Anda di halaman 1dari 38

GAMBARAN PERILAKU MEROKOK

SKRIPSI

Oleh :
Feri Fathur Rohman
NIM : 14010019

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
YAYASAN PENDIDIKAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL (JIS)

2020
GAMBARAN PERILAKU MEROKOK

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi S1


Keperawatan dan memperoleh gelar Sarjana Keperawatn (S.Kep)

Oleh :
Feri Fathur Rohman
NIM : 14010019

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
YAYASAN PENDIDIKAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL (JIS)

2020
BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Merokok merupakan bentuk utama penggunaan tembakau secara global,

terjadi konsumsi rokok terutama di negara berkembang. Diperkirakan saat ini

jumlah perokok di seluruh dunia mencapai 1,3 miliar. Indonesia merupakan

negara dengan konsumsi merokok terbesar di dunia yaitu pada urutan ketiga

setelah China dan India, konsumsi tembakau di Indonesia meningkat secara

bermakna karena faktor-faktor meningkatnya pendapatan rumah tangga,

pertumbuhan penduduk, rendahnya harga rokok dan mekanisasi industri kretek

(Suryantisa, 2018).

Secara global lebih dari 1,1 miliar orang menggunakan tembakau dan

jumlah laki-laki yang merokok lebih tinggi, secara signifikan yaitu 945 juta orang

dibandingkan dengan perempuan yang berkisar 180 juta orang. Menurut data dari

Benjamin Et Al tahun 2017, ada sekitar 5.700 perokok baru setiap hari di tahun

2014. Hingga saat ini sebanyak 1.222.4 juta perokok dewasa tinggal di sepuluh

negara asean dan setengah dari mereka yaitu sebanyak 65 juta orang tinggal di

Indonesia. Beberapa senyawa berbahaya yang terkandung dalam rokok adalah

senyawa karsinogenik (formaldehyde formalin, benzene, polonium 210, dan vinyl

chloride) logam toksik ( kromium, arsenik, timbal, dan kadmium) dan gas beracun

9 karbon monoksida, hidrogen sianida, amoniak, butana dan toulene) senyawa-

senyawa tersebut menyebabkan kerusakan yang segera dan berulang pada sel-sel

1
2

tubuh. Menurut penelitian Agewall tahun 2015, jika kebiasaan merokok tidak

dihentikan maka diperkirakan korban tewas tahunan dapat meningkat hingga

delapan juta jiwa pada tahun 2030 (Hadi, 2017).

Data World Health Organizaton (WHO) tahun 2016 menunjukan bahwa

Indonesia merupakan peringkat ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia

setelah Cina dan India, jumlah perokok terbesar di dunia setelah Cina mencapai

35% dari total populasi atau sekitar 75 juta jiwa belum lagi pertumbuhan

pravelensi perokok pada anak anak dan remaja yang tercatat di dunia sebesar

1945. Merokok juga dapat menjadi awal bagi seseorang lebih mudah untuk

mencoba berbagai zat adiktif yang lain tersebut daripada bukan seseorang perokok

(Khairatunnisa, 2018).

Prevalensi perokok di Indonesia (baik perokok hisap maupun pengunyah

tembakau) pada kelompok umur 15 tahun cenderung meningkat setiap tahunnya.

Pada tahun 2007 sebesar 34,2 % tahun 2010 meningkat menjadi 34,7% dan tahun

2013 mencapai 36,3 % (Oktaviani, 2018). Selain RISKESDAS, suvey terhadap

penggunaan tembakau nasional juga dilakukan oleh Global Adult Suvey (gats)

pada tahun 2011. Survey ini menunjukan proporsi penduduk umur 15 tahun pada

perokok laki laki sebesar 67% daripada perempuan sebesar 2,7% (Septiana,

2016).

Demikian pula pada persentase pertama kali merokok tiap hari di usia

remaja (15-19 tahun) pada penduduk pernah merokok usia >10 tahun menurut

riskesdas 2018, pada beberapa provinsi lebih tinggi persentase merokok pada

tahun 2013 dibandingkan 2018 namun di Gorontalo, Maluku, Jawa Timur, dan
3

Kalimantan Selatan justru mengalami kenaikan persentase merokok lebih besar di

tahun 2018 daripada tahun 2013 (Santoso, 2018).

Data dari Jember sendiri tepatnya di SMK N 2 Jember menurut penelitian

dari Rasita Siam Windira yang berjudul Hubungan Persepsi Visual Gambar

Patologi Bahaya Merokok Pada Bungkus Rokok Dengan Perilaku Merokok Pada

Remaja Di SMKN 2 Jember tahun 2016 menyatakan populasi siswa sejumlah

1766 dan ditemukan sebanyak 38% dari 473 siswa adalah perokok aktif (Windira,

2016).

Dampak utama kebiasaan merokok adalah terjadinya inisiasi aterogenesis,

yang merupakan asal muasal dari penyakit jantung koroner. Baik paparan asap

rokok secara langsung maupun perokok pasif menyebabkan aktivasi sel endotel

vaskular, disfungsi dan kerusakan. Paparan asap rokok mempengaruhi

endothelium melalui peningkatan stress oksidatif, yang menyebabkan peningkatan

kadar superoksida dan spesies oksigen reaktif lainnya yang dihasilkan oleh

merokok, bersama dengan pelepasan sintase nitrit oksida endotel, menyebabkan

inaktivasi dan mengurangi ketersediaan nitrat oksida. Semua ini mengarah pada

penurunan respon vaskular dan hilangnya sifat antiadesif dari endotelium (Hadi,

2017).

Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang tanpa disadari remaja

dapat merugikan diri sendiri dan orang lain yang berada disekitarnya. Kerugian

yang paling nyata akan dirasakan yaitu masalah kesehatan dan ekonomi. Masalah

kesehatan akan timbul akibat pengaruh bahan kimia yang ada dalam rokok seperti

nikotin, karbon monoksida, dan tar. Dampak merokok dalam bidang ekonomi

adalah remaja belum mempunyai penghasilan sendiri untuk membeli rokok. Hal
4

ini berkaitan erat dengan masalah psikologis dimana remaja menjadi sering marah

akibat orang tuanya tidak memberikan uang utnuk membeli rokok (Windira,

2016).

Dari studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Desa Ajung Rt 003, Rw

001, Kecamatan Ajung Kabupaten Jember didapatkan hasil bahwa 6 dari 10

responden tidak memperdulikan tentang bahaya dari rokok tersebut padahal

bahaya rokok tersebut sudah diperingatkan pada kemasan rokok seperti merokok

menyebabkan kanker tenggorokan, kanker mulut, kanker paru-paru, impoten dan

lain-lain. 3 dari 6 responden adalah remaja yang masih belum memiliki

pendapatan, hal ini akan mempengaruhi kondisi ekonomi dari remaja tersebut.

Dari 6 responden tersebut memiliki perbedaan usia, pendidikkan, pekerjaan,

pendapatan, waktu mulai merokok dan jumlah batang rokok yag dihabiskan

perhari. Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti Gambaran Perilaku

Merokok di Desa Ajung RT 003 RW 001 Kecamatan Ajung Kabupaten Jember.

1.2 Rumusan dan Batasan Masalah

Dari latar belakang di atas maka dapat diperoleh masalah yaitu Gambaran

Perilaku Merokok Desa Ajung RT 003 RW 001 Kecamatan Ajung Kabupaten

Jember.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini untuk menggambarkan perilaku merokok Desa Ajung

Rt 003 Rw 001 Kecamatan Ajung Kabupaten Jember.

1.3.2 Tujuan Khusus


5

a. Mendeskripsikan perokok berdasarkan usia di Desa Ajung RT 003 RW 001

Kecamatan Ajung Kabupaten Jember.

b. Mendeskripsikan perokok berdasarkan pendidikan di Desa Ajung RT 003 RW

001 Kecamatan Ajung Kabupaten Jember.

c. Mendeskripsikan perokok berdasarkan pekerjaan di Desa Ajung RT 003 RW

001 Kecamatan Ajung Kabupaten Jember.

d. Mendeskripsikan perokok berdasarkan pendapatan di Desa Ajung RT 003 RW

001 Kecamatan Ajung Kabupaten Jember.

e. Mendeskripsikan perokok berdasarkan jumlah batang yang dihabiskan perhari

di Desa Ajung RT 003 RW 001 Kecamatan Ajung Kabupaten Jember.

1.4 Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1.4.1 Manfaat bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu dan mampu menerapkan

teori dari perkuliahan ke dalam dunia kerja khususnya mengenai perilaku

merokok.

1.4.2 Manfaat Bagi institusi keperawatan

Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi referensi dalam ilmu keperawatan

dan dapat menjadi dasar untuk mengembangkan upaya pemerintah dalam

menekan angka perokok.

1.4.3 Manfaat bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan infomasi mengenai bahaya

merokok khususnya pada remaja atau anak-anak.


1.5 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Perbedaan dengan penelitian sebelumnya dengan penelitian saat ini

Metode Perbedaan dan


No Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil
Penelitian Persamaan
1. Rasita Siam Hubungan Persepsi Deskriptif Persepsi visual Hasil uji spearman rank Perbedaan dengan
Visual Gambar gambar menunjukkan ada penelitian yaitu, teknik
Windira Anilitik
Patologi Bahaya patologi hubungan persepsi visual sampling, tempat
Merokok Pada bahaya gambar patologi bahaya penelitian
Bungkus Rokok merokok pada merokok pada bungkus Persamaan dengan
dengan Perilaku bungkus rokok dengan perilaku penelitian yaitu metode
Merokok pada Remaja rokok, merokok pada remaja di penelitian, variabel
di SMKN 2 Jember perilaku SMK N 2 Jember
merokok
2. Chelsea Hadi Hubungan Antara Case Merokok, Hasil Uji Chi Square Perbedaan dengan
Merokok dengan Control Penyakit menunjukkan terdapat penelitian yaitu teknik
Penyakit Jantung Jantung hubungan antara riwayat sampling, tempat
Koroner di Rumah Koroner kebiasaan merokok dengan penelitian, metode
Sakit Universitas penyakit jantung koroner penelitian
Sumatera Utara Persamaan dengan
periode 2017-2018 penelitian yaitu
variabel

6
BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Perilaku

2.1.1 Definisi Perilaku

Perilaku menurut Soekidjo dalam bukunya Sunaryo 2004 perilaku

dapat diartikan suatu bentuk respon dari organisme terhadap rangsangan

yang terjadi di lingkungan sekelilingnya (Munawaroh, 2018).

Perilaku menurut A. Wawan dan Dewi M. 2011 dalam bukunya

adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang

dapat diamati dan mempuanyai frekuensi spesifik, durasi, dan tujuan baik

disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang

saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat

kompleks sehingga kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab

seseorang menerapkan perilaku tertentu (Wawan, 2011).

2.1.2 Bentuk Perilaku

Secara lebih operasional perilaku dapat di artikan suatu respons

organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut.

Respon ini berbentuk 2 macam yakni :

a. Bentuk pasif

Respons internal yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak

secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berfikir,

tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya seorang ibu

tau bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu

7
8

meskipun ibu tersebut tidak membawa anaknya ke puskesmas

untuk di imunisasi. Contoh orang lain seseorang yang

menganjurkan orang lain untuk mengikuti keluarga berencana

meskipun ia sendiri tidak ikut keluarga berencana (Wawan, 2011).

Dari kedua contoh tersebut terlihat bahwa ibu telah tau

gunanya imunisasi dan contoh kedua orang tersebut telah

mempunyai sikap yang positif untuk mendukung keluarga

berencana meskipun mereka sendiri belum melakukan secara

konkret terhadap kedua hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku

mereka ini masih terselubung atau cover behaviour (Wawan,

2011).

b. Bentuk aktif

Apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.

Misalnya pada kedua contoh di atas, si ibu sudah membawa

anaknya ke puskesmas atas fasilitas kesehatan lain, si ibu sudah

membawa anaknya ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lain

untuk imunisasi dan orang pada kasus kedua sudah ikut keluarga

berencana dalam arti sudah menjadi akseptor KB. Oleh karena

perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata

maka disebut overt behaviour (Wawan, 2011).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan

sikap adalah merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau

rangsangan yang masih bersifat terselubung. Dan disebut covert

behaviour. Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respon


9

seseorang terhadap stimulus (practice) adalah merupakan overt

behaviour (Wawan, 2011).

2.2 Konsep Rokok

2.2.1 Definisi rokok

Rokok merupakan sebuah benda yang berbentuk silinder berukuran 8-

12 cm dengan diamerer kurang lebih 0,7 cm. Rokok berisi beberapa racikan,

salah satunya berbahan dasar tembakau dan dibungkus rapi dengan kertas

(Munawaroh, 2018).

Kebiasaan merokok sudah dimulai sejak abad 15 M di wilayah benua

Amerika. Tembakau sebagai bahan dasar dari rokok difungsikan untuk

bahan pengobatan. Hingga perjalanan tembakau meluas sampai ke Negara

Indonesia (Munawaroh, 2018).

Penyebutan dan pengertian rokok di Indonesia sendiri tidak terlepas

dari proses sejarah itu sendiri. Seperti yang dijelaskan (Sukendro, 2007)

tembakau masuk di Indonesia sejak abad 17 M. Tembakau yang digunakan

orang Jawa untuk merokok pada waktu itu berasal dari keresidenan Besuki

dari daerah Kedu. Orang Belanda merokok dengan memasukkan daun

tembakau ke dalam buah pipa kecil dan cerutu yang dikenal dengan istilah

ro’ken. Dalam kamus bahasa Jawa-Belanda, Gericke-Roorda meyebutkan

istilah dari ro’ken muncul menjadi kata rokok sampai sekarang ini

(Munawaroh, 2018).

Dalam pandangan masyarakat Indonesia saat ini sudah familiar

dengan dua jenis rokok, antara rokok kretek dan rokok putih. Keduanya

hanya berbeda pada cita rasa yang ditawarkan saja. Jika rokok kretek
10

memiliki ciri khas aroma cengkeh (clove) di dalam racikannya. Sedangkan

rokok putih tidak ada kandungan dari racikan cengkeh (Munawaroh, 2018).

Cara mengkonsumsi rokok cukup mudah, hanya dengan di bakar pada

salah satu ujungnya dan membiarkan membara agar asapnya dapat dihirup

melalui ujung yang lainnya (Munawaroh, 2018).

2.2.2 Bahan baku rokok

Bahan baku yang digunakan untuk membuat rokok adalah sebagai

berikut :

a. Tembakau

Jenis tembakau yang dibudidayakan dan berkembang di

Indonesia termasuk dalam spesies nicotiana tabacum (Oktaviani,

2018).

b. Cengkeh

Bagian yang digunakan adalah bunga yang belum mekar.

Bunga cengkeh dipetik dengan tangan oleh para pekerja, kemudian

dikeringkan di bawah sinar matahari, kemudian cengkeh

ditimbang, dirajang dengan mesin sebelum ditambahkan ke dalam

campuran tembakau untuk membuat rokok kretek (Oktaviani,

2018).

c. Saus Rahasia

Saus ini terbuat dari beraneka rempah dan ekstrak buah-buahan

untuk menciptakan aroma serta cita rasa tertentu. Saus ini menjadi

pembeda antara setiap merek dan varian kretek (Oktawinanta,

2018).
11

2.2.3 Kandungan rokok

Setiap membakar satu batang rokok, melalui asap yang dihirup, akan

menghasilkan beberapa zat kimia. Zat tersebut mampu membawa

kenikmatan secara langsung terhadap diri perokok. Meskipun dalam jangka

panjang, justru dapat berdampak negatif kepada perokok aktif maupun

orang-orang disekelilingnya sebagai perokok pasif. Sesuai yang di jelaskan

Istiqomah 2013, dalam ilmu kedokteran terbukti setiap rokok mampu

mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia aktif. Rokok menghasilkan

suatu pembakaran yang tidak sempurna, sehingga dapat mengendap dalam

tubuh. Secara umum komponen rokok dapat dibagi menjadi dua, yaitu

antara unsur gas dan padat (partikel). Sehingga dapat berpengaruh langsung

pada metabolisme tubuh. Beberapa di antaranya adalah :

1. Nikotin

Nikotin merupakan bahan kimia berminyak dan tidak berwarna,.

Zat ini dijumpai secara alami di dalam batang dan daun tembakau yang

mengandung paling tinggi 5% dari berat tembakau itu sendiri. Pada suhu

rendah, bahan ini mampu bertindak untuk merangsang dan meningkatkan

aktivitas serta kewaspadaan (Munawaroh, 2018).

Dalam PP No. 81 tahun 1999 Pasal 1 ayat (2) dijelaskan nikotin

merupakan bahan senyawa pirrolidin yang terdapat dalam Nicotiana

tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya. Hal ini termasuk sintesis

yang bersifat adiktif dan dapat mengakibatkan ketergantungan. (Ma’ruf,

2015).

2. Tar
12

Tar menurut Sukmana 2009, memiliki kandungan zat polisiklik

hidrokarbonaromatis. Dari zat tersebut dalam jangka waktu panjang

dapat memicu tumbuhnya sel kanker pada paru-paru. Zat ini memiliki

warna coklat kekuning-kuningan. Bisa dilihat saat sebelum dibakar

dalam rokok terdapat filter yang berwarna putih, namun setelah dibakar

akan berubah menjadi warna kuning. Sehingga tidak heran, seorang

perokok aktif akan memiliki warna gigi kuning kehitam-hitaman, hal itu

disebabkan tumpukan tar yang menempel pada giginya (Ma;ruf, 2015).

3. Karbon Monoksida (CO)

Zat ini bersifat toksis artinya memiliki sifat bertentangan dengan

gas oksigen. Tidak memiliki warna khusus, namun berdampak sebagai

gas beracun. Kandungan dalam asap rokok sekitar 2-6%, sehingga dapat

berakibat sel darah merah akan kekuragan oksigen, dengan begitu sel

tubuh juga akan kekurangan oksigen (Ma’ruf, 2015).

Seperti yang dijelaskan Henning field JE 1995 dalam bukunya

Sukendro 2007, Pengurangan oksigen dalam jangka panjang dapat

mengakibatkan terganggunya pembuluh darah yang menyempit dan

mengeras. Apabila menyerang pembuluh darah jantung, maka akan

terjadi serangan jantung (Munawaroh, 2018).

4. Timah Hitam

Setiap satu batang rokok yang dihisap diperhitungkan

mengandung 0,5 mikrogram timah hitam. Sementara batas maksimal

kandungan timah hitam pada tubuh manusia adalah 20 mikrogram

perhari (Ma’ruf, 2015).


13

5. Eugenol

Bahan eugenol hanya terdapat pada rokok kretek saja tidak pada

rokok putih. Sebab, rokok putih tidak dicampur dengan cengkeh.

Eugenol merupakan minyak cengkeh yang dapat digunakan sebagai

antiseptic, anesthetic, dan antipiritik (Munawaroh, 2018).

2.2.4 Bahaya rokok

Rokok merugikan kesehatan tidak hanya bagi perokok tetapi juga bagi

orang yang menghirup asap rokok. Dalam asap rokok terdapat zat-zat

diantaranya gas karbon monoksida (CO), nitrogen oksida, amonia, benzene,

metanol, perilen, hidrogen sianida, akrolein, asetilen, benzaldehid,

arsenikum, benzopiren, uretan, koumarin, ortokresol, dan lain-lain

berbahaya yang dapat berakibat buruk pada kesehatan (Ma’ruf, 2015)

1. Dampak pada paru-paru

Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi

saluran nafas dan jaringan paru-paru. Pada saluran napas besar,

sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mukus bertambah

banyak (hiperplasia). Pada saluran napas kecil, terjadi radang

ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan

penumpukan lendir. Pada jaringan paru-paru terjadi peningkatan

jumlah sel radang dan kerusakan alveoli (Ma’ruf, 2015).

2. Dampak pada jantung

Nikotin dari rokok itu dapat menyebabkan denyut jantung

tidak teratur, serangan jantung karena akibat merokok ini, dapat

terjadi karena tiba-tiba yang mengakibatkan kematian. Juga


14

karbon monoksida pada rokok tersebut menghalangi masuknya

oksigen kepada jantung yang dapat mengakibatkan serangan

jantung secara tiba-tiba, apalagi kalau urat nadi pembuluh darah,

yang membekali otot-otot jantung dengan darah telah diendapi

oleh penyakit karena nikotin dan’ karbon monoksida dari rokok

tersebut (Ma’ruf, 2015).

3. Dampak terhadap terjadinya kanker

Kanker yang dapat diderita seorang perokok. Kanker mulut dan

kanker bibir lebih banyak diderita perokok dibanding mereka

yang tidak merokok. Ini adalah disebabkan panas dari asap rokok

itu terutama kalau perokok itu menggunakan pipa. Perokok juga

dapat menderita penyakit kanker kerongkongan dan usus lima

sampai sepuluh kali lebih cenderung dari yang bukan perokok.

Faktor utama penyebab ini adalah karena unsur kimia seperti

carsinogen, arsenic dan bengopyrene yang terdapat pada rokok

tersebut, yang merupakan zat-zat penyebab kanker (Ma’ruf,

2015).

2.3 Konsep Perilaku Merokok

2.3.1 Definisi Perilaku merokok

Armstrong (Nasution, 2007) mendefinisikan merokok sebagai suatu

aktivitas menghisap asap tembakau yang dibakar kedalam tubuh dan

menghembuskannya kembali keluar. Perilaku merokok merupakan suatu

kegiatan membakar rokok dan menghisap asap rokok, Notoatmodjo

(Munawaroh, 2018).
15

asap rokok kemudian dihembuskan keluar sehingga menyebabkan

asap rokok terhisap oleh orang-orang yang berada disekitar perokok.

Perilaku merokok merupakan perilaku yang berkaitan erat dengan perilaku

kesehatan. Sebab perilaku merokok merupakan salah satu perilaku yang

dapat membahayakan kesehatan. Perilaku merokok sudah menjadi

kebiasaan yang sangat umum dan meluas pada masyarakat Indonesia.

Perokok berasal dari berbagai jenis kelas yang meliputi : kelompok umur,

sosial dan jenis kelamin. Hal ini menjadi dasar bahwa kebiasaan merokok

sulit untuk dihilangkan. Sebab tidak banyak masyarat yang mengakui bahwa

rokok merupakan suatu kebiasaan buruk yang seharusnya dihindari

(Munawaroh, 2018).

Husaini, 2006 merokok berarti membakar tembakau dan daun tar, dan

menghisap asap yang dihasilkannya. Menurut Oskamp dalam Sumiati, 2003

mengatakan perilaku merokok adalah kegiatan menghisap asap tembakau

yang telah menjadi cerutu kemudian disulut api. Tembakau yang berasal

dari tanaman nicotiana tabacum (Salim, 2018).

2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok

Menurut Komalasari 2000, Perilaku merokok dipengaruhi dari 3

faktor besar yaitu :

a. Faktor Diri (Internal)

Seringkali seseorang mencoba perilaku merokok dengan

alasan sekedar ingin tahu atau melepaskan diri dari rasa kebosanan.

Usia awal merokok biasanya dimulai usia remaja. Secara tidak

langsung rokok mampu memberikan penawaran bagi para remaja


16

dari krisis psikososial seseorang dalam mencari jati diri. Yang

memberikan image bahwa merokok presentasi dari sebuah

kejantanan dan kedewasaan (Munawaroh, 2018).

b. Faktor Lingkungan

Faktor kedua tidak terlepas dari kehidupan seseorang itu sendiri.

Bagaimana kondisi lingkungan sekitar membentuk kepribadian

serta perilaku. Seseorang akan lebih mudah menerima dan meniru

dengan orang-orang disekelilingnya (Munawaroh, 2018).

1. Keluarga

Posisi orang tua lebih berpengaruh, khususnya perilaku seorang

Ayah terhadap anak laki-lakinya. Karena intensitas pertemuan

anak akan dominan meniru seorang ayah merokok atau tidak

(Munawaroh, 2018).

2. Teman

Hampir sama dengan faktor internal yang menjelaskan

bagaimana seorang anak mengalami krisis psikososial artinya

terdapat perubahan ego yang dipengaruhi dari interaksi social.

Sehingga remaja tersebut akan mendapat jati diri dalam

pergaulannnya (Munawaroh, 2015).

juga menjelaskan pergaulan ini disebut dengan mekanisme peer

socialization dengan arah pengaruh berasal dari kelompok.

Ketika seseorang bergaul dengan kelompok tersebut, maka

sering kali muncul perilaku yang menyesuaikan dengan

kelompok tersebut (Salim, 2018).


17

c. Media Iklan

Dalam berbagai media pertelevisian, radio, bahkan sponsorsip

sebagai media iklan. Seringkali mempresentasikan rokok sebagai

citra yang ‘keren’, ‘berani,’ ‘modern’, ‘dewasa’. Hal tersebut

menjadi faktor utama untuk mengenali berbagai produk rokok

sehingga muncul rasa penasaran dan ingin mencobanya (Siti

Munawaroh, 2018).

2.3.3 Jenis Perokok

a. Perokok Pasif

Perokok pasif dalam asap rokok yang dihirup oleh seseorang

yang tidak merokok atau Pasive smoker . Asap rokok merupakan

polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Asap rokok lebih

berbahaya terhadap perokok pasif dari pada perokok aktif. Asap

rokok sigaret berkemungkinan besar berbahaya terhadap mereka

yang bukan perokok, terutama ditempat tertutup. Asap rokok yang

dihembuskan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif,

lima kali lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali

lebih banyak mengandung tar dan nikotin (Ma’ruf, 2015).

b. Perokok Aktif

Menurut Bustam 2007 rokok aktif adalah asap rokok yang

berasal dari isapan perokok atau asap utama pada rokok yang

dihisap (mainstream). Dari pendapat diatas dapat ditarik

kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang yang merokok dan


18

langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi

kesehatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar (Ma’ruf, 2015).

2.3.4 Klasifikasi Perokok

Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satu batang, bungkus, pak per

hari. Jenis rokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu (Ma’ruf, 2015).

a. Perokok Ringan yaitu apabila merokok kurang dari 10 batang

perhari.

b. Perokok sedang yaitu apabila merokok 10-20 batang perhari.

c. Perokok Berat yaitu apabila merokok lebih dari 20 batang perhari

Bila sebatang rokok dihabiskan dalam 10x hisapan asap rokok maka

dalam tempo setahun bagi perokok sejumlah 20 batang (satu bungkus)

per hari akan mengalami 70.000 hisapan asap rokok. Beberapa zat

kimia dalam rokok yang berbahaya bagi kesehatan bersifat kumulatif

(ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan mencapai titik toksis

sehinggga akan mulai kelihatan gejala yang ditimbulkan (Ma’ruf,

2015).

2.3.5 Karakteristik Perokok

a. Perokok berdasarkan usia

Klasifikasi kelompok umur manusia dalam penelitian ini

dibagi menjadi empat kelompok yaitu kanak-kanak (5-11 tahun),

remaja (12-25 tahun), dewasa (26-45 tahun), dan lansia (46-65

tahun). Klasifikasi kelompok umur manusia dapat didasarkan pada

intensitas yang nampak pada citra wajah (Amin, 2017).


19

b. Perokok berdasarkan pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan, secara umum disimpulkan

bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula

jumlah konsumsi rokok dan tembakau (Suryantisa, 2018).

c. Perokok berdasarkan pekerjaan

Dilihat dari status bekerja, konsumsi rokok dan tembakau

banyak pada mereka yang bekerja baik pada laki-laki maupun

perempuan (Suryantisa, 2018).

d. Perokok berdasarkan pendapatan

Secara ekonomi, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi

pendapatan semakin banyak pula mengkonsumsi rokok dan

tembakau (Suryantisa, 2018).

e. Perokok berdasarkan waktu mulai merokok

Menurut lapiran Global Youth Tobacco Survey tahun 2014,

secara keseluruhan perokok remaja usia 13-15 tahun mulai

merokok di usia 12-13 tahun, dan sebanyak 11,4% mulai merokok

pada usia 14-15 tahun (Suryantisa, 2018).


BAB III

METODE PENELITIAN

Tema : gambaran perilaku merokok

Artikel-artikel dalam karya tulis ilmiyah ini ditemukan di berbagai


database yaitu google scholar, academia, scribd, berbagai pencarian dimulai
denggan kata kunci merokok, siswa merokok, perilaku merokok, kebiasaan
merokok, Variabel pada penelitian ini menggunnakan variabel tunggal yaitu
gambaran perilaku merokok penulisan memilih artikel dalam rentan tahun 2015-
2020 dan ditemukan 60 artikel yang berhubungan dengan gambaran perilaku
merokok. Dari total 60 artikel yang ditemukan hanya 8 yang memenuhi kriteria
dan dalam 1 artikel memiliki lebih dari 1 poin bahasan, usia 3 artikel, pendidikan
3 artikel, pekerjaan 3 artikel, pendapatan 2 artikel, mulai merokok 2 artikel, dan
jumlah batang 3 artikel (caers et al 2008).

20
21

BAB IV

PEMBAHASAN

6.1 Gambaran Perilaku Merokok Berdasarkan Usia


Jurnal 1
Berdasarkan penelitian dari Khuzaimah pada jurnal yang berjudul Analisis
Pengaruh Pendapatan, Kenaikan Harga Rokok Dan Pesan Bergambar Bahaya
Merokok Terhadap Konsumsi Rokok (Studi Kasus Kecamatan Baitussalam
Kabupaten Aceh Besar) tahun 2019. Responden dalam penelitian tersebut adalah
masyarakat di Kecamatan Baitussalam. Rata-rata umurnya berkisar antara 21-30
tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60, 61-70. Adapun gambaran dari umur
responden sebagai berikut:
Umur Frekuensi Persentase
21-30 13 26%
31-40 24 48%
41 10 20%
51-60 1 2%
61-70 2 4%
Total 50 100%
Sumber : Hasil diolah Menggunakan SPSS 20
Dari hasil tabel 4.3 dapat kita lihat yaitu responden dengan umur 21-30
tahun sebesar 26%, 31-40 sebesar 48%, 41-50 tahun sebesar 20%, 51-60 tahun
sebesar 2%, dan 61-70 sebesar 2%. Maka dapat disimpulkan bahwa responden
terbanyak ditempatkan pada umur responden 31-40 tahun yaitu sebanyak 24
responden dari 50 responden dengan persentase sebesar 48%.
Jurnal 2
Berdasarkan penelitian dari Catharine Fristy Blaise pada jurnal yang
berjudul Efektifitas Terapi Seft (Spiritual Em otional Freedom Technique)
Terhadap Penurunan Intensitas Merokok Di Klinik Berhenti Merokok Uptd
Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota tahun 2016. Responden pada penelitian ini
mulai remaja akhir (17-25 tahun), Dewasa Awal (26-35 tahun), Dewasa Akhir
22

(36-45 tahun), Lansia Awal (46-55 tahun), Lansia Akhir (56-65 tahun). Adapun
gambaran dari umur responden sebagai berikut:
Frekuensi
Umur Intervensi Kontrol Jumlah
n (%) n (%)
Remaja akhir (17-25 tahun) 6 (31,58%) 8 (42,11%) 14
Dewasa awal (26-35 tahun) 6 (31,58%) 4 (21,0,5%) 10
Dewasa ahir (36-45 tahun) 7 (36,84%) 5 (26,32%) 12
Lansia awal (46-55 tahun) 0 1 (5,62%) 1
Lansia akhir (56-65 tahun) 0 1 (5,62%) 1
Sumber : Data Primer (2016)
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa rentang usia perokok terbanyak pada
Kelompok Intervensi berada di kategori dewasa akhir (36-46 tahun) yaitu sebesar
36.84%. Sedangkan pada Kelompok Kontrol rentang usia perokok terbanyak
berada di kategori remaja akhir (17-25 tahun) yaitu sebesar 42.11%.

Jurnal 3
Berdasarkan penelitian dari Likha Inayati yang berjudul Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Konsumsi Rokok Tenaga Kerja Di Indonesia tahun 2018.
Responden pada penelitian ini mulai umur 15 tahun sampai 64+.
Umur Konsumsi rokok Rokok
Riingan Sedang berat
15-24 17,17 10,98 6,31 12,99
25-34 27,78 32,79 25,61 29,94
35-44 23,26 27.95 33,62 26,66
45-54 15,50 17,01 20,81 16,82
55-64 9,97 8,09 10,83 9,16
64+ 6,32 3,18 2,82 4,42
Sumber: Data diolah dari IFLS 5
Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa persebaran konsumsi rokok tenaga
kerja dalam waktu satu hari pada kategori ringan tertinggi umur 25-34 tahun
sebesar 27,78% dan terendah pada umur 64+ sebesar 6,32%. Kategori sedang
persebaran konsumsi rokok berdasarkan umur tertinggi pada umur 25-34 tahun
sebesar 32,79% dan terendah pada umur 64+ sebesar 3,18%. Persebaran konsumsi
23

rokok pada kategori berat tertinggi pada umur 35-44 tahun sebesar 33,62% dan
terendah pada umur 64+ sebesar 2,82%.
Data tersebut menunjukkan bahwa tenaga kerja pada usia muda yaitu umur
15-24 tahun memiliki konsumsi rokok tertinggi pada kategori ringan, konsumsi
rokok mengalami kenaikan pada umur 25-64 tahun dengan konsumsi rokok
tertinggi pada kategori berat, kemudian mengalami penurunan pada umur 64%
dengan konsumsi rokok tertinggi pada kategori ringan. Artinya, tenaga kerja
dengan konsumsi rokok yang tertinggi terdapat pada usia muda.

Kesimpulan :

Pada jurnal 1 diketahui usia yang paling banyak merokok adalah usia 31-
40 tahun sejumlah 24 responden atau 48%, Pada jurnal 2 diketahui usia paling
banyak merokok adalah usia 17-25 tahun dengan jumlah 14 responden, Pada
jurnal 3 diketahui usia yang paling banyak merokok terdapat pada usia 25-34
tahun sejumlah 29,11. Dapat disimpulkan dari ketiga jurnal tersebut usia yang
banyak merokok adalah usia 17-40 tahun.

6.2 Gambaran Perilaku Merokok Berdasarkan Pendapatan


Jurnal 1
Berdasarkan penelitian dari Lilik Sugiharti, Ni Made Sukartini, Tanti
Handriana yang berjudul Keterkaitan antara Perilaku Merokok, Preferensi Waktu
dan Pilihan Terhadap Resiko (Studi Kasus di Kota Surabaya) tahun 2016. Berikut
merupakan analisis pendapatan perokok yaitu :
Pendapatan Bukan perokok Mengurangi rokok Aktif merokok
1- 2 juta 14 13 19
2 - 3,5 juta 26 36 25
>3,5 juta 10 6 16
Jumlah 50 55 60
Sumber : diolah dari data penelitian, 2015.
Dari tabel pendapatan diatas yang berpendapatan 1-2 juta 14 responden
bukan perokok, 13 responden mengurangi rokok dan 19 responden aktiif
merokok. Yang berpendapatan 2-3,5 juta 26 responden bukan perokok, 36
24

responden mengurangi rokok, dan 25 responden aktif merokok. Yang


berpendapatan. >3,5 juta 10 responden bukan perokok, 6 responden mengurangi
rokok dan 16 responden aktif merokok.
Jurnal 2
Berdasarkan penelitian dari Likha Inayati yang berjudul Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Konsumsi Rokok Tenaga Kerja Di Indonesia tahun 2018.
Pendapatan dalam penelitian ini terbagi menjadi 4 kelompok sama besar
berdasarkan pada tingkat kuintil yaitu:
a) Kuintil 1 = 0 - 400.000
b) Kuintil 2 = 400.400 - 1.100.000
c) Kuintil 3 = 1.120.000 – 2.000.000
d) Kuintil 4 = 2.010.000 – 200.000.000
Konsumsi rokok Jumlah
Pendapatan
Ringan Sedang Berat
Kuintil 1 30,76 22,38 16,10 25,11

Kuintil 2 26,55 24,66 20,15 24,93

Kuintil 3 23,10 26,72 24,86 25,03

Kuintil 4 19,58 26,24 38,89 24,93

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00


Sumber : Data diolah dari IFLS 5
menunjukkan persebaran konsumsi rokok dalam waktu satu hari
berdasarkan pendapatan, persebaran konsumsi rokok kategori ringan tertinggi
pada pendapatan kuintil 1 sebesar 30,76% dan terendah pada kuintil 4 sebesar
19,58%. Konsumsi rokok kategori sedang tertinggi pada tenaga kerja dengan
tingkat pendapatan kuintil 3 sebesar 26,72% dan terendah pada tingkat pendapatn
kuintil 1 sebesar 22,38%. Konsumsi rokok kategori berat tertinggi pada tenaga
kerja dengan tingkat pendapatan kuintil 4 sebesar 38,89% dan terendah pada
kuintil 1 sebesar 16,10%.

Tabel tersebut menunjukkan bahwa persebaran konsumsi rokok pada tingkat


pendapatan rendah yaitu kuintil 1 dan 2 memiliki tingkat konsumsi rokok tertinggi
pada kategori ringan. Pada tingkat pendapatan tinggi yaitu kuintil 3 dan kuintil 4
konsumsi rokok tertinggi pada kategori sedang dan kategori berat. Artinya,
25

semakin tinggi tingkat pendapatan maka konsumsi rokok pada tenaga kerja di
Indonesia juga semakin tinggi.

Kesimpulan :

Pada jurnal 1 diketahui pendapatan yang paling banyak merokok adalah 2-


3,5 juta sebanyak 25 responden, Pada jurnal 2 diketahui pendapatan paling banyak
merokok berada pada kuintil 1 atau 0,400 ribu sejumlah 25,11. Dapat disimpulkan
dari kedua jurnal tersebut yang banyak merokok adalah pada pendapatan 400.000
– 3.500.000.

6.3 Gambaran Perilaku Merokok Berdasarkan Pendidikan


Jurnal 1
Berdasarkan penelitian dari Khuzaimah pada jurnal yang berjudul Analisis
Pengaruh Pendapatan, Kenaikan Harga Rokok Dan Pesan Bergambar Bahaya
Merokok Terhadap Konsumsi Rokok (Studi Kasus Kecamatan Baitussalam
Kabupaten Aceh Besar) tahun 2019. berikut analisis deskripsi responden menurut
tingkat pendidikan sebagai berikut :
Tingkat Pendidikan Frekuensi Presentase
Tamat SD 16 32%
Tamat SMP 7 14%
Tamat SMA 21 42%
Sarjana 6 12%
Total 50 100%
Sumber : Hasiil diolah Menggunakan SPSS 20
Dari hasil tabel 4.5 dapat kita lihat bahwa proporsi perokok menurut
pendidikan, tamat SD dengan persentase sebesar 32%, tamat SMP sebesar 14%,
tamat SMA sebesar 42% dan sarjana sebesar 12%. Dapat disimpulkan bahwa
proporsi perokok tertinggi menurut tingkat pendidikan adalah tamat SMA yaitu
sebesar 21 responden dari 50 responden dengan persentase sebesar 42%.
Jurnal 2
Berdasarkan penelitian dari Catharine Fristy Blaise pada jurnal yang
berjudul Efektifitas Terapi Seft (Spiritual Emotional Freedom Technique)
26

Terhadap Penurunan Intensitas Merokok Di Klinik Berhenti Merokok Uptd


Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota tahun 2016. berikut analisis deskripsi
responden menurut tingkat pendidikan sebagai berikut :
Kelompok
Pendidikan Jumlah
Intervensi n(%) Kontrol (%)
SMP 3 (15,79%) 3 (15,79%) 0
SMA 13 (68,42%) 13 (68,42%) 14 (73,68%)
Perguruan Tinggi 3 (15,79%) 3 5 (26,32%)
Sumber: Data Primer (2016)
Untuk tingkat pendidikan terbanyak, baik pada Kelompok Intervensi
maupun Kelompok Kontrol adalah lulusan SMA sebanyak 13 orang (68.42%)
pada Kelompok Intervensi dan 14 orang (73.68%) pada Kelompok Kontrol.

Jurnal 3
Berdasarkan penelitian dari Likha Inayati yang berjudul Faktor Faktor Yang
Mempengaruhi Konsumsi Rokok Tenaga Kerja Di Indonesia tahun 2018.
Responden yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 9.515 responden yang
terdiri dari 6 jenjang.
Konsumsi Rokok Jumlah
Pendidikan
Ringan Sedang Berat
Tidak sekolah 3,47 2,30 1,51 2,69

SD/MI/Paket A 34,49 32,16 30,41 32,92

SMP/MTS/Paket B 19,15 20,96 21,28 20,25

SMA/MA/SMK/Paket C 32,41 35,05 35,22 33,99

Diploma (D1,D2,D3) 2,47 2,41 2,54 2,45

Sarjana (S1,S2,S3) 8,02 7,12 9,04 7,70

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00


Sumber: Data diolah dari IFLS 5
Tabel tersebut menunjukkan persebaran konsumsi rokok dalam waktu satu
hari berdasarkan pendidikan, persebaran konsumsi rokok kategori ringan tertinggi
pada tenaga kerja lulusan SD/MI/Paket A sebesar 34,49% dan terendah pada
tenaga kerja lulusan Diploma (D1,D2,D3) sebesar 2,47%. Pada kategori sedang
tertinggi pada tenaga kerja lulusan SMA/MA/SMK/Paket C sebesar 35,05% dan
terendah pada tenaga kerja yang tidak sekolah sebesar 2,30%. Konsumsi rokok
27

kategori berat pada tenaga kerja lulusan SMA/MA/SMK/Paket C sebesar 35,22%


dan terendah pada tenaga kerja yang tidak sekolah sebesar 1,51%.
Tabel tersebut menunjukkan bahwa tenaga kerja dengan pendidikan rendah
yaitu tidak sekolah dan tenaga kerja lulusan SD/MI/Paket A memiliki tingkat
konsumsi rokok tertinggi pada kategori ringan, sedangkan lulusan pada jenjang
yang lebih tinggi memiliki tingkat konsumsi tertinggi pada kategori berat.
Artinya, konsumsi rokok pada tenaga kerja berpendidikan tinggi lebih besar dari
pada konsumsi rokok .pada pendidikan rendah
Kesimpulan :
Pada jurnal 1 diketahui pendidikan paling banyak merokok adalah tamat
SMA dengan jumlah 21 presentase 42%, Pada jurnal 2 diketahui pendidikan
paling banyak merokok adalah SMA dengan jumlah 14 (73,68%), Pada jurnal 3
diketahui pendidikan paling banyak merokok adalah SMA dengan jumlah 33,99.
Dapat disimpulkan dari ketiga jurnal tersebut yang banyak merokok adalah
pendidikan SMA (73,68%)-33,99.

6.4 Gambaran Perilaku Merokok Berdasarkan Pekerjaan


Jurnal 1
Berdasarkan penelitian dari Khuzaimah pada jurnal yang berjudul Analisis
Pengaruh Pendapatan, Kenaikan Harga Rokok Dan Pesan Bergambar Bahaya
Merokok Terhadap Konsumsi Rokok (Studi Kasus Kecamatan Baitussalam
Kabupaten Aceh Besar) tahun 2019. Berdasarkan hasil penelitian, berikut analisis
deskripsi responden menurut pekerjaan sebagai berikut:

Pekerjaan Frekuensi Presentase

PNS 2 4%

Swasta 26 52%

Pensiun 1 2%

Petani 8 16%

Buruh harian 9 18%

Lainya 4 8%

Total 50 100%
Sumber: Hasil Diolah Menggunakan Spss 20
28

Dari hasil tabel 4.6 dapat kita lihat bahwa persentase perokok yang
perkerjaanya sebagai PNS sebesar 4%, swasta sebesar 52%, pensiun 2%, petani
16%, buruh harian sebesar 18%, dan pekerjaan lain sebesar 8%. Maka dapat
disimpulkan bahwa responden yang pekerjaannya sebagai swasta merupakan
responden terbanyak yaitu 26 responden dari 50 responden dengan persentase
52%.
Jurnal 2
Berdasarkan penelitian dari Lilik Sugiharti, Ni Made Sukartini, Tanti
Handriana yang berjudul Keterkaitan antara Perilaku Merokok, Preferensi Waktu
dan Pilihan Terhadap Resiko (Studi Kasus di Kota Surabaya) tahun 2016. berikut
analisis deskripsi responden menurut pekerjaan sebagai berikut:
Status responden
Pekerjaan
Bukan perokok Mengurangi rokok Aktif merokok

Buruh 10 3 9

Petani 4 4 6

Pedagang 5 4 5

PNS 6 23 21

Swasta 15 12 6

Tenaga Kontrak 10 9 13
Sumber : diolah dari data penelitian 2015
Pekerjaan paling banyak yang bukan perokok adalah swasta sebanyak 15
responden, pekerjaan paling banyak yang mengurangi rokok adalah PNS
sebanyak 23 responden dan pekerjaan paling banyak yang aktif merokok adalah
PNS sebanyak 21 responden.
Jurnal 3
Berdasarkan penelitian dari Catharine Fristy Blaise pada jurnal yang
berjudul Efektifitas Terapi Seft (Spiritual Emotional Freedom Technique)
Terhadap Penurunan Intensitas Merokok Di Klinik Berhenti Merokok Uptd
Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota tahun 2016. berikut analisis deskripsi
responden menurut pekerjaan sebagai berikut:
29

Kelompok Jumlah
Pekerjaan
Intervensi n (%) Kontrol n (%)
Mahasiswa /pelajar 4 (21,05%) 4 (21,05%) 8

Buruh 2 (10,53%) 0 2

Wirasuasta 3 (15,79%) 3 (15,79%) 6

PNS 3 (15,79%) 2 (10,53%) 5

Karyawan swasta 7 (36,84%) 10(52,63%) 17


Sumber : Data Primer (2016)
pekerjaan terbanyak pada Kelompok Intervensi adalah sebagai karyawan
swasta sebanyak 7 orang (36.84%) dan pada Kelompok Kontrol sebanyak 10
orang (52.63%)

kesimpulan :
pada jurnal 1 pekerjaan paling banyak merokok adalah swasta dengan jumlah 26
dan presentase 52%, pada jurnal 2 pekerjaan paling banyak merokok adalah PNS
dengan jumlah 21.pada jurnal 3 pekerjaan paling banyak merokok adalah
karyawan swasta jumlah 17.dapat disimpulkan dari ketiga jurnal tersebut yang
paling banyak merokok adalah karyawan swasta 17-swasta 26

6.5 Gambaran Perilaku Merokok Berdasarkan Mulai Merokok


Jurnal 1
Berdasarkan penelitian dari Lilik Sugiharti, Ni Made Sukartini, Tanti
Handriana yang berjudul Keterkaitan antara Perilaku Merokok, Preferensi Waktu
dan Pilihan Terhadap Resiko (Studi Kasus di Kota Surabaya) tahun 2016. Berikut
merupakan analisis mulai merokok yaitu :
Status responden
Mulai merokok
Bukan perokok Mengurangi rokok Aktif merokok

Bukan perokok 50 0 0

< 5 tahun 0 0 6

6-10 tahun 0 1 14

11-15 tahun 0 23 45
>15 tahun 0 31 0
Sumber : diolah dari data penelitian, 2015
30

Responden terbanyak adalah bukan perokok sejumlah 50 resoponden, yang


<5 tahun dan aktif merokok sebanyak 6 responden, yang mulai merokok 6-10
tahun dan mengurangi rokok 1 responden dan yang aktif merokok 14 responden, ,
yang mulai merokok 11-15 tahun dan mengurangi rokok 23 responden dan yang
aktif merokok 45 responden, yang mulai merokok >15 tahun dan mengurangi
rokok 31 responden.
Jurnal 2
Berdasarkan penelitian dari Masitha Nur Amalia yang berjudul Analisis
Pengaruh Konsumsi Rokok Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Di Indonesia
tahun 2017. Berikut merupakan analisis mulai merokok yaitu :

Usia Mulai Merokok Frekuensi Persentase

10-14 778 10,96

15-29 3373 47,51

20-24 19,26 27,13

25-29 642 9,04

30-34 206 2,90

35-39 63 0,89

40-44 59 0,83

45-49 24 0,34

50-54 19 0,27

>=55 9 0,13

Total 7099 100,00

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa mayoritas tenaga kerja sebanyak


3373 orang atau 47,51% dari 7099 responden mulai merokok di usia 15-19 tahun.
Usia mulai merokok tertinggi kedua adalah 20-24 tahun sebanyak 1926 orang atau
27,13%. Sebanyak 778 orang atau 10,96% mulai merokok di usia 10-14 tahun,
642 orang atau 9,04% mulai merokok di usia 25-29 tahun, 206 orang atau 2,90%
mulai merokok di usia 30-34 tahun, 63 orang atau 0,89% mulai merokok di usia
35-39 tahun, 59 orang atau 0,83% mulai merokok di usia 40-44 tahun, 24 orang
atau 0,34% mulai merokok di usia 45-49 tahun, dan 19 orang atau 0,27% mulai
merokok di usia 50-54 tahun, serta sisanya sebanyak 9 orang atau 0,13% mulai
31

merokok di usia 55 tahun atau lebih. Hal ini berarti tenaga kerja cenderung mulai
merokok saat berada di usia produkti.

Kesimpulan ;
Pada jurnal 1 diketahui paling banyak merokok pada usia 11-15 tahun
dengan jumlah 45.Pada jurnal 2 diketahui paling banyak mulai merokok pada usia
15-29 tahun dengan jumlah 3373 dengan presentase 47,51, dapat disimpulkan dari
kedua jurnal tersebut yang banyak mulai merokok adalah usia 11-29 tahun

6.6 Gambaran Perilaku Merokok Berdasarkan Jumlah Batang


Jurnal 1
Berdasarkan penelitian dari Ichayuen Avianty yang berjudul Gambaran
Perilaku Merokok Siswa Sekolah Menengah Pertama (Smp) Di Kota Depok tahun
2016. Berikut merupakan analisis jumlah batang yaitu :

Jumlah Batang Persentase

1-4 batang /hari 27,7

5-14 batang /hari 1,7


>15 batang /hari 0,3

Responden yang merokok 1-4 batang /hari sebanyak 27,7%, Responden


yang merokok 5-14 batang /hari sebanyak 1,7%, dan Responden yang merokok
>15 batang /hari sebanyak 0,3%.
Jurnal 2
Berdasarkan penelitian dari Kaifa Nurussama yang berjudul Pengaruh sikap,
normal, deskriptif, perceived behavioral control, dan persepsi resiko terhadap
intensi berhenti merokok pada mahasiswa universitas islam negeri syarif
hidayatullah jakarta, tahun 2019. Berikut merupakan analisis jumlah batang yaitu :
Jumlah batang Jumlah responden Persentase

1-4 batang /hari 85 34%

5-14 batang /hari 123 49,2%


>15 batang /hari 42 16,8%
Total 250 100%
32

Berdasarkan tabel tersebut responden yang mengonsumsi 1-4 batang /hari


sebanyak 85 atau 34%, responden yang mengonsumsi 5-14 batang /hari sebanyak
123 atau 49,2%, dan responden yang mengonsumsi >15 batang /hari sebanyak 42
atau 16%.

Jurnal 3

Berdasarkan penelitian Misbakhul Munir yang Berjudul Gambaran Perilaku


Merokok Pada Remaja Laki-Laki tahun 2019. Berikut merupakan analisis jumlah
batang yaitu :

Jumlah batang Frekuensi Persentase


1-10 batang 32 64
11-20 batang 13 26
>20 batang 5 10
Total 50 100
Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa jumlah batang yang dihisap
setiap hari oleh sebagian besar responden yaitu 1-10 batang (64%).

Kesimpulan :

Pada jurnal 1 diketahui jumlah batang yang paling banyak dihabiskan 1-4
batang perhari dengan presentase 27,7, .Pada jurnal 2 diketahui jumlah batang
yang paling banyak dihabiskan 5-14 batang perhari dengan jumlah responden 123
dan presentase 49, dapat disimpulkan dari kedua jurnal tersebut yang banyak
merokok adalah jumlah batang 1-14 batang perhari .Pada jurnal 3 diketahui
jumlah batang yang paling banyak dihabiskan 1-10 batang dengn jumlah 32 dan
presentase 64 , dapat disimpulkan dari ketiga jurnal tersebut yang banyak
merokok adalah jumlah batang 1-14 batang perhari.
BAB 5

KESIMPULAN

Pada bab ini akan disajikan kesimpulan dan saran uraian tentang gambaran

perilaku.

5.1 KESIMPULAN

1. Sebagian besar responden yang merokok dari jurnal yang telah dikritisi

berusia 17-40 tahun.

2. Sebagian besar responden yang merokok dari jurnal yang telah dikritisi

berpendapatan 400.000 – 3.500.000.

3. Sebagian besar responden yang merokok dari jurnal yang telah dikritisi

berpendidikan SMA.

4. Sebagian besar responden yang merokok dari jurnal yang telah dikritisi

memiliki pekerjaan sebagai swasta.

5. Sebagian besar responden yang merokok dari jurnal yang telah dikritisi

mereka mulai merokok 11-29 tahun.

6. Sebagian besar responden yang merokok dari jurnal yang telah dikritisi

menghabiskan 1-14 batang per hari.

7.1 SARAN

1. Bagi institusi pendidikan

Saya sarankan kepada para mahasiswa-mahasiswi supaya juga tidak

merokok, dikarenakan nantinya kita sebagai calon tenaga kesehatan harus

dapat mampu menampilkan etika yang baik kepada masyarakat luas.

33
34

2. Bagi pelayanan kesehatan

Saya sarankan kepada pihak pelayanan kesehataan supaya mampu

memahami bahwa perilaku merokok dapat menimbulkan kecanduan dan

penyakit di kemudian hari bagi yang mengkonsumsinya, sehingga agar

masyarakat luas dapat menjadi tau dan sadar lalu berangsur-angsur

mengurangi jumlah konsumsi rokok atau bahkan mampu berhenti merokok

3. Bagi masyarakat

Saran saya agar masyarakat faham tentang efek negatif dan positif yang

terkandungg pada rokok, dan dapat membandingkan lebiih banyak efek

negatif dan positif yanng terkandung pada rokok tersebut

4. Bagi peneliti selanjutnya

Pada peneliti selanjutnyya disarankan untuk memahami konsep perilaku

merokok untuk mempermudah peneliti ketika sedang meneliti perilaku

merokok

5. Bagi peneliti

Saya berharap setelah saya menngetahui tentang pola perilaku merokok

disini saya juga tau tentang efek negatiif dan positif pada rokok sehingga

saya juga mempunyai tujuan untuk memberitahu liingkungan, keluarga

dan teman saya agar mereka mejadi faham dan dapat menghindari dari

kebiasaan merokok.
DAFTAR PUSTAKA

Amalia M, N,. 2017. Analisis Pengaruh Konsumsi Rokok Terhadap Produktivitas


Tenaga Kerja Di Indonesia diakses pada 10 Mei 2020, 15:38:39
Amin M, A., Juniati D, 2017. Klasifikasi Kelompok Umur Manusia Berdasarkan
Analisis Dimensi Fraktal Box Counting Dari Citra Wajah Dengan Deteksi
Tepi Canny (https media.neliti.com diakses pada
12 eptember 201 , 20:41:29)
Avianty I., 2018 . Gambaran Perilaku Merokok Siswa Sekolah Menengah
Pertama (Smp) Di Kota Depok Diakses pada 10 Mei 2020, 15:38:39
Blaise C, F,. 2016. Efektifitas Terapi Seft (Spiritual Emotional Freedom
Technique) Terhadap Penurunan Intensitas Merokok Di Klinik Berhenti
Merokok Uptd Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota diakses pada
10 Mei 2020, 15:38:39
Hadi C., 2017. Hubungan Antara Merokok dengan Penyakit Jantung Koroner di
Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara periode 2017-2018
(http://repositori.usu.ac.id/ diakses pada 01 uli 201 , 20:57:49)
Inayati L., 2018. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Rokok Tenaga
Kerja Di Indonesia diakses pada 10 Mei 2020, 15:38:39
Khairatunnisa., Fachrizal I., 2018. Hubungan Persepsi Tentang Kawasan Tanpa
Rokok (Ktr) Dengan Perilaku Merokok Pegawai Di Dinas Kesehatan Kota
Tebing Tinggi (http://jurnal.uinsu.ac.id/ diakses pada
01 uli 201 , 17:01:16)
Khuzaimah, 2019. Analisis Pengaruh Pendapatan, Kenaikan Harga Rokok Dan
Pesan Bergambar Bahaya Merokok Terhadap Konsumsi Rokok (Studi
Kasus Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar) iakses ada
10 Mei 2020, 15:38:39
Komalasari, D., Helmi, A.F. (2000). Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok
Pada Remaja. Jurnal Psikologi Universitas Gajah Mada, 2. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada Press.
Ma’ruf A., 2015, Tingkat Pengetahuan Tentang Bahaya Merokok Pada Siswa
Kelas V Sd Negeri Pucung Lor 02 Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap
Tahun Pelajaran 2014/2015 (http://eprints.uny.ac.id/
2 uli 201 , 19:38:28)
Munawaroh S., 2018, Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
Untuk Menangani Perilaku Kecanduan Merokok di Komunitas SEFTER
Solo(http://eprints.iain-surakarta.ac.id/ diakses pada 2 uli 201 , 19:38:28)
Munir M., 2019. Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki diakses
pada 10 Mei 2020, 15:38:39
35
36

Nurussama K., 2019. Pengaruh Sikap, Norma Subjektif, Norma Deskriptif,


Perceived Behavioral Control, dan Persepsi resiko Terhadap Intensi
Berhenti merokok Pada Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Diakses pada 10 Mei 2020, 15:38:39
Oktaviani N., Avianty I., Mawati E, D., 2018. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Perilaku Merokok Pada Mahasiswa Pria Di Universitas Pakuan
Bogor Provinsi Jawa Barat Tahun 2018 (http://ejournal.uika-bogor.ac.id/
diakses pada 01 uli 201 , 16:19:45)
Oktawinata A., 2018, Pengaruh Medan Magnet Selenoida Terhadap Daya Serap
Nikotin Pada Filter Rokok (http://eprints.uny.ac.id/ diakses
pada 2 uli 201 , 19:38:28)
Salim., 2018, Hubungan Antara Perilaku Merokok dengan Kepercayaan Diri
Pada Mahasiswa UIN Raden Intan Lampung
(http://repository.radenintan.ac.id diakses pada 2 uli 201 , 19:38:28)
Santoso N, K, A, B., 2018. Experience in Implementing TQS in Indonesia
SESRIC workshop in Transforming TQS Data to Action, 12-15 November
2018 Ankara, Turkey (http://www.sesric.org diakses pada
0 uli 201 , 3:24:00)
Sugiharti L.,Sukartini M. N., 2016. Keterkaitan antara Perilaku Merokok,
Preferensi Waktu dan Pilihan Terhadap Resiko (Studi Kasus di Kota
Surabaya) Diakses pada 10 Mei 2020, 15:38:39
Suryantisa I, 2018. InfoDATIN pusat Data Dan Informasi Kementerian
Kesehatan Ri Situasi Umum Konsumsi Tembakau Di Indonesia 201
(http www.depkes.go.id diakses pada 01 uli 201 , 19:00:59)
Wawan A., Dewi M., 2011. Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Manusia (diakses pada 01 uli 201 , 16:24:14)
Windira R, S., Hubungan Persepsi Visual Gambar Patologi Bahaya Merokok
Pada Bungkus Rokok Dengan Perilaku Merokok Pada Remaja Di Smk N 2
Jember (https://repository.unej.ac.id diakses pada 0 uli 201 , 10:33:34)

Anda mungkin juga menyukai