PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dekade terakhir ini, kanker menjadi masalah kesehatan terbesar di
Indonesia maupun di dunia. Menurut WHO pada tahun 2008 terdapat 12,7 juta
kasus kanker baru dan diprediksi mengalami peningkatan mencapai angka 21,4
juta kasus pada tahun 2030. Kejadian kanker yang terbanyak adalah kanker paru
sebanyak 1,52 juta kasus, kanker serviks 1,4 juta kasus, kanker payudara 1,29 juta
kasus, dan kanker kolorektal sebanyak 1,15 juta kasus. Terlihat jelas bahwa secara
epidemiologi, kanker serviks menempati posisi kedua sebagai kanker terbanyak di
dunia. Angka prevalensi penyakit kanker di Indonesia sebesar 4,3 juta/1000
penduduk atau sekitar 330.000 orang, Kanker tertinggi di Indonesia pada
perempuan adalah kanker payudara dan kanker leher rahim.
Berdasarkan estimasi Globocan, International Agency for Research on
Cancer (IARC) tahun 2012 kanker serviks memiliki peringkat ke-2 kanker yang
paling sering terjadi pada perempuan setelah kanker payudara. Kanker menjadi
penyebab kematian nomor 2 di dunia sebesar 13% setelah penyakit
kardiovaskular. Diperkirakan pada 2030 insidens kanker dapat mencapai 26 juta
orang dan 17 juta di antaranya meninggal akibat kanker, terlebih untuk negara
yang miskin dan berkembang kejadiannya akan lebih meningkat.
Strategi terapi pada kanker secara umum terbagi menjadi dua, yaitu terapi
lokal dan terapi sistemik. Terapi lokal berupa pembedahan dan radiasi sedangkan
terapi sistemik berupa kemoterapi dengan agen sitotoksik, terapi hormonal dan
terapi biologi. Namun, berbagai terapi yang ada tidak lepas dari adanya efek
samping. Terapi pembedahan seringkali menyebabkan sel-sel kanker menyebar ke
bagian tubuh yang lain. Terapi kemoterapi juga berefek pada sel-sel normal,
terutama yang cepat membelah atau cepat tumbuh seperti rambut, lapisan mukosa
usus, dan sumsum tulang. Selain itu, efek samping yang sering terjadi pada terapi
kemoterapi yaitu mual dan muntah. Dengan banyaknya efek samping dari
pengobatan tersebut, pasien lebih memilih pengobatan alternatif yang memiliki
efek samping minimum dengan biaya yang lebih murah.
Saat ini sedang berkembang pengobatan alternatif atau herbal medicine
dengan memanfaatkan tanaman herbal sebagai zat aktif utamanya. Salah satunya
adalah tanaman sambiloto yang mengandung senyawa aktif utama andrografolida.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa senyawa andrografolida dari tanaman
sambiloto memiliki aktivitas antikanker. Dalam PKM-P ini dilakukan
pemanfaatan sambiloto dengan senyawa andrografolida sebagai alternatif terapi
kanker serviks dengan dibuatnya nano herbal. Nano herbal merupakan salah satu
nanoteknologi yang bersumber dari obat herbal dimana menjadi perbincangan
para peneliti.
Dengan penerapan nanoteknologi akan membuat pengembangan dari obat
herbal berskala nanometer. Nanoteknologi memiliki ukuran partikel dengan skala
10-9 meter. Salah satu kelebihan nanoteknologi yaitu memiliki kemampuan untuk
menembus ruang-ruang antar sel yang hanya dapat ditembus oleh ukuran partikel
yang relatif kecil. Pembuatan nano herbal andrografolida sebagai senyawa
antikanker merupakan langkah cerdas, yang memberikan dampak yang besar
antara lain sebagai salah satu langkah medis dalam hal mencegah berkembangnya
penyakit kanker.
1 Andrografolida 2 mg
2 Forganik 500 µL
4 aquadest 45 ml
Jumlah 50 ml