Anda di halaman 1dari 30

REVISI

LAPORAN KASUS
TINEA VERSIKOLOR

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Program Pendidikan Profesi Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Kota Tegal
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Jakarta

Disusun oleh:
Nadia Sani Amalia
030.14.135

Pembimbing:
dr. Nadiah, Sp.KK., M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL
PERIODE 06 JANUARI – 08 FEBRUARI 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
LEMBAR PENGESAHAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


JAKARTA
Laporan kasus dengan judul:

“TINEA VERSIKOLOR”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Kota Tegal

Periode 06 Januari – 08 Februari 2020

Disusun oleh :
Nadia Sani Amalia
030.14.135

Tegal, Januari 2020


Mengetahui,

dr. Nadiah, Sp.KK., M.Kes

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha
Kuasa, atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas laporan kasus yang berjudul “Tinea Versikolor” dengan tepat
waktu. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di
Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal periode 06 Januari – 08 Februari
2020.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
dr. Nadiah, Sp.KK., M.Kes selaku pembimbing dalam penyusunan makalah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para dokter dan staff Ilmu
Penyakit Kulit Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal serta rekan –
rekan anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
serta berbagai pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput
dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya kritik maupun
saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih, semoga tugas
ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.

Tegal, Januari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Pendahuluan..................................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS...................................................................................2
2.1 Identitas pasien..............................................................................................2
2.2 Anamnesis.....................................................................................................3
2.3 Pemeriksaan Fisik.........................................................................................4
2.4 Resume..........................................................................................................9
2.5 Diagnosis Banding........................................................................................9
2.6 Diagnosis Kerja............................................................................................10
2.7 Pemeriksaan Anjuran...................................................................................10
2.8 Penatalaksanaan...........................................................................................10
2.9 Prognosis......................................................................................................10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................11
3.1 Tinea Versikolor...........................................................................................11
3.1.1 Definisi................................................................................................11
3.1.2 Epidemiologi.......................................................................................11
3.1.3 Etiologi................................................................................................11
3.1.4 Faktor Risiko.......................................................................................12
3.1.5 Patogenesis..........................................................................................13
3.1.6 Gejala Klinis........................................................................................14
3.1.7 Diagnosis.............................................................................................15
3.1.8 Diagnosis Banding..............................................................................17
3.1.9 Penatalaksanaan..................................................................................19
3.1.10 Prognosis...........................................................................................20
BAB IV ANALISIS KASUS..................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi non-dermatofitosis pada kulit biasanya terjadi pada kulit


yang paling luar. Hal ini disebabkan jenis jamur ini tidak dapat
mengeluarkan zat yang dapat mencerna keratin kulit dan tetap hanya
menyerang lapisan kulit yang paling luar. Pertumbuhannya pada kulit
(stratum korneum) berupa kelompok sel-sel bulat, bertunas, berdinding
tebal dan memiliki hifa yang berbatang pendek dan bengkok, biasanya
tidak menyebabkan tanda-tanda patologik selain sisik halus sampai kasar.
Bentuk lesi tidak teratur, berbatas tegas sampai difus dan ukuran lesi dapat
milier,lentikuler, numuler sampai plakat. (1,2)
Tinea versicolor atau Pitiriasis versikolor adalah infeksi ringan
yang sering terjadi disebabkan oleh Malasezia furfur. Mallasezia furfur,
merupakan organisme saprofit pada kulit normal. Bagaimana perubahan
dari saprofit menjadi patogen belum diketahui. Penyakit jamur kulit ini
adalah penyakit yang kronik dan asimtomatik ditandai oleh bercak putih
sampai coklat yang bersisik. Kelainan ini umumnya menyerang badan dan
kadang- kadang terlihat di ketiak, sela paha, tungkai atas, leher, muka dan
kulit kepala. Di Indonesia mungkin lebih dikenal sebagai penyakit kulit
karena jamur yang disebut “panu”. Tinea versicolor adalah infeksi jamur
umum yang sering ditemukan pada dewasa dan remaja. Sebutan versicolor
berasal dari fakta bahwa infeksi ini menyebabkan kulit yang terlibat
mengalami perubahan warna, baik menjadi lebih gelap maupun menjadi
lebih terang, daripada area kulit sekitarnya.(1,3)
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia terutama di daerah tropis yang
beriklim panas dan lembab, termasuk Indonesia. Prevalensinya mencapai 50% di
negara tropis. Penyakit ini menyerang semua ras. Di Amerika Serikat, Tinea
versikolor lebih sering menginfeksi dewasa muda usia 15-24 tahun, saat aktivitas
kelenjar lemak lebih tinggi. Beberapa faktor dapat meningkatkan angka terjadinya
tinea versikolor, diantaranya adalah turunnya kekebalan tubuh, faktor suhu,
kelembapan udara, hormonal dan keringat.(3)

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Nn. L
Umur : 18 tahun
TTL : Tegal, 25 Juli 2001
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawati
Alamat : Kertayasa RT.07/RW.04, Kramat, Tegal
Status Pernikahan : Belum menikah
Agama : Islam
Tanggal Periksa : 09 Januari 2020

A. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien diruang


Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Kardinah Tegal pada tanggal 09 Januari
2020 pukul 10:30 WIB.

1. Keluhan Utama
Terdapat bercak putih di punggung semakin meluas sejak 1 bulan
SMRS.
2. Keluhan tambahan
Gatal jika berkeringat
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD Kardinah
dengan keluhan timbul bercak keputihan di punggung meluas hingga ke
lengan kanan atas sejak 1 bulan SMRS. Pasien mengatakan awalnya 1
tahun yang lalu pernah berkemah di sekolahnya. Saat berkemah karena
hujan baju pasien basah dan tidak dapat mengganti pakaiannya sehingga
pasien memakai baju basah seharian. Pasien mengaku, satu minggu

2
kemudian, badannya terasa gatal dan pasien hanya menggunakan bedak
gatal yang dibeli di warung, kemudian gatal sedikit berkurang. Lalu timbul
bercak-bercak putih, awalnya hanya sedikit pada bagian punggung kanan
pasien dan sebesar biji jagung saja. Namun, makin lama bercak keputihan
ini makin bertambah banyak dan menyebar hampir ke seluruh punggung
dan lengan kanan atas. Bercak keputihan ini juga bervariasi dari ukurannya
di mana ada yang sebesar biji jagung hingga sebesar koin 500 rupiah.
Pasien mengeluh sering merasa gatal pada punggung terutama pada
saat waktu siang hari ketika di tengah panas dan berkeringat. Karena
sering gatal, pasien sering menggaruk sekitar punggungnya, dan lama
kelamaan bercak putih semakin bertambah banyak. Pasien selama ini
hanya menggunakan obat yang dibelinya di Apotik. Namun setelah lama,
bercak putih makin banyak dan juga gatal, pasien akhirnya berobat ke poli
kulit. Keluhan seperti rasa nyeri, terbakar, mati rasa pada bercak
kemerahan, ataupun demam disangkal oleh pasien.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kulit yang serupa dahulu.
Tidak terdapat riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan, maupun
debu. Riwayat hipertensi dan DM disangkal.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.
Riwayat asma, alergi makanan, obat-obatan, maupun debu, riwayat DM
dan penyakit jantung pada keluarga disangkal.
6. Riwayat Pengobatan
Pasien baru pertama kali datang berobat ke rumah sakit. Pasien
mengatakan menggunakan obat Kalpanax yang dibelinya dari Apotik
digunakan bila terasa gatal dan bercak putih semakin banyak.
7. Riwayat Lingkungan dan Kebiasaan
Pasien biasanya mandi dua kali sehari menggunakan air sumur
dan menggunakan sabun cair. Pasien mengatakan sering berkeringat,
selalu mengganti pakaian termasuk pakaian dalam dua kali sehari dan
menggunakan handuk sendiri, akan tetapi handuk jarang dicuci. Pasien

3
biasanya menggunakan pakaian dari bahan nilon karena harganya lebih
murah. Kebiasaan mengganti sprei tidak tentu. Kasur yang digunakan
pasien jarang dijemur.
8. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai karyawan di Pabrik Garmen. Pasien tinggal
di rumah dengan orangtuanya. Pengobatan pasien menggunakan Umum.

2.2 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada Kamis, 09 Januari 2020 pukul 10.30
WIB di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Kardinah Tegal.

A. STATUS GENERALIS
Keadaan umum Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Kesan gizi : Baik
Tanda vital Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 76x/menit, regular
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 36,7ºC
Antropometri Tinggi Badan : 148 cm
Berat Badan : 41 kg
BMI : 18,7 kg/m2 (normal)
Kepala Normosefali, rambut hitam, tidak rontok, terdistribusi
merata, tidak terdapat jejas atau bekas luka, tidak
terdapat efloresensi kulit yang bermakna.
Mata: ODS tidak ada kelainan.
Telinga: Normotia, kemerahan (-), oedem (-), liang
telinga lapang, serumen (-), nyeri tekan (-), nyeri tarik (-)
Hidung: Deviasi septum (-), deformitas (-), sekret (-),
pernapasan cuping hidung (-)
Mulut: Mukosa bibir merah muda, sianosis (-), gusi
kemerahaan (-) oedem (-), plak gigi (-) caries (-),
normoglosia, atrofi papil (-), tonsil T1-T1, uvula
ditengah, arkus faring simetris, mukosa faring hiperemis
(-)
Leher Inspeksi: oedem (-), hematom (-)
Palpasi: deviasi trakea (-), pembesaran KGB dan
kelenjar tiroid (-),
Thorax Inspeksi: bentuk dada fusiformis, gerak dinding dada
simetris saat statis dan dinamis, sela iga normal, sternum
datar, retraksi sela iga (-), kelainan kulit di punggung (+)
Palpasi: pernapasan simetris, vocal fremitus simetris,
tidak teraba thrill, ictus cordis teraba di ICS VI linea
midclavicularis sinistra
Perkusi: hemitoraks kanan dan kiri sonor, batas paru dan
hepar setinggi ICS VI linea midclavicularis dextra
dengan perkusi redup, batas bawah paru dan lambung
setinggi ICS VIII linea axillaris anterior sinistra dengan
perkusi timpani. Batas paru dan jantung kanan setinggi
ICS IV linea parasternal dextra, batas paru dan jantung
kiri setinggi ICS VI linea midclavicularis sinistra, batas
atas jantung ICS II linea parasternalis sinistra, pinggang
jantung setinggi ICS III linea parasternal sinistra
Auskultasi: Suara napas vesikuler +/+, ronki -/-,
wheezing -/-, Bunyi Jantung I dan II reguler, gallop (-),
murmur (-)
Abdomen Inspeksi: bentuk datar, ikterik (-), spider naevi (-),
benjolan (-), kelainan kulit (+)
Auskultasi: peristaltik usus 4x/menit, arterial bruit (-)
Palpasi: teraba supel, massa (-), nyeri tekan (-), nyeri
lepas (-), hepar dan lien tidak membesar, ballottement
ginjal (-), undulasi (-)
Perkusi: timpani di keempat kuadran, shifting dullness
(-)
Genitalia Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas Ekstremitas Atas
Simetris kanan dan kiri, deformitas -/-, kelainan kulit +/+,

5
turgor kulit baik, CRT < 2 detik, akral hangat +/+, oedem
-/-, ptekie -/-
Ekstremitas Bawah
Simetris kanan dan kiri, deformitas -/-, kelainan kulit
+/+, turgor kulit baik, CRT < 2 detik, akral hangat +/+,
oedem -/-, ptekie -/-

B. STATUS DERMATOLOGIS
Regio : Punggung dan lengan atas kanan (brachium
dextra)
Efloresensi primer : Makula hipopigmentasi
Efloresensi sekunder : Skuama halus
Distribusi : Simetris di punggung
Bentuk : Tidak teratur
Batas : Berbatas tegas (sirkumskrip),
Ukuran : Lentikular - Numular
Efloresensi : Regio punggung tampak makula hipopigmenasi
berukuran lentikuler sampai numular, sirkumskrip,
bentuk tidak teratur disertai skuama halus

MAKULA
HIPOPIGMENTASI
SKUAMA
HALUS

MAKULA
HIPOPIGMENTASI
DI LENGAN ATAS
KANAN

7
DISTRIBUSI
MERATA DI
PUNGGUNG
2.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan

2.4 RESUME
Perempuan, 18 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD
Kardinah dengan keluhan timbul bercak keputihan di punggung meluas
hingga ke lengan kanan atas sejak 1 bulan SMRS. Pasien mengatakan
awalnya, 1 tahun yang lalu pernah berkemah di sekolahnya. Saat
berkemah karena hujan baju pasien basah dan tidak dapat mengganti
pakaiannya sehingga pasien memakai baju basah seharian. Pasien
mengaku 1 minggu kemudian, badannya terasa gatal dan pasien hanya
menggunakan bedak gatal yang dibeli di warung, kemudian gatal sedikit
berkurang. Lalu timbul bercak-bercak putih, awalnya hanya sedikit pada
bagian punggung kanan pasien dan sebesar biji jagung saja. Namun, makin
lama bercak keputihan ini makin bertambah banyak dan menyebar hampir
ke seluruh punggung dan lengan kanan atas. Bercak keputihan ini juga
bervariasi dari ukurannya di mana ada yang sebesar biji jagung hingga
sebesar koin 500 rupiah.
Pasien mengeluh sering merasa gatal pada punggung terutama pada
saat waktu siang hari ketika di tengah panas dan berkeringat. Karena
sering gatal, pasien sering menggaruk sekitar punggungnya, dan lama
kelamaan bercak putih semakin bertambah banyak. Pasien selama ini
hanya menggunakan obat yang dibelinya di Apotik. Namun setelah lama,
bercak putih makin banyak dan juga gatal, pasien akhirnya berobat ke poli
kulit. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kulit yang serupa dahulu.
Pada pemeriksaan fisik status dermatologis regio punggung dan
lengan kanan atas tampak makula hipopigmentasi berukuran lentikuler
sampai numular, sirkumskrip, bentuk tidak teratur dengan skuama halus.

2.5 DIAGNOSIS BANDING


 Tinea Versikolor
 Pitiriasis Alba

9
 Vitiligo

2.6 DIAGNOSA KERJA


 Tinea Versikolor

2.7 PEMERIKSAAN ANJURAN


 Pemeriksaan dengan Lampu Wood
 Pemeriksaan sediaan langsung dengan larutan KOH 20%

2.8 PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan
penatalaksanaannya.
2. Edukasi bahwa pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun,
dan konsisten karena kekambuhan tinggi
3. Menganjurkan untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan (mandi
minimal dua kali sehari, rutin mencuci seprai, selimut dan handuk,
rutin menjemur kasur).
4. Menghindari pakaian yang berbahan panas dan tidak menyerap
keringat, sebaiknya selalu diganti bila terasa basah akibat keringat dan
juga dicuci setiap hari.

Medikamentosa
Oral/sistemik:
 Itrakonazol tab 1 x 200 mg selama 7 hari
 Cetirizine tab 1 x 10 mg
Topikal :
 Suspensi selenium sulfide dioleskan 2-3 kali seminggu, selama 15-30
menit sebelum mandi
 Ketokonazol 2% cream dioleskan sekali sehari selama 14 hari
Pengobatan Rumatan (maintenence:
 Selenium sulfide shampoo secara periodis
 Ketokonazol 400 mg/ bulan atau 200 mg/ hari selama 3 hari sebulan

2.9 PROGNOSIS
- Quo ad Vitam : ad bonam
- Quo ad Fungtionam : ad bonam
- Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI
Pitiriasis versikolor adalah infeksi kulit superfisial kronik disebabkan oleh
ragi genus malassezia. Umumnya tidak memberikan gejala subjektif ditandai oleh
area depigmentasi atau diskolorasi berskuama halus, tersebar disekret atau
konfluen, terutama terdapat pada badan bagian atas.(1)

3.2 EPIDEMIOLOGI
Pitiriasis versikolor lebih sering terjadi di daerah tropis dan mempunyai
kelembaban tinggi. Walaupun kelainan kulit lebih terlihat pada orang berkulit
gelap, namun angka kejadian pitiriasis versikolor sama di semua ras. Beberapa
penelitian mengemukakan angka kejadian pada pria dan wanita dalam jumlah
yang seimbang. Di Amerika Serikat, penyakit ini banyak ditemukan pada usia 15-
24 tahun, dimana kelenjar sebasea (kelenjar minyak) lebih aktif bekerja.
Sedangkan umur kurang dari 1 tahun sangat jarang di temukan M. furfur, hal ini
disebabkan pada anak-anak terdapat produksi sebum yang rendah. (2,3)
Pitiriasis versikolor terdistribusi ke seluruh dunia, tetapi pada daerah tropis
dan daerah subtropis. Didaerah tropis insiden dilaporkan sebanyak 40%,
sedangkan pada daerah yang lebih dingin angka insiden lebih rendah, sekitar 3%
pasien mengunjungi dermatologis. Angka kejadian pitiriasis versikolor tertinggi
terjadi pada saat musim panas, ini berhubungan dengan sifat dari jamur penyebab
(2,3)

3.3 ETIOLOGI
PV disebabkan oleh Malassezia spp, ragi bersifat lipofilik yang merupakan
flora normal pada kulit. Jamur ini juga bersifat dimorfik, bentuk ragi dapat
berubah menjadi hifa. Dahulu ragi ini digolongkan sebagai genus Pityrosporum
(terdiri dari Pityrosporum ovale dan Pityrosporum orbiculare), tetapi kemudian
mengalami reklasifikasi sebagai genus Malassezia.

Berdasarkan analisis genetik, diidentifikasi 6 spesies lipofilik pada kulit


manusia yakni M. furfur, M. sympodialis, M.globosa, M. restricta, M. slooffiae,

12
M. obtuse; dan satu spesies yang kurang lipofilik dan biasa terdapat pada kulit
hewan, M. pachydermatis. Selanjutnya dilaporkan spesies lain: M. dermatis, M.
yaponica, M. nana, M. caprae, M. equine. Sifat lipofilik menyebabkan ragi ini
banyak berkolonisasi pada area kaya sekresi kelenjar sebasea. Beberapa studi
terpisah menunjukan bahwa M. globosa banyak berhubungan dengan PV, tetapi
studi lain menunjukan bahwa M. sympodialis dan M. furfur yang predominan
pada PV.(1)

Gambar 1. Malassezia furfur


3.4 FAKTOR RISIKO
Pitiriasis versikolor banyak ditemukan pada penderita dengan sosial
ekonomi rendah dan berhubungan dengan buruknya higiene perorangan. Pitiriasis
versikolor timbul bila M. furfur berubah bentuk menjadi bentuk miselia karena
adanya faktor predisposisi, baik eksogen maupun endogen. (1)
Faktor eksogen diantaranya: (1,3)
1. Suhu tinggi, pada daerah tropikal endemik pitiriasis versikolor, suhu akan
mengakibatkan peningkatan sekresi keringat yang mempengaruhi komposisi
lapisan lemak kulit dan berhubungan dengan inisiasi pitiriasis versikolor.
2. Kelembaban udara, dalam kondisi yang lembab jamur akan mudah
berkembang biak, Jamur dapat tumbuh dengan baik pada suhu kamar 25 - 30°C,
dengan kelembaban 60%.
3. Kepadatan hunian dan kebersihan (hygiene) yang kurang, Kepadatan
hunian dan kebersihan yang kurang akan memudahkan penyebaran panu, baik
secara kontak langsung dengan penderita maupun tidak langsung.
Faktor Endogen di antaranya:(1,3)

13
1. Genetika / riwayat keluarga yang positif lebih sering ditemukan diduga akibat
faktor kerentanan genetik.

2. Hiperhidrosis, keadaan basah atau berkeringat banyak, dapat menjadi tempat


yang baik untuk pertumbuhan jamur.

3. Imunodefisiensi pada penderita kanker, transplantasi ginjal, HIV/AIDS,


penderita penyakt cushing syndrome.

4. Malnutrisi
Penularan infeksi jamur kulit disebarkan oleh spora ataupun bagian jamur
yang didapatkan melalui kontak langsung. Jamur kulit juga dapat berpindah dari
kulit yang terkena jamur ke kulit sehat lewat persinggungan kulit, maupun tidak
langsung dengan kulit penderita misalnya dibawa oleh peralatan pribadi (handuk,
baju, kaus kaki, dll). (1,3)

3.5 PATOGENESIS
Malessezia spp. yang semula berbentuk ragi saprofit akan berubah menjadi
bentuk miselia yang menyebabkan kelainan pada kulit PV. Kondisi atau faktor
predisposisi yang diduga dapat menyebabkan perubahan tersebut berupa suhu,
kelembaban lingkungan yang tinggi, dan tegangan CO2 tinggi permukaan kulit
akibat oklusi, faktor genetik, hiperhidrosis, kondisi imunosupresif, dan malnutrisi.
(1,2)

Beberapa mekanisme yang dianggap merupakan penyebab perubahan warna


pada lesi kulit, yakni Malessezia sp. memproduksi asam dikarboksilat (asam
azeleat) yang mengganggu pembentukan pigmen melanin, dan memproduksi
metabolit (pityriacitrin) yang mempunyai kemampuan absorpsi sinar ultraviolet
sehingga menyebabkan lesi hipopigmentasi. Mekanisme lainnya adalah M. furfur
menghambat pertumbuhan stratum korneum. Sementara itu, mekanisme
terjadinya lesi hiperpigmentasi belum jelas, tetapi satu studi menunjukan pada
pemeriksaan mikroskop elektron didapati ukuran melanosom yang lebih besar
dari normal. Laporan keratin yang lebih tebal juga dijumpai pada lesi
hiperpigmentasi. Pada makula hiperpigmentasi juga disebabkan penipisan
stratum korneum oleh M. furfur yang mengakibatkan munculnya reaksi radang
sehingga muncul macula tersebut dan juga karena ada penimpisan stratum
korneum mengakibatkan meningkatnya kemungkinan infeksi sekunder.(1,2)

3.6 GEJALA KLINIS


Daerah kulit yang sering terlibat adalah bagian tubuh, punggung, perut,
dan ekstremitas proksimal. Wajah, kulit kepala, dan alat kelamin umumnya
kurang terlibat.(1) Biasanya timbul makula dalam berbagai ukuran dan warna.
Warna setiap lesi bervariasi dari hampir putih sampai coklat kemerahan atau
berwarna coklat kekuningan dengan kata lain terlihat sebagai bercak-bercak
berwarna-warni.(1,2)
Lesi berbentuk tidak teratur sampai teratur, berbatas jelas sampai difus,
ditutupi sisik halus dengan rasa gatal (ringan), atau asimptomatik (tanpa gejala
atau tanpa keluhan), dan hanya gangguan kosmetik saja. Pasien sering melaporkan
bahwa lesi kulit yang terlibat tidak menjadi gelap seperti kulit pada bagian tubuh
yang lain di musim panas. Keluhan gatal, meskipun ringan, merupakan salah satu
alasan penderita datang berobat. (2)

A B
A

15
C
D
C

Gambar 2. A. Makula Hiperpigmentasi pada punggung, B. Makula Eritematous


pada axial, C. Makula hipopigmentasi pada lengan atas, D. Makula
Hipopigmentasi pada dada

3.7 DIAGNOSIS
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Diagnosis klinis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran lesi yang sesuai
dengan karakteristik pitiriasis versikolor, pemeriksaan fluoresensi kulit dengan
lampu Wood, dan sediaan langsung kerokan kulit. Pasien pitiriasis versikolor
umumnya hanya mengeluh bercak-bercak putih, kecokelatan, atau merah muda,
tidak gatal atau sedikit gatal saat berkeringat. Pada orang kulit putih atau terang,
lesi berwarna lebih gelap dibandingkan kulit normal, sedangkan pada orang
berkulit hitam atau gelap, lesi cenderung putih.
Hal ini sesuai dengan pitiriasis yang berarti penyakit dengan skuama halus
seperti tepung dan versicolor yang berarti bermacam warna. Bentuk dan ukuran
lesi bervariasi, dapat berupa makula hingga patch atau papul hingga plak
hipo/hiperpigmentasi, berbatas tegas atau difus, tertutup skuama halus di
sekitarnya. Bentuk folikular juga dapat ditemukan. Lesi dapat meluas,
berkonfluens, atau tersebar. Tempat predileksinya terutama daerah yang ditutupi
pakaian, seperti dada, punggung, perut, lengan atas, paha, leher.(1)
2. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan mikroskopis langsung,
dengan larutan KOH 10-20%, tampak hifa pendek bersepta, kadang-kadang
bercabang atau hifa terpotong-potong, dengan spora berkelompok. Pemeriksaan
dengan lampu Wood memberikan floresensi berwarna kuning kehijauan.(1)
1. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10-20%
Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit
yang mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan, lalu dikerok dengan
skalpel steril dan jatuhannya ditampung dalam lempeng-lempeng steril pula
atau ditempel pada selotip. Sebagian dari bahan tersebut diperiksa langsung
dengan KOH 10% yang diberi tinta Parker biru hitam atau biru laktofenol,
dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa di bawah
mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka kelihatan garis yang
memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak tertentu dipisahkan
oleh sekat-sekat yang dikenal dengan hifa. Pada pitiriasis versikolor hifa
tampak pendek-pendek, lurus atau bengkok dengan banyak spora
bergerombol sehingga sering disebut dengan gambaran spaghetti and
meatballs atau bacon and eggs. (2)

Gambar 3. Sediaan langsung dengan KOH memperlihatkan hifa pendek-


pendek dengan spora yang bergerombol
2. Pemeriksaan dengan sinar wood

17
Dapat memberikan perubahan warna pada seluruh daerah lesi sehingga
batas lesi lebih mudah dilihat. Daerah yang terkena infeksi akan
memperlihatkan fluoresensi warna kuning keemasan sampai orange.
Pemeriksaan ini memungkinkan untuk melihat dengan lebih jelas perubahan
pigmentasi yang menyertai kelainan ini. (2)

Gambar 4. Sinar Wood (+) fluoresensi kuning keemasan


3. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan dengan biakan jamur tidak terlalu bernilai secara
diagnostik karena memerlukan waktu yang lama. Pemeriksaan ini
menggunakan media biakan agar malt atau saboraud’s agar. Koloni yang
tumbuh berbentuk soliter, sedikit meninggi, bulat mengkilap dan lama
kelamaan akan kering dan dibawah mikroskop terlihat yeast cell bentuk oval
dengan hifa pendek.

3.8 DIAGNOSIS BANDING


1. Pitiriasis Alba
Lesi pitiriasis alba umumnya berbentuk oval, bulat, atau plak irregular. Pada
mulanya lesi berwarna merah muda atau sesuai warna kulit dengan skuama kulit
diatasnya. Setelah eritema menghilang, lesi yang dijumpai hanya hipopigmentasi
dengan skuama halus. Pada stadium ini penderita datang berobat terutama pada
orang dengan kulit berwarna. Lesi pitiriasis alba umumnya mengenai pipi dan
dagu, tungkai dan tubuh jarang terlibat. Lesi pitiriasis alba biasanya mempunyai
ukuran 0,5-2 cm diameter tetapi bisa menjadi lebih besar jika lesi mengenai tubuh.
(2)
Gambar 4. lesi pada penyakit pitiriasis alba.(2)
2. Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik umumnya mengenai daerah yang berambut.
Penampilan kulit kepala yang terkena dermatitis seboroik bervariasi dari ringan,
bercak bersisik yang luas, bisa menjadi tebal dan mengeras. Plak jarang terjadi.
Lesi hipopigmentasi dapat dilihat pada individu yang berkulit gelap. Distribusi
lesi umumnya terjadi pada daerah berminyak dan berambut di kepala dan leher,
seperti kulit kepala, dahi, alis, bulu mata lipatan nasolabial, jenggot, dan kulit
postaurikuler.(2)

Gambar 5. Dermatitis seboroik mempengaruhi garis kulit kepala dan alis


dengan kulit merah dan skuama.(2)
3. Vitiligo
Vitiligo adalah suatu hipomelanosis yang didapat bersifat progresif,
ditandai dengan makula hipopigmentasi pada kulit, berbatas tegas, dan
asimtomatis. Makula hipomelanosis yang khas berupa bercak putih seperti putih
kapur, bergaris tengah beberapa millimeter sampai beberapa sentimeter, berbentuk
bulat atau lonjong dengan tepi berbatas tegas dan kulit pada tempat tersebut

19
normal dan tidak mempunyai skuama. Vitiligo mempunyai distribusi yang khas.
Lesi terutama terdapat pada daerah yang terpajan (muka, dada bagian atas, dorsum
manus), daerah intertriginosa (aksila, lipat paha), daerah orifisium (sekitar mulut,
hidung, mata, rektum), pada bagian ekstensor permukaan tulang yang menonjol
(1,2)
(jari-jari, lutut, siku). Pada pemeriksaan dengan lampu Wood makula
amelanotik pada vitiligo tampak putih berkilau, hal ini membedakan lesi vitiligo
dengan makula hipomelanotik pada kelainan hipopigmentasi lainnya.

Gambar 6. Lesi pada penyakit vitiligo.(2)

3.9 PENATALAKSANAAN
Mengidentifikasi faktor predisposisi dan menyingkirkan yang dapat
dihindari merupakan hal yang pening dalam tatalaksana pitiriasis versicolor selain
terapi. Terapi dapat menggunakan terapi topikal atau sistemik, dengan beberaa
pertimbangan antara lain luas, lesi, biaya, kepatuhan pasien, kontraindikasi, dan
efek samping (1)

3.9.1 PENGOBATAN TOPIKAL


Karena koloni jamur ini pada permukaan kulit, maka pengobatan
topikal sangat efektif. Pengobatan topikal yang efektif untuk pitiriasis
versikolor meliputi krim, losion, dan sampo yang diaplikasikan setiap hari
atau dua kali sehari dengan jangka waktu bervariasi. Pengobatan non-spesifik
yang terbukti efektif dalam mengobati pitiriasis versikolor adalah selenium
sulfida (sediaan losion, krim atau sampo). Sampo selenium sulfide ( 1,8%)
atau lotion selenium sulfide (2.5%) dioleskan pada bercak selama 10-15
menit, kemudian dicuci, digunakan selama satu minggu. (9,10)
Untuk lesi terbatas, berbagai Krim derivat Azole (ketoconazole,
econazole, micronazole, clotrimazole) dapat digunakan, serta krim tolsiklat,
tolnaflat, dan haloprogin. Ketokonazol merupakan antifungal spektrum luas
yang digunakan sebagai terapi mikosis superfisial dan sistemik. Ia bekerja
menghambat enzim lanosterol 14αdemethylase, lalu mengganggu biosintesis
ergosterol untuk membatasi fungsi dan pertumbuhan sel. Sediaan topikalnya
berupa krim, sampo, dan busa. Penggunaan krim atau busa setiap hari selama
14 hari telah terbukti efektif dalam terapi pitiriasis versikolor. (9)
3.9.2 PENGOBATAN SISTEMIK
Terapi sistemik diaplikasi jika tinea versikolor sering kambuh atau
gagal dengan pengobatan topikal dan juga pada lesi yang luas. Ketokonazol
dulu merupakan baku emas dalam pengobatan oral pada infeksi jamur,
sekarang tidak lagi disarankan untuk pengobatan mikosis superfisial,
termasuk pitiriasis versikolor. Efek samping hepatotoksik yang berkaitan
dengan pemberian ketokonazol oral lebih besar risikonya dibandingkan
dengan manfaat potensialnya.(7)
Saat ini terapi oral pitiriasis versikolor meliputi itrakonazol,
flukonazol, dan pramikonazol. Itrakonazol, merupakan turunan triazol, yang
bekerja mengubah fungsi sel jamur melalui penghambatan sintesis ergosterol
sitokrom P450. Itrakonazol dengan jumlah total minimal 1000 mg selama
pengobatan diperlukan untuk menghasilkan respon mikologi yang signifikan
sehingga mengobati pitiriasis versikolor secara efektif. Pengobatan sekali
sehari selama 5 hari dengan 200 mg itrakonazol menunjukan efikasi tinggi
hingga setelah satu bulan pengobatan dan direkomendasikan untuk terapi
pitiriasis versikolor. Regimen standar untuk itrakonazol adalah 7 hari
pengobatan. Itrakonazol dapat diberikan sekali perbulan selama 6 bulan
sebagai profilaksis dengan dosis 200 mg dua kali sehari. Flukonazole dapat
diberikan 100 - 400 mg per hari. Sedian obat tersebut yang ada di Indonesia
150 mg dan 50 mg. (7,8)
3.9.3 NON-MEDIKAMENTOSA
Edukasi

21
Menyarankan kepada pasien agar menghindari faktor pencetus
terjadinya pitiriasis versikolor. Pasien dinasehatkan supaya tidak berada di
lingkungan yang panas dan lembab supaya tidak kambuh setelah pengobatan.
Selain itu, pakaian, kain seprai, handuk harus dicuci dengan air panas. (1)

3.10 PROGNOSIS
Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun, dan konsisten,
serta faktor predisposisi dapat dihindari. Pengobatan harus diteruskan 2 minggu
setelah fluoresensi negatif dengan pemeriksaan lampu wood dan sediaan juga
negatif.(1)
BAB IV
ANALISIS KASUS

ANAMNESIS

 Wanita, 18 tahun PEMERIKSAAN FISIK


 Bercak putih semakin meluas
 Kesan gizi : normal
 Lokasi  Punggung dan lengan kanan
atas STATUS DERMATOLOGIKUS
 Gatal dirasakan berlebih DIAGNOSIS
saat KERJA
berkeringat  Regio : Punggung dan lengan kanan
TINEA VERSIKOLOR atas
 Keluhan utama dirasakan sejak 1 bulan
sebelum masuk rumah sakit  Distribusi : simetris
 Awal gatal dirasakan lalu timbul bercak  Efloresensi : makula hipopigmentasi,
berwarna putih meluas di daerah disertai skuama halus
punggung hingga lengan kanan atas  Lesi : berbatas tegas (sirkumskrip),
 Jarang mengganti pakaian jika ukuran lentikuler sampai numular,
Pada bentuk
pasien ini
tidak teratur.
berkeringat, sering terpapar sinar
matahari ditegakkan diagnosis kerja tinea
versikolor. Hal ini diperoleh
dengan dilakukannya anamnesis
dan pemeriksaan fisik.

Pada anamnesis didapatkan pasien perempuan, usia 18 tahun,


suku Jawa. Identitas ini sesuai dengan teori yang didapakan. Tinea
versikolor lebih sering terjadi di daerah tropis dan mempunyai kelembaban
tinggi. Walaupun kelainan kulit lebih terlihat pada orang berkulit gelap,
namun angka kejadian tinea versikolor sama di semua ras. Beberapa
penelitian mengemukakan angka kejadian pada pria dan wanita dalam
jumlah yang seimbang. Tinea versikolor adalah penyakit universal dan
terutama ditemukan di daerah tropis. Dapat menyerang hampir semua umur,
pria dan wanita, semua bangsa, hampir diseluruh dunia.

Penderita datang dengan keluhan bercak putih di punggung


sejak 1 tahun yang lalu, sejak 1 bulan ini bercak putih semakin lama

23
semakin banyak. Anamnesis ini menunjukkan kelainan kulit yang kronis.
Tinea versikolor merupakan penyakit kulit superfisial yang kronik terutama
meliputi badan dan kadang-kadang menyerang ketiak, lipat paha, lengan,
tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala yang berambut.

Pada pasien ini terdapat faktor predisposisi eksogen yaitu pasien


sering berada di luar ruangan saat bekerja dari pada di dalam ruangan,
sering berkeringat banyak dan pasien mengaku gatal terasa bila
berkeringat. Faktor predisposisi terjadinya tinea versikolor dibagi menjadi
dua yaitu faktor predisposisi endogen dan eksogen. Endogen yaitu defisiensi
immun (immunodeffisiensi), kulit berminyak, hiperhidrosis, genetika, dan
malnutrisi. Eksogen yaitu suhu tinggi, kelembapan udara, higiene,
penggunaan emolient yang berminyak.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan bercak hipopigmentasi di


punggung. Pada teorinya sebagian besar lesi tinea versikolor adalah
hipopigmented, diikuti oleh baik campuran hipo-dan hiperpigmentasi atau
hanya hiperpigmentasi. Tinea versicolor cenderung hipopigmented
signifikan pada individu berkulit gelap. Variasi ini mungkin karena
perbedaan iklim dalam studi populasi yang berbeda. Secara klinis, penyakit
ini biasanya tanpa gejala (asimtomatis), biasanya, pasien mencari pengobatan
medis untuk kosmetik. Kadang penderita merasa sedikit gatal.

Tatalaksana yang sesuai untuk kasus ini yaitu menggunakan obat anti
fungi yang dapat dipakai yaitu suspensi selenium sulfida 2,5% dalam bentuk
losion atau bentuk sampo dipakai 2-3 kali seminggu. Obat digosokkan pada lesi
dan didiamkan 15-30 menit sebelum mandi. Selenium sulfide memiliki
kekurangan yaitu bau yang kurang sedap serta kadang bersifat iritatif, sehingga
menyebabkan pasien kurang taat berobat. Krim azole yaitu ketoconazole
penggunaan setiap hari selama 14 hari telah terbukti efektif untuk pengobatan
pitiriasis versikolor.
Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun dan
konsisten. Pengobatan harus diteruskan 2 minggu setelah fluoresensi negatif dengan
pemeriksaan lampu Wood dan sediaan langsung negatif. Bercak hipopigmentasi
dapat menetap selama beberapa minggu atau bulan hingga pigmen yang hilang
diganti melalui paparan ultraviolet. Lesi dapat secara lambat kembali ke warna kulit
semula bahkan walaupun telah diobati dengan baik, sehingga menyebabkan pasien
berpikir bahwa pengobatannya tidak sembuh. Terkadang lesi hipopigmentasi tidak
hilang walaupun infeksi telah hilang selama sebulan. Oleh sebab itu, pasien harus
diberitahukan mengenai hal tersebut.

25
DAFTAR PUSTAKA
1. Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi Ketujuh. Jakarta:Badan Penerbit FKUI;2017.p.103-5.
2. Partogi D. Pityriasis versikolor dan diagnosis bandingnya [tesis]. Medan:
Universitas Sumatera Utara; 2008.
3 Rai MK, Wankhade S. 2012. Tinea versicolor-an epidemiology. J Microbial
Biochem Technol. 1(1):51-6
4 Lee WJ, Kim JY, Song CH, Lee SH, Lee SJ, Kim DW. 2011. Disruption of
barrier function in dermatophytosis and pityriasis versicolor. The Journal of
Dermatology. 38(11):1049-53.
5 Patel AB, Kubba R, Kubba A. 2013. Clinicopathological correlation of
acquired hypopigmentary disorders. Indian J Dermatol Venereol Leprol.
79(3):376-82.
6 Mahmoud YAG, Metwally MA, Mubarak HH, Zewawy NE. Treatment of tinea
versicolor caused by Malassezia furfur with dill seed extract: an experimental
study. J Pharm Pharmaceut Sci. 2014;7(2):975-1491.
7 Gupta AK, Foley KA. Antifungal treatment for pityriasis versicolor. J Fungi.
2015; 1(1): 13-29.
8 Nathalia S, Niode NJ, Pandaleke HEJ. Profil pitiriasis versikolor di poliklinik
kulit dan kelamin RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado periode Januari-
Desember 2012. J eCL. 2015; 3(1):186-92.
9 Gupta AK, Lane D, Paquet M. Systematic review of systemic treatments for
tinea versicolor and evidence-based dosing regimen recommendations. J Cutan.
Med. Surg. 2014; 18(2): 79-90.
10 Fergemann J, Todd G, Pather S, Vawda ZFA, Gillies JD, Walford T, et al.
Doubleblind, randomized, placebo-controlled, dose-finding study of oral
pramiconazole in the treatment of pityriasis versicolor. J. Am. Acad. Dermatol.
2009; 61(6): 971-6.

Anda mungkin juga menyukai