net/publication/351617799
CITATIONS READS
0 732
8 authors, including:
R. Nata Trisna
Lampung University
1 PUBLICATION 0 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by R. Nata Trisna on 16 May 2021.
Oleh
1814221015
Goodwin (2007) berpendapat bahwa biomarker adalah zat, struktur, atau proses
yang dapat diamati serta diukur keberadaannya dalam tubuh organisme maupun
hasil produksi dari organisme tersebut dan pengaruhnya. Biomarker dapat
dikelompokkan kedalam beberapa kategori yaitu penanda keterpaparan, penanda
efek, dan penanda kerentanan. Suatu biomarker dapat digunakan apabila penanda
memiliki informasi yang relevan dan telah diakui keabsahannya, dikatakan
relevan apabila informasi yang diberikan memiliki hubungan dengan
pertanyaannya ataupun masalah yang ada sedangkan keabsahan disini berkaitan
dengan verifikasi pada metode yang digunakan (apakah dapat memprediksi
keadaan biologis suatu organisme ataupun tidak). Selain itu, biomarker juga
dikenal sebagai karakter yang dihasilkan oleh biota melalui hasil metabolismenya
(Wiens, 2001).
Kerang merupakan hewan akuatik yang hidup pada substrat dasar perairan
ataupun menempel pada substrat yang keras di badan perairan. Kerang termasuk
kedalam kelas Pelecypoda yang berada di kelompok Moluska. Hal tersebut
berdasarkan pada karakteristik yang dimilikinya seperti kaki, insang, dan
cangkang. Kerang dapat hidup pada semua tipe perairan yaitu, air tawar, estuari,
dan laut. Pada perairan laut, kerang tersebar dalam beberapa sub daerah yaitu
daerah intertidal, laut dangkal, dan laut dalam (Bachok, 2006).
Kerang mampu berkembang membentuk organ khusus sesuai dengan habitat yang
ditinggalinya. Kerang yang hidup dengan cara menemppel di substrat akan
mengembangkan organ yang disebut byssus, namun tidak memiliki kaki.
Sedangkan kerang yang berada di substrat dasar perairan akan mengembangkan
orhan kakidibandingkan dengan byssus. Menurut Yaqin (2014) produksi byssus
dapat digunakan sebagai biomarker dalam mendeteksi logam. Oleh karena itu,
makalah ini dibuat untuk membandingkan beberapa jurnal biomarker yang
didalamnya menggunakan kerang. Makalah ini terdiri dari 5 jurnal biomarker
yang akan dibandingkan yaitu 1. Byssogenesis Kerang Hijau Perna viridis
sebagai Biomarker Pencemaran Mikroplastik, 2. Kandungan Logam Timbal (Pb)
pada Kerang Simping (Placuna placenta) dan Potensi Indeks Kondisi (IK)
sebagai Biomarker Morfologi untuk Mendeteksi Logam Pencemar, 3. Penggunaan
Imunitas Kerang Hijau (Perna viridis) sebagai Biomarker untuk Mendeteksi
Pengaruh Pengasaman Laut terhadap Toksisitas Logam Pb, 4. Penggunaan Indeks
Kondisi Kerang Hijau (Perna viridis) sebagai Biomarker untuk Mendeteksi
Pengaruh Pengasaman Laut terhadap Toksisitas Logam Pb, dan 5. Studi
Kandungan Logam Timbal (Pb) Kerang Hijau (Perna viridis) terhadap Indeks
Kondisinya.
II. METODE
Jurnal 1 menggunakan sampel (kerang hijau) yang diambil dari Perairan Maccini
Baji, Kecamatan Labakkang, Kabupaten Pangkajene Kepulauan dengan panjang
cangkang yaitu 4,1 - 5,0 cm. Jenis data yang dikumpulkann yaitu jumlah bysuss
yang dihasilkan dengan menggunakan microplastik tipe Polyethylene. Desain
percobaan terdiri atas 4 taraf perlakuan dan 3 kali pengulangan. Setiap wadah
plastik dimasukkan ke dalam 5 botol plastik yang berisi sampel kerang dengan
masing- masing jumlah air laut sebanyak 5 liter, kemudian sampel dicemari
selama 7 hari dengan pencemar microplastik dengan taraf konsentrasi sebesar
0g/L, 0,05g/L, dan 5g/L. Media air yang digunakan diganti setiap hari, botol yang
berisi kerang dikeluarkan dari wadah dan dibersihkan dari mikroplastik maupun
alga yang tersisa guna menghindari mikroplastik yang sudah dikeluarkan akan
tertelan kembali oleh kerang. Analisis data menggunakan uji One way Anova.
Jurnal 3 menggunakan kerang hijau dengan ukuran panjang 5-6 cm yang diambil
dari perairan pantai Segeri Kabupaten Pangkep. Sampel kemudian dibersihkan
dan diaklimatisasi dalam akuarium selama 1 minggu dengan menambahkan alga
renik Chlorella sp. 10 x 406 sel/L. 15 kerang hijau dimasukkan ke dalam akuarium
yang berisi 5 liter air laut yang kemudian dikontaminasikan dengan larutan logam
Pb yang berkonsentrasi 0,008 mg/L, 0,08 mg/L, dan 0,8 mg/L serta
dikombinasikan dengan pH yang berbeda yaitu 6,2 ; 7,7 ; dan 8,2. Melalui
pengamatan pengasaman laut terhadap toksisitas logam pada kerang Mytilus
edulis, waktu yang digunakan selama 96 jam. Selama percobaan berlangsung air
media diganti setiap harinya, 1 jam sebelum air diganti kerang akan diberikan
makan Chlorella sp. dan dibiarkan selama 1 jam. Setelah 96 jam, kerang hijau
akan dipreparasi dengan menganalisis hermosit kerang hijau menggunakan
mikroskop. Data yang diperoleh diolah menggunakan Analysis of Variance
(ANOVA), apabila terdapat pengaruh ataupun perbedaan akan dilakukan uji
lanjutan (uji Tuckey).
Jurnal 5 menggunakan kerang hijau sebanyak 400 ekor dengan ukuran 5-7 cm
yang berasal dari perairan desa Mandalle, Kabupaten Pangakjene Kepulauan dan
Pulau Lae-Lae Makassar. Kerang tersebut kemudian diukur morfometrinya yaitu
panjang, lebar, tinggi, dan bobot daging basah serta kering. Analisis logam Pb
yang ada di dalam daging dan darah kerang dilakukan dengan menggunakan
Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Indeks kondisi yang digunakan
terdapat 2 jenis yaitu menggunakan berat daging kering (g) x (panjang x
lebar/tinggi cangkang) dan berat daging kering (g) x 1000/panjang cangkang
(Lundeye, 1997). Untuk mendeterminasi perbedaan nilai indeks kondisi dan kadar
logam Pb dari masing- masing lokasi menggunakan uji T student, sedangkan untuk
analisis korelasi antara kandungan logam Pb di dalam daging dan darah kerang
dengan indeks kondisi dilakukan menggunakan analisis korelasi Pearson.
Jurnal 1 yang melakukan pengamatan pada kerang hijau yang telah terpapar
mikroplastik selama 7 hari tidak mengalami perbedaan yang nyata pada setiap
konsentrasi dari hari ke-1 hingga hari ke-6, namun pada hari ke-7 untuk
konsentrasi 5 g/L mengalami perbedaan yang nyata. Hasil juga menunjukan
bahwa semakin tinggi konsentrasi mikroplastik yang diberikan maka jumlah
byssus yang diproduksi semakin berkurang. Konsentrasi mikroplastik yang
diberikan dan lama perlakuan sangat mempengaruhi jumlah produksi byssus di
setiap konsentrasinya, karena waktu eksperimen yang singkat sehingga efek yang
dihasilkan juga kurang mengakibatkan kurang maksimalnya proses penyerapan
sehingga penelitian ini hanya terjadi perbedaan yang nyata pada hari terakhir
dengan konsentrasi yang paling tinggi (kontrol). Berdasarkan uji statistik antar
konsentrasi mikroplastik pada kerang hijau diperoleh bahwa perlakuan 0,05 g/L
dan 0,5 g/L tidak berbeda nyata antara semua konsentrasi. Hal ini disebabkan oleh
kemampuan kerang dalam meminimalisir bahaya yang ditimbulkan oleh sesuatu
yang disaringnya.
Pada jurnal 2 yang menggunakan analisis AAS, diketahui bahwa adanya pencilan
data yaitu data kandungan logam di dalam daging dan cangkang yang masing-
masing adalah 0,021 dan 0,008 mg/kg BK. Dari hasil analisis uji t-student
diketahui bahwa logam di dalam daging lebih rendah secara signifikan
dibandingkan dengan logam Pb yang ada pada cangkang. Berdasarkan koefisien
korelasi antara konsentrasi Pb di dalam daging menunjukkan korelasi yang sedang
hingga kuat, namun dari sisi signifikasinya semua korelasi tersebut tidak
signifikan pada taraf 0,01. Hasil analisis logam di dalam tubuh kerang
menunjukkan bahwa cangkang kerang mengakumulasi logam Pb lebih besar
dibandingkan dengan dagingnya, hal ini dikarenakan Pb diasimilasi di dalam
daging dan dibiomineralisasikan oleh senyawa periostrakum yang selanjutnya
dibiodepositkan di lapisan prismatik bagian dalam dan nakre cangkang (Yap et
al., 2011). Hasil analisis korelasi antara IK dengan kandungan logam Pb di dalam
daging dan cengkang menunjukkan bahwa keberadaan Pb di dalam daging
memiliki hubungan yang lebih kuat dibandingkan dengan keberadaan Pb di dalam
cangkang. Dari hasil analisis ini pula diketahui bahwa panjang dan tinggi tidak
menunjukkan adanya korelasi dengan IK, sedangkan bobot daging kering dan
lebar cangkang memiliki korelasi dengan IK. Korelasi lebar cangkan dan bobot
daging kering tergolong lemah sedangkan korelasi bobot daging kering de ngan IK
sangat kuat. Walaupun hasil yang didapatkan belum memberikan hasil yang
maksimal namun dapat dikatakan bahwa IK kerang simping mempunyai potensi
digunakan sebagai biomarker dalam monitoriong lingkungan perairan laut.
Jurnal 3 membagi hasilnya berdasatkan basofil, eosinofil, dan hemosit mati. Pada
basofil, hasil analisis varian logam Pb dan pH berpengaruh signifikan terhadap
persentase jumlah basofil (p<0,05). Pengaruh logam Pb terjadi pada konsentrasi
0,08 mg/L dan 0,8 mg/L pda kondisi pH 8,2. Hal tersebut menunjukkan bahwa
aktifitas fagositosis hemosit kerang sebagai respon dari paparan logam menurun
pada konsentrasi rendah dan meningkat pada konsentrasi tinggi. Pada eosinofil,
hasil analisis menunjukkan logam Pb dan pH berpengaruh signifikan tehadap
persentase jumlah eosinogfil (p<0,05). Pengaruh logam Pb terjadi pada
konsentrasi 0 mg/L & 0,8 mg/L; 0,008 mg/L & 0,8 mg/L; 0,08 mg/L & 0,8 mg/L.
Fagosit akan meningkat pada konsentrasi logam yang semakin tinggi sebagai
respon hemosit terhadap tekanan paparan logam (Bibby et al., 2008). Berdasarkan
hasil analisis varian desain faktorial diketahui terdapat pengaruh signifikasi
konsentrasi logam Pb terhadap persentase sel hemosit mati. Selain itu, terdapat
pengaruh signifikan kondisi pH terhadap persentase sel hemosit mati, namun
tidak terdapat pengaruh antara logam Pb dan kondisi pH terhadap persentase sel
hemosit mati pada kerang.
Pada jurnal 4 hasil yang didapatkan yaitu, indeks kondisi CI 1 dan CI 4 berbeda
nyata pada konsentrasi logam 0,000 mg/L & 0,8 mg/L ; 0,008 mg/L & 0,8 mg/L ;
0,8 mg/L & 0,8 mg/L (p< 0,05). Indeks kondisi CI 3 berbeda nyata pada
konsentrasi logam 0,000 mg/L & 0,8 mg/L ; 0,008 mg/L & 0,8 mg/L ; 0,8 mg/L &
0,8 mg/L (p< 0,05). Kondisi pH tidak menunjukan adanya pengaruh signifikan
terhadap nilai indeks kondisi kerang, namun terdapat interaksi signifikasi antara
pH dan logam Pb yang terjadi pada CI 1 dan CI 3. Menurut Campbell et al (2014)
menyatakan bahwa dalam kondisi pH rendah (asam) daya toksik logam meningkat
terhadap organisme, sehingga Ph yang rendah ikut berkontribusi sebagai stressor
terhadap kerang, meskipun pada indeks kondisi pH belum memberikan tekana
yang nyata.