Anda di halaman 1dari 37

REFERAT

ILEUS OBSTRUKSI

Pembimbing:
dr. Wuri Iswarsigit, Sp. B, Sp. BA

Disusun Oleh :
Nadia Sani Amalia
030.14.135

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti


Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Bedah
Rumah Sakit Umum Daerah Karawang
Periode 04 Juni – 26Agustus 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul:

Ileus Obstruksi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik


Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Karawang
Periode 04 Juni – 26Agustus 2018

Disusun Oleh :
Nadia Sani Amalia
030.14.135

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Wuri Iswarsigit, Sp. B, Sp. BA
selaku dokter pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Rumah Sakit Umum Daerah Karawang

Jakarta ……. , ….. Juli 2018


Pembimbing

dr. Wuri Iswarsigit, Sp. B, Sp. BA

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat
yang berjudul “Ileus Obstruksi”. Referat ini disusun sebagai salah satu syarat
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah
Karawang Periode 04 Juni – 26Agustus 2018.
Banyak pihak yang telah mendukung penulis dalam penyusunan referat
ini, sehingga referat ini bisa terselesaikan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
terimakasih banyak kepada dr. Wuri Iswarsigit, Sp. B, Sp. BA sebagai dokter
pembimbing referat sekaligus yang telah mendukung, mengarahkan, serta
meluangkan waktunya untuk melakukan bimbingan terhadap penulis, mulai dari
pemilihan judul referat sampai selesainya referat ini.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna, baik dari segi
materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar bermanfaat bagi perkembangan ilmu
kususnya dibidang kesehatan.

Jakarta ……. , ….. Juli 2018

Nadia Sani Amalia


03014135

ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN. ............................................................................... i
KATA PENGANTAR. .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN . ...................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2
2.1 Anatomi ........................................................................................2
2.2 Definisi Ileus Obstruktif ...............................................................3
2.3 Etiologi. .........................................................................................4
2.4 Klasifikasi .....................................................................................4
2.5 Manifestasi Klinis . .......................................................................5
2.6 Patofisiologi ..................................................................................5
2.7 Diagnosis. ......................................................................................6
2.8 Diagnosis Banding ......................................................................17
2.9 Talaksana.....................................................................................18
2.10 Komplikasi ..................................................................................18
2.11 Prognosis .....................................................................................18
BAB III KESIMPULAN ......................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................20

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi ileus berdasarkan etiologi .................................................... 12


Tabel 2. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus. ......................................... 2

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Perdarahan usus halus ......................... Error! Bookmark not defined.


Gambar 2. Perdarahan usus besar ......................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 3. Histologi usus halus ............................ Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. Gerakan motilitas ................................ Error! Bookmark not defined.
Gambar 5. Klasifikasi ileus ................................................................................. 11
Gambar 7. Multipel air fluid level dan “string of pearls” sign . Error! Bookmark
not defined.
Gambar 8. Herring bone appearance ................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 9. Coffee bean appearance ..................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 10. Step ledder sign ................................ Error! Bookmark not defined.
Gambar 11. Skema Penatalaksanaan Ileus ........... Error! Bookmark not defined.
Gambar 12. Patofisiologi Ileus Paralitik .............. Error! Bookmark not defined.

v
vi
BAB I
PENDAHULUAN

Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang


sering dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus akut abdomen.
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Akut
abdomen dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi
dan penyulitnya, ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan
dapat disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang
mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.(1)
Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh adanya obstruksi lumen usus
atau oleh adanya gangguan peristaltik. Obstruksi usus dapat disebabkan
karena adanya lesi pada bagian dinding usus, di luar usus maupun di dalam
lumen usus. Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial atau total.
Obstruksi usus kronik biasanya mengenai kolon sebagai akibat adanya
karsinoma. Sebagian besar obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi
total usus halus merupakan kegawatan yang memerlukan diagnose dini dan
tindakan bedah darurat.(2)
Terapi ileus obstruktif biasanya melibatkan intervensi bedah. Penentuan
waktu kritis tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi
dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan
keseluruhan pasien.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Usus
A. Usus halus

Gambar 1. Anatomi Usus Halus

Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang


membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang
usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus halus
dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum.(3)
a. Duodenum
Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai dengan
jejenum. Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz,
suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat
hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum.
Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium (penggantung). (3)
b. Jejenum dan Ileum
Kira-kira dua perlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima
terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di regio abdominalis media
sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di regio abdominalis bawah

2
kanan. Jejunum mulai pada junctura duodenojejunalis dan ileum berakhir pada
junctura ileocaecalis. (3)
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior
abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang
dikenal sebagai mesenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek
melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen
sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kanan dari kiri vertebra lumbalis
kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. (3)
Pada usus halus, arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat
di bawah arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali
duodenum yang sebagian atas duodenum adalah arteri pancreaticoduodenalis
superior, suatu cabang arteri gastroduodenalis. Sedangkan bagian bawah
duodenum diperdarahi oleh arteri pancreaticoduodenalis inferior, suatu cabang
arteri mesenterica superior. Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi
jejenum dan ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk
serangkaian arkade. Bagian ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh arteri
ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena messenterika superior yang
menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta. (3)
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus
vagus) dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan
saraf untuk jejenum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis
(nervus vagus) dari pleksus mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis
merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis
menghambat pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis
menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur
refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik,
berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis,
dan pleksus Meissner di lapisan submukosa.
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe
ke atas melalui nodi limphatici pankreatikoduodenalis ke nodi
limphaticigastroduodenalis dan kemudian ke nodi limphatici soeliakus dan ke

3
bawah melalui nodi limphatici pankreatikoduodenalis ke nodi limphatici
mesenterikussuperior sekitar pangkal arteri mesenterica superior.

B. Usus besar

Gambar 2. Anatomi Usus Besar(3)


Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar
5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani.
Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata
sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin kecil. (3)
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat
katup ileocaecal dan appendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum
menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecal
mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi
kolon ascendens, transversum, descendens dan sigmoid. Kolon ascendens
berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati,
menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon
ascendens membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra (fleksura
hepatik).
Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari
fleksura koli dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, saat

4
mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli
sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon
sigmoid mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan
kolon descendens. Ia tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk
lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum
menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh
kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis
dengan menembus dasar pelvis. Di sini rektum melanjutkan diri sebagai anus
dalam perineum.
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian
kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon
transversum) dengan cabangnya yaitu a.ileokolika, a. kolika dekstra, a. kolika
media, serta a. pancreaticoduodenalis inferior dan arteria mesenterika inferior
memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon
descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) melalui a. kolika
sinistra, a. sigmoidalis, a. hemoroidalis superior.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan
perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol volunter. Sekum,
appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan
parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesenterikus superior. Pada
kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf
parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus
mesenterikus superior dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya
mempersarafi dua pertiga proksimal kolon transversum, sepertiga distal
dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon
descendensdipersarafi serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf mesenterikus
inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. (3)

5
Gambar 3. Perdarahan usus besar (3)

2.2 Histologi
A. Usus Halus
Dinding usus halus dibagi ke dalam empat lapisan:(4)
1. Tunika Serosa. Tunika serosa atau lapisan peritoneum, terbanyak
terdapat di dalam mesenterika usus halus.
2. Tunika Muskularis. Dua selubung otot polos tidak bergaris
membentuk tunika muskularis usus halus, paling tebal di dalam
duodenum dan berkurang tebalnya ke arah distal. Lapisan luarnya
stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum sirkulare. Yang
terakhir membentuk massa dinding usus. Plexus myenterikus saraf
(Auerbach) dan saluran limfe terletak diantara kedua lapisan otot.
3. Tela Submukosa. Tela submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar
yang terletak di antara tunika muskularis dan lapisan tipis lamina
muskularis mukosa yang terletak di bawah mukosa. Dalam ruangan
ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh limfe. Dan
disini ditemukan neuropleksus Meissner.

6
4. Tunika Mukosa. Tunika mukosa usus halus, kecuali pars superior
duodenum, tersusun dalam lipatan sirkular tumpang tindih yang
berinterdigitasi secara transversa. Masing-masing lipatan ini ditutup
dengan tonjolan, villi.

Gambar 4. Histologi Usus Halus


Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat menambah luas
permukaan dan membantu fungsi absorbsi yang merupakan fungsi utamanya:
a. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular
yang dinamakan valvula koniventes yang menonjol ke dalam lumen
sekitar 3 sampai 10 mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada duodenum dan
jejenum dan menghilang dekat pertengahan ileum. Adanya lipatan-
lipatan ini menyerupai bulu pada pemeriksaan radiogram.
b. Villi merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang
jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus.
Villi panjangnya 0,5 sampai 1 mm (dapat dilihat dengan mata
telanjang) dan menyebabkan gambaran mukosa menyerupai beludru.
c. Mikrovilli merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang
sekitar 1 μ pada permukaan luar setiap villus. Mikrovilli terlihat
dengan mikroskop elektron dan tampak sebagai brush border pada
mikroskop cahaya.

7
B. Usus Besar
Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus
lainnya. Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja.
Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam
tiga pita yang dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal,
dengan demikian rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang
lengkap. Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan
usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum
yang berisi lemak dan melekat disepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar
jauh lebih tebal dari pada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung
villi atau rugae. Kriptus Lieberkūn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam
dan mempunyai lebih banyak sel gobletdaripada usus halus. (4)

Gambar 5. Histologi Usus Halus & Usus Besar. (4)

2.3 Fisiologi Usus

Terdapat dua fungsi utama yang dimiliki oleh usus halus yaitu pencernaan
dan absorpsi bahan- bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan
dimulai dari dalam mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin

8
terhadap makanan yang masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama
oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan
protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret
pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja
enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan
mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan lebih luas bagi kerja
lipase pankreas. Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam
getah usus (sukus enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada
brush border vili dan mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorpsi. Isi usus
digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu segmental
dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. Pergerakan
segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas,
hepatobiliar, dan sekresi usus dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah
satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan
suplai kontinu isi lambung. (5)

Usus besar memiliki fungsi penting yaitu mengabsorpsi air dan elektrolit,
yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi
sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai
defekasi berlangsung. Kolon mengabsorpsi air, natrium, klorida, dan asam lemak
rantai pendek serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu
menjaga keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-
1500 ml/hari semua, kecuali 100-200 ml diabsorpsi, paling banyak di proksimal.
Kapasitas sekitar 5 L/hari. Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit
materi dari kolon kanan, meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan
pola yang paling umum, mengisolasi segmen pendek dari kolon kontraksi ini
menurun oleh antikolinergik, meningkat olehmakanan kolinergik. Gerakan massa
merupakan pola yang kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen
panjang 0,5-1,0 cm/detik, 20-30 detik panjang, tekanan 100-200 mmHg tiga
sampai empat.(5)

9
2.4. Ileus Obstruktif
2.4.1 Definisi
Ileus adalah gangguan/ hambatan pasase isi usus yang merupakan
tanda adanya obstruksi usus. Ileus obstruktif adalah suatu keadaan
dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus
karena adanya sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan
dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau
kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan
nekrose segmen usus tersebut.(5)
2.4.2 Epidemiologi
Penyebab obstruksi usus terbanyak dan sering dijumpai di Indonesia, yaitu
disebabkan oleh hernia eksterna yang mengalami strangulasi sekitar 44%. Di
Negara maju, adhesi intra abdomen merupakan penyebab terbanyak terjadinya
obstruksi usus sekitar 65-75% untuk obstruksi usus halus.Setiap tahunnya 1 dari
1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Di Amerika diperkirakan

sekitar 300.000 - 400.000 menderita ileus setiap tahunnya. (5,6)

2.4.3 Klasifikasi
A. Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstruktif dibedakan
atas:(8)
 Letak tinggi : Duodenum sampai jejunum
 Letak Tengah : Ileum Terminal
 Letak rendah : Kolon – sigmoid – rectum
Obstruksi letak tinggi dan letak rendah di batasi oleh iliocaecal
junction.

10
Gambar 6. Klasifikasi ileus
B. Berdasarkan stadiumnya, ileus obstruktif dibedakan atas:(7)
 Parsial: terjadi sumbatan pada sebagian lumen
 Simple/komplit: terjadi sumbatan total seluruh lumen yang tidak
disertai terjepitnya pembuluh darah. Biasanya sumbatan
disebabkan oleh askaris atau tumor.
 Strangulasi: Terjadi jepitan pembuluh darah sehingga terjadi
iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang
ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin
dari jaringan gangren. Biasanya terjadi pada obstruksi usus yang
disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi, dan volvulus.
C. Berdasarkan kecepatan timbul (speed of onset): (7)
 Akut : dalam hitungan jam
 Kronik : dalam hitungan minggu
 Kronik dengan serangan akut

11
2.4.4 Etiologi
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar
pembedahan pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil
sekresi tak dapat melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan yang
menghalangi. Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya disebabkan
oleh tiga mekanisme, yaitu:(9)
1. Blokade intralumen (obturasi)
2. Intramural atau lesi intrinsic dari dinding usus
3. Kompresi lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari
intestinal (ekstramural)
Berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya obstruksi intestinal
biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu pertiga dari seluruh
pasien yang mengalami ileus obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari satu
faktor etiologi yang ditemukan saat dilakukan operasi.

Tabel 1. Penyebab Obstruksi Mekanik dari Intestinal(9)

Ekstramural Intramural Intraluminal


Adhesi Intususepsi Batu empedu
Hernia inkarserata Penyakit Crohn Benda asing
Neoplasma Kongenital Impaksi fekal
(volvulus)
Abses, hematoma Striktur
Volvulus Ileus paralitik

12
Gambar 7. Penyebab ileus obstruktif
a. Adhesi
Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi. Adhesi
umumnya berasal dari rangsangan peritoneum akibat adanya
peritonitis setempat atau umum. Adhesi dapat berupa perlengketan
mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, mungkin setempat
maupun luas.
b. Hernia
Kelemahan atau defek pada dinding rongga peritoneum
memungkinkan penonjolan keluar suatu kantong peritoneal (kantong
hernia) sehingga segmen suatu dalaman dapat terjepit.
c. Askariasis
Kebanyakan cacing askariasis hidup di usus halus bagian
jejunum. Obstruksi bisa terjadi dimana-mana pada bagian usus halus,
tetapi biasanya di ileum terminal, tempat lumen paling sempit.
Cacing tersebut menyebabkan kontraksi lokal dinding usus yang
disertai reaksi radang setempat.
d. Invaginasi
Umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik ke
kolon asendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum, dapat

13
mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk
dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Pada bayi dan anak-
anak biasanya spontan dan irreversible, sedangkan pada dewasa
jarang terjadi.
e. Neoplasma.
Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi
intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intraabdominal
dapat menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.
f. Volvulus
Pemuntiran usus yang abnormal dari segmen usus. Volvulus di
usus halus agak jarang ditemukan. Biasanya volvulus didapatkan di
bagian ileum.
g. Penyakit Crohn
Dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut
selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
h. Kelainan kongenital
Gangguan passase usus dapat berupa stenosis maupun atresia.
i. Batu empedu yang masuk ke ileus
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul
dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang
menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu
empedu yang besar dapat terjepit diusus halus, umumnya pada
bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan
obstruksi.
Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah karsinoma,
terutama pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal. Selain itu,
obstruksi dapat pula disebabkan oleh divertikulitis, striktur rektum,
stenosis anus, volvulus sigmoid, dan penyakit Hirschprung.
2.4.5 Patofisiologi
Pada prinsipnya, mekanisme obstruksi usus dengan suplai darah
yang baik adalah akumulasi cairan dan gas di atas titik obstruksi serta

14
perubahan motilitas usus yang menyebabkan gangguan sistemik.
Keseimbangan cairan dalam usus tergantung dari absorpsi dan sekresi.
Akumulasi cairan terjadi oleh karena penurunan absorpsi dan peningkatan
sekresi.(12)
Distensi usus disebabkan oleh kumpulan gas dan cairan di proksimal
dalam segmen usus yang tersumbat. Diantara 70-80% gas dalam usus terdiri
atas udara yang tertelan. Udara ini terutama terdiri dari nitrogen (70%) yang
sulit diserap dari lumen usus sehingga pengeluaran udara secara
berkesinambungan melalui pengisapan lambung adalah cara yang
bermanfaat dalam pengobatan distensi usus. Kumpulan cairan proksimal
terhadap mekanisme obstruksi tidak hanya dihasilkan dari cairan yang
diminum, air liur yang ditelan, sekresi lambung serta empedu dan pankreas
tetapi juga dari terganggunya transport normal natrium dan air. (12,14)
Selama 12 sampai 24 jam obstruksi pertama, terdapat penurunan
aliran natrium yang disertai dengan air, dari lumen usus ke dalam darah di
bagian proksimal usus yang mengalami distensi. Setelah 24 jam, terjadi
perpindahan natrium dan air ke dalam lumen usus yang dapat memperberat
distensi dan cairan yang hilang. Tekanan intraluminal meningkat dari nilai
normalnya 2-4 cmH2O menjadi 8 cmH2O. Selama peristaltik, bila ada
obstruksi sederhana atau closed loop, tekanan intraluminal mencapai 30-60
cmH2O. (14)
Obstruksi closed loop pada usus halus timbul bila lumen usus
tersumbat pada dua tempat yaitu pada aferen dan eferen.(12,14) Hal ini terjadi
oleh mekanisme tunggal seperti cincin hernia, yang secara bersamaan suplai
darah sering terhambat. Meskipun aliran darah pada usus besar tidak
terganggu selama mekanisme obstruksi, namun distensi caecum terlihat
karena diameternya yang besar dan terganggunya alirannya darah intramural
sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan gangren dinding caecum,

15
biasanya di anterior. Nekrosis usus halus dapat terjadi melalui mekanisme
yang sama bila distensi sangat mencolok. Bila terjadi gangguan aliran darah,
timbul invasi bakteri dan dapat berkembang menjadi peritonitis.(12,14)
Peningkatan sekresi merupakan penyebab utama kehilangan cairan
tubuh dan distensi abdomen. Pelepasan prostaglandin sebagai respon
terjadinya distensi abdomen juga meningkatkan sekresi ke lumen. Cairan
dan elektrolit yang hilang dapat sangat ekstrim sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi, hipovolemi, insufisiensi ginjal, syok dan kematian bila
tidak dikoreksi.

Gambar. Patofisiologi Ileus Obstruktif

1
2.4.6 Manifestasi Klinis
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada: (11)
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah
dan obstipasi. Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala
merupakan ciri khas dari obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa
merupakan gejala penyerta yang berhubungan dengan hipermotilitas
intestinal proksimal daerah obstruksi. Nyerinya menyebar dan jarang
terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah
abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik juga
menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus kita harus mencurigai
telah terjadi strangulasi dan infark.(12)

2.4.7 Penegakkan Diagnosis


Diagnosis ileus obstruktif ditegakan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang:
A. Anamnesis
Gejala utama berupa nyeri abdomen kolik, nausea, muntah,
distensi abdomen dan tidak bias defekasi atau flatus. Kram perut yang
dialami paroksismal sekitar 4-5 menit dan lebih jarang ditemukan pada
daerah distal. Pada sumbatan proksimal timbul gejala muntah yang
banyak, nyeri abdomen sering dirasakan di perut bagian atas. Sumbatan
bagian tengah atau distal menyebabkan spasme di daerah periumbilikal
atau nyeri yang sulit dijelaskan lokasinya. Obstipasi selalu terjadi

2
terutama pada sumbatan total. Pada strangulasi, gejala serupa dengan
sumbatan sederhana namun nyeri lebih hebat dan bahaya terjadi
nekrosis.(7)
Tabel 2. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.
Macam Nyeri Distensi Muntah Bising Ketegangan
ileus Usus borborigmi usus abdomen
Obstruksi ++ + +++ Meningkat -
simple (kolik)
tinggi
Obstruksi +++ +++ + Meningkat -
simple (Kolik) Lambat,
rendah fekal
Obstruksi ++++ ++ +++ Tak tentu +
strangulasi (terus- biasanya
menerus, meningkat
terlokalisir)
Paralitik + ++++ + Menurun -
Oklusi +++++ +++ +++ Menurun +
vaskuler

B. Pemeriksaan fisik :
Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan
cairan dan elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi
klinis takikardi dan hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal
tetapi kadang – kadang dapat meningkat.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan:
a. Inspeksi
- Abdomen tampak distensi
- Dapat ditemukan Darm Contour (gambaran kontur usus)
dan Darm Steifung (gambaran gerakan usus)
- Benjolan pada region inguinal, femoral dan skrotum
menunjukkan suatu hernia inkarserata

3
- Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen
berbentuk seperti sosis
- Bila ada bekas luka operasi sebelumnya dapat dicurigai
adanya adhesi

Gambar 8. Gerakan peristaltik usus(6)


 Auskultasi
Hiperperistaltik, berlanjut dengan Borborygmus (bunyi usus
mengaum) menjadi bunyi metalik (klinken) / metallic sound. Pada fase
lanjut bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang. (7,8)
 Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.Dan
pada obstruksi usus dengan strangulasi dapat ditemukan ascites.
 Perkusi
Hipertimpani, pada obstruksi usus dengan strangulasi dapat
ditemukan ascites.
 Rectal Toucher
Pada pemeriksaan rectal toucher didapatkan tonus sfingter ani
biasanya baik namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama
bila terjadi perforasi yang disebabkan obstruksi. Mukosa rectum licin
dan apabila obstruksi disebabkan oleh massa atau tumor pada bagian
anorectum maka akan teraba benjolan. Pada benjolan yang harus kita
nilai ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi, serta jaraknya dari anus
dan perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri tekan

4
dapat ditemukan pada lokal maupun general misalnya pada keadaan
peritonitis. Pada ileus obstruktif feses tidak teraba pada colok dubur dan
tidak dapat ditemukan pada sarung tangan, dapat ditemukan darah
apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus.
Berikut ialah beberapa interpretasi hasil pemeriksaan rectal toucher:
- Darah, yang menunjukkan strangulasi atau keganasan yang terlambat
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi

C. Pemeriksaan penunjang
 Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan
peningkatan urea-nitrogen darah, peningkatan kreatinin,
hemokonsentrasi, hiponatremi, hipokalemi dan proteinuria.
Gangguan asaam-basa terjadi akibat hipovolemia. Asidosis
metabolik paling sering akibat dehidrasi, kelaparan, ketosis dan
kehilangan basa. Alkalosis metabolik jarang terjadi dan
merupakan akibat kehilangan gastric juice oleh karena muntah.
Asidosis respiratorik terjadi karena distensi abdomen yang
menyebabkan diafragma terangkat sehingga terjadi retensi CO2.
Leukositosis dengan sebagian shift to the left Leukosit
berjumlah 15.000 – 25.000/mm3 dengan predominan PMN
dengan banyak sel imatur, mengindikasikan adanya strangulasi.
Bisa terdapat peningkatan serum amylase oleh karena terjadi
regurgitasi dari pankreas ke aliran darah karena back pressure
dari duodenum.
 Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen
Keadaan normal, beberapa aspek yang perlu diperhatikan
dalam menilai foto BNO adalah:

5
(1) Udara, normalnya hanya berada dalam lambung dan usus dalam
jumlah yang sedikit
(2) Massa jaringan lunak di bagian abdomen.

Pemeriksaan ini membutuhkan foto terlentang (supine), setengah


duduk atau tegak (erect), dan lateral decubitus untuk dapat menegakkan
diagnosis serta menyingkirkan diagnosis banding. Gambaran khas yang
dapat ditemukan pada ileus obstruksi letak rendah adalah: (16)
 Posisi supine: Distensi usus di proksimal obstruksi (lokasi obstruksi
pada level anorektal), penebalan dinding usus, dan herring bone
appearance (gambaran seperti duri ikan yang timbul akibat
pengumpulan gas dalam lumen usus yang melebar).
 Posisi erect: Air-fluid level dengan pola stepladder sign.
 Posisi lateral decubitus: Udara bebas di bawah diafragma dan air-fluid
level panjang-panjang.
Ileus obstruksi dibagi menjadi 2 yaitu ileus letak tinggi (usus
halus) dan ileus letak rendah (kolon). Hal ini dibedakan dari letak
obstruksi apakah di distal atau proksimal dari valvual ileosekal.
1. Ileus obstruksi letak tinggi
Pada foto polos abdomen, usus halus dibedakan dari usus besar yaitu
valvula conniventes yang melintasi usus secara komplit. Petunjuk lain
adalah lokasinya (sentral). Terdapat juga lengkungan yang berdilatasi pada
usus yang terletak di sentral yang saling menempel satu sama lain (step
ladder appearance) pada obstruksi usus halus distal. Bandingkan dengan
diameter lekukan yang di dekatnya (normal <3cm). Udara dalam kolon
biasanya jarang atau tidak ada sama sekali. Pada foto tegak atau erect,
terdapat gambaran air fluid level multipel (>3) . Selain itu juga dapat
ditemukan gambaran string of beads. Dapat juga dilakukan pemeriksaan
CT scan abdomen untuk menilai tingkat obstruksi dan ada tidaknya
kelainan ekstra luminal.(16)

6
(a) (b)
Gambar 6. Pria 50 tahun dengan sakit perut, mual, dan muntah. (a) Foto
abdomen supine menunjukkan dilatasi usus halus. (b) Foto abdomen erect
menunjukkan terdapat air fluid level (panah besar dan kecil), air fluid level lebih
besar dari 2,5 cm (panah besar), dan tingkat cairan pada ketinggian yang tidak
sama dalam lingkaran usus halus yang dilatasi (garis hitam horizontal). (16)

Gambar 8. Ileus obstruksi. Tampak dilatasi loop-loop usus halus di bagian sentral
abdomen dengan gambaran “ Hering Bone Appearance”.(16)

7
Gambar 9. Foto abdomen erect menunjukan distensi loop-loop usus halus dengan
gambaran “ Step Ladder Appearance “.(16)
2. Ileus obstruksi letak rendah

Pada foto polos abdomen akan terlihat usus besar berdilatasi di perifer,
lengkungan usus halus yang berdilatasi terlihat pada keadaan katup ileosekal yang
inkompeten. Pada keadaan ini gambaran air fluid level biasanya sedikit, karena
kolon berfungsi untuk mereabsorbsi cairan. Jika obstruksi sudah berlangsung
cukup lama maka tidak terdapat gambaran udara di rectum. Pemeriksaan kontras
akan membantu untuk menggambarkan lokasi obstruksi, selain itu dapat juga
dilakukan pemeriksaan CT scan abdomen untuk menilai tingkat obstruksi dan ada
tidaknya kelainan ekstra luminal. (16)

(a) (b)
Gambar 11. Ileus obstruksi letak rendah. (a) Foto abdomen supine menunjukkan
adanya dilatasi seluruh usus besar. (b) Foto right lateral decubitus menunjukkan
udara mengisi seluruh kolon hingga ke dalam kolon sigmoid dan rektum. (16)

8
Gambar 12. Foto abdomen supine. Pria 67 tahun dengan ileus obstruksi letak
rendah menunjukkan dilatasi kolon asenden, transversal, dan desenden. Titik
transisi diidentifikasi di regio flexura splenica dari karsinoma usus besar yang
menghalangi (panah). (16)
b. CT-Scan
Pemeriksaan pencitraan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis
etiologi ileus obstruksi. Sensitivitas dan sesifisitas CT-scan adalah 96%
dan 93%, sehingga dapat diyakini bahwa pemeriksaan ini dapat
menunjang diagnosis.

Gambar 14. Kanker kolorektal: (a dan b) CT Scan abdomen kontras potongan


aksial pada pasien pria berusia 60 tahun dengan kanker kolorektal yang
mengalami penurunan berat badan dan nyeri perut kronis menunjukkan distensi

9
kolon transversum dan fleksura splenica (panah panjang gambar a) dengan
penebalan dinding kolon desendens proksimal dengan transisi mendadak (panah
pendek) ke kolon desendens yang tampak normal (panah panjang di b). Dilatasi
usus besar dan transisi mendadak lebih baik digambarkan pada gambar potongan
koronal (c).(17)
2.4.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu:
1. Ileus paralitik
2. Appensicitis akut
3. Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier
4. Konstipasi
5. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease
6. Pancreatitis akut
Pada ileus paralitik, nyeri yang timbul lebih ringan tapi konstan dan
difus serta terdapat distensi abdomen. Bila ileus disebabkan proses
inflamasi akut akan ada tanda dan gejala dari penyebab primer tersebut.
Gastroenteritis akut, apendisitis akut, pankreatitis akut dapat
menimbulkan keluhan yang serupa.
2.4.9 Tatalaksana
Apabila dicurigai adanya ileus obstruktif dapat segera dirujuk ke dokter
spesialis bedah, setelah sebelumnya diberikan tatalaksana pre-operatif dibawah
ini:(5)
 Pre-operatif
Dasar pengobatan obstruksi usus meliputi :
a) Penggantian kehilangan cairan dan elektrolit ke dalam lumen
usus sampai pencapaian tingkat normal hidrasi dan konsentrasi
elektrolit bisa dipantau dengan mengamati pengeluaran urin
(melalui kateter), tanda vital, tekanan vena sentral dan
pemeriksaan laboratorium berurutan.
b) Dekompresi traktus gastrointestinal dengan sonde yang
ditempatkan intralumen dengan tujuan untuk dekompresi
lambung sehingga memperkecil kesempatan aspirasi isi usus

10
dan membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran
pencernaan, sehingga mengurangi distensi usus yang bisa
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.
c) Pemberian obat – obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan
sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk
mengurangi gejala mual muntah.
 Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparatomi
kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil
eksplorasi selama laparatomi. Jika obstruksinya berhubungan dengan
suatu simple obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang
dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksiintestinal
sangat diperlukan.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang
dikerjakan pada obstruksi ileus.

1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan


tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan,
misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh
streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang
"melewati" bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor
intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari
tempat obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat
anastomosis ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas
lumen usus, misalnya pada carcinomacolon, invaginasi
strangulata, dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan
operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena

11
keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula
dilakukan kolostomi saja, kemudian dilakukan reseksi usus dan anastomosis.

 Post-operatif
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan
elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus
memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus
pasien masih dalam keadaan paralitik. Sering didapati penderita dalam
keadaan masih distensi dan disertai diare pasca bedah. Tindakan
dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga
keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan
pada pasca bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah
terjadi strangulasi, monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan
sampai selama 6 - 7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca
bedah adalah toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya
mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika
dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman
sangatlah penting.(2)

2.4.10 Komplikasi
Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan
keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus
yang dapat menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian.

2.4.11 Prognosis
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti
umur, etiologi, tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita
sangat muda ataupun tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun
tindakan operatif yang dilakukan sangat rendah sehingga meningkatkan
mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi
dibandingkan obstruksi usus halus. Prognosisnya baik bila diagnosis
dan tindakan dilakukan dengan cepat.

12
BAB III
KESIMPULAN

 Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik. Terjadinya kelainan pada usus karena
disebabkan oleh beberapa kasus antara lain; Hernia Inkarserata, Invaginasi,
Adhesi,Volvulus/Puntiran, Tumor, Keganasan, Bolus cacing. Sehingga
terjadi penyumbatan pada saluran usus.
 Manifestasi klinis pada ileus obstruktif adalah mual, muntah, nyeri kolik
abdomen, distensi abdomen, konstipasi absolut (baik feses ataupun tidak
ada flatus), dehidrasi dan hilangnya turgor kulit, hipotensi, takikardi,
distensi abdomen dan peningkatan bising usus, rektum kosong pada
pemeriksaan rectal toucher, nyeri tekan atau nyeri lepas menandakan
peritonitis.
 Pada inspeksi dapat terlihat kontur usus/ darm contour dan gerakan usus
yang terlihat dari luar/darm steifung, Pada auskultasi bising usus akan
meningkat dan biasanya akan terdengar suara tinggi (metallic sound ).
Pada palpasi dapat dijumpai tanda-tanda rangsang peritoneal seperti nyeri
lepas dan defans muskuler. Pemeriksaan colok dubur juga harus dilakukan
untuk menilai total atau tidaknya suatu obstruksi dengan menilai kollaps
tidaknya ampulla rekti. Bila pasien telah mengalami peritonitis maka akan
ditemukan nyeri tekan pada pemeriksaan ini.
 Dasar pengobatan ileus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi traktus
gastrointestinal, mengatasi peritonitis dan syok bila ada serta
menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi
usus kembali normal dengan cara operasi. Prognosis baik bila diagnosis
dan tindakan dilakukan dengan segera.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery.


Philadelphia: Elseviers Saunder. Ed 7.p1339-1340.
2. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum.
Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2012. p. 623-31.
3. Price SA, Wilson LM. Gangguan Usus Halus dan Usus Besar. Dalam: Wijaya,
Caroline, editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Volume 1. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006. p. 437-59.
4. Geneser F. Histologi Usus Besar. Dalam: Gunawijaya AF, editor. Buku Teks
Histologi Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994
5. Indrayani MN. Diagnosis dan tatalaksana ileus obstruksi [Internet]. e-Jurnal
Medika Udayana. 2013. Diakses dari :
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/5113/3903. Diakses pada
tanggal 10 Juli 2018.
6. Faradila N. Ileus Obstruksi. Fakultas Kedokteran Universitas Riau; 2009. P.
13-17.
7. Henry MM, Thompson JN. Small bowel disease and intestinal obstruction.
Dalam:Clinical surgery. Edisi ke 3. Philadelphia:Elsevier Saunders;2012
8. Bofy J.H. Acute abdomen, in current surgical diagnosis and treatment. 8th ed.
Way LW (editor) : Lange
9. Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In
R. H.Bell, L. F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract
Surgery(Vol. 2, p. 1119). Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher
10. Ansari P. Intestinal Obstruction [Internet]. Merck Manuals Professional
Edition. 2014 [cited 30 November 2016]. Available from:
http://www.merckmanuals.com/professional/gastrointestinal-disorders/acute-
abdomen-and-surgical-gastroenterology/intestinal-obstruction. Accessed on 8
July 2018.
11. Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. Intestinal Obstruction : A Spectrum
of causes. J PMI.2009;23(2):188-92
12. Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small Intestine. In B. e.
Al. Schwatz`s Principles Of Surgery McGraw-Hill Companies;8:1018.
13. Kartono D, Reksopradjo. Kumpulan kuliah Ilmu Bedah. Digestiv. Gangguan
Pasase Usus. Jakarta. Penerbit: Staf Pengajar Ilmu Bedah FKUI. Hal.70-71.
14. Isselbacher JK.Obstruksi Usus Akut. Dalam Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : EGC. 2000. Hal : 1607 – 1060
15. Lopez-Kostner F, Hool GR, Lavery IC. Management and causes of acute
large-bowel obstruction. Surg Clin North Am 2011;77(6):1265–1290.
Crossref, Medline.

14
16. Thompson WM, Kilani RK, Smith BB, et al. Accuracy of abdominal
radiography in acute small-bowel obstruction: does reviewer ex- perience
matter?. AJR Am J Roentgenol 2007;188(3):W233–W238.
17. Jones J, Bell DJ. Small bowel obstruction . Radiopaedia. Diakses dari
https://radiopaedia.org/articles/stepladder-sign-small-bowel-obstruction-1.
Diakses pada tanggal 10 Juli 2018.
18. Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery.
Philadelphia: Elseviers Saunder.Ed 17.p1339-1340.

15

Anda mungkin juga menyukai