Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kardiovaskuler terdiri dari dua suku kata yaitu cardiac dan vaskuler. Cardiac
yang berarti jantung dan vaskuler yang berarti pembuluh darah. Dalam hal ini
mencakup sistem sirkulasi darah yang terdiri dari jantung komponen darah dan
pembuluh darah. Pusat peredaran darah atau sirkulasi darah ini berawal dijantung,
yaitu sebuah pompa berotot yang berdenyut secara ritmis dan berulang 60-
100x/menit. Setiap denyut menyebabkan darah mengalir dari jantung, ke seluruh
tubuh dalam suatu jaringan tertutup yang terdiri atas arteri, arteriol, dan kapiler
kemudian kembali ke jantung melalui venula dan vena yang berfungsi memberikan
menyuplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh yang di perlukan dalam
proses metabolisme tubuh. Sistem kardivaskuler memerlukan banyak mekanisme
yang bervariasi agar fungsi regulasinya dapat merespon aktivitas tubuh, salah
satunya adalah meningkatkan aktivitas suplai darah agar aktivitas jaringan dapat
terpenuhi. Pada keadaan berat, aliran darah tersebut, lebih banyak di arahkan pada
organ-organ vital seperti jantung dan otak yang berfungsi memelihara dan
mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri.

Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler yang terletak


pada rongga dada tepat di belakang sternum , diantara kedua paru. Fungsi
utama jantung adalah memompa darah keseluruh tubuh melalui pembuluh aorta dan
arteri pulmonalis. Setiap hari jantung dapat memompa sekitar 7.000 L darah dan
berkontraksi sekitar 2,5 miliar kali.

Jantung membawa darah yang mengandung oksigen dan zat gizi lainnya ke
jaringandan membawa darah ke paru-paru. Setelah darah kembali ke atrium kanan
dari vena cava selanjutnya mengalir melewati katup trikuspidalis ke ventrikel kanan,
selanjutnya dipompa melalui katup pumonalis ke dalam arteri pulmonalis dan
kapilerpulmonalis. Setelah darah dioksigenasi kemudian akan masuk ke atrium kiri
dan melalui katup mitral ke dalam ventrikel kiri dan selanjutnya dipompa ke dalam
aorta.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem kardiovaskuler merupakan sistem yang memberi fasilitas proses
pengangkutan berbagai substansi dari dan ke sel-sel tubuh. Sistem ini terdiri dari
organ penggerak yang disebut jantung, sistem saluran yang terdiri dari arteri yang
mergalirkan darah dari jantung, dan vena yang mengalirkan darah menuju jantung.

Anatomi Jantung

Jantung manusia berbentuk seperti kerucut dan berukuran sebesar kepalan


tangan terletak di rongga dada sebelah kiri. Jantung terletak di dalam rongga
mediastinum dari rongga dada diantara kedua paru. Dinding jantung terdiri dari 3
lapis :

1. Endokardium, lapisan endotel tipis yang langsung kontak dengan darah.


2. Miokardium, lapisan tengah terdiri dari otot.
3. Epikardium, lapisan luar yang dibungkus oleh perikardium.

Terdapat selaput yang melapisi jantung yang disebut perikardium, terdiri dari
dua lapisan, yaitu perikardium parietalis yang merupakan lapisan luar melekat pada
tulang dada dan paru, perikardium viseralis merupakan lapisan permukaan jantung/
epikardium. Jantung manusia merupakan organ berongga yang memiliki 2 atrium dan
2 ventrikel. Ventrikel kanan dan kiri yang berfungsi sebagai ruang pompa utama.
Atrium kanan dan kiri berfungsi untuk memompa darah dari sirkulasi menuju ke
ventrikel.
Atrium merupakan saluran dan pompa pertama ke ventrikel, sementara
ventrikel berfungsi sebagai pompa utama. Ventrikel kanan menerima darah dari vena
sistemik (yang sedikit oksigen) dan memompa ke sirkulasi pulmonal , sementara
ventrikel kiri menerima darah dari vena pulmonal (yanag banyak oksigen) yang
memompa ke sirkulasi sistemik. Katup-katup jantung mengalirkan darah secara

2
langsung ke setiap bagian jantung. Kerja dari pompa jantung adalah kesatuan kerja
yang berlangsung secara elektrik dan mekanik.
Jantung terdiri dari otot-otot stria yang secara khusus dilindungi oleh jaringan
konektif dan tulang. Otot-otot jantung dibagi menjadi atrium, ventrikel, pacemaker,
serta sel-sel konduktif. Rangsangan secara alamiah dari otot-otot jantung itu sendiri
serta struktur yang unik membuat jantung berfungsi sebagai pompa yang sangat
efisien. Resistensi yang lambat terjadi berturut-turut antara sel-sel otot jantung itu
sendiri yang kemudian menjadi cepat dan menghantarkan aktifitas listrik pada setiap
bagian jantung.
Jantung memiliki sifat inotropik (kontraktil), dromotropik (konduktif),
kronotropik (ritmik), lusitropik (relaksasi) dan bathmotropik (mudah terangsang).
Aktifitas kontraksi jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh selalu didahului
oleh aktifitas listrik. Aktifitas listrik jantung mulai dihantarkan dari sebuah atrium ke
atrium yang lain dan dari satu ventrikel ke ventrikel yang lain melalui sebuah jalur
konduksi spesifik. Aktifitas listrik ini dimulai pada nodus sinoatrial (nodus SA) yang
terletak pada celah antara vena cava superior dan atrium kanan. Pada nodus SA
mengawali gelombang depolarisasi secara spontan sehingga menyebabkan timbulnya
potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel otot atrium, nodus atrioventrikuler
(nodus AV), berkas His, serabut Purkinje dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel

Gambar 1. Jantung

Potensial Aksi Jantung

Aktifitas listrik jantung merupakan akibat dari perubahan permeabilitas


membran sel, yang memungkinkan pergerakan ion-ion melalui membran tersebut.

3
Dengan masuknya ion-ion ini, maka muatan listrik sepanjang membran mengalami
perubahan yang relatif. Terdapat 3 ion yang mempunyai fungsi penting dalam
elektrofisiologi sel yaitu : K+, Na+, dan Ca2+.

Membran sel otot-otot jantung secara normal permeabel untuk K+ tapi relatif
impermeabel untuk Na+. Membran yang mengandung Na+-K+ Adenosine
Triphosphate (ATP) mengandung konsentrasi K+ di dalam sel lebih tinggi dan
melakukan pertukaran dengan Na+yang lebih banyak berada di luar sel. Konsentrasi
sodium dalam sel dijaga agar tetap rendah, sedang konsentrasi potassium di dalam
sel dijaga agar tetap tinggi dibandingkan pada ruang ekstraseluler. Impermeabilitas
relatif dari membran untuk kalsium juga dijaga agar tetap tinggi diruang ekstrasel
untuk ke sitoplasma.

Dalam keadaan istirahat sel-sel otot jantung mempunyai muatan positif


dibagian luar sel dan muatan negatif dibagian dalam sel. Perbedaan muatan antara
bagian luar dan bagian dalam sel disebut resting membrane potential. Bila sel
dirangsang akan terjadi perubahan muatan. Didalam sel menjadi positif sedangkan
diluar sel menjadi negatif. Proses terjadinya perubahan muatan akibat rangsangan
disebut depolarisasi. Selanjutnya sel berusaha kembali pada keadaan semula, proses
ini dinamakan repolarisasi. Seluruh proses tersebut dinamakan aksi potensial. Aksi
potensial tersebut dapat disebabkan oleh rangsangan listrik, kimia, mekanik, dan
termis.

Perpindahan K+ keluar sel dan penurunan konsentrasinya dalam sel membuat


keadaan dalam sel menjadi kurang positif. Sebuah potensial aksi listrik terjadi
melintasi membran, dimana keadaan dalam sel menjadi lebih negatif dibanding
keadaan di luar sel, karena keluarnya anion K+. Sehingga potensial istirahat membran
menggambarkan keseimbangan antara dua ruang tersebut dimana perpindahan K+
menurunkan konsentrasi K+ dalam sel dan aktifitas listrik yang negatif dari ruang
intraseluler menjadi positif hanya dengan ion potassium.

Potensial istirahat dari membran sel-sel ventrikel secara normal adalah -80
sampai dengan -90 mV. Dibanding dengan jaringan yang lain (otot skelet dan saraf)
ketika potensial membran sel menjadi negatif dan menghasilkan nilai yang rendah,
sebuah potensial aksi yang lebih karakteristik (depolarisasi) terjadi. Potensial aksi yang
segera terjadi pada membran sel otot-otot jantung menjadi +20 mV.

4
Dibandingkan dengan potensial aksi pada serabut saraf, puncak dari potensial
aksi pada jantung diikuti oleh adanya fase plateau yang berlangsung sekitar 0,2-0,3
detik. Jika pada potensial aksi otot skelet dan saraf ditandai oleh terbukanya fast
sodium channel pada membran sel, pada otot jantung ditandai tidak hanya oleh
terbukanya fast sodium channel (spike) saja tapi juga oleh pembukaan slow sodium
channel (plateau).
Depolarisasi juga terjadi melalui penurunan yang cepat pada permeabilitas
potassium. Dengan mengembalikan permeabilitas potassium pada keadaan normal dan
menutup sodium serta kalsium channel maka hal tersebut dapat membuat keadaan
potensial membran sel menjadi normal kembali.

Setelah depolarisasi, sel-sel secara tipikal menjadi refrakter sehingga normal


kembali lewat perangsangan depolarisasi sampai fase 4. Masa refrakter yang efektif
adalah waktu minimum diantara 2 impuls depolarisasi yang terjadi pada konduksi cepat
otot-otot jantung, periode ini secara umum tidak berhubungan dengan lamanya aksi
potensial. Sebaliknya, masa refrakter yang efektif pada konduksi lambat sel otot
jantung dapat menyebabkan berakhirnya durasi dari potensial aksi.

Fase Nama Peristiwa yang terjadi Perpindahan ion


sel

0 Aktivasi Aktivasi cepat (pembukaan) Na+ channel Na+ masuk dan


menurunkan
permeabilitas

1 Awal repolarisasi Inaktivasi dari Na+ channel dan K+ keluar (IT0)


cepat peningkatan permeabilitas dari K+

2 Plateau Aktivasi lambat pada Ca2+channel Ca2+ masuk

3 Akhir Inaktivasi dari Ca2+ channel dan K+ keluar


repolarisasi peningkatan permeabilitas K+

4 Potensial istirahat Permeabilitas menjadi normal kembali K+ keluar, Na+


atau repolarisasi (sel-sel atrium dan ventrikel). Keluarnya masuk, Ca2+ masuk
diastolik ion intrinsik dari sodium secara lambat
atau mungkin juga Ca2+ kedalam sel
sehingga terjadilah depolarisasi spontan

Tabel 1. Potensial Aksi Jantung

5
Voltage-gate
Na+
T Ca2+
L Ca2+
K+
Keluar sementara
Seimbang kembali
Seimbang kembali dengan lambat
Ligand-gate K+ channel
Aktivasi Ca2+
Aktivasi Na+
ATP-sensitif
Aktivasi acetylcholine
Aktivasi asam arakhidonat

Tabel 2 Ion Channel Jantung

Kecepatan Konduksi Sinyal Otot Jantung

Kecepatan konduksi sinyal potensial aksi eksitatorik sepanjang serabut otot


atrium dan ventrikel sekitar 0,3 sampai 0,5 meter/detik, atau sekitar 1/250 kecepatan
konduksi di dalam serabut saraf yang sangat besar dan 1/10 kecepatan konduksi di
dalam serabut otot rangka. Kecepatan konduksi di dalam sistem konduksi jantung
khusus serabut Purkinje sekitar 4 meter/detik pada sebagian besar sistem tersebut.

Mekanisme Kontraksi

Kontraksi dari sel-sel otot jantung adalah hasil interaksi dari dua overlapping
protein kontraktil yang kaku, aktin dan miosin. Protein-protein ini terikat pada
posisinya masing-masing dimana setiap sel berperan pada saat kontraksi maupun
relaksasi. Sel-sel memendek terjadi ketika dua protein berinteraksi secara penuh dan
menutupi satu sama lain. Interaksi ini secara normal dicegah oleh dua regulasi protein,
troponin dan tropomiosin ; troponin terdiri dari 3 subunit, tropinin I, troponin C dan

6
troponin T. Troponin mempengaruhi kerja aktin pada interval yang teratur, sedangkan
tropomiosin mempengaruhi pusat dari struktur aktin. Peningkatan konsentrasi kalsium
dalam sel (dari 10-7 menjadi 10-5 mol/L), meningkatkan kontraksi ion kalsium yang
terikat pada troponin C. Hasil perubahan yang sesuai dalam regulasi protein ini
mengeluarkan bagian aktif dari aktin yang menyertai interaksi dari jembatan miosin
(terjadi overlapping). Bagian aktif dari fungsi miosin sebagai magnesium yang
bergantung pada ATP-ase dimana aktifitasnya meningkat melalui peningkatan
konsentrasi kalsium dalam sel. Waktu terjadinya berlangsung secara berturut-turut dan
terjadi pelepasan pada jembatan miosin melalui bagian aktif pada aktin. Adenosin
Triphosphate (ATP) digunakan selama waktu tersebut. Relaksasi terjadi jika kalsium
secara aktif dipompa kembali ke dalam Retikulum Sarkoplasma melalui Ca2+-Mg2+
ATPase, hasilnya akan menurunkan konsentrasi kalsium dalam sel bersamaan dengan
kompleks Troponin-Tropomiosin untuk mencegah interaksi antara aktin dan miosin.

Rangkaian Eksitasi-Kontraksi

Istilah eksitasi-kontraksi merujuk pada mekanisme saat potensial aksi


menyebabkan miofibril otot berkontraksi. Pada otot rangka jika potensial aksi menjalar
sepanjang membran otot jantung, potensial aksi akan menyebar ke bagian dalam
serabut otot jantung sampai ke membran tubulus transvesus (T). Potensial aksi tubulus
T selanjutnya bekerja pada membran tubulus sarkoplasmik longitudinal yang akan
menyebabkan pelepasan ion-ion kalsium ke dalam sarkoplasma otot dari retikulum
sarkoplasmik. Dalam seperbeberapa ribu detik berikutnya, ion kalsium ini akan
berdifusi ke dalam miofibril dan mengatalisis reaksi kimiawi yang mempermudah
pergeseran filamen aktin dan miosin satu sama lain yang akan menimbulkan kontraksi
otot.
Sejauh ini, mekanisme perangkat eksitasi-kontraksi ini sama dengan
mekanisme yang terjadi dalam otot rangka, namun ada efek kedua yang cukup
berbeda.selain ion kalsium yang dilepaskan dari sisterna retikulum sarkoplamik ke
dalam sarkoplasma otot, saat terjadi potensial aksi sebagian besar ion-ion kalsium
tambahan juga berdifusi ke dalam sarkoplama dari tubulus T. Sehingga jika tanpa
kalsium tambahan yang berasal dari tubulus T in, kekuatan kontraksi otot jantung ini
akan sangat menurun karena retikulum sarkoplamik otot jantung kurang berkembang
dibandingkan retikulum sarkoplasmik otot rangka dan tidak menyimpan kalsium yang
cukup untuk menimbulkan kontraksi penuh. Sebaliknya, tubulus T pada otot jantung

7
mempunyai 5 kali lebih besar daripada tubulus T pada otot rangka, yakni berarti
volumenya 25 kali lebih besar. Di dalam tubus T ditemukan sejumlah besar
mukopolisakarida yang bermuatan elektronegatif dan mengikat cadangan ion kalsium
yang sangat banyak agar ion kalsium selalu tersedia dan dapat berdifusi ke bagian
dalam serabut otot jantung saat terjadi potensial aksi pada tubulus T.
Kekuatan kontraksi otot jantung sangat bergantung pada konsentrasi ion
kalsium di dalam cairan ekstrasel karena calah tubulus T langsung melalui membran
sel otot jantung ke ruang ekstrasel yang mengelilingi sel sehingga cairan ekstraseluler
yang sama terdapat di dalam interstisium otot jantung melewati tubulus T. Hal ini akan
menyebabkan jumlah ion kalsium yang ada di dalam sistem tubulus T akan
menimbulkan kontraksi otot jantung.

Siklus Jantung

Siklus jantung didefenisikan sebagai hasil kesatuan kerja elektrik dan


mekanik. Peristiwa mekanik jantung (siklus jantung) berupa kontraksi, relaksasi, dan
perubahan aliran darah melalui jantung, terjadi akibat perubahan ritmis dari aktivitas
kelistrikan jantung. Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan
pengosongan isi) dan diastole (relaksasi dan pengisian jantung). Pengisian terbesar
pada masa diastolik terjadi secara pasif sebelum kontraksi atrium. Kontraksi atrium
secara normal hanya berperan 20-30% pada pengisian ventrikel.

Siklus tersebut dibagi menjadi:

 Kontraksi ventrikel isovolumetrik


 Ejeksi cepat
 Ejeksi lambat
 Relaksasi ventrikel isovolumetrik
 Pengisian ventrikel cepat
 Pengisian ventrikel lambat
 Sistol atrium

8
Gambar 3. Siklus Jantung

Tiga gelombang secara umum diidentifikasi sebagai gambaran pada tekanan


atrium. Gelombang a mengikuti systole atrium, gelombang c mengikuti kontraksi
ventrikel dan dapat dikatakan menyebabkan penonjolan katup AV ke dalam atrium.
Gelombang v mengacu pada tekanan yang dibuat oleh aliran balik vena sebelum katup
AV membuka kembali. Penurunan x adalah penurunan pada tekanan diantara
gelombang c dan v dan dapat dikatakan mengisi atrium melalui kontraksi ventrikel.
Inkompetensi dari katup AV pada bagian lain dari jantung mengakhiri penurunan x
pada sisi tersebut,menghasilkan penonjolan gelombang CV.

Penurunan y mengikuti gelombang v dan tampak menurun pada tekanan


atrium sebagai pembukaan katup AV. Simpul AV, pada akhir tekanan aorta berbentuk
insisura dan menggambarkan aliran balik segera ke dalam ventrikel kiri sebelum katup
aorta menutup.

9
Gambar Siklus Normal Jantung. Catatan bahwa terjadi korespondensi antara kerja
elektrik dan mekanik.

Hal-Hal yang Menentukan Keadaan Ventrikel

Diskusi tentang fungsi ventrikel biasanya mengacu kepada ventrikel kiri,


beberapa konsep digunakan juga untuk ventrikel kanan. Meskipun ventrikel kiri dan
kanan fungsinya seringkali dibicarakan secara terpisah, namun keduanya tidak saling
terpisah satu sama lain. Bagaimanapun, faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi
sistolik dan diastolik dapat dibedakan. Fungsi sistolik meliputi ejeksi ventrikel,
sementara fungsi diastolik berhubungan dengan pengisian ventrikel.

Fungsi sistolik ventrikel berhubungan erat dengan curah jantung yang dapat
didefenisikan sebagai jumlah darah yang dipompakan oleh jantung per menit.

10
Disamping fungsi kedua ventrikel secara berurutan, keluaran ventrikel secara normal
juga seimbang. Curah jantung dapat digambarkan sebagai berikut :

Cardiac output = Stroke Volume x Heart Rate

Dimana SV adalah stroke volume atau isi sekuncup (volume yang


dipompakan oleh jantung pada saat kontraksi) dan HR adalah denyut jantung. Cardiac
output rata-rata saat istirahat adalah 5,6 l/menit untuk laki-laki dan 4,9 l/menit untuk
perempuan. Untuk mengkompensasi variasi ini menurut ukuran tubuh kita, curah
jantung digambarkan dengan total permukaan tubuh : CI = CO
BSA

Dimana CI adalah Cardiac Indeks dan BSA adalah total dari permukaan
tubuh. BSA biasanya digunakan berdasarkan BB dan TB. Normal CI adalah 2,5-4,2
liter/menit/m2. Karena Cardiac Indeks (CI) yang normal mempunyai range yang luas,
maka hal ini secara relatif tidak sensitif untuk mengetahui ukuran ventrikel. Meski
demikian kelainan pada CI sebagian besar menggambarkan kelainan pada ventrikel.

Penilaian Fungsi Ventrikel

Penilaian Fungsi Ventrikel untuk melihat curah jantung atau isi sekuncup
dibanding preload dalam penggunaannya untuk mengevaluasi keadaan patologik dan
memahami terapi obat-obatan.

Gambar Kurva fungsi dari ventrikel kanan dan kiri

Diagram volume-tekanan ventrikel lebih banyak digunakan karena dissosiasi


kontraktilitas dari preload dan afterload. Dua titik yang diidentifikasi pada diagram ;
titik akhir sistolik (End sistolik point/ESP) dan titik akhir diastolik (EDP). Bentuk ini

11
mencerminkan fungsi sistole sedang yang lainnya lebih mencerminkan fungsi
diastole. Untuk beberapa keadaan yang diberikan kontraktilitas, setelah ESP berada
pada garis yang sama, contohnya, hubungan antara End-Sistole Volume dan End
Sistolic pressure adalah konstan.

Fraksi Ejeksi

Fraksi ejeksi (EF) adalah bagian dari darah yang dikeluarkan oleh ventrikel
kiri selama kontraksi atau fase ejeksi dari siklus jantung atau sistol. Fraksi ejeksi
ventrikel, fraksi dari volume akhir diastolik ventrikel banyak digunakan di klinik
untuk mengetahui fungsi sistolik. EF dapat dihitung dengan rumus berikut :

EF = EDV-ESV
EDV

Dimana EDV adalah volume diastolik ventrikel kiri dan ESV adalah volume
akhir sistolik. EF yang normal diperkirakan 0,67 ± 0,08. Pengukuran ini dapat dibuat
pada saat preoperatif dari kateterisasi jantung, studi radionukleotide atau transthoracic
(TEE). Kateter arteri pulmonal dengan pengukuran cepat berupa respon suhu disertai
pengukuran EF ventrikel kanan. Sayangnya, peningkatan resistensi arteri pulmonal,
menurunkan EF pada ventrikel kanan, dapat mencerminkan afteload daripada
kontraktilitas.

Denyut Jantung

Denyut jantung merupakan fungsi intrinsik dari nodus SA (depolarisasi


spontan) tetapi dipengaruhi oleh faktor autonomik, humoral dan lokal. Nilai normal
intrinsik dari simpul SA pada orang dewasa muda adalah 90-100 kali/menit, tapi
menurun seiring dengan pertambahan usia mengikuti rumus :

Normal intrinsic heart rate = 118 beats / min – (0,57 x age)

Terjadinya aktifitas vagal memperlambat denyut jantung dengan jalan


merangsang reseptor kolinergik M2, sementara aktifitas simpatis meningkatkan denyut
jantung utamanya melalui aktivasi reseptor β-1 adrenergik dan reseptor β-2 adrenergik.
Pada saat dalam kondisi istirahat pengaruh vagal lebih dominan dari pada pengaruh
simpatetik.

12
Gambar Hubungan antara denyut jantung dan Cardiac Indeks

Isi Sekuncup

Stroke volume normalnya dipengaruhi oleh tiga faktor mayor: preload,


afterload, dan kontraktilitas. Preload adalah panjang otot sebelum kontraksi
sedangkan afterload adalah tekanan yang dihadapi otot untuk berkontraksi.
Kontraktilitas adalah properti intrinsik dari otot yang berhubungan dengan kekuatan
kontraksi tetapi tidak dipengaruhi oleh preload dan afterload. Karena jantung adalah
pompa multiruangan tiga dimensi, bentuk geometrik dan disfungsi valvular juga dapat
mempengaruhi stroke volume.

Preload

Afterload

Kontraktilitas

Abnormalitas pergerakan membran

Disfungsi Katup

Tabel Faktor-faktor utama yang mempengaruhi Isi Sekuncup Jantung

Preload

Preload ventricular adalah volume akhir diastolik, yang dipengaruhi oleh


pengisian ventrikel. Hubungan antara cardiac output dan volume akhir diastolic
ventrikel kiri dikenal sebagai hukum Starling dari jantung. Sebagai catatan bahwa
denyut jantung adalah konstan, maka curah jantung secara langsung langsung
proporsinya berhubungan dengan preload, dibawah volume akhir diastolik dimana
jangkauannya terlalu luas. Sementara itu, curah jantung tidak mengalami perubahan-

13
atau mungkin malah mengalami penurunan. Pemanjangan yang berlebihan dari
ventrikel yang lain menyebabkan dilatasi berlebihan dan inkompetensi dari katup-
katup AV.

Gambar Hukum Starling Pada Jantung

Pengisian ventrikel dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, terutama


venous return. Faktor-faktor lain seperti tekanan intrathoraks, postur tubuh dan tekanan
perikardial, yang mempengaruhi kembalinya darah ke jantung juga berpengaruh
terhadap pengisian ventrikel. Denyut jantung dan ritme jantung juga dapat
mempengaruhi preload ventrikel. Peningkatan denyut jantung berhubungan dengan
penurunan diastole yang lebih tinggi dari pada sistol, sehingga pengisian ventrikel
menjadi terganggu pada denyut jantung yang tinggi (>120x/menit pada manusia
dewasa. Hilangnya kontraksi atrial (fibrilasi atrial), kontraksi atrial yang tidak efektif
(flutter atrial) atau perubahan timing dari kontraksi atrial (ritme junctional) juga dapat
mengurangi pengisian ventrikel 20-30%.

Afterload

Afterload dari jantung umumnya disamakan dengan tekanan dinding ventrikel


saat sistol atau impedansi arterial terhadap ejeksi. Tekanan pada dinding ventrikel
dapat didefenisikan sebagai tekanan dari ventrikel yang didapat melalui penurunan
kavitas. Jika ventrikel digambarkan menurut hukum laplace :

Sirkumferensial stress = P x R
2xH

14
Dimana P adalah tekanan dalam ventrikel, R adalah jari-jari ventrikel dan H
adalah tebal dinding ventrikel. Meskipun normalnya ventrikel biasanya berbentuk
ellips, hubungan ini masih sering digunakan. Peningkatan jari-jari ventrikel,
peningkatan tekanan pada dinding ventrikel dapat meningkatkan tekanan ventrikel.
Jadi, penebalan dinding ventrikel menurunkan tekanan pada dinding ventrikel. Cardiac
output berhubungan terbalik dengan afterload. Karena dindingnya lebih tipis, ventrikel
kanan lebih sensitif terhadap perubahan dari afterload.

Tekanan sistolik dalam ventrikel bergantung pada sejumlah kontraksi ventrikel


; viskoelastisitas dari aorta, cabang-cabang proksimal dan darah (viskositas dan
densitas) serta Systemic Vascular Resistance (SVR). Faktor arteriole adalah penentu
utama pada SVR. Karena viskoelastisitas aorta secara umum konstan pada beberapa
pasien, afterload dari ventrikel biasanya diketahui secara klinis dengan SVR, yang
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

SVR = 80 x MAP – CVP


CO

Dimana MAP adalah tekanan arteri rata-rata dalam milimeter merkuri, CVP
adalah tekanan vena sentral dalam milimeter merkuri dan CO adalah curah jantung
dalam liter per menit. Normal SVR adalah 900 – 1500 dynes.detik.cm-5. Tekanan darah
systole dapat digunakan sebagai taksiran dari overload ventrikel kiri pada keadaan
perubahan secara kronik dalam ukuran, bentuk atau penebalan dinding ventrikel atau
perubahan secara akut pada resistensi vaskuler sistemik. Beberapa ahli klinik
menggunakan CI. CO dihitung dalam Indeks Resistensi Vaskuler Sistemik (SVRI), jadi
SVRI = SVR x BSA.
Afterload ventrikel kanan sebagian besar bergantung pada resistensi pada
pulmonum digambarkan dengan persamaan :

PVR = 80 x PAP – LAP


CO

Dimana PAP adalah tekanan rata-rata arteri pulmonal dan LAP adalah
tekanan atrium kiri. Dalam prakteknya, PCWP biasanya digunakan untuk
memperkirakan LAP. Normal PVR adalah 50-150 dyne.sec.cm-5.

15
Curah jantung berhubungan dengan afterload. Ventrikel kanan lebih sensitif
mengalami perubahan pada keadaan afterload dibanding ventrikel kiri karena bentuk
dindingnya lebih tipis.

Kontraktilitas

Kontraktilitas jantung (efek inotropik) adalah aktifitas intrinsik myocardium


pada keadaan-keadaan dimana terjadi perubahan pada preload atau afterload.
Kontraktilitas berhubungan dengan pemendekan dari sejumlah otot-otot jantung dan
hal tersebut bergantung pada konsentrasi kalsium dalam sel selama sistole. Peningkatan
dari denyut jantung dapat meningkatkan kontraktilitas pada beberapa kondisi, karena
adanya peningkatan dari kalsium intrasel. Hilangnya massa otot jantung (iskemia atau
infark) serta pengaruh neural (saraf simpatetik), hormonal (catecholamine) dan
farmakologikal (obat-obat simpatomimetik dan obat anestesi) dapat mengubah
kontraktilitas jantung.

Kontraktilitas dapat berubah dengan adanya faktor humoral, neural dan


farmakologik. Aktifitas saraf-saraf simpatis secara normal memiliki efek yang sangat
penting pada kontraktilitas. Serat saraf simpatis mempersarafi otot-otot atrium dalam
ventrikel seperti simpai jaringan. Sebagai tambahan pada keadaan kronotropik positif,
pengeluaran norepinefrin meningkatkan kontraktilitas melalui aktivasi reseptor β-1.
Reseptor-reseptor adrenergik bukan hanya didapatkan pada myocardium tapi terdapat
juga sejumlah kecil pengaruh inotropik positif atau pengaruh efek kronotropik. Obat-
obat simpatomimetik dan sekresi epinefrin serta glandula adrenal cara kerjanya serupa
yaitu untuk meningkatkan kontraktilitas melalui aktivasi reseptor β-1.

Kontraktilitas jantung dapat ditekan pada keadaan anoksia, asidosis


berkurangnya katekolamin dari tempat penyimpanan dari reseptor di jantung dan
hilangnya fungsi dari massa otot yang menyebabkan terjadinya iskemia atau infark.
Obat-obat anestesi dan obat-obat antibiotik kebanyakan berefek inotropik negatif
(misalnya, dapat meningkatkan kontraktilitas)

Penilaian Fungsi Diastolik

16
Perubahan pada tekanan ventrikel selama sistole (dP/dt) didefenisikan
sebagai derivat pertama dari kurva tekanan ventrikel dan seringkali digunakan sebagai
pengukuran untuk kontraktilitas. Kontraktilitas secara langsung proportional untuk
dP/dt, tapi pengukuran yang akurat dan nilai ini dibuktikan dengan kateter ventrikel
yang mempunyai nilai akurasi tinggi. Meskipun nilai tekana arteri menyimpang dari
puncak pembuluh darah, nilai awal dari munculnya tekanan (kemiringan) dapat
diguanakan sebagai perkiraan kasar ; lebih proportional dari kateter pada cabang-
cabang arteri, maka kita mendapatkan ekstrapolasi yang akurat. Penggunaan dari
dP/dt juga terbatas karena dipengaruhi oleh preload, afterload dan curah jantung.
Variasi faktor-faktor koreksi dapat digunakan untuk kesuksesan yang terbatas.

Sirkulasi Sistemik

Pembuluh darah dibagi secara fungsional dibagi ke dalam arteri, arteriole,


kapiler dan vena. Arteri merupakan saluran yang memiliki tekanan yang tinggi yang
menyuplai berbagai macam organ. Arteriole adalah pembuluh darah yang kecil yang
secara langsung mengontrol aliran darah melalui Capillary bed. Kapiler adalah
pembuluh darah yang berdinding tipis tempat terjadinya pertukaran nutrisi untuk
darah dan jaringan. Vena mengembalikan darah dari Capillary bed kembali ke
jantung.

Berdasarkan kehilangan darah atau cairan secara spesifik, sistem simpatis


dalam vena menurunakan kaliber dari pembuluh darah ini yang membuat darah
terdesak ke bagian lain dari sistem pembuluh darah. Dengan demikian, dilatasi vena
disertai pembuluh darah ini meningkatkan volume darah. Sistem simpatis pada
pembuluh darah vena merupakan faktor yang penting dalam menentukan aliran balik
ke jantung. Kehilangan volume ini pada induksi anestesi sering terjadi yang
meneyebabkan terjadinya hipotensi. Faktor-faktor yang multipel mempengarhi aliran
darah pada sistem pembuluh darah. Hal ini meliputi mekanisme lokal dan
metabolik, faktor derivat endothel, sistem saraf otonom dan sirkulasi hormonal.

Faktor Derivat Endothel

Endotel vaskuler adalah metabolit aktif yang merupakan kolaborasi atau


modifikasi substansi yang secara langsung atau tidak langsung memainkan peranan
utama dalam mengontrol aliran dan tekanan pembuluh darah. Hal ini meliputi

17
vasodilator (misalnya nitric oxyde, prostacycline (PGI2), vasokonstriksi (misalnya
endothelin, Thromboxan A2), anti koagulan (misalnya thrombomodulin, protein C),
fibrinolitik (tissue plasminogen aktivator) dan faktor-faktor yang menghambat
aggregasi platelet (nitricoxyde dan PGI2).

Kontrol Otonom dari Pembuluh Darah Sistemik

Meskipun sistem simpatis dan parasimpatis merupakan faktor yang paling


berpengaruh pada sistem sirkulais, kontrol otonom pada pembuluh darah secara
primer dipengaruhi oleh simpatis. Aliran simpatis pada sirkulasi ini keluar dari chorda
simpatis pada thoraks dan pada dua segmen pertama dari vertebra lumbal. Serat-serat
ini mencapai pembuluh darah melalui saraf otonom yang spesifik atau melalui
perjalanan sepanjang saraf spinal. Serat saraf simpatis mempersarafi seluruh bagian
dari pembuluh darah kecuali kapiler. Fungsi prinsipnya adalah meregulasi pembuluh
darah. Variasi dari irama pembuluh darah arteri melayani regulasi tekanan darah atau
distribusi aliran darah ke berbagai macam jaringan sementara variasi dari pembuluh
vena meningkatkan aliran balik ke jantung.

Pembuluh darah mempunyai efek vasokonstriksi simpatis dan vasodilator,


tapi bentuknya secara fisiologis penting pada sebagian besar jaringan. Simpatis
memicu terjadinya vasokonstriksi (melalui reseptor 1-adrenergik) yang bisa poten
pada otot-otot skelet, ginjal, usus dan kurang aktif pada otak dan jantung. Serat
vasodilator yang sangat penting adalah otot-otot skelet yang memediasi peningkatan
aliran darah (melalui reseptor β1-adrenergik) dalam respon pada saat latihan. Depresi
pada pembuluh darah (vasovagal) syncope, dapat terjadi jika terjadi tekanan
emosional yang berhubungan dengan peningkatan aktifitas simpatis, yang dihasilkan
dari aktivasi refleks baik dari vagal dan serat vasodilator simpatis.

Simpatis dan sistem otonom mempengaruhi jantung dengan jalan


mengontrol pusat vasomotor pada formatio retikularis dari medulla dan pons bagian
bawah. Area vasokonstriktor dan vasodilator dapat dimodifikasi. Vasokonstriktor
dimediasi dari area dibawah pons dan diatas medulla. Sel-sel adrenergik pada area ini
difokuskan pada kolumna intermediate. Hal ini juga bertanggungjawab terhadap
sekresi adrenal dari katekolamin yang akan meningkatkan automatisitas jantung dan
kontraksi.

18
Area vasodilator, yang berlokasi pada bagian atas medulla, juga adrenergik
tapi berfungsi sebagai saraf penghambat yang berada diatas area vasokonstriktor.
Kelaurnya vasomotor dimodifikasi dari impuls melalui sistem saraf pusat, dan area
lainnya dari batang otak. Area dipostlateral medulla menerima input dari vagal dan
nervus glossopharingeus dan memainkan peranan penting dalam memediasi berbagai
macam refleks sirkulasi. Sistem simpatis secara normal menjaga beberapa
vasokonstriksi pembuluh darah. Hal ini akan hilang jika terjadi pada simpatektomi
yang sering menyebabkan terjadinya hipotensi perioperatif.

Tekanan Darah Arteri

Aliran darah sistemik adalah pulsatil pada arteri-arteri besar karena aktifitas
siklik jantung. Hal ini akan meningkatkan kapiler seistemik, aliran yang kontinyu
(laminar). Rata-rata tekanan pada arteri besar, normal adalah 95 mmHg, dapat jatuh
hampir mendekati nol pada vena sistemik besar yang akan mengalirkan darah kembali
ke jantung. Tekanan akan drop, mendekati 50 %, melalui arteriole-arteriole yang
dihitung pada sebagian besar SVR.

MAP adalah pengukuran yang dihasilkan dari SVR x CO. Hubungan ini
berdasarkan analogi dari hukum ohm yang diaplikasikan pada sirkulasi :

MAP-CVP  SVR x CO

Karena CVP secara normal lebih kecil dibandingkan dengan MAP,


bentuknya biasanya tidak akurat. Dari hubungan ini, terjadinya hipotensi adalah hasil
dari penurunan SVR, CO atau kedua-duanya. Dalam menjaga tekanan arteri, harus
diturunkan salah satunya sebagai kompensasi melalui peningkatan yang lain. MAP
dapat diukur sebagai integrasi rata-rata dari gelombang tekanan arteri. Sebagai
alternatif, MAP dapat dihitung berdasarkan rumus berikut :

MAP = tekanan diastolic + tekanan nadi


3

Dimana tekanan nadi adalah perbedaan antara tekanan sistolik dan tekanan
distolik. Tekanan nadi arteri secara langsung berhubungan dengan isi sekuncup tapi
berlawanan secara proporsional dengan komplians dari percabangan artery. Dengan
demikian, penurunan tekanan nadi dapat juga mengacu pada penurunan volume
sekuncup, peningkatan SVR atau keduanya.

19
Transmisi gelombang arteri dari arteri besar ke arteri kecil di perifer lebih
cepat daripada kecepatan aliran darah, perjalanan gelombang tersebut berkisar 15 x
kecepatan darah pada aorta. Bagaimanpun, gambaran dari gelombang tekanan nadi
yang dipancarkan pada dinding arteri yang luas sebelum gelombang pulsa secara
lengkap mengecil pada arteri-arteri kecil.

Autoregulasi

Sebagian besar jaringan meregulasi aliran darahnya sendiri (autoregulasi).


Arteriole secara umum berdilatasi dalam responnya menurunkan tekanan perfusi atau
meningkatkan tekanan dan menurunkan kebutuhan jaringan. Fenomena ini mirip
dengan respon intrinsik pada otot-otot polos yang dapat memanjang dan akumulasi dari
vasodilator metabolik oleh produk-produknya. Selanjutnya K+,H+, CO2, adenosine dan
laktat masuk.

20
DELIVERY OKSIGEN
1. Definisi
Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O2). Dalam keadaan biasa
manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap
menit. Respirasi berperan dalam mempertahankan kelangsungan metabolisme sel
sehingga di perlukan fungsi respirasi yang adekuat. Respirasi juga berarti gabungan
aktifitas mekanisme yang berperan dalam proses suplai O2 ke seluruh tubuh dan
pembuangan CO2 (hasil pembakaran sel).
Oksigen bergerak ke bawah tekanan atau konsentrasigradien dari tingkat yang relatif
tinggi di udara, ke tingkatdi saluran pernapasan dan kemudian gas alveolar, darah arteri,
kapiler dan akhirnya sel (lihat Gambar1). PO2 mencapai level terendah (1-1.5kPa)
dimitokondria, struktur dalam sel yang bertanggung jawab untuk produksi energi.
Penurunan PO2 dari udara kemitokondria dikenal sebagai kaskade oksigen. Penurunan
PO2ini terjadi karena alasan fisiologis, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh keadaan
patologis, misalnya hipoventilasi, ventilasi perfusi ketimpangan, atau difusi kelainan,
yangakan mengakibatkan hipoksia jaringan.

Gambar 1.Kaskade Oksigen. Dampak hipoventilasi diperlihatkan dengan garis


abu-abu dan dampak patologi shunt diperlihatkan pada garis putus-putus.

2. Fisiologi Masuknya Oksigen3


Udara (atmosfer) di sekitar kita memiliki tekanan total 101kPa (1 atmosfer tekanan =
760mmHg =101kPa). Udara terdiri dari 21% oksigen, 78% nitrogendan sejumlah kecil
CO2, argon, dan helium. Tekanan yang diberikan oleh oksigen dan nitrogen, ketika
ditambahkanbersama-sama, mendekati tekanan atmosfer. Oleh karena itu tekanan oksigen
(PO2) dari udara kering di permukaan laut adalah 21.2kPa (21/100 x 101 = 21.2kPa).
Namunpada saat udara yang diinspirasi mencapai trakea, udara itu dihangatkan dan

21
dilembabkan oleh saluran pernapasan atas. Kelembaban dibentuk dari uap air yang
merupakan gas, sehingga menghasilkan tekanan. Pada 37°C tekanan uap air ditrakea
adalah 6.3kPa. Mengambil tekanan uap air ke dalam perhitungan, PO2 dalam trakea saat
menghirup udara (101-6,3) x 21/100 =19.9kPa sehingga pada saat oksigen telah mencapai
alveoli PO2 turun menjadi sekitar 13.4kPa. Hal ini karena PO2gas dialveoli (PaO2)
kemudian dikurangi dengan pengenceran dengan karbon dioksidamemasuki alveoli dari
kapiler paru. PaO2 dapatdihitung dengan menggunakan persamaan gas alveolar:3

PaO2 = FiO2 – PaCO2


RQ
Dimana RQ = hasil bagi pernapasan, rasio produksi CO2 terhadap konsumsi
O2, biasanya sekitar 0,8.
Alveolus ke darah

Darah kembali ke jantung dari jaringan memiliki PO2yang rendah (4.3kPa)dan


berjalan ke paru-paru melalui arteri pulmonari. Arteri pulmonari membentuk kapiler
paru, yang mengelilingi alveoli. Oksigenberdifusi (bergerak melalui membran
memisahkan udara dandarah) dari tekanan parsial tinggi di alveoli (13kPa) kedaerah
tekanan parsial lebih rendah, yaitu darah di kapiler paru(4.3kPa). Setelah oksigenasi,
darah bergerak ke pembuluh darah parudan kembali ke sisi kiri jantung, yang akan
dipompa ke jaringan sistemik. Dalam paru-paru yang sempurna, PO2 darah vena
pulmonalakan sama dengan PO2 di alveolus. Dua faktor utama yang menyebabkan
PO2 darah vena paru menjadi kurang dariPaO2, yaitu, untuk meningkatkan perbedaan
alveolar arteri. Iniadalah ventilasi / perfusi mismatch (baik meningkatkan
deadspacesatau shunt) dan difusi perlahan melintasi membran alveolar-kapiler.

Difusi

Oksigen berdifusi dari alveolus ke kapiler pada keadaan PCO2sama dengan yang
di alveolus. Proses ini berlangsung cepat (sekitar 0.25detik)dan biasanya selesai pada
saat darah telah berlalu sekitar sepertiga dari jalan sepanjang paru kapiler. Total waktu
transitmelalui kapiler adalah 0.75detik. Dalam paru-paru normal, bahkan jika curah
jantung dan aliran darahmelewati alveoli meningkat selama latihan, ada cukup waktu
untuk equilibrium.Penyakit paru dapat menyebabkankelainan membran alveolar-
kapiler, sehingga merusaktransfer oksigen dari alveolus ke kapiler (difusikelainan).
Pada saat istirahat mungkin masih ada waktu untuk PaO2 untukmenyeimbangkan

22
dengan oksigen alveolar, tetapi pada saat latihan mentransfer oksigen penuhadalah
mustahil dan hipoksemia berkembang. Namun,kemampuan paru-paru untuk
mengkompensasi besar dan masalah yang disebabkan oleh difusi gas sedikit adalah
penyebab yang jarang untuk hipoksia, kecuali dengan penyakitseperti fibrosis alveolar

3. Delivery Oksigen
Sistem sirkulasi bekerja sama dengan sistem respirasi dalam transport oksigen
dari udara luar ke sel mitokondria. Oksigen dalam darah diangkut dalam bentuk
terikat dengan Hb dan terlarut dalam plasma.Setiap 100 cc darah yang meninggalkan
kapiler paru membawa oksigen kira-kira 20 cc, dimana hanya 3% yang dibawa
terlarut dalam plasma. Oksigen diikat oleh Hb terutama oleh ion Fe dari unit heme.
Masing-masing unit heme mampu mengikat 4 molekul oksigen untuk membentuk
oksihemoglobin dimana ikatannya bersifat reversible. Setiap eritrosit mempunyai 280
juta molekul Hb, dimana setiap molekul Hb memiliki 4 unit heme. Setiap eitrosit
dapat membawa miliaran molekul oksigen.

Prosentase unit heme yang mengandung okigen terikat, dikenal sebagai


saturasi hemoglobin (SaO2). Jika semua molekul Hb dalam darah penuh berisi
oksigen artinya saturasinya 100%.

Kebanyakan oksigen dalam tubuh 97-98% ditransport dalam bentuk terikat


dengan Hb.Molekul Hb tersusun dalam 2 bagian dasar. Bagian protein atau globin
dibuat oleh rantai polipeptide dimana tiap rantai mengandung kelompok heme yang
mengandung Fe membawa satu molekul oksigen karena ada 4 rantai maka setiap
molekul dapat mengikat 4 molekul oksigen. Kapasitas Hb membawa oksigen setiap
gram Hb dapat mengikat 1,34 cc oksigen, maka menurut persamaan :

Ikatan O2 = (Hb x SaO2 x 1,34)

Bila PaO2 tinggi, seperti dalam kapiler paru oksigen berikatan dengan Hb, bila
PaO2 rendah seperti dalam kapiler jaringan oksigen dilepas dari Hb.utama Fungsi
sistem respirasi adalah mempertahankan tekanan partiel O2 dan CO2 dalam darah
arteri sedekat mungkin kenormal,dalam keadaan tertentu. Adekuat tidaknya fungsi
respirasi diukur dengan nilai PaO2 dan PaCO2 sedangkan cara lain hanya bisa menilai
tidak adekuatnya fungsi repirasi tetapi tidak menjamin adekuatnya fungsi respirasi.

23
Untuk dapat mengetahui kapasitas angkut oksigen dengan jelas harus
diketahui afinitas oksigen untuk jaringan maupun pengambilan oksigen oleh paru.
Ketika eritrosit melalui kapiler alveoli; oksigen akan berdifusi ke plasma dan
meningkatkan PaO2 dan berikatan dengan Hb.

Gambar .Kurva Disosiasi Oksihemoglobin

Kurva disosiasi oksihemoglobin menggambarkan hubungan antara SaO2 dan


PaO2, dimana kita dapat mengetahui sejauh mana peningkatan dan penurunan PaO2
mempengaruhi SaO2 secara bermakna, semakin besar saturasi semakin baik mutu Hb,
semakin besar volume O2 yang dapat diangkut oleh darah kejaringan.

Menurut rumus :

𝑔𝐻𝑏𝑂2
𝑆𝑎𝑂2 = × 100%
𝐻𝑏 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

HbO2 = Saturasi O2 x total Hb

Volume persen O2 yang diangkut sebagai HbO2 = SaO2 x total Hb x 1,34.


Setiap gram Hb dapat bergabung dengan 1,34 ml O2.

Deliveri O2 = CaO2 x CO x10

Rumus diatas diperlukan untuk mencari tahu faktor mana yang perlu dikoreksi
agar DO2 terpenuhi. Hubungan antara SaO2 (sebagai ordinat) dan PaO2(sebagai absis)
dalam satu kurva berbentuk S disebut kurva disosiasi oksihemoglobin.

Pada PaO2 100 mmHg maka SaO2 97% dan bila PaO2 27 mmHg maka SaO2
50%.PaO2 27 mmHg disebut P50 artinya pada tekanan partiel tersebut Hb mengikat

24
O2 hanya 50%, bila P50 diatas 27 mmHg maka artinya diperlukan PaO2 yang lebih
tinggi untuk mengikat O2 dimana kurva bergeser kekanan dan sebaliknya kurva
bergeser kekiri mudah mengikat O2 tetapi sulit melepaskannya kejaringan.
Setiap melihat data O2 dalam darah sebaiknya mempelajari arti point-point tertentu
pada kurva disosiasi oksihemoglobin.

PaO2 (mmHg) SaO2 (%) Makna Klinis

100 97 Muda normal

80 95 Orang tua

60 90 Bahu kurva (penurunan O2 yang


bermakna)

40 75 Transport O2 lemah, kadar O2 dalam


darah vena (normal), hipoksemia kritis.

20 35 Level terendah yang ditoleransi.

Tabel . Makna Klinis PaO2 dan SaO2

Penurunan PaO2 kira-kira 25 mmHg dari 95 menjadi 70 mmHg hanya


memengaruhi sedikit perubahan pada oksihemoglobin sama artinya dengan situasi
seorang mendaki ketinggian 6000 feet dari permukaan laut, atau bertambahnya umur
dari 20 tahun menjadi 70 tahun, atau penderita penyakit paru yang moderate. Tetapi
penurunan PaO2 sebesar 25 mmHg dari 60 mmHg menjadi 35 mmHg lain halnya,
akan terjadi perubahan yang serius.

Pengikatan PaO2 diatas 90 mmHg tidak akan mempengaruhi kemampuan Hb


mengangkut O2 karena Hb cukup jenuh pada PaO2 80 mmHg. Penurunan afinitas
oksigen digambarkan dengan kurva bergeser kekanan. Sebaliknya peningkatan
afinitas oksigen dengan gambaran kurva bergeser kekiri. Jika pH darah menurun
(asidosis) maka kurva bergeser kekanan artinya oksigen lebih mudah dilepas
dijaringan sebaliknya bila alkalosis maka afinitas Hb tehadap oksigen meningkat dan
oksigen sukar dilepas. Selain pH ada beberapa faktor yang mempengaruhi kurve
bergeser kekanan:

25
a. Peninggian konsentrasi CO2.
b. Peninggian temperatur darah
c. Peninggian 2,3 difosfogliserat(DPG) dalam darah
Ketika mempertimbangkan kecukupan pengiriman oksigen ke jaringan,
tigafaktor perlu dipertimbangkan: kadar hemoglobin,curah jantung dan oksigenasi.
Jumlah oksigen yang tersedia untuk tubuh dalam satu menitdikenal sebagai
pengiriman oksigen.

Isi Oksigen (Oksigen Content)


Total oksigen isi darah adalah penjumlahan menyangkut larutan yang lebih
yang dibawa oleh hemoglobin. Kenyataannya, ikatan oksigen dengan hemoglobin
secara teoritis tidak pernah mencapai maksimum tetapi adalah semakin dekat kepada
1.31 mL O2/dl darah per mm Hg. Total isi oksigen dinyatakan oleh penyamaan yang
berikut:
Oksigen Content = ([0.003 mL O2 / dl blood per mm Hg] x PO2)+ ( SO2 xHb x
1.31 mL/dL blood)

Konsumsi Oksigen
Sekitar 250 ml oksigen yang digunakan setiap menit oleh orang istirahat sadar
(konsumsi oksigen istirahat) dan sekitar 25% dari kandungan oksigen arteri digunakan
setiap menit. Hemoglobin dalam darah vena campuran adalah sekitar 73% jenuh
(98%minus 25%).Pada saat istirahat, pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh melebihi
konsumsi oksigen. Selama latihan, oksigen meningkatkan konsumsi. Peningkatan
kebutuhan oksigen biasanya disediakan oleh peningkatan cardiac output Jantung yang
outputnya rendah, rendahnya kadar hemoglobin (anemia) atau saturasi oksigen rendah
akan mengakibatkan berkurangnya pengiriman oksigen jaringan, kecuali ada
perubahan kompensasi dalam salah satu faktor lainnya.
Jika pengiriman oksigen jatuh relatif terhadap konsumsi oksigen, jaringan
mengekstrak lebih banyak oksigen dari hemoglobin dan saturasi darah vena campuran
turun di bawah 70%. Di bawah titik tertentu, menurunnya pengiriman oksigen tidak
dapat dikompensasi oleh peningkatan oksigenekstraksi, dan ini hasil dalam
metabolisme anaerob dan laktatasi dosis. Situasi ini dikenal sebagai oksigenasi
supply-dependent.

26
4. Pengangkutan Pernafasan Gas di dalam Darah.
A. Oksigen
Oksigen dibawa darah di dalam dua bentuk, solusi yang dihancurkan dan di
dalam bentuk gabungan yang kembali dengan hemoglobin.
Oksigen yang Dihancurkan
Jumlah oksigen yang dihancurkan darah dapat diperoleh dari Hukum Henry' S,
yang mana konsentrasidari segala gas di dalam larutan adalah sebanding ke
tegangan sebagiannya.Rumusnya sebagai berikut:
gas konsentrasi = αx Partial pressure '
Dimana α = koefisien daya larut gas untuk larutan yang ditentukan pada
temperature

5. Sirkulasi Mikro pada Sepsis


Kondisi patologis pada keadaan sepsis (sepsis berat atau syok sepsis) dapat
mempengaruhi pada hampir setiap komponen sel sirkulasi mikro, termasuk sel endotel,
sel otot polos, leukosit, eritrosit, dan jaringan. Jika tidak dapat dikoreksi secara tepat,
suplai aliran darah mikro yang jelek dapat menyebabkan distress respirasi pada jaringan
dan sel, dan lebih lanjut lagi menyebabkan disfungsi sirkulasi mikro yang hasil akhirnya
adalah kegagalan organ. Sirkulasi mikro menjamin ketersediaan oksigen untuk tiap sel
dan jaringan, menjadi penentu organ berfungsi baik atau tidak. Disfungsi sirkulasi mikro
yang terjadi selama beberapa waktu dapat menjadi penggerak utama kondisi patologis
sepsis yang berakibat pada kegagalan organ yang kemudian dapat terjadi kegagalan
multiorgan.7

Sirkulasi mikro berfungsi sebagai prasyarat utama kecukupan oksigenasi jaringan


dan agar suatu organ dapat berfungsi. Tujuannya untuk menjamin transport oksigen dan
zat nutrient ke jaringan-jaringan dan sel, sehingga dapat menjamin kecukupan fungsi
imunologis, dan untuk mendistribusikan obat pada sel target. Sirkulasi mikro terdapat
pada pembuluh darah terkecil (diameter < 100 μm) yaitu arteriole, pembuluh darah
kapiler, dan venule dimana oksigen dilepaskan ke jaringan.7

Jenis sel utama penyusun sirkulasi mikro adalah sel endotel yang terdapat di
dalam lapisan dalam pembuluh darah mikro, sel otot polos (terutama di arteriole), sel
darah merah, leukosit, dan komponen plasma dalam darah. Struktur dan fungsi dalam
sirkulasi mikro sangat heterogen dan berbeda untuk tiap sistem organ.10,11 Secara umum,

27
tekanan, tonus pembuluh darah, hemorheologi, dan patensi pembuluh kapiler merupakan
faktor-faktor penentu aliran darah pada pembuluh darah kapiler.10 Pengukuran
hemodinamik umum hanya mencerminkan sebagian kecil dari total aliran darah dalam
tubuh. Sirkulasi mikro, dengan permukaan endotel yang luas, sebenarnya merupakan
organ terluas dalam tubuh manusia. Pada praktek klinisnya, perfusi sirkulasi mikro
diukur dari beberapa aspek seperti warna, capillary refill, dan suhu pada organ-organ
distal (jari, ibu jari kaki, daun telinga, hidung).7

Pada sepsis pengaturan sirkulasi mikro sangat terganggu, terjadi penurunan


kemampuan berubah bentuk dari sel darah merah bersama dengan meningkatnya
viskositas darah, meningkatnya persentase jumlah neutrofil teraktivasi dan menurunnya
kemampuan berubah bentuk serta meningkatnya agregasi yang diakibatkan oleh
pengaturan oleh molekul adhesi, aktivasi kaskade pembekuan dengan deposisi fibrin dan
pembentukan mikrotrombin, disfungsi mekanisme autoregulator pembuluh darah, dan
terakhir adanya shunt pembuluh darah arteri-vena besar. Keseluruhan proses ini
berakibat pada disoksia jaringan, apakah berasal dari gangguan transpor oksigen dan atau
dari disfungsi mitokondria. Secara klinis, proses ini disebut sebagai defek ekstraksi
oksigen, yang merupakan gambaran yang menonjol dalam keadaan sepsis.7

Mekanisme yang mungkin bertanggung jawab terhadap fenomena ini adalah


mati/tersumbatnya aliran darah unit sirkulasi mikro pada organ, sehingga membuat
shunting transpor oksigen dari kompartemen arteri ke vena dan membuat sirkulasi mikro
menjadi hipoksia. Hal ini mungkin menjadi penjelasan untuk berbagai perbedaaan perfusi
jaringan lokal-regional dalam keadaan syok.7

Pada teori shunting ini, koreksi harus dilakukan dengan penyelamatan unit
sirkulasi mikro yang ter-shunting. Dengan menerapkan strategi pembukaan sirkulasi
mikro dapat diharapkan memperbaiki aliran sirkulasi mikro dengan meningkatkan
tekanan pada sirkulasi mikro dan atau menurunkan afterload pembuluh kapiler.7

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Morgan EG, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesilogy 4 th ED 2006; 27:413.

2. Latief, A, dkk. Petunjuk praktis Anestesiologi Edisi dua, FKUI

3. Sherwood , Fisologi, 2007, Jakarta; EGC

4. Guyton A.C and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.Jakarta:
EGC.

5. Soenarto. Ratna F. 2012. Buku Ajar Anestesiologi Departemen Anestesiologi FKUI

6. Mc. Lellan, S.A. 2004. Oxygen delivery and haemoglobin. The Journal Oxford of
Anaesthesia. (diakses dari http://www.medscape.com/viewarticle/559763
7. Reinhardt K, Bloos K, Brunkhorst FM. Pathophysiology of Sepsis And Multiple
Organ Dysfunction. In: Fink MP, Abraham E, Vincent JL, eds. Textbook of critical
care. 15th ed. London: Elsevier Saunders Co; 2005. p.1249-57.

29

Anda mungkin juga menyukai