Anda di halaman 1dari 19

ARTIKEL ILMIAH

PERBEDAAN JUMLAH MIKRONUKLEUS PADA MUKOSA BUKAL


AKIBAT PAPARAN PESTISIDA DAN KEBIASAAN MEROKOK
BURUH TANI DI KECAMATAN KALIBAGOR
KABUPATEN BANYUMAS

Oleh:
ARIEF BUDIMAN
G1G013046

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2018
PERBEDAAN JUMLAH MIKRONUKLEUS PADA MUKOSA BUKAL
AKIBAT PAPARAN PESTISIDA DAN KEBIASAAN MEROKOK BURUH
TANI DI KECAMATAN KALIBAGOR KABUPATEN BANYUMAS

Arief Budiman1, Nendyah Roestijawati2, Fanni K. Djati1

1
Kedokteran Gigi, Universitas Jenderal Soedirman
2
Kedokteran Umum, Universitas Jenderal Soedirman

Alamat koresponden: Kedokteran Gigi Universitas Jenderal Soedirman


Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia, 53122
Email: ariefbudiman1805@gmail.com

INTISARI
Mayoritas penduduk Indonesia bermata pencaharian di bidang pertanian.
Salah satu daerah dengan potensi pertanian yang besar untuk dikembangkan adalah
Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas. Mayoritas petani di Kecamatan
Kalibagor menggunakan pestisida serta memiliki kebiasaan merokok tembakau.
Paparan dari pestisida dan rokok yang berlebihan dapat berdampak buruk bagi
kesehatan karena memiliki kandungan genotoksik. Salah satu deteksi dini kanker
akibat paparan pestisida dan merokok dapat dianalisis dengan melihat banyaknya
jumlah mikronukleus pada sel epitel mukosa bukal. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui perbedaan jumlah mikronukleus pada mukosa bukal akibat paparan
pestisida dan kebiasaan merokok buruh tani. Jenis penelitian ini adalah
observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Pengambilan subjek
penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini
menggunakan 80 subjek yang terbagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok yang
terpapar pestisida dan merokok, kelompok yang terpapar pestisida dan tidak
merokok, kelompok yang tidak terpapar pestisida dan merokok, dan kelompok yang
tidak terpapar pestisida dan tidak merokok. Semua subjek diambil sel epitel mokusa
bukalnya menggunakan cytobrush dan dibuat preparat dengan pewarnaan
Papaniculaou serta diamati jumlah mikronukelus menggunakan mikroskop
perbesaran 400x dengan bantuan kamera Optilab. Hasil uji statistik didapatkan data
terdistribusi normal dan homogen sehingga dapat dilakukan uji parametrik One-
Way Anova dengan nilai p = 0,000 (p<0,05). Selanjutnya didapatkan hasil uji lanjut
LSD dengan nilai p = 0,000 (p<0,05). Hasil uji statistik tersebut menunjukkan
terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok. Simpulan dari penelitian ini
jumlah mikronukleus paling tinggi terdapat pada kelompok paparan pestisida dan
merokok.

Kata Kunci : Mikronukleus, Pestisida, Merokok, Mukosa Bukal, Papaniculaou


Kepustakaan : 42 (2000-2017)

1
DIFFERENCE OF MICRONUCLEI NUMBERS ON BUCCAL MUCOSA DUE
TO THE EXPOSURE OF PESTICIDES AND SMOKING HABITS ON FARM
WORKERS IN DISTRICT KALIBAGOR OF BANYUMAS REGENCY

Arief Budiman1, Nendyah Roestijawati2, Fanni K. Djati1


1
Dental Medicine of Jenderal Soedirman Univercity
2
Medicine of Jenderal Soedirman Univercity

Adress of Correspondence: Dental Medicine of Jenderal Soedirman Univercity


Purwokerto, Central Java, Indonesia, 53122
Email: ariefbudiman1805@gmail.com

ABSTRACT
The majority of Indonesians worked in agriculture. One with great
agricultural potential to be developed is in Kalibagor District, Banyumas Regency.
The majority of farmers in Kalibagor District use pesticide and have a tobacco
smoking habit. The exposure of excessive pesticide and cigarettes could adversely
affect health because of its genotoxic contents. Early detection of cancer due to the
exposure of pesticide and cigarettes could be analyzed by examining the number of
micronuclei in epithelial cell of buccal mucosa. The aim of this study was to
determine the differences of the number of micronuclei in the buccal mucosa due to
the exposure of pesticide and cigarettes in farmers. The type of this research was
analytic observational with cross sectional design. The research subject was taken
by purposive sampling technique. The study used 80 subjects which divided into 4
groups: the group with pesticides exposed and smoking habits, the group with
pesticides exposed but without smoking habits, the group without pesticides
exposed but smoking habits and the group without pesticides exposed and without
smoking habits. The epithelid cells of buccal mucosa from all of the subjects were
collected using cytobrush. The samples were prepared for Papaniculaou staning
and observed using microscope with 400x magnification and Optilab cameras. The
statistical test results showed that the data were normally distributed and
homogeneous, so that the One-Way Anova parametric test could be performed and
resulted p = 0.000 (p <0.05). Then, the LSD was done and resulted p=0,000
(p<0,05). The statistical test results showed that there were significant differences
between groups. Conclusions from this study the highest number of micronucleus
was found in pesticide exposure and smoking group.

Keywords : Micronucleus, Pesticide, Smoking, Buccal Mucosa, Papaniculaou


Bibliography : 42 (2000-2017)

2
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya bermata

pencaharian di bidang pertanian. Luas wilayah pertanian di Kabupaten Banyumas

sebesar 132.758 Ha, salah satu Kecamatan di Kabupaten Banyumas dengan potensi

pertanian yang besar untuk dikembangkan adalah di Kecamatan Kalibagor.

Kecamatan Kalibagor memiliki luas sawah padi sebesar 964 Ha, dengan jumlah

petani sekitar 6.000 orang.1 Penggunaan pestisida di Kecamatan Kalibagor masih

sangat tinggi dibandingkan dengan Kecamatan lain di Kabupaten Banyumas.2

Petani beranggapan penggunaan pestisida akan meningkatkan hasil pertanian.

Pestisida merupakan golongan bahan kimia yang umum digunakan untuk

membasmi hama dan gulma atau tanaman penganggu. Hama seperti jamur,

serangga, siput, dan hewan pengerat merupakan organisme target pestisida.

Pestisida digunakan di berbagai bidang atau kegiatan, mulai dari rumah tangga,

kesehatan, pertanian, dan peternakan.3 Pestisida juga dapat berpotensi meracuni dan

membasmi makhluk hidup lainnya, termasuk tanaman dan serangga yang berguna,

binatang serta manusia. Hal ini disebabkan pestisida memiliki banyak kandungan

bahan aktif seperti dichloro-diphenyl-trichloroethane (DDT), organofosfat, dan

karbamat.4

World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi

sekitar 1 juta kasus keracunan di bidang pertanian, 2 juta kasus keracunan bunuh

diri dengan insektisida, dan 200.000 orang meninggal, kebanyakan terjadi pada

negara berkembang.5 95,8% petani sayur dan buah di kota Batu, Malang Jawa

Timur mengalami keracunan pestisida dalam darahnya.6 Pajanan ringan jangka


3
pendek dapat menyebabkan iritasi pada selaput mata atau kulit, sedangkan pajanan

ringan jangka panjang dapat berpotensi menimbulkan berbagai dampak kesehatan,

seperti gangguan terhadap sistem hormon, kegagalan organ dan kematian. Pestisida

memiliki sifat genotoksik yang dapat mengakibatkan ikatan kovalen antara molekul

pestisida dengan DNA sehingga memicu perubahan kromosom dan dapat menjadi

awal dari proses genotoksik kimia terbentuknya karsinogenesis.7 Pajanan pestisida

dapat terjadi melalui saluran pernapasan, kulit, dan rongga mulut.

Rongga mulut merupakan pintu masuk pertama dari berbagai substansi yang

masuk ke tubuh sehingga sangat rentan terhadap substansi yang berbahaya. Rongga

mulut terhubung dengan rongga hidung sebagai jalur respirasi sehingga ketika

substansi tertentu misalnya partikel pestisida terhirup melalui hidung, substansi

tersebut akan masuk ke rongga mulut. Lebih dari 90% kasus keracunan pestisida di

seluruh dunia disebabkan kontaminasi lewat kulit.8 Keracunan pestisida yang

terhirup lewat hidung merupakan kasus terbanyak kedua setelah kontaminasi lewat

kulit.9 Gas dan partikel semprotan yang sangat halus dapat masuk ke dalam paru

sedangkan partikel yang lebih besar akan menempel pada selaput lender hidung

atau kerongkongan. Keracunan pestisida juga dapat melalui rongga mulut. Kasus

keracunan pestisida lewat mulut misalnya kasus bunuh diri, partikel pestisida yang

terbawa angin masuk ke mulut, makanan atau minuman yang telah terkontaminasi

pestisida, dan merokok saat menyemprot pestisida.

Kebiasaan buruk penduduk Indonesia ialah merokok tembakau dengan cara

dihisap di rongga mulut. Penduduk Indonesia saat ini memiliki peningkatan dalam

kebiasaan merokok. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 jumlah perokok di atas
4
15 tahun di Indonesia sebanyak 34,2% pada tahun 2007 sedangkan tahun 2013

menjadi 36,3%. Untuk perokok pria sebanyak 64,9% sedangkan untuk perokok

wanita 2,1% pada tahun 2013.10 Rokok mengandung setidaknya 4.000 jenis bahan

kimia dengan 40 jenis di antaranya bersifat karsinogenik dan 200 di antaranya

berbahaya bagi kesehatan. Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang

berbahaya bagi kesehatan, salah satunya bagi rongga mulut dikarenakan memiliki

kandungan genotoksik yang dihasilkan oleh asap rokok seperti polycyclic aromatic

hydrocarbons (PAH), amin aromatik, dan N-nitrosamine. Kandungan-kandungan

yang berbahaya tersebut berbahaya bagi kesehatan karena salah satu efeknya ialah

mempengaruhi kerusakan siklus pembelahan sel. Kandungan lain pada rokok yang

dianggap sebagai zat genotoksik adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida (CO).11

Paparan zat yang bersifat genotoksik terus menerus dapat menyebabkan

substansi tersebut masuk dan mengendap di mukosa bukal sehingga mengakibatkan

perubahan deoxyribonucleic acid (DNA).12 Perubahan DNA yang diakibatkan oleh

zat genotoksik, salah satunya dapat dilihat dengan jumlah mikronukleus.

Mikronukleus merupakan anak inti sel yang berukuran lebih kecil dari inti sel utama

dalam satu sel. Mikronukleus terjadi akibat kegagalan pembagian kromosom pada

saat mitosis sel yaitu pada anafase. Kegagalan pembagian kromosom ini akan

meninggalkan sebuah bangunan yang menyerupai nukleus dan berukuran jauh lebih

kecil. Proses pembelahan mitosis dimulai pada lapisan basal lalu akan ikut terbawa

ke lapisan superfisial mengikuti pergerakan pembaharuan sel epitel yang normal.

Mikronukleus yang terdapat pada lapisan superfisial mukosa bukal dapat digunakan

sebagai indikator terjadinya karsinogenesis kanker mulut. Pengambilan preparat


5
lapisan superfisial mukosa bukal, akan menjadi lebih mudah dan tidak perlu

melukai probandus seperti pada pengambilan leukosit dan sumsum tulang.13

Mukosa bukal terdiri dari suatu susunan epitel skuamus berlapis berkeratin

yang melapisi permukaan bukal rongga mulut. Secara histologik, mukosa bukal

termasuk lining mucosa (mukosa pelindung) yang memiliki sifat lembut, lembab,

mampu meregang, dan menjadi bantalan. Susunan dari superfisial ke profunda yaitu

lapisan superfisial, lapisan tengah, dan lapisan basal. Fungsi utama mukosa bukal

merupakan untuk melindungi permukaan bukal rongga mulut dari gesekan benda-

benda di dalam rongga mulut, lapisan basal dapat membelah diri secara aktif dan

terus menerus untuk mengganti lapisan superfisial yang rusak.11

Jumlah mikronukleus pada kelompok terpapar pestisida dengan kelompok

tidak terpapar pestisida menunjukkan perbedaan dengan menggunakan

pemeriksaan darah limposit.7 Jumlah mikronukleus pada kelompok perokok aktif

lebih tinggi dibandingkan kelompok perokok pasif.14 Berdasarkan hal-hal tersebut,

penulis ingin melakukan penelitian mengenai perbedaan jumlah mikronukleus pada

mukosa bukal akibat paparan pestisida dan kebiasaan buruk merokok buruh tani di

Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan

rancangan cross-sectional. Tahap pengambilan sampel secara klinis pada buruh tani

dilakukan di Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas. Pewarnaan sampel

6
menggunakan pewarnaan modifikasi Papaniculaou di Laboratorium Struktur

Perkembangan Hewan Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. Tahap

perhitungan hasil tes jumlah mikronukleus dilakukan pada Laboratorium Biomedis

Jurusan Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran, Universitas Jenderal Soedirman.

Sampel pada penelitian ini yaitu 80 orang buruh tani yang terbagi menjadi 4

kelompok yaitu kelompok terpapar pestisida dan merokok, kelompok terpapar

pestisida dan tidak merokok, kelompok tidak terpapar pestisida dan merokok, dan

kelompok kontrol. Kriteria inklusi subjek penelitian yaitu buruh tani berusia 20 -

40 tahun atau lebih, buruh tani pengguna pestisida, periode penggunaan pestisida

minimal 2 tahun, perokok minimal 2 tahun, satu hari merokok ≥ 10 batang, perokok

dengan jenis rokok kretek, dan individu kooperatif dan bersedia dijadikan sampel

penelitian.

1. Pembuatan Ethical Clearance

Ethical Clearance pada penelitian ini diajukan kepada Komisi Etik Penelitian

Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman.

2. Pengambilan sampel dan fiksasi sampel

Subjek diminta untuk mengisi informed consent lalu subjek diminta untuk

berkumur untuk menghilangkan debris yang ada di rongga mulut. Subjek

diminta untuk membuka mulutnya kemudian cytobrush diusap dengan cara

diputar 360º pada mukosa bukal subjek Cytobrush diusapkan pada gelas objek

dengan cara memutar cytobrush berlawanan arah dari arah pengusapan pada

mukosa bukal. Gelas objek direndam dalam larutan fiksasi alkohol 96% dan

ditunggu hingga gelas objek mengering.


7
3. Pengecatan preparat

Preparat direndam dalam alkohol 96%, 80%, 70%, 50% pada suhu ruangan

selama 15 detik kemudian dicuci dengan akuades selama 10-15 detik.

Pewarnaan dilakukan dengan menggunakan Harris Hematoxylin selama 3 menit

kemudian dibilas dengan akuades selama 10-15 detik. Preparat direndam dengan

alkohol 50%, 70%, 80%, 96% selama 15 detik dilanjutkan dengan direndam

pada larutan Orange G-6 selama 3 menit. Preparat diwarnai dengan larutan EA

50 selama 3 menit kemudian dikeringkan dengan alkohol 96% selama 15 detik.

Preparat dibersihkan dengan xylol selama 2 menit kemudian lakukan mounting.

4. Penghitungan preparat

Pengamatan dilakukan dengan mengamati jumlah blackdots tiap sel

menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Penghitungan

dibantu dengan kamera Optilab Pro dan perangkat lunak Image Raster. Kriteria

penghitungan mikronukleus adalah berbentuk bulat dan dikelilingi suatu

membran, berukuran kurang dari sepertiga ukuran nukleus tetapi ukurannya

cukup besar untuk identifikasi bentuk dan warna. Warna mikronukleus akan

tampak positif pada pewarnaan Papaniculaou yaitu berwarna kehitaman.

Tekstur mikroukleus hampir sama dengan nukleus utama, serta tidak ada overlap

dengan nukleus sehingga mudah untuk diamati. Mikronukleus yang sudah

teridentifikasi dicatat jumlahnya dengan handy counter. Jumlah mikronukleus

ditulis dalam satuan per 1.000 sel yang dihitung.

8
5. Analisa data

Hasil perhitungan jumlah mikronukleus merupakan data numerik dengan

skala rasio yang dihitung per 1.000 sel pada masing – masing kelompok,

selanjutnya dilakukan analisis data jumlah mikronukleus menggunakan uji

normalitas dengan menggunakan Shapiro-Wilk test karena sampel kurang dari

50, dan uji homogenitas data menggunakan uji Levene Test. Didapatkan data

terdistribusi normal dan homogen maka selanjutnya lakukan uji parametrik One-

Way ANOVA dengan derajat kepercayaan 95% (p<0,05). Selanjutnya data

dilakukan uji lanjut menggunakan Least Significant Differences (LSD) dengan

derajat kepercayaan 95% (p>0,05) untuk mengetahui detail perbedaan di setiap

kelompok.

HASIL

Seluruh subjek pada penelitian ini memiliki karakteristik yang sama yaitu dari

jenis kelamin (laki-laki), usia (20-40 tahun), lama merokok (>2 tahun) dan jumlah

rokok yang dikonsumsi per harinya (>10 batang perhari). Berdasarkan subjek yang

memenuhi kriteria tersebut maka didapatkan 80 preparat apusan mukosa bukal.

Mukosa bukal yang telah diusap kemudian dibuat preparat sitologi dan diberikan

pewarnaan Papaniculaou. Preparat kemudian diamati menggunakan mikroskop

cahaya dengan bantuan kamera Optilab Pro perbesaran 400x dalam beberapa

lapang pandang sehingga ditemukan 1.000 sel, kemudian pada 1.000 sel tersebut

9
diidentifikasikan jumlah mikronukleus. Berikut merupakan gambaran preparat

apusan mukosa bukal yang diamati pada penelitian ini (Gambar 1).

(a) (b)

Gambar 1 Preparat sel pada mukosa bukal menggunakan pewarnaan


Papaniculaou dengan perbesaran 400x. Gambar (a) panah
menunjukkan inti sel normal. (b) panah menunjukkan
mikronukleus.
Sumber: Data primer, 2018

Perhitungan jumlah mikronukleus menggunakan bantuan kamera Optilab.

Hasil perhitungan rerata jumlah mikronukleus dapat dilihat pada Tabel 1.

berikut

Tabel 1. Perhitungan jumlah mikronukleus


No. Kelompok Jumlah Subjek Rerata ± SD
1. Pestisida dan merokok 20 23,05 ± 2,04
2. Pestisida dan tidak merokok 20 13,45 ± 1,29
3. Tidak terpapar pestisida dan merokok 20 15,67 ± 1,12
4. Kontrol 20 10,37 ± 1,38
Keterangan SD: Standar Deviasi
Sumber data: Data primer yang diolah 2018

Tabel 1. menunjukkan rerata dan standar deviasi dengan jumlah

mikronukleus pada masing-masing kelompok kontrol dan perlakuan. Pada

kelompok pestisida dan perokok didapatkan hasil rerata jumlah mikronukleus

paling tinggi sebanyak 23,05 yaitu pada kelompok yang terpapar pestisida dan

10
merokok. Jumlah mikronukleus pada kelompok kontrol menunjukkan rerata

jumlah mikronukleus paling rendah sebesar 10,37.

Uji validitas inter observer antar dua pengamat menggunakan uji korelasi

Pearson didapatkan nilai korelasi sebesar 0,947 yang menunjukkan terdapat

hubungan validitas yang kuat antara pengamat 1 dan 2. Pengujian tersebut

didapatkan nilai p sebesar 0,000 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa

data antara observer memiliki hubungan yang signifikan. Selanjutnya uji

normalitas data menggunakan Shapiro-Wilk menunjukkan data terdistribusi

normal (p>0,05). Selanjutnya data dilakukan uji homogenitas menggunakan

Levene Test didapatkan nilai p sebesar 0,054 (p>0,05) menunjukkan bahwa data

tersebut homogen. Selanjutnya data dilakukan uji parametrik menggunakan uji

One-way ANOVA didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05) sehingga dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara jumlah rerata

mikronukleus pada kelompok kontrol dengan kelompok yang terpapar. Data

kemudian diuji dengan uji lanjut LSD untuk melihat perbandingan antar

kelompok. Hasil uji lanjut LSD menunjukkan terdapat perbedaan yang

signifikan. Apabila dilihat dari nilai rerata maka urutan kelompok yang

memiliki jumlah mikronukleus yang tinggi ke yang rendah ialah kelompok

paparan pestisida dan merokok, kelompok merokok, kelompok paparan

pestisida, dan kelompok kontrol. Hasil uji lanjut LSD dapat dilihat pada Tabel

2.

11
Tabel 2 Hasil Uji Lanjut LSD jumlah mikronukleus
Nilai p
Kelompok Pestisida-Merokok Pestisida Merokok Kontrol
Pestisida-Merokok 0,00* 0,00* 0,00*
Pestisida 0,00* 0,00* 0,00*
Merokok 0,00* 0,00* 0,00*
Kontrol 0,00* 0,00* 0,00*

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian menunjukkan rerata jumlah mikronuklus paling

tinggi pada kelompok paparan pestisida dan merokok sebesar 23,05 sedangkan

jumlah mikronukleus paling rendah terdapat pada kelompok kontrol sebesar

10,37. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa jumlah mikronukleus

lebih tinggi pada kelompok yang terpapar pestisida dan merokok hal tersebut

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, lamanya paparan,

dan kontak langsung dari bahan genotoksik.7 Perbedaan jumlah mikronukleus

antar kelompok karena pengaruh paparan langsung dan tidak langsung sesuai

dengan penelitian sebelumnya yang membuktikan jumlah mikronukelus lebih

tinggi pada kelompok perokok aktif dibandingkan dengan perokok pasif.14

Kandungan dari asap rokok yang dihisap langsung oleh perokok aktif menempel

langsung di mukosa bukal sehingga pengaruh pembentuk mikronukleus lebih

besar sedangkan pada perokok pasif kandungan dari asap rokok masuk ke paru

yang nantinya terdistribusi ke mukosa bukal secara sistemik dan membutuhkan

waktu yang sangat lama. Bahan aktif yang terkandung dalam pestisida dapat

mempenggaruhi perubahan bentuk sel, penggunaan pestisida dengan bahan

aktif Difenokonazole pada hewan coba dapat meningkatkan apoptosis pada sel

12
hewan tersebut15. Semakin tinggi dosis yang diterima oleh tubuh maka semakin

tinggi resiko terbentuknya mikronukleus, hal ini telah terbukti pada orang yang

menderita keracunan akibat pestisida dengan bahan aktif Organofospat pada

pemeriksaan sel limfosit perifer menunjukkan adanya peningkatan jumlah

mikronukleus dibandingkan dengan kelompok kontrol.16

Mikronukleus terbentuk karena adanya abnormalitas kromosom yaitu

ketika sel mengalami proses pembelahan pada metafase dan anafase yang

disebabkan fragmen kromosom atau keseluruhan kromosom gagal tertarik oleh

benang spindel ke kutub yang berseberangan. Kromosom yang gagal tersebut

tetap mengalami proses pembentukan membran inti pada telofase selanjutnya

terbentuk nukleus di dalam sitoplasma. Mikronukleus terbentuk hanya pada

stratum basalis mukosa mulut, tetapi karena adanya migrasi sel dari stratum

basalis menuju lapisan yang lebih superfisial maka gambaran mikronukleus

dapat dijumpai pada epitel mukosa mulut yang terlepas.12 Jumlah mikronukleus

pada orang normal adalah antara 0,05-11,5 per 1.000 sel.

Pestisida sudah lama digunakan oleh petani di Kecamatan Kalibagor

untuk meningkatkan produksi pertanian. Jika pestisida digunakan dalam jangka

waktu yang lama dengan dosis pemakaian yang semakin meningkat dapat

menimbulkan resisten terhadap mikroorganisme target dan dapat menimbulkan

masalah bagi kesehatan para petani penyemprot pestisida. Menurut pengamatan

di lapangan dan wawancara secara langsung, para petani tidak memperhatikan

penggunaan alat pelindung diri seperti masker dan sarung tangan. Hal ini dapat

meningkatkan resiko paparan pestisida pada tubuh. Kerusakan kromosom oleh


13
semua jenis zat kimiawi utama pestisida yang bersifat eleftroflik yang dapat

mendonorkan pasangan elektron untuk membentuk ikatan kimiawi pada

nukleus, atau disebut nukleofil. Nukleofil dapat memecah ikatan fosfor dan

karbon dari DNA dengan pemecahan ikatan P=O dan C=O melalui proses

fosforilasi dan alkilasi. Reaksi subtitusi nukleofilik inilah yang menjadi

penyebab lesi kimiawi tingkat seluler atau disebut efek genotoksik. Semakin

lama paparan dan intensitas diduga kuat mempengaruhi jumlah pembentukan

mikronukleus. Paparan pestisida selama dua tahun dapat meningkatkan jumlah

mikronukleus secara signifikan berbanding lurus dengan kerusakan pada

kromosom.17

Kerusakan kromosom dapat diakibatkan oleh bahan genotoksik rokok

yang terkandung pada asap rokok yaitu mainstream smoke (asap rokok yang

berasal dari mulut perokok) dan sidestream smoke (asap rokok yang berasal dari

ujung rokok yang terbakar) keduanya sama-sama mengandung zat-zat

karsinogenik tetapi dalam konsentrasi yang berbeda.18 Perokok yang secara

aktif menghirup mainstream smoke dalam jumlah sangat besar mendapatkan

zat-zat karsinogen lebih banyak. Bahan genotoksik rokok yang dianggap

mempunyai peranan dalam kerusakan siklus pembelahan sel adalah Polycyclic

aromatic hydrocarbons (PAH) dan N-nitrosamine. Selain itu, beberapa enzim

seperti aril hidrokarbon hidroksilase dapat memetabolisme hidrokarbon dari

tembakau dan mengubahnya menjadi senyawa karsinogen kuat lainnya yang

dapat meningkatkan potensi karsinogenik dari benzopiren yang ada pada rokok

14
dan asap rokok. Panas yang dihasilkan dari pembakaran rokok di rongga mulut

dapat menambah aksi yang agresif dari bahan karsinogen dari rokok.19

Pengamatan jumlah mikronukleus dapat terlihat pada sel epitel superfisial

dan jarang terjadi pada sel basal. Hal ini disebabkan oleh pergantian yang cepat

dari jaringan epitel membawa sel ke permukaan ketika terkelupas. Ketika sel

menggalami pembelahan maka kromosom yang rusak dan bersegmen dapat

menetap selama pembelahan mitosis dan muncul dalam sitoplasma sel-sel

anakan yang berupa mikronukleus. Evaluasi jumlah mikronukleus pada sel

epitel bukal dapat dijadikan biomarker kerusakan genetik pada tubuh akibat

paparan zat yang bersifat karsinogenik. Paparan zat karsinogenik pertama akan

kontak dengan sel epitel dan akan dimetabolisme oleh hati dan ginjal sehingga

organ di dalam tubuh juga berresiko mengalami perubahan genetik. Prosedur

yang paling mudah dilakukan dan bersifat non-invasif untuk biomarker

kerusakan genetik adalah menggunakan sel epitel bukal.12

Jumlah penggunaan pestisida dan rokok dalam sehari sangat berpengaruh

terhadap terbentuknya mikronukleus. Pada penelitian sebelumnya terdapat

korelasi antara lama dan frekuensi merokok. Merokok merupakan faktor yang

dapat mempengaruhi peningkatan signifikan pada seorang perokok berat yang

mengkonsumsi 10 batang perhari akan menghasilkan peningkatan

mikronukleus yang signifikan.20 Selain paparan pestisida dan merokok, faktor

yang diduga menyebabkan terbentuknya mikronukleus seperti bahan kimia

berbahaya, adanya radiasi, defisiensi mikronutrien, faktor gaya hidup seperti

merokok, alkohol, dan kelainan genetik.21


15
SIMPULAN

Terdapat perbedaan jumlah mikronukleus pada mukosa bukal akibat paparan

pestisida dan kebiasaan merokok buruh tani di Kecamatan Kalibagor, Kabupaten

Banyumas. Jumlah mikronukleus pada mukosa bukal akibat paparan pestisida dan

kebiasaan merokok lebih banyak dibandingkan dengan jumlah mikronukleus pada

mukosa bukal akibat paparan pestisida dan kebiasaan tidak merokok buruh tani di

Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas. Jumlah mikronukleus pada mukosa

bukal akibat tidak terpapar pestisida dan kebiasaan merokok lebih banyak

dibandingkan dengan jumlah mikronukleus pada mukosa bukal akibat paparan

pestisida dan kebiasaan tidak merokok buruh tani di Kecamatan Kalibagor,

Kabupaten Banyumas. Jumlah mikronukleus pada mukosa bukal akibat tidak

terpapar pestisida dan kebiasaan merokok lebih banyak dibandingkan dengan

jumlah mikronukleus pada mukosa bukal akibat tidak terpapar pestisida dan

kebiasaan tidak merokok buruh tani di Kecamatan Kalibagor, Kabupaten

Banyumas. Jumlah mikronukleus pada mukosa bukal akibat paparan pestisida dan

kebiasaan merokok lebih banyak dibandingkan dengan jumlah mikronukleus pada

mukosa bukal akibat tidak terpapar pestisida dan kebiasaan tidak merokok buruh

tani di Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas.

16
REFERENSI

1. Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyumas, 2013, Luas Penggunaan Lahan


Menurut Kecamatan Tahun 2013, BPS Kabupaten Banyumas, Purwokerto.
2. Suwito, E., 2016, Komunikasi Pribadi, Penyuluh Pertanian Kabupaten
Banyumas, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten
Banyumas.
3. Costa, L.G., 2008, Toxic effects of pesticides, dalam: L. J. Casarett & J. Doull,
eds. 2008, Toxicology, The basic science of poisons, 7th ed. New York:
Macmillan Publishing Company: 883-930.
4. Sexton, K., Needham, L.L., Pirkle, J.L., 2004, Human biomonitoring of
environmental chemical, American Scientist, 92: 38-45.
5. Sivagnanam, S., 2002, Potential therapeutic agents in the management of
Organophosphorus poisoning, Critical Care, 6(3): 260-61.
6. Jenni, A., Suhartono, Nurjazuli, 2014, Hubungan riwayat paparan pestisida
dengan kejadian gangguan fungsi hati (studi pada wanita usia subur di daerah
pertanian Kota Batu), Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 13(2): 62-65.
7. Jovičić, D., Pajić, J., Radivojević, L., Rakić, B., Sarić- Krsmanović, M., 2015,
Micronucleus frequencies in peripheral blood lymphocytes in a Serbian human
population exposed to pesticides, Original Scientific Paper, 30(1): 51-60.
8. Djojosumarto, 2008, Pestisida dan Aplikasinya, Agromedia Pustaka, Jakarta.
9. Wispriyono, B., Yanuar, A., Fitria, L., 2013, Tingkat keamanan konsumsi
residu karbamat dalam buah dan sayur menurut analisis pascakolom
kromatografi cair kinerja tinggi, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(7): 317-323.
10. Riset Kesehatan Dasar, 2013, Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi
Jawa Tengah, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta,
h.160-162.
11. Holland, N., Bolognesi, C., Bonassi, S., Zeiger, E., Fenech, M., Knasmueller,
S., 2008, The micronucleus assay in human buccal cells as a tools for
biomonitoring DNA damage: the HUMN project perspective on current status
and knowledge gaps, Mutation Research: 659.
12. Nina, H., Claudia, B., Micheline, K., Stefano, B., Errol, Z., Siegfried, K., 2008,
The micronucleus assay in human buccal cell as a tool for biomonitoring DNA
damage: The HUMN project perspective on current status and knowledge gaps,
Elsevier: 16-30.
13. Pawitan, J.A., Suryono, I.A., 2006, Sensitivity and specificaty of the
micronucleus test in Hypotonic-Swollen mononuclear leukcoytes compared to
the micronucleus test in binucleated lymphocytes to assess chromosomal
breaks, Analytical and Quantitative Cytology and Histology, 28(3): 175-180.
14. Rahmah, N., Dewi, N., Rahardja, S.D., 2016, Analisis sitogenik mikronukleus
mukosa bukal pada perokok aktif dan pasif, Dentino Jurnal Kedokteran Gigi,
1(1): 15-20.

17
15. Shu, L.Z., Ling, L.B., Hai, F.W., Min,Z., Chang, Y., Xin, Y.Z., Yuan, W.,
Kanwal, R., Hua, N., 2015, The involvement of ER-stress and ROS generation
in Difenoconazole-induced hepatocellular toxicity, Journal The Royal Society
of Chemistry.
16. Salim, S., Ahmed, K., Eyyup, R., Emre, K., Ahmed, S., Akkan, A., Hasan, Y.,
Memet, T., 2009, The genotoxixity and cytotoxicity among patients diagnosed
with organophosphat poisoning, Journal of Food and Chemical Toxocology,
100(8): 476-479.
17. Yadav, A.S., Sehrawat, G., 2011, Evaluation of Genetic damage in famers
exposed to pesticide mixtures, International Journal of Human Genetics, 11:
105-109.
18. Pradeep, M.R., Yadavalli, G., Maji, J., Kartikay S., Deepa K., Vishnudas P.,
2014, Comparative study of genotoxicity in different tobacco related habits
using micronucleus assay in exfoliated buccal epithelial cells, Journal of
Clinical Diagnostic Research, 8(5): ZC21-ZC24.
19. DeMarini, D.M., 2004, Genotoxicity of tobacco smoke and tobacco smoke
condensate: a review, Mutation Research, 567: 447-474.
20. Baca, C.T., Yahne, C.E., 2009, Smoking cessation during substance abuse
treatment: what you need to know, Journal of Substance Abuse Treatment,
36(2): 205-219.
21. Jois, H.S., Kale, A.D., Kumar, M., 2010, Micronucleus as potential biomarker
of oral carcinogenesis, Indian Journal of Dental Advancement, 2(2): 197-202.

18

Anda mungkin juga menyukai