm/detik (Aryawati 2007).
Nilai pH cenderung lebih rendah didapatkan di muara sungai karena
adanya pengaruh masukan massa air tawar dari sistem sungai yang bermuara.
(Tabel 8 & Lampiran 12). Secara umum kisaran pH yang didapatkan yaitu 6,7-7,2
jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Andriani (2004) di
perairan pantai Kabupaten Luwu Teluk Bone yaitu 8,0-8,1. Kisaran yang
didapatkan selama penelitian masih menunjang kehidupan fitoplankton yaitu
berada pada kisaran 6,5-8,5 (Prescod 1973). Lebih lanjut Sachlan (1982) bahwa
fitoplankton dapat hidup subur pada pH 7-8 bilamana terdapat cukup mineral di
dalam perairan tersebut.
66
0,27-5,51 µg/L dan jika kurang dari 0,02 µg/L maka akan menjadi faktor
pembatas.
Rata-rata kandungan silikat (0,015 µg/L) di perairan pantai Pitumpanua
Teluk Bone tidak menunjukkan adanya perbedaan, baik berdasarkan waktu
pengamatan maupun habitat (Tabel 8 dan Lampiran 12). Menurut Cushing dan
Walsh (1976) dalam Aryawati (2007) salah satu sumber silikat adalah buangan
dari darat melalui run off. Lebih lanjut Millero dan Sohn (1991) menerangkan
bahwa pada dasarnya sumber silikat di laut sebagian besar merupakan hasil
pelapukan yang terbawa oleh aliran sungai. Hasil penelitian ini sama yang
didapatkan di perairan pantai Kabupaten Luwu Teluk Bonen yaitu sebesar 0,011-
0,031 µg/L (Andriani 2004).
Kandungan klorofil-a di perairan pantai Pitumpanua menunjukkan nilai
yang sangat fluktuatif dan heterogen. Kandungan klorofil-a di habitat muara
sungai dan lamun (0,835 dan 0,976 mg/m3) lebih tinggi dibandingkan di habitat
mangrove (0,687 mg/m3) (Tabel 8 & Lampiran 12). Tinggi rendahnya kandungan
klorofil-a di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone sangat berhubungan dengan
pasokan nutrien yang berasal dari darat melalui aliran sungai-sungai yang
bermuara ke perairan tersebut. Afdal & Riyono (2004) mempertegas bahwa tinggi
rendahnya kandungan klorophil-a di laut sangat dipengaruhi oleh faktor hidrolgi
perairan (suhu, salinitas, nitrat, dan fosfat). Pada kedalaman 0-50 m suhu,
salinitas, nitrat, dan fosfat tidak terlalu mempengaruhi kandungan klorofil-a,
sedangkan pada kedalaman 100 m mempengaruhi.
Bila dibandingkan dengan kandungan klorofil di perairan pantai
Pitumpanua Teluk Bone dengan perairan Barru Selat Makassar maka kandungan
klorofil-a di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone memiliki nilai yang lebih
tinggi. Menurut Hatta (2010) kandungan klorofil-a di perairan Barru Selat
Makassar berkisar 0,015-0,383 mg/m3 dan menurut Alianto et al. (2008)
kandungan klorofil-a di perairan Teluk Banten memiliki berkisar 0,069-0,303
mg/m3. Tetapi apabila dibandingkan dengan kandungan klorofil-a di perairan
Ujung Watu, Jepara; pantai Kartini, Jepara, dan Teluk Jakarta, nilai kandungan
klorofil-a di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone relatif lebih rendah.
Di perairan Ujung Watu, Jepara kandungan rata-rata klorofil-a adalah sebesar 4,68
68
mg/m3 (Sutomo et al. 1989). Kadar klorofil-a yang tinggi di perairan Indonesia
umumnya disebabkan karena penyuburan yang terjadi akibat turbulensi atau
pengadukan air di daerah dangkal, aliran dari sungai-sungai (run off) ataupun
karena ”upwelling”.
Kelimpahan fitoplankton dan zooplankton di perairan pantai Pitumpanua
berbeda secara signifikan berdasarkan waktu pengamatan dan habitat. Rata-rata
kelimpahan fitoplankton tertinggi selama penelitian di dapatkan di habitat lamun
sebesar 13011 sel/l (Tabel 8 & Lampiran 12). Kelimpahan ini lebih tinggi
dibandingkan dengan yang didapatkan oleh Andriyani (2004) di perairan Bua
Kabupaten Luwu Teluk Bone (4511 sel/liter) dan yang didapatkan oleh Hatta
(2010) di perairan Barru Selat Makassar yaitu berkisar 431-5438 sel/liter.
Tingginya kelimpahan yang didapatkan kemungkinan disebabkan karena lokasi
pengambilan sampel berada pada daerah pantai yang tersedia banyak unsur hara
yang dimanfaatkan oleh fitoplankton untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakannya. Berbeda yang didapatkan oleh Djokosetiyanto & Rahardjo
( 2006) di perairan pantai Dadap Teluk Jakarta yaitu 21955 sel/liter sangat jauh
lebih tinggi dibandingkan di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone. Sedangkan
rata-rata kelimpahan tertinggi zooplankton di dapatkan di habitat muara sungai
yaitu sebesar 1010 ind/liter (Tabel 8 & Lampiran 12). Bila dibandingkan
kelimpahan yang di dapatkan Thoha (2007) di Teluk Gilimanuk, Bali yang
mendapatkan kelimpahan zooplankton rata-rata 23938 ind/l, sangat jauh lebih
rendah bila dibandingkan yang ditemukan di perairan pantai Pitumpanua Teluk
Bone. Kelimpahan zooplankton yang didapatkan selama penelitian berada pada
kisaran yang didapatkan oleh Andriyani (2004) di Kabupaten Luwu Teluk Bone
yaitu 920-1227 ind/liter dengan rata-rata kelimpahan 1022 ind/liter.
69
5.5.2 Saran
Perlu dilakukan kajian oseanografi dalam siklus tahunan untuk melihat pola
kondisi oseanografi di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone, sehingga dengan
mengetahui pola kondisi oseanografi dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam pengelolaan sumberdaya perikanan sero.
71
6.1 PENDAHULUAN
Alat dan bahan yang digunakan selama pengambilan data untuk analisis
hasil tangkapan diantaranya perahu motor, sero, serok, global position system
(gps), measuring board / mistar, formalin 90%, plastik sample, cool box/kulkas,
timbangan analitik, kamera, buku identifikasi ikan, alat tulis/data sheet, dan alat
bantu lainnya.
Ikan yang tertangkap sero yang dioperasikan pada kondisi habitat berbeda
(muara sungai, mangrove, dan lamun) diambil sebanyak 25% dari total hasil
tangkapan setiap unit sero. Ikan dipisahkan berdasarkan jenisnya. kemudian ikan
diukur panjang total dengan measuring board atau mistar dan beratnya ditimbang
menggunakan timbangan. Panjang total diukur mulai dari ujung kepala terdepan
sampai ujung bagian ekornya.
Jenis hasil tangkapan dominan pada alat tangkap sero di perairan pantai
Pitumpanua Teluk Bone yaitu ikan pepetek (Leiognathus splendens), baronang
lingkis (Siganus canaliculatus), kerong-kerong (Therapon jarbua), kuwe (Caranx
sexfaciatus), biji nangka (Upeneaus sulphureus), baronang (Siganus guttatus),
udang putih (Peneaus margueinsis), lencam (Lethrinus lentjam), barakuda
(Sphyraena sphyraena), kapas-kapas (Gerres kapas), dan kepiting rajungan
(Portunnus pelagicus).
Komposisi jumlah hasil tangkapan sero selama penelitian di perairan
pantai Pitumpanua Teluk Bone paling banyak tertangkap ikan pepetek dan paling
sedikit yaitu kepiting rajungan (Tabel 9). Untuk komposisi berat hasil tangkapan
terbanyak yaitu ikan barakuda dan terkecil yaitu udang putih (Tabel 10).
Tabel 9 Komposisi jumlah hasil tangkapan (%) sero berdasarkan jenis ikan setiap
habitat selama penelitian
Muara Sungai Mangrove Lamun Rata-rata
No Jenis ikan
(%) (%) (%) (%)
1 Pepetek 25,72 17,96 12,12 18,60
2 Baronang lingkis 9,60 12,89 17,11 13,20
3 Kerong-kerong 12,57 14,58 6,97 11,37
4 Kuwe 7,05 9,98 16,90 11,31
5 Biji nangka 10,13 6,60 9,54 8,76
6 Baronang 7,16 7,50 10,48 8,38
7 Udang putih 6,36 7,34 5,92 6,54
8 Lencam 4,72 6,44 7,68 6,28
9 Barakuda 6,79 7,29 3,95 6,01
10 Kapas-kapas 7,10 5,12 6,09 6,10
11 Kepiting rajungan 2,81 4,28 3,24 3,44
75
Tabel 10 Komposisi berat hasil tangkapan (%) sero berdasarkan jenis ikan setiap
habitat selama penelitian
Muara Sungai Mangrove Lamun Rata-rata
No Jenis ikan
(%) (%) (%) (%)
1 Barakuda 24,49 23,12 13,63 20,41
2 Kerong kerong 18,06 18,97 9,70 15,58
3 Baronang 13,18 11,81 18,12 14,37
4 B. Lingkis 7,08 12,51 18,68 12,76
5 Kuwe 6,35 7,73 11,23 8,43
6 Lencam 5,61 6,75 8,90 7,09
7 Biji nangka 7,32 4,15 6,09 5,85
8 Rajungan 3,58 4,64 4,33 4,18
9 Pepetek 6,27 3,58 2,49 4,11
10 Kapas-kapas 4,31 2,88 3,69 3,63
11 Udang putih 3,50 3,87 3,21 3,52
Total Presentase 100 100 100 100
6.3.2 Kisaran Berat dan Panjang Total Setiap Hasil Tangkapan Sero
Kisaran berat dan panjang total setiap hasil tangkapan sero hampir merata
pada setiap habitat. Kisaran panjang total dan berat jenis ikan yang tertangkap di
perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone (Tabel 11).
Tabel 11 Kisaran berat dan panjang total setiap jenis hasil tangkapan sero di
perairan pantai Pitumpanua selama penelitian
Kisaran Berat Kisaran Panjang Lmat
Jenis Ikan
(gr) (cm) (cm)
Biji nangka 7-163 5,6-20,3 10,2A
Baronang lingkis 13-164 5,9-25,7 17,0B
Kerong-kerong 7-163 5,6-20,3 18,0C
Lencam 15-217 8,3-20,8 18,2D
Pepetek 5-102 6,0-23,2 9,0E
Kapas-kapas 10-312 4,2-18,6 10,5F
Kuwe 12-189 6,0-21,2 30,0G
Baronang 41-393 8,0-23,5 21,0H
Barakuda 30-380 11,8-55,0 17,3I
Kepiting rajungan 23-171 6,0-15,2 9,5J
Udang putih 6-95 5,0-16,8 15,2K
Keterangan :
A)
Martasuganda et al. (1991)
B) G)
Wassef & Hady (1997) Tharwat & Rahman (2006)
C) H)
Situ & Sadovy (2004) Sutomo & Juwana (1990)
D) I)
Krajangdara (2004) Allam et al. (2004)
E) J)
Pauly (1977) dalam Sjafei & Saadah (2001) Jazayery et al. (2011)
F) K)
Sjafei & Syaputra (2009) Machado et al. (2009)
76
6.3.3 Jumlah dan Berat Hasil Tangkapan Berdasarkan Habitat dan Waktu
Penangkapan
Hasil tangkapan sero selama penelitian menunjukkan adanya variabilitas
jumlah hasil tangkapan menurut jenis ikan (Gambar 12). Disamping itu terlihat
bahwa ada jenis ikan yang jumlahnya tidak signifikan berbeda antar ketiga
habitat. Hal ini menunjukkan bahwa jenis ikan tersebut bervariasi menurut ukuran
rata-rata antara habitat. Selain perbedaan antara habitat, jumlah, dan berat hasil
tangkapan beberapa jenis ikan yang dominan tertangkap dengan sero juga berbeda
menurut waktu penangkapan.
Analisis ragam (ANOVA) menyimpulkan bahwa semua jenis ikan yang
tertangkap berbeda menurut lokasi (habitat) tetapi tidak semua jenis ikan yang
tertangkap berbeda berdasarkan waktu penangkapan. Kepiting rajungan yang
tertangkap tidak berbeda menurut habitat dan waktu penangkapan, sedangkan
udang putih berbeda menurut lokasi dan berbeda menurut waktu penangkapan
(Lampiran 14). Total jumlah hasil tangkapan (kecuali kepiting dan udang)
berbeda menurut habitat dan tidak berbeda menurut waktu penanngkapan
(Lampiran 14).
besar dalam pembentukan sumbu utama 1 sedangkan mangrove dan muara sungai
berkontribusi besar dalam membetuk sumbu utama 2 positif dan negatif. Plot
jenis ikan dan habitat per waktu pengamatan menunjukkan bahwa ikan biji
nangka, baronang, baronang lingkis, kerong-kerong, barakuda, dan kuwe lebih
berasosiasi dengan habitat lamun. Ikan lencam, kapas-kapas, dan pepetek lebih
berasosiasi dengan habitat dekat mangrove sedangkan udang dan rajungan
berasosiasi dengan muara sungai (Gambar 16, 17 & 18).
Gambar 16 Plot stasiun dan waktu pengamatan pada sumbu FCA 1 dan 2.
82
Gambar 18 Konfigurasi tiga komponen utama untuk asosiasi antara jenis hasil
tangkapan dan habitat di lokasi pemasangan sero di Kecamatan
Pitumpanua, Kabupaten Wajo selama penelitian.
83
Asosiasi antara habitat dan jenis ikan yang dihitung berdasarkan biomassa
hasil tangkapan (Gambar 17 & 18) hal tersebut terjadi karena setiap jenis ikan
memiliki toleransi dan preverensi terhadap parameter lingkungan tertentu.
Kondisi optimal paramater lingkungan bagi ikan dan makanan setiap jenis ikan
yang berbeda antara jenis ikan dan perbedaan parameter lingkungan yang terjadi
pada setiap habitat dapat terjadi secara simultan dengan terjadinya perubahan
ukuran ikan. Demikian pula dengan perbedaan kebiasaan makanan dan pengaruh
parameter lingkungan terhadap jenis makanan masing-masing spesies dapat
menyebabkan perbedaan dan perubahan preverensi habitat bukan saja antar
spesies tetapi antar ukuran berbeda dalam spesies yang sama.
6.4 PEMBAHASAN
6.4.1 Komposisi Jumlah dan Berat Hasil Tangkapan
Jenis ikan yang tertangkap dengan sero selama penelitian nampak bahwa
jenis ikan pepetek, baronang lingkis, kerong-kerong, kuwe, biji nangka, dan
baronang yang banyak tertangkap dan hampir merata di semua habitat (Tabel 9).
Hal ini disebabkan karena jenis ikan ini memang menghuni habitat muara sungai,
mangrove, dan lamun. Sebagian besar jenis hasil tangkapan tersebut tergolong
jenis ikan-ikan demersal kecil yang bernilai ekonomis penting (Boer et al. 2001).
Jenis ikan pelagis yang tertangkap hanya ikan barakuda. Kemungkinan jenis
ini mengejar mangsanya kemana-mana sehingga ikut tertangkap pada alat
tangkap, karena diketahui bahwa ikan barakuda tergolong ikan omnivor dan
karnivor. Ikan barakuda yang tertangkap di perairan pantai Pitumpanua dengan
alat tangkap sero memiliki volume yang tinggi. Berbeda yang ditemukan di
perairan Kabupaten Barru Selat Makassar dengan alat tangkap bagan rambo, jenis
ikan ini ditemukan relatif sedikit (Hatta 2010). Hal ini diduga karena pada alat
tangkap sero waktu tenggang pengangkatan alat tangkap sero (hauling) cukup
lama dibandingkan bagan rambo, sehingga diduga bahwa ikan barakuda dengan
leluasa mencari makan dalam bunuhan, dengan terperangkapnya pada bunuhan
menyulitkan untuk meloloskan diri melalui pintu bunuhan sero.
84
Selat Makassar yaitu 5,0-17,0 cm. Begitupula halnya yang ditemukan di Teluk
Palu dengan menggunakan pukat pantai yaitu 9,1 cm. Hal ini memberikan
indikasi bahwa ukuran-ukuran tersebut sangat dipengaruhi oleh lokasi daerah
penangkapan, dimana daerah penangkapan yang berdekatan memiliki kisaran
yang hampir sama. Kisaran-kisaran tersebut sudah sesuai yang dikemukakan oleh
Genisa (1999) bahwa kisaran ikan biji nangka umumnya tertangkap yaitu 15 cm.
Ikan baronang lingkis yang tertangkap di daerah perairan pantai
Pitumpanua Teluk Bone yaitu 5,9-25,7 cm. Kisaran tersebut lebih banyak
tertangkap pada ukuran kecil sampai sedang. Penelitian ini sejalan yang
ditemukan oleh Jalil et al. (2003) bahwa ikan baronang lingkis tertangkap di
perairan Kecamatan Bua Kabupaten Luwu Teluk Bone memiliki kisaran 6,2-22,0
cm dan kisaran tersebut lebih banyak tertangkap pada kisaran kecil sampai
sedang. Kemiripan kisaran tersebut dikarenakan karena daerah penangkapannya
satu wilayah yaitu Teluk Bone.
Ikan kerong-kerong yang tertangkap yaitu pada kisaran 5,6-20,3 cm.
Kisaran ini hampir sama dikemukakan oleh Subani (1990) bahwa umumnya
tertangkap di perairan Indonesia pada kisaran 5,0-25,0 cm. Kisaran hampir sama
juga didapatkan di pantai selatan laut India yaitu 8,0-19,0 cm, dan yang
ditemukan di Teluk Rayong, Thailand yaitu 9,6-28, cm (www.fishbase.org).
Senada yang dikemukakan oleh Marwoto et al. (2006) bahwa jenis ikan kerong-
kerong yang tertangkap dengan jaring arad di perairan pantai Cilacap yaitu pada
kisaran panjang 6,6-20,6 cm. Bisa dikatakan bahwa jenis ikan ini ukurannya
hampir sama diberbagai daerah.
Kisaran panjang total ikan Kapas-kapas yang tertangkap di perairan
Pitumpanua Teluk Bone yaitu 4,2-18,6 cm. Kisaran ini sangat jauh berbeda yang
didapatkan pada penelitian tahun 2005 di lokasi yang sama yaitu tertangkap pada
kisaran 3,0-23,5 cm (Tenriware 2005). Bisa disimpulkan bahwa selama 5 (lima)
tahun terakhir ini, jenis ikan kapas-kapas yang berukuran di atas 20 cm sudah
habis tertangkap di lokasi tersebut. Kisaran ukuran panjang ikan yang ditemukan
jauh lebih kecil yang didapatkan di perairan pantai Mayangan, Jawa Barat yaitu
9,5-14,0 cm untuk jantan dan 10,2-16,5 cm untuk betina (Sjafei dan Syaputra
2009). Sejalan yang dikemukakan oleh Genisa (1999) bahwa ukuran ikan kapas-
87
kapas umumnya tertangkap pada ukuran panjang total 15 cm dan jenis ikan ini
bisa mencapai pada ukuran 25 cm.
Ikan lencam atau bisa dikenal katamba tertangkap pada kisaran 8,3-20,0
cm. Ukuran ini sangat kecil bila dibandingkan yang dikemukakan oleh Genisa
(1999) bahwa pada umumnya jenis ikan ini tertangkapa pada kisaran 25-35 cm.
Tahun 2005 di perairan pantai Pitumpanua masih ditemukan ukuran panjang
maksimun yaitu 25,9 cm (Tenriware 2005). Hal memberikan gambaran bahwa
jenis ikan lencam di lokasi tersebut semakin hari ukuran semakin kecil yang
tertangkap.
Ikan pepetek atau peperek cina tertangkap pada kisaran 6,0-23,2 cm. Diduga
bahwa jenis ikan ini merajai perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone. Dugaan ini
berdasarkan hasil tangkapan yang didapatkan yaitu paling banyak tertangkap dan
penelitian sebelumnya pada tahun 2005 ukuran jenis ikan ini hanya tertangkap
pada kisaran 3,4-17,4 cm, namun pada saat ini kisarannya lebih besar dari
sebelumnya. Kemungkinan pertumbuhan dan perkembangbiakan jenis ikan ini
lebih cepat. Pernyataan ini didukung oleh Pauly (1977) bahwa jenis ikan tersebut
berkembang biak dengan pesat karena jenis ikan ini terhindar dari pemangsa
karena keseluruhan tubuh pepetek menghasilkan cahaya, dimana cahaya ini
dilepaskan pada siang hari ke arah bawah berupa cahaya difusi yang cenderung
memecah bayangan dirinya menjadi tidak utuh, akibatnya pemangsa potensial
tidak dapat melihat nyata mangsanya dalam hal ini pepetek.
Ikan kuwe yang tertangkap di perairan pantai Pitumpanua kisaran ukuran
panjangnya masih sangat kecil yaitu 6,0-21,2 cm. Kisaran tersebut jauh lebih kecil
yang dikemukakan oleh Genisa (1999) bahwa jenis ikan ini umumnya tertangkap
pada ukuran panjang total 50 cm dan bisa mencapai pada ukuran 75 cm. Seperti
yang ditemukan di perairan Teluk Arab dengan alat tangkap trap ukuran kecil ikan
kuwe (Caranx sexfaciatus) didapatkan pada panjang 34 cm, sedangkan pada alat
tangkap trap ukuran besar didapatkan panjang 50 cm (Tharwat dan Rahman
2006).
Ikan baronang tertangkap pada kisaran 8,0-23,5 cm. Kisaran ini jauh lebih
kecil yang didapatkan di perairan Pulau Pari, wilayah Pulau-pulau Seribu yaitu
14,0-21,0 cm (Sutomo dan Juwana 1990). Tidak berbeda jauh yang dikemukakan
88
oleh Genisa (1999) bahwa jenis ikan ini umumnya tertangkapa pada ukuran 20 cm
dan bisa mencapai panjang 35 cm. Ikan barakuda tertangkap pada kisaran 11,8-
55,0 cm. Kisaran ini hampir sama yang dikemukan oleh Genisa (1999) bahwa
umumnya tertangkap pada panjang 40-60 cm dan bisa mencapai 100 cm. Kisaran
tersebut sangat jauh berbeda yang ditemukan oleh Allam et al. (2004) di perairan
Mediterania yaitu Sphyraena chrysotaenia (13-27 cm), S. flavicauda (17-41 cm),
dan S. sphyraena (16-44 cm). Kemungkinan disebabkan karena kondisi iklim
yang berbeda dan daerah penangkapan.
Kepiting rajungan tertangkap pada kisaran lebar karapaks yaitu 6,0-15,2
cm. Kisaran ini hampir sama yang didapatkan di Pantai Khuzestan, Teluk Persia
yaitu dari kisaran 8,0-17,9 cm (Jazayeri et al. 2011). Kisaran ukuran yang
didapatkan masih jauh lebih besar bila dibandingkan di Tanzania dengan ukuran
terkecil 1,5 cm dan ukuran terbesarnya yaitu 11,5 cm (Chande dan Mgaya 2003).
Adanya perbedaan kisaran ukuran yang sangat mencolok, kemungkinan
disebabkan karena disetiap wilayah mempunyai rajungan yang berbeda baik itu
secara morfologi, genetik, dan ukurannya (Lai et al. 2010).
Kisaran panjang karapaks udang putih yang tertangkap di perairan pantai
Pitumpanua Teluk Bone yaitu 5,0-16,8 cm. Kisaran panjang ini tidak berbeda jauh
yang telah didapatkan di sekitar Perairan Semarang dengan menggunakan alat
tangkap jaring arad (baby trawl) yaitu (Pramonowibowo et al. 2007).
6.4.3 Jumlah dan Berat Hasil Tangkapan Berdasarkan Habitat dan Waktu
Penangkapan
Jumlah dan berat hasil tangkapan ikan biji nangka yang tertangkap di
perairan pantai Pitumpanua berbeda menurut habitat/lokasi penangkapan tetapi
waktu penangkapan tidak menunjukkan adanya perbedaan. Jumlah yang
tertangkap pada daerah mangrove lebih sedikit di lamun sedangkan di muara
sungai tidak menunjukkan adanya perbedaan hasil tangkapan pada dua lokasi
lainnya. Sementara berat hasil tangkapan di muara sungai dan muara sungai lebih
sedikit dibanding pada lamun. Hal ini menunjukkan bahwa ikan biji nangka pada
daerah lamun variabilitas ukurannya lebih kecil dan jumlahnya lebih sedikit.
Tidak berbeda waktu penangkapan memberikan gambaran bahwa jenis ikan ini
tertangkap sepanjang tahun. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Imron (2008)
89
bahwa salah satu ikan yang kontinyu tertangkap di perairan Tegal Jawa Tengah
yaitu ikan kuniran (biji nangka). Seperti halnya yang ditemukan di perairan Selat
Makassar salah satu jenis ikan kuniran yang lebih dominan tertangkap yaitu
Upeneaus sulphureus dibandingkan ikan kuniran jenis lainnya seperti U. vittatus,
U. tragula, U. bensasi, U. sundaicus, dan U. moluccensis (Ernawati dan Sumiono
2006)
Ikan baronang lingkis yang tertangkap berbeda menurut habitat/lokasi dan
waktu penangkapan berdasarkan jumlah maupun berat hasil tangkapan. Jumlah
hasil tangkapan pada muara sungai dan mangrove lebih sedikit dibandingkan pada
daerah lamun, sementara berat hasil tangkapan berbeda dari ketiga habitat tersebut
(muara sungai < mangrove < lamun). Artinya berat hasil tangkapan terbanyak
pada daerah lamun dibandingkan kedua habitat tersebut, begitujuga dengan
jumlah hasil tangkapannya. Kuat dugaan bahwa dengan beratnya hasil tangkapan
di habitat kemungkinan disebabkan jenis ikan termasuk kedalam kelompok ikan
herbivora yang makanannya adalah alga, sehingga kondisi ekologisnya sangat
mendukung dibandingkan dengan kedua habitat lainnya. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Tuwo (2011) bahwa salah satu jenis ikan di daerah lamun yaitu
Siganus spp memanfaatkan lamun sebagai tempat berlindung, memijah dan
mengasuh anaknya, dan sebagai tempat mencari makan.
Ikan kerong-kerong yang tertangkap berbeda menurut habitat/lokasi dan
waktu penangkapan berdasarkan jumlah dan berat hasil tangkapan. Jumlah hasil
tangkapan pada muara sungai dan mangrove lebih banyak dibanding di lamun,
namun berat hasil tangkapan lebih banyak di daerah muara sungai dibandingkan
kedua habitat lainnya. Diduga jenis ikan kerong-kerong bisa beradaptasi di daerah
estuari dan toleran pada salinitas rendah. Hal ini diperkuat penelitian Muchlisin
dan Azizah (2010) bahwa salah satu jenis ikan yang tertangkap di sungai-sungai
di perairan Aceh yaitu ikan kerong-kerong.
Jumlah dan berat hasil tangkapan ikan kapas-kapas yang tertangkap
selama penelitian berbeda menurut habitat/lokasi dan waktu penangkapan. Jumlah
hasil tangkapan pada muara sungai dan lamun lebih besar dibanding pada
mangrove, sementara berat hasil tangkapan pada mangrove dan muara sungai
lebih sedikit dibanding di habitat lamun. Walaupun hasil tangkapan lebih banyak
90
habitat, namun ukuran berat seiap jenis ikan lebih kecil dibanding habitat lainnya.
Hal inilah menunjukkan adanya variasi ukuran berat setiap habitat.
Jumlah dan berat hasil tangkapan ikan baronang yang tertangkap berbeda
menurut habitat/lokasi dan waktu penangkapan. Jumlah dan berat hasil tangkapan
pada muara sungai lebih sedikit dibanding di lamun, sedangkan di mangrove tidak
menunjukkan adanya perbedaan di kedua habitat tersebut. Jumlah dan berat hasil
tangkapan ikan barakuda yang tertangkap berbeda menurut habitat/lokasi dan
waktu penangkapan. Jumlah tangkapan ikan barakuda lebih sedikit dibanding di
mangrove, sedangkan di muara tidak menunjukkan adanya perbedaan kedua
habitat tersebut. Berat hasil tangkapan menunjukkan bahwa pada muara sungai
lebih sedikit dibanding di lamun, sedangkan di mangrove tidak berbeda keduanya.
Artinya ikan barakuda di habitat lamun mempunyai ukuran berat yang lebih kecil
dibanding di habitat lainnya dan jumlahnya lebih sedikit.
Kepiting rajungan yang tertangkap tidak menunjukkan perbedaan jumlah
hasil tangkapan berdasarkan habitat/lokasi dan waktu penangkapan. Sementara
berat hasil tangkapan berbeda menurut waktu dan lokasi penangkapan. Artinya
berat kepiting yang tertangkap berbeda menurut habitat walaupun jumlah kepiting
sama pada setiap habitat. Kemungkinan hal ini disebabkan karena pada habitat
tertentu mempunyai ketersediaan makanan yang cukup sehingga bobot atau berat
kepiting lebih besar dibanding pada habitat lainnnya. Terlihat bahwa pada muara
sungai berat kepiting rajungan lebih berat dibanding kedua habitat lainnya.
Udang putih yang tertangkap tidak menunjukkan adanya perbedaan jumlah
hasil tangkapan berdasarkan habitat/lokasi tetapi berbeda menurut waktu
penangkapan. Berat hasil tangkapan berbeda menurut habitat dan waktu
penangkapan. Artinya walaupun penangkapan udang dilakukan waktu yang
berbeda tetapi tidak menunjukkan adanya perbedaan jumlah tangkapan, tetapi
berdasarkan berat berbeda pada setiap habitat. Hal ini menunjukkan adanya
variasi berat udang putih pada ketiga habitat. Dimana berat udang putih yang
tertangkap di muara sungai lebih banyak dibanding kedua habitat lainnya.
Kemungkinan hal ini disebabkan karena udang yang tertangkap di mangrove
adalah udang-udang yang sudah berukuran besar karena sebagaimana kita ketahui
bahwa udang memijah di sekitar hutan bakau atau mangrove.
92
Berdasarkan total jumlah hasil tangkapan ikan (selain kepiting dan udang)
yang tertangkap berbeda menurut waktu penangkapan tetapi tidak berbeda
menurut habitat/lokasi. Sementara berat total hasil tangkapan ikan berbeda
menurut habitat/lokasi dan waktu penangkapan. Artinya waktu penangkapan tidak
mempengaruhi total jumlah hasil tangkapan, sedangkan waktu yang berbeda
mempengaruhi total berat hasil tangkapan setiap habitat. Dimana berat total hasil
tangkapan di mangrove lebih banyak dibanding di lamun, sedangkan di muara
sungai tidak berbeda dari kedua habitat tersebut.
Jumlah dan berat total hasil tangkapan berdasarkan waktu penangkapan
terlihat bahwa jumlah hasil tangkapan cenderung berfluktuasi selama penelitian
(Gambar 12 & 13). Dimana jumlah hasil tangkapan pada akhir bulan Januari
mulai menurun sampai pada awal Februari, dan kembali terjadi peningkatan
jumlah dan berat total hasil tangkapan mulai akhir Februari sampai awal April,
dan kembali menurun pada pertengahan April.
Berfluktuasinya hasil tangkapan sero selama penelitian memberikan
ilustrasi bahwa musim penangkapan ikan dengan alat tangkap sero di perairan
pantai Pitumpanua mulai bulan Januari – April, dengan puncak penangkapan pada
bulan Maret sampai pertengahan April. Hal ini didukung penelitian Budiman et
al. (2006) bahwa penangkapan ikan demersal di pesisir Kendal dengan alat
tangkap cantrang terjadi musim penangkapan pada bulan Januari, Maret, April,
dan puncak musim terjadi pada bulan Maret – April. Terjadinya fluktuasi hasil
tangkapan kemungkinan lebih cenderung dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
perairan. Hal ini terkait dengan pola kehidupan ikan yang tidak bisa dipisahkan
dengan adanya berbagai faktor lingkungan (Luasunaung et al. 2008) lebih lanjut
bahwa faktor fisik yang paling berpengaruh keberadaan sumberdaya ikan adalah
suhu dan salinitas. Laevastu dan Hayes (1982) dalam Luasunaung et al. (2008)
adanya perubahan baik suhu maupun salinitas akan mempengaruhi keadaan
organisme di suatu perairan. Marwoto et al. (2006) mengatakan bahwa distribusi
ikan di laut sangat ditentukan oleh faktor internal dan eksternal dari lingkungan
diantaranya parameter oseanografis seperti suhu, salinitas, densitas dan
kedalaman, lapisan termoklin, arus dan sirkulasi massa air, oksigen serta
kelimpahan makanan.
93
Sesuai dengan hasil analisis yang disajikan dalam Tabel (12) terlihat bahwa
suhu dan DO sangat dominan mempengaruhi total berat hasil tangkapan.
Hasil tangkapan berat total ikan cenderung meningkat dengan menurunnya suhu
dan meningkatnya kadar DO. Hubungan yang menunjukkan meningkatnya berat
total hasil tangkapan dengan menurunnya suhu mengindikasikan bahwa
keseluruhan jenis ikan yang tertangkap dengan sero di sekitar pantai di lokasi
penelitian kemungkinan lebih menyukai air yang bersuhu lebih rendah di sekitar
muara sehingga populasinya meningkat ketika masukan air tawar yang lebih
dingin banyak yang masuk ke wilayah pantai melalui aliran sungai. Sementara
pengaruh kadar DO yang berbanding lurus dengan hasil tangkapan menunjukkan
bahwa kadar DO yang lebih tinggi memungkinkan lebih banyaknya ikan dan juga
berpengaruh langsung terhadap proses fisiologis respirasi ikan. Kondisi ini umum
terjadi seperti didapatkan oleh Ridho (1999) di perairan pantai barat Sumatera
bahwa tingginya keanekaragaman ikan dan keseragaman ikan demersal
dipengaruhi oleh salinitas yang rendah serta kadar oksigen terlarut (DO) dan suhu
yang tinggi. Sedangkan distribusi jenis-jenis ikan demersal di perairan Laut Cina
Selatan dipengaruhi oleh faktor suhu, salinitas, kecerahan, dan kedalaman
perairan (Ridho 2004).
Pengaruh parameter lingkungan yang dominan pengaruhnya terhadap
berat hasil tangkapan nampak bervariasi diantara jenis ikan. Suhu dominan
berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan kapas-kapas dan kuwe. Salinitas dan
pH berpengaruh dominan terhadap ikan kerong-kerong. Kecepatan arus
berpengaruh dominan terhadap ikan baronang lingkis, kapas-kapas, lencam dan
kuwe. Klorofil a terlihat dominan pengaruhnya terhadap berat hasil tangkapan
ikan biji nagka, kerong-kerong, kapas-kapas, dan lencam. Fitoplankton
berpengaruh dominan terhadap ikan Kuwe sedangkan zooplankton berpengaruh
dominan terhadap ikan kerong-kerong.
Hubungan yang signifikan antara berat hasil tangkapan dengan parameter
lingkungan yang bervariasi pada setiap jenis ikan menunjukkan bahwa setiap jenis
ikan memiliki respon dan prevarensi habitat berdasarkan karakteristik
lingkungannya. Perlu diketahui bahwa hubungan linier yang signifikan yang
96
ditunjukkan dalam analisis tersebut dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Hubungan langsung yang paling mungkin terjadi secara teoritis adalah
pengaruh parameter fisika kimia yang memang dapat berpengaruh langsung
terhadap aktivitas biologis dan fisiologis setiap jenis ikan. Sementara pengaruh
parameter biologi seperti klorofil-a, kelimpahan fitoplankton dan zooplankton
dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengaruh tidak langsung dapat terjadi karena parameter biologi
mempengaruhi makanan atau predator terhadap suatu jenis ikan. Sebagai contoh
terlihat dari pengaruh dominan klorofil a terhadap ikan biji nangka sebagai ikan
omnivor yang tidak mengkonsumsi langsung fitoplankton yang mengandung
klorofil a. Mekanisme pengaruh tidak langsung klorofil a terhadap ikan biji
nangka dapat saja terjadi karena klorofil a mempengaruhi kelimpahan
zooplankton yang selanjutnya mempengaruhi salah satu makanan ikan biji nangka
yaitu udang-udangan yang banyak mengkonsumsi zooplankton. Hal ini
menyebabkan semakin meningkatnya jumlah ikan biji nangka dengan
meningkatnya kandungan klorofil a dalam perairan. Hal serupa terjadi pada ikan
kuwe yang menunjukkan pengaruh dominan zooplankton sedangkan ikan kuwe
tidak mengkonsumsi langsung zooplankton.
Variasi pengaruh parameter lingkungan terhadap setiap jenis ikan dapat
menjelaskan terjadinya variasi perbedaan jumlah dan berat hasil tangkapan
berdasarkan waktu dan lokasi (habitat). Variasi lingkungan yang terlihat antara
muaras sungai, lamun dan sekitar daerah mangrove mempengaruhi baik secara
langsung maupun tidak langsung pertumbuhan dan kelangsungan hidup setiap
spesies ikan yang tertangkap dengan sero
Pengaruh parameter lingkungan bukan saja dapat bervariasi antar spesies
tetapi dalam spesies yang sama respon dan toleransi ikan dapat berbeda terhadap
paremater lingkungan. Hal ini sangat mendukung sebagai alasan sehingga terlihat
adanya variasi ukuran rata-rata hasil tangkapan yang relatif berbeda antar habitat
pada beberapa jenis ikan yang didapatkan dalam penelitian ini. Fakta ini terlihat
dari analisis hasil tangkapan yang menunjukkan jumlah tangkapan yang sama
pada beberapa jenis ikan namun menunjukkan perbedaan dalam berat.
97
6.5.2 Saran
.
100
101
Perairan pantai yang terdiri dari berbagai ekosistem seperti lamun, terumbu
karang, mangrove, dan muara sungai memiliki berbagai peran sebagai darerah
pemijahan, perlindungan, pembesaran, dan tempat mencari makanan. Oleh karena
itu daerah penangkapan sero di pantai dihuni oleh berbagai jenis dan ukuran biota
laut termasuk ikan yang menjadi target penangkapan. Sero yang dioperasikan
dengan ukuran tertentu jelas memiliki selektivitas tertentu dan sangat besar
kemungkinannya bervariasi menurut spesies dan habitat. Sero dengan ukuran
mata jaring tertentu dapat saja selektif terhadap salah satu jenis ikan tertentu tetapi
tidak selektif terhadap jenis ikan lainnya pada habitat tertentu. Hal ini disebabkan
perbedaan persebaran ukuran berdasarkan habitat. Sehubungan dengan hal itu
maka kajian mengenai selektivitas sero yang mengkaji secara simultan
berdasarkan jenis ikan dan habitat daerah penangkapan sero sangat penting
dilaksanakan agar dapat menentukan tingkat selektivitas sero terhadap jenis ikan
berdasarkan habitat yang ada di perairan pantai.
Kajian mengenai selektivitas sero yang ada saat ini umumnya terbatas pada
habitat tertentu saja dan sangat jarang melihat sekaligus berdasarkan jenis dan
habitat daerah penangkapan alat tangkap sero. Mengkaji selektivitas mata jaring
sero pada beberapa jenis ikan yang dominan tertangkap pada 3 (tiga) tipe habitat
di perairan pantai Pitumpanua maka diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai kesesuaian ukuran mata jaring dengan lokasi pemasangan sero di pantai
sehingga dari aspek selektivitas mata jaring sero tetap ramah terhadap lingkungan.
Apalagi dalam penelitian ini secara serentak juga dilihat perbandingan hasil
tangkapan pada ketiga tipe habitat tersebut.
Hasil analisis selektivitas yang dihasilkan dari penelitian ini dapat menjadi
referensi dan pertimbangan dalam regulasi operasional sero di perairan pantai
khususnya kelayakan ukuran mata jaring dan habitat daerah pemasangannya.
Meskipun dalam penelitian ini hanya menggunakan satu jenis ukuran mata jaring,
namun dapat menunjukkan bahwa apakah ukuran yang digunakan sebaiknya
ditingkatkan agar dapat selektif terhadap salah satu atau beberapa jenis ikan yang
102
Alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan desain experimental crib
dan experimental fishing adalah sebagai berikut :
Tabel 13 Jenis alat dan bahan yang digunakan pembuatan desain experimental
crib dan experimental fishing selama penelitian
Percobaan pada alat tangkap sero ini hanya pada bagian bunuhan yang
dimodifikasi dengan cara ketiga sero yang telah ditentukan pada daerah
penangkapan berbeda diberikan experimental crib yang ukuran mata jaringnya
104
5 m
C r ib a s li
1 m
2 m
E x p e rim e n t a l c rib
0 .5 m 4 m
A
2 m
0 .2 m
2 .5 m
B
3 m
0 .5 m
1 m
3 .5 m
C 0 .7 m
1 m
20 m
D
2 m
10 m
E 100 m
A = B u n u h a n ( c r ib )
E x p . C r ib
C r ib a s l i
B = P e ru t ( b e l l y )
C = B a da n (b o d y )
D = S a y a p ( w in g )
E = P e n a ju
(6) Pada bagian depan jaring experimental crib dan cover-netnya dibuatkan
mulut yang berfungsi sebagai pintu masuk ikan dengan lebar pintu yaitu
0,2 m
(7) Semua sudut jaring dan bagian depan jaring diberikan tali penarik yang
berfungsi untuk mengencangkan experimental crib, agar jaring tertata dengan
sempurna bila dipasang di perairan.
S (L ) =
1
………..……………………............(8)
[1 + exp (a − b * L )]
Dimana :
SL =
∑ ikan dengan length L dalam exp erimental crib ……….(9)
∑ ikan dengan length L dalam exp erimental crib & cov er − net
Dari persamaan di atas dapat dituliskan kembali sebagai :
⎡1 ⎤
ln ⎢ − 1⎥ = a − b * L …………………………...……..…….(10)
⎣SL ⎦
Persamaan di atas dapat mewakili garis lurus. Dengan demikian observasi
terhadap bagian yang ditahan dapat digunakan untuk menentukan kurva logistik
yang sesuai terhadap observasi-observasi tersebut. Untuk menghitung kisaran
panjang total ikan yang tertangkap pada experimental crib sero dengan peluang
tertangkap sebesar 50% dengan rumus sebagai berikut :
a
L50% = ………………………………………………..…..(11)
b
111
Habitat
No Jenis Ikan Muara (%) Mangrove (%) Lamun (%)
Tertahan Lolos Tertahan Lolos Tertahan Lolos
1 Rajungan 100,00 0,00 100,00 0,00 100,00 0,00
2 Kerong kerong 72,26 27,74 71,32 28,68 67,78 32,22
3 Barakuda 78,53 21,47 62,44 37,56 55,81 44,19
4 Kuwe 67,86 32,14 68,73 31,27 58,12 41,88
5 Lencam 58,55 41,45 62,78 37,22 73,05 26,95
6 Baronang lingkis 63,51 36,49 61,32 38,68 69,54 30,46
7 Baronang 63,68 36,32 59,17 40,83 62,83 37,17
8 Pepetek 64,49 35,51 62,27 37,73 54,43 45,57
9 Biji nangka 42,92 57,08 34,53 65,47 34,59 65,41
10 Kapas kapas 34,54 65,46 40,08 59,92 34,05 65,95
Adapun proporsi jumlah hasil tangkapan yang layak tangkap yang tertahan
pada experimental crib yaitu 5 (lima) jenis ikan tertangkap di atas 50,0% dari
ukuran layak tangkap dan selebihnya masih di bawah 50,0% layak tangkap
(Tabel 16 dan Gambar 20).
Tabel 16 Proporsi ukuran layak tangkap hasil tangkapan yang tertahan pada
jaring experimental crib selama penelitian
No Jenis ikan Muara Sungai (%) Mangrove (%) Lamun (%) Rata-rata (%)
1 Pepetek 80,21 81,47 71,75 77,81
2 Kapas-kapas 64,93 83,51 42,59 63,68
3 Barakuda 58,59 67,39 61,11 62,36
4 Kerong kerong 54,43 60,14 65,35 59,97
5 Biji nangka 51,83 46,40 51,72 50,00
6 K. rajungan 33,96 33,33 77,97 48,42
7 B. lingkis 30,39 34,02 38,46 34,29
8 Lencam 12,36 16,39 11,43 13,39
9 Baronang 21,48 14,79 11,52 15,93
10 Kuwe 0 0 0 0
112
Gambar 20 Rata-rata ukuran layak tangkap hasil tangkapan yang tertahan pada
experimental crib selama penelitian di perairan pantai Pitumpanua
Teluk Bone.
7.3.2 Nilai L50% Setiap Jenis Ikan yang Tertangkap pada Experimental Crib
Tabel 17 Nilai L50% ± standar deviasi (SD) setiap jenis ikan berdasarkan habitat
selama penelitian
Jenis ikan Muara sungai Mangrove Lamun Lmat
Biji nangka 10,2 ± 0,55 10,5 ± 0,64 11,4 ± 0,48 12,0A
Baronang lingkis 8,0 ± 1,48 11,9 ± 0,89 12,0 ± 0,67 17,0B
Kerong-kerong 12,8 ± 1,08 13,2 ± 1,57 12,9 ± 2,41 18,0C
Lencam 14,4 ± 0,84 13,4 ± 0,15 14,6 ± 0,94 18,2D
Pepetek 9,3 ± 0,73 9,4 ± 0,79 9,0 ± 0,95 9,0E
Kapas-kapas 10,0 ± 0,42 10,1 ± 0,55 10,0 ± 0,76 10,5F
Kuwe 11,3 ± 1,42 12,1 ± 0,95 11,7 ± 0,70 30,0G
Baronang 15,0 ± 0,90 14,8 ± 0,93 14,7 ± 0,90 21,0H
Barakuda 18,5 ± 1,20 17,8 ± 1,53 22,7 ± 1,24 17,3I
Keterangan :
E) F)
Martasuganda et al. (1991) Sjafei & Syaputra (2009)
F) G)
Wassef & Hady (1997) Tharwat & Rahman (2006)
G) H)
Situ & Sadovy (2004) Sutomo & Juwana (1990)
H) I)
Krajangdara (2004) Allam et al. (2004)
E)
Pauly (1977) dalam Sjafei & Saadah (2001)
113
Keterangan :
A = Biji nangka C = Kerong kerong
B = Baronang lingkis D = Kapas kapas
Gambar 21 Kurva selektivitas mata jaring 4 cm untuk jenis ikan biji nangka,
baronang lingkis, kerong kerong, dan kapas kapas pada daerah
penangkapan yang berbeda.
114
Keterangan :
E = Biji nangka H = Kapas kapas
F = Baronang lingkis I = Barakuda
G = Kerong kerong
Gambar 22 Kurva selektivitas mata jaring 4 cm untuk jenis ikan lencam, pepetek,
kuwe, baronang, dan barakuda pada daerah penangkapan yang
berbeda.
115
Nilai L50% pada kurva selektivitas setiap jenis ikan di perairan pantai
Pitumpanua Teluk Bone selama penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang
jauh bila dibandingkan L50% setiap jenis ikan berdasarkan habitat (Gambar 19).
Keterangan :
A = Biji nangka D = Kapas kapas G = Kuwe
B = Baronang lingkis E = Lencam H = Baronang
C = Kerong kerong F = Pepetek
116
Keterangan :
I = Barakuda
7.4 PEMBAHASAN
7.4.1 Komposisi dan Proporsi Layak Tangkap pada Experimental Crib
bentuk badan dan tingkah laku ikan juga merupakan faktor yang menentukan ikan
tertangkap (Pope 1975).
Tingginya proporsi hasil tangkapan yang tertahan di experimental crib
(Tabel 15) bukan berarti ikan-ikan tersebut secara biologi layak tangkap. Hal ini
lebih cenderung disebabkan oleh jenis spesies ikan yang tertangkap. Dalam
penelitian ini ada 5 spesies ikan dengan proporsi layak tangkap di atas 50,0%,
yaitu pepetek, kapas-kapas, barakuda, kerong-kerong, dan biji nangka (Tabel 16
& Gambar 20).
Tingginya proprosi pepetek yang layak tangkap disebabkan ikan ini cepat
mencapai dewasa pada ukuran yang relatif kecil (Saadah 2000 dalam Novitriana
et al. 2004). Sebaliknya, semua ikan kuwe yang tertangkap berstatus tidak layak
tangkap. Hal ini kemungkinan disebabkan habitat ikan kuwe dewasa adalah
perairan terumbu karang atau yang lebih dalam dan perairan pantai tempat
penelitian adalah habitat untuk ikan-ikan muda, seperti dilaporkan Rudi et al.
(2011) dari penelitiannya di perairan Sabang. Ikan kuwe yang tertangkap di
perairan pantai Pitumpanua tidak berbeda jauh didapatkan oleh Mardjudo (2002)
di perairan pantai Palu yang didapatkan berukuran sangat kecil, sehingga diduga
bahwa jenis ikan ini pada masa juvenil lebih banyak menghuni daerah pantai.
7.4.2 Nilai L50% Setiap Jenis Ikan yang Tertangkap pada Experimental Crib
biologis. Kondisi hasil tangkapan ini mirip dengan hasil tangkapan pepetek di
Teluk Labuan, Banten yang didominasi oleh ikan-ikan pepetek berukuran 9,5-
16,2 cm (lebih dari 80%), seperti dilaporakan oleh Sjafei dan Saadah (2001).
Nilai L50% experimental crib ikan biji nangka dan kapas-kapas mendekati
ukuran Lmat jenis ikan tersebut (Tabel 17). Pada ikan biji nangka, L50% pada
habitat lamun lebih besar dibandingkan pada muara sungai dan mangrove. Nilai
L50% ini hampir sama dengan yang didapatkan di perairan Teluk Palu antara 7,8-
9,9 cm (Mardjudo 2002). Faktor penyebab perbedaan ini kemungkinan adalah
morfologi ikan yang berkaitan dengan lingkar tubuh ikan (body girth). Pada
panjang yang sama, ikan-ikan biji nangka di muara sungai dan mangrove
diperkirakan lebih ”gemuk” sehingga lebih mudah ditangkap (tidak dapat
meloloskan dibandingkan dengan yang berada di lamun. Faktor komposisi jenis
kelamin ikan tampaknya sulit dianggap sebagai penyebab perbedaan nilai L50% di
antara ketiga habitat tersebut meskipun Saputra et al. (2009) dari penelitiannya di
perairan Demak melaporkan bahwa L50% cantrang untuk biji nangka jantan adalah
15,7 cm sedangkan untuk betina adalah 16,4 cm. Penelitian di Demak ini dapat
diinterpretasikan bahwa ikan jantang lebih ”gemuk” dari ikan betina.
Nilai L50% untuk empat jenis ikan lainnya, yaitu baronang lingkis, kerong-
kerong, lencam, dan baronang adalah lebih rendah dari Lmat (Tabel 17). Hal ini
merupakan indikasi kuat bahwa semua jenis ikan ini tertangkap experimental sero
dalam keadaan masih muda (juvenile) sehingga dapat disimpulkan bahwa sero ini
tidak cocok bagi keempat jenis ikan tersebut. Ukuran ikan baronang lingkis yang
didapatkan di perairan pantai Pitumpanua tidak berbeda dengan yang ditangkap di
perairan Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, yaitu antara 6,2-17,0 cm (Jalil et al.
2003). Kesamaan ini kemungkinan disebabkan oleh kesamaan kondisi ekologi
perairan pantai Pitumpanua dan perairan Kecamatan Bua, keduanya saling
berdekatan di Teluk Bone.
Perbedaan nilai L50% setiap habitat tidak menunjukkan perbedaan yang
terlalu tinggi (Tabel 17). Hal ini kemungkinan disebabkan karena faktor
parameter lingkungan perairan dan sumber makanan bagi ikan pada ketiga habitat
tersebut hampir sama. Terbukti setelah dibuatkan kurva selektivitas setiap jenis
ikan secara keseluruhan (tanpa berdasarkan habitat), nilai L50% pun diperlihatkan
120
tidak jauh berbeda yang didapatkan di ketiga habitat tersebut (Gambar 23). Hal
ini menunjukkan bahwa nilai ukuran kelas panjang ikan yang tertangkap di
perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone lebih seragam (homogen).
Penelitian ini memberikan gambaran bahwa rekomendasi tentang
spesifikasi alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan untuk suatu jenis ikan
belum tentu cocok untuk ikan lain, terutama pada perikanan yang memiliki
sumber daya yang bersifat multispecies. Berdasarkan nilai L50% dan Lmat, sero
dengan bunuhan (crib) bermata jaring 4 cm ini cocok untuk meloloskan ikan
pepetek dan barakuda namun tidak cocok untuk ikan-ikan lainnya. Perbaikan bisa
dilakukan lagi dengan memperbesar mata jaring sehingga nilai-nilai L50% akan
meningkat dan peluang ikan-ikan muda untuk meloloskan diri menjadi semakin
tinggi. Pilihan ukuran mata jaring ini akhirnya ditentukan oleh keberpihakan
nelayan dalam menentukan karakteristik ikan-ikan yang menjadi sasarannya
(target species). Sangat diharapkan para nelayan bersikap menyetujui ide bahwa
meloloskan ikan agar tumbuh menjadi lebih besar adalah lebih baik dari
menangkap ikan ketika masih berukuran kecil.
7.5.2 Saran
ikan (target spesies) pada berbagai habitat berdasarkan tingkatan trofik setiap jenis
ikan hasil tangkapan yang dominan pada alat tangkap sero . Sehingga analisis ini
dapat dijadikan informasi pendukung untuk melengkapi hasil analisis selektivitas
alat tangkap sero yang dioperasikan di pantai.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui jenis makanan ikan yang
dominan tertangkap dengan sero dan mengetahui posisi trofik level ikan yang
dominan tertangkap dengan sero. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai
informasi mengenai indikator dampak perikanan sero terhadap sumberdaya ikan
di perairan pantai Pitumpanua Kabupaten Wajo, Teluk Bone.
Alat dan bahan yang digunakan selama pengambilan dan pengamatan isi
lambung ikan adalah sebagai berikut : perahu motor, alat tangkap sero, serok,
measuring board, timbangan, cool box, toples, pisau, gunting, pinset, botol
sampel, pipet tetes, larutan lugol, formalin 90%, mikroskop, buku identifikasi ikan
dan plankton, kamera digital, dan alat tulis/data sheet.
yaitu pagi (8.00 – 10.00 Wita) , siang (12.00 – 13.00 Wita), dan sore hari (16.00 –
18.00 Wita) untuk melihat isi lambung (makanan) yang dicerna dengan tingkat
kesegaran terbaik terutama pada isi lambung ikan-ikan predator.
Struktur trofik level setiap jenis ikan yang dominan tertangkap dianalisis
dengan menggunakan software TrophLab2K. Penentuan trofik level suatu spesies
ikan ditentukan berdasarkan komposisi makanan dan trofik level masing-masing
fraksi makanannya (food item) yang diperoleh dari hasil analisis isi lambung
(Pauly et al. 2000). Nilai trofik level suatu jenis ikan adalah 1 (satu) ditambah
dengan rata-rata trofik level jenis makanannya, sehingga untuk ikan yang
makanannya terdiri dari berbagai trofik level dapat dinyatakan dengan formula
sebagai berikut :
126
G
troph = 1 + ∑ DC ij x troph j ..............................................(12)
j −1
dimana : DCij adalah fraksi mangsa ke-i dalam makanan konsumer ke-j; troph j
adalah trofik level ke-j dan G adalah jumlah group atau kelompok makanan dari i.
Tabel 20 Kisaran tingkatan trofik ikan dominan yang tertangkap dengan sero
di perairan pantai Pitumpanua
No Jenis ikan Trophi Kategori
1 Baronang 2,32 - 2,92 Planktivora
2 Baronang lingkis 2,35 - 2,89 Planktivora
3 Pepetek 2,46 - 3,04 Omnivora
4 Kapas-kapas 2,51 - 3,18 Omnivora
5 Biji nangka 3,07 - 4,13 Omnivora
6 Kerong-kerong 3,15 - 4,49 Omnivora
7 Lencam 3,41 - 4,58 Karnivora
8 Kuwe 3,48 - 4,96 Karnivora
9 Barakuda 3,53 - 5,00 Karnivora
128
8.4 PEMBAHASAN
8.4.1 Jenis Makanan Ikan Dominan
Jenis makanan setiap ikan dominan yang tertangkap dengan sero yaitu
sama di setiap habitat (Tabel 8). Hal ini memberikan indikasi bahwa kondisi
perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone memiliki ketersediaan jenis makanan
yang sama pada setiap habitat. Ikan-ikan yang berukuran kecil pada spesies yang
sama menunjukkan perbedaan jenis makanan yang dimakannya. Jenis ikan
kerong-kerong misalnya pada ukuran kecil memiliki jenis makanan cacing, larva
kepiting, dan plankton copepoda, tetapi pada ukuran dewasa makanannya berubah
menjadi nekton dan udang-udangan. Hal yang sama yang ditemukan oleh
Asriyana (2011) bahwa ikan kurisi saat berukuran kecil menyukai fitoplankton
kemudian pada ukuran sedang sampai besar berubah menjadi pemakan ikan teri
(S. commersonii) dan tergolong ikan karnivora. Begitu halnya ikan kurisi yang
ditemukan di perairan Teluk Labuan Banten yang mengalami perubahan
kebiasaan makanan menjadi karnivora pada ukuran besar (Sjafei & Robiyani
2001).
Perubahan kebiasaan jenis makanan tersebut berkaitan dengan
perkembangan ukuran tubuh ikan terutama akibat peningkatan ukuran bukaan
mulut dan kemampuan alat percernaan dalam mencerna makanan. Selain itu
perubahan tersebut juga berhubungan dengan tingkat perkembangan gonad ikan
itu sendiri. Selain faktor tersebut ikan biasanya melakukan pengalihan menu
makanan ataupun berpindah tempat untuk menghindari terjadinya kompetisi. Hal
ini dilaporkan oleh Szedlmayer & Lee (2004) pada ikan kakap merah (Lutjanus
campechanus) di Teluk Meksiko. Ikan tersebut melakukan perpindahan tempat
dan mengganti komposisi makanannya untuk menghindari terjadinya tumpang
tindih dalam mendapatkan makanan dan berlindung dari predator.
129
ikan yang tertangkap dengan sero relatif lebih tinggi dibanding yang didapatkan
oleh Asriyana (2011) di perairan Teluk Kendari dengan alat tangkap pukat pantai.
Ikan planktivor yang tertangkap berada pada kisaran trofik level 2,32 - 2,92;
ikan omnivor berkisar antara 2,46 - 4,49; dan ikan karnivor 3,41 - 5,00. Rata-rata
trofik level (dihitung dari semua waktu pengamatan) setiap jenis ikan relatif sama
antara ketiga habitat. Kemiripan rata-rata trofik level ikan spesies yang sama
antara ketiga habitat diduga terkait dengan pola migrasi harian jenis ikan yang
terjadi diantara ketiga habitat sehingga jenis makanan yang menjadi dasar
penentuan trofik level juga mirip.
Mengacu pada komposisi berat hasil tangkapan (Tabel 4) maka diketahui
bahwa komposisi biomassa ikan planktivor, omnivor, dan karnivor hampir
berimbang dengan persentase biomassa secara berurut 27,13%, 36,94% dan
35,93%. Apabila komposisi biomassa total hasil tangkapan dari semua habitat
dihitung berdasarkan trofik level maka didapatkan bahwa persentase ikan trofik
level < 3, 3-4 dan > 4 secara berurut adalah 34,87%, 29,20% dan 35,93%.
Proporsi biomassa hasil tangkapan yang relatif berimbang antar ketiga trofik
level mengindikasikan bahwa kondisi ekologis ketiga ekosistem pantai di perairan
pitumpanua dilihat dari trofik level ikan yang tertangkap dengan sero relatif masih
baik. Masih tingginya proporsi ikan karnivor pada trofik level > 4 khususnya
barakuda merupakan indikator penting bahwa rantai makanan (food chain) relatif
masih baik dan mendukung untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan-
ikan pada trofik level lebih tinggi. Berbeda dengan yang didapatkan Hatta (2010)
dan Sudirman (2003) yang mendapatkan proporsi trofik level ikan karnivor yang
tertangkap dengan bagan rambo sangat rendah di Perairan pantai Kabupaten Barru
yang menunjukkan bahwa telah terjadi overfishing di wilayah tersebut.
Kesenjangan proporsi ikan karnivor yang cukup jauh antara ikan barracuda
dengan ikan kuwe, dan lencam pada trofik level yang hampir sama dengan
barracuda mengindikasikan bahwa jejaring makanan (food web) di lokasi
penelitian sedikit terganggu. Fakta dari kesenjangan ini menunjukkan bahwa
meskipun terjadi perpindahan energi dan biomassa dari trofik level rendah sampai
ke trofik level lebih tinggi (> 4) namun hanya intensif pada salah satu jalur rantai
makanan saja yaitu rantai pada ikan baracuda. Rantai makanan pada jalur yang
131
menuju pada ikan kuwe dan lencam menunjukkan aliran biomassa dan energi
yang sangat kecil.
Kondisi ketidak seimbangan proporsi antara ketiga jenis ikan karnivor
dengan asumsi bahwa proporsi ketiga jenis ikan karnivor tersebut yang tertangkap
proporsional dengan populasinya di alam dapat terjadi karena beberapa faktor
diantaranya :
1. Pengaruh parameter lingkungan yang menyebabkan perbedaan terhadap :
kelimpahan item makanan pokok baik larva maupun dewasanya, kelangsungan
hidup fase larva dan juvenil ketiga jenis ikan karnivor tersebut.
2. Toleransi terhadap fluktuasi di lingkungan pantai yang berbeda antara ketiga
jenis ikan karnivor.
3. Perbedaan fekunditas antara ketiga jenis ikan karnivor.
4. Kemampuan kompetisi yang berbeda antara ketiga jenis ikan karnivor baik
terhadap ruang maupun terhadap makanan.
5. Laju mortalitas dan laju tangkap yang berbeda oleh alat tangkap lain selain
sero terhadap ketiga jenis ikan karnivor.
Mengacu pada hasil yang didapatkan dalam penelitian ini maka dari analisis
isi lambung maka dapat dijelaskan bahwa sangat besar kemungkinan bahwa ikan
barracuda memiliki kemampuan kompetisi yang lebih unggul dibanding kedua
jenis ikan karnivor lainnya yaitu ikan kuwe dan lencam. Fakta yang mendukung
dugaan ini adalah kemiripan dan overlap item makanan diantara ketiga jenis ikan
tersebut. Fraksi makanan bony fishes dimakan oleh ketiga jenis ikan, telur/larva
ikan, dan udang-udangan dikonsumsi bersama oleh ikan barracuda dan ikan kuwe,
cepalophoda (cumi-cumi) dikonsumsi oleh ikan barracuda bersama ikan lencam.
Melihat dari item makanan barracuda yang kesemuanya overlap dengan kedua
jenis ikan lainnya maka seharusnya ikan barracuda yang paling rendah
populasinya (proporsional yang tertangkap) apabila kemampuan kompetisinya
sama. Karena sebaliknya menunjukkan fakta yang terbalik dimana proporsi ikan
barrcuda lebih tinggi maka hanya sangat mungkin terjadi apabila kemampuan
kompetisi ikan barracuda lebih tinggi dibanding kedua ikan lainnya terutama
dalam mendapatkan makanan dengan asumsi faktor lain yang mempengaruhi
seperti dijelaskan di atas dianggap sama.
132
1. Setiap jenis ikan cenderung memiliki fraksi makanan yang tidak berbeda
menurut habitat dan variasi komposisi item makanan berdasarkan waktu
pengamatan relatif sangat kecil.
2. Kondisi ekologis ketiga ekosistem pantai di perairan pitumpanua dilihat dari
trofik level ikan yang tertangkap dengan sero relatif masih baik.
3. Ikan planktivor yang tertangkap berada pada kisaran trofik level 2,32 - 2,92,
ikan omnivor pada kisaran 2,46 - 4,49, dan ikan karnivor pada kisaran 3,41-
5,00.
133
8.5.2 Saran
9 PEMBAHASAN UMUM
karakteristik kimia fisika lingkungan yang berbeda (Gambar 9 & 10 pada Bab V).
Habitat muara sungai mempunyai ciri menonjol dalam hal kandungan nitrat,
fosfat, dan kecepatan arus yang tinggi. Sementara itu dua habitat lainnya yaitu
lamun dan mangrove mempunyai ciri menonjol dalam hal suhu, DO, pH, salinitas,
dan silikat yang tinggi, dan secara statistik kandungan silikat tidak berbeda nyata
berdasarkan habitat (Lampiran 8).
Selanjutnya, komunitas ikan yang direpresentasikan sebagai kelompok dari
9 spesies ikan dominan, kepiting rajungan, dan udang putih ternyata memiliki
keterkaitan dengan karakteristik habitat. Perbedaan karakteristik lingkungan dan
komunitas ikan menunjukkan bahwa komposisi taksa penyusun komunitas ikan
berkaitan erat dengan karakteristik habitat. Jenis ikan biji nangka, baronang
lingkis, kerong-kerong, kuwe, baronang, dan barakuda lebih berasosiasi dengan
habitat lamun. Ikan pepetek, kapas-kapas, dan lencam lebih berasosiasi dengan
habitat dekat mangrove sedangkan udang putih dan kepiting rajungan lebih
berasosiasi pada habitat muara sungai. Dengan demikian pendekatan atau strategi
pengelolaan yang akan diterapkan pada kawasan pesisir harus memperhatikan
ragam dari ekosistem yang ada. Adanya ragam dari ekosistem tersebut
memberikan konsekuensi bahwa pengelolaan perikanan di kawasan pesisir tropika
sebaiknya tidak menerapkan pendekatan single species fisheries management
(Widodo dan Suadi 2008).
Berdasarkan kondisi lingkungan secara umum di lokasi penelitian yang
dijelaskan (Bab V) menunjukkan perbedaan yang signifikan parameter fisika-
kimia dan biologi antara ketiga habitat yang diteliti. Selama penelitian parameter
lingkungan mengalami fluktuasi sehingga terlihat adanya variasi temporal
berdasarkan waktu pengamatan, meskipun tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan dalam nilai rata-rata nutrien, klorofil-a, dan arus. Kisaran parameter
lingkungan pada tiga habitat selama penelitian menunjukkan bahwa perairan
pantai di lokasi penelitian masih layak dan dalam batas nilai yang masih
ditoleransi untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup beberapa jenis ikan yang
tertangkap dengan alat tangkap sero. Selain itu kondisi umum perairan juga
masih dalam batas yang layak untuk pertumbuhan dan kelangsungan beberapa
biota laut termasuk yang menjadi makanan ikan terhadap ikan yang tertangkap
137
dengan sero. Hal ini ditunjukkan dari kisaran nilai amatan yang tidak
memperlihatkan nilai ekstrim yang jauh di bawah maupun di atas ambang batas
kebutuhan biota laut pada umumnya.
Distribusi spasiotemporal parameter lingkungan berdampak pada proses
dan kondisi ekologis dalam ekosistem pantai. Karakteristik lingkungan pada
setiap habitat yang terlihat dari fluktuasi parameter lingkungannya berimplikasi
pada aspek biologis baik terhadap ikan maupun terhadap makanannya. Perbedaan
toleransi dan preverensi ikan dan organisme makanan ikan berpengaruh secara
langsung maupun tidak langsung terhadap kelimpahan ikan yang ada pada setiap
habitat dalam suatu waktu tertentu. Lebih lanjut dampak perubahan
spasiotemporal parameter lingkungan tersebut menyebabkan perbedaan
kelimpahan dan hasil tangkapan beberapa jenis ikan pada masing-masing habitat.
Hasil analisis hubungan antara biomassa ikan hasil tangkapan sero dengan
parameter lingkungan yang pada umumnya menunjukkan hubungan linier yang
signifikan menguatkan argumen bahwa dampak dari perubahan dan perbedaan
parameter lingkungan antar habitat mempengaruhi kelimpahan ikan yang ada
pada setiap habitat. Hasil analisis itu juga menjelaskan fakta bahwa keberadaan
ikan dalam suatu habitat tertentu dipengaruhi oleh interaksi berbagai faktor
lingkungan atau tidak hanya dikontrol oleh salah satu faktor lingkungan saja.
Faktor lain yang tidak dianalisis dalam penelitian ini juga memiliki pengaruh
terhadap kelimpahan ikan yang ada di setiap habitat. Lebih spesifik dapat
dijelaskan bahwa variabilitas faktor lingkungan dominan yang paling
mempengaruhi biomassa setiap jenis ikan yang tertangkap menguatkan bahwa
setiap jenis ikan memiliki preverensi dan toleransi yang beragam terhadap
parameter lingkungan. Hasil ini diperkuat dengan analisis factorial
correspondence analysis (FCA) yang menunjukkan bahwa terdapat asosiasi yang
kuat antara satu jenis ikan dengan habitat.
Asosiasi antara spesies ikan dengan habitat yang dikaji secara umum tanpa
melihat ukuran (menggunakan biomassa total) dalam analisis FCA
menggambarkan secara umum pemilihan tipe habitat setiap jenis ikan.
Jika dikaitkan dengan analisis ragam (ANOVA) biomassa dan jumlah ikan
berdasarkan habitat, maka lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa terlihat adanya
138
itulah sehingga dengan penerapan ukuran mata jaring > 4 cm secara konseptual
berpeluang dapat mengembalikan keseimbangan antar rantai makanan sehingga
keseimbangan hasil tangkapan pada trofik level yang lebih tinggi. Pada akhirnya
dengan regulasi ini maka dalam jangka panjang proporsi ikan yang bernilai
ekonomis lebih tinggi akan semakin meningkat.
142
143
10.1 Kesimpulan
10.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
[APHA] American Public Health Association. 2005. Standard methods for the
examination of water and wastewater 21th edition. American Public Health
Association. American Waters Works Association and Water Pollution
Control Federation. Washington.
Adam. Jaya I, Sondita MF. 2006. Model numerik difusi populasi rajungan di
Perairan Selat Makassar. J Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia,
XII (2):83-88.
Fahmi, Adrim M. 2009. Diversitas ikan pada komunitas padang lamun di perairan
pesisir Kepulauan Riau. J Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 35:75-
90.
Afdal, Riyono SH. 2004. Sebaran klorofil-a kaitannya dengan kondisi hidrologi di
Selat Makassar. J. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 36:69-82.
Allam SM, Faltas SN, Ragheb E. 2004. Age and growth of barracudas in the
Egyptian Mediterania Waters. Journal of Aquatic Research 30(B):281-
289.
Arief D. 1992. A Study on Low Frequency Variability in Current and Sea Level in
the Lombok Strait and Adjacent Region. (Dissertation). Lousiana:
Lousiana State University: 198 Pp.
Arinardi OH. 1989. Zooplankton di perairan sekitar Cilacap (Jawa Tengah) dan
hubungannya dengan perikanan. J Penelitian Perikanan Laut 53:97-105.
Azis MF. 2007. Tipe estuari Binuangeun (Banten) berdasarkan distribusi suhu
dan salinitas perairan. J. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 33:97-
110.
Bengen, DG. 2004. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta
Prinsip Pengelolaannya. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan, Institut Pertanian Bogor.
Chande AL, Mgaya YD. 2003. The Fisheries of Portunus pelagicus and Species
Diversity of Portunid Crabs the Coast of Dar es Salaam, Tanzania.
Western Indian Ocean. J. Marine Sci II(1):75-84.
Fachrul MF. 2007. Metode sampling bioekologi. Edisi 1. Jakarta: Bumi Aksara.
198 hal.
Fridman AL. 1986. Perhitungan dalam Merancang Alat Penangkap Ikan. Revisi
dan diedit dan dikembangkan oleh PJG Carrothers. Team Penterjemah
BPPI. Semarang. 300 hal.
Genisa AS. 1999. Pengenalan jenis-jenis ikan laut ekonomis penting di Indonesia.
Oseana 24(1):17-38.
Gilanders BM. 2006. Seagrasses, Fish, and Fisheries. In Larkum AWD, Orth RJ.
Duarte CM (Eds), Seagrasses: Biology, Ecology, and Conservation,
Springer, The Netherland. 503-536pp
Gulland JA. 1974. Fish Stock Assessment. A Manual of Basic Methods. Wiley
Series on Food Agriculture FAO. Volume 1: 241p.
Gunarso W. 1996. Tingkah laku ikan dan set net. Diktat kuliah [tidak
dipublikasikan]. Bogor: Departemen PSP Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan. IPB. 64 hal.
148
Hadikusumah, Nurhayati, Wenno LF. 2001. Variasi Suhu dan Salinitas di Perairan
Mamberamo Irian Jaya, Agustus 2000. Dalam: Aziz, dan Muchtar (eds).
Perairan Indonesia: Oseanografi, Biologi dan Lingkungan. Jakarta: Pusat
Penelitian Oseanografi – LIPI. 9-19.
Jalil, Mallawa A, Ali SA. 2003. Biologi populasi ikan baronang lingkis (Siganus
canaliculatus) di perairan Kecamatan Bua Kabupaten Luwu. J Sains dan
Teknologi 3:8-14.
Jaureguizar AJ & Milessi AC. 2008. Assessing the sources of the fishing down
marine food web process in the Argentinean-Uruguayan common fishing
zone. J Scientia Marina 72(1): 25–36.
Jones R. 1976. Mesh regulation in the demersal fisheries of the South China Sea
area. Manila: South China Sea Fisheries Development and Coordinating
Programme. SCS/76/WP/34 : 75pp.
149
KKP Wajo. 2010. Data Statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Wajo Tahun 2002-2008.
Kleimbaum DG, Kupper LL, Muller KE. 1988. Applied Regression Analysis
and Other Multivariable Methods. 2nd Edition. Boston: PWS-KENT
Publishing Company.
Kurnia M. 2003. Perbandingan hasil tangkapan bubu pada jenis terumbu buatan
bambu dan ban di perairan teluk Bone. J Sains dan Teknologi 3:57-64.
Lai JCY, Peter KL, Davie PJF. 2010. A Revision of the Portunnus pelagicus
(Linnaeus, 1758) Species Complex (Crustacea: Brachyura: Portunidae),
with the Recognition of Four Species. The Raffles Bulletin of Zoology, 58
(2):199-237
Losanes LP, Koike T, Machii, Matsuda K. 1990. Selectivity of semi trammel net
to gizzard shad Konosirus punctatus. Proceedings of the Second Asian
Fisheries Forum. Manila: Asian Fisheries Society. Pp 825-828.
Machado IF, Dumont LPC, D’incao F. 2009. Stage of Gonadal Development and
Mean Length at First Maturity of Wild Females of White Shrimp
(Liptopenaeus schmitti – Decapoda, Penaeidae) in Southern Brazil.
Atlantica. J Rio Grande, 31 (2): 169-175.
Mardjudo A. 2002. Studi tentang Selektivitas Pukat Pantai yang Digunakan oleh
Nelayan di Pesisir Teluk Palu-Donggala Sulawesi Tengah (tesis). Bogor:
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Masrikat JAN. 2009. Kajian Standing Stock Ikan Pelagis Kecil dan Demersal
serta Hubungannya dengan Kondisi Oseanografi di Laut Cina Selatan,
Perairan Indonesia (disertasi). Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Muchlisin ZA, Azizah MNS. 2010. Diversity and distribution of freshwater fishes
in Aceh Water, Northern-Sumatra, Indonesia. International Journal of
Zoological Research 6(2):166-183.
Nielsen LA, Lampton DJ. 1983. Fisheries techniques. Bethesda Maryland: The
American Fisheries Society. 468 pp.
Nikolsky GW. 1963. The Ecology of fishes. London: Academic Press. 352 pp.
Nurhayati 2007. Pola arus permukaan laut di sekitar perairan Teluk Klabat dan
Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Laporan sumberdaya
laut dan lingkungan Bangka Belitung 2003-2007.
(www.oseanografi.lipi.go.id) : 77-86.
152
Pasquier GA, Pẻrez EPE. 2004. Age and growth of the white shrimp Litopenaeus
schmitti in Western Venezuela. Journal Interciencia 29(4):212-218.
Pauly D. 1977. The Leiognathidae (Teleostei) : their species, stock, and fishery in
Indonesia, with notes on the biology of Leiognathus splendens (Cuvier).
Marine Research Indonesia 19:73-93.
Petersen RG. 1985. Design and analysis of experiments. New York: Marcel
Dekker, Inc..
Pope JA. 1975. Manual of methods for fish stock assesment. Part III. Selectivity
of fishing gear. Rome: FAO Fisheries 41:1-36.
Pope JA, Margetts AR, Hamley JM, Akyuz EF. 1975. Manual of methods for fish
stock assessment. Pt 3. Selectivity of fishing gear. FAO Fisheries Techical
Paper 41 (Rev.1):1-65.
Poppo A, Mahendra MS, Sundra IK. 2009. Studi kualitas perairan pantai di
kawasan industri perikanan, Desa Pengambengan, Kecamatan Negara,
Kabupaten Jembrana. Jurnal Ecotrophic 3(2):98-103.
Prescod MB. 1973. Investigation of national effluent and streams standars for
tropical countries. Bangkok: Asian Institute of Technology.
153
Rahardjo P. 1997. Some aspect of the biology and population dynamic of goatfish,
Upeneus spp. In Terengganu Water, Peninsular Malaysia. (tesis):
Universiti Putra Malaysia.
Rappe RA. 2010. Struktur komunitas ikan pada padang lamun yang berbeda di
Pulau Barrang Lompo. J Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 2 (2):62-73
Regier HA, Robson DS. 1966. Selectivity of gill nets, especially to lake whitefish.
Journal of Fisheries Board of Canada 23(3):423-454.
Ridho MR. 1999. Distribusi, Biomassa dan Struktur Komunitas Sumberdaya Ikan
Demersal di Perairan Pantai Sumatera (tesis). Bogor: Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 88 hal
Ridho MR. 2004. Distribusi, Kepadatan Biomassa dan Struktur Komunitas Ikan
Demersal di Perairan Laut Cina Selatan (disertasi). Bogor: Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 147 hal
Rudi E, Iskandar T, Fadli, Hidayati. 2011. Komposisi ikan karang hasil tangkapan
nelayan kota Sabang sebelum dan sesudah peristiwa coral bleaching.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kebencanaan. Universitas Syiah
Kuala. Banda Aceh, 13-19 April 2011:17-20.
Safruddin. 2007. Hubungan perubahan suhu dan salinitas dengan fluktuasi hasil
tangkapan purse seine di perairan Kabupaten Jeneponto. J Sains &
Teknologi 7(1):37-44.
Salmin 2005. Oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen biologi (BOD)
sebagai salah satu indikator untuk menentukan kualitas perairan. J Oseana
30(3):21-26.
Saputra SW, Soedarsono P, Sulistyawati GA. 2009. Beberapa aspek biologi ikan
kuniran (Upeneus spp) di perairan Demak. J Saintek Perikanan 5:1-6.
Situ YY, Sadovy YJ. 2004. A Preliminary study on local species diversity and
seasonal composition in a Hongkong wet market. Asian Fisheries Science
17:235-248.
Sjafei DS, Robiyani. 2001. Kebiasaan makanan dan faktor kondisi ikan kurisi,
Nemipterus tumbuloides Blkr. di perairan Teluk Labuan, Banten.
J lktiologi Indonesia 1(1): 7–11.
Sjafei DS, Susilawati R. 2001. Beberapa aspek biologi ikan biji nangka Upeneus
moluccensis Blkr. di perairan Teluk Labuan, Banten. J Iktiologi Indonesia
1(1):35-39
Sjafei DS, Syaputra D. 2009. Aspek reproduksi ikan kapasan (Gerres kapas Blkr,
1851, Fam. Gerreidae) di perairan pantai Mayangan, Jawa Barat.
J Iktiologi Indonesia 9:75-84.
155
Sjafei DS, Saadah. 2001. Beberapa aspek biologi ikan petek, Leiognathus
splendens Cuvier di perairan Teluk Labuan, Banten. J Iktiologi Indonesia
1(1):13-17.
Sparre P, Venema SC. 1999. Introduksi pengkajian stok ikan tropis. Part I.
Manual. Rome : FAO Fisheries Technical Paper 306/I (Revisi 2): 1-438
hal [terjemahan].
Subani W, Barus RH. 1989. Alat Tangkap Ikan dan Udang Laut Indonesia.
Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut BPPL. 248 hal.
Supriyadi IH 2009. Pemetaan lamun dan biota asosiasi untuk identifikasi daerah
perlindungan lamun di Teluk Kotania dan Pelitajaya. J Oseanologi dan
Limnologi di Indonesia 35(2):161-178.
Sverdrup HU, Johnson MW, Fleming RH. 1961. The Ocean, Their Physics,
Chemistry and General Biology. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-
Hall.
Swingle HS. 1968. Standarization of chemical analysis for water pond muds.
FAO Fisheries 44(4)
Szedlmayer ST & Lee JD. 2004. Diet shifts of juvenile red snapper with changes
in habitat and fish size. J of Fish Biology: 53:58–65.
156
Tenriware 2005. Hubungan antara Mesh Size Bagian Bunuhan (Crib) dengan
Selektivitas Alat Tangkap Sero di Perairan Pantai Pitumpanua Teluk Bone
(tesis). Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 105 hal.
Tharwat AA, Rahman AA. 2006. Fishery traps (gargours) in Saudi Territorial
Water of the Arabian Gulf. JKU: Marine Science 17:13-31.
Tomascik T, Mah AJ, Nontji A, Mousa MK. 1997. The ecology of the Indonesia
Seas. Series Vol. 8. Ssingapore: Periplus Edition (Hk) Ltd.
Umar NA. 2009. Dinamika Populasi Plankton dalam Area Pusat Penangkapan
Benur dan Nener di Perairan Pantai Kecamatan Suppa Kabupaten
Pinrang, Sulawesi Selatan (disertasi). Bogor. Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
UNESCO. 1983. Coral reef, seagrass and mangrove ecosystem. Coral reefs,
seagrass bads and mangroves, their interaction in the coastal zones of the
Carribean. UNESCO Report on Marine Science 23:6-16.
Weatherley AH dan Gill HS. 1987. The Biology of Fish Growth. London:
Academic Press. 443 hal.
Wenno LK. 2003. Studi dinamika Selat Makassar serta interaksinya dengan
daratan Pulau Kalimantan dan Sulawesi. Laporan Akhir Pengembangan
Riset Unggulan Kompetitif Tahun Anggaran 2003. Jakarta: Pusat
Penelitian Oseanografi - LIPI. 96 hal.
Widodo J, Aziz KA, Priyono BE, Tampubolon GH, Naamin N, Djamali A. 1998.
Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia.
Jakarta: Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut. Jakarta,
LIPI. 251 halaman.
Wudianto. 2007. Set Net sebagai Alternatif Alat Tangkap Ikan Hemat Energi.
Artikel. Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan
Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan.
Yusof S. 2002. Demersal fish stock assessment in the inshore of the east coast of
Peninsular Malaysia. Thirteenth trawl survey of the coastal waters of east
coast of Peninsular Malaysia (April-June 2001). Ministry of Agriculture
Malaysia. 138p.
Zar JH. 1984. Biostatistical Analysis. 2nd Edition. Englewood Cliffs, New Jersey:
Prentice-Hal International, Inc.
158
159
Lampiran 1 Hasil analisis ragam (Anova) parameter suhu perairan (oC) antar
lokasi menurut stasiun dan waktu sampling selama penelitian
Suhu (oC)
Tukey HSDa,b
Lokasi Subset
N 1 2
Muara Sungai 24 28.2750
Mangrove 24 28.7917
Lamun 24 29.0042
Sig. 1.000 .243
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .204.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b. Alpha = .05.
160
Lampiran 2 Hasil analisis ragam (Anova) parameter kecepatan arus (m/dtk) antar
lokasi menurut stasiun dan waktu sampling selama penelitian
N 1 2 3
Lamun 24 .16042
Mangrove 24 .21529
Muara Sungai 24 .26275
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .001.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b. Alpha = .05.
161
Lampiran 3 Hasil analisis ragam (Anova) parameter salinitas perairan (o/oo) antar
lokasi menurut stasiun dan waktu sampling selama penelitian
o
Salinitas ( /oo)
Tukey HSDa,b
Lokasi Subset
N 1 2
Muara Sungai 24 29.596
Mangrove 24 30.992
Lamun 24 31.146
Sig. 1.000 .698
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .434.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b. Alpha = .05.
162
pH (Skala pH)
a,b
Tukey HSD
Lokasi Subset
N 1 2
Muara Sungai 24 6.921
Mangrove 24 6.954 6.954
Lamun 24 7.013
Sig. .556 .175
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .012.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b. Alpha = .05.
163
Lampiran 5 Hasil analisis ragam (Anova) parameter kadar oksigen terlarut (ppm)
antar lokasi menurut stasiun dan waktu sampling selama penelitian
N 1 2
Muara Sungai 24 5.754
Mangrove 24 5.963 5.963
Lamun 24 6.142
Sig. .199 .299
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .171.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b. Alpha = .05.
164
Lampiran 6 Hasil analisis ragam (Anova) konsentrasi nitrat (µg/L) antar lokasi
menurut stasiun dan waktu sampling selama penelitian
Mangrove 24 .18621
Muara Sungai 24 . 20875
Lampiran 7 Hasil analisis ragam (Anova) konsentrasi fosfat (µg/L) antar lokasi
menurut stasiun dan waktu sampling selama penelitian
N 1 2
Lamun 24 .08971
Mangrove 24 .11000
Muara Sungai 24 .11825
Sig. 1.000 .507
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .001.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b. Alpha = .05.
166
Lampiran 8 Hasil analisis ragam (Anova) konsentrasi silikat (µg/L) antar lokasi
menurut stasiun dan waktu sampling selama penelitian
N 1
Lamun 24 .00700
Mangrove 24 .00717
Muara Sungai 24 .00767
Sig. .789
Means for groups in homogeneous
subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) =
1.24E-005.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size =
24.000.
b. Alpha = .05.
167
3
Kandungan Klorofil-a (mg/m )
Tukey HSDa,b
Lokasi Subset
N 1 2
Mangrove 24 .68683
Muara Sungai 24 .83517 .83517
Lamun 24 .97596
Sig. .081 .103
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .055.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b. Alpha = .05.
168
N 1 2
Mangrove 24 6711.00
Muara Sungai 24 11773.75
Lamun 24 13011.54
Sig. 1.000 .577
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 18205912.083.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000.
b. Alpha = .05.
169
Lampiran 12 Nilai rata-rata, standar deviasi (SD) dan kisaran dari 12 parameter
fisika dan kimia lingkungan di muara sungai, mangrove dan lamun
tempat pemasangan sero dengan experimental crib selama penelitian
Parameter Habitat Rata-rata Standar Kisaran
Deviasi
Suhu (°C) Muara 28,3 0,6 27,0-29,9
Mangrove 28,8 0,6 27,5-29,7
Lamun 29,0 0,7 28,0-30,3
Kec. arus(m/detik) Muara 0,26 0,03 0,19-0,31
Mangrove 0,22 0,04 0,14-0,30
Lamun 0,16 0,03 0,13-0,25
Salinitas (%o) Muara 29,6 1,2 27,5-31,8
Mangrove 31,0 1,0 29,5-32,5
Lamun 31,1 0,8 29,532,5
pH Muara 6,9 0,1 6,7-7,1
Mangrove 7,0 0,1 6,7-7,2
Lamun 7,0 0,1 6,8-7,2
DO (ml/l) Muara 5,8 0,4 5,0-6,5
Mangrove 6,0 0,4 5,2-6,7
Lamun 6,1 0,5 5,4-7,2
Nitrat (µg–at/l) Muara 0,186 0,088 0,032-0,354
Mangrove 0,129 0,066 0,015-0,264
Lamun 0,209 0,091 0,003-0,383
Fosfat (µg–at/l) Muara 0,118 0,025 0,077-0,158
Mangrove 0,110 0,030 0,049-0,167
Lamun 0,090 0,030 0,043-0,157
Silikat (µg–at/l) Muara 0,008 0,003 0,001-0,015
Mangrove 0,007 0,003 0,003-0,017
Lamun 0,007 0,003 0,002-0,015
Klorofil-a (µg/m3) Muara 0,835 0,282 0,196-1,193
Mangrove 0,687 0,192 0,415-1,133
Lamun 0,976 0,162 0,707-1,186
Fitoplankton (sel/l) Muara 11773 6341 745-20996
Mangrove 6711 3861 1298-16636
Lamun 13011 4473 5102-20617
Zooplankton (sel/l) Muara 1010 961 37-3455
Mangrove 368 260 45-969
Lamun 936 582 269-2589
171
Eigenvalues:
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8
Eigenvalue 3.211 1.814 1.289 0.912 0.301 0.261 0.141 0.071
Variability (%) 40.140 22.674 16.111 11.396 3.763 3.268 1.760 0.888
Cumulative % 40.140 62.814 78.925 90.321 94.084 97.352 99.112 100.000
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8
Suhu 14.570 24.618 1.655 0.977 0.292 2.823 11.427 43.638
SAL 12.916 1.132 21.744 20.906 16.635 12.986 0.168 13.513
pH 18.577 7.373 5.476 3.780 45.861 1.279 15.346 2.306
DO 21.027 0.468 2.422 16.191 5.651 38.367 12.693 3.180
Nitrat 6.363 34.907 4.363 5.073 3.621 3.590 14.054 28.028
Fosfat 14.267 14.394 12.183 5.031 0.515 5.144 40.770 7.697
Silikat 3.626 9.679 37.256 14.383 18.604 15.235 0.012 1.206
Arus 8.655 7.428 14.901 33.658 8.821 20.577 5.529 0.432
172
Lampiran 14 Hasil analisis ragam (Anova) jumlah hasil tangkapan antar lokasi
menurut kelompok waktu penangkapan per jenis ikan serta total
jumlah tangkapan
Lamun 16 11.563
Muara Sungai 16 20.500
Mangrove 16 24.188
Sig. 1.000 .170
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 31.668.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 16.000.
b. Alpha = .05.
175
Mangrove 16 15.125
Lamun 16 20.375
Muara Sungai 16 24.250
Sig. 1.000 .123
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 29.228.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 16.000.
b. Alpha = .05.
176
IKAN LENCAM
a,b
Tukey HSD
Lokasi Subset
N 1 2
IKAN PEPETEK
a,b
Tukey HSD
Lokasi Subset
N 1 2 3
Lamun 16 25.375
Mangrove 16 34.125
Muara Sungai 16 47.000
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 55.428.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 16.000.
b. Alpha = .05.
178
IKAN BARONANG
a,b
Tukey HSD
Lokasi Subset
N 1 2
IKAN BARAKUDA
a,b
Tukey HSD
Lokasi Subset
N 1 2
Lamun 16 8.063
Muara Sungai 16 10.187 10.187
Mangrove 16 13.812
Sig. .565 .202
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 34.183.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 16.000.
b. Alpha = .05.
180
KEPITING RAJUNGAN
a,b
Tukey HSD
Lokasi Subset
N 1
UDANG PUTIH
a,b
Tukey HSD
Lokasi Subset
N 1
Lamun 16 6.750
Muara Sungai 16 7.500
Mangrove 16 8.688
Sig. .141
Mangrove 16 174.500
Lamun 16 180.688
Muara Sungai 16 182.563
Sig. .552
Means for groups in homogeneous
subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) =
472.213.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size =
16.000.
b. Alpha = .05.
183
Lampiran 15 Hasil analisis ragam (Anova) berat hasil tangkapan antar lokasi
menurut kelompok waktu penangkapan per jenis ikan serta total
berat tangkapan
Lokasi Subset
N 1 2
Mangrove 16 721.600
Muara Sungai 16 896.525
Lamun 16 1154.962
Sig. .216 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 83207.874.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 16.000.
b. Alpha = .05.
184
Lamun 16 1749.231
Muara Sungai 16 2909.156
Mangrove 16 3334.163
Sig. 1.000 .140
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 376749.970.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 16.000.
b. Alpha = .05.
187
IKAN LENCAM
a,b
Tukey HSD
Lokasi Subset
N 1 2
Lamun 16 1605.400
Muara Sungai 16 3021.706
Mangrove 16 3479.594
Sig. 1.000 .149
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 453174.241.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 16.000.
b. Alpha = .05.
188
IKAN PEPETEK
a,b
Tukey HSD
Lokasi Subset
N 1
Lamun 16 530.475
Mangrove 16 662.981
Muara Sungai 16 680.531
Sig. .172
Means for groups in homogeneous
subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) =
52778.921.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size =
16.000.
b. Alpha = .05.
189
IKAN BARONANG
a,b
Tukey HSD
Lokasi Subset
N 1 2
IKAN BARAKUDA
a,b
Tukey HSD
Lokasi Subset
N 1 2
KEPITING RAJUNGAN
a,b
Tukey HSD
Lokasi Subset
N 1 2
Lamun 16 979.969
Mangrove 16 1211.531
Muara Sungai 16 1751.844
Sig. .072 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 81285.158.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 16.000.
b. Alpha = .05.
192
UDANG PUTIH
a,b
Tukey HSD
Lokasi Subset
N 1 2 3
Lamun 16 820.350
Mangrove 16 1182.688
Muara Sungai 16 1716.000
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 76279.739.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 16.000.
b. Alpha = .05.
193
N 1 2
Lamun 16 13696.638
Muara Sungai 16 15036.531 15036.531
Mangrove 16 15635.675
Sig. .165 .684
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 4109516.300.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 16.000.
b. Alpha = .05.
194
Lampiran 17 Hasil analisis linier berganda antara berat ikan biji nangka dengan
parameter lingkungan selama penelitian
196
197
Lampiran 18 Hasil analisis linier berganda antara berat ikan baronang lingkis
dengan parameter lingkungan selama penelitian
198
199
Lampiran 20 Hasil analisis linier berganda antara berat ikan kapas-kapas dengan
parameter lingkungan selama penelitian
202
203
Lampiran 21 Hasil analisis linier berganda antara berat ikan lencam dengan
parameter lingkungan selama penelitian
204
205
Lampiran 22 Hasil analisis linier berganda antara berat ikan pepetek dengan
parameter lingkungan selama penelitian
206
207
Lampiran 23 Hasil analisis linier berganda antara berat ikan kuwe dengan
parameter lingkungan selama penelitian
208
209
Lampiran 24 Hasil analisis linier berganda antara berat ikan baronang dengan
parameter lingkungan selama penelitian
210
211
Lampiran 25 Hasil analisis linier berganda antara berat ikan barakuda dengan
parameter lingkungan selama penelitian
212
213
Lampiran 26 Hasil analisis linier berganda antara berat total hasil tangkapan
dengan parameter lingkungan selama penelitian
214
215
Eigenvalues and percentages of inertia:
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10
Eigenvalue 0.076 0.034 0.015 0.009 0.005 0.002 0.001 0.000 0.000 0.000
Inertia (%) 52.922 23.989 10.554 6.626 3.432 1.417 0.678 0.334 0.028 0.019
Cumulative 52.922 76.911 87.465 94.091 97.523 98.940 99.618 99.952 99.981 100.000
Weights, distances and squared distances to the origin, inertias and relative inertias (columns):
2. Baronang lingkis
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
5,0 - 5,9 0 1 1 0,00 #DIV/0! 5,5 0,12
6,0 - 6,9 2 13 15 0,13 1,87 6,5 0,23
7,0 - 7,9 7 30 37 0,19 1,46 7,5 0,40
8,0 - 8,9 13 18 31 0,42 0,33 8,5 0,60
9,0 - 9,9 23 17 40 0,58 -0,30 9,5 0,77
10,0 - 10,9 33 13 46 0,72 -0,93 10,5 0,88
11,0 - 11,9 26 9 35 0,74 -1,06 11,5 0,94
12,0 - 12,9 23 1 24 0,96 -3,14 12,5 0,97
13,0 - 13,9 22 2 24 0,92 -2,40 13,5 0,99
14,0 - 14,9 15 0 15 1,00 #NUM! 14,5 0,99
15,0 - 15,9 6 0 6 1,00 #NUM! 15,5 1,00
16,0 - 16,9 6 0 6 1,00 #NUM! 16,5 1,00
17,0 - 17,9 1 0 1 1,00 #NUM! 17,5 1,00
18,0 - 18,9 1 0 1 1,00 #NUM! 18,5 1,00
S1 (Intercept)/a = 6,34 L25% = 6,61
S2 (Slope)/b = -0,79 L50%= 8,00
L75% = 9,38
218
3. Kerong-kerong
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
6,0 - 6,9 0 2 2 0,00 #DIV/0! 6,5 0,01
7,0 - 7,9 0 8 8 0,00 #DIV/0! 7,5 0,02
8,0 - 8,9 0 17 17 0,00 #DIV/0! 8,5 0,04
9,0 - 9,9 3 27 30 0,10 2,20 9,5 0,08
10,0 - 10,9 3 25 28 0,11 2,12 10,5 0,15
11,0 - 11,9 3 10 13 0,23 1,20 11,5 0,27
12,0 - 12,9 2 2 4 0,50 0,00 12,5 0,44
13,0 - 13,9 5 0 5 1,00 #NUM! 13,5 0,62
14,0 - 14,9 17 0 17 1,00 #NUM! 14,5 0,78
15,0 - 15,9 13 0 13 1,00 #NUM! 15,5 0,88
16,0 - 16,9 29 0 29 1,00 #NUM! 16,5 0,94
17,0 - 17,9 33 0 33 1,00 #NUM! 17,5 0,97
18,0 - 18,9 25 0 25 1,00 #NUM! 18,5 0,99
19,0 - 19,9 26 0 26 1,00 #NUM! 19,5 0,99
20,0 - 20,9 24 0 24 1,00 #NUM! 20,5 1,00
21,0 - 21,9 21 0 21 1,00 #NUM! 21,5 1,00
22,0 - 22,9 16 0 16 1,00 #NUM! 22,5 1,00
23,0 - 23,9 13 0 13 1,00 #NUM! 23,5 1,00
24,0 - 24,9 3 0 3 1,00 #NUM! 24,5 1,00
25,0 - 25,9 1 0 1 1,00 #NUM! 25,5 1,00
S1 (Intercept)/a = 9,64 L25% = 11,38
S2 (Slope)/b = -0,75 L50%= 12,84
L75% = 14,30
219
4. Kapas-kapas
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
4,5 - 4,9 0 1 1 0,00 #DIV/0! 4,7 0,00
5,0 - 5,9 0 7 7 0,00 #DIV/0! 5,5 0,00
6,0 - 6,9 0 55 55 0,00 #DIV/0! 6,5 0,01
7,0 - 7,9 0 71 71 0,00 #DIV/0! 7,5 0,03
8,0 - 8,9 8 59 67 0,12 2,00 8,5 0,12
9,0 - 9,9 22 47 69 0,32 0,76 9,5 0,33
10,0 - 10,9 26 13 39 0,67 -0,69 10,5 0,66
11,0 - 11,9 22 0 22 1,00 #NUM! 11,5 0,88
12,0 - 12,9 19 0 19 1,00 #NUM! 12,5 0,97
13,0 - 13,9 15 0 15 1,00 #NUM! 13,5 0,99
14,0 - 14,9 10 0 10 1,00 #NUM! 14,5 1,00
15,0 - 15,9 4 0 4 1,00 #NUM! 15,5 1,00
16,0 - 16,9 4 0 4 1,00 #NUM! 16,5 1,00
17,0 - 17,4 0 0 0 #DIV/0! #DIV/0! 17,5 1,00
18,0 - 18,9 1 0 1 1,00 #NUM! 18,5 1,00
S1 (Intercept)/a = 13,47 L25% = 9,19
S2 (Slope)/b = -1,35 L50%= 10,01
L75% = 10,83
220
5. Lencam
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
8,5 - 8,9 0 3 3 0,00 #DIV/0! 8,7 0,00
9,0 - 9,9 0 9 9 0,00 #DIV/0! 9,5 0,00
10,0 - 10,9 0 13 13 0,00 #DIV/0! 10,5 0,01
11,0 - 11,9 0 12 12 0,00 #DIV/0! 11,5 0,03
12,0 - 12,9 1 9 10 0,10 2,20 12,5 0,08
13,0 - 13,9 3 8 11 0,27 0,98 13,5 0,24
14,0 - 14,9 2 5 7 0,29 0,92 14,5 0,52
15,0 - 15,9 16 2 18 0,89 -2,08 15,5 0,79
16,0 - 16,9 24 2 26 0,92 -2,48 16,5 0,93
17,0 - 17,9 28 0 28 1,00 #NUM! 17,5 0,98
18,0 - 18,9 9 0 9 1,00 #NUM! 18,5 0,99
19,0 - 19,9 6 0 6 1,00 #NUM! 19,5 1,00
S1 (Intercept)/a = 17,92 L25% = 13,54
S2 (Slope)/b = -1,24 L50%= 14,42
L75% = 15,31
6. Pepetek
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
6,0 - 6,9 4 65 69 0,06 2,79 6,5 0,09
7,0 - 7,9 43 83 126 0,34 0,66 7,5 0,19
8,0 - 8,9 49 60 109 0,45 0,20 8,5 0,34
9,0 - 9,9 39 36 75 0,52 -0,08 9,5 0,53
10,0 - 10,9 16 16 32 0,50 0,00 10,5 0,72
11,0 - 11,9 17 6 23 0,74 -1,04 11,5 0,85
12,0 - 12,9 31 1 32 0,97 -3,43 12,5 0,93
13,0 - 13,9 50 0 50 1,00 #NUM! 13,5 0,96
14,0 - 14,9 68 0 68 1,00 #NUM! 14,5 0,98
15,0 - 15,9 63 0 63 1,00 #NUM! 15,5 0,99
16,0 - 16,9 56 0 56 1,00 #NUM! 16,5 1,00
17,0 - 17,9 48 0 48 1,00 #NUM! 17,5 1,00
S1 (Intercept)/a = 7,43 L25% = 7,96
S2 (Slope)/b = -0,80 L50%= 9,34
L75% = 10,72
221
7. Kuwe
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
6,5 - 6,9 0 2 2 0,00 #DIV/0! 6,7 0,03
7,0 - 7,9 0 8 8 0,00 #DIV/0! 7,5 0,05
8,0 - 8,9 0 15 15 0,00 #DIV/0! 8,5 0,11
9,0 - 9,9 0 21 21 0,00 #DIV/0! 9,5 0,21
10,0 - 10,9 0 9 9 0,00 #DIV/0! 10,5 0,35
11,0 - 11,9 3 3 6 0,50 0,00 11,5 0,54
12,0 - 12,9 10 3 13 0,77 -1,20 12,5 0,71
13,0 - 13,9 9 2 11 0,82 -1,50 13,5 0,84
14,0 - 14,9 37 0 37 1,00 #NUM! 14,5 0,92
15,0 - 15,9 24 0 24 1,00 #NUM! 15,5 0,96
16,0 - 16,9 33 0 33 1,00 #NUM! 16,5 0,98
17,0 - 17,9 14 0 14 1,00 #NUM! 17,5 0,99
18,0 - 18,9 3 0 3 1,00 #NUM! 18,5 1,00
S1 (Intercept)/a = 8,50 L25% = 9,84
S2 (Slope)/b = -0,75 L50%= 11,30
L75% = 12,76
222
8. Baronang
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
9,0 - 9,9 0 4 4 0,00 #DIV/0! 9,2 0,00
10,0 - 10,9 0 7 7 0,00 #DIV/0! 10,5 0,00
11,0 - 11,9 0 16 16 0,00 #DIV/0! 11,5 0,01
12,0 - 12,9 0 15 15 0,00 #DIV/0! 12,5 0,03
13,0 - 13,9 0 17 17 0,00 #DIV/0! 13,5 0,12
14,0 - 14,9 4 10 14 0,29 0,92 14,5 0,35
15,0 - 15,4 21 5 26 0,81 -1,44 15,5 0,69
16,0 - 16,9 20 3 23 0,87 -1,90 16,5 0,90
17,0 - 17,9 34 0 34 1,00 #NUM! 17,5 0,97
18,0 - 18,9 10 0 10 1,00 #NUM! 18,5 0,99
19,0 - 19,9 10 0 10 1,00 #NUM! 19,5 1,00
20,0 - 20,9 7 0 7 1,00 #NUM! 20,5 1,00
21,0 - 21,9 17 0 17 1,00 #NUM! 21,5 1,00
22,0 - 22,9 12 0 12 1,00 #NUM! 22,5 1,00
S1 (Intercept)/a = 21,00 L25% = 14,15
S2 (Slope)/b = -1,41 L50%= 14,93
L75% = 15,71
223
9. Baracuda
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
11,0 - 11,9 0 1 1 0,00 #DIV/0! 11,5 0,13
12,0 - 12,9 0 3 3 0,00 #DIV/0! 12,5 0,17
13,0 - 13,9 0 3 3 0,00 #DIV/0! 13,5 0,21
14,0 - 14,9 0 5 5 0,00 #DIV/0! 14,5 0,26
15,0 - 15,9 0 5 5 0,00 #DIV/0! 15,5 0,31
16,0 - 16,9 3 3 6 0,50 0,00 16,5 0,37
17,0 - 17,9 2 5 7 0,29 0,92 17,5 0,43
18,0 - 18,9 5 7 12 0,42 0,34 18,5 0,50
19,0 - 19,9 6 3 9 0,67 -0,69 19,5 0,56
20,0 - 20,9 8 0 8 1,00 #NUM! 20,5 0,63
21,0 - 21,9 14 0 14 1,00 #NUM! 21,5 0,69
22,0 - 22,9 9 0 9 1,00 #NUM! 22,5 0,74
23,0 - 23,9 10 0 10 1,00 #NUM! 23,5 0,79
24,0 - 24,9 14 0 14 1,00 #NUM! 24,5 0,83
25,0 - 25,9 8 0 8 1,00 #NUM! 25,5 0,86
26,0 - 26,9 9 0 9 1,00 #NUM! 26,5 0,89
27,0 - 27,9 9 0 9 1,00 #NUM! 27,5 0,92
28,0 - 28,9 7 0 7 1,00 #NUM! 28,5 0,93
29,0 - 29,9 10 0 10 1,00 #NUM! 29,5 0,95
30,0 - 30,9 5 0 5 1,00 #NUM! 30,5 0,96
31,0 -31,9 7 0 7 1,00 #NUM! 31,5 0,97
32,0 -32,9 1 0 1 1,00 #NUM! 32,5 0,98
33,0 -33,9 3 0 3 1,00 #NUM! 33,5 0,98
34,0 -34,9 2 0 2 1,00 #NUM! 34,5 0,99
S1 (Intercept)/a = 4,93 L25% = 14,39
S2 (Slope)/b = -0,27 L50%= 18,53
L75% = 22,66
224
2. Baronang lingkis
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
6,0 - 6,9 0 2 2 0,00 #DIV/0! 6,5 0,00
7,0 - 7,9 0 23 23 0,00 #DIV/0! 7,5 0,00
8,0 - 8,9 0 17 17 0,00 #DIV/0! 8 0,00
9,0 - 9,9 0 27 27 0,00 #DIV/0! 9,5 0,02
10,0 - 10,9 0 19 19 0,00 #DIV/0! 10,5 0,10
11,0 - 11,9 5 16 21 0,24 1,16 11,5 0,36
12,0 - 12,9 17 3 20 0,85 -1,73 12,5 0,74
13,0 - 13,9 22 1 23 0,96 -3,09 13,5 0,93
14,0 - 14,9 42 1 43 0,98 -3,74 14,5 0,99
15,0 - 15,9 31 0 31 1,00 #NUM! 15,5 1,00
16,0 - 16,9 43 0 43 1,00 #NUM! 16,5 1,00
17,0 - 17,9 48 0 48 1,00 #NUM! 17,5 1,00
18,0 - 18,9 32 0 32 1,00 #NUM! 18,5 1,00
19,0 - 19,9 3 0 3 1,00 #NUM! 19,5 1,00
S1 (Intercept)/a = 19,03 L25% = 11,16
S2 (Slope)/b = -1,61 L50%= 11,85
L75% = 12,53
226
3. Kerong-kerong
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
6,0 - 6,9 0 2 2 0,00 #DIV/0! 6,5 0,00
7,0 - 7,9 0 8 8 0,00 #DIV/0! 7,5 0,00
8,0 - 8,9 0 21 21 0,00 #DIV/0! 8,5 0,00
9,0 - 9,9 0 35 35 0,00 #DIV/0! 9,5 0,01
10,0 - 10,9 0 25 25 0,00 #DIV/0! 10,5 0,04
11,0 - 11,9 0 8 8 0,00 #DIV/0! 11,5 0,12
12,0 - 12,9 2 6 8 0,25 1,10 12,5 0,31
13,0 - 13,9 7 3 10 0,70 -0,85 13,5 0,59
14,0 - 14,9 13 3 16 0,81 -1,47 14,5 0,83
15,0 - 15,9 14 1 15 0,93 -2,64 15,5 0,94
16,0 - 16,9 31 0 31 1,00 #NUM! 16,5 0,98
17,0 - 17,9 43 0 43 1,00 #NUM! 17,5 0,99
18,0 - 18,9 31 0 31 1,00 #NUM! 18,5 1,00
19,0 - 19,9 35 0 35 1,00 #NUM! 19,5 1,00
20,0 - 20,9 32 0 32 1,00 #NUM! 20,5 1,00
21,0 - 21,9 27 0 27 1,00 #NUM! 21,5 1,00
22,0 - 22,9 22 0 22 1,00 #NUM! 22,5 1,00
23,0 - 23,9 12 0 12 1,00 #NUM! 23,5 1,00
24,0 - 24,9 2 0 2 1,00 #NUM! 24,5 1,00
25,0 - 25,9 2 0 2 1,00 #NUM! 25,5 1,00
26,0 - 26,9 3 0 3 1,00 #NUM!
S1 (Intercept)/a = 15,60 L25% = 12,26
S2 (Slope)/b = -1,18 L50%= 13,19
L75% = 14,11
227
4. Kapas-kapas
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
4,0 - 4,9 0 3 3 0,00 #REF! 4,5 0,00
5,0 - 5,9 0 1 1 0,00 #DIV/0! 5,5 0,00
6,0 - 6,9 0 31 31 0,00 #DIV/0! 6,5 0,00
7,0 - 7,9 0 36 36 0,00 #DIV/0! 7,5 0,01
8,0 - 8,9 0 44 44 0,00 #DIV/0! 8,5 0,07
9,0 - 9,9 7 24 31 0,23 1,23 9,5 0,28
10,0 - 10,9 21 6 27 0,78 -1,25 10,5 0,66
11,0 - 11,4 15 2 17 0,88 -2,01 11,5 0,91
12,0 - 12,9 20 0 20 1,00 #NUM! 12,5 0,98
13,0 - 13,9 14 0 14 1,00 #NUM! 13,5 1,00
14,0 - 14,9 6 0 6 1,00 #NUM! 14,5 1,00
15,0 - 15,9 8 0 8 1,00 #NUM! 15,5 1,00
16,0 - 16,9 3 0 3 1,00 #NUM! 16,5 1,00
17,0 - 17,9 2 0 2 1,00 #NUM! 17,5 1,00
18,0 - 18,9 1 0 1 1,00 #NUM! 18,5 1,00
S1 (Intercept)/a = 16,37 L25% = 9,41
S2 (Slope)/b = -1,62 L50%= 10,08
L75% = 10,76
228
5. Lencam
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
8,0 - 8,9 0 1 1 0,00 #DIV/0! 8,5 0,00
9,0 - 9,9 0 7 7 0,00 #DIV/0! 9,5 0,01
10,0 - 10,9 0 7 7 0,00 #DIV/0! 10,5 0,02
11,0 - 11,9 0 13 13 0,00 #DIV/0! 11,5 0,08
12,0 - 12,9 0 10 10 0,00 #DIV/0! 12,5 0,23
13,0 - 13,9 9 9 18 0,50 0,00 13,5 0,52
14,0 - 14,9 9 2 11 0,82 -1,50 14,5 0,80
15,0 - 15,9 26 2 28 0,93 -2,56 15,5 0,93
16,0 - 16,9 32 0 32 1,00 #NUM! 16,5 0,98
17,0 - 17,9 32 0 32 1,00 #NUM! 17,5 0,99
18,0 - 18,9 17 0 17 1,00 #NUM! 18,5 1,00
19,0 - 19,9 9 0 9 1,00 #NUM! 19,5 1,00
20,0 - 20,9 3 0 3 1,00 #NUM! 20,5 1,00
S1 (Intercept)/a = 17,24 L25% = 12,59
S2 (Slope)/b = -1,28 L50%= 13,44
L75% = 14,30
6. Pepetek
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
6,0 - 6,9 2 59 61 0,03 3,38 6,5 0,09
7,0 - 7,9 27 61 88 0,31 0,82 7,5 0,17
8,0 - 8,9 34 41 75 0,45 0,19 8,5 0,32
9,0 - 9,9 50 31 81 0,62 -0,48 9,5 0,51
10,0 - 10,9 18 12 30 0,60 -0,41 10,5 0,70
11,0 - 11,9 8 2 10 0,80 -1,39 11,5 0,84
12,0 - 12,9 15 0 15 1,00 #NUM! 12,5 0,92
13,0 - 13,9 46 0 46 1,00 #NUM! 13,5 0,96
14,0 - 14,9 65 0 65 1,00 #NUM! 14,5 0,98
15,0 - 15,9 64 0 64 1,00 #NUM! 15,5 0,99
16,0 - 16,9 11 0 11 1,00 #NUM! 16,5 1,00
S1 (Intercept)/a = 7,60 L25% = 8,07
S2 (Slope)/b = -0,81 L50%= 9,44
L75% = 10,80
229
7. Kuwe
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
6,0 - 6,9 0 2 2 0,00 #DIV/0! 6,7 0,00
7,0 - 7,9 0 13 13 0,00 #DIV/0! 7,2 0,00
8,0 - 8,9 0 15 15 0,00 #DIV/0! 8,2 0,00
9,0 - 9,9 0 21 21 0,00 #DIV/0! 9,2 0,01
10,0 - 10,9 0 14 14 0,00 #DIV/0! 10,2 0,05
11,0 - 11,9 1 8 9 0,11 2,08 11,2 0,19
12,0 - 12,9 14 7 21 0,67 -0,69 12,2 0,53
13,0 - 13,9 34 3 37 0,92 -2,43 13,2 0,84
14,0 - 14,9 39 3 42 0,93 -2,56 14,2 0,96
15,0 - 15,9 45 0 45 1,00 #NUM! 15,2 0,99
16,0 - 16,9 30 0 30 1,00 #NUM! 16,2 1,00
17,0 - 17,9 20 0 20 1,00 #NUM! 17,2 1,00
18,0 - 18,9 5 0 5 1,00 #NUM! 18,2 1,00
19,0 - 19,9 1 0 1 1,00 #NUM! 18,2 1,00
S1 (Intercept)/a = 19,00 L25% = 11,42
S2 (Slope)/b = -1,57 L50%= 12,12
L75% = 12,83
230
8. Baronang
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
9,0 - 9,9 0 4 4 0,00 #DIV/0! 9,5 0,00
10,0 - 10,9 0 7 7 0,00 #DIV/0! 10,5 0,00
11,0 - 11,9 0 16 16 0,00 #DIV/0! 11,5 0,01
12,0 - 12,9 0 15 15 0,00 #DIV/0! 12,5 0,03
13,0 - 13,9 0 27 27 0,00 #DIV/0! 13,5 0,12
14,0 - 14,9 6 10 16 0,38 0,51 14,5 0,39
15,0 - 15,9 16 5 21 0,76 -1,16 15,5 0,74
16,0 - 16,9 38 3 41 0,93 -2,54 16,5 0,93
17,0 - 17,9 32 0 32 1,00 #NUM! 17,5 0,98
18,0 - 18,9 13 0 13 1,00 #NUM! 18,5 1,00
19,0 - 19,9 7 0 7 1,00 #NUM! 19,5 1,00
20,0 - 20,9 9 0 9 1,00 #NUM! 20,5 1,00
21,0 - 21,9 12 0 12 1,00 #NUM! 21,5 1,00
22,0 - 22,9 8 0 8 1,00 #NUM! 22,5 1,00
23,0 - 29,9 1 0 1 1,00 #NUM! 23,5 1,00
S1 (Intercept)/a = 22,57 L25% = 14,08
S2 (Slope)/b = -1,52 L50%= 14,80
L75% = 15,52
231
9. Baracuda
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
11,0 - 11,9 0 1 1 0,00 #DIV/0! 11,5 0,00
12,0 - 12,9 0 3 3 0,00 #DIV/0! 12,5 0,01
13,0 - 13,9 0 3 3 0,00 #DIV/0! 13,5 0,02
14,0 - 14,9 0 5 5 0,00 #DIV/0! 14,5 0,05
15,0 - 15,9 0 8 8 0,00 #DIV/0! 15,5 0,12
16,0 - 16,9 3 5 8 0,38 0,51 16,5 0,24
17,0 - 17,9 2 7 9 0,22 1,25 17,5 0,43
18,0 - 18,9 5 3 8 0,63 -0,51 18,5 0,64
19,0 - 19,9 6 1 7 0,86 -1,79 19,5 0,81
20,0 - 20,9 8 0 8 1,00 #NUM! 20,5 0,91
21,0 - 21,9 9 0 9 1,00 #NUM! 21,5 0,96
22,0 - 22,9 9 0 9 1,00 #NUM! 22,5 0,98
23,0 - 23,9 10 0 10 1,00 #NUM! 23,5 0,99
24,0 - 24,9 14 0 14 1,00 #NUM! 24,5 1,00
25,0 - 25,9 8 0 8 1,00 #NUM! 25,5 1,00
26,0 - 26,9 9 0 9 1,00 #NUM! 26,5 1,00
27,0 - 27,9 9 0 9 1,00 #NUM! 27,5 1,00
28,0 - 28,9 7 0 7 1,00 #NUM! 28,5 1,00
29,0 - 29,9 10 0 10 1,00 #NUM! 29,5 1,00
30,0 - 30,9 5 0 5 1,00 #NUM! 30,5 1,00
31,0 -31,9 7 0 7 1,00 #NUM! 31,5 1,00
32,0 -32,9 1 0 1 1,00 #NUM! 32,5 1,00
33,0 -33,9 3 0 3 1,00 #NUM! 33,5 1,00
34,0 -34,9 2 0 2 1,00 #NUM! 34,5 1,00
35,0 -35,9 1 0 1 1,00 #NUM! 35,5 1,00
S1 (Intercept)/a = 15,47 L25% = 16,58
S2 (Slope)/b = -0,87 L50%= 17,84
L75% = 19,11
232
2. Baronang lingkis
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
5,0 - 5,9 0 1 1 0,00 #DIV/0! 5,5 0,00
6,0 - 6,9 0 17 17 0,00 #DIV/0! 6,5 0,00
7,0 - 7,9 0 43 43 0,00 #DIV/0! 7,5 0,00
8,0 - 8,9 0 33 33 0,00 #DIV/0! 8,5 0,01
9,0 - 9,9 2 41 43 0,05 3,02 9,5 0,02
10,0 - 10,9 2 32 34 0,06 2,77 10,5 0,10
11,0 - 11,9 5 20 25 0,20 1,39 11,5 0,33
12,0 - 12,9 13 6 19 0,68 -0,77 12,5 0,69
13,0 - 13,9 33 2 35 0,94 -2,80 13,5 0,91
14,0 - 14,9 53 0 53 1,00 #NUM! 14,5 0,98
15,0 - 15,9 37 0 37 1,00 #NUM! 15,5 1,00
16,0 - 16,9 47 0 47 1,00 #NUM! 16,5 1,00
17,0 - 17,9 44 0 44 1,00 #NUM! 17,5 1,00
18,0 - 18,9 32 0 32 1,00 #NUM! 18,5 1,00
19,0 - 19,9 25 0 25 1,00 #NUM! 19,5 1,00
20,0 - 20,9 8 0 8 1,00 #NUM! 20,5 1,00
21,0 - 21,9 1 0 1 1,00 #NUM! 21,5 1,00
S1 (Intercept)/a = 18,19 L25% = 11,25
S2 (Slope)/b = -1,52 L50%= 11,97
L75% = 12,70
234
3. Kerong-kerong
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
6.0 - 6.9 0 2 2 0.00 #DIV/0! 6.5 0.02
7.0 - 7.9 0 4 4 0.00 #DIV/0! 7.5 0.03
8.0 - 8.9 0 13 13 0.00 #DIV/0! 8.5 0.05
9.0 - 9.9 2 18 20 0.10 2.20 9.5 0.10
10.0 - 10.9 2 10 12 0.17 1.61 10.5 0.17
11.0 - 11.9 3 7 10 0.30 0.85 11.5 0.29
12.0 - 12.9 3 4 7 0.43 0.29 12.5 0.43
13.0 - 13.9 4 0 4 1.00 #NUM! 13.5 0.60
14.0 - 14.9 4 0 4 1.00 #NUM! 14.5 0.74
15.0 - 15.9 9 0 9 1.00 #NUM! 15.5 0.84
16.0 - 16.9 9 0 9 1.00 #NUM! 16.5 0.91
17.0 - 17.9 16 0 16 1.00 #NUM! 17.5 0.95
18.0 - 18.9 22 0 22 1.00 #NUM! 18.5 0.97
19.0 - 19.9 18 0 18 1.00 #NUM! 19.5 0.99
20.0 - 20.9 15 0 15 1.00 #NUM! 20.5 0.99
21.0 - 21.9 9 0 9 1.00 #NUM! 21.5 1.00
22.0 - 22.9 8 0 8 1.00 #NUM! 22.5 1.00
23.0 - 23.9 3 0 3 1.00 #NUM! 23.5 1.00
S1 (Intercept)/a = 8.38 L25% = 11.21
S2 (Slope)/b = -0.65 L50%= 12.90
L75% = 14.60
235
4. Kapas-kapas
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
4,0 - 4,9 0 1 1 0,00 #DIV/0! 4,5 0,00
5,0 - 5,9 0 3 3 0,00 #DIV/0! 5,5 0,00
6,0 - 6,9 0 39 39 0,00 #DIV/0! 6,5 0,00
7,0 - 7,9 3 60 63 0,05 3,00 7,5 0,02
8,0 - 8,9 2 62 64 0,03 3,43 8,5 0,08
9,0 - 9,9 11 36 47 0,23 1,19 9,5 0,31
10,0 - 10,9 35 15 50 0,70 -0,85 10,5 0,68
11,0 - 11,9 15 1 16 0,94 -2,71 11,5 0,91
12,0 - 12,9 17 0 17 1,00 #NUM! 12,5 0,98
13,0 - 13,9 16 0 16 1,00 #NUM! 13,5 1,00
14,0 - 14,9 10 0 10 1,00 #NUM! 14,5 1,00
15,0 - 15,9 9 0 9 1,00 #NUM! 15,5 1,00
16,0 - 16,9 2 0 2 1,00 #NUM! 16,5 1,00
17,0 - 17,9 1 0 1 1,00 #NUM! 17,5 1,00
S1 (Intercept)/a = 15,72 L25% = 9,32
S2 (Slope)/b = -1,57 L50%= 10,02
L75% = 10,72
236
5. Lencam
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
8,0 - 8,9 0 3 3 0,00 #DIV/0! 8,5 0,00
9,0 - 9,9 0 9 9 0,00 #DIV/0! 9,5 0,00
10,0 - 10,9 0 15 15 0,00 #DIV/0! 10,5 0,00
11,0 - 11,9 0 21 21 0,00 #DIV/0! 11,5 0,00
12,0 - 12,9 0 14 14 0,00 #DIV/0! 12,5 0,00
13,0 - 13,9 1 13 14 0,07 2,56 13,5 0,05
14,0 - 14,9 2 6 8 0,25 1,10 14,5 0,43
15,0 - 15,9 32 2 34 0,94 -2,77 15,5 0,91
16,0 - 16,9 37 0 37 1,00 #NUM! 16,5 0,99
17,0 - 17,9 45 0 45 1,00 #NUM! 17,5 1,00
18,0 - 18,9 15 0 15 1,00 #NUM! 18,5 1,00
19,0 - 19,9 6 0 6 1,00 #NUM! 19,5 1,00
20,0 - 20,9 2 0 2 1,00 #NUM! 20,5 1,00
S1 (Intercept)/a = 38,99 L25% = 14,20
S2 (Slope)/b = -2,67 L50%= 14,61
L75% = 15,02
6. Pepetek
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
6,0 - 6,9 0 55 55 0,00 #DIV/0! 6,5 0,20
7,0 - 7,9 28 43 71 0,39 0,43 7,5 0,31
8,0 - 8,9 35 39 74 0,47 0,11 8,5 0,44
9,0 - 9,9 30 34 64 0,47 0,13 9,5 0,59
10,0 - 10,9 13 11 24 0,54 -0,17 10,5 0,72
11,0 - 11,4 23 3 26 0,88 -2,04 11,5 0,82
12,0 - 12,9 10 1 11 0,91 -2,30 12,5 0,89
13,0 - 13,9 21 0 21 1,00 #NUM! 13,5 0,94
14,0 - 14,9 23 0 23 1,00 #NUM! 14,5 0,96
15,0 - 15,9 37 0 37 1,00 #NUM! 15,5 0,98
16,0 - 16,9 3 0 3 1,00 #NUM! 16,5 0,99
S1 (Intercept)/a = 5,18 L25% = 7,01
S2 (Slope)/b = -0,58 L50%= 9,00
L75% = 10,79
237
7. Kuwe
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
6,0 - 6,9 0 10 10 0,00 #DIV/0! 6,5 0,00
7,0 - 7,9 0 21 21 0,00 #DIV/0! 7,5 0,00
8,0 - 8,9 0 39 39 0,00 #DIV/0! 8,5 0,00
9,0 - 9,9 0 40 40 0,00 #DIV/0! 9,5 0,02
10,0 - 10,9 0 12 12 0,00 #DIV/0! 10,5 0,11
11,0 - 11,9 2 3 5 0,40 0,41 11,5 0,42
12,0 - 12,9 15 3 18 0,83 -1,61 12,5 0,81
13,0 - 13,9 23 1 24 0,96 -3,14 13,5 0,96
14,0 - 14,9 36 0 36 1,00 #NUM! 14,5 0,99
15,0 - 15,9 48 0 48 1,00 #NUM! 15,5 1,00
16,0 - 16,9 32 0 32 1,00 #NUM! 16,5 1,00
17,0 - 17,9 18 0 18 1,00 #NUM! 17,5 1,00
18,0 - 18,9 4 0 4 1,00 #NUM! 18,5 1,00
19,0 - 19,9 1 0 1 1,00 #NUM! 19,5 1,00
S1 (Intercept)/a = 20,68 L25% = 11,06
S2 (Slope)/b = -1,77 L50%= 11,68
L75% = 12,30
238
8. Baronang
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
8,0 - 8,9 0 4 4 0,00 #DIV/0! 8,5 0,00
9,0 - 9,9 0 15 15 0,00 #DIV/0! 9,5 0,00
10,0 - 10,9 0 19 19 0,00 #DIV/0! 10,5 0,00
11,0 - 11,9 0 16 16 0,00 #DIV/0! 11,5 0,00
12,0 - 12,9 1 25 26 0,04 3,22 12,5 0,02
13,0 - 13,9 1 23 24 0,04 3,14 13,5 0,09
14,0 - 14,9 2 9 11 0,18 1,50 14,5 0,39
15,0 - 15,9 22 2 24 0,92 -2,40 15,5 0,80
16,0 - 16,9 52 0 52 1,00 #NUM! 16,5 0,96
17,0 - 17,9 48 0 48 1,00 #NUM! 17,5 0,99
18,0 - 18,9 24 0 24 1,00 #NUM! 18,5 1,00
19,0 - 19,9 14 0 14 1,00 #NUM! 19,5 1,00
20,0 - 20,9 4 0 4 1,00 #NUM! 20,5 1,00
21,0 - 21,9 8 0 8 1,00 #NUM! 21,5 1,00
22,0 - 22,9 9 0 9 1,00 #NUM! 22,5 1,00
23,0 - 29,9 5 0 5 1,00 #NUM! 23,5 1,00
S1 (Intercept)/a = 27,24 L25% = 14,14
S2 (Slope)/b = -1,85 L50%= 14,74
L75% = 15,33
239
9. Baracuda
Jumlah Jumlah SL Obs. SL Est.
Interval Jumlah Ln Titik
dalam dalam Bag. Bag.
Panjang Total (1/SL-1) Tengah
Kantong Penutup Yang yang
(cm) (ekor) (y) (x)
(ekor) (ekor) Tertahan Tertahan
11,5 - 11,9 0 1 1 0,00 #DIV/0! 11,5 0,04
12,0 - 12,9 0 2 2 0,00 #DIV/0! 12,5 0,05
13,0 - 13,9 0 2 2 0,00 #DIV/0! 13,5 0,07
14,0 - 14,9 0 9 9 0,00 #DIV/0! 14,5 0,09
15,0 - 15,9 0 5 5 0,00 #DIV/0! 15,5 0,11
16,0 - 16,9 3 16 19 0,16 1,67 16,5 0,15
17,0 - 17,9 3 16 19 0,16 1,67 17,5 0,19
18,0 - 18,9 2 6 8 0,25 1,10 18,5 0,23
19,0 - 19,9 2 0 2 1,00 #NUM! 19,5 0,29
20,0 - 20,9 4 0 4 1,00 #NUM! 20,5 0,35
21,0 - 21,9 5 0 5 1,00 #NUM! 21,5 0,42
22,0 - 22,9 4 0 4 1,00 #NUM! 22,5 0,49
23,0 - 23,9 3 0 3 1,00 #NUM! 23,5 0,56
24,0 - 24,9 6 0 6 1,00 #NUM! 24,5 0,63
25,0 - 25,9 12 0 12 1,00 #NUM! 25,5 0,69
26,0 - 26,9 9 0 9 1,00 #NUM! 26,5 0,75
27,0 - 27,9 2 0 2 1,00 #NUM! 27,5 0,80
28,0 - 28,9 8 0 8 1,00 #NUM! 28,5 0,84
29,0 - 29,9 3 0 3 1,00 #NUM! 29,5 0,88
30,0 - 30,9 4 0 4 1,00 #NUM! 30,5 0,91
31,0 -31,9 1 0 1 1,00 #NUM! 31,5 0,93
32,0 -32,9 1 0 1 1,00 #NUM! 32,5 0,94
S1 (Intercept)/a = 6,52 L25% = 18,83
S2 (Slope)/b = -0,29 L50%= 22,65
L75% = 26,47
240
Lampiran 31 Hasil analisis trophlab setiap jenis ikan di habitat muara sungai
selama penelitian
No A B C D TL SE No A B C D TL SE
1 1 1 3,96 0,59 46 1 1 3,55 0,49
2 1 1 3,55 0,49 47 1 1 3,28 0,32
3 1 3,06 0,26 48 1 1 3,28 0,32
4 2 3,06 0,26 49 1 1 3,31 0,44
5 1 3,06 0,26 50 1 1 4,04 0,70
6 1 3,50 0,37 51 1 3,60 0,59
7 1 3,60 0,59 52 2 1 4,01 0,62
8 1 1 3,55 0,49 53 1 1 4,08 0,71
9 1 1 1 3,40 0,42 54 1 1 3,55 0,49
10 1 3,06 0,26 55 1 3,50 0,37
11 1 1 3,28 0,32 56 1 1 4,04 0,70
12 1 1 4,01 0,61 57 1 1 4,03 0,70
13 1 1 3,34 0,45 58 1 1 3,34 0,45
14 2 3,06 0,26 59 1 1 3,99 0,61
15 1 1 3,28 0,32 60 1 1 3,28 0,32
16 1 1 4,01 0,62 61 1 1 3,91 0,58
17 2 1 4,07 0,71 62 1 3,60 0,59
18 1 3,60 0,59 63 1 1 3,28 0,32
19 1 1 4,01 0,61 64 1 3,60 0,59
20 1 3,06 0,26 65 1 1 4,03 0,70
21 1 1 1 3,40 0,43 66 1 1 3,28 0,32
22 1 1 3,71 0,55 67 2 1 4,01 0,62
23 1 1 3,55 0,49 68 1 3,06 0,26
24 1 3,06 0,26 69 1 3,50 0,37
25 1 3,06 0,26 70 1 3,60 0,59
26 1 1 3,36 0,46 71 1 1 3,55 0,49
27 1 3,50 0,37 72 1 2 4,04 0,63
28 1 3,06 0,26 73 1 1 3,97 0,60
29 1 1 1 3,68 0,51 74 1 1 3,55 0,49
30 1 3,06 0,26 75 1 1 3,55 0,49
31 1 1 4,02 0,62 76 1 3,60 0,59
32 1 3,60 0,59 77 1 3,06 0,26
33 2 4,50 0,80 78 1 1 1 3,87 0,60
34 1 1 4,00 0,61 79 1 2 1 3,68 0,51
35 1 1 3,55 0,49 80 1 3,50 0,37
36 1 3,06 0,26 81 2 1 3,55 0,49
37 1 4,50 0,80 82 1 3,06 0,26
38 1 1 1 1 3,71 0,56 83 1 3,06 0,26
39 1 1 1 3,37 0,42 84 2 1 1 3,90 0,61
40 2 1 4,02 0,69 85 1 1 3,98 0,60
41 1 3,50 0,37 86 2 1 1 3,85 0,60
42 1 2 3,55 0,49 87 1 3,60 0,59
43 1 1 3,98 0,60 88 1 2 1 3,68 0,51
44 1 1 3,98 0,60 89 1 1 4,06 0,70
45 2 1 3,99 0,61
Rata-rata TL = 3,60
Rata-rata SE = 0,49
A = bony fish B = other benth. invertebrates
C = shrimps /prawns D = polychaetes
TL = trophlab SE = Standar error
241
No A B C D E TL SE No A B C D E TL SE
1 3 1 2,00 0,00 36 4 1 2,00 0,00
2 1 2,00 0,00 37 1 2 1 2,48 0,19
3 3 1 2,55 0,18 38 1 4,50 0,80
4 3 1 1 2,51 0,20 39 3 1 2,00 0,00
5 2 2,00 0,00 40 6 1 2,71 0,24
6 1 3,50 0,37 41 1 1 3,12 0,51
7 1 3,06 0,26 42 3 2 2,00 0,00
8 1 2,00 0,00 43 3 1 1 3,35 0,49
9 2 1 2,00 0,00 44 1 2,00 0,00
10 2 2 1 2,47 0,19 45 6 1 1 2,53 0,20
11 1 1 2,72 0,24 46 4 1 2,57 0,18
12 3 2,00 0,00 47 2 2 1 2,55 0,20
13 2 1 2,72 0,24 48 3 1 1 2,49 0,19
14 3 2,00 0,00 49 1 2,00 0,00
15 1 1 1 2,81 0,42 50 2 1 1 2,85 0,25
16 5 1 1 2,51 0,20 51 1 1 3,74 0,56
17 4 2 2,00 0,00 52 1 2,00 0,00
18 3 1 2,00 0,00 53 2 2,00 0,00
19 1 1 3,78 0,58 54 3 2,00 0,00
20 2 1 3,39 0,57 55 2 3,50 0,37
21 6 2 1 2,41 0,17 56 1 1 3,34 0,56
22 1 2,00 0,00 57 3 2 1 2,82 0,25
23 3 2,00 0,00 58 5 2 2,00 0,00
24 6 2,00 0,00 59 3 2,00 0,00
25 4 2,00 0,00 60 1 2,00 0,00
26 2 2 2,68 0,24 61 1 1 4,02 0,62
27 1 1 1 2,86 0,25 62 3 2 2,00 0,00
28 3 2 2,00 0,00 63 6 2 2,00 0,00
29 2 1 2,84 0,26 64 1 3,06 0,26
30 1 1 2,00 0,00 65 1 3,50 0,37
31 1 1 3,42 0,58 66 3 1 1 2,52 0,20
32 3 1 1 2,85 0,25 67 5 1 3,18 0,52
33 4 2 2,00 0,00
34 1 1 3,16 0,52
35 5 1 2 2,34 0,13
Rata-rata TL = 2,56
Rata-rata SE = 0,19
A = benthic algae/weeds
B = polychaetes
C = debris
D = bony fish
E = other benth. Invertebrates
TL = trophlab
SE = standar error
242
Ikan kerong-kerong
No A B C D TL SE No A B C D TL SE
1 1 3,50 0,60 36 2 3,50 0,60
2 1 2 3,55 0,59 37 1 4,02 0,71
3 2 2 3,69 0,57 38 1 3,60 0,59
4 1 2 4,03 0,71 39 2 3,97 0,70
5 1 1 3,26 0,41 40 1 1 4,50 0,80
6 1 1 3,69 0,57 41 1 3,27 0,42
7 1 3,55 0,60 42 1 4,03 0,71
8 1 1 4,04 0,71 43 1 1 3,68 0,56
9 2 1 3,67 0,56 44 1 3,60 0,59
10 1 3,60 0,59 45 1 3,50 0,60
11 1 3,60 0,59 46 1 1 3,97 0,70
12 1 3,92 0,69 47 1 1 4,08 0,72
13 2 1 3,98 0,70 48 1 3,98 0,70
14 1 1 3,60 0,59 49 2 3,50 0,60
15 2 1 4,02 0,71 50 1 3,50 0,60
16 2 1 3,98 0,70 51 1 2 3,99 0,70
17 1 3,55 0,59 52 1 3,50 0,60
18 1 2 4,50 0,80 53 1 4,00 0,70
19 2 4,03 0,71 54 1 3,60 0,59
20 1 3,60 0,59 55 2 3,98 0,70
21 2 1 4,05 0,70 56 1 1 3,60 0,59
22 1 1 4,02 0,71 57 3,50 0,60
23 1 1 4,05 0,70 58 1 1 4,05 0,70
24 2 3,60 0,59 59 1 3,50 0,60
25 2 4,01 0,71 60 1 2 3,98 0,70
26 2 3,97 0,70 61 1 1 3,29 0,39
27 1 4,02 0,71 62 1 3,60 0,59
28 2 1 4,50 0,80 63 1 3,60 0,59
29 1 3,50 0,60 64 1 1 4,02 0,71
30 1 3,60 0,59 65 1 1 4,05 0,70
31 1 1 3,99 0,70 66 1 1 4,02 0,71
32 2 3,50 0,60 67 1 3 4,02 0,71
33 1 1 3,72 0,53 68 1 3,91 0,69
34 1 1 3,99 0,70 69 1 3,60 0,59
35 1 3,60 0,59
Rata-rata TL = 3,80
Rata-rata SE = 0,64
A = bony fish
B = shrimps/prawns
C = plank. copepods
D = crabs
TL = trophlab
SE = standar error
243
Ikan Kapas-kapas
No A B C TL SE No A B C TL SE
1 1 1 3,30 0,32 45 2 1 2,74 0,25
2 1 3,50 0,37 46 1 3,06 0,26
3 1 2,00 0,00 47 1 3,06 0,26
4 1 3,50 0,37 48 3 1 2,82 0,26
5 1 1 2,51 0,17 49 1 1 2,78 0,25
6 1 1 2,67 0,23 50 1 3,50 0,37
7 1 3,50 0,37 51 2 3,50 0,37
8 1 3,50 0,37 52 1 3,50 0,37
9 1 1 2,47 0,16 53 2 3,50 0,37
10 2 1 2,75 0,25 54 1 1 2,75 0,25
11 1 1 2,80 0,26 55 1 1 2,81 0,26
12 1 1 3,28 0,32 56 2 1 2,81 0,26
13 2 1 2,76 0,25 57 2 1 2,75 0,25
14 1 2 2,76 0,25 58 2 2,00 0,00
15 1 1 1 2,91 0,26 59 2 1 2,75 0,25
16 1 3,50 0,37 60 1 3,50 0,37
17 1 2,00 0,00 61 2 3,50 0,37
18 1 2 2,70 0,24 62 1 3,50 0,37
19 2 1 1 2,84 0,25 63 1 3,50 0,37
20 2 2,00 0,00 64 2 1 1 2,84 0,25
21 1 1 2,72 0,24 65 1 1 2,80 0,26
22 2 1 2,77 0,25 66 3 1 3,26 0,31
23 2 2 2,78 0,26 67 2 1 1 2,89 0,26
24 2 1 2,83 0,26 68 1 1 1 2,92 0,27
25 2 2,00 0,00 69 2 1 2,67 0,23
26 2 2,00 0,00 70 2 1 1 2,85 0,25
27 2 3,50 0,37 71 2 3,50 0,37
28 1 1 2,54 0,18 72 1 1 2,69 0,24
29 1 1 2,76 0,25 73 1 1 1 2,78 0,24
30 2 2 2,73 0,25 74 2 1 2,68 0,24
31 1 3,50 0,37 75 2 1 2,51 0,17
32 1 2,00 0,00 76 1 1 2,70 0,24
33 2 3,50 0,37 77 1 2 2,76 0,25
34 1 1 2,72 0,24 78 1 1 1 2,83 0,25
35 1 2 2,70 0,24 79 2 1 2,78 0,25
36 1 1 2,81 0,26 80 1 2 2,79 0,26
37 1 2 2,78 0,26 81 1 2,00 0,00
38 1 1 1 2,84 0,25 82 1 1 3,27 0,31
39 2 1 2,76 0,25 83 1 1 3,30 0,32
40 1 1 2,80 0,26 84 1 2,00 0,00
41 2 1 1 2,85 0,25
42 1 3,50 0,37
43 1 1 2,76 0,25
44 2 3,50 0,37
Rata-rata TL = 2,88
Rata-rata SE = 0,25
A = other benth. invertebrates
B = debris
C = polychaetes
TL = trophlab
SE = standar error
244
Ikan Lencam
NO A B C D E F TL SE
1 2 1 1 4,14 0,67
2 1 1 1 4,50 0,68
3 1 1 4,07 0,44
4 2 1 4,50 0,80
5 1 1 4,50 0,59
6 1 3,50 0,37
7 1 1 3,81 0,32
8 1 3,06 0,26
9 1 1 1 4,21 0,71
10 2 1 4,50 0,80
11 1 3,50 0,37
12 1 1 1 4,50 0,69
13 1 2 4,50 0,80
14 2 1 4,50 0,80
15 1 1 4,03 0,37
16 2 1 1 3,99 0,51
17 2 2 1 4,14 0,67
18 1 1 3,79 0,32
19 1 3,06 0,26
20 1 1 3,99 0,37
21 1 1 4,50 0,80
22 1 1 1 4,21 0,71
23 2 1 1 4,50 0,67
24 2 1 3,55 0,44
25 1 1 4,50 0,80
26 1 3,06 0,26
27 1 1 1 4,15 0,67
28 1 2 4,50 0,63
29 1 1 2 3,60 0,33
30 1 2 1 3,98 0,51
31 1 2 4,01 0,44
32 1 1 1 3,65 0,34
33 1 1 2 3,85 0,57
34 2 1 4,06 0,44
35 1 1 1 1 3,90 0,60
36 1 1 4,07 0,44
Rata-rata TL = 4,02
Rata-rata SE = 0,54
A = squids/cuttlefish
B = other finfish
C = polychaetes
D = bony fish
E = other mollusks
F = other benth. crustaceans
TL = trophlab
SE = standar error
N = 45 ekor
245
Ikan Pepetek
No A B C D E F G TL SE No A B C D E F G TL SE
1 1 1 2,65 0,29 51 1 1 1 3,06 0,39
2 1 1 1 2,93 0,36 52 1 1 1 2,55 0,26
3 1 1 2,52 0,17 53 2 3,40 0,45
4 1 1 2,00 0,00 54 2 1 2,51 0,17
5 1 2,00 0,00 55 1 1 2,83 0,34
6 1 1 3,50 0,47 56 1 1 1 2,00 0,00
7 1 1 1 2,00 0,00 57 1 1 1 2,97 0,37
8 1 1 1 2,00 0,00 58 1 1 3,50 0,48
9 1 1 2,00 0,00 59 1 1 3,36 0,41
10 1 1 1 3,09 0,40 60 1 1 2 2,98 0,37
11 1 1 3,24 0,37 61 2 3,40 0,45
12 1 1 1 1 3,00 0,35 62 1 1 1 2,00 0,00
13 2 1 2,00 0,00 63 1 1 3,49 0,47
14 1 1 2 2,98 0,37 64 1 1 2 2,99 0,38
15 1 2 2 3,03 0,38 65 2 1 2 1 2,78 0,33
16 2 1 1 3,00 0,38 66 1 2 2,67 0,29
17 1 1 3,50 0,47 67 1 2 3,49 0,47
18 2 1 3,50 0,47 68 1 2 1 2,97 0,37
19 1 1 2,00 0,00 69 1 2,00 0,00
20 1 1 2,00 0,00 70 1 2 2,00 0,00
21 1 1 1 3,07 0,39 71 1 1 2,53 0,17
22 1 1 2,61 0,19 72 1 1 2,72 0,31
23 1 1 1 2,46 0,24 73 2 2 3,50 0,48
24 2 1 2 3,00 0,38 74 1 1 2 2,91 0,36
25 1 1 1 2,00 0,00 75 1 2,00 0,00
26 2 1 2,76 0,33 76 1 2,00 0,00
27 1 1 1 2,85 0,29 77 1 1 2,00 0,00
28 1 1 1 3,00 0,38 78 1 2,00 0,00
29 1 2,00 0,00 79 2 2,00 0,00
30 1 1 1 3,06 0,39 80 1 2 3,51 0,48
31 2 1 3,50 0,48 81 1 1 2 2,54 0,26
32 2 1 1 3,00 0,38 82 2 1 3,49 0,47
33 1 1 1 2,00 0,00 83 1 1 2,52 0,17
34 1 2 3,50 0,48 84 1 2,00 0,00
35 1 1 3,50 0,48 85 1 1 1 2,44 0,23
36 2 1 3,51 0,48 86 1 1 1 2,99 0,37
37 1 1 1 2,34 0,13 87 2 3,40 0,45
38 1 1 1 1 2,77 0,32 88 1 1 2 3,02 0,38
39 1 1 1 2,00 0,00 89 1 3,40 0,45
40 1 2,00 0,00 90 2 1 2,83 0,34
41 1 1 3,49 0,47 91 1 1 2,00 0,00
42 2 2 3,50 0,48 92 1 2 1 2,45 0,24
43 1 1 1 2,00 0,00 93 2 1 1 2,99 0,37
44 1 1 3,50 0,47 94 1 1 2,95 0,37
45 1 1 1 2,00 0,00 95 1 2 3,50 0,47
46 1 1 2,00 0,00 96 1 1 1 2,00 0,00
47 1 1 2,00 0,00 97 1 3,40 0,45
48 1 1 2,00 0,00 98 1 1 2,60 0,19
49 1 2,00 0,00 99 1 1 3,50 0,48
50 1 1 1 2,96 0,37 100 1 1 1 3,05 0,39
246
No A B C D E F G TL SE
101 1 2 1 3,01 0,38
102 1 1 2,00 0,00
103 1 1 1 1 2,75 0,32
104 2 1 1 3,07 0,39
105 1 1 3,51 0,48
106 1 2 2,74 0,32
107 1 3,40 0,45
108 2 1 3,50 0,48
109 1 1 2 2,82 0,29
110 1 2 1 1 2,81 0,33
111 1 2 3,51 0,48
112 1 1 2 3,00 0,38
113 2 1 1 2,00 0,00
114 1 1 2,00 0,00
115 1 1 1 2,98 0,37
116 1 1 1 2,00 0,00
117 2 1 2,68 0,30
118 1 1 1 2,00 0,00
119 2 2 3,50 0,47
120 1 1 2,00 0,00
121 1 2 1 3,02 0,38
122 1 1 1 2,91 0,31
123 2 1 2,71 0,30
124 1 2 3,50 0,48
125 1 1 1 1 2,78 0,33
126 1 2,00 0,00
127 1 1 2,84 0,34
128 1 1 3,51 0,48
129 1 2,00 0,00
130 1 1 2,89 0,36
131 1 2,00 0,00
Rata-rata TL = 2,73
Rata-rata SE = 0,26
A = dinoflagellates
B = benthic algae/weeds
C = other plank. invertebrates
D = debris
E = other molluska
F = polychaetes
G = diatoms
TL = trophlab
SE = standar error
247
Ikan Kuwe
No A B C D E TL SE
1 1 1 4,50 0,80
2 1 4,50 0,80
3 1 1 4,04 0,70
4 1 1 3,76 0,54
5 1 1 3,75 0,54
6 2 1 4,50 0,80
7 1 4,50 0,80
8 1 1 1 4,50 0,80
9 1 1 1 4,20 0,73
10 2 1 4,50 0,80
11 1 1 4,03 0,70
12 1 1 1 4,50 0,80
13 1 2 4,50 0,80
14 1 4,50 0,80
15 1 1 3,79 0,56
16 1 1 1 4,20 0,74
17 1 1 3,29 0,39
18 1 1 3,79 0,56
19 1 1 4,08 0,71
20 1 1 1 3,95 0,62
21 1 4,50 0,80
22 1 4,50 0,80
23 1 1 1 4,21 0,74
24 1 1 3,71 0,52
25 1 4,50 0,80
26 1 1 1 3,90 0,60
27 1 2 4,50 0,80
28 2 4,50 0,80
29 1 1 3,78 0,55
30 1 1 1 4,50 0,80
31 1 1 4,04 0,70
32 1 1 3,70 0,52
33 1 1 4,02 0,69
34 1 4,50 0,80
35 1 4,50 0,80
36 1 1 4,50 0,80
37 1 2 3,81 0,56
38 1 4,50 0,80
39 1 2 4,50 0,80
40 1 1 1 3,68 0,55
Rata-rata TL = 4,19
Rata-rata SE = 0,71
A = fish eggs/larvae
B = benth. copepods
C = bony fish
D = shrimps/prawns
E = other finfish
TL = trophlab
SE = standar error
248
Ikan Baronang
No A B C TL SE
1 5 3 1 2,83 0,29
2 2 2,00 0,00
3 1 3,06 0,26
4 5 2,00 0,00
5 3 3,40 0,45
6 3 1 2,52 0,17
7 4 2 2,68 0,30
8 6 2,00 0,00
9 4 1 1 2,85 0,29
10 3 2 2,71 0,30
11 5 2 2,54 0,18
12 4 2 2,66 0,29
13 3 2,00 0,00
14 3 2 1 2,79 0,28
15 1 2,00 0,00
16 4 1 2,68 0,30
17 2 2,00 0,00
18 5 1 2,73 0,31
19 2 1 2,49 0,17
20 4 1 2,75 0,31
21 1 2,00 0,00
22 3 1 2,64 0,29
23 2 2,00 0,00
24 1 2,00 0,00
25 2 2 1 2,83 0,29
26 3 1 2,69 0,30
27 2 1 2,76 0,32
28 4 2,00 0,00
29 3 2,00 0,00
30 3 1 2,72 0,31
31 2 1 2,54 0,18
32 2 1 3,22 0,36
33 3 3,40 0,45
34 1 3,06 0,26
35 3 1 1 2,83 0,29
36 1 3,06 0,26
37 1 1 2,67 0,29
38 3 2,00 0,00
39 2 2,00 0,00
40 4 2,00 0,00
41 3 2,00 0,00
42 4 1 1 2,81 0,29
43 5 2,00 0,00
44 2 2,00 0,00
45 1 2 2,69 0,30
Rata-rata TL = 2,50
Rata-rata SE = 0,18
A = benthic algae/weeds
B = other plank. Invertebrates s
C = polychaetes
TL = trophlab
SE = standar error
249
Ikan Barakuda
No A B C D TL SE
1 2 1 4,07 0,70
2 1 1 4,50 0,80
3 1 1 4,09 0,71
4 1 1 4,04 0,70
5 2 1 1 4,19 0,60
6 1 1 4,04 0,70
7 1 1 4,03 0,70
8 1 1 1 4,18 0,59
9 2 1 4,03 0,70
10 1 1 4,03 0,70
11 2 1 1 4,22 0,60
12 1 1 4,50 0,80
13 2 4,50 0,80
14 1 4,50 0,80
15 1 1 4,01 0,69
16 1 4,50 0,37
17 1 1 4,50 0,62
18 2 1 4,05 0,70
19 1 4,50 0,80
20 1 2 1 4,27 0,75
21 1 4,50 0,80
22 1 1 1 4,19 0,73
23 1 1 4,05 0,70
24 1 1 4,05 0,49
25 1 4,50 0,80
26 1 1 4,01 0,69
27 1 4,50 0,80
28 1 1 4,50 0,60
29 1 4,50 0,80
30 1 1 4,50 0,60
31 1 1 4,06 0,70
32 1 1 4,02 0,69
33 2 4,50 0,80
34 1 4,50 0,80
Rata-rata TL = 4,27
Rata-rata SE = 0,70
A = fish eggs /larvae
B = bony fish
C = shrimps /prawns
D = squids/cuttlefish
TL = trophlab
SE = standar error
250
Lampiran 32 Hasil analisis trophlab setiap jenis ikan di habitat mangrove selama
penelitian
No A B C D TL SE No A B C D TL SE
1 1 1 1 3,37 0,42 44 2 3,06 0,26
2 1 2 3,55 0,49 45 1 3,60 0,59
3 1 1 3,32 0,44 46 1 4,50 0,80
4 1 1 3,28 0,32 47 1 3,60 0,59
5 1 3,60 0,59 48 1 1 3,55 0,49
6 1 1 3,55 0,49 49 1 3,50 0,37
7 1 3,06 0,26 50 1 1 3,28 0,32
8 1 2 4,04 0,70 51 1 3,50 0,37
9 1 3,60 0,59 52 1 1 3,87 0,60
10 2 3,50 0,37 53 1 1 3,55 0,49
11 1 3,06 0,26 54 1 2 3,34 0,45
12 1 3,06 0,26 55 2 3,06 0,26
13 1 3,06 0,26 56 1 1 3,28 0,32
14 1 1 3,55 0,49 57 2 3,50 0,37
15 1 3,06 0,26 58 1 2 3,98 0,60
16 1 1 1 3,40 0,43 59 1 2 3,55 0,49
17 1 3,50 0,37 60 1 3,06 0,26
18 2 3,60 0,59 61 1 1 3,34 0,45
19 1 3,60 0,59 62 1 1 3,55 0,49
20 1 1 3,99 0,61 63 1 3,50 0,37
21 1 3,60 0,59 64 1 3,06 0,26
22 1 1 1 3,68 0,51 65 1 1 4,03 0,70
23 1 1 3,28 0,32 66 1 1 3,55 0,49
24 2 3,60 0,59 67 1 1 3,55 0,49
25 2 3,50 0,37 68 1 1 4,02 0,62
26 1 1 3,55 0,49 69 1 3,06 0,26
27 1 1 1 1 3,71 0,56 70 1 3,60 0,59
28 1 1 3,36 0,46 71 1 1 1 3,68 0,51
29 1 2 4,06 0,70 72 1 1 1 3,68 0,51
30 1 1 3,28 0,32 73 1 1 1 3,87 0,61
31 1 3,60 0,59 74 1 1 3,99 0,61
32 2 3,50 0,37 75 2 3,60 0,59
33 1 3,06 0,26 76 2 3,50 0,37
34 1 3,50 0,37 77 1 1 1 1 3,71 0,55
35 1 3,06 0,26 78 2 3,06 0,26
36 1 1 4,01 0,62 79 1 1 3,55 0,49
37 1 1 4,02 0,69 80 1 1 3,98 0,60
38 1 3,50 0,37 81 1 1 1 3,85 0,60
39 1 3,50 0,37 82 1 1 1 3,90 0,61
40 1 4,50 0,80 83 2 3,06 0,26
41 2 3,06 0,26 84 2 3,06 0,26
42 1 1 1 3,68 0,51 85 1 1 3,34 0,45
43 1 2 4,00 0,61 86 1 1 3,31 0,44
44 2 3,06 0,26 87 1 1 3,55 0,49
88 2 3,50 0,37
Rata-rata TL = 3,53
Rata-rata SE = 0,46
A = bony fish D = polychaetes
B = other benth. Invertebrates TL = trophlab
C = shrimps /prawns SE = Standar error
251
No A B C D E TL SE No A B C D E TL SE
1 2 1 1 2,82 0,25 44 1 1 1 2,51 0,20
2 2 1 3,42 0,58 45 2 1 2,00 0,00
3 1 1 1 2,51 0,20 46 1 1 1 2,55 0,20
4 2 1 2,68 0,24 47 2 3,50 0,37
5 1 1 1 2,85 0,25 48 1 1 4,02 0,62
6 2 2,00 0,00 49 2 3,06 0,26
7 1 1 1 2,49 0,19 50 2 1 3,34 0,56
8 2 1 3,74 0,56 51 1 1 2,34 0,13
9 1 1 2,00 0,00 52 2 1 3,23 0,53
10 1 1 3,34 0,56 53 1 2 2,84 0,26
11 1 1 1 2,53 0,20 54 2 1 1 2,52 0,20
12 3 2,00 0,00 55 2 1 2,72 0,24
13 1 1 1 2,52 0,20 56 1 1 3,16 0,52
14 1 1 1 2,86 0,25 57 1 1 1 2,86 0,25
15 1 1 1 2,53 0,20 58 1 1 3,78 0,58
16 2 1 2,55 0,18 59 4 2,00 0,00
17 1 1 1 2,00 0,00 60 2 3 2,00 0,00
18 2 1 1 2,41 0,17 61 1 3,06 0,26
19 1 1 1 2,48 0,19 62 1 3 1 2,51 0,20
20 2 1 3,39 0,57 63 3 1 3,18 0,52
21 2 3,06 0,26 64 1 3,50 0,37
22 4 2,00 0,00 65 1 4,50 0,80
23 2 2 2,00 0,00 66 1 1 1 2,82 0,25
24 2 2,00 0,00 67 2 2,00 0,00
25 2 1 2,71 0,24 68 3 1 1 2,34 0,13
26 2 3 2,00 0,00 69 2 3 2,00 0,00
27 1 2 2,00 0,00 70 2 1 1 2,82 0,25
28 2 1 1 2,48 0,19 71 2 1 1 2,85 0,25
29 1 2 2,00 0,00 72 1 1 1 2,85 0,25
30 2 1 2,00 0,00 73 4 2,00 0,00
31 1 1 1 2,34 0,13 74 1 1 3,12 0,51
32 1 1 2,00 0,00 75 2 1 1 2,85 0,25
33 3 2,00 0,00 76 3 1 1 2,41 0,17
34 2 1 2,55 0,18 77 1 3,06 0,26
35 1 1 1 2,85 0,25 78 2 5 2,00 0,00
36 2 3,06 0,26 79 4 2,00 0,00
37 3 2,00 0,00 80 1 3,06 0,26
38 2 1 1 2,51 0,20 81 3 1 2,71 0,24
39 1 2 3,39 0,57 82 1 1 1 2,85 0,25
40 1 1 3,39 0,57 83 2 1 2,57 0,18
41 2 1 1 2,85 0,25 84 1 1 1 2,55 0,20
42 3 1 2,72 0,24 85 2 2,00 0,00
43 1 1 1 2,47 0,19
Rata-rata TL = 2,65
Rata-rata SE = 0,22
A = benthic algae/weeds C = debris
B = polychaetes D = bony fish
E = other benth. Invertebrates
TL = trophlab
SE = standar error
252
Ikan kerong-kerong
No A B C D TL SE No A B C D TL SE
1 2 1 4,05 0,70 47 2 1 1 3,68 0,56
2 1 1 3,55 0,59 48 3 3,60 0,59
3 2 3,60 0,59 49 2 3,60 0,59
4 2 1 4,05 0,70 50 1 1 3,55 0,59
5 1 1 3,99 0,70 51 3 1 4,00 0,70
6 2 3,60 0,59 52 1 1 3,97 0,70
7 2 1 4,01 0,71 53 4 3,60 0,59
8 1 1 4,01 0,71 54 1 1 3,55 0,59
9 2 4,50 0,80 55 1 2 4,05 0,70
10 3 3,60 0,59 56 2 3,60 0,59
11 2 1 4,02 0,71 57 1 3,60 0,59
12 2 1 4,00 0,70 58 2 1 4,05 0,70
13 2 1 3,26 0,41 59 1 1 3,55 0,59
14 1 3,60 0,59 60 1 1 3,24 0,40
15 1 1 1 3,74 0,59 61 2 3,60 0,59
16 3 4,50 0,80 62 3 3,60 0,59
17 2 2 3,31 0,41 63 2 1 4,05 0,70
18 2 1 3,31 0,40 64 3 1 3,99 0,70
19 1 1 4,08 0,72 65 1 1 3,55 0,59
20 3 3,60 0,59 66 1 3,50 0,60
21 2 1 4,05 0,70 67 2 1 3,97 0,70
22 1 3,50 0,60 68 1 1 3,25 0,40
23 1 1 3,27 0,37 69 2 1 4,01 0,71
24 2 1 4,05 0,70 70 2 1 3,29 0,39
25 1 1 3,99 0,70 71 1 1 4,05 0,70
26 1 3,50 0,60 72 1 4,50 0,80
27 2 1 3,25 0,40 73 1 4,50 0,80
28 2 3,60 0,59 74 3 1 4,01 0,71
29 1 1 1 3,67 0,56 75 4 4,50 0,80
30 1 3,60 0,59 76 1 1 3,26 0,41
31 4 4,50 0,80 77 3 1 4,05 0,70
32 2 3,60 0,59 78 1 3,50 0,60
33 3 3,60 0,59 79 2 1 3,72 0,53
34 3 3,60 0,59 80 3 1 4,05 0,70
35 3 1 4,05 0,71 81 1 3,50 0,60
36 2 3,60 0,59 82 2 2 4,05 0,70
37 1 1 3,29 0,44 83 4 1 4,03 0,71
38 1 3,60 0,59 84 1 3,50 0,60
39 2 1 4,05 0,70 85 1 1 3,99 0,70
40 2 1 3,29 0,39 86 3 1 4,05 0,70
41 1 1 3,28 0,43 87 3 1 4,02 0,71
42 2 1 3,55 0,59 88 1 1 3,99 0,70
43 2 1 4,01 0,71 89 5 4,50 0,80
44 1 1 3,98 0,70 90 3 1 4,05 0,70
45 2 1 3,25 0,40 91 1 3,50 0,60
46 2 1 4,01 0,71 92 2 1 3,29 0,39
Rata-rata TL = 3,77
Rata-rata SE = 0,62
A = bony fish C = plank. copepods
B = shrimps/prawns D = crabs
TL = trophlab
SE = standar error
253
Ikan Kapas-kapas
No A B C TL SE No A B C TL SE
1 2 2,00 0,00 32 1 2 2,76 0,25
2 1 1 1 2,85 0,25 33 1 1 1 2,89 0,26
3 2 3,06 0,26 34 1 1 2,70 0,24
4 1 1 2,84 0,25 35 1 1 1 2,78 0,24
5 1 2 2,76 0,25 36 2 3,06 0,26
6 1 1 1 2,83 0,25 37 1 1 1 2,84 0,25
7 2 3,50 0,37 38 1 1 1 2,85 0,25
8 1 1 2,78 0,26 39 2 2,00 0,00
9 3 2,00 0,00 40 1 2 2,80 0,26
10 1 1 2,54 0,18 41 1 1 1 2,84 0,25
11 1 2,00 0,00 42 2 1 3,27 0,31
12 1 2 2,78 0,25 43 1 3,06 0,26
13 1 1 2,68 0,24 44 1 2 2,73 0,25
14 2 2,00 0,00 45 1 3,06 0,26
15 1 1 2,77 0,25 46 2 3,50 0,37
16 2 2,00 0,00 47 1 1 2,51 0,17
17 2 1 2,47 0,16 48 2 1 2,51 0,17
18 1 1 1 2,89 0,26 49 3 2,00 0,00
19 2 2,00 0,00 50 1 2 3,30 0,32
20 1 2,00 0,00 51 1 1 2,67 0,23
21 4 2,00 0,00 52 1 2 2,75 0,25
22 1 2 2,76 0,25 53 1 3,06 0,26
23 1 3,06 0,26 54 2 1 2,82 0,26
24 1 3 2,70 0,24 55 1 2 2,80 0,26
25 1 1 1 2,91 0,26 56 1 1 1 2,83 0,25
26 2 3,50 0,37 57 2 1 2,74 0,25
27 1 3 2,75 0,25 58 2 1 2,81 0,26
28 1 3,06 0,26 59 1 3,06 0,26
29 1 3,06 0,26 60 1 1 3,26 0,31
30 1 1 2,70 0,24 61 2 2 2,67 0,23
31 1 3 2,75 0,25 62 3 2,00 0,00
Rata-rata TL = 2,72
Rata-rata SE = 0,21
A = other benth. invertebrates
B = debris
C = polychaetes
TL = trophlab
SE = standar error
254
Ikan Lencam
No A B C D E F TL SE
1 1 1 1 1 3,90 0,60
2 1 2 3,60 0,33
3 2 3,50 0,50
4 1 1 1 4,11 0,54
5 1 1 1 3,89 0,62
6 1 2 1 3,65 0,34
7 1 1 4,05 0,66
8 1 1 4,50 0,80
9 2 1 3,80 0,32
10 1 1 1 3,92 0,63
11 1 1 1 1 3,94 0,63
12 1 1 1 4,14 0,67
13 1 1 3,55 0,50
14 1 3,50 0,50
15 1 1 2 4,15 0,67
16 1 1 1 4,50 0,70
17 2 1 4,50 0,61
18 1 2 4,50 0,80
19 1 2 4,03 0,44
20 1 2 4,50 0,59
21 1 1 3,55 0,50
22 1 1 3,55 0,50
23 1 3,06 0,26
24 2 1 3,98 0,44
25 1 2 3,55 0,50
26 1 2 4,50 0,80
27 1 1 1 1 3,88 0,60
28 1 3,06 0,26
29 2 1 3,76 0,32
30 1 1 1 3,60 0,33
31 1 3,06 0,26
32 2 1 3,99 0,44
33 1 3,06 0,26
34 1 1 1 4,50 0,67
35 2 1 1 4,50 0,66
36 2 1 4,50 0,80
37 2 2 3,55 0,50
38 1 2 4,50 0,62
39 1 1 4,50 0,80
40 1 1 4,07 0,44
41 1 1 1 4,50 0,69
42 1 1 2 4,50 0,70
43 2 1 4,50 0,80
44 1 1 1 1 3,90 0,61
45 2 3,06 0,26
46 2 1 1 4,06 0,53
Rata-rata TL = 3.95
Rata-rata SE = 0,54
A = squids/cuttlefish C = polychaetes
B = other finfish D = bony fish
E = other molluska F = other benth. crustaceans
TL = trophlab SE = standar error
255
Ikan Pepetek
No A B C D E F G TL SE No A B C D E F G TL SE
1 3 1 2,60 0,19 51 3 4 2,00 0,00
2 1 1 2 3,00 0,38 52 3 1 3,50 0,48
3 1 1 3,50 0,47 53 1 3,40 0,45
4 2 1 3,49 0,47 54 2 5 2,00 0,00
5 2 3,40 0,45 55 2,00 0,00
6 2 2 3 2,00 0,00 56 2,00 0,00
7 4 2,00 0,00 57 4 3,40 0,45
8 1 2 2 2,00 0,00 58 2 3,40 0,45
9 3 2 3,51 0,48 59 6 3,40 0,45
10 1 2 3 2,44 0,23 60 4 3 4 2,00 0,00
11 2 2 1 2,00 0,00 61 2 1 1 2,91 0,36
12 1 2 2 2,00 0,00 62 2 1 1 2,48 0,46
13 4 3 1 3,05 0,39 63 3 1 3,24 0,37
14 3 3 4 2,46 0,24 64 2 7 2,65 0,29
15 3 3 3,50 0,48 65 5 3,40 0,45
16 2 1 2 2,99 0,37 66 6 2,00 0,00
17 2 3,40 0,45 67 3 2 1 2,98 0,37
18 3 2 3,00 0,38 68 4 2,00 0,00
19 3 4 3 2,00 0,00 69 4 3 1 2,97 0,37
20 1 2 3,50 0,47 70 3 6 1 2,33 0,13
21 1 1 1 3,02 0,38 71 3 3 2,69 0,30
22 1 2 2,54 0,18 72 4 1 2,83 0,34
23 5 2 2,70 0,30 73 3 4 2,00 0,00
24 3 2,00 0,00 74 3 2 3,49 0,47
25 2 4 2,00 0,00 75 4 5 2,00 0,00
26 6 2,00 0,00 76 5 3 1 2,48 0,46
27 1 1 2,00 0,00 77 3 3 2,65 0,29
28 2 3 1 2,55 0,26 78 1 3 2,66 0,29
29 4 3 2,00 0,00 79 4 3,40 0,45
30 2 3 1 3,09 0,40 80 2 1 2,52 0,17
31 1 2 1 2,99 0,37 81 7 2,00 0,00
32 1 1 1 3,01 0,38 82 3 3 1 2,44 0,23
33 1 3 2 2,33 0,13 83 2 1 2,48 0,46
34 1 1 2,00 0,00 84 2 1 3,49 0,47
35 3 1 4 2,98 0,37 85 1 3,40 0,45
36 1 1 3 2,00 0,00 86 1 1 3,50 0,47
37 3 3,40 0,45 87 3 3 1 1 3,00 0,35
38 1 2 3,50 0,48 88 3 1 4 2 2,75 0,32
39 3 2 1 3 2,81 0,33 89 2 1 2,83 0,34
40 3 3 1 2,85 0,29 90 3 3 2,00 0,00
41 1 2 2 2 2,77 0,32 91 2 2,00 0,00
42 3 3,40 0,45 92 4 2 7 2,00 0,00
43 2 2 2,00 0,00 93 3 1 3,51 0,48
44 1 1 1 2,55 0,26 94 1 1 3,33 0,39
45 4 5 2,00 0,00 95 3 1 3,50 0,48
46 3 4 1 4 2,78 0,33 96 5 2,00 0,00
47 4 4 1 2,86 0,29 97 2 1 2,83 0,34
48 5 1 2,53 0,17 98 1 3,40 0,45
49 4 3,40 0,45 99 1 3,40 0,45
50 3 7 2,00 0,00 100 1 1 1 3,07 0,39
256
No A B C D E F G TL SE
101 1 1 1 2,82 0,29
102 3 3,40 0,45
103 3 7 2,00 0,00
104 6 2,00 0,00
105 4 3,40 0,45
106 4 1 7 2,98 0,37
107 4 1 3,50 0,48
108 5 7 2,00 0,00
109 4 8 2,00 0,00
110 3 2,00 0,00
111 3 2,00 0,00
112 3 1 3,51 0,48
113 2 1 3,51 0,48
114 3 7 2,00 0,00
115 1 1 3,36 0,41
116 2 1 2,83 0,34
117 2 1 3,26 0,38
118 2 2,00 0,00
119 4 5 2,00 0,00
120 3 5 2,00 0,00
121 1 1 1 3,07 0,39
122 1 2 2,69 0,30
123 3 3,40 0,45
124 2 1 2 3,00 0,38
Rata-rata TL = 2,71
Rata-rata SE = 0,25
A = dinoflagellates
B = benthic algae/weeds
C = other plank. invertebrates
D = debris
E = other molluska
F = polychaetes
G = diatoms
TL = trophlab
SE = standar error
257
Ikan Kuwe
No A B C D E TL SE No A B C D E TL SE
1 1 1 2 4,50 0,80 37 3 4,50 0,80
2 1 1 1 4,50 0,80 38 4 4,50 0,80
3 2 4,50 0,80 39 3 1 4,50 0,80
4 2 4,50 0,80 40 1 3 3,78 0,55
5 1 1 3,79 0,56 41 3 4,50 0,80
6 1 1 1 4,50 0,80 42 1 1 3,81 0,56
7 2 4,50 0,80 43 1 1 1 4,21 0,74
8 3 2 3,78 0,55 44 2 1 4,04 0,70
9 1 1 2 3,68 0,55 45 2 2 4,50 0,80
10 1 1 4,02 0,69 46 4,50 0,80
11 4 2 3,70 0,52 47 1 1 1 4,50 0,80
12 3 4,50 0,80 48 1 1 4,50 0,80
13 2 1 4,50 0,80 49 1 1 3,70 0,52
14 1 1 4,50 0,80 50 1 1 1 4,20 0,74
15 1 1 4,50 0,80 51 5 4,50 0,80
16 2 1 3,29 0,39 52 1 2 3 3,73 0,56
17 1 4,50 0,80 53 2 2 4,03 0,70
18 3 2 3,81 0,56 54 3 3 4,50 0,80
19 3 4,50 0,80 55 2 2 3,75 0,54
20 4 4,50 0,80 56 1 1 1 4,20 0,73
21 1 1 2 4,50 0,80 57 1 2 3,75 0,54
22 1 1 1 4,50 0,80 58 3 3 3,71 0,52
23 1 2 4,50 0,80 59 1 1 3 4,50 0,80
24 1 1 1 4,50 0,80 60 2 1 2 4,50 0,80
25 1 1 1 4,50 0,80 61 3 2 3,79 0,56
26 1 1 1 4,50 0,80 62 2 2 4,03 0,70
27 1 2 3 4,50 0,80 63 3 4,50 0,80
28 2 2 1 4,50 0,80 64 1 1 4,08 0,71
29 1 1 4,50 0,80 65 1 1 3 4,50 0,80
30 1 1 3 3,74 0,57 66 3 2 3,78 0,55
31 2 2 3,29 0,39 67 3 4,50 0,80
32 2 4,50 0,80 68 1 1 2 4,50 0,80
33 1 4,50 0,80 69 1 4,50 0,80
34 1 1 4,50 0,80 70 1 1 3,70 0,52
35 1 1 1 4,50 0,80 71 1 4,50 0,80
36 3 2 3,76 0,54
Rata-rata TL = 4,24
Rata-rata SE = 0,72
A = fish eggs/larvae
B = benth. copepods
C = bony fish
D = shrimps/prawns
E = other finfish
TL = trophlab
SE = standar error
258
Ikan Baronang
No A B C TL SE No A B C TL SE
1 3 3,40 0,45 35 2 2 2,69 0,30
2 2 1 2,71 0,30 36 4 1 2,66 0,29
3 1 3,06 0,26 37 3 1 2,68 0,30
4 2 3,40 0,45 38 5 1 1 2,83 0,29
5 1 3,06 0,26 39 3 2,00 0,00
6 2 3,06 0,26 40 1 3,06 0,26
7 3 2,00 0,00 41 3 2,00 0,00
8 1 2 1 2,79 0,28 42 4 2 2,85 0,29
9 2 2,00 0,00 43 4 3 1 2,79 0,28
10 4 2,00 0,00 44 1 2,00 0,00
11 1 3,06 0,26 45 2 2,00 0,00
12 1 3,06 0,26 46 2 1 2,68 0,30
13 2 2,00 0,00 47 3 2 1 2,85 0,29
14 4 1 1 2,81 0,29 48 3 1 1 2,83 0,29
15 3 2 2,76 0,32 49 2 1 2,52 0,17
16 2 1 1 2,83 0,29 50 6 2,00 0,00
17 3 1 2,54 0,18 51 1 1 2,69 0,30
18 2 1 1 2,83 0,29 52 2 1 2,64 0,29
19 2 1 3,22 0,36 53 2 1 1 2,85 0,29
20 4 2 2,73 0,31 54 7 2,00 0,00
21 1 3,06 0,26 55 6 2,00 0,00
22 3 1 1 2,83 0,29 56 2 3,06 0,26
23 5 2,00 0,00 57 3 2 1 2,83 0,29
24 2 1 3,22 0,36 58 5 1 1 2,67 0,29
25 3 3,40 0,45 59 2 3,06 0,26
26 5 1 1 2,81 0,29 60 1 1 2,49 0,17
27 3 1 2,54 0,18 61 2 3,40 0,45
28 3 1 1 2,79 0,28 62 1 1 1 2,81 0,29
29 2 1 2,72 0,31 63 2 3,40 0,45
30 1 1 2,75 0,31 64 1 3,06 0,26
31 4 2,00 0,00 65 3 3,40 0,45
32 5 2,00 0,00 66 6 2,00 0,00
33 1 1 1 2,83 0,29 67 2 1 1 2,83 0,29
34 1 3,06 0,26 68 2 2,00 0,00
Rata-rata TL = 2,69
Rata-rata SE = 0,23
A = benthic algae/weeds
B = other plank. Invertebrates s
C = polychaetes
TL = trophlab
SE = standar error
259
Ikan Barakuda
No A B C D TL SE No A B C D TL SE
1 2 1 4,03 0,70 28 2 2 4,04 0,70
2 1 2 1 4,27 0,75 29 2 2 4,01 0,69
3 1 3 4,50 0,80 30 1 1 1 4,18 0,59
4 2 3 4,06 0,70 31 1 1 4,50 0,80
5 1 1 1 4,18 0,59 32 2 1 4,02 0,69
6 2 1 4,50 0,80 33 1 1 4,03 0,70
7 1 2 4,09 0,71 34 2 3 4,50 0,80
8 2 2 4,03 0,70 35 2 1 1 4,19 0,60
9 1 2 1 4,19 0,60 36 1 1 4,03 0,70
10 1 1 1 4,19 0,60 37 1 1 4,04 0,70
11 1 4,50 0,80 38 1 1 4,02 0,69
12 2 4,50 0,80 39 2 1 4,50 0,60
13 3 1 4,07 0,48 40 2 4,50 0,80
14 1 2 4,01 0,69 41 1 3 2 4,19 0,73
15 2 2 4,04 0,49 42 3 1 4,07 0,70
16 2 1 4,09 0,71 43 1 1 1 4,22 0,60
17 2 4,50 0,80 44 1 4,50 0,80
18 1 2 1 4,19 0,73 45 1 1 4,05 0,70
19 2 3 4,04 0,70 46 2 4,50 0,80
20 1 2 4,50 0,62 47 2 1 4,07 0,48
21 2 4,50 0,80 48 1 1 4,04 0,49
22 2 2 2 4,22 0,60 49 2 3 4,06 0,70
23 2 4 4,09 0,71 50 2 2 4,05 0,70
24 2 4,50 0,80 51 1 4,50 0,80
25 1 2 4,01 0,69 52 1 1 1 4,22 0,60
26 1 4,50 0,80 53 2 4,50 0,80
27 2 2 4,50 0,80 54 2 2 4,04 0,70
Rata-rata TL = 4,23
Rata-rata SE = 0,70
A = fish eggs /larvae
B = bony fish
C = shrimps /prawns
D = squids/cuttlefish
TL = trophlab
SE = standar error
260
Lampiran 33 Hasil analisis trophlab setiap jenis ikan di habitat lamun selama
penelitian
No A B C D TL SE No A B C D TL SE
1 2 1 3,28 0,32 46 1 4,50 0,80
2 1 2 3,55 0,49 47 2 3,06 0,26
3 1 1 3,98 0,60 48 2 3,60 0,59
4 1 1 1 3,90 0,61 49 1 3,60 0,59
5 1 1 3,34 0,45 50 1 1 4,04 0,63
6 1 3,60 0,59 51 1 1 4,04 0,63
7 1 1 1 3,40 0,43 52 1 3,06 0,26
8 2 3,60 0,59 53 1 1 3,28 0,32
9 2 3,50 0,37 54 1 3,60 0,59
10 1 1 4,07 0,71 55 1 1 3,71 0,55
11 2 1 3,28 0,32 56 1 1 3,36 0,46
12 1 3,06 0,26 57 1 1 3,31 0,44
13 1 1 3,91 0,58 58 1 1 4,01 0,61
14 1 1 3,28 0,32 59 1 1 3,98 0,60
15 1 1 3,55 0,49 60 1 1 1 3,37 0,42
16 1 3,60 0,59 61 1 1 4,04 0,70
17 1 1 3,98 0,60 62 2 3,60 0,59
18 2 3,50 0,37 63 1 3,60 0,59
19 2 3,06 0,26 64 2 3,60 0,59
20 1 1 3,28 0,32 65 1 3,60 0,59
21 1 1 4,01 0,62 66 1 1 4,02 0,69
22 1 1 3,99 0,61 67 1 2 3,55 0,49
23 1 1 4,01 0,62 68 1 1 2 3,87 0,60
24 1 1 3,28 0,32 69 1 3,60 0,59
25 1 1 1 3,85 0,60 70 1 1 3,71 0,55
26 2 1 3,55 0,49 71 1 1 1 3,40 0,43
27 1 1 4,04 0,70 72 2 3,60 0,59
28 1 3,60 0,59 73 2 1 3,32 0,44
29 2 3,06 0,26 74 2 1 4,04 0,63
30 1 3,60 0,59 75 1 2 3,60 0,59
31 1 1 3,32 0,44 76 1 2 4,07 0,71
32 1 1 3,36 0,46 77 1 3,06 0,26
33 1 1 3,31 0,44 78 1 1 3,36 0,46
34 1 3,06 0,26 79 2 3,60 0,59
35 1 4,50 0,80 80 1 3,06 0,26
36 1 1 1 3,90 0,61 81 1 3,06 0,26
37 1 1 1 3,37 0,42 82 2 1 3,34 0,45
38 2 4,50 0,80 83 1 1 3,97 0,60
39 2 1 4,02 0,62 84 1 1 1 3,87 0,61
40 1 2 1 3,37 0,42 85 1 2 4,00 0,61
41 1 1 3,31 0,44 86 2 3,60 0,59
42 2 1 3,28 0,32 87 1 3,06 0,26
43 1 3,60 0,59 88 1 4,50 0,80
44 1 3,60 0,59 89 1 1 3,96 0,59
45 1 1 1 3,40 0,42 90 1 1 3,28 0,32
261
No A B C D TL SE
91 1 1 3,71 0,55
92 1 1 3,34 0,45
93 1 3,06 0,26
94 2 1 3,28 0,32
95 2 3,60 0,59
96 1 1 3,28 0,32
97 1 1 1 3,37 0,42
98 1 1 1 3,85 0,60
99 2 1 4,04 0,70
100 1 2 4,03 0,70
101 2 3,50 0,37
102 1 1 4,06 0,70
103 1 1 3,55 0,49
104 1 3,60 0,59
105 1 3,50 0,37
106 2 3,60 0,59
107 1 3,50 0,37
108 1 3,60 0,59
109 2 3,60 0,59
110 1 1 4,07 0,71
111 1 1 4,01 0,61
112 2 3,50 0,37
113 1 1 3,55 0,49
114 1 3,60 0,59
115 1 3,60 0,59
116 1 1 4,01 0,61
Rata-rata TL = 3,62
Rata-rata SE = 0,51
A = bony fish
B = other benth. Invertebrates
C = shrimps /prawns
D = polychaetes
TL = trophlab
SE = Standar error
262
No A B C D E TL SE No A B C D E TL SE
1 2 3,50 0,37 46 2 4 2,00 0,00
2 4 1 1 2,52 0,20 47 1 2,00 0,00
3 3 2 3,34 0,56 48 1 3,06 0,26
4 1 3,50 0,37 49 1 1 2,00 0,00
5 2 2 3,16 0,52 50 3 1 2 2,34 0,13
6 2 1 2,00 0,00 51 1 1 2 2,86 0,25
7 2 1 2,00 0,00 52 1 2 4,02 0,62
8 3 2 2,00 0,00 53 4 3 1 2,41 0,17
9 2 4 3 2,34 0,13 54 3 1 1 2,81 0,42
10 3 2 3,16 0,52 55 3 4 2,00 0,00
11 5 1 1 3,35 0,49 56 2 1 2,68 0,24
12 2 1 2,00 0,00 57 2 3,50 0,37
13 3 1 2,00 0,00 58 1 1 1 2,82 0,25
14 1 1 3,76 0,57 59 4 2,00 0,00
15 1 1 3,12 0,51 60 4 2 2,72 0,24
16 3 1 1 2,47 0,19 61 4 4 1 2,53 0,20
17 2 1 1 2,53 0,20 62 1 5 2,00 0,00
18 5 2,00 0,00 63 3 1 3,78 0,58
19 2 2,00 0,00 64 2 2,00 0,00
20 1 1 2,81 0,42 65 1 1 1 2,85 0,25
21 3 2,00 0,00 66 3 2 2,00 0,00
22 2 2,00 0,00 67 4 2,00 0,00
23 4 2,00 0,00 68 4 2,00 0,00
24 2 1 4,02 0,62 69 3 2,00 0,00
25 6 2,00 0,00 70 2 1 2 2,82 0,25
26 2 2 2,00 0,00 71 2 1 2 2,85 0,25
27 2 2 2,00 0,00 72 1 1 2,00 0,00
28 1 1 1 2,55 0,20 73 1 3,50 0,37
29 1 1 1 2,82 0,25 74 1 1 2,00 0,00
30 3 2 1 3,35 0,49 75 2 3,50 0,37
31 4 2 1 2,52 0,20 76 3 1 2,72 0,24
32 4 2 2,71 0,24 77 1 4,50 0,80
33 7 3 1 2,48 0,19 78 3 1 1 2,49 0,19
34 2 2,00 0,00 79 1 1 2,55 0,18
35 2 2,00 0,00 80 1 1 3,34 0,56
36 1 3,50 0,37 81 1 1 3,78 0,58
37 3 2 1 2,51 0,20 82 1 3,50 0,37
38 5 2 2,00 0,00 83 1 4,50 0,80
39 1 2 2 2,34 0,13 84 3 3 1 2,41 0,17
40 2 1 2,00 0,00 85 6 2,00 0,00
41 2 1 2,00 0,00 86 1 4,50 0,80
42 4 1 1 3,35 0,49 87 2 2,00 0,00
43 1 3,50 0,37 88 1 1 1 2,86 0,25
44 2 3,06 0,26 89 1 1 1 2,82 0,25
45 3 1 1 2,85 0,25 90 3 1 3,42 0,58
263
No A B C D E TL SE
91 6 2,00 0,00
92 2 2 1 2,55 0,20
93 1 1 3,74 0,56
94 2 2 1 2,51 0,20
95 2 3,06 0,26
96 1 2 2,00 0,00
97 1 1 2,00 0,00
98 3 2 2,68 0,24
99 1 3,06 0,26
100 5 2 2 2,51 0,20
101 3 3 2,00 0,00
102 1 2,00 0,00
103 5 1 3,16 0,52
104 3 1 2,00 0,00
105 3 2,00 0,00
106 1 4,50 0,80
107 2 2 2 2,85 0,25
108 4 1 3,23 0,53
109 2 1 3,18 0,52
110 1 1 2 2,82 0,25
111 1 1 1 2,34 0,13
112 2,00 0,00
113 3 2 2,84 0,26
114 4 2,00 0,00
115 2 2,00 0,00
116 3 1 3,39 0,57
117 1 2 2 2,82 0,25
Rata-rata TL = 2,67
Rata-rata SE = 0,22
A = benthic algae/weeds
B = polychaetes
C = debris
D = bony fish
E = other benth. Invertebrates
TL = trophlab
SE = standar error
264
Ikan kerong-kerong
No A B C D TL SE No A B C D TL SE
1 2 1 4,05 0,70 25 1 1 4,05 0,70
2 2 3,60 0,59 26 1 3,50 0,60
3 2 1 3,55 0,59 27 3 4,50 0,80
4 1 3,50 0,60 28 4 3,60 0,59
5 1 4,50 0,80 29 2 3,50 0,60
6 3 3,60 0,59 30 1 1 3,99 0,70
7 2 3,60 0,59 31 3 1 3,97 0,70
8 2 1 3,99 0,70 32 1 1 3,97 0,70
9 2 1 4,01 0,71 33 4 4,50 0,80
10 1 3,60 0,59 34 1 3,50 0,60
11 1 1 4,03 0,71 35 1 1 3,31 0,41
12 3 4,50 0,80 36 1 1 4,05 0,70
13 1 3,60 0,59 37 3 1 4,08 0,72
14 2 4,50 0,80 38 4 3,60 0,59
15 3 3,60 0,59 39 1 4 4,05 0,70
16 2 4,50 0,80 40 3 1 3,99 0,70
17 1 3,60 0,59 41 3 4,50 0,80
18 2 3,50 0,60 42 3 3,60 0,59
19 1 3,60 0,59 43 2 4,50 0,80
20 3 3,60 0,59 44 2 3,60 0,59
21 2 2 3,72 0,53 45 1 3,60 0,59
22 3 3,60 0,59 46 1 1 3,55 0,59
23 1 1 3,55 0,59 47 3 3,60 0,59
24 1 1 1 3,69 0,57 48 1 3,50 0,60
Rata-rata TL = 3,84
Rata-rata SE = 0,65
A = bony fish
B = shrimps/prawns
C = plank. copepods
D = crabs
TL = trophlab
SE = standar error
265
Ikan Kapas-kapas
No A B C TL SE No A B C TL SE
1 1 3,50 0,37 43 1 1 2,75 0,25
2 1 1 2,81 0,26 44 1 1 3,27 0,31
3 1 3,50 0,37 45 1 2,00 0,00
4 1 1 2,76 0,25 46 1 1 3,26 0,31
5 1 3,50 0,37 47 3 3,50 0,37
6 1 3,50 0,37 48 1 2 2,75 0,25
7 3 2,00 0,00 49 1 3,06 0,26
8 4 2,00 0,00 50 2 2 2,78 0,26
9 1 1 3,26 0,31 51 1 3,50 0,37
10 2 2,00 0,00 52 1 1 1 2,84 0,25
11 1 1 3,27 0,31 53 1 1 2,77 0,25
12 1 2 2,69 0,24 54 1 3,50 0,37
13 2 3,50 0,37 55 1 3 2,76 0,25
14 1 1 3,28 0,32 56 1 2 2,73 0,25
15 1 3,50 0,37 57 1 2 2,78 0,25
16 1 1 2,54 0,18 58 1 1 2,47 0,16
17 2 3,50 0,37 59 3 3,50 0,37
18 2 1 3,27 0,31 60 1 3 2,75 0,25
19 1 3,50 0,37 61 3 3,50 0,37
20 1 2,00 0,00 62 2 3,06 0,26
21 1 2,00 0,00 63 1 1 2,80 0,26
22 1 2 2,81 0,26 64 1 3 2,75 0,25
23 2 3,50 0,37 65 1 3,50 0,37
24 2 3,50 0,37 66 1 1 3,30 0,32
25 1 1 2,79 0,26 67 1 2 2,76 0,25
26 1 1 2,67 0,23 68 1 2 2,72 0,24
27 1 1 1 2,78 0,24 69 4 2,00 0,00
28 2 3,50 0,37 70 4 3,50 0,37
29 1 3,50 0,37 71 1 2 2,83 0,26
30 1 1 2,72 0,24 72 1 2,00 0,00
31 2 3,50 0,37 73 1 2,00 0,00
32 3 3,50 0,37 74 1 1 2,76 0,25
33 3 1 2,51 0,17 75 1 1 2,51 0,17
34 1 1 3,30 0,32 76 3 3,50 0,37
35 1 1 2,91 0,26 77 1 3 2,81 0,26
36 1 1 1 2,85 0,25 78 1 3,50 0,37
37 1 2 2,70 0,24 79 1 1 3,30 0,32
38 1 2,00 0,00 80 1 2 2,76 0,25
39 2 3,50 0,37 81 1 1 2,70 0,24
40 1 1 3,28 0,32 82 1 1 1 2,83 0,25
41 1 2,00 0,00 83 1 1 1 2,89 0,26
42 1 1 2,51 0,17
Rata-rata TL = 2,93
Rata-rata SE = 0,25
A = other benth. invertebrates
B = debris
C = polychaetes
TL = trophlab
SE = standar error
266
Ikan Lencam
No A B C D E F TL SE No A B C D E F TL SE
1 1 3,06 0,26 30 1 2 4,50 0,61
2 1 3,06 0,26 31 1 2 4,03 0,66
3 1 1 1 4,14 0,67 32 1 1 2 3,94 0,49
4 1 1 4,07 0,67 33 1 2 4,50 0,59
5 1 1 1 4,50 0,67 34 1 1 2 3,60 0,33
6 1 1 1 3,65 0,34 35 2 1 4,02 0,44
7 1 1 1 4,50 0,66 36 1 1 1 1 3,89 0,61
8 1 1 1 1 3,92 0,62 37 1 2 4,50 0,62
9 1 2 4,06 0,44 38 1 3,06 0,26
10 1 2 4,04 0,43 39 1 2 4,50 0,62
11 2 1 4,50 0,61 40 1 1 3,79 0,32
12 2 3,50 0,50 41 1 1 4,50 0,80
13 2 3,50 0,50 42 1 2 4,50 0,60
14 1 2 4,08 0,43 43 1 2 3,55 0,50
15 2 3,06 0,26 44 1 2 4,50 0,70
16 1 1 4,50 0,80 45 1 1 3,80 0,32
17 1 2 4,50 0,62 46 2 1 4,06 0,66
18 1 1 1 4,17 0,70 47 1 1 1 4,14 0,67
19 1 1 3,97 0,44 48 1 2 4,50 0,61
20 2 1 3,75 0,32 49 1 1 1 4,15 0,67
21 1 2 4,50 0,62 50 2 1 3,76 0,32
22 1 1 1 4,50 0,69 51 1 2 4,05 0,66
23 1 1 4,03 0,44 52 1 1 1 4,14 0,67
24 1 2 4,50 0,61 53 1 1 4,50 0,80
25 2 2 3,97 0,44 54 1 2 3,97 0,44
26 1 2 1 3,98 0,51 55 2 2 3,97 0,44
27 1 1 1 1 3,91 0,62 56 1 1 4,01 0,44
28 1 1 4,50 0,69 57 1 1 4,50 0,60
29 1 3,06 0,26
Rata-rata TL = 4.04
Rata-rata SE = 0,54
A = squids/cuttlefish
B = other finfish
C = polychaetes
D = bony fish
E = other molluska
F = other benth. crustaceans
TL = trophlab
SE = standar error
267
Ikan Pepetek
No A B C D E F G TL SE No A B C D E F G TL SE
1 2 2,00 0,00 44 3 5 2,00 0,00
2 3 2 3 2,00 0,00 45 4 4 2,00 0,00
3 2 1 3,24 0,37 46 6 2 2,79 0,33
4 2 3 2,69 0,30 47 3 1 2,54 0,18
5 2 1 3,24 0,37 48 1 1 1 3,06 0,39
6 2 3 2 2,55 0,26 49 1 2 2,65 0,29
7 1 2 2,68 0,30 50 1 1 3,50 0,47
8 4 2,00 0,00 51 3 2 2,00 0,00
9 1 2 1 2,39 0,14 52 2 1 2,48 0,46
10 1 1 1 2,98 0,37 53 2 2 4 2,00 0,00
11 1 1 1 2 2,81 0,33 54 2 2 3 3,02 0,38
12 4 3 2,00 0,00 55 2 2 2,75 0,33
13 2 2 1 3 2,78 0,33 56 2 1 1 1 3,00 0,35
14 4 3,40 0,45 57 2 2,00 0,00
15 5 2,00 0,00 58 4 3,40 0,45
16 2 2 2,91 0,36 59 4 5 2,00 0,00
17 1 4 1 3,00 0,38 60 1 2 2 3,01 0,38
18 2 2 1 3,07 0,39 61 2 2 2 2,99 0,37
19 2 2 1 2,52 0,26 62 1 1 2 2,99 0,37
20 1 1 2 2,00 0,00 63 1 1 1 2,91 0,31
21 2 2 2 2,49 0,24 64 2 2 2 3,06 0,39
22 4 3,40 0,45 65 2 1 2,51 0,17
23 2 2 1 3,07 0,39 66 1 3,40 0,45
24 1 3 1 4 2,78 0,33 67 1 1 2,67 0,29
25 3 1 3,22 0,36 68 3 2 1 4 2,77 0,32
26 4 2 2,75 0,33 69 2 2 3 2,99 0,38
27 5 2,00 0,00 70 1 1 1 2,91 0,31
28 1 1 2,69 0,30 71 1 1 1 3,07 0,39
29 1 1 3,50 0,48 72 1 3 1 4 2,78 0,33
30 3 2,00 0,00 73 4 2 2 2,93 0,36
31 1 2 2 3,07 0,39 74 4 3,40 0,45
32 4 3,40 0,45 75 3 2 3 2,00 0,00
33 2 3,40 0,45 76 2 3 2,65 0,29
34 1 1 3,50 0,48 77 3 4 2,00 0,00
35 1 1 3,51 0,48 78 5 4 4 2,00 0,00
36 5 3,40 0,45 79 3 3 3 3,03 0,38
37 3 4 4 2,00 0,00 80 1 2 3,51 0,48
38 2 1 3,49 0,47 81 1 1 1 3,00 0,38
39 2 3 2,00 0,00 82 3 1 2,52 0,17
40 2 1 3,50 0,47 83 4 2 3 3,02 0,38
41 3 4 2 3,00 0,38 84 3 3 3 2,96 0,37
42 3 2 2,84 0,34 85 1 1 2,83 0,34
43 4 5 2,00 0,00
Rata-rata TL = 2,76
Rata-rata SE = 0,28
A = dinoflagellates C = other plank. invertebrates
B = benthic algae/weeds D = debris
E = other molluska F = polychaetes
G = diatoms
TL = trophlab
SE = standar error
268
Ikan Kuwe
No A B C D E TL SE No A B C D E TL SE
1 1 1 1 4,21 0,74 40 2 2 4,02 0,69
2 1 2 4,50 0,80 41 1 1 4,50 0,80
3 1 1 4,50 0,80 42 1 1 4,03 0,70
4 1 1 4,04 0,70 44 2 4,50 0,80
5 2 4,50 0,80 45 1 1 2 4,50 0,80
6 2 1 4,04 0,70 47 1 1 4,50 0,80
7 1 2 3,81 0,56 48 1 4,50 0,80
8 1 1 4,50 0,80 50 1 1 1 3,69 0,55
9 1 1 1 4,50 0,80 52 1 4,50 0,80
10 1 1 4,02 0,69 53 2 1 2 4,50 0,80
11 1 1 4,50 0,80 54 1 1 4,08 0,71
12 1 2 4,50 0,80 55 1 1 4,03 0,70
14 2 4,50 0,80 56 1 4,50 0,80
15 2 2 4,50 0,80 57 2 2 3,29 0,39
16 1 2 4,04 0,70 58 1 2 4,50 0,80
17 2 1 1 3,90 0,60 59 2 4,50 0,80
19 1 2 1 4,20 0,73 60 2 3 3,71 0,52
20 1 1 4,03 0,70 62 1 1 4,50 0,80
22 1 1 4,03 0,70 63 2 1 3,76 0,54
23 1 2 4,20 0,73 64 1 4,50 0,80
25 1 4,50 0,80 65 2 2 3,81 0,56
26 1 2 4,21 0,74 66 1 2 3,79 0,56
27 2 1 4,50 0,80 67 1 1 4,08 0,71
28 1 1 4,02 0,69 68 1 1 1 4,21 0,74
29 1 1 1 4,21 0,74 70 2 1 4,50 0,80
30 1 1 2 3,95 0,62 71 3 2 3,79 0,56
31 1 1 1 3,95 0,62 72 1 2 4,50 0,80
32 1 4,50 0,80 73 1 4,50 0,80
33 1 2 1 4,50 0,80 74 1 4,50 0,80
34 2 4,50 0,80 75 1 1 1 4,20 0,73
35 2 2 3,81 0,56 76 2 1 1 4,20 0,73
36 2 1 3,79 0,56 77 1 4,50 0,80
37 1 1 4,04 0,70 78 2 4,50 0,80
38 2 1 3,79 0,56 79 2 4,50 0,80
39 1 4,50 0,80 80 2 2 4,04 0,70
40 2 2 4,02 0,69 81 1 1 1 3,90 0,60
41 1 1 4,50 0,80
Rata-rata TL = 4,22
Rata-rata SE = 0,72
A = fish eggs/larvae
B = benth. copepods
C = bony fish
D = shrimps/prawns
E = other finfish
TL = trophlab
SE = standar error
269
Ikan Baronang
No A B C TL SE No A B C TL SE
1 2 1 2,54 0,18 40 5 2,00 0.00
2 1 3,06 0,26 41 4 5 2,73 0.31
3 3 2,00 0,00 42 7 3,40 0.45
4 5 2,00 0,00 43 4 3,40 0.45
5 2 2 1 2,81 0,29 44 2 3 2,68 0.30
6 3 2,00 0,00 45 3 3,40 0.45
7 1 1 2,52 0,17 46 5 2,00 0.00
8 2 1 2,54 0,18 47 2 2 1 2,83 0.29
9 4 2,00 0,00 48 1 3 2,69 0.30
10 3 2,76 0,32 49 2 1 2,49 0.17
11 1 3,06 0,26 50 2 2 1 2,79 0.28
12 1 2,00 0,00 51 4 1 2,75 0.31
13 2 3,06 0,26 52 3 3 2,71 0.30
14 2 2,00 0,00 53 6 2,00 0.00
15 1 2,00 0,00 54 3 3 1 2,81 0.29
16 3 2 2,72 0,31 55 2 1 2,54 0.18
17 2 3,40 0,45 56 1 1 2,67 0.29
18 2 2 2,64 0,29 57 1 2 2,72 0.31
19 2 3,06 0,26 58 2 1 3,22 0.36
20 1 1 1 2,83 0,29 59 2 2 2,73 0.31
21 1 2 2,52 0,17 60 5 2,00 0.00
22 2 1 3,22 0,36 61 4 3 2,75 0.31
23 2 2 2,69 0,30 62 3 3 2,66 0.29
24 4 2,00 0,00 63 1 1 2,49 0.17
25 3 1 2,52 0,17 64 3 3 2,68 0.30
26 2 2 1 2,83 0,29 65 3 1 1 2,83 0.29
27 1 1 1 2,85 0,29 66 7 2,00 0.00
28 3 2 2,49 0,17 67 7 3,40 0.45
29 1 3,06 0,26 68 2 2,00 0.00
30 2 1 3,22 0,36 69 2 1 2,52 0.17
31 2 1 2,69 0,30 70 3 3 2,64 0.29
32 1 1 3,22 0,36 71 3 3 1 2,85 0.29
33 1 3,06 0,26 72 2 1 2,54 0.18
34 4 2 2,68 0,30 73 2 2 2,69 0.30
35 1 1 2,54 0,18 74 2 1 1 2,83 0.29
36 3 2,00 0,00 75 4 2 2,76 0.32
37 3 2,00 0,00 76 2 3,40 0.45
38 2 2 2,54 0,18 77 1 2,00 0.00
39 2 3 2,68 0,30
Rata-rata TL = 2,64
Rata-rata SE = 0,22
A = benthic algae/weeds
B = other plank. Invertebrates s
C = polychaetes
TL = trophlab
SE = standar error
270
Ikan Barakuda
No A B C D TL SE
1 4 4,50 0,80
2 1 1 1 4,19 0,60
3 2 4,50 0,80
4 2 1 1 4,18 0,59
5 1 1 2 4,19 0,73
6 2 2 4,03 0,70
7 2 1 4,50 0,62
8 1 1 4,04 0,70
9 1 2 3 4,27 0,75
10 3 4,50 0,80
11 1 2 4,09 0,71
12 2 2 2 4,19 0,73
13 2 1 4,50 0,80
14 1 1 4,50 0,80
15 2 2 4,03 0,70
16 2 1 4,06 0,70
18 1 4,50 0,80
19 2 4,50 0,80
20 2 2 4,01 0,69
21 2 4,50 0,80
22 1 4,50 0,80
23 2 2 1 4,22 0,60
24 2 1 1 4,22 0,60
25 2 2 1 4,18 0,59
26 2 4,50 0,80
27 1 1 1 4,19 0,60
28 4 4,50 0,80
29 1 1 4,05 0,70
30 2 2 4,05 0,70
31 1 2 4,06 0,70
32 2 2 4,01 0,69
33 1 4,50 0,80
36 3 4,50 0,80
37 1 2 4,09 0,71
Rata-rata TL = 4,28
Rata-rata SE = 0,72
A = fish eggs /larvae
B = bony fish
C = shrimps /prawns
D = squids/cuttlefish
TL = trophlab
SE = standar error