Anda di halaman 1dari 146

HUKUM MARITIM

Oleh
Hj. Chandra Motik Yusuf, SH., MSc. PhD.

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
( FH UI )

SYLLABUS

SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2011


Mata kuliah : HUKUM MARITIM
Periode kuliah : Februari s/d Juni 2011
Pengajar : Chandra Motik Yusuf, SH, MSc. PhD

Tujuan Mata Kuliah :

Mata kuliah ini bertujuan memberikan pengertian tentang masalah-masalah yang


bersangkut paut dengan Hukum Maritim termasuk Angkatan Laut.

Peninjauan akan dilakukan baik dari sudut hukum nasional Indonesia, maupun dari
ketentuan-ketentuan yang bersifat internasional dan praktek-praktek yang kini sedang
berlangsung.

Akan ditinjau secara umum pengertian pengangkutan laut, baik mengenai pengangkutan
barang, maupun orang, dokumen-dokumen yang diperlukan bagin suatu kapal sebelum
dapat beroperasi, syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat berusaha dalam bidang
pengangkutan laut; kedudukan nahkoda, awal kapal dan penumpang laut, liku-liku
mengenai charter party, voyage charter, dan time charter, ketentuan-ketentuan khusus
mengenai pengangkutan barang konosemen (Bill of Lading); juga akan ditinjau
ketentuan-ketentuan khusus mengenai pengangkutan orang; hal-hal yang harus dilakukan
apabila terjadi tabrakan kapal dan kapal karam; dan kerugian laut.

Dan juga akan disinggung mengenai organisasi/wadah persatuan (perkumpulan) yang


dalam praktek berkepentingan dengan pengangkutan laut seperti INSA, KPI, PT. PANN
dll.

Sarana_yang akan Digunakan

Selama satu semester gasal tahun akademis ini akan dipakai beberapa sarana :

1. Pemberian kuliah sebanyak kurang lebih 13 kali selama satu semester bulan
Februari s/d Juni 2011.
2. Melaksanakan pekerjaan rumah.
3. Memberikan responsi/test.
4. Mengadakan ujian akhir semester.
Buku Bacaan Utama/Reference

1. M. Husseyn Umar, SH, Chandra Motik Yusuf, SH. Peraturan Angkutan Laut
Dalam Deregulasi.
2. Mr. Wirjono Prodjodikoro, SH, Hukum Laut Bagi Indonesia, sumur Bandung –
1961
3. Prof. R. Soekardono, SH Hukum Perkapalan Indonesia, Penerbit Dian Rakyat,
1969
4. Lane C. Kendall – The Business of Shipping – Carnell Maun e Press, Inc,
Cambrige 1976, Maryland.
5. Himpunan Konvensi/Peraturan International tentang Hukum Laut, Jilid I oleh
Chandra Motik Yusuf, SH.
6. Himpunan Konvensi/Peraturan International tentang Hukum Laut, Jilid II oleh
Chandra Motik Yusuf, SH.
7. Himpunan Konvensi/Peraturan International tentang Hukum Laut, Jilid III oleh
Chandra Motik Yusuf, SH.
8. Wiwoho Soedjono, Hukum Perkapalan dan Pengangkutan Laut, PT. Bina Aksara,
1982.
9. Selamatkan Indonesia – LSKPI – Lembaga Studi Komunikasi Pembangunan
Indonesia – 2000.
10. Manajemen Otonomi Daerah – LSKPI – Lembaga Studi Komunikasi
Pembangunan Indonesia – 2001.
11. Serba-Serbi Konsultasi Hukum Maritim, Jilid I, oleh Chandra Motik Yusuf, SH,
MSc.
12. Serba-Serbi Konsultasi Hukum Maritim, Jilid II, oleh Chandra Motik Yusuf, SH,
MSc.
13. Serba-Serbi Konsultasi Hukum Maritim, Jilid III, oleh Chandra Motik Yusuf, SH,
MSc.
14. Peningkatan Peranan Hukum dan Perlindungan Hukum dalam Kegiatan
Perhubungan Laut (Lokakarya) oleh Lembaga Bina Hukum Laut. Chandra Motik
Yusuf, SH.
15. Menyongsong Ombak Laut. Oleh Chandra Motik Yusuf, SH. Genta
Sriwijaya-2003.
16. Makna Laut Bagi Indonesia – Chandra Motik Yusuf – 2008.
17. Bunga Rampai Hukum Maritim & Laut Indonesia, Jilid 1 oleh Chandra Motik
Yusuf, SH.
18. Bunga Rampai Hukum Maritim & Laut Indonesia, Jilid 2 oleh Chandra Motik
Yusuf, SH.
19. Bunga Rampai Hukum Maritim & Laut Indonesia, Jilid 3 oleh Chandra Motik
Yusuf, SH.
20. Peraturan-Peraturan Perundang-Undangan dan artikel terkait.
Buku Bacaan

1. Chartering & Shipping oleh J. Bes


2. The Law of Admiralty olhh Gilmoro & Black

Pembagian Kuliah :

1. Kuliah ke I :- Pendahuluan

2. Kuliah ke II :- Pengantar Umum


- RUU Kelautan
- Organisasi yang terlibat dalam
Praktek Hukum Laut
Pengangkutan Laut

3. Kuliah ke III :- Idem

4. Kuliah ke IV :- Sumber-sumber hukum Laut


Kapal Laut: - Pengertian
- Cara Pendaftaran
- Dll

5. Kuliah ke V :- Pengusaha Kapal


- Freigh Forwarding, EMKL,
Stevedoring, Perveeman, Talling
Company, Marine Cargo Surveyor,
dIl

6. Kuliah ke VI :- Nahkoda
:- Anak Buah Kapal
- Perjanjian Kerja Laut

7. Kuliah ke VII :- Pengangkutan Barang lewat Laut


- Pengangkutan Penumpang lewat
Laut

8. Kuliah ke VIII :- Tentang Charter Kapal

9. Kuliah ke IX :- Tentang dokumen Angkatan dalam


Teori dan Praktek

10. Kuliah ke X :- Tentang Dokumen Angkutan dalam


teori dan praktek

11. Kuliah ke XI :- Tentang Petanggungan jawab di


Dalam Pengangkutan dalam
Pengangkutan dalam
Pengangkutan dalam teori dan
praktek

12. Kuliah ke XII :- Tentang Claim Laut

13. Kuliah ke XIII :- Multimoda Transport Idem

14. Kuliah ke XIV :- Kasus-kasus Maritim

15. Kuliah ke XV :- Ulangan Semua Bahan Kuliah

Catatan :

› Bahan-bahan kuliah dapat diambil pada pengajar oleh ketua kelas dimana
mahasiswa dapat memfotocopynya.

› Mengenai jadwal isi kuliah dapat berubah sewaktu-waktu.


PERUBAHAN PARADIGMA DARI KONTINENTAL KE MARITIM
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN MARITIM
(masukan sebagai bahan hearing di DPR)

Oleh : Chandra Motik Yusuf, SH., MSc.

Mengacu pada Catatan Ketua Harian Dewan Maritim Indonesia (DMI) yang
menunjuk program prioritas DMI di bidang Hukum jo hasil sarasehan Nasional
Dewan Maritim Indonesia tertanggal 28 dan 29 Juli 2000, maka kami sampaikan
masukan sebagai berikut:

1. Tentang Hukum Maritim sebagai “Payung” :

HUKUM LAUT
(DALAM ARTI KATA LUAS)

HUKUM LAUT PUBLIK


(LAW OF THE SEA) HUKUM LAUT PERDATA
(THE LAW OF ADMIRALTY)
MARITIM LAW

PUBLIK RELATED ASPECT


MARITIM PRIVATE MARITIME LAW
LAW : MARITIM (HUKUM MARITIM
1. NAVIGATION LAW LAINNYA)
2. MANNING (HK. LAUT PERDATA
3. SAFETY
4. POLLUTION
5. ECONOMIC
REGULATION
PUBLIK MARITIME LAW :
1. NAVIGATION
a. Navigation Aids.
b. Pilotage.
c. Prevention of Collision at Sea.
d.
e. Maritime Communication Satellites and Safety of Navigation.
f. Maritime Search and Rescue.
g. Public Law Aspects of Salvage and Removal of Wrecks.

2. MANNING
a. Manning Levels and Certification of Competency.
b. Safety, Health and Welfare of the Crew.
c. The Master.

3. SAFETY
a. Safety of life at Sea.
b. Tonnage Measurement.
c. Unseaworthiness of ships.
d. Load Lines.
e. Safety of Containers.
f. Documents.
g. Carriage of Dangerous Goods.

4. POLLUTION
a. The Prevention of Vessel Source Damage.
b. Intervention by a Coastal State.
c. Liability for a Pollution Damage.

5. ECONOMIC REGULATION
a. Sea Transport.
b. The Depelopment of National Merchant Fleet.
c. Registration of Ships.
d. Maritime Hyphothec and Liens.
e. Port Legislation.

MODUL PRIVATE MARITIME LAW :


1) General Provision.
2) Freight Forwarding.
3) Shipbroker.
4) Ship’s Agent.
5) Warehousing.
6) Cargo Handler.
7) Ship’s Operator.
8) The Master.
9) Bareboat Chartering.
10) Time Chartering and Voyage Chartering.
11) The Ship’s Hypothecs.
12) Preverential debts.
13) Time Bars.
14) Arrest of Ships.
15) Settlement of disputes.
16) Carriage of Goods by Sea.
17) Carriage of Passanger by Sea.
18) Multimodal Carriage of Goods.
19) Multimodal Carriage of Passanger.
20) Weighing, Tallying, Measuring and Surveying.
21) Towage.
22) Collision.
23) Salvage.
24) General Average.
25) Limitation of Liability.

RELATED ASPECT MARITIME LAW (HUKUM MARITIM LAINNYA) :


1. Hukum Lingkungan Maritim.
2. Hukum Wilayah Maritim.
3. Hukum Industri dan Jasa – Jasa Maritim.
4. Hukum SDM Maritim.
5. Hukum Pelayaran Rakyat.
6. Hukum Perikanan.
7. Hukum Wisata Laut.

Pembuatan perundang – undangan di atas adalah merupakan pekerjaan raksasa,


namun bukan tidak mungkin hal di atas dapat dikerjakan bersama – sama bahu
membahu dengan melepaskan segala kepentingan masing – masing.

Patut pula dicatat bahwa ternyata negara Indonesia masih belum meratifikasi 54
buah konvensi internasional dibidang maritime baik yang dikeluarkan oleh IMO
maupun badan internasional lainnya (informasi kami dapat dari DR. Yansen
Sinaga MSc, MBA, ADU) (terlampir).

Menurut kami, sudah selayaknyalah jika konvensi – konvensi internasional


tersebut secepatnya diratifikasi oleh Indonesia.

2. Tentang Mahkamah Maritim


Untuk menunjang Indonesia sebagai salah satu negara maritim terbesar di
dunia, maka diperlukan adanya mahkamah (atau) peradilan maritim (di
dalam rapat yang diselenggarakan oleh Dewan Maritim Indonesia, para
peserta rapat masih belum sepakat untuk menamakan apakah peradilan
maritim atau mahkamah maritim).

Di dalam prakteknya, ternyata masalah – masalah maritim agak sulit untuk


ditangani, diadili dan diputus oleh Pengadilan Negeri yang amat kurang
memahami hukum maritim). Untuk itu perlu diwujudkan suatu peradilan
“khusus” yang memahami masalah tersebut dan sudah sepantasnya hal di
atas diwujudkan, apalagi bila memandang bahwa negara Indonesia adalah
negara maritim dengan wilayah perairan terluas di dunia.

Cita – cita kami, lembaga peradilan maritim dalam bentuk idealnya adalah
seperti Maritime Court di Inggris dimana sebagai embrio dari lembaga
tersebut adalah “Mahkamah Pelayaran” yang sebelumnya harus
ditingkatkan kedudukan dan kewenangannya (saat ini secara struktural
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1998 yang merupakan
peraturan pelaksanaan daripada pasal 93 (2) Undang – Undang No. 21
tahun 1992 tentang Pelayaran kedudukan lembaga tersebut berada dibawah
Menteri Perhubungan //Eksekutif dan kewenangannya hanya memberikan
sanksi administratif saja).

Pada beberapa waktu yang lalu saat kami sebagai anggota Tim dari Badan
Pembinaan Hukum Nasional yang membahas mengenai lembaga Mahkamah
Pelayaran, para anggota menyetujui adanya peningkatan kedudukan dan
kewenangan dari lembaga diatas dengan melihat “celah” sebagai payung
yang ada yaitu menggunakan pasal 13 Undang – undang No. 14 tahun 1970
tentang Ketentuan – ketentuan pokok kekuasaan kehakiman (dengan
redaksional : Badan – badan peradilan khusus didamping badan peradilan
yang sudah ada, hanya dapat diadakan dengan Undang – undang).

Badan peradilan khusus tadi pertama kali bisa “dimungkinkan” untuk


ditempatkan sebagai bagian dari pada Pengadilan Negeri (seperti Pengadilan
Niaga) sambil menunggu sementara waktu pada hakim dididik untuk
memahami hukum maritim.

Setelah Sumber Daya Manusia-nya dapat ditingkatkan dan perangkat


hukum lainnya dibenahi, maka badan peradilan tersebut dapat disejajarkan
dengan 4 buah peradilan yang sudah terbentuk berdasarkan pasal 10 ayat 1
Undang – Undang No. 14 tahun 1970 yakni peradilan umum, agama, militer
dan tata usaha negara.

Jakarta, 02 Maret 2009

DR. Chandra Motik Yusuf, SH., MSc.


HUKUM LAUT
(DALAM ARTI KATA LUAS)

Hukum Laut Publik Hukum Laut Perdata


(Law of the Sea) (The Law of Admiralty/Maritime Law.)

Publik Maritime Law : Private Maritime Law


1. Navigation (Hukum Laut Perdata)
2. Manning
3. Safety
4. Pollution
5. Economic Regulation

(I) NAVIGATION
a) Navigation Aids
b) Pilotage
c) Prevention of Collision at Sea
d) Maritime Communication Satellites & Safety
of Navigation.
e) Maritime Search & Rescue
f) Public Law aspects of Salvage & Removal of
Wrecks.

MARITIME LAW

II MANNING.
a) Manning Levels & Certification of Competency.
b) Safety, Health & Welfare of the Crew.
c) The Master

(II) SAFETY
a) Safety of Life at Sea
b) Tonnage Meansurement
c) Unseaworthiness of ships
d) Load Lines
e) Safety of Containers
f) Documents
g) Carriage of Dangerous Goods
MARITIME LAW

II POLLUTION
a) The Prevention of Vessel Source Damage.
b) Intervention by a Coastal State.
c) Liability for a pollution damage.

V. ECONOMIC REGULATION
1. Sea Transport
2. The Development of
National Merchant Fleet
3. Registration of Ships
4. The Maritime Hypothec &
Liens
5. Port Legislation

VI. MODULE PRIVATE MARITIME


LAW
(1) General Provision
(2) Freight Forwarding
(3) Shipbroker
(4) Ship’s Agent
(5) Warehousing
(6) Cargo Handler
(7) Ship’s Operator
(8) The Master
(9) Bareboat Chartering
(10) Time Chartering & Voyage Chartering
(11) Carriage of Goods by Sea
(12) Carriage of Passanger by Sea
(13) Multimodal Carriage of Goods
(14) Multimodal Carriage of Passanger
(15) Weighing, Tallying, Measuring & Surveying
(16) Towage
(17) Collision
(18) Salvage
(19) General Average
(20) Limitation of Liability
(21) The Ship’s Hypothecs
(22) Preferential Debts
(23) Time Bars
(24) Arrest of Shirs
(25) Settlement of Disputes
NAVIGASI :

a) Navigation Aids = sarana bantu laut untuk navigasi.


Di dalam Navigation Aids diatur mengenai sarana bantu laut untuk
navigasi, pengoperasiannya, tanggung jawab pihak yang berwenang atas
kerusakan/kerugian yang disebabkan oleh sarana bantu navigasi yang
salah atau keliru antara lain: Visual aids yaitu sarana bantu navigasi
pelayaran yang dengan penampilan warna, bentuk bangunannya, warna
suara dan irama suaranya dapat membantu navigator untuk menentukan
posisi kapal, haluan kapal yang aman atau memperingatkan navigator
terhadap bahaya atau rintangan pelayaran.

b) Pilotage atau Pemanduan.


Di dalam pilotage di atur organisasi dan administrasi Pemanduan antara
lain :
- Siapa saja pemandu yang berwenang.
- Distrik atau daerah pemandu.
- Tanggung jawab pemandu.
- Pemberian lisensi pada pemandu.
- Hak – hak dan kewajibannya.
- Mahkamah Pemandu dan lain – lain.

c) Prevention of Collision at Sea.


Atau pencegahan tabrakan di laut.
(Keppres No. 50/72 mengenai ratifikasi collision regulation 1972).
Di dalam Prevention of collision at Sea diatur segala sesuatu yang
berhubungan dengan tabrakan di laut.

d) Kecelakaan dan Bencana Kapal.


Mengenai antara lain :
- Pencegahan kecelakaan dan bencana kapal diperairan Indonesia.
- Pengaturan lalu – lintas pelayaran dialur pelayaran.
- Kewajiban Nahkoda pada peristiwa kecelakaan dan bencana kapal.
- Keraguan terhadap kemampuan Nahkoda dan perwira kapal.

e) Maritime Communication, Satelites and Safety of Navigation.


Atau Komunikasidinas Bergerak Pelayaran, Satelit dan Keselamatan
Navigasi :
- Syarat – syarat kelengkapan alat – alat komunikasi di kapal – kapal
berbendera Indonesia.
- Pengaturan hubungan komunikasi dari kapal ke kapal, dari kapal ke
darat dan sebaliknya.
- Pengaturan penggunaan komunikasi di laut lewat satelit.
- Biaya penggunaan komunikasi di laut.
f) Maritime Search and Rescue / atau Search and Rescue di laut
(Pencarian & Penyelamatan di laut).
Dimana mengatur mengenai :
- tugas dan wewenang badan SAR di laut.
- Penyelenggaraan SAR di laut.
- Hak dan kewajiban pemilik kapal/Nahkoda dalam SAR di laut.

Search and Rescue di laut adalah pencarian dan pemberian pertolongan


yang meliputi usaha dan kegiatan mencari, menyelamatkan dan
memberikan pertolongan kepada orang dan material yang hilang atau di
khawatirkan hilang dalam suatu peristiwa kecelakaan dan bencana
kapal di laut.

g) Public Law aspect of Salvage and removal of Wrecks (kapal karam).


Atau aspek – aspek hukum publik dari salvage and wrecks dimana diatur
:
- Pengertian Salvage dan pekerjaan bawah air.
- Badan usaha bidang Salvage dan pekerjaan bawah air (PBA).
- Hak dan Kewajiban Nahkoda/Pemilik Kapal dalam pertolongan di
laut (salvage).
- Status Hukum Wrecks.
- Kewajiban pemilik kapal atas wrecks.

II Manning atau Pengawakan Kapal.


a) Manning levels, Certification of Competency atau pengawakan dan
persyaratan – persyaratan sertifikasi awak kapal dimana diatur disini
mengenai antara lain :

- Ijasah pelayaran jenis dan tingkatannya.


- Persyaratan untuk memperoleh ijasah pelayaran
- Surat keterangan penyuluhan pimpinan
- Dan surat lain – lain.

b) Safety, Health and Welfare of the Crew :


Dimana disini diatur mengenai keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan
awak kapal.

c) The Master :
Disini diatur ketentuan – ketentuan mengenai Nahkoda/ Master kemampuan
Nahkoda dan perwira – perwira kapal.
Peraturan ini merupakan satu paket dengan judul RUU tentang keselamatan
kapal (Safety), Pengawakan dan keselamatan serta kesejahteraan awak kapal
(manning).

III. SAFETY : atau keselamatan.


Seperti telah diuraikan diatas, disini sudah menjadi satu paket dengan judul
RUU tentang keselamatan kapal.

Diatur khususnya dalam Safety adalah :


a) Safety of life at Sea diatur antara lain mengenai persyaratan keselamatan
kapal dan akomodasi kapal.

b) Tonnage Measurement atau pengukuran kapal diatur antara lain :


- Persyaratan dna pengukuran.
- Pelaksanaan pengukuran
- Sertifikat
- Gugurnya sertifikat
- Pengukuran kapal oleh pejabat asing
- Sertifikat asing
- Pemeriksaan sewaktu – waktu dan lain – lain.
- Kewenangan menahan kapal.

c) Unseaworthiness of ship/ketidak layakan kapal.

d) Load Lines atau batas muat/garis muat/

e) Safety of Containers diatur antara lain mengenai :


- persyaratan konstruksi, testing dan persetujuan
- kewajiban pengirim, pengangkut dan pemilik
- pelaksanaannya
- ketentuan pidana

f) Document / sertifikat

g) Carriage of dangerous goods

IV. POLUTION/pencemaran.
a) The Prevention of Vesel Source Damage atau Perlindungan Lingkungan
dan Pencemaran oleh kapal.

Diatur antara lain :


- penegakkan pencemaran lingkungan laut di kapal.
- Larangan membuang
- Fasilitas penampungan
- Persyaratan kapal
- Survey dan sertifikat
- Kewajiban nakhoda serta pemilik
- Penegakkan hukum terhadap kapal Indonesia
- Penegakkan hukum bagi kapal – kapal asing

b) Langkah dan tindakan penanggulangan / Intervantion by a Coastal state.


Disini diatur mengenai hak negara pantai melakukan intervensi terhadap
kapal yang melakukan pencemaran di laut lepas.
Yaitu antara lain :
- tindakan mencegah, menanggulangi, dan mengendalikan akibat
kecelakaan.
- Konsultasi dengan negara bendera kaal.
- Kewajiban
- Penanggulangan darurat.

c) Liability for a Pollution Damage.


Diatur mengenai tanggung jawab dan kompensasi antara lain :
- Tanggung jawab untuk biaya yang wajar.
- Pembebasan tanggung jawab.
- Pengadilan yang berwenang
- Kompensasi untuk orang – orang yang memberikan bantuan.

V. ECONOMIC REGULATION
a) Sea transport diatur disini mengenai beroperasinya Perusahaan Angkutan
Laut baik untuk Pelayaran Dalam Negeri maupun Luar Negeri.
- Kriteria – criteria dari pembagian perusahaan pelayaran angkutan laut :
- Ukuran dan type kapal yang diperlukan oleh usaha pelayaran yang
bersangkutan.
- Pengaturan pembagian pengoperasian yang meliputi R.L.S dan non
R.L.S.
- Jenis dna sifat muatan yang diangkut.
- Hubungan timbal balik antara bagian – bagian tersebut di atas dalam
menunjang perusahaan sebagai suatu kegiatan industri jasa angkutan
laut.
- Perijinan
- Pengadaan kapal
- Uang tambang/freight
- Pengawasan dan pembinaan
- Hubungan dengan pemilik kapal
- Hubungan dengan perusahaan pelayaran
- Perusahaan – perusahaan penunjang angkutan laut

b) The Development of Nation Merchant Fleet.


Pengaturan mengenai penata – usahaan serta prosedur pengadaan kapal.
Peraturan pendaftaran kapal dan balik nama kapal yang sekarang berlaku
adalah :
Peraturan pendaftaran kapal dan balik nama dari ordonansi tanggal 4
Februari 1933 stbl 41 yang diubah dengan Ordonansi No. 1 dan mulai
berlaku 1 April 1938.

d) The Maritime Hypothee dan Lien.


Diatur disini mengenai hipotik atas kapal laut & penahanan barang.

e) Port Legislation
- Disini diatur mengenai organisasi pelabuhan, management dan operasi.
- Macam - macam pelabuhan
- Tarif Pelabuhan
- Fasilitas Pelabuhan
- Dan lain – lain .

VI. 1. Liability and Its Limitation


disini diatur tanggung jawab baik dari pemilik kapal, Charterer maupun
insurance dan Salvor.
Dan seberapa jauh batas tanggung jawab tersebut untuk semua tuntutan
maritime.
2. Transport dan Other
Contract.
a. Carriage of
Goods :
- Contract of Carriage
- B/L
- Charter Parties
b. Carriage of
Passengers
c. Towage
d. Multimodal
Transport
3. Ships Management,
Agencies, Stevedoring / Bongkar Muat, Freight Forwarding.
4. Contract Concerning Ship :
a. Ship building
contract
b. Purchase and
Sale Contract
5. Settlement of Dispute :
a. Jurisdition
b. Arrest of Ship’s
c. Arbitration
6. Private law aspects of
accidents at Sea
- Collision (tubrukan0
- General Average (Awar Umum)
- Salvage (penyelamatan)
- Kapal Karam (Removal of Wrecks)

MARITIME LAW :
That system of law which particulary relates :
- To Commerce and Navigation
- To Business Transacted at Sea.
- Or relating to Navigation
- To Ships and Shipping
- To Seamen
- To the transportation of persons and property by sea.
- And to marine affairs generally.
- The law relative to harbors
- Ship’s
- And seamen

And an important branch of the commercial code / law of maritime nations;


Devided in to a variety of departement such as :
- Those about harbors
- Property of ships
- Duties and rights of masters and seamen
- Contracts of affreightment
- Average
- Salvage
- Etc.

Dari gambaran yang di kemukakan diatas jelaslah bahwa hukum maritime


meliputi tidak saja hal –hal yang menyangkut kapal laut, tetapi juga
kepelabuhan / galangan kapal ( maritime perkapalan) baik dipilih hukum
perdata maupun hukum publik.

- Black’s Law Ditionary-

Sumber – Sumber Hukum Maritim :


a. Peraturan perundang – undangan
b. Perjanjian pihak – pihak yang bersangkutan
c. Kebiasaan – kebiasaan di dunia pelayaran atau di pelabuhan
d. Konvensi – konvensi International.
Sumber – sumber Peraturan Hukum Pengangkutan Laut Indonesia antara lain:
1 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang.
2 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.
3 Undang – undang Pelayaran Stsbl 1936 No. 700 tentang tata cara
pengaturan pelabuhan laut dan pelayaran di Indonesia.
4 Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1969.
5 Peraturan – peraturan tentang nasionalitas dan status kapal yaitu :
a. Peraturan tentang Surat Laut dan Pas Kapal 1934.
b. Peraturan mengenai registrasi kapal 1933 yang berhubungan erat
dengan masalah hipotik kapal dalam KUH Perd dan KUHD.

6 Peraturan mengenai Keselamatan Pelayaran :


a. Ordonansi perkapalan dan peraturan perkapalan 1935.

7 a). Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie (Poktie Ter Zee) atau
Undang – Undang Laut Teritorial dan Lingkungan Maritime 1939 No.
442.
b). Undang – Undang No. 4 tahun 1960.
Tentang Perairan Indonesia.
c). Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1962.
Tentang Lalu Lintas Laut Damai
d). Keputusan Presiden No. 15 / 1971.
Tentang Wewenang Pemberian Izin berlayar bagi segala kegiatan
kendaraan air asing dalam wilayah perairan Indonesia.

8 Peraturan – Peraturan yang berhubungan dengan :


- Bidang Kehakiman
- Bidang Imigrasi
- Bidang Bea Cukai
- Bidang Kesehatan

9 Konvensi – Konvensi International, antara lain :


a. The Hague Rules 1924 – Bill of Lading
b. The Visby Rules 1968 – Bill of Lading
c. York Antwerp Rules 1974 – Awar Umum.
d. Conision Regulation 1910 – Tubrukan Kapal

10 UU Pelayaran No. 21 Tahun 1992.


PP No. 70/1996 tentang Pelabuhan.
PP No. 1/ 1998 tentang Mahkamah Pelayaran.

11 Dan Lain – Lain.


YURIDENSI
- Yurisdiksi dalam Hukum Publik Internasional menyangkut alokasi dan
pembatasan kekuasaan sesuatu negara.
- Yurisdiksi dalam hukum perdata Internasional menyangkut masalah
pengadilan. Dimana disesuatu negara dapat mengadili satu perkara.

Yurisdiksi menyangkut kewenangan


Membuat peraturan perundang – undangan (Legislative Junsdiention) dan
menyangkut pelaksanaan (Penegakan Hukum).

Sumber-sumber Hukum Maritime :


1. Peraturan perundang-undangan.
2. Perjanjian pihak-pihak yang bersangkutan.
3. Kebiasaan-kebiasaan di dunia pelayaran atau di
pelabuhan.
4. Konvensi-konvensi Internasional.

Sumber-sumber Peraturan Hukum Pengangkutan Laut Indonesia :


Antara lain :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
3. Undang-Undang Pelayaran Stsbl 1936 No. 700 tentang tata
cara pengaturan pelabuhan laut dan pelayaran di
Indonesia.
4. Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1969.
5. Peraturan-Peraturan tentang nasionalitas dan status
kapal yaitu :
a. Peraturan tentang Surat Laut dan Pas Kapal 1934.
b. Peraturan mengenai registrasi kapal 1933 yang
berhubungan erat dengan masalah hipotik kapal dalam
KUH Perd dan KUHD.

6. Peraturan mengenai Keselamatan Pelayaran :


a. Ordonansi perkapalan dan Peraturan perkapalan 1935.
7. a) Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie.
( Poktie Ter Zee )

atau
Undang-Undang Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim
1939 No. 442.
b) Undang-Undang No. 4 tahun 1960.
Tentang Perairan Indonesia.
c) Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1962.
Tentang Lalu Lintas Laut Damai
d) Keputusan Presiden No. 15 / 1971.
Tentang Wewenang Pemberian Izin berlayar bagi segala
kegiatan kendaraan air asing dalam wilayah perairan
Indonesia.
Peraturan-Peraturan yang berhubungan dengan :
- Bidang Kehakiman
- Bidang Imigrasi
- Bidang Bea Cukai
- Bidang Kesehatan
Konvensi-konvensi Internasional, antara lain :
a. The Hague Rules 1924. - Bill of Lading.
b. The Visby Rules 1968. - Bill of Lading.
c. York Antwerp Rules 1974. - Awar Umum.
d. Conision Regulation-1910. - Tubrukan Kapal.
UU Pelayaran No. 21 Tahun 1992.
PP. No. 70/1996 tentang Pelabuhan.
PP. No. 1/1998 tentang Mahkamah Pelayaran.
Dan Lain-lain.

IDENSI
- Yurisdiksi dalam Hukum Publik Internasional
menyangkut alokasi dan pembatasan kekuasaan sesuatu
negara.
- Yurisdiksi dalam hukum perdata Internasional
menyangkut masalah pengadilan. Dimana disesuatu
negara dapat mengadili satu perkara.
isdiksi menyangkut kewenangan
buat peraturan perundang-undangan (Legislative
Junsdiention) menyangkut pelaksanaan (Penegakkan Hukum).

Tiga macam jurisdiksi sangat penting adalah :

a. Jurisdiksi Bendera Kapal ( Flag Jurisdiction ).


b. Jurisdiksi Pantai ( Coastal State Jurisdiction ).
c. Jurisdiksi Pelabuhan ( Port State Jurisdiction ).
LEMBAGA / BADAN YANG TURUT
MEMBENTUK PERKEMBANGAN
HUKUM MARITIM
----------------------------

SWASTA/ : 1. International Law Association


(Maritime Law Committee)

N.G.O.

2. Committee Maritime International


(CMI) 1897
- HAGUE RULES
- YORK ANTWERP RULES

G.O / ANTAR : Diplomatic Conferences, antara lain :


NEGARA
1 IMO / International Maritime Organization
Antara lain : Pollution Convention.

2 Unctad / United Nations Conference on


Trade & Development.
Antara lain : U.N Conv. On Condition for
Registration OF Ship.
3 I.L.O : Maritime Labour Conv.

Organisasi yang terlibat dalam praktek Hukum Pengangkutan


Laut :
1. PT. PANN
2. BKI (Biro Klasifikasi Indonesia)
3. INSA (Indonesia National Shipowners’ Association /
Persatuan Pelayaran Niaga Indonesia.
4. KPI (Kesatuan Pelaut Indonesia)
5. Gaveksi ( Gabungan Veem & Ekspedisi Indonesia)
6. INFFA (Indonesia National Freight Forwarding
Association)
7. Iperindo (Industri Perkapalan Indonesia / Ikatan
Perusahaan Industri Kapal National Indonesia).
8. Astrindo (Assosiasi Jasa Tehnik Marin Indonesia)
9. Perla (Pelayaran Rakyat)
10. Indonesia BAALI (Badan Arbitrase Angkutan Laut
Indonesia)
11. Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)
12. Mahkamah Pelayaran.
13. Lembaga Bina Hukum Laut Indonesia (LBHLI).

Organisasi yang terlibat dalam praktek Hukum Pengangkutan


Laut antara lain :

1. PT. PANN (PT. Pengembangan Armada Niaga Nasional)


Melalui PP No. 18 / Tahun 1974 ditetapkan :
Penyertaan modal negara RI untuk mendirikan
perusahaan perseroan dalam bidang Pengembangan
Armada Niaga Nasional.
Tujuan PT. PANN :

1. Melakukan pengadaan kapal melalui pemasaran kapal


baru dan pembelian kapal niaga serta juga alat –
alat perlengkapan kapal yang untuk selanjutnya
dijual, disewa belikan ataupun disewakan kepada
perusahaan – perusahaan pelayaran nasional ataupun
pemilik – pemilik kapal yang membutuhkan.
2. Melakukan pengadaan keperluan/ perlengkapan dok dan
galangan kapal.
3. Melakukan pernyertaan modal dalam perusahaan –
perusahaan yang melakukan kegiatan usaha dibidang
pelayaran, docking dan galangan kapal.
4. Melakukan usaha – usaha lain yang bersifat menunjang
kegiatan pengembangan armada niaga nasional.

2. BIRO KLASIFIKASI INDONESIA (BKI)


Melalui PP No. 28 / tahun 1964
Adalah suatu badan tehnik yang melakukan kegiatan –
kegiatan dalam bidang pengawasan terhadap kapal – kapal
baik yang sedang dibangun maupun yang sedang berlayar.

Tugas BKI :
1. Memberikan penggolongan / klasifikasi terhadap kapal
– kapal setelah terlebih dahulu diselidiki dan
dinilai.
2. Memberikan petunjuk dan penilaian atas konstruksi
kapal yang sedang dibangun atau sedang dalam
pemakaian termasuk semua alat perlengkapannya.
Untuk peningkatan dari BKI , baik berupa tehnik, operasi dan
management, BKI berkerjasama dengan Biro Klasifikasi Asing,
antara lain :

1. American Bereau of Veritas


2. Germanischer Lloyd
3. Korean Register of Shipping
4. Lloyd Register of Shipping
5. Nippon Kaiji Kyokai
6. Polish Register of Shipping
7. Registro Internasional Navate Portuguesa
8. Registrul Nawal. Roman

3. INSA. (Indonesian National Shipowners Association)


Atau Asosiasi pemilik kapal Indonesia (persatuan
Pelayaran Niaga Indonesia) melalui surat keputusan
Menteri maritim (SK/DP/10/77 tanggal 6 September 1967).

Maksud dan tujuan INSA :

(1) Turut aktif memperjuangkan tatalaksananya


masyarakat Indonesia yang adil & makmur berdasarkan
pancasila & UUD’ 45.

(2) Mewujudkan sistem angkutan laut yang terpadu :


a) Mempersatukan & memperkembangkan potensi
pelayaran Niaga Nasional untuk mencapai
efisiensi yang semaksimal mungkin.
b) Menolong & memelihara penyediaan jasa – jasa
perekonomian Indonesia, baik dalam negeri
maupun terhadap Luar Negeri.
c) Membantu memperbaiki posisi negara pembayaran
Luar Negeri Indonesia.

(3) Memelihara kesatuan Ekonomi Negara Nusantara


Indonesia guna mengurangi ketergantuangan ekonomi,
pada Luar negeri dalam perdagangan melalui laut.

(4) Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI)


Didirikan pada tanggal 29 April 1976

KPI adalah : Organisasi pelaut Warga Negara Indonesia


yang mempunyai potensi untuk bekerja,
dikapal dan yang mempunyai Ijazah
kepelautan yang dikeluarkan oleh yang
berwenang berdasarkan perundang –
undangan yang berlaku.

Tujuan KPI :
1). Mengamalkan & mengamankan pancasila
UUD’45 dalam kehidupan pelaut,
baik sebagai tenaga kerja maupun
sebagai negara yang bertanggung
jawab.
2). Menghimpun & membina semua pelaut
untuk mewujudkan persatuan guna
mensukseskan pembangunan nasional.
3). Mengusahakan kesejahteraan pelaut &
keluarganya baik material maupun
spiritual secara adil dan bertanggung
jawab.
4). Meningkatkan kecerdasan &
keterampilan pelaut.
5). Melaksanakan hubungan perburuan
Pancasila.

5. Gaveksi (Gabungan Vean & Ekspedisi Indonesia)


Melalui surat keputusan Dirjen perhubungan laut No.
DAL.S/30/14. tanggal 25 Februari 1975.

Aveksi adalah : suatu organisasi satu–satunya dari


perusahaan–perusahaan per-vem-an dan
ekspedisi muatan kapal laut yang ada
diseluruh Indonesia.

Fungsi Gaveksi :
1). Pembinaan profesi para anggotanya.
2). Pembinaan kedisiplinan anggotanya
untuk mematuhi ketentuan –
ketentuan organisasi dan terhadap
ketentuan perundang – undangan
Negara.

6. INFA (Indonesia Freight Forwarders Association).


Melalui SK menteri perhubungan No. 46/AL.005/ PHB – P- 3
tanggal 13 Januari 1983 dikenal istilah, Jasa Freight
Forwarding atau Jasa Transformasi laut.
Di dunia Internasional dikenal :
FIATA / IFFA : Federasian International des
Association de trananitauries /
International Freight Forwarder
association.
Manfaat INFFA :
1) Sebagai sarana atau wadah yang komunikatif,
konsekwensi dan mendidik (edukatif) yang akan
mendorong peningkatan keterampilan para
anggotanya baik dalam melaksanakan
kegiatannya maupun dalam menghadapi pengusaha
di Luar Negeri.
2) Sebagai partner pemerintah dalam menata
kegiatan Internasional freight forwader agar
lebih sesuai dengan arah pembangunan secara
keseluruhan.
3) Sebagai sarana kerjasama yang lebih baik
diantara para pengusaha freight forwader.

7. IPERINDO (Ikatan Perusahaan Industri Kapal Nasional


Indonesia)

Melalui surat keputusan Menteri Maritim No. KB/4/3/1


tanggal 20 Mei 1968 jo Surat Keputusan Dirjen Perla No.
87/2/18 tanggal 29 Maret 1975.

Tujuan Iperindo :

Untuk menggalang industri kapal Nasional di Indonesia


menjadi kekuatan industri nasional. Dalam bidang
pembangunan maupun pemeliharaan kapal, mesin – mesin
kapal serta seluruh Perlengkapannya dengan daya guna &
hasil guna / daya hasil yang sebesar – besarnya sehingga
dapat menjadi salah satu sarana guna menunjang
pembangunan nasional sesuai dengan Garis – Garis Besar
Haluan Negara yang telah ditetapkan M.P.R.
8. ASTRINDO (Asosiasi Jasa Tehnik Maritim Indonesia).

Melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan


Laut No. B.XXVII-1052/DOM-23 tertanggal 27 Oktober
1982.

Tujuan ASTRINDO :

i. Turut aktif membangun perekonomian Indonesia dalam


rangka menggunakan masyarakat adil dan makmur.
ii. Membantu dan ikut serta mengamankan kebijaksanaan
pemerintah dalam melaksanakan wawasan nusantara
sebagai Negara Maritim.
iii. Mencapai kesatuan dan persatuan antara sesama
anggota yang dilihat oleh tata krama usaha dalam
melaksanakan usahanya sehari – hari.
iv. Mencegah tumbuhnya persaingan yang tidak sehat
antar anggota dalam hubungan pengembangan
usahanya.
v. Membina dan mengajukan perusahaan anggota.
vi. Asosiasi tidak bergerak dalam bidang politik
maupun keagamaan dasarnya untuk kepentingan usaha
golongannya.

9. PERLA (Pelayaran Rakyat)

Didirikan tanggal 30 April 1964.


Mendapatkan pengakuan dari pemerintah melalui surat
keputusan Menteri Perhubungan No. 424/M/1972 tanggal 12
Juli 1972.
Fungsi dan Tugas Pelra :

i. Sebagai alat perjuangan dalam usaha menguatkan


kesejahteraan anggota dan merupakan wadah pengikut
– sertaan dalam melakukan kebijaksanaan pemerintah
dibidang pembangunan.
ii. Sebagai lembaga yang menampung, mengolah dan
menyalurkan segala aspirasi yang terdapat dalam
lingkungan Pelra yang merupakan salah satu
kekuatan sosial politik dalam masyarakat
Indonesia, berkewajiban turut serta dalam
pembangunan Negara dan Bangsa Indonesia.

10. Indonesia BAALI (Badan Arbitrase Angkutan Laut


indonesia)

Melalui Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan


Laut dan Badan Urusan Logistik SK. No. BILL.9/I/42
tanggal 6 Januari 1975 Kep. 01/KA/01/1975.

Tujuan BAALI :

- Menangani perkara – perkara pengagkutan barang –


barang yang di kelola oleh Bulog, yaitu :
Bahan – bahan pokok rakyat, misalnya beras,
terigu, gula dll.

Sifat BAALI :
- Bersifat khusus, artinya hanya mengenai
bidang tertentu saja yaitu pengangkutan
barang – barang Bulog.
Arsitrase ad hoc X.
Perstitutionalized Arbitration (BANI)
Arbriter BAALI terdiri atas :
1) Ditjen Perhubungan Laut.
2) Bulog
3) Kontraktor Bulog
4) Pengangkut
5) INSA

Ad 1) Dirjen perhubungan laut adalah internasional yang


mengelola bidang perhubungan laut.

Ad 2) Bulog adalah industri yang terlibat langsung karena


barang – barang bulog yang diangkut.

Ad 3) Kontraktor Bulog adalah badan usaha yang


bertanggung jawab terhadap pengambilan barang –
barang Bulog.

Ad 4) Pengangkut adalah yang mengangkut barang – barang


Bulog tersebut, antar pengangkut dan Kontraktor
terhadap suatu perjanjian standart yang menyebutkan
Wawasan Arbitrase.

Ad 5) INSA adalah wadah organisasi yang menghimpun


perusahaan yang bergerak dibidang pengangkutan.

11. BANI (Badan Artibrase Nasional Indonesia).

Diprakarsai oleh : Kamar Dagang & Industri (KADIN)


Indonesia.
Klausa Standart BANI :
Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini akan
diselesaikan dalam tingkat pertama dan terakhir menurut
peraturan prosedur BANI oleh arbiter – arbiter yang
ditunjuk menurut peraturan tersebut.

Tujuan BANI :
1) Penyelesaian sengketa yang timbul dari perjanjian –
perjanjian mengenai soal :
- Perdagangan
- Industri
- Keuangan (Business Contract)
Secara cepat dan adil.

2) Menerima permintaan yang diajukan para pihak dalam


suatu perjanjian untuk memberikan pendapat yang
mengikat mengenai sesuatu persoalan keturunan dengan
perjanjian tersebut.

Misalnya : Mengenai penafsiran ketentuan – ketentuan


yang kurang jelas, penambahan atau
perubahan pada ketentuan – ketentuan
berhubung dengan timbulnya keadaan –
keadaan baru.

12. Mahkamah pelayaran

Ditetapkan melalui :
Ordonansi No. 119/1873 dengan sebutan “Road Van
Tuch” (Peradilan Tata Tertib). Jo
Ordonansi No. 288/ Tahun 1927 dengan sebutan “Road
Voor De Stheepvaart” jo stzblg No. 215/ 1934 jo
stzbl No. 2/ 1938 kemudian setelah kemerdekaan
disebut “Mahkamah Pelayaran”

Mahkamah Pelayaran adalah :


Lembaga yang memerikasa semua kecelakaan kapal di
laut untuk dapat menentukan penyebab kecelakaan,
terutama bilamana ada dugaan kuat bahwa kecelakaan
itu (dapat) disebabkan kesalahan kapten atau pentura
yang memimpin kapal.

Tugas dan Wewenang Mahkamah Pelayaran.

1. Bila terjadi kecelakaan kapal yang agak berat


Menteri Perhubungan Laut (sekarang dibaca :
Direktur Jenderal Perhubungan Laut) dengan atau
tanpa usul kepala Direktorat Navigasi dapat
mengundang Mahkamah Pelayaran untuk memeriksa
sebab – sebab kecelakaan dan kesalahan orang –
orang yang tersangkut, dan juga bila menerima
pemberitahuan tentang kecakapan orang yang
bersangkutan.

2. Menjatuhkan hukuman disipliner atau mencabut


kekuasaan kapten dan / atau opsir untuk
menjalankan satu atau lebih jabatan pada dinas
kapal Indonesia di laut selama jangka waktu
tertentu (tidak lebih dari 2 tahun), apabila
Mahkamah berpendapat bahwa kecelakaan itu
disebabkan oleh atau dapat disebabkan oleh
keteledoran kapten/ atau opsir yang
bersangkutan.

3. Menyatakan kapten atau perwira kapal tidak cakap


untuk menjalankan satu lebih jabatan pada dinas
kapal Indonesia di laut, apabila setelah
pemeriksaan Mahkamah berpendapat bahwa kapten
atau perwira kapal diragukan kecakapannya atau
tidak cakap.

4. Mencabut pencabutan wewenang (mengembalikan


wewenang) yang bersangkutan apabila Mahkamah
berpendapat bahwa yang bersangkutan telah cakap
lagi untuk memenuhi kewajiban jabatannya.

Hal ini umumnya dilakukan apabila berdasar fakta


kemudian atau keadaan istimewa, atas usul
Direktur/ Perhubungan Laut dan juga atas
permintaan yang berkepentingan atau perusahaan
pelayaran dimana yang bersangkutan terakhir
bekerja.

13. LEMBAGA BINA HUKUM LAUT INDONESIA (LBHLI).


Didirikan pada tanggal 20 Mei 1981 di Jakarta.

Maksud LBHLI :
Ialah : untuk mendorong dan mengembangkan
pembangunan hukum di indonesia yang
berkaitan dengan masalah laut, baik dalam
bidang hukum laut publik (Law Of The Sea)
maupun hukum maritime (Maritim Law),
khususnya, melalui bidang keilmuan dan
pendidikan.

Tujuan LBHLI :

Ialah : terciptanya suatu perangkat dan sistim


hukum Indonesia dengan segala aspek
pengembangan khususnya dalam bidang hukum
laut publik (Law Of The Sea) dan hukum
Maritim (Maritim Law) yang sesuai dengan
tujuan nasional sebagaimana yang
termaksud dalam pembukaan UUD 1945.

Kegiatan LBHLI :
1. Mengadakan berbagai kegiatan ilmiah dalam
bentuk penelitian, diskusi, seminar dan
sebagainya.
2. Mengadakan berbagai bentuk pendidikan bagi
masyarakat hukum di Indonesia.
3. Penyuluhan hukum dan bantuan hukum khususnya
kepada masyarakat bahari Indonesia seperti kaum
nelayan, anak buah kapal, para pengusaha, dan
staf perusahaan yangt berkaitan dengan laut
petani laut dan lain – lainnya.
4. Membentuk dan mengorganisasikan pusat
dokumentasi dan informasi mengenai Hukum Laut
Publik (Law of The Sea) dan Hukum Maritim
(Maritime Law).
5. Menjalin hubungan antar berbagai lembaga baik
pemerintah maupun non pemerintah baik dalam
tingkat daerah, Nasional maupun Internasional
yang berhubungan dengan masalah kebaharian.
PERUSAHAAN PENUNJANG PELAYARAN DAN PENGERTIANNYA

A. Perusahaan EMKL

Adalah perusahaan yang bergerak dalam pemberian jasa untuk


kepentingan pemilik barang ( Shipper ) / consignee, dengan lingkup
pekerjaan :

- Pengurus dokumen ( custom clearance dan dokumen lainnya yang


diperlukan ).

- Penerimaan muatan yang diangkut dari pemilik barang untuk


diserahkan kepada pihak pengangkut.

- Penerimaan muatan dari pihak pengangkut untuk diserahkan


kepada pemilik barang.

B. Stevedoring / Cargohandler / Cargohandling

Adalah perusahaan yang bergerak dalam kegiatan membongkar/


memuat barang ( ex. Tackle ) dari / ke kapal dengan lingkup pekerjaan :

- Membongkar barang dari kapal ( ex. Tackle ) dan meletakkannya


diatas dermaga ataupun angkutan Bandar (ex. Tackle).

- Memuat barang ( ex. Tackle ) dari dermaga atau truck / gerbong


maupun angkutan bandar keatas kapal pengangkutan ( ex.
Tackle).

C. Perusahaan Perveeman

Adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang penampungan dan


penumpukan barang dengan lingkup pekerjaan :
- Sortasi ( sorting )
- Packing & repacking
- Marking & remarking
- Penyusunan barang ditempat penumpukan.

D. Perusahaan Freight Forwarding

Adalah perusahaan yang bertindak sebagai perantara pemilik barang


dengan alat-alat angkutan ( laut, udara, darat ) dalam pelaksanaan suatu
kegiatan angkutan dari suatu tempat ke tempat lain yang diinginkan /
ditentukan oleh pemilik barang.

E. Perusahaan Tally Company

Adalah perusahaan jasa yang melakukan perhitungan ketepatan jumlah


barang, baik atas permintaan pihak pengirim dan pengangkut maupun
dari pihak lainnya dengan lingkup pekerjaan:

- Cargo inspection
- Measuring cargo
- Perhitungan – perhitungan Tally
- Pembuatan dokumen yang diperlukan, seperti Tally Sheet, Stovage
Plan dan pengawasan barang-barang dan container di terminal.

F. Perusahaan Marine Cargo Surveyor

Adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang kegiatan pemeriksaan


kebenaran & kelengkapan data sesuatu barang dengan lingkup pekerjaan:

- Memeriksa kebenaran / keaslian, kualitas dan ukuran barang.


- Memeriksa jumlah barang
- Memeriksa kebenaran harga
- Memeriksa kerusakan barang, termasuk sebab-sebab dan tempat
terjadinya kerusakan.

G. Keagenan Pelayaran ( Liner Agency )

Adalah bergerak dalam bidang pelayaran jasa terhadap kapal-kapal yang


diageninya dengan lingkup pekerjaan :
- Pembuatan dokumen – dokumen pelaran ( b/1, manifest,
booking cargo dan lain-lain ).
- Pengurusan logistik kapal ( bila diperlukan ).

Perusahaan / Instansi Dalam Dunia Maritim

1. Perusahaan pelayaran adalah badan hukum atau badan usaha yang


mengusahakan jasa angkutan laut dengan menggunakan kapal.

2. Usaha pelayaran dalam negeri adalah kegiatan usaha pelayaran untuk


melakukan usaha pengangkutan antar pelabuhan di Indonesia.

3. Usaha pelayaran luar negeri adalah kegiatan usaha pelayaran untuk


melakukan usaha pengangkutan ke dan dari pelabuhan luar negeri.

4. Usaha ekspedisi muatan kapal laut adalah kegiatan usaha mengurus


dokumen dan melaksanakan pekerjaan yang menyangkut penerimaan
dan penyerahan muatan yang diangkut melalui lautan untuk diserahkan
kepada atau diterima dari perusahaan pelayaran bagi kepentingan
pemilik barang.

5. Usaha jasa pengurusan transportasi ( freight forwarding ) adalah kegiatan


usaha yang ditujukan mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi
terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi
darat, laut atau udara yang dapat mencakup kegiatan penerimaan,
pengangkutan, sertasi, pengepakan, pengurusan, penimbangan,
pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan,
perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi atas pengiriman barang serta
penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan
pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya oleh
yang berhak menerimanya.

6. Usaha bongkar muat barang adalah kegiatan jasa yang bergerak dalam
kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal, yang terdiri dari
kegiatan stevedoring, cargodoring dan receiving / delivery.

7. Usaha angkutan bandar adalah kegiatan usaha memindahkan


penumpang, barang, dan / atau hewan dari dermaga ke kapal atau
sebaliknya dan dari kapal ke kapal yang sedang berlabuh.
8. Usaha tally adalah kegiatan usaha jasa menghitung membuat catatan
mengenai muatan untuk kepentingan pemilik muatan dan pengangkut.

9. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang


perhubungan laut.

Pengusaha Perkapalan

Pengusaha Perkapalan ( Reeder ) adalah :

Orang yang mempergunakan sebuah kapal untuk pelayaran di laut dan


untuk itu dilakukannya oleh seorang nahkoda yang bekerja padanya.

Perusahaan Perkapalan adalah :

Pemilik bersama kapal yaitu sebuah kapal dimiliki oleh beberapa orang
yang dipergunakan untuk pelayaran di laut dengan pembiayaan bersama dan
dalam bentuk usaha yang lain daripada persekutuan seperti yang terdapat
dalam butir ke 3 buku ke 1.

Pasal 320 KUHP :

Pengusaha adalah dia yang memakai sebuah kapal guna pelayaran di laut
dan mengemudikannya sendiri atau suruh mengemudikannya oleh seorang
nahkoda yang bekerja padanya.

Pasal 323 KUHP :

Apabila sebuah kapal menjadi kepunyaan berbagai orang, yang


memakainya atas biaya bersama guna pelayaran dilaut lain daripada menurut
suatu persetujuan perseroan sebagaimana termaksud dalam hal harga. Buku ke
1, maka terjadilah antara mereka itu suatu perusahaan perkapalan.

Dari Pasal 320 dapat ditarik :

1. Pengusaha kapal tidak harus / tidak dijeratkan pemilikan atas sebuah


kapal tetapi dia cukup menggunakan kapal.
2. Nahkoda yang memimpin suatu kapal adalah bekerja dibawah pengusaha
kapal.

Pasal – pasal yang mengatur reeder :

Pasal 320, 321, 322

Pasal – pasal yang mengatur reedery :

Pasal 323 sampai dengan 340 F

KAPAL

Kapal : Pasal 309 KUHD

Adalah semua perahu, dengan nama apapun dan dari macam


apapun juga kecuali apabila ditentukan atau diperjanjikan lain,
maka kapal ini dianggap meliputi segala alat perlengkapannya.

Yang dimaksudkan dengan alat perlengkapan kapal ialah segala


benda yang bukan suatu bagian daripada kapal itu sendiri,
namun diperuntukkan untuk selamanya dipakai tetap
dengan kapal ini.

Pasal 1 Hague Rules

Ships means any vessel used for the carriage of goods by sea.

Kapal berarti setiap kapal yang dipergunakan untuk pengangkutan


barang lewat laut.

KAPAL LAUT : Pasal 310 KUHD

Adalah semua kapal yang dipakai untuk


pelayaran dilaut atau yang diperuntukkan
untuk itu.

KAPAL INDONESIA : Pasal 311 KUHD


Adalah setiap kapal yang dianggap sebagai
demikian oleh Undang-undang tentang surat-
surat laut dan pas-pas kapal.

Syarat-syarat material kapal laut Indonesia :

1. Dimiliki oleh seorang atau lebih warga negara Indonesia atau.

2. Dimiliki untuk 2/3 bagian oleh seorang atau lebih warga negara
Indonesia dan untuk 1/3 bagian oleh seorang atau lebih penduduk
Indonesia, dengan syarat bahwa pemegang buku dari kapal itu ( jika
memang ada ) harus seorang warga negara Indonesia.

Syarat formil kapal laut Indonesia :

Bagi kapal laut Indonesia yang akan diakui secara sah sebagai kapal laut,
apabila telah dipunyai satu ( 1 ) diantara empat ( 4 ) surat-surat kapal,
yaitu :

1. Surat Laut ( Zeebricf ) :


Adalah surat yang diberikan untuk sesuatu waktu tertentu kepada kapal
laut Indonesia yang besarnya dibagian dalam adalah 500 meter kibik
bruto atau lebih dan yang bukan suatu kapal laut nelayan dan bukan
suatu kapal pesiar.

2. Surat – Pas – Kapal tahunan / Pas Tahunan ( Jaarpas ) :


Adalah Pas / Surat yang diberikan setahun sekali dengan diberikan
kepada kapal laut Indonesia yang besarnya dibagian dalam ( in houd )
adalah 20 meter kubik bruto atau lebih tetapi kurang dari 500 meter kubik
bruto, dan bukan suatu kapal nelayan atau kapal pesiar.

3. Surat – Pas – Kapal Kecil / Kleine Pas :


Adalah Pas / Surat yang diberikan kepada kapal laut Indonesia yang
besarnya kurang dari 20 meter kubik dan bukan suatu kapal nelayan atau
kapal pesiar.

4. Surat – pas – Kapal Sementara :


Adalah Pas / Surat yang diberikan kepada kapal laut Indonesia yang
memenuhi syarat perundang-undangan, yang dibeli dan dibikin diluar
wilayah Indonesia (diluar negeri) yang dipesan melalui oleh Direktur
Jenderal Perhubungan Laut. Selama dalam pelayarannya dari luar negeri
ke Indonesia dapat diberikan oleh Konsulat Republik Indonesia setempat.
Surat Izin Berlayar / Surat Laut Sementara.
Bilamana telah tiba diwilayah Indonesia, surat laut sementara ini harus
secepatnya ditukar dengan surat laut, sesuai dengan keharusan tentang syarat-
syarat perdagangan kapal laut Indonesia.

Bilamana belum dapat diberikan, sedangkan kapal tersebut harus berlayar lagi,
dapat dimintakan kepada Dirjen PERLA – Surat Izin Berlayar Sementara.

II Surat – surat Kapal / Sertifikat Kapal :

1. Sertifikat Keselamatan Konstruksi Kapal Barang


( Cargo Ship Safety Contraction Certificate )

2. Sertifikat Keselamatan – Perlengkapan Kapal Barang


( Cargo Ship Safety Radio Telegraphy Certificate )

3. a. Sertifikat Keselamatan Telegrap radio di kapal


Barang.
( Cargo Ship Safety Radio Telegraphy Certificate)

b. Sertifikat Keselamatan Telephone radio didalam


kapal barang ( Cargo Ship Safety Telephony
Certificate ).

4. Sertifikat Keselamatan Kapal Penumpang


(Khusus untuk kapal-kapal penumpang )

5. Sertifikat Kesempurnaan
( Certificate of Seavos Witnes )

6. Sertifikat Pengangkutan Minyak Bumi

7. Sertifikat Kapal Penumpang

8. Sertifikat Garis Muatan

a. International
( International Load Line Certificate )

b. Sertifikat Garis Muat khusus Pelayaran dalam negeri.


9. Sertifikat International Pencegahan Pencemaran Oleh
Minyak
( International OU Pollution Prevention Certificate / Marpol
73 / 78 )

10. Sertifikat International Pencegahan Pencemaran oleh Bahan


Cair Beracun
( International Pollution Prevention Certificate for The
Carriage of Noxious Liquid Substances in Bulk )

11. Sertifikat Dana Jaminan Ganti Rugi Pencemaran Laut


( Certificate of Insurance or other Financial Security in
respect of civil liability for oil Pollution Damage )

12. Surat Laut dan Pas Kapal


a. Surat Laut tetap
b. Surat laut Sementara
c. Pas tahunan
d. Pas kecil

13. Surat Ukur

KAPAL LAYAK LAUT I. TAHAN LAUT


ZEE WARDIG – SEA WORTHY

II. SEMUA SURAT YANG


DIBUTUHKAN SUDAH ADA

I. ZEE WARDIG

1. Semua kebutuhan – kebutuhan geladak kapal telah cukup.


2. Semua kebutuhan-kebutuhan kamar mesin kapal telah
cukup dan semua mesin sudah dapat siap berlayar.
3. Perbekalan kapal cukup
4. Bunker cukup
5. Awak kapal cukup dan sudah ada dikapal
6. Air cukup

Pengangkutan kapal di Indonesia :


Menurut PP No. 2 / 69 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan
Laut.

I. Pelayaran Dalam Negeri :

1. Pelayaran Nusantara :

Ialah pelayaran untuk melakukan usaha pengangkutan antar


pelabuhan Indonesia tanpa memandang jurusan yang ditempuh
satu dengan yang lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Pelayaran Lokal :

Ialah pelayaran untuk melakukan usaha pengangkutan antar


pelabuhan Indonesia yang ditujukan untuk menunjang kegiatan
pelayaran Nusantara dan pelayaran luar negeri dengan
mempergunakan kapal-kapal yang berukuran 500m3 isi kotor
kebawah.

3. Pelayaran Rakyat :

Ialah pelayaran nusantara dengan mempergunakan perahu-perahu


layar.

4. Pelayaran Pedalaman, terusan dan sungai :

Yaitu pelayaran untuk melakukan usaha pengangkutan du


perairan pedalaman, terusan dan sungai.

5. Pelayaran Penundaan Laut :

Yaitu pelayaran nusantara dengan menggunakan tongkang-


tongkang yang ditarik oleh kapal-kapal tunda.

II. Pelayaran Luar Negeri :


1. Pelayaran Samudera Dekat :

Yaitu pelayaran kepelabuhan –kepelabuhan negara tetangga yang


tidak melebihi jarak 2.000 Mil laut dari pelabuhan terluar
Indonesia, tanpa memandang jurusan.

2. Pelayaran Samudera :

Yaitu pelayaran ke dan dari luar negeri yang bukan merupakan


pelayaran samudera dekat.

III. Pelayaran Khusus :

Yaitu pelayaran dalam dan luar negeri dengan menggunakan kapal-kapal


pengangkut, khusus untuk pengangkutan hasil industri, pertambangan
dan hasil-hasil usaha lainnya yang bersifat khusus seperti : minyak bumi,
batu bara, biji besi, biji nikel dan lain-lain.

JENIS – JENIS KAPAL NIAGA

I. Kapal Barang / Kapal Cargo / Cargo Vessel :


adalah kapal yang dibangun khusus untuk mengangkut barang-barang
menurut jenis barang masing-masing.

a. Kapal General Cargo / General Cargo Carrier :


Ialah kapal yang dibangun untuk mengangkut muatan umum
(General Cargo), yaitu muatan yang terdiri dari bermacam muatan
barang yang dikemas / dibungkus dalam peti dan lain-lain &
barang – barang tersebut dikapalkan oleh banyak pengirim /
shipper untuk ditujukan kepada banyak penerima / consignee
dibanyak pelabuhan tujuan terdiri atas beberapa geladak.

b. Kapal Bulk Cargo / Bulk Cargo Carrier :


Yaitu kapal yang dibangun khusus untuk mengangkut muatan
curah yang dikapalkan dalam jumlah banyak sekaligus.

Misalnya : Beras, Gandum, Biji Besi, Batu Bara, dan lain-


lain.
Biasanya terdiri atas satu geladak.
c. Kapal Tanker :
Adalah kapal yang dibangun khusus untuk mengangkut muatan
cair.

Misalnya : Minyak Bumi, Minyak nabati, LNG dll.


Oleh karena barang cair yang berada didalam ruang kapal dapat
bergerak kedepan dan kebelakang atau kekiri dan kekanan, yang
dapat membahayakan stabilitas kapal, maka ruangan kapal dibagi-
bagi menjadi beberapa buah compasment / ruang kapal yang
berupa tangki-tangki.

d. Kapal dengan design khusus / special –designed ship :


Adalah kapal yang dibangun khusus untuk pengangkutan barang-
barang tertentu, seperti : dagang hewan ( yang harus diangkut
dalam keadaan beku ).

Contohnya : - Kapal refrigerated


- Long Carrier
- Cargo Carrier
- dll

e. Kapal Container / Kapal Peti Kemas :


Adalah kapal yang dibangun untuk mengangkut muatan general
cargo yang sudah dimasukan dalam container.

Container adalah ;
Peti besar terbuat dari kerangka baja dengan dinding alumunium
atau baja.

Biasanya ukuran kontainer adalah ;


- 2,5 x 2,5 x 6 meter disebut 20 foot container dan berkapasitas
± 15 ton.
- 2,5 x 2,5 x 12 meter disebut 40 foot container dan
berkapasitas ± 15 ton.

e.1 Kapal Container full / Full Container Vessel


adalah kapal dimana barang-barang yang hendak
dikapalkan dibungkus didalam kemasan biasa lalu
kemasan-kemasan itu dimasukan kedalam container,
biasanya dalam satu container dikirim oleh beberapa
pengirim / shipper. Jadi disini kapal benar-benar full
container.
e.2. Kapal Semi Container / Containerized – Cargo Ship
adalah kapal biasa ( kapal general cargo ) yang dirubah
sedikit sehingga dapat memuat barang-barang yang
dimasukkan container.

c.3. Kapal container dengan sistem muat bongkar ( “Roll on/


Roll off container ship” )
adalah kapal dimana muatan-muatan kapal/ container
dimuat diatas trailer, lalu trailer dimasukkan kedalam kapal
( roll on ) dan ikut berlayar terus sampai dipelabuhan tujuan
dimana trailer diturunkan ( roll off ).

Namun truck yang menarik trailer yang bersangkutan tidak


ikut berlayar, melainkan hanya mengantarkan saja ke dan
menjemputnya dari kapal.

e.4 FLASH ( Floating Lighter Abroad Ship )


adalah kapal yang memuat tongkang-tongkang dimana
muatan ditempatkan.

Tongkang – tongkang ini sebenarnya adalah container


terapung ( floating ) karena bentuknya mirip container
biasa, hanya saja dapat terapung.

Container terapung ini dibawa ke kiri dan dari kapal Flash


dengan ditarik kapal tunda ( tug boat ) tetapi ada juga yang
dilengkapi mesin.

e.5. LASH ( Lighter Abroard Ship )


adalah kapal dimana Lighter yang sudah diisi muatan akan
diturunkan atau dimainkan dengan menggunakan alat-alat
muat bongkar sendiri.

Dengan kapal Lash tidak diperlukan penyanderaan di


dermaga bahkan kapal Lash tidak usah masuk pelabuhan.

II. KAPAL PENUMPANG ( Passenger Vessel )

Yaitu kapal yang khusus dibangun untuk mengangkut. Penumpang


biasanya kapal penumpang dibangun dengan banyak geladak yang
masing-masing geladak terdapat ruangan ( cabin ) penumpang yang
dibagi – bagi dalam berbagai tingkat / helai.
III. KAPAL BARANG – PENUMPANG ( Cargo Passenger Vessel )

Adalah kapal yang dibangun untuk mengangkut penumpang dan muatan


secara bersama-sama sekaligus.

Biasanya kapal barang penumpang mempunyai banyak geladak dan


cabin penumpang serta latckes muatan ditempatkan dalam palka
penumpang ditempatkan dalam kamar-kamar ( cabin ) yang disebut kelas
I, kelas II, kelas III. Juga dikenal cotlak kelas Dek dimana penumpang –
penumpang biasanya tidur digeladak.

IV. KAPAL BARANG YANG MEMPUNYAI AKOMODATI PENUMPANG


TERBATAS ( Cargo Vessel with Limited Accomodation for Passenger ).

Adalah kapal barang biasa, baik berupa kapal general cargo atau bukan
cargo carrier tetapi dapat terbatas yaitu maksimum 12 penumpang.
Akomodasi disini adalah akomodasi dalam kabin / kelas kamar dan
bukannya kelas dek.

Peralihan Hak Milik Atas Suatu Kapal :

1. Jual beli ( Pasal 21 Peraturan Pendaftaran Kapal )

2. Berdasarkan Pelelanggan Umum atau penyerahan yang diperintahkan


dengan putusan hakim yang sudah berkekuatan pasti.

( Pasal 21 (2) PKK )

3. Pencabutan hak onteigning oleh negara untuk kepentingan umum.

( Pasal 21 (3) PKK )

Syarat – syarat yang diperlukan :

- Salinan otentik Putusan Pengadilan Negeri


- Keterangan resmi ( Panitera Pengadilan Negeri ) yang
menerangkan bahwa Putusan Pengadilan Negeri yang sudah
mempunyai kekuatan pasti.
- Salinan / duplikat kwitansi sebagai bukti pelunasan ganti rugi dari
pemilik baru.

4. Melalui hibah / atau lembaga waris


5. Putusan Pengadilan Negeri atas gugatan
6. Unboerboar bijvooraad ( Psl. 180 HIR ).

Gugurnya tanda kebangsaan Indonesia :

1. Apabila kapalnya dirusak, musnah atau diambil oleh bajak laut atau
musnah dalam peperangan.

2. Apabila kapalnya dipakai untuk melakukan kejahatan – kejahatan


International ( International Crimes ).

3. Apabila kepada kapal tersebut ditukarkan tanda kebangsaan lain.

Pendaftaran Kapal :
Pasal 314 KUHD
1. Kapal – kapal Indonesia yang berukuran paling sedikit dua puluh meter
kubik isi kotor dapat dibukukan di dalam suatu register kapal menurut
ketentuan – ketentuan yang akan ditetapkan dalam suatu Undang –
Undang tersendiri.
Peraturan Pendaftaran Kapal & Balik Nama Kapal Regeling Van de
Teboekstelling Van Schepen ). Ordonansi 4 Februari 1933, Statblaz 33 – 48
jo 30 – 2 berlaku sejak 1 April 1938.
2. Dalam Undang – Undang ini harus pula diatur tentang caranya peralihan
hak milik dan penyerahan akan kapal-kapal dalam pembuatan yang
dibukukan dalam register kapal tersebut dan andil-andil dalam kapal-
kapal atau kapal-kapal dalam pembuatan seperti itu
3. Atas kapal-kapal yang dibukukan dalam register kapal, kapal-kapal
dalam pembukuan dan andil-andil dalam kapal-kapal dan kapal-kapal
dalam pembuatan seperti itu dapat diletakkan Hipotik
4. Atas kapal-kapal yang disebutkan dalam ayat kesatu, tidak dapat
diletakkan hak gadai. Atas kapla-kapal yang dibekukan tidak berlakulah
Pasal 1977 KUHper.

Pasal 1927 KUHper :


Terhadap benda bergerak yang tidak kena bunga maupun piutang yang tidak
harus dibayar kepada si pembawa maka barang siapa yang menguasainya
dianggap sebagai pemiliknya.
Namun demikian ……….

Dari Pasal 314 KUHD dapat dicatat :

a. Tidak hanya kapal laut yang dapat didaftar tetapi juga kapal
sungai.
b. Tidak ada keharusan utnuk mendaftar tetapi semua kapal yang
berukuran 20 meter kubik isi bruto atau lebih yang dipergunakan dilaut
harus didaftarkan terkecuali :
Kapal tidak bermotor yang berukuran kurang daripada 100 m3 isi bruto.
c. Kapal yang ukurannya kurang dari 20 m3 masuk golongan
kapal-kapal yang tidak didaftarkan.

Ada 3 golongan kapal :

1. Kapal Laut
2. Kapal yang dipergunakan untuk pelayaran perairan pedalaman.
3. Kapal perairan / kapal nelayan

Dengan didaftarkan suatu kapal menjadi kapal laut Indonesia berarti


bendera kebangsaan kapal tersebut adalah bendera Indonesia.

Penolakan terhadap pemberian tanda kebangsaan Indonesia.

1. Bilamana kapal tersebut diperlengkapi dengan alat-alat yang dapat


dipergunakan untuk perang, atau apabila dapat disangka bahwa kapal itu
akan diperlengkapi demikian, bertentangan dengan sikap netral dari
negara Indonesia.

2. Bilamana ternyata yang memohon tanda kebangsaan itu hanya


merupakan seorang perantara saja untuk kepentingan orang lain yang
tidak memenuhi persyaratan tentang kewarganegaraan dan
kependudukan Indonesia.

3. Bilamana badan hukum yang berhubungan dengan pemberian tanda


kebangsaan itu ternyata kekuasaan kepengurusan badan hukum itu ada
ditangan orang asing atau ditangan orang yang bukan penduduk
Indonesia.

4. Apabila ternyata tidak cukup dalam perusahaan yang memakai kapal itu,
kepemilikannya dimiliki warga negara Indonesia.

Prosedur Pendaftaran Kapal

Kegiatan Pemilik :

I. Menghadapi Pegawai Pendaftaran Kapal dengan membawa surat-surat


sebagai berikut :
1. Identitas Pemilik / Akte Pendirian Perusahaan.

2. Surat Ukur

3. Bukti-bukti milik :

a. Kapal yang dibangun didalam negeri :

- Builder’s Certifikat / Surat Tukang


- Surat Keterangan galangan pembangunan atau
Surat keterangan pemilikan dari Camat
- Berita acara serah terima kapal
- Bukti pelunasan harga kapal.

b. Kapal yang dibangun / dibeli dari luar negeri :

- Surat Ijin Pembelian / Pemasukan dari Dijen Perla


- Bill of Sale
- Delivery Certificate
- Builders Certificate
- Deletion Certificate

4. Surat Pernyataan Kebangsaan Kapal ( terbatas kapal laut dan


nelayan ).

5. Surat Permohonan Pendaftaran sebagai kapal laut, kapal nelayan


atau kapal pedalaman.

6. Surat Kuasa Menghadap ( jika diperlukan ).

II. Kegiatan Pegawai Pendaftaran Kapal

1. Pemeriksaan syarat-syarat formil ( dicek dengan yang asli )

2. Pembuatan laporan transaksi

3. Pembuatan surat kesaksian

4. Tagihan – tagihan

5. Penjelasan kepada penghadap biaya-biaya yang harus dibayar


seperti :
- Biaya materai
- Dll

III. Kegiatan Pemilik


Menghadap ke Kantor Pajak dengan mengajukan Surat Permohonan
SKUM beserta lampiran :
1. Surat Kuasa
2. Surat Ukur
3. Bukti Milik Keterangan FISKAL
4. Laporan Taksasi
5. Surat Kesaksian

IV. Berdasarkan SKUM dari kantor Pajak, melunasi ke kas negara.


1. Bea Materai 1 0/00
2. Bea Leges 22,50

V. Kegiatan Pegawai Pendaftaran Kapal :


1. Pemeriksaan :
- Pelunasan SKUM BBN, Bea Materai dan Legas

2. Akte Pendaftaran, ditik dalam rangkap dua.

3. Dihadapan Pegawai Pendaftaran Kapal dan Pegawai Pembantu


bersama-sama dengan penghadap menanda tangani :
- Asli ……………….. minuut
> Materai Rp.
- Blanko ……………… grosse

4. Minuut Akte - Daftar Harian


Catatan - Daftar Induk

5. Copy dikirim ke pusat

VI. Kegiatan Pemilik :

Mengajukan Permohonan Tanda Pendaftaran

VII. Kegiatan Pegawai Pendaftaran Kapal

Setelah menerima permohonan pemasangan tanda pendaftaran :

1. Ahli Ukur menentukan tempat pemasangan tanda pendaftaran dan


kemudian disegel.
2. Dikeluarkan surat keterangan pemasangan tanda pendaftaran.

3. Grosse Akte diserahkan kepada penghadap disertai pengambilan


asli :

- Surat Ukur
- Bukti Milik

Pentingnya / Kegunaan dari Pendaftaran Kapal :

1. Agar tiap – tiap kapal ( laut ) memperoleh penunjukan kepribadian


( identitasnya ) terhadap kapal – kapal ( laut ) yang lain, yaitu
memperoleh suatu tanda kebangsaan kapal yang sangat diperlukan agar
kapal dapat mengibarkan bendera Indonesia, bendera kebangsaan.

2. Kapal Laut mendaftarkan pas tahunan untuk isi bruto 20 m3 tetapi


kurang dari 500 m3.
Atau
Surat laut untuk isi bruto 500 m3 atas
HIPOTIK TERHADAP KAPAL LAUT DAN PIUTANG ISTIMEWA
SERTA CARA PENYELESAIANNYA SECARA DAMAI
Oleh : DR. Chandra Motik Yusuf, SH., MSc.

PENDAHULUAN

Hipotik diatur dalam Pasal 1162 – 1232 KUHPer. Sedang definisi


hipotik terdapat didalam Pasal 1162 yang berbunyi sebagai berikut :
“Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak
untuk mengambil dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan“.
Dengan demikian hipotik adalah hak untuk menjamin pembayaran
hutang. Hak hipotik hanya berisi hak untuk pelunasan hutang saja dan
tidak mengandung hak untuk menguasai/memiliki benda itu.

Menurut Pasal 1178 ayat 2 KUHPer pemegang hipotik yang


pertama mendapat wewenang untuk menjual lelang benda jaminan
dimuka umum, apabila jumlah pokok jaminan beserta bunganya tidak
dibayar pada waktunya. Dengan hasil penjualan lelang itu dia
mendapatkan kembali jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya.

Asas hukum hipotik kapal laut mengikuti asas hipotik pada umumnya
seperti:

1. Bersifat accesoir.
2. Spesialitas.
3. Bersifat kebendaan mengikuti bendanya didalam tangan siapapun
benda itu berada (Pasal 1162 KUHPer jo 315 KUHD).
4. Tidak dapat dibagi (Pasal 1163 KUHPer).
5. Tidak dapat dibebankan oleh pemilik barang ( 1168 KUHPer jo pasal
315 c KUHD).
6. Jumlah hutang dapat diperhitungkan ( Pasal 1176 KUHPer jo Pasal
315 c KUHD).

------------------------------------------------------------------------------------------
Makalah ini disampaikan dalam acara Pembahasan mengenai UU Hipotik yang diselenggarakan
oleh Bappenas pada tanggal 28 Oktober 2004.

Ad 1. Hipotik merupakan perjanjian assesoir

Perhatikan pada Pasal 315 b KUHD. Pada Pasal ini jelas


tersirat sifat assessor hipotik kapal. Dan pasal ini bersamaan
dengan ketentuan pasal 1162 BW, yang menegaskan bahwa
perjanjian hipotik merupakan lanjutan dari perjanjian hutang
antara pihak pemberi hipotik dengan pihak pemegang hipotik.

Kalau begitu perjanjian hipotik baru dapat timbul setelah


lebih dulu ada perjanjian pokok berupa perjanjian hutang piutang
(perjanjian kredit). Tujuan perjanjian hipotik sebagai perjanjian
assessor atas perjanjian pokok, bermaksud menguatkan
terjaminnya kepentingan pelunasan hutang debitur kepada
kreditur berupa ikatan pemberian jaminan benda tertentu milik
debitur.

Hipotik sebagai perjanjian yang bersifat assessor, tidak mungkin


lahir tanpa didahului perjanjian pokok dalam bentuk perjanjian
kredit (hutang – piutang). Hipotik timbul dan tenggelam
bersamaan dengan timbul dan tenggelamnya perjanjian pokok.
Selama perjanjian pokok masih ada ( belum dilunasi), hipotik yang
diperjanjikan tetap ada dan utuh. Sebaliknya, hapus atau
batalnya perjanjian pokok mengakibatkan hapus atau batalnya
perjanjian hipotik.

Ad.2 Asas Spesialitas.

Maksud asas spesialitas, benda objek hipotik harus “pasti


dan tertentu”. Penunjukan benda objek hipotik tidak boleh bersifat
umum. Misalnya, tidak boleh hanya menyebut bahwa hipotik
meliputi semua harta kekayaan debitur. Tetapi harus menunjuk
dan menyebut secara pasti benda yang sudah ada dan tertentu.
Tertentu dan pasti sifat jenis, ukuran dan luasnya. Ini berarti,
kalau barang yang dihipotikkan berupa kapal, harus ditentukan
secara jelas dan pasti, kapal yang mana yang menjadi objek
perjanjian hipotik.
Ad.3. Hipotik merupakan hak kebendaan yang melekat di tangan
siapa benda itu berada.

Asas ini ditegaskan pada Pasal 1162 BW demikian pula


dalam pasal 315 KUHD. Maksudnya : hak kebendaan yang
terkandung dalam hipotik, bersifat “ absolut “. Itu sebabnya hak
kebendaan yang melekat pada hipotik memiliki karakter “ droit de
suite “. Hak kebendaan hipotik tidak bersifat relatip dan personal,
yang hanya berlaku terhadap orang tertentu saja. Akan tetapi
kekuatan hak kebendaannya menjangkau siapa saja. Selama
ikatan hipotik masih ada, hak pihak kreditur untuk menuntut
pelunasan hutang dari benda objek hipotik tetap melekat,
ditangan siapapun benda hipotik itu berada. Tidak menjadi soal
apakah benda objek hipotik telah beralih (dijual) pihak debitur
kepada pihak ketiga.

Atau sekiranya pun perpindahan benda hipotik dari debitur


kepada pihak ketiga melalui executorial verkoop (penjualan lelang)
berdasar keputusan atau penetapan hakim, perpindahan yang
demikian kepada pihak ketiga, tidak menanggalkan hak
kebendaan kreditur atas benda hipotik. Hal ini telah diperingatkan
dengan tegas dalam Pasal 1210 BW, jo Pasal 315 c KUHD.

Ad.4 Hipotik tidak dapat dibagi.

Seiring dengan asas spesialitas diatas, suatu barang yang


telah diletakkan diatasnya hipotik, tidak dapat dibagi-bagi ( ondel
baar) berdasar besar kecilnya jumlah hutang yang sudah dibayar
debitur. Pokoknya selama hutang belum dilunasi seluruhnya,
selama itu hipotik tetap melekat seutuhnya diatas benda objek
hipotik. Debitur tidak dapat menuntut penghapusan hipotik atas
sebagian benda hipotik atas alasan bahwa debitur telah membayar
sebagian hutang. Pencoretan atau pengahapusan hipotik (roya)
tidak dapat dilakukan secara parsial, kecuali pihak kreditur
menyetujuinya dengan jalan membuat akta hipotik baru. Oleh
karena itu, sekalipun hutang tinggal sedikit, hal itu tidak
menyebabkan hapusnya hipotik atas sebagian benda. Selama
seluruh hutang dan bunga yang diperjanjikan belum lunas secara
keseluruhan , debitur tidak dapat menuntut penghapusan atas
sebagian hipotik atas benda objek hipotik, karena itu
bertentangan dengan asas : “ hipotik tidak dapat dibagi-bagi “.
Asas ini diatur dalam pasal 1163 BW.

Sekalipun pasal yang demikian tidak ada diatur dalam KUHD


serta pasal 315 C KUHD tidak menyatakan Pasal 1163 BW
berlaku terhadap hipotik kapal, saya berpendapat asas ini sejalan
dan merupakan rangkaian asas yang sistimatik dengan asas hak
kebendaan yang diatur dalam pasal 315 b KUHD.

Ad.5 Hipotik hanya dapat dibebankan pemilik benda.

Asas ini diatur dalam pasal 1168 BW. Pasal 1168 BW tersebut
menurut pasal 315 C KUHD berlaku sebagai asas dalam ikatan
hipotik kapal.
Hanya pengertian milik di sini adalah luas. Bukan berarti
mesti bersifat “ hak milik”. Apalagi mengenai tanah. Banyak
bentuk hak yang bisa dilengketkan terhadap tanah. Bisa berupa
HGB, hak pakai dan sebagainya. Oleh karena makna asas ini
harus diperluas dengan pengertian bahwa hipotik atas suatu
benda hanya dapat dilakukan oleh orang yang berhak dan
berwenang memindah tangankan barang yang bersangkutan.

Asas ini sepanjang mengenai kapal tidak begitu


menimbulkan persoalan. Karena pada dasarnya kapal hanya
dapat didaftarkan oleh pemilik dalam bentuk pemilikan yang
sebenarnya. Dan kalau saya tidak salah, tidak dikenal bentuk –
bentuk hak pemilikan lain selain dari bentuk hak milik kapal.
Sedang hak sewa kapal misalnya, sudah jelas bukan merupakan
hak yang bersifat memberi hak kepada penyewa kapal untuk
memindahtangankan kapal.

Ad 6 Jumlah hutang pasti atau dapat diperhitungkan.

Asas penyebutan jumlah hutang yang pasti atau dapat


diperhitungkan dalam akte hipotik, diatur dalam pasal 1176
KUHPer. Dimana pasal ini ditampung oleh pasal 315 c KUHD,
sehingga asas ini berlaku bagi hipotik kapal.

LANDASAN HUKUM HIPOTIK KAPAL

Landasan hukum hipotik kapal laut menurut hukum positif


terdapat pada peraturan perundang-undangan jaman Hindia Belanda
yang masih berlaku hingga saat ini ditambah peraturan perundang-
undangan produk masa kemerdekaan.

Peraturan jaman Hindia Belanda adalah :


1. Kitab Undang – undang Hukum Perdata dan Kitab Undang –
undang Hukum Dagang.
2. Zeebrieven en scheepspassen beslut ( S. 1934 no. 78 ) ( Besluit
tentang Surat Laut dan Pas Kapal).
3. Zeebrieven en scheepspassen ordonnantie ( S. 1935 no. 492 )
( Ordonansi tentang Surat Laut dan Pas Kapal ).
4. Regeling vd Teboekstelling van schepen) ( S. 1933 no. 48 )
( Peraturan Pendaftaran Kapal ).

Peraturan masa Kemerdekaan Indonesia :


1. Undang – undang No. 17 tahun 1985 tentang Konvensi Hukum Laut
PBB ke 3 tahun 1982.
2. Undang – Undang no: 21 tahun 1992 tentang Pelayaran.
3. Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1988 tentang Penyelenggaraan
dan Pengusahaan Angkutan Laut.
4. Peraturan Pemerintah no: 51 tahun 2002 tentang Perkapalan.
5. Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. DKP
47 /34 /4 tanggal 15 Juli 1976 tentang pemberian ijin untuk
menghipotikkan kapal – kapal Indonesia di luar negeri kepada
Perusahaan – perusahaan pelayaran nasional.
6. Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. DKP
47/1/1 tanggal 17 Februari 1977 tentang pemilik dari setiap kapal
yang dijadikan jaminan baik diluar maupun di dalam negeri tanpa
dibuatkan akte hipotik kapal diwajibkan segera melaporkan kepada
Direktur Jenderal Perhubungan Laut cq Kepala Direktorat
Perkapalan dan Pelayaran.
7. Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan laut No. DKP
47/1/3 tanggal 27 Juni 1977 tentang Protap pelaksanaan
penghipotikan kapal di luar negeri.

PROSEDUR PEMASANGAN HIPOTIK KAPAL LAUT

Sebelum dilakukannya pemasangan hipotik, maka terdapat


adanya suatu perjanjian kredit terlebih dahulu yang merupakan
perjanjian pokok sebagai dasar dari pada perjanjian hipotik kapal.
Bentuk perjanjian pokok tersebut adalah bebas dapat berbentuk akte
dibawah tangan. Akte Notaris atau perjanjian kredit biasa.

Pemasangan hipotik harus memenuhi syarat-syarat sebagai


berikut :
1. Dibuat dihadapan pegawai pencatat balik nama ( Syahbandar pada
kantor Administrator Pelabuhan kelas I, II dan III ) ( Pasal 15 d jo
Pasal 36 d jo Pasal 53 jo Pasal 57 ayat 2 jo Pasal 38 ayat 2 jo Pasal
53 ayat 2 Peraturan Menteri perhubungan No. KM/81/OT 002
/Phb- 85 ).

2. Dibuat dihadapan pegawai pencatat balik nama.


3. Dibuat ditempat kapal terdaftar

4. Dibuat oleh para pihak yang bersangkutan ( kreditur dan debitur ).

5. Dibuat dengan akte otentik, dimana didalam gross akte tersebut


tertulis : “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa “
sehingga mempunyai kekuatan seperti layaknya putusan hakim
pengadilan (mempunyai kekuatan eksekutorial ).

Syarat – syarat di atas tercantum didalam Pasal 24 Peraturan


Pendaftaran kapal / OPK S 1933 No. 48.
Sesudah pemasangan hipotik dan seklaigus pendaftaran akte hipotik
dihadapan pegawai pencatat balik nama. Selesailah sudah proses
pemasangan hipotik. Surat – surat yang diperlukan pada saat
melakukan pemasangan hipotik adalah sebagai berikut :

1. Akte otentik atau bawah tangan tentang pengakuan utang si debitur


kepada kreditur.
2. Akte pendaftaran kapal.
3. Surat ukur kapal
4. Surat bukti pembayaran uang leges dari kantor kas Negara.

AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN HIPOTIK KAPAL

1. Hipotik kapal yang didaftarkan mempunyai kekuatan mengikat.


2. kekuatan mengikat dan kekuatan eksekutorial terhitung sejak
tanggal pendaftaran hipotik.
3. Pendaftaran melekatkan sifat kebendaan terhadap tagihan yang
dijamin dengan hipotik ( Pasal 315 b KUHD).
4. Pendaftaran menentukan tingkat hipotik ( 315 KUHD jo pasal 1181
KUHPer).
5. Pendaftaran menentukan kekuatan mengikat antara sita dengan
hipotik.

PENCORETAN HIPOTIK ATAS KAPAL

Pencoretan hipotik pada umumnya ditentukan dalam pasal 1209


KUHPer didasarkan hal-hal sebagai berikut :

1. Oleh pengakhiran perjanjian yang merupakan perjanjian pokok.


2. Jika kreditur menghapuskan hipotik
3. Dengan menyusun peringkat para kreditur melalui bagi tujuan
pembagian hasil penjualan.

Pencoretan hipotik atas kapal ditentukan Pasal 26 Peraturan


pendaftaran kapal/OPK yang berbunyi sebagai berikut : “ Hipotik
dicoret oleh pegawai pembantu atas permintaan tertulis dari yang
berkepentingan dengan diperlihatkannya oleh si pemohon grosse
pengakuan hutang dengan hipotik yang telah diberi tanda lunas.,
atau surat keterangan dari si pemegang hipotik yang menyetujui
pencoretan itu “.

EKSEKUSI ATAS KAPAL YANG DIHIPOTIKKAN

Karena grosse akte hipotik telah mempunyai kekuatan


eksekutorial, maka dapatlah dilakukan eksekusi tanpa turut campurnya
pihak pengadilan ( Pasal 224 HIR).
Didalam praktek pada waktu memasang hipotik, si pemegang hipotik
juga diberikan kuasa untuk menjual bila debitur tidak mampu
membayar hutang (kuasa ini dicantumkan dalam akte hipotik) dan dari
penjualan tersebut dilunasilah hutang debitur sedang sisanya
diserahkan kepada debitur ( namun demikian mesti dilihat apakah ada
piutang yang diistimewakan yang mempunyai kedudukan diatas hipotik,
karena jika ada maka dilunasilah piutang tersebut).

( Catatan : walaupun didalam ketentuan perundangan telah diatur


bahwa eksekusi atas kapal yang dihipotikkan “tidak memerlukan“
tangan Pengadilan Negeri, namun dalam praktek masih melalui
Lembaga tersebut dan “adanya praktek” tersebut menimbulkan
kesulitan ( bagi kreditur ) untuk melakukan eksekusi ( dpl
menguntungkan bagi debitur ). “Praktek“ tersebut “menimbulkan
keraguan” bagi lembaga keuangan ( bank atau non bank ) untuk meng
acc proposal tentang permohonan pengadaan kapal berbendera
Indonesia yang disampaikan oleh perusahaan pelayaran berbendera
nasional.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KLAIM – KLAIM MARITIM


YANG DIDAHULUKAN DAN HIPOTIK ATAS KAPAL.

Ada usulan yang datangnya dari INSA ( kepada Pemerintah ) untuk


memberlakukan sebuah Undang–Undang ( yang baru ) tentang Klaim –
klaim maritim yang didahulukan dan hipotik atas kapal. Adapun
sebagai latar belakang timbulnya usulan tersebut adalah sebagai
berikut:
Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kepulauan,
memerlukan adanya armada nasional yang kuat dan jumlahnya
memadai. Sedangkan kegiatan usaha di bidang angkutan laut bersifat
padat modal ( capital intensive) dan tidak segera mendatangkan
keuntungan ( slow yielding) . karena itu peranan pemerintah sangat
penting dalam melindungi dan mengembangkan armada nasional.

Baik pengembangan maupun peremajaan armada nasional sangat


erat atau tidak dapat dipisahkan dengan aspek pembiayaan (financing)
yang didukung oleh lembaga keuangan atau kreditor dan lembaga
hukum yang mampu memberikan jaminan kepada kreditor atau
embaga keuangan tersebut dalam melaksanakan hak dan kewajibannya.
Lembaga hukum yang dimaksud adalah hipotek atas kapal dan
hak-hak klaim-klaim maritim yang didahulukan yang menyangkut
kepentingan pihak-pihak ketiga dalam hal suatu kapal atau muatan
kapal dijual.

Hukum positif yang mengatur mengenai klaim-klaim maritim yang


didahulukan dan hipotek atas kapal, tersebar diberbagai peraturan
perundang-undangan, antara lain dalam KUHD, KUHPerdata, Rv
(Rechtsvordering), Ordonansi Pendaftaran Kapal. Sedangkan Undang -
Undang Pelayaran No. 21 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah No. 51
tahun 2002 tentang Perkapalan memuat hal yang menyangkut hipotek
secara sepintas lalu dalam kaitannya dengan pendaftaran kapal.
Peraturan perundang-undangan tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan dewasa ini dan tidak memenuhi standar Internasional yang
berlaku, sehingga menimbulkan keraguan bagi pihak calon kreditur
atau lembaga keuangan terutama pihak luar negeri khususnya dalam
eksekusi hipotek atas kapal apabila terjadi wanprestasi dari pihak
debitur.

Oleh karena itu dalam rangka upaya pemerintah


mengembangkan armada nasional, perlu diciptakan Undang – Undang
yang baru, yaitu Undang – Undang tentang Klaim – Klaim Maritim Yang
Didahulukan dan Hipotik Atas Kapal, yang utamanya dimaksudkan
untuk memberikan kepastian hukum bagi kreditur atau lembaga
keuangan dalam hubungannya dengan perjanjian utang – piutang
dengan jaminan kapal ( hipotek atas kapal ), dengan menyederhanakan
antara lain prosedur pemasangan, pendaftaran, peralihan, pencoretan
dan eksekusi hipotek atas kapal.

Prinsip – prinsip atau ciri-ciri umum yang berlaku dalam hipotek


pada umumnya, diberlakukan pula dalam hipotik atas kapal dalam
undang – undang ini, dengan memperhatikan kekhususan yang berlaku
atas kapal, antara lain : bersifat mengikuti ( accessoire ) terhadap
perjanjian pokok (perjanjian utang – piutang) ; bersifat hak kebendaan
(doit de suite) ; memberikan kedudukan preferen kepada kreditur;
mempunyai sifat title eksekutorial, dan lain – lain.

Karena salah satu ciri atau sifat hukum di bidang maritim aspek
Internasionalnya sangat dominan, maka Undang – Undang ini
memperhatikan dan mengakomodasikan norma – norma hukum
Internasional di bidang maritim, antara lain International Convention
on Maritime Liens and Ship Mortgages l993 dan International
Convention on Arrest of Ships 1999.

Pokok-pokok materi yang diatur dalam undang-undang ini antara


lain meliputi : klaim-klaim maritim yang didahulukan ; obyek hipotek
atas kapal; pemberi dan penerima hipotek atas kapal ; tata cara
pemberian, pendaftaran, peralihan dan hapusnya hipotik atas kapal;
eksekusi hipotek atas kapal; pencoretan hipotek atas kapal ; sanksi
administratif.

( Catatan :
Selain itu, RUU tersebut mengatur juga hal – hal sebagai berikut:

Hipotek atas kapal bersifat accessoir (mengikuti) pada suatu piutang


tertentu. Tidak akan ada hipotek atas kapal tanpa adanya suatu
perjanjian pokok, yaitu perjanjian kredit tertentu/perjanjian utang
piutang. Dalam akta pembebanan hipotek atas kapal dapat
dicantumkan janji-janji (bedingen) yang sifatnya fakultatif, antara lain :

a. Janji membatasi kewenangan pemberi hipotik atas kapal untuk


menyewakan kapal yang dijaminkan kecuali atas persetujuan
penerima hipotek.
b. Janji yang membatasi kewenangan pemberi hipotik atas kapal
untuk mengubah bentuk penggunaan kapal, kecuali persetujuan
penerima hipotik.
c. Janji yang memberikan kewenangan kepada Ketua Pengadilan
Negeri setempat, agar kepentingan pemberi hipotik tidak dirugikan.
d. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hipotik
menyelamatkan obyek hipotik atas biaya pemberi hipotik jika
diperlukan untuk :

- Pelaksanaan eksekusi atau


- Mencegah hapusnya atau batalnya hak yang menjadi obyek
hipotik
karena tidak dipenuhinya atau dilanggarnya ketentuan
Undang-undang
e. Janji bahwa penerima hipotik pertama mempunyai hak untuk
menjual atas kekuasaan sendiri obyek hipotik apabila pemberi
hipotik ingkar janji
f. Janji yang diberikan kepada penerima hipotik pertama bahwa obyek
hipotik tidak akan dibersihkan dari beban hipotik.
g. Janji bahwa penerima hipotik tidak akan melepaskan haknya
(secara sukarela) atas obyek hipotik tanpa persetujuan tertulis
terlebih dahulu dari penerima hipotik.
h. Janji bahwa penerima hipotik akan memperoleh seluruh atau
sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi hipotik untuk
pelunasan utangnya apabila obyek hipotik dilepaskan haknya oleh
pemberi hipotik atau dicabut haknya untuk kepentingan umum.
i. Janji bahwa penerima hipotik akan memperoleh seluruh atau
sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi hipotik untuk
pelunasan utangnya, apabila objek hipotik diasuransikan.
Untuk sahnya pemberian hipotik atas kapal, harus dipenuhi syarat-
syarat sebagai berikut :
a. Adanya perjanjian pokok yang mencantumkan jaminan pelunasan
utang tertentu.

b. Pemberian hipotik atas kapal dibuktikan dengan akta pemberian


hipotik atas kapal yang sifatnya otentik kepada kreditor tertentu
sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya.

c. Memenuhi syarat specialis, yaitu :


- penunjukan secara jelas utang yang dijamin pelunasannya.
- uraian yang jelas mengenai obyek hipotik atas kapal.

d. Memenuhi syarat publisitas, yaitu pemberian hipotik atas kapal


wajib didaftarkan pada pejabat pendaftar dan balik nama kapal
untuk dicatat dalam daftar umum pendaftaran dan balik nama
kapal, sebagai syarat mutlak lahirnya hipotik atas kapal.

Kapal yang dapat menjadi objek hipotik adalah kapal yang terdaftar di
Indonesia (kapal Indonesia) atau kapal yang terdaftar di Indonesia yang
berasal dari kapal asing yang pendaftaran di negara asalnya telah
dihapuskan atau ditangguhkan (ex kapal asing). Hak hipotik dapat
diberikan kepada warga negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia
dan atau warga negara asing atau badan hukum asing.

RUU ini mengatur bilamana debitur cidera janji maka kreditur dapat
melakukan :
a. menguasai kapal yang dibebani hipotik berdasarkan suatu
perjanjian.
b. menjual kapal tersebut melalui pelelangan umum.
c. menahan atau menyita kapal yang dibebani hipotik melalui
pengadilan dan mengajukan permohonan ke pengadilan untuk
memerintahkan agar kapal dijual secara paksa.

Kemudian untuk memberikan perlindungan hukum kepada pihak-pihak


yang berkepentingan dalam undang-undang ini diatur sanksi
administratif yang dikenakan kepada para pelaksana yang
bersangkutan, terhadap pelanggaranatau kelalaian dalam memenuhi
berbagai ketentuan pelaksanaan tugasnya masing-masing. Selain
dikenakan sanksi yang diperlukan, yang bersangkutan masih dapat
digugat secara perdata dan/atau dituntut pidana.

Dengan berlakunya undang – undang ini, maka peraturan


perundang-undangan yang mengatur mengenai hipotik atas kapal
dinyatakan tidak berlaku lagi, antara lain : Buku II KUHPerdata (Pasal
1162 s.d Pasal 1232); KUHD Pasal 297,298,314 s.d 319,362,365; Rv
Pasal 316 a s.d 316 r ; Ordonansi Pendaftaran Kapal Pasal 24 s.d 26.

Pemberlakuan Undang - Undang tersebut akan menimbulkan


kepercayaan dunia Internasional tentang keseriusan Pemerintah
Indonesia untuk membenahi peraturan perundang-undangan yang
menyangkut hak-hak atau klaim-klaim maritim dan hipotek kapal
sesuai dengan ketentuan-ketentuan pokok dalam konvensi tersebut).

Nah dari uraian diatas, maka kami simpulkan, demi kepentingan


yang lebih besar bagi bangsa dan perekonomian nasional, demi
berkembangnya armada berbendera Indonesia, demi terlaksananya
penerapan asas Cabotage, maka seyogyanya pemerintah yang baru ini
dapat segera memberlakukan Undang – Undang diatas.

Jakarta, 28 Oktober 2004


DR. Chandra Motik Yusuf Djemat, SH., MSc.
Hw 27/ makalah hipotik/ hal 1 - 11
BAB VII PENGANGKUTAN LAUT

Pengangkutan laut pada dasarnya adalah perpindahan tempat


mengenai orang-orang dan barang-barang melalui sarana
angkutan laut, yaitu kapal laut. Pengangkutan orang diatur
dalam Bab V B Buku II KUHD. Dalam pengangkutan orang
terdapat dua pihak, yaitu pengangkut dan penumpang. Hubungan
hukum antara keduanya dibuktikan dengan adanya karcis
(tiket) perjalanan.

Pengangkutan barang diatur dalam Bab V A Buku II KUHD.


Terdapat pihak-pihak tertentu yang secara langsung
berkepentingan dengan pengangkutan barang melalui laut,
yaitu :

1. Pengangkut (carrier);
2. Pemilik atau pengirim barang (shipper, consignor);
3. Penerima barang (consignee).

Arti pengangkut dalam beberapa peraturan terdapat perbedaan


dan perkembangan, yaitu bahwa pengertian pengangkut menurut
KUHD dan The Hague Rules lebih sempit dibandingkan dengan
The Hamburg Rules, sedangkan dalam konvensi Multimoda
diperluas lagi menjadi Multimodal Transport Operator (MTO).

Pengertian pemilik atau pengirim barang tidak ada dalam KUHD


dan The Hague Rules. Menurut The Hamburg Rules, pengirim
barang disebut dengan shipper, sedangkan dalam Konvensi
Multimoda disebut Consignor.

Penerima barang dalam KUHD dan The Hague Rules tidak ada
pengertiannya, sedangkan dalam the Hamburg Rules dan
Konvensi Multimoda disebut dengan Consignee.

Selain dari ketiga pihak tersebut, masih ada pihak-pihak


lain yang terlibat dalam proses pengangkutan laut. Pihak-
pihak tersebut berupa organisasi dan perusahaan yang
terlibat dan menunjang pelaksanaan pengangkutan atau
pelayaran.
Berdasarkan perkembangan dalam praktek perdagangan ekspor-
impor menunjukan bahwa penggunaan angkutan laut walaupun
masih dominan, mencapai 95%, namun dikombinasikan dengan
sarana angkutan darat dan udara. Oleh karena itu timbul
pemikiran untuk menggunakan cara pengangkutan terpadu
(integrated transport), kombinasi pengangkutan (combined
transport) atau dengan berbagai moda angkutan (Multimodal
transport).

Multimodal transport (intermodal transport) adalah


pengangkutan barang dengan menggunakan dua atau lebih moda
angkutan dari tempat asal barang ke tempat tujuan dengan
menggunakan satu dokumen pengangkutan saja, disebut
Multimodal Transport Document, Multimodal Transport Bill of
Lading, Combined Transport B/L.

Dengan demikian, multimoda transport merupakan pengiriman


dan penerimaan barang (ekspor-impor) dalam satu paket, atau
dengan kata lain, melaksanakan pelayanan secara door to
door atau One Stop Service dari tempat asal barang sampai ke
tempat tujuan barang. Pelaksana multimodal disebut dengan
Operator Multimodal Transport.

Pengangkutan barang melalui laut harus dilengkapi dengan


surat angkutan yang disebut konosemen (Bill of Lading),
yaitu surat atau dokumen yang diberi tanggal, dimana
pengangkut menyatakan bahwa ia telah menerima barang-barang
tertentu untuk diangkutnya ke suatu tempat tujuan yang
ditunjuk beserta dengan klausula-klausula tentang
penyerahannya (Pasal 506 KUHD).
Berdasarkan pengertian tersebut, konosemen memiliki tiga
fungsi utama, yaitu sebagai bukti penerimaan, kontrak dan
bukti hak. Selain konosemen ada dokumen yang perlu dan
umumnyan digunakan dalam pembayaran yang disebut Letter of
Credit (Documentary Credit) diatur dalam Uniform Custom dan
Partice for Documentary Credit, Publication No. 500 (UCP
500).

Pada dasarnya Letter of Credit (L/C) adalah suatu surat


(dokumen) yang dikeluarkan oleh bank (issuing bank) untuk
bertindak atas permintaan dan perintah seorang nasabah
(Applicant) atau atas namanya sendiri :

1. Melakukan pembayaran kepada pihak ketiga (Beneficiary)


atau ordernya, atau mengaksep dan membayar wesel-wesel
yang ditarik oleh beneficiary, atau
2. Memberi kuasa kepada pihak bank lain untuk melakukan
pembayaran tersebut, atau untuk mengaksep dan membayar
wesel-wesel tersebut, atau
3. Memberi kuasa kepada bank untuk menegosiasi atas
penyerahan dokumen-dokumen yang ditetapkan, asalkan
semua ketentuan dan syarat kredit yang bersangkutan
telah dipenuhi.
Dalam pengangkutan barang dimungkinkan terjadinya peristiwa
yang dapat menimbulkan kerugian bagi pemilik atau pengirim
barang, kerugian tersebut dapat berupa berkurangnya jumlah
barang, kerusakan untuk itu dapat diajukan tuntutan ganti
kerugian kepada pengangkut.

Terhadap tuntutan tersebut ada batas-batas tanggung jawab


dari pengangkut. Ketentuan tentang tanggung jawab tersebut
dapat ditemukan dalam KUHD, The Hague Rules, The Hamburg
Rules dan menurut praktik. Masa tanggung jawab pengangkut
menurut KUHD dimulai sejak barang-barang diterima hingga
saat penyerahan (Pasal 468 KUHD). Dalam The Hague Rules
sejak barang dimuat di atas kapal hingga dibongkar dari
kapal.
Menurut The Hamburg Rules sejak saat barang dikuasai di
pelabuhan pemuatan (Port of Lading), selama pengangkutan dan
di pelabuhan pembongkaran sedangkan dalam praktik biasanya
disesuaikan dengan tujuan pelabuhan dan peraturan
internasional yang dipilih dalam B/L.

PENGANGKUTAN BARANG LEWAT LAUT

Barang-barang atau muatan-muatan para pedagang/pengusaha


yang diserahkan kepada perusahaan-perusahaan pelayaran untuk
diangkut dengan kapal laut; lazimnya antara
pengusaha/shipper/pengirim dan penerima/consignee tidak
saling mengenal dan tambahan pula sering kali merekapun tidak
mengenal pegawai.

Berhubung dengan hal tersebut diatas, maka diperlukan baik untuk


pengiriman barang, pengiriman barang dan perusahaan pelayaran
yang mengangkut barang suatu dokumen sebagai pengganti untuk
Pegawai daribarang
pengiriman perusahaan pelayaran
tersebut, yang kitatersebut baik istilah/dengan
kenal dengan dipelabuhan
pengiriman/port
nama: of loading maupun dipelabuhan
Penyerahan barang-barang kepada perusahaan pelayaran untuk
pembongkaran/port of dischange.
diangkut hanya didasarkan atas kepercayaan saja.
KONOSEMEN / BILL OF LOADING

2. Sebagai suatu kontrak Yaitu: Suatu perjanjian antara


Supplier/Pemilik/Shipper dan Pengangkut (Carrier)
mengenai pengangkutan barang-barang dari suatu
tempat yang ditentukan sesuatu tempat lain yang
sudah ditentukan pula, dengan penyerahan barang-
barang yang diangkut kepada orang yang
ditunjuk/consignee/penerima.

1. Sebagai Bukti Penerimaan Yaitu:


Bukti pengakuan secara tertulis
bahwa barang barang telah diterima.

Barang-barang atau muatan-muatan para pedagang/pengusaha


yang diserahkan kepada perusahaan-perusahaan pelayaran untuk
diangkut dengan kapal laut; lazimnya antara
pengusaha/shipper/pengirim dan penerima/consignee tidak
saling mengenal dan tambahan pula sering kali merekapun tidak
mengenal pegawai.

3. Suatu Bukti hak Yaitu: bukti yang mempuyai


arti bahwa Konosemen merupakan dokumen
yang “Mewakili” hak atas barang-barang yang
disebutkan didalamnya (dinyatakan didalam
Konosemen tersebut / Bill of loading tersebut).
Ad. 1. Sebagai Bukti Penerimaan:

Didalam hal B/L sebagai bukti penerimaan disini Supplier /


pengiriman barang harus benar-benar menyerahkan barang-
barang yang dikirimkanya tersebut kepada Carrier/pengangkut.

Dalam hal ini dikenal:

1.1 Accomodation Bill Of Loading:

Dalam Accomodation B/L, Supplier/pengirim barang sudah mengenal baik si


carrier/pengangkut dimana ia menyatakan pada carrier bahwa ia belum bisa
menyerahkan barang oleh karena belum ada uang untuk memperoleh barang
tersebut, ia harus membeli kepada pemilik pabrik/si pembuat barang. Jelas
disini Supplier bukan pembuat barang, sedangkan ia sudah membuat kontrak
dengan pembeli di luar negeri/ditempat lain. Oleh karena pengangkut sudah
kenal si Supplier, ia mengeluarkan Bill Of Loading

Bahayanya adalah:
Bila si Supplier tidak menyerahkan barang-barangnya kepada sipengangkut
maka pembeli dapat menuntut pengangkut.

Jadi ia mengesahkan Bill Of Loading yang menyalahi Prosedure:

Dengan Konosemen ini, si Supplier pergi kebawah untuk negosiasi dan


mendapat uang. Setelah mendapat uang ia pergi ke pemilik/pembuat barang
untuk membeli barang-barang tersebut dan diserahkan pada pengangkut.

1.2. Konosemen Fiktief/Fictitious B.L

Jadi memang mereka mempunyai maksud tidak baik. Disini Konosemen


Disini bukti
baik Supplier
Ad. maupun agen dari pengangkutan sekali.yang menanda tangani
sebagai Ad. 2.
3.1.Sebagai
Penerimaan tidak Kontrak
ada gunanya
Non Negotiasle Billsama
Of Loading:
Konosemen tidak Ad. bermaksud
3. Sebagai Bukti
Disini untukHak: menyerahkan barang-barang yang Carrier serta
Adalah Konosemen
B/L yang tidak sebagai kontrak
dapat antara Supplier
diperdagangkan. Disinidan
B/L tidak dapat
dimaksud dalamKonosemen
konosemen
menunjukan sebagai
pihak bukti hak dapat dibagi atas:
diperdagangkan, jadiyang bolehlembaran
bila ada menerima B/Lbarang dimana
lebih dari masing-masing
2 eksemplar, maka
3.1
I. Negotiasle
Non
pihak Negotiasle
harus Bill
membaca OfBill
Loading,
Of loading
dengan dilihat
seksama dari
isi pemindahan
dari kontrak tanganannya,
tersebut. dibagi
lembaran yang lain tidak dapat diperdagangkan (Not transferable, copy not
atas:
3.2 NegotiasleBill
I. Negotiasle BillOfOfLoading,
Loading.dilihat dari penerimaanya , dibagi lagi atas:
Negotiable)
3.2.A
3.2.C Negotiasle
Konosemen B/L atas
“Tountuk
Orderuntuk (To Order)
of Buyer”.
Misalnya Lembaran nahkoda yang hanya memiliki sifat administratif
3.2.B
3.2.B Negotiasle
Konosemen B/L
“To atas
Orderbawa
of (ToBank
the Searer)
Opening L/C
saja. Lihat Pasal 507 KUHD.
Ad. 3.2 Konosemen “Order of the Bank Opening L/C
Disini consignee adalah Bank dan setelah diendosir oleh Bank diserahkan
kepada pengangkut oleh pembeli.
Baik nono Negotiable B/L ataupun Negotiable B/L dalam:

Ad. 3.2. Negotiasle Bill Of Loading


1. On Board B/L”
Yaitu bila jadwal waktu pelayaran sangat teratur dan ruang pengapalan
cukup, maka dalam Konosemen disebut bahwa barang-barang yang telah
diterima, dikapal yang akan mengangangkutnya.

Jadi para pihak puas oleh karena diketahui dengan pasti bahwa barang telah
dimuat dikapal

2. Received for Shipment B/L:


bilamana pengangkut mengeluarkan dan menyerahkan dokumen konosemen
sebelum barang-barang dimuat dikapal, dimana dikatakan: “barang-barang
telah diterima untuk diangkut dengan kapal ........” Receiced for Shipment B/L
dibagi lagi sesuai dengan kepastian keberangkatannya barang tersebut
dengan kapal:

C. Received for Shipment – tanpa menyebut nama kapal yang akan


mengangkut barang-barang jadi tidak diketahui kapal dan dengan kapal
apa barang akan diangkut.

B. Received for Shipment – untuk diangkut dengan kapal Roa-Roa dan / atau
kapal-kapal berikutnya. Jadi disini pengangkut menyatakan bahwa
barang-barang diharap akan diangkut dengan kapal Roa-Roa atau dengan
A. kapal sesudah
Received kapal Roa-Roa.
for Shipment “untuk diangkut dengan kapal Krakatau”. Jadi
disini pengangkut sudah pasti akan diangkut dengan kapal Krakatau
Clean B/ L dan Foul B / L

Sewaktu barang-barang diantar oleh Supplier kepada pengangkut, biasanya


pengangkut dapat memeriksa dan mencocokan isi dari peti-peti/ pengepakan
dan lain-lain, tetapi dilihat dari luar. Sehingga bila dari luar sudah memenuhi
syarat untuk menjaga agar barang-barang dapat diterima dengan selamat oleh
si penerima, akan diangkut oleh pengangkut. Akan tetapi bila pengangkut
melihat pengepakan tidak cukup baik atau sudah rusak selama diangkut
digudang penjual kepada pengangkut, maka pengangkut akan menulis dalam
konosemen bahwa:
Barang berupa 100 peti bahan sutera, 2 peti terbuka. Dan disebut Foul B / L
atau B / L yang kotor. Sedang kalau tidak ada catatan disebut Clean B / L
atau B/ L yang bersih

Letter of Idemnity

Selain Clean B / L dan Foul B/ L ada yang disebut dengan Letter of Idemnity
yaitu:
Surat jaminan yang dibuat Shipment dimana dinyatakan bahwa Shipment
bertanggung jawab atas kerusakan / cacat yang dsebut.

Letter of Credit ( L / C )

L/C adalah alat atau surat, yang dikeluarkan oleh suatu Bank atas permintaan
dan atas beban sipembeli.
Dengan L/C tersebut Bank menyetujui bahwa wesel si penjual dapat ditarik
atas Bank tersebut atau Bank lainnya yang ditunjuk dalam L/C dan bahwa
wesel-wesel tersebut jika memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam L/C
nya akan dibayar sebagaimana mestinya dengan akseptasi dan atau
pembayaran. Jika disini Wesel ditarik atas suatu bank; jadi bukan atas si
pembeli. Kenapa Bank mau mengikatkan diri sedemikian rupa?
Hal ini disebabkan oleh kerena dalam formulir pembukaan L/C ditulis
dinyatakan:
1. Bahwa si pembeli/nasabah mengakui terhadap pembukaan kredit
diatas berlaku syarat-syarat umum Bank tersebut untuk pembukaan
kredit luar negri dan segala biaya yang timbul karena pembukaan L/C
tersebut adalah menjadi beban pembeli.
2. bahwa pembeli/nasabah memikul segala resiko dari semua perbuatan-
perbuatan para pemakai L/C yakni para penjual/Beneficiaries dan
tidak menuntut tanggung jawab pihak Bank yang membuka L/C
terhadap adanya sifat-sifat; kwalitas-kwalitas, kondisi, pengepakan,
nilai atau penyerahan barang-barang sebagaimana disebut didalam
dokumen.
3. pembeli/nasabah tidak menuntu tanggung jawab bank yang membuka
L/C terhadap keabsahan, ketidakpalsuan atau ketidakcukupan
dokumen-dokumen.
4. pembeli/nasabah mengakui bahwa hak kepemilikan dari dan hak
penguasaan atau semua barang-barang berdasarkan L/C itu ada pada
Bank sebagai jaminan
5. Pembeli/nasabah wajib membayar komisi/upah yang telah disetujui
kepada Bank untuk pembukaan L/C
6. Bilamana dianggap perlu oleh Bank yang membuka L/C
nasabah/pembeli wajib untuk atas permintaan Bank tersebut,
memberikan tambahan jamianan kepada Bank yang cukup menurut
penilaian Bank.

PROSEDUR EXPORT

1. mula-mula pembeli diluar negeri mengirim surat kepada


penjual/exportir di Indonesia bahwa ia ingin membeli barang misalnya
jenis dari Indonesia.
2. setelah korespondensi berlangsung, dan Exportir Indonesiamengirim
master/contoh kepada importir/pembeli diluar negri maka dikirimlah
oleh mereka Purchase Order/PO, setelah segala persyaratan disetujui
oleh kedua belah pihak.
3. penjual disini/PT. AR meminta kepada pembeli diluar negri untuk
membuka Letter of Credit (L/C) biasanya paling lambat 3 bulan
sebelum barang dikapalkan waktu 3 bulan ini dibutuhkan oleh PT. AR
untuk antara lain:
- memesan bahan baku+assessories
- Proses produksi (pemotongan, jahit, mencuci, finishing, packing
dll) tergantung dari jenis dan jumlahnya.
4. L/C ini kemudian dikirimkan kepada Bank korenponden dari Bank
pembuka L/C dan juga kepada penjual
5. L/C diterima oleh penjual dan berdasarkan L/C dibuat oleh penjual
6. Invoice dimana data-datanya diambil dari L/C
7. kemudian penjual juga mengisi formulir Packing list, yang data-
datanya diambil dari Purchase Order/P.O
8. kemudian penjual mengisi formulir pemberitahuan Export Barang
9. PEB kemudian diajukan pada Bank untuk ditanda tangani.
10. disamping itu penjual juga mengisi surat kuasa eksportir untuk EMKL
11. Kemudian penjual/Exportir mengisi formulir B/L dari pelayaran yang
bersangkutan atau mengisi Shipping Instruction untuk Booking kapal.
12. selanjutnya penjual harus mengisi Declaration.
13. dan setelah barang siap, maka barang ditarik kegudang pelayaran dan
PEB ditanda tangani Bea Cukai
14. Terima B/L dari pengangkut
15. mengisi Commercial Invoice untuk Departemen Perdagangan
16. C.I dilampiri dengan:
- Copy B/L
- Copy PEB
- Copy Invoice]
- Copy Packing List
- Copy Declaration
17. semua dokumen diserahkan kepada Bank Koresponden dan dibayar.
18. B/L asli+dokumen dikirim ke Bank Pembuka L/C
19. B/L asli diberikan pada importir/pembeli L.N
20. Pembeli L.N membayar sisa pembayaran L/C
21. B/L asli diberikan kepada pengangkut.
22. Pengangkut memberikan D/O Delivery Order kepada pemebeli
23. DO diserahkan pembeli kepada gudang carrier
24. barang diterima pembeli.

PROSEDUR IMPORT

L/C
Bank Bank Y/ Bank L/C
Koresponden/Bank X
B/L Asli+Dokumen

Copy L/C
Bank L/C L/C Bayar B/L Buka
Bayar Asli Asli L/C Asli L/C

Korespondensi

Importir D/N Exportir /LN

kontrak Jual Beli/PO

Terima B/L Barang dikapalkan Barang D/O


diterima
B/L Asli D/O
Gudang Carrier Carrier

TUBRUKAN KAPAL (AANUARING / COLLISION )

Diatur didalam Pasal 534 s/d 544 A KUHD

Penubrukan ialah:
Tubrukan atau penyentuhan antara kapal-kapal satu sama lain.

Macamnya penubrukan kapal:


1. Tubrukan kapal yang sesungguhnya (eigenlijke aanvaring) ialah suatu
tubrukan atau persentuhan kapal yang terjadi antara kapal yang satu
dengan kapal yang lain (pasal 534 (2) KUHD). Yang dimaksud dengan
kapal haruslah diartikan seperti rumusan Pasal 309 KUHD (1) – secara luas.

2. Tubrukan kapal yang tidak sesungguhnya (coneigenlijke aanvaring) ialah


tubrukan kapal atau persentuhan kapal yang terjadi antara kapal yang satu
tapi yang lainnya bukan kapal melainkan jembatan.

Tanggung jawab untuk mengganti kerugian:

1. Apabila timbulnya tubrukan kapal karena


a. kebetulan (toeval)
b. Overmacht (keadaan memaksa)
c. Adanya sifat keragu-raguan tentang terjadinya tabrakan (atau yang
menyebabkan terjadinya tubrukan) maka dalam ke 3 hak tersebut diatas
tidak ada pihak yang salah dan oleh karena tidak ada yang bersalah,
maka kerugian itu dipikul oleh mereka yang menceritanya.
Pasal 535 KUHD

2. Apabila timbulnya tubrukan disebabkan karena adanya kesalahan pada


salah satu pihak atau adanya kesalahan pada kapal lain, maka pihak
pengusaha kapal yang berbuat salah satu itu harus bertanggung jawab
untuk seluruh kerugian.
Pasal 536 KUHD.

KONOSEMEN
SEBAGAI SALAH SATU DOKUMEN PENGANGKUTAN
DALAM
TRANSAKSI PERDAGANGAN DENGAN MENGGUNAKAN L/C
Oleh: DR. Chandra Motik Yusuf Djemat, SH, MSc.

Makalah ini disampaikan pada:


Seminar Dampak Deregulasi terhadap:
Shipping, Freight & Cargo Management
yang diselenggarakan oleh P.T Stategindo Forumjaya
pada tanggal 25 – 26 September 1996

KONOSEMEN SEBAGAI SALAH SATU DOKUMEN PENGANGKUTAN


DALAM TRANSAKSI PERDAGANGAN DENGAN MENGGUNAKAN L/C
Oleh: DR. Chandra Motik Yusuf Djemat, SH, MSc.

PENDAHULUAN

Konosemen adalah sebuah dokumen yang timbul apabila terjadi


suatu transaksi perdagangan ekspor – impor dimana pembayaran
dilakukan dengan menggunakan Letter of Credit (L/C). Hal
yang patut dicatat dalam hubungan dokumen tersebut dengan
pihak bank adalah artikel 8 dari Uniform Customs and
Practice for Documentary Credits (UCPDC) yang berbunyi
sebagai berikut : dalam operasi - operasi L/C, semua pihak
yang bersangkutan hanya berurusan dengan dokumen - dokumen
dan bukan dengan barang”.

Oleh karena itu, transaksi L/C adalah transaksi dokumen -


dokumen yang berkaitan dengan barang - barang yang
dikapalkan L/C tersebut harus secara khusus menyatakan
dokumen - dokumen yang diisyaratkan dan isi - isinya.
Dokumen - dokumen yang umumnya diisyaratkan dalam sebuah L/C
berkisar pada dokumen - dokumen :

1. Dokumen pengangkutan :
- (Konosemen) Bill of Lading
- Air Waybill
- Railway Consignment Note
2. Invoice
3. Dokumen Asuransi

Oleh karena dalam makalah ini kami membicarakan mengenai


konosemen maka pembicaraan ini kami batasi hanya mengenai
hal - hal yang bersangkut paut dengan masalah konosemen
(Bill of Lading).
DEFINISI

1. Menurut Kitab Undang - Undang Hukum Dagang


Konosemen atau “ Bill of Lading ” ( yang untuk
selanjutnya kami singkat menjadi B/L) adalah sepucuk
surat yang diberi tanggal dan berisi keterangan pihak
pengangkut (carrier) biasanya kapten kapal bahwa ia telah
menerima barang - barang tertentu untuk diangkut
seluruhnya atau sebagian melalui laut ke suatu tempat
yang telah ditunjuk, dan untuk diserahkan di tempat
tersebut kepada orang yang telah ditunjuk, dan dengan
syarat - syarat ada penyerahan itu harus dilakukan.

2. Menurut The Hamburg Rules 1978


Sedang di dalam The Hamburg Rules 1978 mengenai konosemen
ini, kita jumpai pengertian konosemen (di dalam The Hague
Rules tidak kita jumpai pengertian konosemen ini),
sebagai berikut : Article (7) : ”Bill of Lading” means a
document which evidences a contract of carriage by sea
and the taking over or lading of the goods by the
carrier, and by which the carrier undertakes to deliver
the goods against surrender of the document. A provision
in the document that the goods are to be delivered to the
order of a name person or to order, or to bearer,
constitutes such an undertaking.

Jadi menurut The Hamburg Rules 1978 pasal 1 ayat 7 itu kalau
dibandingkan dengan pasal 506 KUHD maka terdapat kesamaannya
dari pengertian konosemen atau bill of lading ini, yaitu
konosemen adalah merupakan dokumen angkutan dan pula sebagai
bukti penerimaan barang untuk diangkut.

FUNGSI KONOSEMEN (B/L)


Dari definisi konosemen menurut Kitab Undang-undang Hukum
Dagang diatas ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa konosemen
mempunyai 3 fungsi, yakni :

1. Sebagai suatu bukti penerimaan atau suatu pengakuan


tertulis tentang penerimaan barang-barang bergerak
(roerende goederan); konosemen tidak ada artinya
bilamana barang - barang yang disebutkan di dalamnya
sebetulnya tidak diserahkan kepada pengangkut (carrier).
Hal seperti ini dapat terjadi, misalnya:
a. orang berhasil memalsukan tanda tangan agen
pengangkut yang berwenang menandatangani konosemen
b. dengan bekerjasama (bersekongkol) dengan pengangkut,
seorang pengirim barang dapat memperoleh suatu
konosemen tanpa menyerahkan barang - barang.

2. Sebagai suatu kontrak (perjanjian)


Suatu perjanjian antara pengirim barang dengan pengangkut
mengenai pengangkutan barang - barang dari suatu tempat
tertentu ke suatu tempat yang tertentu pula, dan mengenai
penyerahan barang-barang ditempat tersebut kepada orang
yang ditunjuk.
Konosemen merupakan suatu perjanjian / kontrak antara
pihak yang mengirim barang dengan pihak yang mengangkut
barang dan pihak yang berhak menerima barang-barang (=
pihak kepada siapa barang-barang itu di pelabuhan
tujuannya harus diserahkan = consignee). Tetapi walawpun
demikian, jarang sekali para pihak tersebut membaca
ketetuan - ketentuan yang tercantum dalam konosemen.
Ketentuan - ketentuan itu dimaksudkan untuk memberi
perlindungan sebesar - besarnya kepada pengangkut
terhadap kemungkinan - kemungkinan yang menurut perkiraan
manusia dapat terjadi. Peraturan -peraturan mengenai
konosemen yang berdasarkan azas - azas dari “ The Hague
Rules 1921 ”,diumumkan pada Konvensi Internasional di Den
Haag dalam bulan September 1921, itu kemudian mengalami
perubahan -perubahan sesuai dengan keputusan - keputusan
dari konvensi - konvensi Internasional yang diadakan
sesudah Konvensi Den Haag tersebut, dan yang terakhir
Konvensi Brussel tahun 1922 - 1924.
Tujuan yang mendasari peraturan - peraturan dan konvensi
- konvensi tersebut ialah menciptakan suatu keseragaman
dan standarisasi mengenai ketentuan -ketentuan ulama dari
konosemen - konosemen pengangkutan dengan kapal laut.

3. Sebagai suatu bukti hak (bewijs van eigendom = document


of title), suatu dokumen yang “mewakili” hak atas
barang-barang yang disebutkan didalamnya.
Semua konosemen, baik yang “non - negotiable” (Straight
Bill of Lading), yaitu konosemen -konosemen yang tidak
dapat diperdagangkan, maupun yang “negotiable”, yaitu
konosemen - konosemen yang dapat diperdagangkan, adalah
“documents of title”. Semua konosemen “mewakili” hak atas
benda, artinya siapa yang disebut di dalamnya sebagai
“consignee”, yaitu pihak kepada siapa barang - barang
harus dikirimkan dan diserahkan, itulah yang berhak atas
barang - barang yang disebutkan dalam konosemen.

KEPEMILIKAN KONOSEMEN
Kepemilikan atas suatu B/L ditentukan oleh petunjuk kepada
siapa B/L tersebut diterbitkan. Ada 3 cara penerbitan B/L
yang umum untuk membedakan pemilikan B/L tersebut, yakni :
1. Bearer B/L
Jenis B/L ini jarang dipergunakan, yang dimaksud dengan
bearer adalah pemegang B/L dan karena itu setiap orang
yang memegang/memiliki B/L tersebut dapat menagih barang-
barang yang tersebut pada B/L. Jenis B/L ini mencantumkan
kata “bearer” dibawah kata consignee (si penerima
barang).

2. Straight B/L
Bila sebuah B/L diterbitkan dengan mencantumkan nama si
penerima barang (consignee) maka B/L tersebut disebut N/L
atas nama. Straight B/L ini menggunakan kata - kata : “
consignee to ” diatas alamat dari consigned B/L
tersebut. B/L tersebut tidak boleh mencantumkan tulisan
to order karena itu hanya consignee yang disebut namanya
dalam B/L yang dapat menagih atau memiliki barang-barang
tersebut. Apabila diinginkan pemindahan hal milik barang-
barang tersebut, maka haruslah dengan cara membuat
pernyataan pemindahan hak milik yang disebut declaration
of assignment dan bilamana diadakan dengan endorsement
maka pemindahan pemilikan tersebut tidak dianggap
berlaku.

3. B/L made out to order


Biasnaya syarat B/L demikian ini dapat ditandai dengan
pencantuman kata “order” pada kota consignee pada B/L
yang bersangkutan. Kepemilikan B/L ini dapat dipindahkan
oleh consignee kepada orang lain dengan endorsement,
yakni dengan menandatangani bagian belakang B/L tersebut.
Cara endorsement semacam ini disebut general endorsement
(endorsement tanpa menyebutkan nama).

JENIS - JENIS B/L


Ada beberapa jenis B/L, diantaranya yang dikenal adalah:
1. Short Form B/L
Bila syarat-syarat pengangkutan tidak tercantumkan dalam
B/L dan yang ada hanyalah catatan singkat tentang barang
yang dikapalkan maka B/L itu short form B/L.

2. Long Form B/L


Ini adalah jenis B/L yang terperinci di mana seluruh
syarat-syarat pengangkutan tercantum di dalam B/L.

3. Through B/L
- Bilamana perusahaan pengangkut/perkapalan tidak
dapat menyediakan jasa - jasa langsung dari
pelabuhan pengapalan ke pelabuhan tujuan, maka dapat
diatur “transshipment” dengan pengeluaran satu B/L.
jadi B/L yang digunakan untuk seluruh perjalanan
tersebut dinamakan “through B/L”. Pengangkutan
pertama disebut “first carrier” dan pengangkutan
kedua disebut “second carrier”.
- Bank Devisa di Indonesia dapat menerima B/L ini di
pelauhan muat barang di mana PEB ditutup, B/L mana
diterbitkan oleh Pelayaran Nusantara yang telah
mengadakan perjanjian alih kapal dengan perusahaan
Pelayaran Samudera.

4. Combined Transport B/L


Dalam kaitan “transshipment” barang, adakalanya
pengangkutan barang dengan kapal tersebut disambung
dengan pengangkutan data dan untuk itu dapat digunakan
satu combined transport B/L. hal itu memudahkan eksportir
karena itu tidak perlu membuat kontrak pengangkutan yang
berbeda-beda. Kontrak yang dilakukan tersebut adalah
untuk pengangkutan yang tergabung dari tempat penerimaan
barang ke tempat penyerahan barang. Oleh karena itu
dokumen tersebut merupakan bukti penerimaan barang -
barang dan bahan bukti pemuatan di kapal.

5. Liner B/L
B/L ini dikaitkan dengan pengangkutan barang dengan
kapal-kapal yang telah mempunyai jalur perjalanan sesuai
dengan yang sudah diatur dan mempunyai tempat
persinggahan sebelum tiba pada pelabuhan tujuan dan
dijadwalkan dengan baik. Barang-barang yang diangkut
dengan bentuk pengangkutan ini sangat menguntungkan
disbanding dengan apa yang dinamakan “tramp steamers”,
yang tidak terikat pada jadwal yang ketat dan dapat
singgah di pelbagai pelabuhan dalam perjalanannya menuju
pelabuhan tujuan.

6. Charter Party B/L


Bilamana shipper (eksportir) menganggap lebih mudah, maka
ia dapat men ”charter” (sewa borongan) sebagian / sebuah
kapal untuk mengangkut barang - barangnya. Setiap B/L
yang dikeluarkan untuk jenis penggunaan kapal ini
disebut “cahrter party B/L”. umumnya bank tidak mau
menerima B/L jenis ini sebagai jaminan atas pinjaman atau
atas L/C, kecuali disyaratkan dalam L/C mengingat
biasanya kontrak charter party tersebut segi - segi
hukumnya kompleks.

7. Container B/L
Yang disebut container dalam hubungan pengangkutan barang
ini adalah kotak besar ukuran kira - kira 8’x 8’x 20’ di
dalam mana barang-barang di pak untuk dikapalkan. Oleh
karena ukurannya standar, penyimpanan dan penanganannya
akan lebih cepat dan biaya lebih sedikit. Suatu B/L yang
menyebutkan barang - barang dengan “one container
contents unknown” disebut “Container B/L”, dan dari pihak
bank akan sulit untuk mengetahui apakah barang-barang
yang dimaksud dalam dokumen - dokumen lainnya sama dengan
yang dinyatakan dalam container B/L tersebut. Dalam hal
ini ada resiko “jettison” (pembuatan barang ke laut) bila
keadaan darurat atau “washing aboard” (tersiram) bila
terletak di tempat teratas. Umumnya Bank Devisa Indonesia
tidak menerima B/L ini dalam syarat L/C, kecuali
diharuskan.
8. Groupage B/L
Agar ongkos - ongkos pengangkutan dapat seminimum
mungkin, beberapa eksportir dapat meminta kepada sebuah
perusahaan forwarding agent atau EMKL agar mengirimkan
barang-barang tersebut atas namanya dalam suatu bentuk
consignment besar. Gropage B/L tersebut akan
dikonsinyasikan kepada (consigned to) agent dari
forwarding agent tersebut di pelabuhan tujuan.

HAL - HAL DARI KONOSEMEN (B/L) YANG PERLU DIPERHATIKAN

Konosemen itu menurut Pasal 507 KUHD dapat diterbitkan


lebih dari satu ekspemplar, tetapi yang dapat diperdagangkan
hanyalah 2 ekspemplar saja dengan pengertian bahwa apabila
suatu lembar sudah diperdagangkan untuk mengambil barang-
barang maka lembar yang lain sudah tidak berlaku lagi (allen
voor een en een voor allen). Pada asasnya dengan menerbitkan
B/L itu, maka tidaklah dapat dituntut penyerahan barang-
barang sebelum sampainya di tempat tujuan. Tetapi Undang -
Undang membuka kemungkinan bahwa penyerahan barang-barang
itu dapat dituntut sebelum kapal sampai di tempat tujuan.
Syaratnya untuk itu ialah bahwa kepada pengangkut / nahkoda
harus diserahkan semua ekspemplar B/L yang dapat
diperdagangkan atau kalau tidak semua eksemplar dapat
dikembalikan, maka harus diberikan jaminan terhadap semua
kerugian yang mungkin akan diderita selaku akibat dari hal
tidak diserahkannya semua lembar yang dapat diperdagangkan
itu. Kalau timbul sengketa tentang wujud/bentuk jaminan
ini, maka dapat dimintakan putusannya dari pengadilan.
Kemungkinan penentuan penyerahan barang-barang sebelum
sampai di tempat tujuan dapat pula terjadi apabila benar-
benar ada alasan yang mendesak yang dapat diajukan oleh
pemegang B/L. Dan alasan yang dikemukakan oleh pemegang B/L
itu haruslah pula dapat diterima oleh pengangkut, karena
pengangkut sesungguhnya belumlah berwenang untuk menyerahkan
barang - barang sebelum waktunya.

Di dalam konosemen haruslah diadalah pencatatan mengenai


barang - barang yang akan diangkut itu dan pencatatatan itu
seberapa mungkin hendaknya terperinci guna mencegah
timbulnya kemungkinan perselisihan mengenai identitasnya
barang - barang angkutan itu pada saat penyerahannya.
Pencatatan yang terperinci di dalam konosemen itu mengenai
barang - barang angkutan diperlukan pula adanya kemungkinan,
bahwa barang-barang itu sebelum diserahkan di tempat tujuan
sudah berkali - kali dijual.

Setiap penerbitan konosemen yang menyimpang dari


perjanjian pengangkutan dapat ditolak oleh pengirim barang-
barang. Didalam praktek dunia perdagangan yang meliputi
syarat-syarat biasanya dipakai model atau formulir –
formulir tercatat sebagai model utama. Karena adanya
pengangkutan menyeberang laut itu resikonya adalah besar,
maka didalam praktek acap kali disetujui penggunaan klausula
– klausula dalam konosemen yang meringankan resiko atas
beban pengangkut itu, misalnya hal tersebut kita jumpai
dalam pasal 513 dan 514 KUHD.

Menurut pasal 513 KUHD itu dalam konosemen itu dimuat


klausula tidak diketahui mengenai isi, sifat, jumlah dan
beratnya barang, maka masalahnya ialah mengapa penggunaan
klausula demikian itu diperbolehkan. Hal ini terjadi karena
konosemen itu diberikan tidak atau tidak selalu pada saat
pemuatan barang, tetapi lebih banyak pada penyerahan barang-
barang untuk diterima guna diangkut. Jadi lebih banyak
membuktikan penerimaan barang-barang itu dari pada
pembuatannya. Dengan memakai klausula semacam itu maka
adanya perincian dalam konosemen tentang isi, jumlah sifat
dan berat itu tidak mengikat pengangkut, kecuali apabila
mengenai perincian itu telah diketahui atau layak dapat
diketahui. Misalnya : berdasarkan keadaan lahir dari barang-
barang atau berdasarkan pembungkusan atau pemetiannya kalau
barang-barang itu diserahkan kepadanya.

Pasal 514 KUHD berbunyi : bilamana konosemen tidak


menyebutkan keadaan barang, maka sampai dibuktikan
sebaliknya pengangkut dianggap telah menerima barang.
Sekedar itu kelihatan keadaan barang baik dari luar. Dalam
hal demikian itu pengangkut dapat dianggap menerima barang-
barang itu dalam keadaan baik, sekedar dapat dilihat dari
luar dengan kemungkinan sebaliknya oleh pengangkut.

Pemegang konosemen yang telah menerima penyerahan


barang-barang sesuai dengan isi konosemen itu adalah
berkewajiban menyerahkan konosemen itu dengan dilengkapi
mengenai pembebasan kepada penandatanganan konosemen
tersebut atau wakilnya. Karena dalam penerbitan konosemen
itu harus pula memperhatikan adanya perjanjian pengangkutan
laut. Maka soal yang timbul ialah bagaimana hubungan
konosemen dengan perjanjian pengangkutan itu. Mengenai hal
ini telah diatur dalam pasal 571 KUHD pasal mana yang
menentukan hak-hak yng diperjanjikan dalam perjanjian
pengangkutan antara pengangkutan dan si pengirim barang atau
apabila perjanjian pengangkutan itu dibuatkan charter party,
maka charter party itu hanya dapat dipergunakan juga oleh si
pemegang konosemen, apabila dapat konosemen itu ditunjuk
kepada isi perjanjian pengangkutan itu (klausula umum
berbunyi : all other conditions as percharter party) ini
dapat diartikan bahwa pemegang itu sendiri atau untuk
kepentingan siapa ia bertindak telah menjadi pihak dalam
charter party. Dalam hal ini kita jumpai perkecualiannya,
yakni apakah si pemegang konosemen adalah juga si pengirim
barang sendiri, jadi ia merupakan pihak sendiri dari
perjanjian pengangkutan itu. Tanpa adanya penunjukan kepada
charter party pengangkut tidak dapat menuntut haknya yang
timbul dari charter party terhadap pemegang.

Ada kemungkinan dalam pembuatan barang - barang, walaw


pun telah dibuatkan B/L terjadi keterlambatan atau kelalaian
penyerahan barang - barang dari pihak pengirim atau si
pemegang B/L yang berakibat bahwa si pengangkut harus
membayar biaya untuk lebih lamanya kapal berlabuh atau si
pengangkut harus menderita kerugian, kecuali :

1. Kalau keharusan membayar sedemikian itu oleh pemegang


B/L nyata - nyata telah ditetapkan.
2. Si pemegang B/L sepatutnya harus mengetahui akan
keharusan membayar pada waktu menerima B/L itu.
3. Di dalam konosemen ditunjuk pada isi charter party
tersebut menurut suatu “cesser – clause”, yaitu suatu
klausula yang menetapkan bahwa pertanggungan jawab dari
si pengirim barang baru berhenti pada waktu barangnya
telah dimuat di atas kapal / charter’s liability to
cease upon shipment of the cargo).

Khusus bagi pihak bank, terdapat beberapa hal yang perlu


diperhatikan dalam penerimaan konosemen (B/L) di Indonesia,
seperti :

1. B/L harus diterima langsung dari perusahaan pelayaran


yang menerbitkannya.

2. Pada B/L harus disebutkan sebagai shipper


(si pengirim) :
a. Nama dan alamat eksportir
b. Consignee (pihak si penerima)
c. Order dari bank devisa yang menegositer, dimana bank
tersebut harus mengendorsernya kepada order bank
korensponden.

3. B/L ditanda tangani oleh pejabat yang berhak


menandatangani specimen tanda tangan mana telah ada pada
bank.

4. B/L diterbitkan oleh perusahaan pelayaran atau agennya


dan tidak boleh oleh Frieght Forwarder (F.F) kecuali
dokumen - dokumen itu adalah Diata Combined Transport
B/L yang disetujui oleh ICC.

5. B/L yang berikut ini harus ditolak, kecuali syarat -


syarat L/C mengizinkan :
a. B/L yang diterbitkan oleh bank perantara (forwarding
agents)
b. B/L yang diterbitkan atas dasar charter party
c. B/L yang sehubungan dengan pengapalan/ pengangkutan
barang dengan kapal layar (sailing vessel)
d. B/L yang diterbitkan oleh perusahaan pelayaran yang
belum mendapat izin untuk melakukan pelayaran ke
luar negeri.
e. B/L harus dicocokan dengan invoice dan L/C dalam hal
:
- nomor dan tanggal L/C serta nama bank pembuka
L/C
- nama, jumlah (tonnage) dan ukuran barang
- pelabuhan pengiriman
- pelabuhan tujuan
- pihak pengirim dan penerima

6. Bank harus dapat mengenal dan membedakan syarat-syarat


B/L yang dapat diterima dari jenis - jenis pernyataan
dalam B/L yang ada :
a. shipped on Board B/L : - dapat diterima
b. received for shipment, atau received to be shipped
on board : - tidak dapat diterima dan harus
diminta L/C amendment”.

7. Bank tidak dibenarkan menerima atau menegoisasi Unclean


B/L kecuali syarat L/C tegas - tegas mengizinkannya.

8. Tanggal B/L tidak boleh melewati tanggal pengapalan


terakhir (latest shipment date)

9. B/L harus cocok dengan L/C tentang pelaksanaan


pembayaran freight prepaid, freight payable at
destination atau freight collect.

10. Dalam hal ekspor dilaksanakan dengan transshipment,


meneliti :

a. Apakah diminta through B/L dengan second carrier


endorsement atau cukup dengan through B/L tanpa
second carrier endorsement
b. Apakah diminta B/L issued by second carrier (hanya
diizinkan untuk pelaksanaan transshipment di dalam
negeri kecuali ada perubahan peraturan).

KONDISI - KONDISI KONOSEMEN (B/L)

Dilihat dari kondisi B/L apakah pengapalan barang-barang


sesuai dengan persyaratan-persayaratan L/C, maka dapat
dibedakan “clean” dan “unclean” (dirty) B/L selajutnya
dikaitkan dengan waktu penyampaian/tibanya B/L kepada
penerima barang dikenal istilah “state B/L”

1. Clean B/L
Bilamana pada sebuah B/L tidak terdapat catatan-catatan
tentang kekurangan-kekurangan/catatan barang-barang, maka
B/L tersbeut dinyatakan “clean”.
Biasanya B/L tersebut menggunakan kata-kata : “Shipper in
apparent good order and conditions on board………”
2. Unclean B/L
Bilamana penyiapan - peniapan barang, pengepakan dan lain
sebagaimanya tidak sesuai dengan syarat-syarat l/C atau
ada yang kelihatan rusak dan sebagainya dengan catatan-
catatan misalnya “stained case”, “straw wrapped only”,
dan sebagainya, maka B/L dimaksudkan “dirty”, “unclean”.
Unclean Bill of Lading kurang disukai Bank maupun
penerima barang sebab dengan adanya catatan - catatan di
dalamnya sudah menunjukkan adanya indikasi yang kurang
baik. Kalau pengepakannya kurang baik, sudah pasti akan
lebih cepat membahayakan isinya, apalagi mengingat
barang-barang itu akan dikirim melalui laut serta adanya
kemungkinan dilakukannya muat bongkar lagi di pelabuhan -
pelabuhan lain sebelum sampai di pelabuhan tujuan.

Adakalanya barang - barang terpaksa dikirim tanpa


pengepakan seperti besi beton, pipa-pipa dan mesin -mesin
pabrik. Begitu pula barang - barang yang hanya dimasukkan
dalam karung - karung bekas. Dalam hal semacam ini
terpaksa dikeluarkan unclean Bill of Lading yang
mencantumkan kata-kata : unproctected atau bagged in old
gunny bags.

Bila didalam L/C disebutkan bahwa B/L haruslah “clean”


maka hal ini bisa diselesaikan dengan saling pengertian
antara pengirim dengan perusahaan pelayaran. Pengirim
dapat memberikan suatu surat jaminan (letter of
indemnity) kepada perusahaan pelayaran yang berisi
pernyataan bahwa pengirim akan menjamin setiap tuntutan
ganti rugi yang mungkin timbul akan menjamin setiap
tuntutan ganti rugi yang mungkin timbul akibat
penggantian tersebut. Berdasarkan surat jaminan itu,
perusahaan pelayaran pada umumnya bersedia mengeluarkan
clean B/L sebagai pengganti unclean B/L, sepanjang hal
itu tidak menyangkut persoalan yang sangat prinsipil,
ataupun bersifat kriminal. Sekalipun demikian surat
jaminan serupa itu pada dasarnya tidak mempunyai kekuatan
hukum, kecuali kepercayaan pada bonafiditas dari pengirim
yang mengeluarkan surat jaminan itu.

3. State B/L
Yang dimaksud dengan “state B/L” adalah B/L yang belum
sampai kepada consignee atau agennya ketika kapal pembawa
barang - barang telah tiba di pelabuhan tujuan. Masalah -
masalah yang timbul bila barang - barang tidak
diambil di pelabuhan tujuan dapat terjadi seperti :
a. Kemungkinan pencurian dan pencurian kecil - kecilan
(pilferage)
b. Ongkos - ongkos demurrage (penalty yang dibebankan
oleh pengusaha pelabuhan setiap hari)
c. Kerusakan - kerusakan barang
d. Penjualan melalui lelang umum

Oleh karena itu state B/L dapat dihindarkan dengan cara


:
a. Mengizinkan pengiriman B/L langsung kepada pembeli
tanpa melalui bank
b. Mengizinkan pengiriman B/L langsung kepada agent di
negara pembeli
c. Mengizinkan pengiriman B/L kepada pengangkut

JENIS - JENIS PERNYATAAN B/L DALAM PEMUATAN BARANG

1. Received for Shipment


B/L yang menyatakan hal tersebut menunjukkan bahwa
barang-barang telah diterima oleh perusahaan pelayaran
untuk dikapalkan, tetapi belum benar -benar telah dimuat
atau dikapalkan pada batas waktu yang ditetapkan dalam
L/C yang bersangkutan. Bilamana B/L memuat kata - kata
tersebut, maka biasanya bank akan menolaknya.
2. On deck
Barang - barang yang dimuat di dek kapal untuk on deck
umumnya tidak diterima karena jettison (pelemparan barang
ke laut untuk mengurangi beban kapal) dan washing
overboard (tersiram), kecuali secara khusus diizinkan
dalam L/C yang bersangkutan. Selanjutnya bila barang-
barang tersebut B/L nya tidak secara khusus menyatakan
barang - barang dikapalkan on deck, maka barang -barang
tersebut akan dikapalkan dibawah deck. Bilamana B/L on
deck maka dokumen asuransi yang menyertainya harus
menutup on deck risk. Biasanya barang muatan yang
membahayakan dan ternak - ternak diangkut on deck.
3. On board
Sebuah B/L menyebutkan kata-kata on board apabila
perusahaan perkapalan yang bersangkutan mengakui bahwa
barang - barang yang akan dikirim benar - benar telah
berada atau dimuat dalam kapal. Pernyataan dalam B/L yang
demikian inilah yang umumnya diisyaratkan dalam L/C dan
diinginkan oleh pihak importir dan bank.

TANGGAL
Dalam sebuah B/L dapat dicantumkan beberapa tanggal. Tanggal
- tanggal yang paling penting adalah : tanggal penerbitan /
pengeluaran B/L serta tanggal barang - barang dimuat diatas
kapal. Tanggal dari pengeluaran suatu B/L sangat perlu
antara lain untuk :
1. Menunjukkan apakah barang - barang telah dikapalkan pada
waktunya bilamana dalam L/C ditetapkan satu tanggal
terakhir pengapalan barang - barang (last shipment
date).
2. Memenuhi syarat bahwa dokumen - dokumen harus diajukan
untuk memperoleh pembayaran, akseptasi atau negoisasi
sebagaimana syarat - syarat L/C yakni dalam batas
berlakunya atau dalam waktu 21 hari dari tanggal
penerbitan B/L, kecuali L/C menetapkan jangka waktu
lain.
3. Menentukan penerimaan dari dokumen asuransi yang,
kecuali dinyatakan dalam L/C atau kecuali dengan jelas
dinyatakan bahwa cover (penutup asuransi) tersebut
berlaku selambat - lambatnya sejak tanggal pengapalan
harus diberi tanggal tidak lewat dari tanggal penerbitan
B/L.

Konosemen merupakan suatu dokumen yang terpenting dalam


transaksi yang mempergunakan L/C, oleh karena itu para
pihak yang terkait harus selalu memperhatikan lebih baik hal
- hal yang berkaitan denga konosemen agar jangan terjadi
sesuatu hal yang merugikan salah satu pihak.

Demikianlah catatan kecil dari kami semoga Bapak – bapak dan


Ibu – ibu peserta Seminar dapat mengambil manfaat.

Jakarta, Mei 2009.

DR. Chandra Motik Yusuf, SH., MSc.

DAFTAR PU STAKA

Undang – undang

1. Kitab Undang – undang Hukum Dagang.

Buku – buku

1. Hutabarat, Roselyne : Transaksi Ekspor Impor ( Jakarta : Erlangga, 1999 ).


2. M.S, Amir : Seluk beluk dan teknik perdagangan luar negeri ( Jakarta: P.T Pustaka
Binaman Pressindo, 1993 ).

3. M.S, Amir : Pengetahuan bisnis ekspor impor ( Jakarta : P.T Pustaka Binaman
Pressindo, 1992 ).

4. Soerjatin : Hukum Dagang I dan II ( Jakarta : PPAKRI Bhayangkara, 1969 ).

5. Kartono : Komentar tentang Konosemen ( Jakarta : Pradnya Paramita, 1980 ).

6. Soedjono, Wiwoho : Hukum perkapalan dan pengangkutan laut ( Jakarta, P.T Bina
Aksara, 1982 ).

7. Istopo : Unimoda dan multimodal transport ( Jakarta : Yayasan INFFA, 1992 ).

mumtaz/ BL1/ hal 1 – 15


BAB VI CARTER KAPAL

A. CARTER TANPA AWAK ( BAREBOAT )


B. CARTER MENURUT WAKTU
C. CARTER MENURUT PERJALANAN

NAHKODA DAN AWAK KAPAL

A. Awak Kapal

B. Nahkoda

C. Perjanjian Kerja
Bab IV NAHKODA DAN AWAK KAPAL

Nahkoda dan awak kapal merupakan dua unsur penting dari kapal
sebagai alat angkutan di laut, yang diatur dalam KUHD title 3 Buku II
Pasal 341 s/d Pasal 394a. pentingnya Nakhoda tampak dari lingkup
tugas, kewajiban, kewenangan dan tanggungjawabnya di atas kapal
yang sedang berlayar.

Jika diperhatikan pasal-pasal KUHD yang merinci lingkup tugas


kewajiban dan kewenangan nakhoda, sedikitnya ada tiga bidang utama,
yaitu sebagai pimpinan kapal (Pasal 341 KUHD), sebagai wakil
pengusaha pelayaran atau pemilik kapal (Pasal 358 – 367), dan wakil
orang-orang yang berkepentingan atas barang-barang muatan (Pasal
369 – 371).

Sebagai pemimpin kapal, kewajiban, kewenangan dan tanggung jawab


nakhoda antara lain adalah menjalankan kekuasaan atas penumpang,
menjamin kemampuan berlayar kapal yang bersangkutan, menjamin
keamanan kapal, penumpang dan barang-barang muatan, melakukan
tindakan pengawasan atas semua penumpang dan atas semua barang
yang ada di kapal, menegakkan peraturan dan disiplin yang berlaku di
atas kapal, menyelenggarakan urusan surat menyurat yang diperlukan
bagi kelengkapan kapal atau urusan administrasi dan managemen
perkapalan selama dalam pelayaran, melakukan tindakan-tindakan
yang penting di bidang keperdataan, pidana dan administrasi negara.
Tindakan yang penting dan relevan dengan kewenangan dan tanggung
jawabnya adalah sebagai pemimpin kapal.

Sebagai wakil pengusaha atau pemilik kapal, nakhoda dengan


memperhatikan ketentuan Pasal 342 KUHD, melakukan tindakan-
tindakan seperti dimaksud oleh Pasal 359 s/d 367 KUHD, yang
diantaranya adalah menyelenggarakan susunan awak kapal, urusan
bongkar muat dan lain-lain tindakan yang menjamin usaha pelayaran
laut berjalan lancar dan menguntungkan. Dalam keadaan luar biasa,
nakhoda berwenang melakukan tindakan meminjam uang dengan
jaminan kapal, menjual sebagian dari barang muatan atau jika
dipandang perlu dapat menjual kapal yang bersangkutan. Dalam hal
sengketa, nakhoda dapat dituntut sebagai tergugat atau menggugat atas
nama reder.
Sebagai wakil atas orang-orang yang berhak atas muatan atau pemilik
barang, sesuai ketentuan Pasal 369 sampai 371, nakhoda wajib dan
berwenang melakukan tindakan-tindakan, diantaranya adalah bilamana
kapal masuk ke suatu pelabuhan ditahan atau dihalang-halangi, untuk
ini nakhoda wajib menuntut kembali kapal dan muatannya serta
mengambil tindakan-tindakan yang perlu untuk itu. Tindakan lain yang
wajib adalah menjaga kepentingan-kepentingan dari yang berhak atas
muatan selama perjalanan, mengambil tindakan-tindakan yang perlu
untuk itu dan bila diperlukan bertindak di muka Pengadilan.

Awak kapal adalah Pembantu-pembantu nakhoda dalam menjalankan


tugasnya, baik dalam kedudukannya sebagai perwira seperti mualim I
dan II, atau sebagai ABK lainnya seperti juru mudi masinis dan lain-
lain. Mengenai ABK ini diatur dalam Pasal 375 sampai 392 bagian ke III
title III Buku II KUHD.

Hubungan Kerja antara nakhoda dan ABK di satu pihak dengan


pengusaha atau pemilik kapal selaku majikan di lain pihak diatur dalam
suatu perjanjian yang dikenal dengan sebutan perjanjian kerja laut,
perjanjian mana tunduk pada KHUD bab ke IV Buku II Pasal 395
sampai 452 dan bagian tertentu dari KUH Perdata yaitu bagian 2 sampai
5 Bab VII A Buku III sepanjang tidak ditentukan lain secara khusus.

Perbedaan antara perjanjian kerja laut dan perjanjian pada umumnya,


yaitu pertama, perjanjian kerja laut harus dibuat secara tertulis dan
kedua, jenis pekerjaan yang dilakukan di laut yakni di atas kapal yang
sedang berlayar. Perjanjian kerja laut adalah perjanjian yang bersifat
khusus. Kekhususannya terletak pada macam atau jenis pekerjaan yang
telah ditentukan dalam perjanjian yaitu sebagai nakhoda atau sebagai
ABK.
IKHTISAR KETENTUAN PIDANA BERIKUT SANKSINYA
UNDANG-UNDANG PELAYARAN NO. 21 TAHUN 1992

PASAL PERBUATAN ANCAMAN HUKUMAN KWALIFIKASI KETERANGAN


PERBUATAN
100 (1) Sengaja merusak a. Penjara Max. 12 th jika Kejahatan
sarana Bantu navigasi bahaya bagi kapal

b. Penjara max. 15 th jika kpl Kejahatan


tenggelam atau terdampar

c. Penjara seumur hidup jika Kejahatan


bahaya bagi kapal dan
matinya orang

(2) Lalai mengakibatkan a. Penjara max. 4 ½ bulan Pelanggaran


tidak berfungsinya atau denda Rp. 6.000.000
sarana Bantu navigasi jika bahaya bagi kapal

b. Penjara max. 7 bulan atau Pelanggaran


denda Rp. 12.000.000 jika
bahaya bagi kapal.

c. Penjara max. 1 th 4 bulan Kejahatan


jika matinya orang

(3) Karena tindakannya, Pidana sesuai Undang- Undang Kejahatan


tidak berfungsinya Bidang telekomunikasi
telekomunikasi

101 Nakhoda tidak mematuhi Kurungan max. 2 bln atau denda Pelanggaran
Aturan-aturan lalu lintas Rp. 6.000.000

102 (1) Nakhoda tidak mematuhi Kurungan max. 2 bln atau denda Pelanggaran
perairan wajib pandu Rp. 4.000.000
tanpa pandu

(2) Melaksanakan pemanduan Kurungan 2 bln atau denda Pelanggaran


tidak memenuhi syarat Rp. 4.000.000,-

103 Pemilik/Nakhoda tidak Kurungan max. 1 bln atau Pelanggaran


Melaporkan kerangka kapal Denda Rp. 2.000.000

104 (1) Pemilik tidak menyinggirkan Kurungan max. 1 th atau Kejahatan


kerangka/muatan kapal Denda Rp. 24.000.000

(2) Tidak mengasuransikan Kurungan max. 3 bln atau Kejahatan


tanggung jawab pada ayat (1) Denda Rp. 6.000.000

(3) Bila ayat (1) mengakibatkan Penjara max. 10 th Kejahatan


kapal lain celaka

105 (1) Membangun Pelabuhan Umum Penjara max. 2 th atau denda Kejahatan
tanpa izin Rp. 48.000.000

(2) Mengoperasikan pelabuhan Penjara Max. 3 th atau denda Kejahatan


umum tanpa idzin Rp. 72.000.000

106 Membangun dan mengoperasikan Penjara Max. 2 th atau denda Kejahatan


Pelabuhan khusus tanpa idzin Rp. 48.000.000
107 Menggunakan pelabuhan khusus Kurungan max. 1 th atau denda Pelanggaran
Untuk kepentingan umum tanpa Rp. 24.000.000
Idzin

108 Tidak melaporkan perubahan yang Kurungan max. 1 th atau denda Pelanggaran
Dilakukan terhadap kapal Rp. 24.000.000

109 Nakhoda yang melayarkan kapal Kurungan max. 3 bln atau denda Pelanggaran
Melampaui daerah pelayaran Rp. 6.000.000

110 (1) Nakhoda yang tidak mematuhi Kurungan max. 3 bln atau denda Pelanggaran
aturan kelancaran lalu lintas Rp. 6.000.000
kapal di Indonesia

(2) Nakhoda yang berlayar tanpa Kurungan max. 1 th atau denda Pelanggaran
memiliki surat izin berlayar Rp. 24.000.000

111 Menggunakan peti kemas yang Kurungan max. 3 bln atau denda Pelanggaran
Tidak memenuhi persyaratan Rp. 6.000.000

112 Pemilik kapal tidak memasang Kurungan max. 3 bln atau denda Pelanggaran
Tanda pendaftaran pada kapal Rp. 6.000.000

113 Menerima pengalihan hak milik Denda max 10 kali biaya balik Pelanggaran
Atas kapal dan tidak melakukan Nama
Balik nama

114 Nakhoda tidak mengibarkan Penjara max. 1th 4 bln atau denda Kejahatan
Bendera kebangsaan kapal Rp. -----

115 (1) Nakhoda meninggalkan kapal Penjara max. 5 th 6 bln atau Kejahatan
tanpa alasan Denda Rp. -----

(2) Nakhoda melayarkan kapal Kurungan max. 3 bln atau denda Pelanggaran
tidak laik laut Rp. 6.000.000

(3) Pemilik/operator yang Kurungan max. 9 bln atau denda Pelanggaran


menghalangi keleluasaan Rp. 18.000.000
nakhoda untuk melaksanakan
kewajibannya

116 Nakhoda tidak menyelenggarakan Kurungan max. 6 bln atau Pelanggaran


Buku harian kapal Denda Rp. 6.000.000

117 (1) Pemilik atau operator kapal Kurungan max. 6 bln atau Pelanggaran
memperkerjakan awak kapal Denda Rp. 12.000.000
di kapal tanpa disijil

(2) Nakhoda memperkerjakan anak Kurungan max. 3 bln atau denda Pelanggaran
buah kapal tanpa disijil dan Rp. 6.000.000
tanpa memiliki kemampuan
serta dokumen pelaut

118 ABK yang tidak mentaati perintah Penjara 1 th 4 bln Kejahatan


Nakhoda, atau meninggalkan
Kapal tanpa izin

119 (1) Pembuang limbah Penjara max. 5 th atau denda Kejahatan


Rp. 120.000.000

(2) Apabila ayat (1) mengakibatkan Penjara max. 10 th atau denda Kejahatan
rusaknya lingkungan hidup Rp. 240.000.000
120 Nakhoda/Pemilik kapal yang Penjara max. 2th/denda max Kejahatan
Tidak melaksanakan kewajiban Rp. 48.000.000
Untuk menanggulangi pencema –
ran dari kapalnya

121 Pemilik/operator yang tidak Kurungan max. 6 bln/denda Pelanggaran


Mengasuransikan tanggung Max. Rp. 12.000.000
Jawab terhadap pencemaran
Yang bersumber dari kapalnya

122 Menyelenggarakan usaha Kurungan max. 3 bln/denda Pelanggaran


Angkutan, kegiatan angkutan Max. Rp. 6.000.000
Dan usaha penunjang angkutan
Tanpa izin

123 Perusahaan angkutan yang Kurungan max. 3 bln/denda Pelanggaran


Tidak mengasuransikan Max. Rp. 6.000.000
Tanggung jawab atas :

- Kematian/kulanya
penumpang yang diangkut

- Musnah/hilang/rusaknya
Barang yang diangkut

- Keterlambatan penumpang/
Barang yang diangkut

- Kerugian pihak ketiga

124 (1) Setiap orang diatas kapal yang Kurungan max. 2 bln denda Pelanggaran
mengetahui terjadinya Max. Rp. 4.000.000
kecelakaan dikapalnya tidak
memberikan pertolongan dan
tidak melaporkan kecelakaan
tersebut.

(2) Nakhoda/Pimpinan kapal yang Kurungan max. 4 bln denda Pelanggaran


mengetahui adanya bahaya Max. Rp. 8.000.000
bagi kecelakaan berlayar dan
tidak mengambil tindakan
pencegahan atau menyebar-
luaskan berita kepada pemilik
pemilik lain.

125 (1) Nakhoda/pemimpin kapal yang (1) Kurungan max. 3 bln/denda Pelanggaran
sedang berlayar tak memberikan Max. Rp. 6.000.000
pertolongan kepada orang/kapal
yang dalam bahaya

(2) Idem yang kapalnya terlibat (2) Penjara max. 4th Kejahatan
tabrakan dan tak menolong
penumpang/awak kapal dan
kapal yang terlibat tabrakan

126 Idem yang tidak melaporkan Kurungan max. 2 bln/ denda max Pelanggaran
Setiap keadaan yang mungkin Rp. 4.000.000
Bahaya terhadap keselamatan
berlayar

127 Idem yang tidak melaporkan Kurungan max. 3 bln/denda max. Pelanggaran
Setiap kecelakaan yang Rp. 6.000.000
Melibatkan kapalnya atau kapal
Lain yang diketahuinya, yang
Telah/dapat mengakibatkan
Kerusakan luar/bangunan/yang
Dapat membahayakan
Keselamatan berlayar

128 Setiap orang/badan hukum yang Kurungan max. 1th/denda Pelanggaran


Mengoperasikan kapal tidak Max. Rp. 24.000.000
Membantu usaha SAR meskipun
Sudah diberitahu secara patut
SCHEMAH PENYELESAIAN KASUS
P.H.K. TERHADAP A.B.K.
--------------------------------------------------
--- ----------------------------------------------

MAHKAMAH AGUNG

PENGADILAN TINGGI

PENGADILAN NEGERI

MENTERI TENAGA KERJA

PANITIA PENYELESAIAN
PERSELISIHAN
PERBURUHAN PUSAT
( P.4.P )

PANITIA PENYELESAIAN
PERSELISIHAN
PERBURUHAN DAERAH
( P.4.D )

KANWIL DEPNAKER /
KANDEPNAKER.

DITJEN
PERHUBUNGAN
LAUT

SYAHBANDAR

PENGUSAHA

PEKERJA / ABK.

STRUKTUR ORGANISASI KAPAL


I.Dek Departemen Chief
Officer - Officer ke 2
- Officer ke 3
- Officer ke 4 (Sr & Yr)
- App Officer
- Officer ke 2

Boat swain car penter


Dek store keeper
Charter master sailor

II. Enginee departemen


Chief Engineer Electriction
1. St. Engineer Asst electro

Master. 2. rd engineer
3. rd engineer sr
3. rd engineer yr
4. th engineer sr
4. th engineer yr
app engineer

Formen engineer
Enginee store keeper
Motor driver
Olie man
Wiper
Filter

III. Radio Departemen


Radio Officer

Steward
IV. Catering Departemen Pantryman
Chief Steward Laundryman
Cooker
NAKHODA

Pasal 341 KUHD :

Nakhoda adalah Pemimpin Kapal


Perwira Kapal adalah mereka yang daftar awak kapal / monoterol / sigil diberikan

tongkat sebagai perwira.

Awak kapal adalah semua awak kapal lainnya.


Nakhoda sebagai pemimpin diharapkan dapat memenuhi pertanggungan
jawabannya seperti yang disyaratkan oleh undang – undang.

Pasal 342 KUHD :

Tanggung jawab nakhoda :


Nakhoda diwajibkan bertindak dengan kecakapan dan kecermatan serta kebijaksanaan
yang sedemikian sebagaimana diperlukan untuk melakukan tugasnya.

Pasal 395 jo Pasal 408 KUHD :

1. Nakhoda menyanggupi dibawah perintah pengusaha melakukan pekerjaan dengan


mendapat upah.
2. Nakhoda harus menyediakan dirinya kepada pengusaha untuk memimpin kapal.

Jadi Nakhoda adalah pemimpin yang sekaligus buruh utama oleh karena
memiliki keistimewaan – keistimewaan.

Keistimewaan Nakhoda adalah :

I. Otonom dalam kepemimpinan


II. Sebagai pengusaha yang turut menjalankan peraturan pengusaha pusat.
III. Sebagai wakil pengusaha.
IV. Sebagai wakil si berhak atas muatan

I. Bertindak Otonom.
Dalam hal untuk kepentingan keselamatan dan keamanan kapal,
penumpang, dan muatan maka nakhoda wajib :

1. Menjalankan kekuasaan (gezang)nya atas semua penumpang dengan perintah –


perintah tertentu (Pasal 341 ayat 5 KUHD).
2. Mengindahkan kebiasaan – kebiasaan dan peraturan – peraturan yang ada, Pasal
343 ayat 1 KUHD.
3. Dalam hal harus dilakukan, nakhoda wajib menggunakan pandu laut, Pasal 344
KUHD.
4. Mengawasi bahwa semua penumpang atas kapal syah adanya (Pasal 371 KUHD).

5. Mengawasi tentang barang – barang yang ada diatas kapalnya (Pasal 391 ayat 1
dan 2 KUHD).
6. Memelihara kepentingan pihak – pihak yang berhak atas muatan, Pasal 371 ayat 1
KUHD.
7. Dalam keadaan memaksa, menjual, seluruh atau sebagian dari muatan, atau
pinjam uang dengan menggadaikan muatan, Pasal 371 ayat 3 KUHD.
8. Tidak meningkatkan kapal selama perjalan atau dalam keadaan bahaya
mengancam, kecuali bila peninggalan kapal itu tidak mutlak perlu atau terpaksa
guna penyelamatan dirinya Pasal 345 KUHD.
Selain itu nakhoda juga wajib (dalam hal administrasi).
9. Memelihara surat – surat laut / pas laut, surat ukur daftar besar, monsterrol, surat
keterangan muatan, charter party dan semua konosemen, ataupun turunan –
turunan dari surat – surat itu, pasal 347 KUHD.
10. Mengadakan dan memelihara sebuah buku harian kapal yang mencatat segala apa
yang penting terjadi dalam pelayaran, Pasal 348 ayat 1 KUHD.
11. Mengadakan dan memerintahkan pengisian dan pemeliharaan buku harian mesin
oleh seorang personil ruangan mesin, pasal 348 ayat 2 KUHD.
12. Memperlihatkan buku atau buku – buku harian kapal kepada inspektur
keselamatan kapal di pelabuhan darurat atau pelabuhan tujuan, di dalam 48 jam
setelah pendaratan.

II. Sebagai Wakil Pengusaha :


Dalam hai ini nakhoda bertindak mewakili pemerintah pusat untuk
melakukan hal – hal tertentu.

a. Bidang Keperdataan
- Melakukan pencatatan atas anak orang Indonesia yang lahir atas
kapal laut Indonesia (Reglement – tb. No. 25 Tahun 1848 dan Stb.
No. 130 Tahun 1917).
- Melakukan pencatatan kematian atas kapal (Stb. No. 25 / 1848
dan No. 130/ 1917).

b. Bidang Kepidanaan
- Memegang kekuasaan disiplinier atas anak buah, Pasal 386 bsd
Pasal 388 KUHD.
-
III. Sebagai Wakil Pengusaha Perkapalan (Reder) :
Hal ini diatur Pasal 359 sampai 367 KUHD.

a. Pasal 359 dan 360 berlaku bagi nakhoda dimana saja berada diatas kapal
yang dipimpinnya.
b. Pasal 361 sampai 367 jika kapal diluar negeri.

359 : Nakhoda wajib menyelenggarakan susunan anak buah dan


sepanjang tak ditunjuk orang – orang tertentu, dalam hal
pemungutan upah.
360 : Ia, dengan kesewenangan terbatas wajib mengusahakan guna
penyelamatan kapal.

361 : Ia dapat digugat dan menggugat atas reder.

362 : Ia berhak (tetapi menurut saya adalah harus / wajib, karena itu
memang salah satu tugasnya) untuk menghipotikkan atau menjual
kapalnya dalam hal reparasi atas kapal atau dalam hal sangat
mendesak. Juga guna mencukupi uang dia bisa menjual (menurut
saya harus) menjual barang / menggadaikan muatan bila sangat
diperlukan, Pasal 365 KUHD.

367 : Nakhoda wajib untuk menyimpang atau berlabuh disuatu tempat


bila dirasa akan tidak aman atas terlibatnya perang negaranya. Juga
ia, Pasal 639, ia berwenang menyimpang dalam hal ada keharusan
yang dapat dibenarkan.

IV. Nakhoda Sebagai Wakil si Berhak atas Muatan Barang.


Diatur Pasal 369 dan 371

369 : Nakhoda wajib meminta kembalinya kapal dan muatannya serta


mengambil tindakan – tindakan yang diperlukan, dalam hal
kapal dipaksa masuk suatu pelabuhan atau dihalang – halangi.

371 : Menjaga kepentingan si berhak atas muatan.

TUGAS NAKHODA DAN ANAK BUAH KAPAL

A. NAKHODA
Tugas – tugasnya adalah sebagai berikut :
- Memimpin kapal
- Memelihara kewibawaan dan ketertiban
- Menerima / membawa dan membongkar muatan
- Menyiapkan semua dokumen kapal dan muatan
- Membuat catatan harian / jurnal tentang kejadian
- Penting selama dalam pelayaran
- Berlayar dengan cukup kepandaian, teliti, bijaksana dan bertanggung
jawab.
- Memberi pertolongan kepada orang – orang yang berada dalam bahaya.
- Dalam waktu 2 kali 24 jam setelah tiba di pelabuhan tujuan harus
menyerahkan buku harian untuk diperiksa oleh Syahbandar
- Setelah pelayaran selesai Nakhoda harus menyerahkan kepada
majikannya serta semua surat – surat kapal dengan menerima tanda
penerimaan.
- Nakhoda dikapal dapat bertindak sebagai pejabat pencatatan sipil dan
notaries.

B. MUALIM I.
Tugasnya :
- Memimpin dek departemen dan sekaligus mewakili Nakhoda jika
Nakhoda berhalangan.
- Bertanggung jawab tentang pelaksanaan administrasi mengenai muatan.
- Menyusun tata kerja kapal di geladak / dek.
- Bertanggung jawab atas pemeliharaan kapal di bagian luar dan di bagian
dalam.
- Bertugas jaga laut / navigasi selama dalam pelayaran sesuai dengan
giliran jaga.
- Mengawasi inventaris navigasi juga persediaan barang – barang dari
bagian dek.
- Bertanggung jawab atas penyusunan/ pemadatan muatan dalm palka /
geladak / dek dengan baik.

C. MUALIM II
Tugasnya adalah sebagai berikut :
- Membuat stowage / rencana pemadatan di palka / geladak sesuai
dengan booking list atau resi mualim.
- Mengadakan verifikasi lambung timbul / free board sesudah pemuatan
atau pembongkaran muatan dan pada waktu kapal siap berangkat.
- Memeriksa baik jalannya semua navigasi.
- Menyusun Hatch list untuk barang – barang yang sudah dimuat dan yang
akan dibongkar dipelabuhan tujuan, sesuai dengan urutan pelabuhannya.
- Melaksanakan administrasi dari barang – barang persediaan dibagian
dek.
- Bertugas jaga muatan apabila kapal melakukan kegiatan bongkar muat di
pelabuhan.
- Dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh MUALIM IV Yunior.

D. MUALIM III
Tugasnya adalh sebagai berikut :
- Merawat alat – alat penolong / sekoci, bertalian dengan penentuan solas
Internasional
- Memelihara alat – alat pemadam kebakaran dengan segala
perlengkapannya.
- Bertugas jaga muatan apabila kapal melakukan kegiatan bongkar muat di
pelabuhan sesuai dengan giliran jaganya.
- Memimpin kegiatan dengan bertempat dihaluan kapal, pada waktu kapal
akan masuk / keluar pelabuhan, penurunan jangkar.

E. APPRENTICE OFFICE / CADET DEK.


Tugasnya adalah sebagai berikut :
Segala sesuatu yang diperintahkan oleh Mualim I sesuai dengan fungsinya
sebagai seorang calon perwira dek diatas kapal.

F. BOAT SWAIN / JERANG :


Tugasnya adalah sebagai berikut :
- Sebagai pelaksanaan kapal kerja dibagian dek sesuai dengan order atau
perintah yang diberikan oleh Mualim I.
- Pemeliharaan kapal dan perawatan.
Jika pada keadaan memaksa, bersama – sama dengan anak buahnya
berkewajiban mempersiapkan sesuatu alat –alat perlengkapan untuk
keperluan pemuatan atau pembongkaran dan lain sebagainya.

G. CARPENTEE
Tugasnya adalah sebagai berikut :
- Mengukur tangki – tangki air, tangki balas
- Perawatan dan pemeliharaan kran – kran kamar mandi, wc dll.
- Melaksanakan tugas dalam penerimaan air.
- Sebagai tukang kayu berkewajiban untuk memperbaiki pintu – pintu
jendela, lemari – lemari dan pekerjaan yang sehubungan dengan tugasnya
sebagai tukang kayu.

H. DEK STORE KEEPER.


Tugasnya adalah sebagai berikut :
- Menyiapkan semua peralatan dan perlengkapan dalam hal pemuatan
pembongkaran muatan.
- Membuat tali – temali untuk tangga pandu.

I. QUARTER MASTER / JURU MUDI


Bertugas sebagai :
- Tugas jaga laut selama dalam pelayaran sesuai dengan giliran jaganya
serta membantu Mualim jaga apabila di pelabuhan.
- Menyiapkan alat –alat bongkar muat bersama – sama anak kapal lainnya..

J. SAILER / KELAS I
Tugasnya adalah :
- Membantu mualim juga untuk jaga laut selama dalam pelayaran sesuai
dengan giliran jaganya.
- Menyiapkan alat – alat bongkar muat, cleaning hatch, mengecet dan yang
ada hubunganya dengan perawatan serta pemeliharaan kapal.

K. CHIEP ENGINEER / KEPALA KAMAR MESIN


Tugasnya adalah :
- Penanggung jawab dalam kamar mesin.
- Memimpin engineer departemen
- Menyempurnakan renema kerja atau tata kerja di kamar mesin yang telah
disusun oleh Masinis I.
- Bertanggung jawab atas mesin – mesin di kapal.
- Mengawasi inventaris mesin dan administrasi inventaris mesin.

L. MASINIS I
Tugasnya :
- Sebagai pelaksanaan kerja di kamar mesin.
- Mengawasi tentang tata kerja mesin yang di kerjakan oleh bawahannya.
- Bertanggung jawab atas instalasi air conditioner dan melaksanakan
pekerjaan tersebut.

M. MASINIS II
Tugasnya :
- Bertanggung jawab mengenai motor tangki induk dengan segala
pemeliharaannya.
- Bertugas jaga laut selama dalam pelayaran, sesuai dengan giliran jaganya.

N. MASINIS III SENIOR


Tugasnya :
- Bertanggung jawab mengenai Motor bantu dengan segala
pemeliharaannya
- Di kenakan kerja harian karena tidak di tugaskan jaga laut selama dalam
pelayaran.

O. MASINIS III YUNIOR


Tugasnya :
- Membantu mengerjakan pekerjaan yang dilakukan oleh masinis III senior.
- Mengawasi persediaan bunker dan minyak pelumas dari mesin – mesin
kapal.
- Bertugas jaga laut selama dalam pelayaran.]

P. MASINIS IV SENIOR
Tugasnya :
- Bertanggung jawab mengenai pompa – pompa dikamar Mesin
- Bertugas jaga laut selama dalam pelayaran.

Q. MASINIS IV SENIOR
Tugasnya :
- Bertanggung jawab mengenai ketel / boiler dengan segala
pemeliharaannya.
- Dikenakan kerja harian dan tidak jaga laut selama dalam pelayaran

R. APPRENTICE ENGINEER / CADET MESIN


Tugasnya :
- Segala sesuatu yang diperintahkan oleh Masinis I sesuai dengan
fungsinya sebagai calon perwira mesin di atas kapal.

S. AHLI LISTRIK
Tugasnya :
- Bertanggung jawab mengenai semua alat – alat yang ada di atas kapal
yang digerakan oleh listrik.
- Memelihara dan merawat alat – alat tersebut di atas, membereskan
administrasinya.
- Didalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh ahli Listrik II.

T. FITTER
Tugasnya :
- Sebagai ahli, ia menerima order / perintah dari Masinis I.
- Memperbaiki mereparasi mesin – mesin yang bisa dikerjakan dengan alat
las dan bubut.
- Kalau keadaan memaksa dengan sangat, spart – sparts yang tidak tersedia
di kapal untuk mengerjakan tergantung kepada ukurannya

U. MANDOR MESIN
Tugasnya :
- Sebagai pelaksana kepala kerja / mandor sesuai dengan order atau
perintah yang diberikan oleh Masinis I.
- Tugasnya antara lain pemeliharaan dan perawatan mesin – mesin kapal.

Dibantu oleh
- Stor keeper engineer
- Menerima, menyimpan dan memelihara barang – barang / spare parts
dari mesin – mesin kapal.
- Membuat packing untuk mesin – mesin yang tidak ada persediannya.

Motor Driver :
Memperhatikan semua temperatur dan tekanan dari mesin yang sedang
berjalan, mengisi buku “Long Book Engine”

Olimah :
Sebagai juru minyak dari mesin yang sedang di jalankan selama dalam
pelayaran.

Wiper :
Sebagai pekerja mengecet mesin – mesin kapal.

V. RADIO OFFICE / MARKONIS


Tugasnya :
- Memimpin Radio Departemen
- Untuk Keselamatan Kapal
- Mencari hubungan telekomunikasi menerima atau mengirimkan berita.
- Merangkap pekerjaan – pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh
seorang puser diatas kapal.

W. CHIEF STEWARD (Kepala Bagian Perbekalan) :


Tugasnya :
- Memimpin catering departemen / bagian perbekalan.
- Mengatur semua akomodasi baik nakhoda, para perwira, bintara,
tamtama maupun penumpang diatas kapal.
- Menyediakan dengan cukup segala keperluan mengenai perbekalan
diatas kapal.
- Membuat daftar personel effect, apabila kapal singgah di pelabuhan –
pelabuhan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri untuk
penyelesaian clearence dengan petugas – petugas be cukai.

X. CHIEF COOKER (Juru Masak).


Memasak makanan, lauk pauk, sayur mayur dan lain – lain sesuai dengan
kebutuhan dengan menu yang ditetapkan oleh Chief Steward, dibantu oleh :

- Laundryaan :
Mencuci dan menyetrika pakaian nakhoda dan semua anak buah kapal
Mencuci dan menyetrika segala sesuatu yang selalu dipergunakan untuk
kebersihan ruangan dan sprei, kamar tidur dan lain – lain

- Steward / pelayan :
Melayani para perwira nakhoda apabila pada waktu sarapan pagi, makan
siang dan makan malam.
Melayani segala keperluan nakhoda dan anak buah kapal (ABK) apabila
diadakan acara makan bersama atau pesta.
- Pantryman.
Mengambil makanan / masakan yang telah siap dari tempat juru masak
dan menaruh pada ruangan pantry yang selanjutnya akan diambil oleh
para pelayan untuk melayani segala keperluan nakhoda dan perwira
dan penumpang kapal pada waktu acara makan.

PERJANJIAN KERJA LAUT (PKL)

Isi dari PKL (KUHD 401) :

A. Nama, Tanggal, dan Tempat Lahir Awak Kapal


B. Tempat dan Tanggal Dilakukan Perjanjian.
C. Dikapal mana ia akan Bekerja.
D. Perjalanan – perjalanan yang akan ditempuh.
E. Sebagai apa ia di pekerjakannya.
F. Tempat dan Tanggal mulai bekerja di Kapal.
G. Berapa Lama akan Bekerja.
H. Besarnya Upah

ISI PKL yang Sekarang :


A. Tanggal dilakukan perjanjian, Nama Pejabat Sipil, Nama dan Alamat Pengusaha,
Nama Tempat dan Tanggal Lahir Awak Kapal.
B. Tanggal mulai dan berakhirnya perjanjian.
C. Sebagai apakah dipekerjakan dan lamanya masa percobaan.
D. Kemungkinan meneruskan ikatan kerja tanpa memperbaharui perjanjian . disebut
Pasal 450.
E. Besarnya gaji pokok, juga disebut uang lembur, Tunjangan, Bantuan dan jaminan
sosial, tanpa disebut berapa dan bagaimana. Keharusan pengusaha menyediakan
makanan dan tempat tidur.
F. Kalau sakit atau kecelakaan dan tidak dapat bekerja biaya pemulangan atas beban
pengusaha tanpa alas an tepat pelaut secara sepihak memutuskan ikatan kerja
biaya pemulangan tanggungan sendiri.
G. Pembayaran ganti rugi kapal tenggelam atau hilang (kematian dan milik awak
kapal yang hilang).
H. Kiriman untuk keluarga.
I. Hukuman denda menurut Pasal 387.
J. Melakukan kewajiban dalam keadaan perang.
K. Jaminan sosial seperti : Cuti, Perawatan Kesehatan diatur Pengusaha.
3. Surat – Pas – Kapal Kecil / Kleine Pas :
Adalah Pas / Surat yang diberikan kepada kapal laut Indonesia yang
besarnya kurang dari 20 meter kubik dan bukan suatu kapal nelayan atau
kapal pesiar.

4. Surat – pas – Kapal Sementara :


Adalah Pas / Surat yang diberikan kepada kapal laut Indonesia yang
memenuhi syarat perundang-undangan, yang dibeli dan dibikin diluar
wilayah Indonesia (diluar negeri) yang dipesan melalui oleh Direktur
Jenderal Perhubungan Laut. Selama dalam pelayarannya dari luar negeri
ke Indonesia dapat diberikan oleh Konsulat Republik Indonesia setempat.
Surat Izin Berlayar / Surat Laut Sementara.

Bilamana telah tiba diwilayah Indonesia, surat laut sementara ini harus
secepatnya ditukar dengan surat laut, sesuai dengan keharusan tentang syarat-
syarat perdagangan kapal laut Indonesia.

Bilamana belum dapat diberikan, sedangkan kapal tersebut harus berlayar lagi,
dapat dimintakan kepada Dirjen PERLA – Surat Izin Berlayar Sementara.

II Surat – surat Kapal / Sertifikat Kapal :

14. Sertifikat Keselamatan Konstruksi Kapal Barang


( Cargo Ship Safety Contraction Certificate )

15. Sertifikat Keselamatan – Perlengkapan Kapal Barang


( Cargo Ship Safety Radio Telegraphy Certificate )

16. a. Sertifikat Keselamatan Telegrap radio di kapal


Barang.
( Cargo Ship Safety Radio Telegraphy Certificate)

c. Sertifikat Keselamatan Telephone radio didalam


kapal barang ( Cargo Ship Safety Telephony
Certificate ).

17. Sertifikat Keselamatan Kapal Penumpang


(Khusus untuk kapal-kapal penumpang )

18. Sertifikat Kesempurnaan


( Certificate of Seavos Witnes )

19. Sertifikat Pengangkutan Minyak Bumi


20. Sertifikat Kapal Penumpang

21. Sertifikat Garis Muatan

a. International
( International Load Line Certificate )

b. Sertifikat Garis Muat khusus Pelayaran dalam negeri.

22. Sertifikat International Pencegahan Pencemaran Oleh


Minyak
( International OU Pollution Prevention Certificate / Marpol
73 / 78 )

23. Sertifikat International Pencegahan Pencemaran oleh Bahan


Cair Beracun
( International Pollution Prevention Certificate for The
Carriage of Noxious Liquid Substances in Bulk )

24. Sertifikat Dana Jaminan Ganti Rugi Pencemaran Laut


( Certificate of Insurance or other Financial Security in
respect of civil liability for oil Pollution Damage )

25. Surat Laut dan Pas Kapal


a. Surat Laut tetap
b. Surat laut Sementara
c. Pas tahunan
d. Pas kecil

26. Surat Ukur

KAPAL LAYAK LAUT I. TAHAN LAUT


ZEE WARDIG – SEA WORTHY
II. SEMUA SURAT YANG
DIBUTUHKAN SUDAH ADA

I. ZEE WARDIG

1. Semua kebutuhan – kebutuhan geladak kapal telah cukup.


2. Semua kebutuhan-kebutuhan kamar mesin kapal telah
cukup dan semua mesin sudah dapat siap berlayar.
3. Perbekalan kapal cukup
4. Bunker cukup
5. Awak kapal cukup dan sudah ada dikapal
6. Air cukup

KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (CLA) INSA – KPI

PENGERTIAN DAN FUNGSI

1. Kesepakatan antara INSA cq Pengusaha dan KPI yang pada umumnya atau
semata – mata memuat syarat – syarat yang dirumuskan dan ditaati bersama.
2. Landasan Hukum KKB : UU No. 21 Tahun 1954.

Fungsi :
- Pedoman induk mengenai kewajiban dan hak karyawan maupun
pengusaha dan KPI, sehingga dapat dihindarkan tindakan sepihak
semena – mena.

- Sarana menciptakan ketenangan kerja karyawan dan kelangsungan


usaha Pengusaha.

Tujuan :
- Memperjelas dan mempertegas kewajiban dan hak karyawan, Pengusaha
dan KPI.

- Secara bersama menetapkan syarat – syarat kerja dan hubungan


ketenaga kerjaan yang belum diatur didalam peraturan perundang –
undangan, maupun peningkatan nilai syarat – syarat kerja yang sudah
diatur oleh undang – undang dan dirasakan tidak sesuai lagi.

- Mengatur tata cara penanganan keluh kesah (Grievance) dan perbedaan


pendapat antara karyawan dan pengusaha.

- Ringkasan KKb yang dituangkan dalam bentuk PKL dan merupakan


bagian tak terpisahkan dari KKB.

Klaim Terdiri Atas


(1). Klaim Kerusakan

(2). Klaim Kekurangan


DEEP SEA
Go. Down

Besarnya ganti rugi pengangkut

I. Menurut KUHD : Rp. 600,- / satu pasang barang

II. Menurut Hague Rules : $. 100,- / per pasang

III. Menurut Hague Visby


Rules : 20.000 Francs prepackage or unit or 30. Francs perkilo of
gross weight
Rp. 1920 / 640.000,-

IV. Menurut Hamburg


Convention : 835 units of account prepackage 2,5 unit of account
perkilogram of gross weight
Rp. 2670 / 890.000,-

V. Menurut International / National


Practices : Tergantung masing – masing B / L.

VI. Remarks : Ganti rugi diatur di dalam


- KUHD
- The Hague Rules
- The Hamburg Rules maupun
- Didalam praktek pengangkutan nasional / internasional

Klaim Kerusakan Terdiri Atas :

1. Kerusakan Yang Bersifat Fisik

Kerusakan muatan disini bersifat fisik seperti pecah, lecet, patah, dll yang terjadi
oleh karena peti jatuh, atau tertindih peti – peti yang lain.

2. Kerusakan Yang Bersifat Kehilangan Bobot

Kerusakan muatan disini oleh karena kehilangan bobot yang melebihi surat –
surat yang lazim disini barang muatan berkurang beratnya melebihi kekurangan
normal yang memberi petunjuk bahwa peti atau karung pembungkus barang itu
pecah atau rusak.

3. Kerusakan Yang Bersifat Ekonomis.

Kerusakan yang bersifat ekonomis dalam hal perbedaan harga atau perbedaan
mutu barang pada waktu barang dikapalkan dengan harga dan mutu barang yang
sama ketika tiba dipelabuhan tujuan.
Biasanya ini terjadi bila kapal tertunda karena mengalami deviasi atau kapal
rusak.
BAB VI CARTER KAPAL

Sewa-menyewa kapal dalam bentuk charter dapat dibagi atas beberapa jenis,
yaitu :

1. Carter tanpa awak (bareboat/demise charter) ;


2. Carter menurut waktu ( time charter);
3. Carter menurut perjalanan (voyage charter);

Berikut ini akan ditinjau secara ringkas masing-masing jenis


perjanjian carter.

1. Charter tanpa awak (bareboat charter/demise charter).


Jenis perjanjian ini beberapa penulis sepakat menggunakan
kata sewa-menyewa (bukan charter), karena kapal disewakan
tanpa perlengkapan apa pun, kecuali sekoci. Jadi kapal
disewa dalam keadaan kosong dan penyewa harus melengkapinya
dengan awak kapal, bahan bakar, asuransi dan perlengkapan
lainnya. Oleh karena itu penyewa harus bertindak seolah-olah
dia pemilik kapal. Di pihak lain, ada penulis yang
menyamakan kedua pengertian tersebut dengan tetap
menggunakan kata carter.

Akibatnya, pengaturan mengenai perjanjian ini juga terdapat


perbedaan pendapat. Para penulis yang sepakat menggunakan
kata sewa menyewa berpendapat bahwa ketentuan mengenai ini
tunduk kepada aturan KUH Perdata (pasal 1320). Sebaliknya,
para penulis yang memasukkan perjanjian ini ke dalam
golongan charter menyatakan bahwa ketentuan untuk perjanjian
ini sama dengan time charter, karena perjanjian ini
berlangsung untuk jangka waktu seperti pada perjanjian time
charter.

Pendapat tersebut timbul karena memang KUHD (yang dijadikan


dasar pengaturan bagi perjanjian ini) tidak mengatur tentang
bareboat charter. Sebagai konsekuensi dari perjanjian ini
adalah pihak penyewa memiliki kewajiban-kewajiban, seperti :
a. Mengadakan hubungan perjanjian kerja dengan awak kapal
b. Mengembalikan kapal kepada pemilik dalam kondisi sama
ketika dia mulai menyewa
c. Dapat menyewakan kapal tersebut kepada pihak ketiga

2. Carter menurut waktu (time charter).


Ketentuan mengenai charter kapal (menurut waktu dan
perjalanan) diatur dalam KUHD Buku II Bab V, dimulai dari
pasal 453.

Menurut pasal 453 KUHD charter menurut waktu adalah suatu


perjanjian timbal balik dalam mana pemilik kapal mengikatkan
diri dalam jangka waktu tertentu menyediakan sebagian,
sebuah, dan beberapa kapal kepada pencharter yang dilengkapi
perbekalan dan perlengkapan kapal untuk dioperasikan.

Pasal 453 s/d 459 mengatur kententuan umum mengenai charter,


sedangkan pasal 460 s/d 465 mengatur tentang charter menurut
waktu pasal 453 s/d 459 memuat tentang :

a. Charter party (pasal 453)


b. Perantara (pasal 455)
c. Sifat kebendaan (pasal 456)
d. Order kluasula (pasal 457)
e. Penyerahan kapal terlambat (pasal 458)
f. Penyelidikan kapal yang diserahkan pencarter (pasal
459).

Sedangkan pasal 460 s/d 465 mengatur (khusus charter) yang


berisikan :

a. Kewajiban pemilik kapal (pasal 460)


b. Upah tolong (pasal 461)
c. Berakhirnya perjanjian charter, karena beberapa sebab
(pasal 462 s/d 465).

3. Carter menurut perjalanan (voyage charter).


Mengenai charter perjalanan diatur juga dalam pasal 453,
yaitu suatu perjanjian timbal balik dalam mana pemilik kapal
mengikatkan diri untuk menyediakan sebagian ruang, sebuah,
dan beberapa kapal kepada pencharter untuk mengangkut orang
atau barang dalam satu perjanjian atau lebih.

Sedangkan mengenai hal-hal lain yang berkaitan dengan


charter ini, diatur dalam pasal 454 s/d 459 seperti halnya
perjanjian charter menurut waktu. Mengenai aturan yang lebih
rinci dimuat dalam pasal 466 KUHD dan seterusnya tentang
pengangkutan barang, karena charter perjanjian ini
digolongkan ke dalam pengangkutan laut pada umumnya. Hal-hal
lain yang dapat ditemui dalam charter kapal adalah hire
purchase dan Recharter.

CHARTER KAPAL.

Didalam prakteknya mengenai pengangkutan dilaut, dapat


dilaksanakan dalam dua jenis pengangkutan, yang mana
keduanya ini mempunyai pengaturannya tersendiri yaitu:

1. dengan menggunakan jurusan-jurusan tetap.


2. dengan cara mencharter kapal

Ad. 1: disebut juga dengan Reguler Liner Services yang


mempunyai ciri-ciri sebagao berikut:
1.1. adanya pengumuman tentang syarat-syarat pengangkutan.
1.2. adanya penetuan tarif-tarif untuk jurusan-jurusan yang
ditempuh

Diatut didalam Pasal 517 KUHD:

Apabila sipengangkut telah mengumumkan syarat-syarat tentang


pengangkutan dan tarif-tarif maka wajiblah ia menangkut
segala barang yang diterimanya kepadanya dan disebutkan
dalam syarat-syarat dan tarif-tarif ini, sekedar ruangan-
ruangan yang disediakan olehnya untuk trayek yang diminta
itu diperkenankannya.

Ad. 2: Charter Kapal adalah:


Jenis pengangkutan dilaut dengan cara penyediaan dan
penggunaan penyediaan kapal. (pencharteran kapal)

Diatur dalam Pasal 453 KUHD.

Macam-macam Charter Kapal:


1). Time Charter (charter menurut waktu)
2). Voyage Charter (charter menurut perjalanan)
3). Bareboat Charter
4). Hire purchase

ad 1: Pasal 453 (1) KUHD.


Charter menurut waktu:
Adalah persetujuan charter dengan mana pihak yang satu (si
yang mencharter kapal) mengikat diri untuk, selama suatu
waktu tertentu, kepada pihak lawannya (si pencharter)
dengan maksud untuk memakai kapal tersebut dalam
pelayaran dilautan guna keprluan pihak yang terakhir ini,
dengan pembayaran suatu harga, yang dihitung menurut
lamanya waktu.

Ad 2: Pasal 453 (2) KUHD


Charter menurut perjalanan:
Adalah persetujuan, dengan mana pihak yang satu )si yang
mencharter) mengikat diri untuk menyediakan sebuah kapal
tertentu, seluruhnya atau sebagian, kepada pihak lawannya
(si pencharter), dengan maksud untuk baginya mengangkut
orang-orang atau barang-barang melalui lautan, dalam satu
perjalanan atau lebih, dengan pembayaran suatu harga pasti
untuk pengangkutan ini

Ad 3: Bareboat charter
Adalah suatu bentuk perjanjian sewa menyewa kapal dimana
pihak pemilik kapal (si yang mencharterkan) menyerahkan
kapal kepada si penyewa tanpa awak kapal, jadi yang
melengkapkan kapal yaitu bahan bakar, air tawar dll adalah
si pencharter sendiri (kecuali bagian yang tetap kapal
seperti sekoci dll)

Ad 4: Hire Purchase
Adalah jenis charter kapal dimana si penchater, menyewa
kapal untuk suatu masa tertentu misalnya 3 tahun, dengan
ketentuan bahwa apabila kontrak kapal yang habis, maka kapal
yang bersangkutan menjadi milik si penyewa (si pencharter)

Istilah-istilah dalam charter kapal:

1. Recharter:
seorang pemilik kapal mempunyai hak untuk mencharterkan
kembali (to sublet) kapal yang telah dicharternya/disewanya
dari pemilik kapal kepada pihak lain yang ingin
mencharternya.

a). Recharter dengan Order Clausula.


Maka yang mencharter dapat memindahkan charter party
itu dengan enclosensut, yang berarti memindahkan hak
dan kewajiban sipencharter pertama kepada pencharter
kedua.

Disini C/P merupakan surat berharga. Lihat Pasal 457 KUHD

b). Recharter tanpa Order Clausula.


Maka yang dipindahkan pencharter pertama kepada
pencharter kedua adalah hak untuk mencharter saja,
sedangkan kewajiban terhadap pemilik kapal tetap
dibebankan pncharter pertama.

Pencharter pertama tetap bertanggung jawab kepada Shipowner


(pemilik kapal)

2. Charter Party:
Adalah akta tentang persetujuan charter didalam charter
biasanya dimuat ketentuan-ketentuan antara lain:
1. Nama-nama (alamat) dari pihak Ship owner dan charters.
2. Nama kapal dan hal-hal yang bersangkutan dengan kapal
(misal kecepatan kapal, pemakaian bahan bakar dll)
3. Tempat dan waktu pemuatan/pembongkaran barang
4. Jenis barang yang akan diangkut ( lawful merchandise
only)
5. Pemakaian kapal oleh pihak pencharter untuk tujuan-
tujuan yang sah (lawful nades)
6. Syarat-syarat pengangkutan dan tanggung jawab dari
masing-masing pihak.
7. pembatasan lalu lintas atau pelabuhan-pelabuhan yang
akan dimasuki
8. Prosedur pengajuan “notice of reachess” (pemberitahuan
tentang kesiapan kapal untuk berlayar) dari nahkoda.
9. Biaya charter dan syarat-syarat pembayarannya
10. lain-lain syarat yang diinginkan masing-masing pihak.

3. Laydays
Adalah wakti (hari) untuk pemuatan dan pembongkaran yang
ditentukan dalam perjanjian caster dimana charterers harus
memenuhi laydays yang ditentukan tersebut dalam pemuatan dan
pembongkaran barangnya misal: 10 hari. Layday ini disebutkan
didalam Voyage Charter

4. Demurrange dan Dispatch


Jika charter tidak dapat memuat barang dalam waktu laydays,
misalnya selesai muat dalam waktu 15 hari, maka untuk
kelebihan waktu yang 5 hari, charterers dikenakan dan harus
membayar

Demurrage yaitu: uang yang harus dibayar karena lampaunya


waktu dari yang sudah ditentukan sebagai akibat dari
dilanggarnya waktu yang telah ditentukan didalam
pemuatan/pembongkaran) lepada shipowner, karena kapal
terpaksa lebih lama berlabuh sehingga menimbulkan kerugian.
Dispatch yaitu: jika memuatan dapat diselesaikan lebih
kurang dari waktu yang ditentukan misalnya dapat
dimuat/selesai dalam waktu 8 hari maka shipowner membayar
dispacth kepada charterers.

KECELAKAAN KAPAL

Dalam pelayaran potensi untuk terjadinya bencana dan musibah yang


menimpa kapal sangat besar sehingga dapat menimbulkan kecelakaan
terhadap kapal. Keadaan seperti itu dapat terjadi karena ulah manusia
dan kejadian alamiah seperti kapal karam, kapal kandas, tubrukan
kapal. Apabila terjadi kecelakaan kapal dapat berakibat terhadap
penumpang dan barang sehingga perlu diberikan pertolongan dan
penyelamatan dan selanjutnya akan menimbulkan kerugian bagi para
pihak.

Tubrukan kapal adalah benturan, sentuhan, dan menabrak dua kapal


atau lebih satu sama lain ( Pasal 534 (2) KUHD ). Pengertian tersebut
oleh pasal 544 dan 544a KUHD diperluas, yaitu :

1. Jika suatu kapal melanggar atau tidak memenuhi ketentuan


perundangn – undangan meskipun tidak ada persentuhan dengan
kapal lain;
2. Jika suatu kapal menabrak benda lain yang bukan kapal, dapat
berupa benda bergerak atau tetap seperti rambu – rambu laut
lentera kapal dan dermaga.

Pengertian antara kapal karam dan kapal terdampar tidak diberikan


dalam KUHD, tetapi diatur dalam satu bagian ( title VII ). Kapal karam,
kapal pecah, dan kapal terdampar meskipun secara empiris berbeda
pengertiannya, namun secara yurisdis memiliki akibat hukum yang
sama, yaitu dalam pertolongan, penyelamatan, dan penemuan barang –
barang dilaut. Dalam KUHD hanya dibedakan dalam hal tempat
kejadian di tanah pantai atau dibagian luar ( lepas pantai, dilaut ).
Dengan terjadinya peristiwa tubrukan, karam, pecah, dan terdampar
perlu diambil tindakan-tindakan pertolongan terhadap penumpang dan
penyelamatan barang – barang. Pertolongan orang dan penyelamatan
barang diatur dalam KUHD dan Konvensi Internasional di Brussel pada
tanggal 27 Mei 1967, yaitu Internasional Convention for The Unification
of Certain Rules of Law Relating to Asstance and Salvage at Sea.

Kecelakaan kapal dapat menimbulkan kerugian bagi pihak – pihak yaitu


pemilik kapal, penumpang dan pemilik barang. Oleh karena itu perlu
diatur kerugian macam apa yang timbul dan siapa yang memikul
tanggung jawab. Menurut KUHD kerugian yang muncul dari pelayaran
ada dua macam yaitu pertama, kerugian umum ( avarey grosse ) ialah
kerugian laut yang bermanfaat bagi kapal dan muatan. Kedua, kerugian
khusus ialah kerugian yang hanya meliputi kapal itu sendiri atau
barang – barang muatan itu sendiri ( Pasal 698 – Pasal 701 KUHD ).

Tanggung Jawab Untuk Mengganti


Kerugian :

1. Apabila timbulnya tubrukan kapal karena :

a. Kebetulan (toeval)
b. Overmacht (keadaan memaksa)
c. Adanya sifat keragu – raguan tentang adanya tubrukan
(atau yang menyebabkan adanya tubrukan)

Maka dalam ke -3 hal tersebut diatas tidak ada pihak yang


salah. Dan oleh karena tidak ada yang salah, maka kerugian
ini dipikul mereka yang menderitanya. (Pasal 535 KUHD)

2. Apabila timbulnya tubrukan disebabkan karena adanya


kesalahan pada salah satu pihak, atau adanya kesalahan pada
kapal lain, maka pihak pengusaha kapal yang berbuat salah,
harus bertanggung jawab untuk seluruh kerugian (Pasal 536
KUHD).

3. Apabila terjadinya tubrukan kapal itu karena adanya


kesalahan dari kedua belah pihak (schuld van wederjijde),
maka para pengusaha kapal dari masing-masing kapal yang
bertabrakan itu harus bertanggung jawab, masing-masing
seimbang dengan beratnya kesalahan-kesalahan yang
diperbuat oleh kedua belah pihak (Pasal 537 KUHD).

KLAIM
Klaim Terdiri Atas

(1). Klaim Kerusakan

(2). Klaim Kekurangan

Klaim Kerusakan Terdiri Atas :

1. Kerusakan Yang Bersifat Fisik

Kerusakan muatan disini bersifat fisik seperti pecah, lecet, patah, dll yang terjadi
oleh karena peti jatuh, atau tertindih peti – peti yang lain.

2. Kerusakan Yang Bersifat Kehilangan Bobot

Kerusakan muatan disini oleh karena kehilangan bobot yang melebihi surat –
surat yang lazim disini barang muatan berkurang beratnya melebihi kekurangan
normal yang memberi petunjuk bahwa peti atau karung pembungkus barang itu
pecah atau rusak.

3. Kerusakan Yang Bersifat Ekonomis.

Kerusakan yang bersifat ekonomis dalam hal perbedaan harga atau perbedaan
mutu barang pada waktu barang dikapalkan dengan harga dan mutu barang yang
sama ketika tiba dipelabuhan tujuan.
Biasanya ini terjadi bila kapal tertunda karena mengalami deviasi atau kapal
rusak.

TUBRUKAN KAPAL ( AANUARING / COLLISION )

Diatur didalam Pasal 534 s/d 544 A KUHD

Penubrukan ialah:
Tubrukan atau penyentuhan antara kapal-kapal satu sama lain.
Macamnya penubrukan kapal:
1. Tubrukan kapal yang sesungguhnya (eigenlijke aanvaring)
ialah suatu tubrukan atau pesentuhan kapal yang terjadi
antara kapal yang satu dengan kapal yang lain (pasal 534
(2) KUHD). Yang dimaksud dengan kapal haruslah diartikan
seperti rumusan Pasal 309 KUHD (1) – secara luas.

2. Tubrukan kapal yang tidak sesungguhnya (coneigenlijke


aanvaring) ialah tubrukan kapal atau persentuhan kapal
yang terjadi antara kapal yang satu tapi yang lainnya
bukan kapal melainkan jembatan,

Tanggung jawab untuk mengganti kerugian:

1. Apabila timbulnya tubrukan kapal karena :

d. Kebetulan (toeval)
e. Overmacht (keadaan memaksa)
f. Adanya sifat keragu – raguan tentang adanya tubrukan
(atau yang menyebabkan adanya tubrukan)

Maka dalam ke-3 hal tersebut diatas tidak ada pihak yang
salah. Dan oleh karena tidak ada yang salah, maka
kerugian ini dipikul mereka yang menderitanya.
(Pasal 535 KUHD).

2. Apabila timbulnya tubrukan disebabkan karena adanya


kesalahan pada salah satu pihak, atau adanya kesalahan
pada kapal lain, maka pihak pengusaha kapal yang berbuat
salah, harus bertanggung jawab untuk seluruh kerugian
(Pasal 536 KUHD).
3. Apabila terjadinya tubrukan kapal itu karena adanya
kesalahan dari kedua belah pihak (schuld van
wederjijde), maka para pengusaha kapal dari masing-
masing kapal yang bertabrakan itu harus bertanggung
jawab, masing-masing seimbang dengan beratnya kesalahan-
kesalahan yang diperbuat oleh kedua belah pihak (Pasal
537 KUHD).

Tanggung Jawab Untuk Mengganti


Kerugian :

1. Apabila timbulnya tubrukan kapal karena :

a. Kebetulan (toeval)
b. Overmacht (keadaan memaksa)
c. Adanya sifat keragu – raguan tentang adanya tubrukan
(atau yang menyebabkan adanya tubrukan)
Maka dalam ke -3 hal tersebut diatas tidak ada pihak yang
salah. Dan oleh karena tidak ada yang salah, maka kerugian
ini dipikul mereka yang menderitanya. (Pasal 535 KUHD)

2. Apabila timbulnya tubrukan disebabkan karena adanya


kesalahan pada salah satu pihak, atau adanya kesalahan pada
kapal lain, maka pihak pengusaha kapal yang berbuat salah,
harus bertanggung jawab untuk seluruh kerugian (Pasal 536
KUHD).

3. Apabila terjadinya tubrukan kapal itu karena adanya


kesalahan dari kedua belah pihak (schuld van wederjijde),
maka para pengusaha kapal dari masing-masing kapal yang
bertabrakan itu harus bertanggung jawab, masing-masing
seimbang dengan beratnya kesalahan-kesalahan yang
diperbuat oleh kedua belah pihak (Pasal 537 KUHD).

KECELAKAAN KAPAL

Dalam pelayaran potensi untuk terjadinya bencana dan musibah yang


menimpa kapal sangat besar sehingga dapat menimbulkan kecelakaan
terhadap kapal. Keadaan seperti itu dapat terjadi karena ulah manusia
dan kejadian alamiah seperti kapal karam, kapal kandas, tubrukan
kapal. Apabila terjadi kecelakaan kapal dapat berakibat terhadap
penumpang dan barang sehingga perlu diberikan pertolongan dan
penyelamatan dan selanjutnya akan menimbulkan kerugian bagi para
pihak.

Tubrukan kapal adalah benturan, sentuhan, dan menabrak dua kapal


atau lebih satu sama lain ( Pasal 534 (2) KUHD ). Pengertian tersebut
oleh pasal 544 dan 544a KUHD diperluas, yaitu :

3. Jika suatu kapal melanggar atau tidak memenuhi ketentuan


perundangn – undangan meskipun tidak ada persentuhan dengan
kapal lain;
4. Jika suatu kapal menabrak benda lain yang bukan kapal, dapat
berupa benda bergerak atau tetap seperti rambu – rambu laut
lentera kapal dan dermaga.

Pengertian antara kapal karam dan kapal terdampar tidak diberikan


dalam KUHD, tetapi diatur dalam satu bagian ( title VII ). Kapal karam,
kapal pecah, dan kapal terdampar meskipun secara empiris berbeda
pengertiannya, namun secara yurisdis memiliki akibat hukum yang
sama, yaitu dalam pertolongan, penyelamatan, dan penemuan barang –
barang dilaut. Dalam KUHD hanya dibedakan dalam hal tempat
kejadian di tanah pantai atau dibagian luar ( lepas pantai, dilaut ).
Dengan terjadinya peristiwa tubrukan, karam, pecah, dan terdampar
perlu diambil tindakan-tindakan pertolongan terhadap penumpang dan
penyelamatan barang – barang. Pertolongan orang dan penyelamatan
barang diatur dalam KUHD dan Konvensi Internasional di Brussel pada
tanggal 27 Mei 1967, yaitu Internasional Convention for The Unification
of Certain Rules of Law Relating to Asstance and Salvage at Sea.

Kecelakaan kapal dapat menimbulkan kerugian bagi pihak – pihak yaitu


pemilik kapal, penumpang dan pemilik barang. Oleh karena itu perlu
diatur kerugian macam apa yang timbul dan siapa yang memikul
tanggung jawab. Menurut KUHD kerugian yang muncul dari pelayaran
ada dua macam yaitu pertama, kerugian umum ( avarey grosse ) ialah
kerugian laut yang bermanfaat bagi kapal dan muatan. Kedua, kerugian
khusus ialah kerugian yang hanya meliputi kapal itu sendiri atau
barang – barang muatan itu sendiri ( Pasal 698 – Pasal 701 KUHD ).

Sedangkan Pasal 460 s/d 465 mengatur (khusus charter) yang


berisikan :

d. Kewajiban pemilik kapal (Pasal 460)


e. Upah tolong (Pasal 461)
f. Berakhirnya perjanjian charter, karena beberapa sebab
(Pasal 462 s/d 465).
4. Carter menurut perjalanan (voyage charter).
Mengenai charter perjalanan diatur juga dalam pasal 453,
yaitu suatu perjanjian timbal balik dalam mana pemilik kapal
mengikatkan diri untuk menyediakan sebagian ruang, sebuah,
dan beberapa kapal kepada pencharter untuk mengangkut orang
atau barang dalam satu perjanjian atau lebih

Sedangkan mengenai hal-hal lain yang berkaitan dengan


charter ini, diatur dalam pasal 454 s/d 459 seperti halnya
perjanjian charter menurut waktu. Mengenai aturan yang lebih
rinci dimuat dalam pasal 466 KUHD dan seterusnya tentang
pengangkutan barang, karena charter perjanjian ini
digolongkan ke dalam pengangkutan laut pada umumnya. Hal-hal
lain yang dapat ditemui dalam charter kapal adalah hire
purchase dan Recharter.

General Average :

Sistem distribusi / pembagian ___ ____ para pihak yang


terkait dalam _____________ Jalanan, kapal (

Anda mungkin juga menyukai