Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH PRAKTEK IBADAH

“SHOLAT WAJIB”

Disusun oleh :
1. Apipah Sadiah NIM. 1177010086
2. Kamiliya Qurrotul ‘Aini NIM 1177010044
3. Salsabila Nurhaliza NIM 1177010070

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG 2017
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji serta syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan karunia-Nya
makalah yang berjudul “ Sholat Wajib “ dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas Kelompok Mata Kuliah Praktik Ibadah.

Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, penulis
mengucapkan terimakasih banyak kepada seluruh pihak yang telah ikut berpartisipasi dalam
menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan. Untuk itu, penulis
mengharapkan saran serta masukkan atau bahkan kritikan yang membangun dari berbagai
pihak agar makalah ini menjadi sempurna. Selain itu, penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi yang membacanya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandung, Agustus 2018

Penulis
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2


Daftar Isi ................................................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 5
A. Latar Belakang ............................................................................................................................. 5
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................................ 5
C. Maksud dan Tujuan ...................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 6
A. Menjelaskan Pengertian Shalat dan Kedudukannya dalam Islam ...................................... 6
1. Sholat fardhu (sholat lima waktu) ....................................................................................... 8
a. Sunat dilakukan sebelum sholat .......................................................................................... 8
b. Membatas tempat sholat .................................................................................................... 10
c. Waktu sholat fardhu (sholat lima waktu) ......................................................................... 10
d. Syarat-syarat wajib sholat lima waktu ............................................................................. 11
e. Syarat-syarat sholat ............................................................................................................ 12
f. Rukun sholat........................................................................................................................ 13
g. Beberapa sunat sholat......................................................................................................... 18
h. Sunat yang lebih penting (sunat muakad) ........................................................................ 20
i. Hal-hal yang membatalkan sholat ..................................................................................... 21
2. Sholat berjamaah .................................................................................................................... 22
a. Hukum sholat berjamaah................................................................................................... 22
b. Syarat-syarat sah mengikuti imam ................................................................................... 23
c. Hukum masbuq ................................................................................................................... 25
d. Imam yang dibenci .............................................................................................................. 25
e. Halangan berjamaah .......................................................................................................... 26
3. Sholat jum’at ........................................................................................................................... 26
a. Hukumnya ........................................................................................................................... 27
b. Syarat wajib sholat jum’at ................................................................................................. 27
c. Syarat sah mendirikan jum’at ........................................................................................... 27
d. Khotbah jum’at ................................................................................................................... 28
e. Sunat yang bersangkutan dengan khotbah ...................................................................... 30
g. Sunat yang bersangkutan dengan jum’at ......................................................................... 31
h. Uzur (halangan) jum’at ...................................................................................................... 31
B. Mengupayakan Persiapan Khusyuh dalam Shalat .................................................................. 32
BAB III PENUTUP .............................................................................................................................. 36
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 36
Daftar Pustaka ....................................................................................................................................... 37
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sering kali kita sebagai orang islam tidak mengetahui kewajiban kita sebagai mahluk yang paling
sempurna yaitu shalat, atau terkadang tau tentang kewajiban tapi tidak mengerti terhadap apa yang
dilakukaan.
Dalam istilah lain, sholat adalah satu macam atau bentuk ibadah yang di wujudkan dengan
melakukan perbuatan-perbuatan tertentu di sertai ucapan-ucapan tertentu dan dengan syarat-syarat
tertentu pula. Istilah sholat ini tidak jauh berbeda dari arti yang digunakan oleh bahasa di atas, karena
di dalamnya mengandung do’a-do’a, baik yang berupa permohonan, rahmat, ampunan dan lain
sebagainya.
Adalah suatu kenyataan bahwa tak seorangpun yang sempurna, apalagi maha sempurna,
melainkan seseorang itu serba terbatas, sehingga dalam menempuh perjalanan hidupnya yang sangat
komplek itu, ia tidak akan luput dari kesulitan dan problema. Oleh karena itu kita perlu mengetahui
apa itu sholat, dan syarat rukunya
Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah 17 rakaat.
Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim mukallaf baik
sedang sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada juga shalat-shalat sunah.

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan Pengertian Shalat dan Kedudukannya dalam Islam
2. Menjelaskan Syarat Sah Shalat
3. Menjelaskan Rukun dan Sunnah Shalat
4. Menjelaskan Hal-hal yang Dapat Membatalkan Shalat
5. Menjelaskan tentang sholat jum’at
6. Menjelaskan tentang tata cara khutbah dan sebagainya
7. Mengupayakan Persiapan Khusyuh dalam Shalat

C. Maksud dan Tujuan


 Dapat memahi makna shalat serta kedudukannya dalam Islam
 Dapat megetahui syarat-syarat sah dalam shalat
 Dapat mengetahui rukun dan sunnah shalat
 Dapat menjelaskan hal yang dapat membatalkan shalat serta dapat mengetahui apa saja persiapan
untuk mencapai kekhusyuhan dalam sholat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Menjelaskan Pengertian Shalat dan Kedudukannya dalam Islam
Shalat secara bahasa berarti, doa. Sebagaimana allah swt berfirman . “Dan berdoalah untuk
mereka, karena sesungguhnya doamu itu akan menjadi ketentraman jiwa bagi mereka“. (At-Taubat
:103), sedangkan menurut istilah shalat adalah suatu perbuatan serta perkataan yang dimulai dengan
takbir dan diakhiri dengan salam sesuai dengan persyaratkan yang ada.
Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat-syarat yang telah
ditentukan. Adapun secara hakikinya ialah” berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang
mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan didalam jiwa rasa kebesarannya dan
kesempurnaan kekuasaan-Nya”atau” mendahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita
sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua-duanya.
Di dalam Al-Qur’an, Allah SWT banyak sekali berfirman tentang kewajiban untuk mengerjakan
shalat lima waktu. Di antaranya adalah sebagai berikut:
“...Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan
mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-
ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-‘Ankabut [29]: 45)
Rasulullah pun berfirman tentang perumpamaan sholat lima waktu :
“Bagaimana pendapatmu jika ada sungai di depan pintu rumahmu lalu mandi di situ lima kali
setiap harinya, apa yang akan kamu katakan? Apakah masih ada kotoran yang tertinggal. Mereka
menjawab: Tidak.Beliau bersabda: yang demikian itu adalah perumpamaan sholat lima waktu. Allah
akan menghapus darinya kesalahan-kesalahan”(HR. Ibnu Majah, Imam Ahmad, dan Bukhari)
Shalat mempunyai kedudukan yang sangat tinggi di dalam Islam. Terutama shalat wajib lima
waktu, kedudukannya dalam rukun Islam didahulukan, setelah mengakui diri sebagai orang Islam atau
membaca dua kalimat shahadat, sebelum kewajiban yang lainnya.
Sebagaimana yang sudah kita ketahui, bahwa Islam itu ditegakkan oleh lima perkara yang
disebut sebagai rukun Islam. Yakni, membaca dua kalimat syahadat, mengerjakan shalat lima waktu
dalam sehari semalam, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan melaksanakan ibadah
haji bagi yang mempunyai kemampuan.
Setelah mengakui diri sebagai seorang Muslim dengan mengucapkan dua kalimat syahadat,
kewajiban pertama dan utama yang harus dilaksanakan adalah shalat lima waktu. Tanpa melakukan
shalat lima waktu, berarti seseorang telah meruntuhkan keagamaannya sendiri. Sebab, shalat adalah
tiang agama. Mengenai hal ini, Rasulullah SAW telah bersabda sebagai berikut:
“Shalat adalah tiang agama. Barangsiapa yang mengerjakannya berarti ia menegakkan agama,
dan barangsiapa yang meninggalkannya berarti ia meruntuhkan agamanya.” (HR Baihaqi)
Sebagai tiang agama maka mengerjakan shalat merupakan tanda yang paling nyata apakah
seseorang beragama dengan baik atau justru menjadi orang yang kufur. Rasulullah SAW bersabda:
“(Batas) antara hamba dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (HR Tirmidzi dan Abu
Daud)
Shalat juga menjadi tolok ukur apakah amal seorang Muslim itu baik atau tidak pada saat
perhitungan amal di hari kiamat nanti. Jika shalat seseorang baik maka amal yang lain dihitung
sebagai amal yang baik. Sebaliknya, jika shalat seseorang buruk maka amal yang lain dihitung
sebagai amal yang buruk.
Rasulullah SAW bersabda:
“Pertama-tama amalan yang dihisab (dihitung) untuk seorang hamba pada hari kiamat (nanti)
adalah shalat. Apabila shalatnya itu bagus maka baguslah amalan yang lain, dan apabila buruk maka
buruk pulalah amalan yang lain.” (HR Thabrani)
Betapa utama dan penting sebuah ibadah yang bernama shalat itu. Sehingga, satu-satunya
perintah dari Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW untuk umatnya secara
langsung, hanyalah perintah untuk melaksanakan shalat lima waktu. Yakni, pada saat Nabi
Muhammad SAW isra’ dan mi’raj, serta menghadap Allah SWT secara langsung di Sidratul Muntaha.
Hal ini berbeda dengan perintah yang lainnya, Allah SWT menyampaikan wahyu melalui Malaikat
Jibril a.s.
Sungguh, betapa utama dan pentingnya ibadah shalat lima waktu itu. Sampai-sampai apabila
seseorang tidak bisa mengerjakannya dengan berdiri (karena sakit atau sebab yang lain), maka shalat
bisa dilakukan dengan duduk. Apabila seseorang tidak bisa mengerjakan shalat dengan duduk, maka
shalat bisa dikerjakan dengan miring. Apabila tetap tidak mampu juga, maka shalat dapat dikerjakan
dengan telentang atau berbaring. Semua ini menunjukkan bahwa shalat adalah ibadah yang sama
sekali tidak boleh ditinggalkan, kecuali oleh hal-hal yang telah dibenarkan oleh syara’, misalnya
wanita yang sedang haid atau nifas, maka ia justru tidak boleh mengerjakan shalat.
Oleh karena itu, jangan sampai kita termasuk golongan orang-orang yang tidak mengerjakan
shalat. Di dalam Al-Qur’an disampaikan bahwa tempat bagi orang-orang yang tidak mengerjakan
shalat adalah di neraka. Allah SWT berfirman:
“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” Mereka menjawab, “Kami dahulu
tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat.” (QS Al-Mudatstsir [74]: 42-43)
Setiap orang yang bisa berpikir dengan akal sehat, sudah barang tentu, tidak ingin dimasukkan ke
dalam neraka yang penuh dengan siksaan. Apalagi, kehidupan di akhirat adalah sebuah kehidupan
abadi yang sama sekali tidak mungkin bisa kembali ke dunia untuk memperbaiki amalan. Maka,
marilah kita mengerjakan shalat dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian, semoga kita bisa
dimasukkan ke dalam surga-Nya yang penuh dengan kenikmatan. Apalagi, masuk surga bersama
Rasulullah SAW, manusia agung junjungan kita. Betapa sebuah nikmat yang luar biasa.
Asal makna sholat menurut bahasa arab berarti doa, kemudian yang dimaksud disini adalah
ibahdah yang tersusun dari beberapa perkataan dan beberapa perbuatan yang dimulai dengan takbir
disudahi dengan salam, menurut beberapa syarat tertentu.
Firman Allah SWT:

َِ َ ‫ص ٰلوِة‬
ِ‫ت ْنهٰ ى َعنِ َو ْال ُم ْن َك ِۗر ْالفَ ْحشَاء‬ َِّ ‫ص ٰلو ِۗة َ َوأَقمِ إ‬
َّ ‫ن ال‬ َّ ‫ال‬
Artinya: “kerjakanlah sholat, sesungguhnya sholat itu mencegah perbuatan yang jahat (keji) dan
yang mungkar.” (al-ankabut 45)

1. Sholat fardhu (sholat lima waktu)


Sholat yang diwajibkan atas tiap-tiap orang yang dewasa dan berakal ialah lima sholat sehari
semalam. Mula-mula turun perintah wajib sholat itu ialah pada malam isra’ setahun sebelum
tahun hijriah. Dibawah akan dijelaskan satu persatu.
a. Sunat dilakukan sebelum sholat
1. Azan (bang). Asal makna azan, memberitahukan, yang dimaksud disini adalah
memberitahukan bahwa waktu sholat telah tiba dengan lafal yang ditentukan oleh
syara’. Dalam lafal azan itu terdapat pengertian yang mengandung beberapa maksud
yang penting, sebagai aqidah, seperti: adanya Allah yang maha besar bersifat Esa,
tidak ada sekutu bagi-Nya, serta menerangkan, bahwa Nabi Muhammad adalah
utusan Allah yang maha cerdik dan bijaksana untuk menerima wahyu dari Allah.
Sesudah kita mempersaksikan bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan Nabi
Muhammad adalah utusan-Nya, kita diajak menaati perintah-Nya, yakni mengerjakan
sholat, kemudia diajaknya pula kepada kemenangan dunia dan akhirat. Akhirnya
disudahi dengan kalimat tauhid.
Hasil azan (bang) menyerukan waktu sholat, serta melakukan sholat berjamaah.
Selain itu, guna melahirkan syiar agama islam dimuka umum.
Firman Allah SWT:

َ‫ه ٱ‬
‫ّلله‬
ِ ‫كر‬
ِ ۡ‫ه‬
‫ِ ذ‬ ‫هَلى‬
‫ِ إ‬ ‫َو‬
‫ۡا‬ ‫َٱسۡع‬ ‫ه ف‬َِ
‫ة‬ ‫ُع‬
ُِ
‫م‬ ۡ
‫ٱلج‬
ِۡ
‫م‬
‫ه‬ ‫يو‬َ ‫هن‬ ‫ه م‬ِ‫لو‬
‫ة‬ ََ
‫هلص‬ ‫هيَ ل‬
ِ‫نود‬ ُ ‫َا‬ ‫هذ‬
‫إ‬
‫وا‬
ِ ُٓ َ‫ءا‬
‫من‬ َ َِ‫هي‬
‫ن‬ َ ‫ها‬
‫ٱلذ‬ َ‫ي‬َُّ
‫يأ‬ٓ ‫ُون‬
َ ‫لم‬َۡ
ِ َ
‫تع‬
ُِۡ
‫م‬ ‫ُنت‬‫هن ك‬ ُِ
‫ۡ إ‬
‫م‬ ‫ِ َلك‬ ‫َي‬
‫ۡر‬ ‫ۡ خ‬ُِ
‫م‬ ‫لك‬‫َه‬
‫ذ‬
َ
ِۡ
‫ع‬ ‫َي‬ ۡ ِ
‫ٱلب‬ ‫َر‬
‫ُوا‬ ‫َذ‬
‫و‬
Artinya: “hai orang-orang yang beriman, apabila kamu dipanggil (diseru) untuk
sholay pada hari jum’at, maka hendaklah kamu segera mengingat Allah (sholat) dan
tinggalkanlah jual beli itu, demikianlah yang baik bagi kamu jika kamu mengetahui.”
(al jumu’ah 9)
lafal bang:
Allahu Akbar, (4 kali); Asyhadu-al-la-ilaha illallah, (2 kali); Asyhadu anna
Muhammadarrasu-lullah, (2 kali); Hai-ya Alash Sholah, (2 kali); Hai-ya alal-falah, (2
kali); Allahu Akbar, (2 kali); Lai-ilaha-illallah, (1 kali). Dan kalau bang sholat subuh,
sesudah “Hai-ya alal falah” ditambah “As-shalatu khairum minanaum.” (2 kali).
2. Iqamah yaitu memberitahukan kepada hadirin supaya siap berdiri untuk sholat,
dengan lafal yang ditentukan oleh syara’.
Lafal iqomah.
Allahu Akbar, (2 kali); Asyhadu-al-la-ilaha illallah, Asyhadu anna Muhammadarrasu-
lullah, Hai-ya Alash Sholah, Hai-ya alal-falah, qad qa-matish-shalah (2 kali); Allahu
Akbar, (2 kali); Lai-ilaha-illallah.
Bung dan iqomah hanya disyariatkan untuk sholat fardhu (sholat lima waktu) saja,
baik sholat berjamaah maupun sholat sendiri.
Adapun untuk sholat-sholat yang sunah, sholat yang jenazah, sholat nazar, tidak
disunatkan bang dan iqomah. Hanya bagi sholat-sholat tersebut kalau diisyaratkan
berjamaah hendaklah diserukan “asyhalatal jami’ah (marilah sholat jamaah)
Iqomah perempuan:
Bagi jama’ah perempuan, menurut kata yang masyhur dalam madzhab Syafi’i
disunatkan iqomah saja tetapi bang tidak disunatkan karena bang itu dengan suara
yang nyaring (keras) tidak layak bagi perempuan sebab ditakuti akan menjadi fitnah
kepada para pendengar.
Bang dan iqomah untuk anak yang baru lahir.
Disunatkan bang pada telinga kanan anak yang baru lahir dan iqomah pada telinganya
yang kiri.
Faedahnya supaya kalimat yang mula-mula didengarnya sewaktu ia sampai ke dunia
ini ialah kalimat tauhid. Demikian juga sewaktu ia akan meninggal hendaklah
diajarkan dan diperingatkan kalimat itu.
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
“ajarilah orang yang hampir mati dengan kalimat “La ila ha illallah”: “tidak ada tuhan
yang sebenarnya patut kita sembah melainkan Allah.” (riwayat muslim)
Syarat-syarat bang dan iqomah:
1. Orang yang menyerukan bang dan iqomah itu hendaklah orang yang sudah
mumayyiz (berakal walau sedikit)
2. Hendaklah dilakukan sesudah masuk waktu, terkecuali bang subuh, boleh mulai
dari sejak tengah malam.
3. Orang yang bang dan iqomah itu hendaklah orang islam(muslimin);orang kafir
tidak boleh bang dan iqomah.
4. Kalimat keduanya hendaklah berturut-turut, berarti tidak diselang dengan kalimat
yang lain atau diselang dengan berhenti.
5. Tertib, artinya kalimat-kalimat teratur sebagai yang tersebut diatas.

Sunat bang dan iqomah:

1. Orang bang dan iqomah hendaklah menghadap ke kiblat.


2. Hendaklah berdiri karena dengan berdiri itu lebih pantas dalam arti
pemberitahuan.
3. Hendaklah dilakukan bang itu ditempat yang tinggi agar lebih jauh terdengar.
4. Bilal (orang bang) hendaklah orang yang keras dan baik suaranya agar lebih
menarik kepada pendengar untuk datang ke tempat sholat.
5. Bilal hendaklah bersuci dari hadats dan najis.
6. Si pendengar bang dan iqomah hendaklah turut pula menyebut dengan perlahan-
lahan seperti kalimat bang yang diucapkan oleh Bilal melainkan sewaktu Bilal
menyebut kalimat:
“Hai-ya Alash Sholah, Hai-ya alal-falah”
Yang mendengar hendaklah membaca:
“La haula wala quwwata illa billah.”
Begitu juga yang mendengar iqomah hendaklah turut membaca apa-apa yang
dibaca oleh Bilal, kecuali sewaktu ia membaca:
“Qad qamatishalah.”
Yang mendengar hendaklah membaca:
“aqamahallah wa adamaha.”
7. Membaca sholawat atas Nabi Muhammad SAW sesudah selesai dari bang,
kemudian ia berdoa.
8. Dan disunatkan membaca doa yang lain-lain diantara bang dan iqomah.
b. Membatas tempat sholat
Diantara beberapa hal yang diperbuat sebelum sholat, membatas tempat sholat dengan
dinding, dengan tongkat, dengan menghamparkan sajadah atau dengan garis, supaya
orang tidak lalu lintas didepan orang yang sedang sholat kerena lalu lintas di depan orang
sholat itu hukumnya haram.
c. Waktu sholat fardhu (sholat lima waktu)

‫ت َعلَى ْال ُمؤْ منينَِ كتَابًا َم ْوقُوتًا‬


ِْ َ‫ص ََلِة َ َكان‬ َِّ ‫إ‬
َّ ‫ن ال‬
“sesungguhnya sholat itu diwajibkan atas orang yang beriman, menurut waktu yang
tertentu.” (annisa’ 103)
Sholat yang fardhu/wajib atas tiap-tiap mukalap (orang telah balig berakal) lima sholat
sehari semalam.
1. sholat zuhur. Awal waktunya setelah cenderung matahari dari pertengahan langit.
Akhir waktunya apabila bayang-bayang sesuatu telah sama dengan panjangnya,
selain dari bayang-bayang ketika matahari menonggak (persis diatas ubun-ubun).
2. Sholat ashar. Waktunya mulai dari habisnya waktu lohor bayang bayang sesuatu
lebih dari pada panjangnya selain dari bayang-bayang ketika matahari sedang
menonggak, sampai terbenam matahari.
3. Sholat maghrib. Waktunya dari terbenam matahari, sampai terbenam syafaq (teja)
merah.
4. Sholat isya. Waktunya mulai dari terbenam syafaq merah (sehabis sholat maghrib)
sampai terbit fajar kedua.
5. Sholat subuh. Waktunya mulai dari terbit fajar kedua sampai terbit matahari.

Lebih baik hendaklah sholat itu dikerjakan diawal waktu dan haram mentakhirkan
(melalaikan) sholat sampai habis waktunya, dan makruh tidur sesudah ada waktu sholat
sedang ia belum sholat.

d. Syarat-syarat wajib sholat lima waktu


1. Islam. Adapun orang yang tidak islam tidak wajib atasnya sholat, berarti tidak
dituntut di dunia karna meskipun dikerjakannya juga tidak sah. Tetapi ia akan dapat
siksaan nanti diakhirat sebab ia tidak sholat, sedangkan ia dapat mengerjakan sholat
dengan cara masuk islam terlebih dahulu. Begitulah seterusnya hukum-hukum furu’
terhadap orang yang tidak islam.
Orang kafir apabila ia masuk islam tidaklah wajib mengqhada sembahyangnya
sewaktu ia belum islam, begitu juga puasa dan ibadah lainnya, tetapi amal
kebaikannya sebelum masuk islam tetap akan mendapat ganjaran yang baik.
2. Suci dari haid (kotoran) dan nifas.
Sabda Rasulullah Muhammad SAW:
Kata beliau kepada Fatimah binti Abi Hubaisy, “apabila datang kotoran tinggalkanlah
sholat.” (riwayat bukhari)
Telah diterangkan bahwa nifas ialah kotoran yang berkumpul tertahan sewaktu
perempuan hamil.
3. Berakal. Orang yang tidak berakal tidak wajib sholat.
4. Baligh (sampai umur dewasa). Dapat diketahui umur dewasa itu dengan salah satu
tanda yang berikut:
a. Cukup berumur 15 tahun atau keluar mani.
b. Bermimpi bersetubuh.
c. Mulai keluar haid bagi perempuan.
5. Telah sampai dakwah (perintah Rasulullah Muhammad SAW kepadanya),orang yang
belum menerima perintah tidak dituntut dengan hukum.
6. Melihat atau mendengar. Melihat atau mendengar menjadi syarat wajib sholat walau
pada suatu waktu untuk kesempatan mempelajari hukum-hukum syara, orang yang
buta dan tuli sejak dilahirkan, tidak dituntut dengan hukum karna tidak ada jalan
baginya untuk belajar hukum-hukum syara.
7. Jaga (tidak tidur). Maka orang yang tidak tidur wajib sholat begitu juga orang yang
lupa.
Peringatan:
Apabila seorang meninggalkan sholat karena tidur atau lupa, wajiblah ia sholat
apabila ia bangun atau ingat dan ia tidak berdosa.
Yang mukhtamad (lebih kuat), sholat orang lupa atau tidur itu, bukan qhada tetapi
adaan bagi keduanya karena dipaham dari hadits (maka hendaklah ia sholat apabila ia
telah ingat), bahwa waktu sholat bagi keduanya ialah waktu ingat dan waktu sholat
yang telah ditentukan, bukan waktu bagi kedua-duanya.
e. Syarat-syarat sholat
1. Suci dari hadats besar dan hadats kecil
Firman Allah swt:

ِ‫اط َّه ُر ْو ِۗا‬


َّ َ‫ن ُك ْنت ُِْم ُجنُبًا ف‬
ِْ ‫َوإ‬
“jika kamu junub, maka hendaklah kamu bersuci.” (al-maidah 6)
2. Suci badan, pakaian dan tempat dari najis
Firman Allah SWT:

َ َ‫ك ف‬
ِ‫طه ْر‬ َِ َ‫َوثيَاب‬
“dan bersihkanlah pakaianmu.” (al mudatsir 4)
Diberi keringanan untuk dibawa sholat sedikit najis atau yang sukar memeliharanya
(menjaganya) seperti nanah, bisul dan darah berkhitan dan darah berpantik yang
adaditempatnya.
Kaidah: “kesukaran itu membawa kemudahan.”
3. Menutup aurat. Aurat ditutup dengan suatu yang menghalangi kelihatan warna kulit.
Aurat laki-laki antara pusat dan lutut, aurat perempuan sekalian badannya kecuali
muka dan telapak tangan.
Firman Allah SWT:

ِ‫َيا َبني آ َد َِم ُخذُوا زينَت َ ُك ِْم ع ْن َِد ُكلِ َم ْسجد‬


“hai anak adam (manusia), ambilah (pakailah) perhiasanmu ketika hendak sholat di
masjid.” (al-araf 31)
Berkata ibnu abas: yang dimaksud dengan perhiasan dalam ayat ini adalah pakaian
untuk sholat.
Sabda Rasulullah Muhammad SAW:
Yang artinya: daripada ummu salamah, sesungguhnya ia telah bertanya kepada Nabi
Muhammad SAW, “bolehkah perempuan sholat hanya memakai baju kurung dan
kerudung saja, tidak memakai kain?” jawab Nabi Muhammad SAW, “boleh, kalau
baju kurung itu panjang sampai menutup 2 tumitnya.” (riwayat abu daud)
4. Mengetahui adanya waktu sholat. Diantara syarat sah sholat mengetahui bahwa
waktu sholat sudah ada. Keterangannya telah tersebut dalam pasal yang menerangkan
waktu sholat.
5. Menghadap ke kiblat (ka’bah). Selama dalam sholat, wajib menghadap ke kiblat.
Kalau sholat berdiri atau sholat duduk menghadapkan dada. Kalau sholat berbaring
menghadapkan dada dan muka, kalau sholat melentang, hendaklah dua telapak
kakinya dan mukanya menghadap ke kiblat kalau mungkin, kepalanya diangkatkan
dengan bantal atau sesuatu yang lain.
Firman Allah SWT:
ْ ‫ْث َما ُك ْنت ُِْم فَ َولُّوا ُو ُجو َه ُك ِْم ش‬
‫َط َره‬ َِ ‫ارا ْل‬
ُِ ‫ح َو َحي‬ َ ‫َط َِر ْال َم ْسجدِ م‬
ْ ‫كش‬
َِ ‫َو ْج َه‬
ِ‫فَ َول‬
“maka hendaklah engkau hadapkan mukamu ke arah masjidil haram: dimana saja
kamu berada, hendaklah kamu hadapkan mukamu ke sana.” (al-baqoroh 144)
f. Rukun sholat
1. Niat. Arti niat ada 2:
a. Asal makna niat menyengaja sesuatu perbuatan, dengan adanya sengaja ini,
perbuatan dinamakan ikhtiar (kemauan sendiri bukan dipaksa).
b. Niat pada syara’ (yang menjadi rukun sholat dan ibadah yang lain-lain), yaitu:
Menyengaja suatu perbuatan karena mengikut perintah Allah agar supaya
diridhoi-Nya; inilah yang dinamakan ikhlas. Maka orang yang sholat hendaklah
ia sengaja mengerjakan sholat karena mengikuti perintah Allah semata-mata agar
dapat mengikuti perintah-Nya, begitu juga ibadah yang lain.
Sepakat 4 mazhab bahwa niat pada sholat lima waktu wajib, berarti niat untuk tak
boleh tidak pada sholat lima waktu, hanya mereka berbeda paham tentang apakah niat
itu rukun atau syariat?
Golongan syafi’i dan malik sepaham bahwa niat itu menjadi rukun pada sholat
lima waktu. Hanafiyah dan hanabilah sepakat pula bahwa niat itu menjadi syarat pada
sholat lima waktu.
Alasan masing-masing:
Malikiyah, syafi’iyah dan hanabilah beralasan dengan ayat dan hahdits diatas.
Hanafiyah beralasan dengan ijma’ ulama, karena yang dimaksud dengan ibadah itu
dalam ayat diatas merupakan tafsiran mereka,termasuk urusan tauhid (ketuhanan)
bukan ibadah amaliyah seperti sholat dan mereka tafsirkan hadits itu dengan
mentakdirkan tsawaf (pahala), maka tafsir hadits itu menurut mereka, pahala amal
hanya ada dengan adanya niat, bukan sahnya amal yang bergantung dengan niat,
maka orang yang beramal dengan tidak berniat, amalnya sah, hanya tidak mendapat
pahala. Apakah arti sah kalau tidak mendapat pahala? Mereka menjawab bahwa arti
sah disini adalah orang beramal tidak berniat , terlepas dari tuntutan walaupun dia
tidak mendapat pahala.
Yang perlu dalam niat sholat lima waktu itu adalah “sengaja mengerjakan sholat”
supaya berbeda dari perbuatan yang lain-lain dan “menentukan sholat yang
dikerjakan” seperti duhur, ashar dan lain-lainnya, dan “menyengaja atau meniatkan
bahwa sholat itu fardhu”, untuk mencukupi tiga hal ini adalah gambaran niat sholat
duhur umpamanya: “sengajaku sholat fardhu duhur” demikian juga ynag lain-lain.
2. Berdiri bagi yang kuasa. Adapun orang yang tidak kuasa berdiri ia boleh sholat
duduk dan kalau tidak kuasa duduk ia boleh berbaring, dan kalau tidak kuasa
berbaring ia boleh telentang, kalau tidak juga kuasa demikian, sholatlah sekuasanya
walaupun dengan isyarat sekalipun. Yang penting, sholat tidak boleh ditinggalkan
selama iman masih ada. Orang yang diatas kendaraan kalau takut jatoh atau takut
mabuk ia boleh sholat duduk. Juga boleh percaya akan nasihat tabib yang mahir dan
boleh dipercaya.
3. Takbiratul ihram (membaca “Allahu Akbar”)
Sabda Nabi, “apabila engkau berdiri memulai sholat, takbirlah! Sesudah itu, bacalah
mana yang engkau dapat membacanya dari Al-Qur’an, kemudian rukuklah sehingga
ada thumaninah (diam sebentar) dalam rukuk itu, dan bangkitlah sampai engkau
berdiri lurus. Sesudah itu sujudlah, sampai engkau diam pula sejenak dalam sujud itu,
kemudian bangkitlah dari sujud, sampai engkau diam pula sebentar dalam duduk itu,
sesudah itu duduklah kembali sampai engkau diam pula sebentar dalam sujud itu.
Buatlah seperti itu dalam setiap sholatmu.” (sepakat ahli hadits dan pada riwayat ibnu
majjah) kemudian bangkitlah sehingga engkau diam pula sejenak pada berdiri itu.
4. Membaca surah Al-fatihah:
Telah sepakat imam malik, syafi’i, ahmad bin hambal dan jumhurul-ulama bahwa
membaca alfatihah pada tiap-tiap rakaat sholat wajib dan menjadi rukun sholat, baik
sholat yang fardhu maupun yang sunah.mereka beralasan dengan hadits-hadits, al-
hanafiyah berpendapat: yang fardhu dibaca ialah Al-Qur’an, tidak tertentu pada
alfatihah saja; pendapat ini berdasar atas ayat Al-Qur’an.
Firman Allah SWT:
“bacalah olehmu sesuatu yang mudah bagimu membacanya dari Al-Qur’an.”
(almuzamil)
Pihak pertama menjawab tentang pendapat ini bahwa ayat itu mujmal (tidak
jelas), surat atau ayat mana yang dimaksudkan mudah itu, maka hadits-hadits tersebut
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan mudah itu ialah Al-fatihah.
Makmun yang mendengar bacaan imamnya.
Apakah hukumnya membaca Alfatihah bagi makmum yang mendengar bacaan
imamnya? Dalam hal ini ada beberapa pendapat yang timbul dari cara mereka
memahami ayat Al-Qur’an dan hadits seperti:
a. Firman Allah SWT:
“apabila Al-Qur’an dibaca orang, maka hendaklah kamu dengarkan dan
perhatikan.” (al-a’raf 204)
b. Hadits bukhari dan darukuthni yang tersebut diatas.
c. Hadits yang berikut:
Artinya: “janganlah seseorang membaca Al-Qur’an apabila saya keraskan
bacaanku, kecuali ummul qur’an (al-fatihah).” (riwayat darukuthni) ia berkata
bahwa semua orang yang meriwayatkan hadits ini dapat dipercaya.
Sebagian ulama berpendapat bahwa membaca Al-fatihah bagi makmum yang
mendengar bacaan imamnya adalah termasuk rukun sholat, berarti apabila dia tidak
membaca alfatihah sholat tidak sah. Pendapat ini beralaskan beberapa hadits yang
tersebut diatas.
Cara mereka mengambil dalil dari hadits itu ialah mereka pahamkan hadits-hadits
itu sebagai ketentuan terhadap makmum dari ayat diatas mereka pandang umum
meliputi segala waktu dan terhadap tiap-tiap orang, baik yang sedang solat maupun
yang diluar sholat.
Umum ayat itu mereka batasi dengan maksud hadits-hadits itu, artinya semua
orang yang mendengar bacaan Qur’an wajib mendengar dan memperhatikan bacaan
itu, kecuali orang yang sedang sholat maka ia tidaklah wajib mendengarkan dan
memperhatikan bacaan Al-Qur’an itu karena sedang melakukan kewajiban yang lain
ketika itu, yaitu membaca Al-fatihah. Ketentuan kewajiban ini mereka ambil dari
beberapa hadits tersebut sebab memang sudah disepakati oleh semua golongan bahwa
hadits-hadits ialah untuk jalan memahami (menafsirkan) ayat Al-Qur’an karena
Qur’an sebagai pokok, penjelasan diambil dari hadits-hadits Rosulullah Muhammad
SAW.
Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa makmum yang mendengar bacaan
imamnya tidak wajib bahkan tidak boleh membaca Alfatihah; mereka mengemukakan
alasan dengan umum ayat itu; mereka tidak menghubungkan ayat dengan hadits-
hadits itu karena menurut pendapat mereka derajat kekuatan hadits itu tidak sama
dengan kekuatan ayat, maka menurut paham mereka, yang lebih kuat tidak dapat
dikalahkan oleh yang kurang kuatnya. Atau dengan kata-kata lain, hadits yang tidak
sampai kederajat mutawat tidak boleh untuk menafsirkan atau mengurangi maksud
ayat.
Orang yang tidak dapat membaca sebagian dari alfatihah hendaklah dibacanya
sekadar yang dapat olehnya walaupun satu ayat sekalipun dan jika ia tidak dapat sama
sekali hendaklah ia berdiri saja sekadar masa membaca alfatihah.
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
Rosulullah Muhammad SAW berkata: “ barang yang saya perintahkan kepada
kamu hendaklah kamu kerjakan sekuasamu.” (sepakat ahli hadits)
Wajib atas tiap-tiap orang mukalaf belajar membaca surat alfatihah sampai hafal
dengan bacaan yang fasih menurut makhroj huruf arab.
5. Rukuk serta thuma’ninah (berhenti)
Adapun rukuk sekurang-kurangnya bagi orang yang sholat berdiri, menunduk
kira-kira dua telapak tangan sampai ke lutut, sebaliknya hendaklah menunduk betul-
betul sampai datar(lurus) tulang punggung dengan lehernya (=90 derajat), serta
meletakkan dua telapak tangan ke lutut. Sekurang-kurangnya rukuk untuk orang yang
sholat duduk, hendaklah sampai bertentangan mukanya dengan lututnya, sebaliknya
terlentang mukanya dengan tempat sujud.
6. I’tidal serta thuma’ninah (berhenti)
Artinya berdiri betul kembali seperti pada ketika membaca Alfatihah.
7. Sujud dua kali serta thuma’ninah (berhenti)
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
“kemudian sujudlah engkau sehingga berhenti ketika, kemudian bangkitlah engkau
hingga berhenti seketika, kemudian sujudlah engkau hingga berhenti seketika.”
(riwayat bukhari dan muslim)
Sekurang-kurangnya sujud meletakkan dahi ke tempat sujud.
Sabda Rosolullah Muhammad SAW:
“apabila engkau sujud, letakkanlah dahimu, dan janganlah engkau mencotok seperti
cotok ayam.” (riwayat ibnu hibban)
Sebagian ulama mengatakan, wajib sujud dengan tujuh anggota, dahi dan hidung,
dua telapak tangan, dua lutut dan ujung jari kedua telapak tangan.
Keadaan sujud hendaklah menungkit, serta pinggul lebih tinggi daripada badan.
8. Duduk diantara dua sujud dan thuma’ninah (berhenti) diantaranya. Alasannya sabda
Rosulullah Muhammad SAW:
“kemudian sujudlah engkau hingga berhenti seketika, kemudian bangkitlah engkau
hingga berhenti seketika, kemudian sujudlah engkau hingga berhenti pula seketika.”
(riwayat bukhari dan muslim)
9. Duduk akhir
Untuk tasyahud akhir dan salawat atas Nabi Muhammad SAW dan atas keluarga
beliau; keterangan amal Rosulullah Muhammad SAW (beliau selalu duduk ketika
membaca tasyahud dan salawat)
10. Membaca tasyahud akhir.
Dari ibnu mas’ud Rosulullah Muhammad SAW berkata, “apabila sholat salah
seorang diantara kamu maka hendaklah membaca tasyahud;
“sekalian bakti lidah dan badan pun harta adalah kepunyaan Allah, mudah-mudahan
turunlah sejahtera atasmu, hai Nabi, dan begitu juga rahmat Allah dan karunia-Nya,
mudah-mudahan dilimpahkan pula sejahtera atas kita sekalian dan atas hamba Allah
yang sholeh-sholeh (baik-baik), aku menyaksikan bahwa tidak ada tuhan yang
sebenar-benarnya melainkan Allah, dan aku menyaksikan bahwa Nabi Muhammad
SAW itu hamba-Nya dan utusan-Nya.” Sambung hadits: “kemudian hendaklah ia
memilih doa yang dikehendakinya.” (riwayat bukhari dan muslim). Ada lafal yang
lain yang diriwayatkan oleh muslim dan abu daud dan ibnu abbas.
11. Membaca sholawat atas Nabi Muhammad SAW
Waktu membacanya ialah pada ketika duduk akhir sesudah membaca tasyahud
akhir, adapun sholawat atas keluarga beliau menurut syafi’i tidak wajib, hanya sunat
saja.
“daripada ibnu mas’ud telah datang kepada kami Rosulullah Muhammad SAW maka
berkata basyir kepada beliau: Allah telah menyuruh kepada kami supaya
membacakan sholawat atas engkau, bagaimanakah cara kami membacakan sholawat
atas engkau? Jawab beliau katakanlah olehmu: “hai tuhanku, berilah rahmat atas Nabi
Muhammad dan atas keluarganya sebagaimana engkau telah memberi rahmat atas
keluarga Nabi Ibrahim, dan berilah karunia atas Nabi Muhammad dan atas keluarga
beliau sebagaimana engkau telah memberi karunia atas keluarga Nabi Ibrahim,
sesungguhnya engkaulah rahmat yang amat terpuji dan amat mulia.” (riwayat ahmad,
muslim an-nasal, dan turmidzi)
Sebagian ulama berpendapat bahwa membaca sholawat pada duduk akhir,
sesudah membaca tasyahud akhir, tidaklah wajib. Hadits itu tidak memberikan
ketentuan dalam sholat dan sesudah tasyahud akhir, yang dapat dipahami dari hadits
itu hanya diluar sholat. Yang berpendapat wajib dalam sholat sesudah membaca
tasyahud akhir mengemukakan alasan bahwa pertanyaan dalam hadits itu menurut
riwayat lain adalah pertanyaan mengenai cara membaca sholawat dalam sholat.
12. Memberi salam yang pertama (ke kanan)
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
“permulaan sholat itu takbir dan penghabisannya salam.” (riwayat abu daud dan
turmidzi)
“adalah Rosulullah Muhammad SAW memberi salam hanya sekali pada sholat witir.”
(riwayat ibnu hibban)
Lafal salam yang sempurna:
ُ‫علَ ْي ُك ِْم َو َرحْ َم ِة ُ للاِ َوبَ َركَات ُ ِه‬
َ ‫سَلَ ُِم‬
َّ ‫ال‬
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”
Yang artinya: “mudah-mudahan selamatlah kamu dengan rahmat dan berkat Allah.”
Lafal salam sekurang-kurangnya:
ِ‫علَِْي ُك ْم‬
َ ‫سَلَ ُِم‬
َّ ‫ال‬
“Assalamu’alaikum”. Artinya : “mudah-mudahan selamatlah kamu.”
Sebagian ulama berpendapat bahwa memberi salam itu wajib dua kali, ke kanan dan
ke kiri.
13. Menerbitkan rukun. Artinya meletakkan tiap-tiap rukun pada tempatnya menurut
susunan yang tersebut diatas.
g. Beberapa sunat sholat
1. Mengangkatkan dua tangan, ketika takbiratul ihkrom, sampai bersamaan tinggi ujung
jari dengan telinga, dan telapak tangan setinggi bahu serta keduanya dihadapkan ke
kiblat.
2. Mengangkatkan kedua tangan ketika akan rukuk dan ketika berdiri dari rukuk dan
tatkala berdiri dari tasyahud awal dengan cara yang telah diterangkan di takbiratul
ikhrom.
3. Meletakkan telapak tangan kanan atas belakang tangan kiri dan keduanya diletakkan
dibawah dada. Kata sebagian ulama diletakkan di bawah pusat.
4. Melihat ke arah tempat sujud, selain waktu membaca:
“ashyhadu an la ilaha illallah” dalam tasyahud karena ketika itu hendaklah melihat
ketelunjuknya.
5. Membaca doa iftitah sesudah takbiratul ikhram, sebelum membaca alfatihah.
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
Dari Abu hurairah: “Rosulullah Muhammad SAW apabila telah mengucap takbir
dalam sholatnya, beliau diam sebentar sebelum membaca alfatihah, saya berkata
kepada beliau: apakah yang engkau baca diantara takbir dan alfatihah? Jawab beliau,
saya baca: “ya Allah, jauhkanlah antaraku dan kesalahanku sebagaimana engkau telah
menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah saya dari kesalahanku
sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah basuhlah kesalahanku
dengan air, es dan embun.” (riwayat bukhari dan muslim)
6. Membaca: “A’udzubillah” sebelum membaca “bismillah” lafalnya:

ِ‫الرجيم‬ َ ‫ش ْي‬
َّ ِ‫طان‬ َّ ‫اّلل منَِ ال‬ ُ َ‫أ‬
َِّ ‫عو ِذُ ب‬
“A`ūdzu billāhi minas-syaitānir-rajīmi”
Arti Bacaan: "Aku memohon perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk"
(riwayat abu sa’id al hudri)
7. Diam sebentar sebelum membaca al-fatihah dan sesudahnya.
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
Dari Samuroh: “Nabi besar Muhammad SAW diam sebentar, apabila sudah takbir,
dan apabila beliau sudah selesai dari membaca Al-fatihah.” (riwayat abu daud)
8. Membaca Amiin sehabis membaca fatihah. Juga sunat sebelum membaca amiin,
membaca “Rabighfirli”.
Kalau alfatihah dibaca dengan keras, amin juga dengan keras, sebaliknya kalau
alfatihah dibaca dengan tidak keras, amin pun tidak pula.
9. Membaca surah atau ayat Al-Qur’an, bagi imam atau orang sholat sendiri, sesudah
membaca Al-fatihah pada dua rokaat pertama (ke 1 dan ke 2) dalam tiap-tiap sholat.
Surat atau ayat yang dibaca dirokaat yang pertama, juga hendaklah lebih panjang
daripada dirokaat yang kedua. Juga hendaklah diantara kedua surat bertertib sebagai
dalam Qur’an.
10. Sunat bagi makmum mendengarkan bacaan imamnya.
Firman Allah SWT:
“apabila dibaca orang Qur’an, maka hendaklah kamu dengarkan.” (al a’raf 204)
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
Beliau berkata: “apabila kamu sholat dibelakang saya (mengikuti saya) maka
janganlah kamu membaca apa-apa selain Ummul-Qur’an (alfatihah).” (riwayat
turmidzi)
11. Mengeraskan bacaan pada saat sholat subuh dan pada dua rokaat yang pertama pada
sholat maghrib dan isa begitu juga sholat jum’at, hari raya, terawih, dan witir pada
bulan Ramadhan, beralasan dengan amal Rosulullah Muhammad SAW yang
diriwayatkan oleh Bukhori.
12. Takbir tatkala turun dan bangkit, selain dari ketika bangkit dari rukuk.
13. Membaca “sami’allahu liman hamidah” ketika bangkit dari rukuk.
14. Membaca “robbana wa lakal-hamdu” tatkala i’tidal.
15. Meletakkan dua telapak tangan diatas lutut ketika rukuk keterangan amal Rosulullah
Muhammad SAW dari riwayat bukhori dan muslim.
16. Membaca tasbih tiga kali ketika rukuk. Lafalnya:

‫ى ْال َعظيم‬
َِ َِ‫س ْب َحان‬
ُ ‫َرب‬
Artinya :“Maha Suci Rabbku Yang Agung.” (dibaca tiga kali). (riwayat Muslim)

17. Membaca tasbih tiga kali ketika sujud. Lafalnya:

‫ى األ َ ْعلَى‬
َِ ‫س ْب َحانَِ َرب‬
ُ
Artinya: “Maha Suci Rabbku Yang Tinggi.” (dibaca tiga kali). (riwayat Muslim)
18. Membaca doa ketika duduk antara dua sujud.
19. Duduk iftisyari (bersimpuh) pada semua duduk pada sholat kecuali duduk akhir.
Keterangan amal Rosulullah Muhammad SAW. (riwayat turmidzi)
20. Duduk tawarruk diduduk akhir. Keterangan amal Rosulullah Muhammad SAW.
(riwayat turmidzi)
21. Duduk istirahat (sebentar) sesudah sujud kedua sebelum berdiri: beralasan amal
Rosulullah Muhammad SAW diriwayatkan oleh bukhori.
22. Bertelekan ke tanah ketika hendak berdiri dari duduk. Keterangan amal Rosulullah
Muhammad SAW diriwayatkan oleh bukhori.
23. Memberi salam yang kedua.
24. Menoleh ke kanan pada salam pertama sehingga kelihatan pipinya yang kanan dari
belakang, begitu juga sewaktu salam kedua hendaklah menoleh kesebelah kiri sampai
kelihatan pipinya yang sebelah kiri dari belakang.
25. Ketika memberi salam hendaklah diniatkan memberi salam kepada yang disebelah
kanan dan kirinya, baik terhadap manusia maupun malaikat, dan imam memberi
salam kepada makmumnya dan mereka berniat memjawab salam imam.
h. Sunat yang lebih penting (sunat muakad)
Dalam madzhab syafi’i ada dua sunat yang lebih penting dari yang tersebut diatas
sehingga apabila dari salah satu dari keduanya ditinggalkan hendaklah diganti dengan
sujud sahwi.
1. Membaca tasyahud pertama sesudah sujud kedua dari rokaat yang kedua sebelum
berdiri pada rokaat yang ketiga.
Dari Abdullah bin Bukainah: “kami telah mengerjakan sholat bersama-sama
Rosulullah Muhammad SAW sholat dhuhur, beliau berdiri dan beliau ketinggalan
duduk tasyahud pertama, maka pada akhir sholat, beliau sujud dua kali.” (riwayat
bukhari dan muslim)
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
Dari Ibnu Mas’ud katanya: sesungguhnya Muhammad SAW telah berkata, “apabila
kamu duduk pada tiap-tiap dua rokaat sholat, maka hendaklah kamu membaca
attahiyatul lillah dan seterusnya (lafal tasyahud).” (riwayat ahmad dan nasal)
2. Qunut sesudah i’tidal yang akhir pada sholat subuh dan witir, sejak malam 16 bulan
ramadhan sampai akhirnya.
Dari annas, katanya: “senantiasa Rosulullah Muhammad SAW qunut pada sholat
subuh hingga sampai saat beliau meninggal dunia.” (riwayat imam ahmad)
Sebagian ulama berpendapat bahwa qunut yang tertentu pada sholat subuh itu tidak
disunatkan, hadits annas itu menurut penyelidikan mereka hadits dhoif, hanya
disyariatkan qunut nazilah (qunut karena bahaya, bala, yang menimpa pada
masyarakat islam) seperti musim penyakit taun, kolera, zaman rusuh, musim
kemarau, qunut nazilah disunatkan pada sekalian sholat lima waktu.
i. Hal-hal yang membatalkan sholat
1. Meninggalkan salah satu rukun atau memutuskan rukun sebelum sempurna dengan
sengaja, umpama ia i’tidal sebelum rukuk sempurna.
2. Meninggalkan salah satu syarat, seperti:
a. Berhadats
b. Kena najis yang tidak bisa dimaafkan, baik badan maupun pakaian, sedangkan
najis itu tidak dapat dibuang ketika itu. Kalau najis itu dapat dibuang ketika itu
juga, maka sholat tidak batal; dan
c. Aurat terbuka, sedangkan tidak dapat ditutupkan ketika itu; kalau ketika itu juga
dapat ditutupkan, maka sholat tidak batal.
3. Dengan sengaja berkata-kata. Dengan berkata-kata yang biasa dihadapkan pada
manusia, walaupun kata-kata yang bersangkutan dengan sholat sekalipun, kecuali jika
lupa.
Orang yang tengah sholat hendak memberitahukan suatu kejadian yang amat penting
(darurat), seperti memperingatkan imam, atau memperingatkan orang yang akan
terjatuh, atau memberi izin kepada orang yang akan masuk kerumahnya, kalau laki-
laki hendaklah membaca tasbih dan kalau perempuan hendaklah bertepuk.
Adapun mendehem-dehem atau menunjuki bacaan imam apabila ia ragu-ragu atau
lupa tidaklah membatalkan sholat.
4. Banyak bergerak. Melakukan sesuatu dengan tidak ada perlunya seperti bergerak tiga
langkah atau memukul tiga kali berturut-turut. Karena orang yang dalam sholat itu
hanya disuruh mengerjakan yang bersangkutan dengan sholat saja, pekerjaan yang
lain hendaklah ditinggalkan.
Rosulullah Muhammad SAW bersabda:
Dari Ibnu Mas’ud, telah berkata Rosulullah Muhammad SAW, “sesungguhnya dalam
sholat itu sudah ada pekerjaan yang tertentu, tidak layak ada pula pekerjaan yang
lain.” (riwayat bukhori dan muslim)
Adapun apabila ada hajat kepada perbuatan yang lain, maka tidak ada halangan,
umpama sholat sewaktu sangat takut dalam peperangan, atau melihat kalajengking
atau ular akan menggigit, tidak ada halangan ia bergerak atau melangkah, begitu juga
bergerak yang sedikit seperti menggerakkan anak jari atau lidah karena demikian
tidak mengubah rupa aturan sholat.
5. Makan atau minum. Keterangan sebagai keterangan no. 4 dan keadaan makan dan
minum itu sangat berlawanan dengan keadaan sholat.

2. Sholat berjamaah
Apabila dua orang sholat bersama-sama dan salah seorang diantara mereka mengikuti
yang lain, maka keduanya dinamakan sholat berjamaah.
Orang yang diikuti (yang dihadapan) dinamakan imam dan yang mengikuti dibelakang
dinamakan makmum.
Firman Allah SWT:
“apabila engkau (Rosulullah Muhammad SAW) beserta mereka dalam peperangan,
sedang engkau bermaksud hendak sholat dengan mereka, maka hendaklah sebagian dari
mereka berdiri untuk sholat beserta engkau.” (an-nisa 102)
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
Dari ibnu ummar, katanya Rosulullah Muhammad SAW telah berkata, “kebaikan sholat
berjamaah melebihi sholat sendirian sebanyak 27 derajat.” (riwayat bukhori dan muslim)
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
Dari abu hurairoh: sesungguhnya seorang laki-laki buta telah memberitahukan kepada
Rosulullah bahwa ia tidak ada yang memimpinnya untuk pergi ke masjid dan ia minta
supaya dia dibolehkan sholat dirumahnya saja. Rosulullah Muhammad SAW
memperkenankan permintaannya. Dia dibolehkan sholat dirumahnya saja tidak usah
berjamaah, dari riwayat muslim dan nasal.
a. Hukum sholat berjamaah
Sebagian ulama mengatakan sholat berjamaah itu adalah fardhu ain, sebagian lagi
berpendapat bahwa sholat berjamaah itu fardhu kifayah, sebagian lagi berpendapat sunah
muakad, yang akhir ini hukum yang lebih layak, selain sholat jum’at. Menurut kaidah
persesuaian beberapa dalil dalam masalah ini seperti tersebut diatas berkata pengarang
Nailul authar: pendapat yang seadil-adil dan sehampir-hampirnya kepada yang betul
ialah sholat berjamaah itu sunah muakad.
Sholat lima waktu bagi laki-laki, berjamaah dimasjid lebih baik daripada sholat
berjamaah dirumah, kecuali sholat sunat, maka dirumah lebih baik, bagi perempuan
sholat dirumah lebih baik karena lebih aman bagi mereka.
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
“hai manusia, sholatlah kamu dirumah kamu masing-masing, sesungguhnya sebaik-
baik sholat ialah sholat seseorang dirumahnya, terkecuali sholat lima waktu (maka di
masjid lebih baik),” (riwayat bukhori dan muslim)

Peringatan:
1. Sholat berjamaah makin banyak makin baik.
2. Masih mendapat kebaikan berjamaah apabila makmum masih dapat mengikutinya
sebelum imam memberi salam; akan tetapi makmum yang mengikutinya dari mula-
mula mendapat ganjaran lebih banyak dari makmum yang mengikutinya kemudian.
3. Imam hendaklah menjelaskan sholatya, kecuali kalau makmumnya hanya terdiri dari
kaum yang terbatas banyaknya, dan mereka suka diperpanjang.
b. Syarat-syarat sah mengikuti imam
1. Makmum hendaklah meniatkan mengikuti imam. Adapun imam tidak menjadi syarat
berniat menjadi imam hanya sunat agar ia mendapatkan ganjaran berjamaah.
Keterangan:
“sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat.” (riwayat bukhori dan
muslim)
2. makmum henaklah mengikuti imamnya dalam segala pekerjaannya. Maksudnya
makmum hendaklah membaca takbiratul-ikhrom sesudah imamnya, begitu juga
permulaan segala perbuatan makmum hendaklah terkemudian dari yang dilakukan
oleh imamnya.
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
“sesungguhnya imam itu dijadikan imam supaya diikuti perbuatannya, apabila ia
telah telah takbir, hendaklah kamu takbir dan apabila telah rukuk maka hendaklah
kamu rukuk pula.” (riwayat bukhori dan muslim)
3. mengetahui gerak-gerik perbuatan imam. Umpamanya dari berdiri ke rukuk dari
rukuk ke i’tidal, dari i’tidal ke sujud, dan seterusnya, baik diketahui dengan melihat
imam sendiri maupun melihat saf (barisan) yang dibelakang imam, atau mendengar
suara imam, atau suara mubalighnya agar makmum dapat mengikuti imamnya.
4. Keduanya (imam dan makmum) berada dalam satu tempat. Umpamanya dalam satu
rumah. Setengah ulama berpendapat bahwa sholat disatu tempat itu tidak menjadi
syarat, hanya sunat, karena yang perlu mengetahui gerak-gerik perpindahan imam
dari rukun ke rukun atau dari rukun ke sunat dan sebaliknya agar makmum dapat
mengikuti gerak-gerik imamnya.
5. Tempat berdiri makmum tidak boleh berkemuka dengan imamnya. Yang dimaksud
disini ialah lebih terkemuka ke pihak kiblat. Bagi orang yang sholat berdiri, diukur
tumitnya, dan bagi duduk, pinggulnya. Adapun apabila berjamaah dimasjidil haram,
hendaklah saf mereka melengkung mengelilingi ka’bah, tidak salahnya makmum
lebih dekat ke ka’bah dari imam dipihak lain.
Susunan makmum:
Kalau makmum hanya seorang, hendaklah ia berdiri disebelah kanan imam, agak
kebelakang sedikit dan apabila datang seorang yang lain hendaklah ia berdiri
disebelah kiri imam, sesudah ia takbir, imam hendaklah maju ke depan atau makmum
kedua orang itu mundur ke belakang.
Daripada jabir, katanya: “saya telah sholat megikuti Nabi Muhammad SAW,
saya berdiri di sebelah kanan beliau, kemudian datang jabir bin sakhrim berdiri
disebelah kiri beliau, maka beliau ambil tangan kami keduanya sehingga beliau
dirikan kami dibelakang beliau.” (riwayat muslim)
Kalau jamaah itu terdiri dari beberapa saf, terdiri dari beberapa jamaah laki-
laki dewasa, kanak-kanak dan perempuan, maka hendaklah diatur saf sebagai berikut:
dibelakang imam saf laki-laki dewasa, kemudian saf kanak-kanak, kemudian saf
perempuan.
6. Imam hendaklah jangan mengikuti kepada yang lain. Imam itu hendaklah
berpendirian tidak terpengaruh oleh yang lain, kalau ia makmum tentu ia akan
mengikuti imamnya.
7. Hendaklah sama aturan sholat makmum dengan sholat imam. Artinya tidak sah
sholat fardhu, yang lima megikuti pada sholat gerhana atau sholat mayat, karena
aturan (cara) kedua sholat itu tidak sama, tetapi tidak beralangan orang sholat fardhu,
yang lima mengikuti orang sholat sunat yang sama aturannya, seperti orang sholat
isya mengikuti orang sholat terawih, dan sebaliknya, karena aturan dua sholat itu
sama.
8. Laki-laki tidak mengikuti perempuan. Berarti laki-laki tidak boleh menjadi makmum,
sedang imamnya perempuan. Adapun perempuan yang menjadi imam bagi
perempuan pula tidak beralangan.
9. Keadaan imam tidak ummi sedang makmum qori. Artinya imam itu hendaklah yang
baik bacaannya.
10. Janganlah makmum berimam kepada orang yang diketahuinya bahwa sholatnya
tidak sah (batal). Seperti mengikut imam yang diketahui oleh makmum bahwa ia
bukan orang islam atau ia berhadats atau bernajis badan atau pakaiannya atau
tempatnya. Karena imam yang seperti itu hukumnya tidak dalam sholat, sebagaimana
akan diikuti sholatnya.
c. Hukum masbuq
Masbuq adalah orang yang mengikut kemudian, ia tidak sempat membaca fatihah
beserta imam dirokaat pertama.
Hukumnya, jika ia takbir sewaktu imam belum rukuk, hendaklah ia membaca fatihah
seberapa mungkin. Apabila imam rukuk sebelum habis fatihahnya maka hendaklah ia
rukuk pula mengikuti imam. Atau didapatinya imam sebelum rukuk, maka ia hendaklah
rukuk pula. Ringkasnya ia hendaklah menurutkan bagaimana keadaan imam sesudah ia
takbiratul ihkrom.
Apabila masbuq mendapati imam sebelum rukuk atau sedang rukuk dan ia dapat
rukuknya sempurna bersama imam, maka ia mendapat satu rokaat, berarti sholatnya itu
terhitung satu rokaat. Kemudian hendaklah ditambah kekurangan rokaatnya jika belum
cukup sesudah imam memberi salam.
Sabda Rosulullah SAW:
“apabila seseorang diantara kamu datang sholat sewaktu kami sujud, maka hendaklah
kamu sujud, dan janganlah kamu hitung itu satu rokaat, dan barang siapa yang mendapati
rukuk beserta imam, maka ia telah mendapat satu rokaat.” (riwayat abu daud)
Adapun fatihahnya ditanggung oleh imam; ini pendapat jumhur ulama. Sebagian
ulama yang lain berpendapat bahwa masbuq tidak mendapat satu rokaat melainkan
apabila ia dapat membaca fatihah sebelum imam rukuk. Mereka beralasan sengan hadits
yang artinya:
“bagaimana keadaan imam ketika kamu dapati, hendaklah kamu ikut dan apa yang
ketinggalan olehmu hendaklah kamu sempurnakan.” (riwayat bukhori dan muslim)
d. Imam yang dibenci
Seorang yang menjadi imam masjid atau langgar atau tempat-tempat berjamaah yang
lain, tetapi kaum (orang banyak) yang berjamaah disitu benci kepadanya, sedang
kebencian mereka kepadanya disebabkan keagamaan, maka hukum imam yang seperti itu
menurut sebagian ulama haram dan sebagian lagi berpendapat makruh. Karena dengan
kebencian kepadanya itu, mereka tentu akan menjauhkan diri daripadanya dan sholat
berjamaah disitu akan berkurang ataupun mungkin juga akan menimbulkan fitnah yang
tidak diingini oleh agama islam.
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
Dari abudllah bin umar: telah berkata Rosulullah Muhammad SAW, “Allah tidak
menerima akan sholat orang yang menjadi imam diantara satu kaum, sedang mereka
benci kepadanya.” (riwayat abu daud dan ibnu majjah)
e. Halangan berjamaah
Boleh meninggalkan berjamaah karena beberapa halangan yang berikut:
1. Karena hujan yang menyusahkan perjalanan ketempat berjamaah.
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
Dari jabir: kami telah berjalan bersama-sama Rosulullah; dalam perjalanan kami
kehujanan. Rosulullah berkata: “orang yang hendak sholat, sholatlah dikendaraannya
masing-masing.” (riwayat ahmad dan muslim)
2. Karena angin yang kuat.
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
Adalah pada suatu malam yang dingin serta berangin badai, Nabi Muhammad SAW
menyuruh seseorang supaya berseru mengatakan: “ketahuilah! Sholatlah kamu diatas
kendaraanmu.” (riwayat syafi’i)
3. Sakit yang menyusahkan berjalan ketempat berjamaah.
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
“tatkala Rosulullah Muhammad SAW dalam sakit, beliau tinggalkan sholat
berjamaah beberapa hari.” (riwayat bukhori dan muslim)
4. Karena lapar dan haus, sedangkan makanan sudah sedia, begitu juga ketika sangat
ingin buang air besar atau buang air kecil.
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
Dari aisyah, Rosulullah Muhammad SAW telah berkata, “jangan sholat sewaktu
makanan sudah sedia dan jangan pula sewaktu sangat ingin buang air.” (riwayat
bukhori dan muslim)
5. Karena baru makan makanan yang busuk dan baunya sukar dihilangkan, seperti
bawang, petai, jering 9jengkol), dan sebagainya.
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
“barang siapa makan bawang merah atau bawang putih atau kucai maka jangan ia
mendekati masjid.” (riwayat bukhori dan muslim)
6. Dan halangan lainnya yang membawa kemusyaqqotan (kesulitan) untuk menjalankan
sholat berjamaah. Halangan itu terhadap orang yang mungkin berjamaah di
rumahnya. Adapun orang yang dapat berjamaah di rumahnya maka hendaklah
dijalankan berjamaah di rumahnya.

Halangan disini maksudnya adalah orang yang berhalangan itu tidak berdosa
meninggalkan berjamaah atas kata bahwa berjamaah itu wajib dan tidak makruh
meninggalkan berjamaah atas kata bahwa berjamaah itu sunah istimewa (sunah muakad).

3. Sholat jum’at
Sholat jum’at adalah sholat dua rokaat sesudah khotbah pada waktu dhuhur, di hari
jum’at.
a. Hukumnya
Sholat jum’at fardhu ain, artinya wajib atas tiap-tiap laki-laki yang dewasa yang
beragama islam merdeka dan tetap dalam negeri. Tidak wajib jum’at atas perempuan,
kanak-kanak, hambasahaya, dan orang yang sedang dalam perjalanan.
Firman Allah SWT:
“hai orang-orang yang beriman, apabila kamu diseru untuk sholat (mendengar bang) pafa
hari jum’at, maka hendaklah kamu segera mengingat Allah (sholat jum’at) dan
tinggalkanlah jual-beli.” (al-jumu’ah 9)
Yang dimaksud dengan jual-beli ialah segala pekerjaan selain urusan sholat.
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
Kata beliau, “hendaklah berhenti beberapa golongan dari meninggalkan jum’at, kalau tidak
Allah akan mencap hati mereka, kemudian mereka akan dimasukkan kedalam golongan
orang yang lalai.” (riwayat muslim)
b. Syarat wajib sholat jum’at
1. Islam, tidak wajib jum’at atas orang bukan islam.
2. Baligh (dewasa), tidak wajib jum’at atas anak-anak.
3. Berakal, tidak wajib jum’at atas orang bodoh atau orang gila.
4. Laki-laki, tidak wajib jum’at atas perempuan.
5. Sehat, tidak wajib jum’at atas orang yang sakit atau beralangan dan sebagainya.
6. Tetap dalam negeri, tidak wajib jum’at atas orang yang dalam perjalanan.
c. Syarat sah mendirikan jum’at
1. Hendaklah diadakan dalam negeri yang tetap yang telah dijadikan wathan (tempat-
tempat), baik dikota-kota maupun dikampung-kampung (desa), maka tidak sah
mendirikan jum’at diladang-ladang yang penduduknya hanya tinggal disana untuk
sementara waktu saja. Pada masa Rosulullah Muhammad SAW dan pada masa sahabat
yang empat tidak pernah terdiri jum’at melainkan di negeri yang tetap.
2. Berjamaah karena tidak pernah pada masa Rosulullah Muhammad SAW sholat jum’at
dilakukan sendiri-sendiri. Sekurang-kurang bilangan jamaah, menurut pendapat
sebagian ulama empat puluh orang laki-laki dewasa dari penduduk negeri, ulama yang
lain mengatakan: lebih dari empat puluh. Setengah ulama lagi berpendapat: cukup
dengan dua orang saja karena sudah berjamaah. Tentang bilangan ini tentu banyak
sekali pendapat-pendapat, akan tetapi karena kitab ini hanya untuk seperlunya serta
dengan seringkas-ringkasnya saja, maka pendapat-pendapat (mazhab) dan keterangan-
keterangan satu persatunya tidak dapat dibicarakan disini.
3. Hendaklah dikerjakan pada waktu dhuhur.
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
Dari annas, “adalah Rosulullah Muhammad SAW sholat jum’at ketika telah tergelincir
matahari.” (riwayat bukhori)
4. Hendaklah sholat jum’at itu didahului oleh dua khutbah.
Dari ibnu ummar adalah Rosulullah Muhammad SAW berkhotbah dua khotbah
pada hari jum’at dengan berdiri, dan beliau duduk diantara dua khotbah itu.” (riwayat
bukhori dan muslim)
d. Khotbah jum’at
Rukun dua khotbah jum’at:
1. Mengucapkan puji-pujian kepada Allah. Keterangan amal Rosulullah Muhammad
SAW yang diriwayatkan oleh muslim.
2. Salawat atas Rosulullah Muhammad SAW, sebagian ulama berkata bahwa salawat ini
tidak wajib, berarti bukan rukun khotbah.
3. Mengucapkan syahadat (bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad
adalah utusan-Nya)
4. Berwasiat (bernasihat) dengan takwa dan mengajarkan apa-apa yang perlu kepada
pendengar, baik urusan agama maupun dunia seperti ibadah kesopanan, pergaulan,
perekonomian, pertanian, siasat dan sebagainya, serta dengan bahasa yang dipahami
oleh si pendengar.
5. Membaca ayat-ayat Al-Qur’an pada salah satu kedua khotbah.
6. Mendoa untuk mukminin dan mukminat pada khotbah yang kedua. Setengah ulama
berpendapat bahwa doa dalam khotbah tidak wajib sebagaimana juga dilain khotbah,
tidak wajib.

Syarat dua khotbah:

1. Hendaklah kedua khutbah itu dimulai sesudah tergelincir matahari, keterangan amal
Rosulullah Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh bukhori.
2. Sewaktu berkhotbah hendaklah berdiri jika kuasa, keterangan amal Rosulullah
Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh muslim.
3. Khatib hendaklah duduk diantara dua khutbah, sekurang-kurangnya berhenti sebentar,
keterangan amal Rosulullah Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh muslim.
4. Hendaklah dengan suara yang keras kira-kira terdengar oleh bilangan yang sah jum’at
dengan mereka karena yang dimaksud dengan mengadakan khotbah itu ialah untuk
pelajaran dan nasihat kepada mereka.
5. Hendaklah berturut-turut, baik rukunnya, jarak keduanya, maupun antara kedua dengan
sholat.
6. Khatib hendaklah suci dari hadits dan najis keterangan amal Rosulullah Muhammad
SAW.
7. Khatib hendaklah menutup auratnya. Keterangan amal Rosulullah Muhammad SAW.

Peringatan:

Setengah ulama berpendapat bahwa khutbah itu hendaklah dengan bahasa arab, karena
pada masa Rosulullah Muhammad SAW dan sahabat-sahabat beliau, khotbah itu selalu
berbahasa arab, tetapi mereka lupa, keadaan pada waktu itu hanya memerlukan bahasa
arab, karena bahasa itulah bahasa yang umum dipergunakan oleh para pendengar. Mereka
lupa bahwa maksud mengadakan khotbah itu ialah memberikan pelajaran dan nasihat
kepada kaum muslim, dan yang mendengar diperintahkan supaya insaf (mendengarkan
dan memperhatika isi khotbah itu).

Firman Allah SWT:

“apabila dibacakan orang Qur’an hendaklah kamu dengarkan, dan kamu perhatikan,
mudah-mudahan kamu mendapat rahmat.” (Al-a’raf 204)

Beberapa orang ahli tafsir mengatakan bahwa ayat ini diturunkan karena
bersangkutan dengan urusan khotbah.

Kalau khatib berkhotbah dengan bahasa yang tidak dipahami oleh si pendengar,
sudah tentu maksud khotbah itu akan sia-sia belaka. Dan sipendengar akan dipersalahkan
juga karena tidak menjalankan perintah. Sedang perintah itu, tidak dapat mereka jalankan
karena tidak mengerti, berarti kekuatan mereka tidak cukup untuk menjalankan perintah
tersebut. Jadi memberika pekerjaan kepada yang sudah terang tidak dapat
mengerjakannya, perintah demikian tidak berfaedah, hal ini tentu tidak layak timbul dari
agama yang maha adil.

Firman Allah SWT:

“kami tidak mengirim urusan kami, melainkan dengan bahasa yang dipahami oleh
kaumnya agar ia dapat menerangkan apa-apa yang kami perintahkan kepada mereka.”
(ibrahim 4)

Allah SWT mengirim utusan-Nya dengan bahasa yang dapat dipahami oleh kaum
yang diperintahkan supaya utusan itu berfaedah kepada mereka.

Dengan keterangan yang singkat diatas itu, nyatalah kesalahan pendapat sebagian
ulama tadi, dan teranglah kepada kita bahwa khotbah-khotbah di indonesia hendaklah
dengan bahasa indonesia agar khotbah itu berguna kepada pendengar dan supaya
pendengar tidak berdosa karena melanggar perintah (tidak insaf). Juga khotbah itu
hendaklah berisi perkara-perkara yang berguna kepada si pendengar pada masa itu, urusan
yang bersangkut dengan soal umum.

e. Sunat yang bersangkutan dengan khotbah


1. Hendaklah khotbah itu dilakukan diatas mimbar atau tempat yang tinggi, keterangan
amal Rosulullah Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh bukhori dan muslim.
Mimbar tiga tangga, tempatnya di sebelah kanan pengimanan.
2. Khotbah itu diucapkan dengan kalimat yang fasih, terang, mudah difahami, sederhana,
tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pula pendek.
3. Khatib hendaklah tetap saja menghadap kepada orang banyak, jangan berputar-putar,
karena demikian itu tidak disyariatkan.
4. Membaca surat al-ikhlas sewaktu duduk diantara dua khotbah.
5. Menertibkan tiga rukun, yaitu dimulai dengan puji-pujian, kemudian salawat atas Nabi
Muhammad SAWdan kemudian berwasiat (bernasihat). Selain itu tidak tertib.
6. Sipendengar hendaklah diam serta memperhatikan khotbah. Banyak ulama
mengatakan: haram bercakap-cakap ketika mendengar khotbah.
7. Khatib hendaklah memberi salam.
8. Khatib hendaklah duduk diatas mimbar sesudah memberi salam dan sesudah duduk
itulah bang atau adzan dilakukan.
f. Bang jum’at
Menurut pendapat yang mu’tamad, sesungguhnya bang jum’at itu hanya sekali saja,
yaitu sewaktu khatib sudah duduk diatas mimbar.
Supaya menjadi perhatian kepada yang ingin menyelidiki sesuatu dengan jelas dan
terang, maka disini akan sedikit saya selidiki keterangan imam syafi’i yang tersebut dalam
kitab beliau Al-um. Beliau berkata:
“seorang yang saya percayai telah mengabarkan kepada saya bahwa bang jum’at itu
pada masa Nabi Muhammad Saw dan pada masa khalifah pertama dan kedua, dilakukan
ketika imam sedang duduk diatas mimbar, maka setelah khalifah yang ketiga (usman),
ketika itu orang sudah bertambah banyak, maka disuruh mengadakan bang sebelum imam
duduk di mimbar, kemudian bang yang asal dilakukan pula. Sejak waktu itu terjadilah
keadaan seperti yang ada sekarang (dua bang). Berkata syafi’i, ‘atha telah membantah
keterangan yang mengatakan usman yang mengadakan bang pertama itu, tetapi sebenarnya
kata ‘atha yang mengadakan bang yang seperti itu ialah Mu’awiyah. Kemudian imam
syafi’i berkata pula: yang manakah diantara keduanya yang lebih baik? kata beliau,
pendapat saya yang lebih baik, ialah yang mengerjakan pada masa Rosulullah Muhammad
SAW: sampai disini sajalah keterangan saya salin dari kitab Al-um karangan imam syafi’i.
g. Sunat yang bersangkutan dengan jum’at
1. Disunatkan mandi pada hari jum’at bagi orang yang akan pergi ke jum’at.
2. Berhias dengan memakai pakaian yang sebaik-baiknya dan lebih baik kain yang
berwarna putih.
3. Memakai harum-haruman.
4. Memotong kuku, atau menggunting kumis dan menyisir rambut.
5. Segera pergi ke jum’at dengan berjalan kaki.
6. Hendaklah ia membaca Qur’an atau dzikir sebelum khotbah.
7. Yang terlebih baik membaca al-kahfi.
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
“barang siapa yang membaca surat al-kahfi pada hari jum’at cahaya antara kedua
jum’at akan menyinari.” (riwayat hakim)
8. Hendaklah kita memperbanyak doa dan salawat pada malamnya.
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
“hendaklah kamu perbanyak membaca salawat atasku pada malam dan hari jum’at,
maka barangsiapa yang membacakan satu salawat atasku, Allah akan membacanya
sepuluh berkat.” (riwayat baihaqi)
h. Uzur (halangan) jum’at
Yang dimaksud dengan halangan adalah orang yang timpa salah satu dari halangan
yang tersebut ini. Ia tidak wajib sholat jum’at.
1. Karea sakit.
2. Karena hujan. Apabila karena hujan itu orang mendapat kesukaran untuk pergi sholat
jum’at.
Sabda Rosulullah Muhammad SAW:
Dari ibnu abbas, katanya kepada tukang bangnya (bilalnya) padahari penghujan:
“apabila engkau berkata (dalam bang), “saya menyaksikan bahwasanya Muhammad
utusan Allah.” Sesudah itu janganlah engkau katakan : “marilah sholat” malah katakan
olehmu: “sholatlah kamu dirumah kamu.” Kata abbas, pula: seolah-olah orang banyak
membantah yang demikian. Kemudian katanya pula: adakah kamu heran akan hal ini?
Sesungguhya hal ini telah diperbuat oleh orang yang lebih dari saya, yaitu Nabi
Muhammad SAW; sesugguhnya jum’at itu wajib, sedang saya tidak suka membiarkan
kamu keluar berjalan di lumpur dan tempat yang licin.” (riwayat bukhori dan muslim)
Pada riwayat muslim tersebut, bahwa ibnu abbas menyuruh tukang bangnya pada hari
jum’at dihari penghujan.
Kata ulama: dikiaskan dengan hujan ini, tiap-tiap kesukaran yang menyusahkan pergi
ketempat jum’at.
B. Mengupayakan Persiapan Khusyuh dalam Shalat
Hudzaifah pernah berkata: Apa yang pertama hilang dari agama kalian adalah khusyu', dan
apa yang paling akhir hilang dari agama kalian adalah sholat, banyak orang sholat tapi tidak ada
kebaikan pada mereka, kalian nanti akan masuk masjid dan tidak ada lafi orang khusyu'" (al-
Madarij 1/521).
Allah berfirman :
َ ‫صلَ ٰوةِ ۡٱل ُو ۡس‬
. َ‫ط ٰى َوقُو ُمواْ ِ َّّلِلِ قَ ٰـنِتِين‬ ُ ‫َح ٰـ ِف‬
َّ ‫ظواْ َعلَى ٱل‬
ِ ‫صلَ َوٲ‬
َّ ‫ت َوٱل‬
“Peliharalah segala shalat [mu], dan [peliharalah] shalat wusthaa [1]. Berdirilah karena Allah
[dalam shalatmu] dengan khusyu’.” (al-Baqarah: 238)
)45( َ‫يرة ٌ ِإ ََّّل َعلَى ا ْلخَا ِشعِين‬
َ ‫ص ََل ِة َو ِإنَّ َها لَ َك ِب‬ َّ ‫َوا ْست َ ِعينُوا ِبال‬
َّ ‫صب ِْر َوال‬
“Dan mintalah pertolongan [kepada Allah] dengan sabar dan [mengerjakan] shalat. Dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’,” (al-
Baqarah: 45)
Khusyu' merupakan kekuatan sholat. Tanpa khusyu' sholat seakan tidak mempunyai makna
bagi pelakunya, karena sholat hanya berupa aktifitas fisik yang rutin, tanpa kenikmatan dan tanpa
rasa hidmat di dalamnya.
Menghancurkan dan merusak kekhusyu'an dalam sholat adalah salah satu misi syetan di dunia
ini. Firman Allah dalam menceritakan misi syetan tersebut:
َ ‫ث ُ َّم ََلَ ِت َينَّ ُه ْم ِم ْن َبي ِْن أ َ ْيدِي ِه ْم َو ِم ْن َخ ْل ِف ِه ْم َو َع ْن أَ ْي َما ِن ِه ْم َو َع ْن‬
َ ‫ش َما ِئ ِل ِه ْم َو ََّل ت َِجد ُ أَ ْكثَ َر ُه ْم‬
)17( َ‫شا ِك ِرين‬
“Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan
dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur
[ta’at].” (al-A'raaf: 17)
Rasulullah s.a.w. bersabda
). ‫ حتى َّل ترى فيها خاشعا‬، ‫قال النبي صلى هللا عليه وسلم ( أول شيء يرفع من هذه األمة الخشوع‬
“Yang pertama akan hilang ari umatku adalah khusyu', hingga kalian tidak lagi melihat orang
khusyu'.” (H.R. Tabrani. Sahih)
Hudzaifah pernah berkata: Apa yang pertama hilang dari agama kalian adalah khusyu', dan
apa yang paling akhir hilang dari agama kalian adalah sholat, banyak orang sholat tapi tidak ada
kebaikan pada mereka, kalian nanti akan masuk masjid dan tidak ada lafi orang khusyu'" (al-
Madarij 1/521).
Maka khsyu' ini juga merupakan salah satu sifat orang beriman. Allah berfirman:
{ ‫} قد صالتهم في الذين هم المؤمنون أفلح خاشعون‬
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (1) [yaitu] orang-orang yang
khusyu’ dalam shalatnya.”
Ibnu Katsir mengatakan: khusyu' adalah tidak bergerak, tenang, penuh tawadlu' karena
disebabkan takut kepada Allah dan perasaan diawasi Allah. Khusyu' adalah sadarnya hati seakan
berdiri di depat Allah dengan penuh penghormatan, pengabdian. (al-Madarij 1/520).
Tempat khusyu' adalah di dalam hari dan membekas ke seluruh tubuh manusia. Kalau hati
sudah tidak khusyu' maka seluruh anggota tubuh tidak lagi beribadah secara serius karena hati
ibarat komandonya dan anggota badan adalah tentaranya.
Khusyu' juga menjadi bukti keikhlasan. Karena hanya mereka yang ikhlash ibadah karena
Allah dan sholat karenaNya yang dapat melakukan khusyu' secara sempurna. Tanpa keikhlasan,
maka seseorang hanya melakukan kekhusyu'an palsu atau yang sering disebut kekhusyu'an dusta.
Ibnu Qayyim mengatakan ada dua jenis khusyu', yaitu khusyu' iman dan khusyu' munafik.
khusyu' Iman adalah hatinya menghadap Allah dengan penghormatan, pengagungan, ketenangan,
penuh harapan dan rasa malu, lalu hatinya penuh dengan cinta dan pengakuan kepada Allah yang
membekas ke seluruh anggota badannya.
Adapun khusyu' munafik adalah fisiknya khusyu' tapi hatinya tidak. Para sahabat sering
berdoa: Ya Allah lindungilah aku dari khusyu' munafik. (Ruh 314).
Ulama mengatakan bahwa hukum khusyu' adalah wajib, karena banyaknya dalil yang
menganjurkan khusyu' dan mencela orang yang tidak khusyu' dalam sholat.
Rasulullah s.a.w. bersabda:"Lima sholat yang diwajibkan oleh Allah, barang siapa
memperbaiki wudlunya dan melaksanakan sholat pada waktunya, menyempurnakan ruku'nya dan
kekhusyu'annya, maka ia mendapatkan janji Allah untuk mengampuninya. Barang siapa tidak
melakukan itu, maka ia tidak mendapatkan janji Allah, kalau Allah berkehendak maka
Mengampuninya, kalau Allah berkehendak maka akan menyiksanya." (H.R. Abu Dawud – sahih)
Dalam hadist lain Rasulullah s.a.w. bersabda:"Barang siapa berwudlu dan memperbaiki
wudlunya kemudaian ia sholat dua rakaat, ia konsentrasikan hati dan wajahnya (dan tidak
diganggu oleh nafsunya), maka ia akan diampuni dosanya yang telah telah lewat. (H.R. Bukhari).
Rasulullah s.a.w. juga pernah bersabda:"Banyak sekali orang yang sholat hanya mendapatkan
capek berdiri" (H.R. Nasai: hasan).
Menghadirkan khusyu' dalam sholat dapat dilakukan melalui dua cara.
Pertama, mengupayakan amalan-amalan yang merangsang kekhusyu'an dan
kedua, menghilangkan hal-hal yang merusak kekhusyu'an.
Adapun amalan-amalan yang mengantarkan kepada kekhusyu'an adalah sbb:
a. Persiapkan diri untuk sholat. Itu dimulai dengan mendengarkan adzan dan mengikutinya,
berdoa adzan, memperbaiki wudlu, berdoa setalah wudlu, melakukan siwak sebelum sholat,
mempesiapkan baji sholat, tempat sholat dan menunggu waktu sholat. Bukan bergegas sholat
ketika waktu hampir lewat.
b. Thoma'ninah: yaitu berhenti sejenak pada setiap rukun-rukun sholat. Dalam hadist
diriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w. ketika sholat, beliau melakukan thma'ninah hingga
semua anggota badan beliau kembali pada tempatnya. (H.R. Abu Dawud dll.) Dalam hadist
lain Rasulullah s.a.w. bersabda:"Seburuk-buruk pencuri adalah pencuri sholat. Bagaimana itu
wahai Rasulullah, tanya sahabat. "Mereka yang tidak menyempurnakan ruku' dan sujudnya.
(H.R. Ahmad dan Hakim: sahih). Seseorang tidak akan bisa khusyu' tanpa thoma'ninah ini
karena cepatnya pergerakan sholat telah menghilangkan kekhusyu'an dan konsentrasi hati.
c. Ingat kematian saat sholat. Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:"Ingatlah mati saat kamu
sholat, sesungguhnya seseorang yang ingat mati saat sholat maka ia akan memperbaiki
sholatnya, dan sholatlah seperti sholatnya orang yang mengira itu sholatnya yang terakhir"
(Dailami: sahih). Rasul juga pernah berpesan kepada Abu Ayub r.a. "Sholatlah seperti
sholatnya orang yang pamitan" (Ahmad: sahih).
d. Tadabbur (menghayati) ayat-ayat Quran yang dibaca saat sholat, begitu juga dzikir-dzikir
dan bacaan sholat lainnya lainnya serta menyerapkannya dalam diri mushalli.

ِ ‫ار ٌك ِليَدَّب َُّروا آَيَاتِ ِه َو ِليَتَذَ َّك َر أُولُو ْاأل َ ْلبَا‬


)29( ‫ب‬ َ َ‫اب أ َ ْنزَ ْلنَاهُ إِلَي َْك ُمب‬
ٌ َ ‫ِكت‬
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai
fikiran.” (Shad:29).
Dari Hudzaifah r.a. :Aku sholat di belakang Rasulullah s.a.w., satu malam. Beliau membaca
dengan bebas. Ketika melewati ayat di dalamnya ada tasbih, beliau bertasbih, ketika melewati
ayat permintaan beliau meminta dan ketika melewati ayat minta perlindungan, beliau pun
meminta perlindungan" (Muslim).
Tadabbur dan tafakkur terhadap ayat-ayat Allah merupakan pengantar kekhusyu'an. Begitu
juga menangis saat mendengar atau membaca ayat-ayat Allah. Allah berfirman:

‫عا‬
ً ‫شو‬ ِ َ‫َويَ ِخ ُّرونَ ِل ْْل َ ْذق‬
ُ ‫ان يَ ْب ُكونَ َويَ ِزيدُ ُه ْم ُخ‬
Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’
Adapun perkara-perkara yang mengganggu kekhusyu'an adalah sbb:
1. Membersihkan tempat sholat dari hal-hal yang mengganggu konsentrasi seperti gambar-
gambar dan ornamen yang menarik perhatian orang sholat. Aisyah r.a. pernah mempunyai
kelambu di rumahnya berwarna-warni, lalu Rasulullah memintanya agar menyingkirkan itu
karena itu mengganggu sholat beliau. (Bukhari).
2. Memakai pakaian yang polos dan tidak banyak warna. Karena itu akan menarik pandangan
mushalli dan mengganggu konsentrasinya dalam sholat. Rasulullah pernah sholat dan
terganggu dengan kelambu Aisyah yang berwarna-warni lalu beliau meminta untuk
menyingkirkannya. (Bukhari dll.).
3. Hindari solat di waktu makan. Rasulullah s.a.w. bersabda"Tidak baik sholat di hadapan
makanan" (Muslim). Riwayat lain mengatakan "Ketika maka malam sudah siap dan datang
waktu sholat, maka dahulukan makan malam" (Bukhari).
4. Hindari menanah buang air besar, kecil dan angin. Rasulullah s.a.w. melarang sholat sambil
menahan kencing (Ibnu Majah:sahih). Riwayat lain mengatakan bahwa Rasululllah s.a.w.
bersabda kalau kalian akan sholat dan ingin ke wc maka pergilah ke wc dulu (Abu
Dawud:sahih).
5. Hindari sholat dalam keadaan ngantuk berat. Rasulullah s.a.w. bersabda "Kalau kalian sholat
dan ngantuk maka tidurlah hingga ia mengerti apa yang dikatakan" (Bukhari).
6. Hindari sholat di tempat yang kurang rata atau kuarng bersih karena itu akan menganggu
konsentrasi saat sujud. Rasulullah s.a.w. bersabda "Janganlah kau membersihkan tempat
sujudmu (dari kerikil) saat sholat, kalau terpaksa melakukannya maka itu cukup sekali (Abu
Dawud:sahih).
7. Jangan membaca terlalu keras sehingga mengganggu orang sholat di samping kita.
Rasulullah s.a.w. bersabda "Ingatlah bahwa kalian semua menghadap Allah, janganlah saling
mengganggu, jangan membaca lebih keras dari saudaranya dalam sholat" (Abu Dawud:
sahih).
8. Jangan tengak-tengok saat sholat. Rasulullah s.a.w. mengingatkan bahwa tengak-tengok
dalam sholat adalah gangguan syetan. (Bukhari). Dalam hadist lain dikatakan "Allah
senantiasa melihat hambanya saat sholat selama ia tidak menengok, kalau menengok maka
Allah meninggalkannya" (Abu Dawud: sahih).
9. Jangan melihat ke arah atas. Rasulullah s.a.w. pernah bersabda "Ada orang-orang sholat
sambil menghadap ke atas, mudah-mudahan matanya tidak kembali" (Ahmad:sahih).
10. menahan mulut ketika ingin menguap. Sabda Rasulullah s.a.w. Ketika kalian menguap saat
sholat, maka tahanlah sekuatnya karena syetan akan masuk ke mulut kalian" (Muslim).
11. Jangan sholat seperti kebiasaan binatang. Dalam sebuah hadist Rasulullah s.a.w. melarang
sholat seperti patukan gagak, duduknya harimau dan menjalankan ibadah di tempat yang satu
seperti onta (Ahmad: sahih).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Shalat merupakan kewajiban setiap muslim,karena hal ini di syariatkan oleh Allah SWT.
Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai prakteknya, hal ini tidak menjadi masalah karena di
dalam al-qur'an sendiri tidak ada ayat yang menjelaskan secara terperinci mengenai praktek shalat.
Tugas dari seorang muslim hanyalah melaksnakan shalat dari mulai baligh sampai napas terakhir,
semua perbedaan mengenai praktek shalat semua pendapat bisa dikatan benar karena masing-masing
memilki dasar dan pendafaatnya masing-masing dan tentunnya berdasarkan ijtihad yang panjang.
Setiap perintah Allah yang di berikan kepada kaum muslimin tentunya memiliki paidah untuk
kaum muslimin sendiri, seperti halnya umat islam di perintahkan untuk melaksanakan shalat, salah
satu paidahnya yakni supaya umat islam selalu mengingat tuhannya dan bisa meminta karunianya dan
manfaat yang lainnya yakni bisa mendapkan ampunan dari Allah SWT.
Artinya " shalat lima waktu dari shalat jum'at sampai shalat jum'at berikutnya adalah penghapus
seluruh dosa yang ada di antara keduanya, selama tidak ada dosa besar yang di
perbuatnya".(HR.Muslim dan Tarmidzi)
Demikian paparan yang dapat kami persembahkan menganai “sholat” dengan waktu yang
cukup singkat ini, semoga bermanfaat bagi kita semua baik di dunia maupun akherat kelak, kami
memohon maaf apbila dalam pemaparan yang kami sampaikan ini terdapat banyak kesalahan dalam
makalah ini, kami juga mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk makalah-
makalah kami selanjutnya.
Daftar Pustaka
- H. Sulaiman rasyid, 1976, fiqh islam, jakarta, penerbit; KURNIA ESA (Jakarta)
- Abidin, S.A. Zainal, Kunci Ibadah, (Semarang: PT.Karya Toha Putra Semarang, 2001)
- Hamid ,Abdul. Beni HMd Saebani, Fiqh Ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009).
- Al-Qor’an dan terjemahannya
- Asas Agama Islam, Bulan Bintang, 1976
- Bimbingan Shalat lengkap,Mitra Umat,1998
- Mimbar Utama, Edisi September 2004
- https://asuhankeperawatankesehatan.blogspot.com/2017/04/makalah-tentang-sholat-
wajib.html

Anda mungkin juga menyukai