Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

KONSTRUKSI DIAGNOSIS DARI NYERI


MENUJU HERPES ZOSTER

Disusun oleh:
Nadia Sani Amalia
(030.14.135)

Pembimbing:
dr. Dody Suhartono, Sp.KK., MH

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL
PERIODE 06 JANUARI – 08 FEBRUARI 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
LEMBAR PENGESAHAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


JAKARTA

Referat dengan judul:

“Konstruksi Diagnosis Dari Nyeri Menuju Herpes Zoster”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Kota Tegal

Periode 06 Januari – 08 Februari 2020

Disusun oleh:
Nadia Sani Amalia
(030.14.135)

Tegal, Januari 2020


Mengetahui,

dr. Dody Suhartono, Sp.KK., MH

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Berkat, Anugerah Keselamatan
dan Belas Kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Konstruksi
Diagnosis Dari Nyeri Menuju Herpes Zoster” ini dengan tepat waktu. Referat ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik di Stase Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, RSUD Kardinah, Tegal periode 06 Januari – 08 Februari 2020.
Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian laporan kasus ini, terutama kepada
dr. Dody Suhartono, Sp.KK., MH selaku pembimbing, atas waktu dan pengarahannya selama
penulis belajar dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada para dokter dan staff Ilmu Penyakit Kulit Kelamin Rumah
Sakit Umum Daerah Kardinah, Tegal serta rekan-rekan seperjuangan dalam Kepaniteraan
Klinik.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran sangat penulis perlukan demi melengkapi referat ini. Akhir kata, semoga
Tuhan membalas kebaikan semua pihak dan laporan kasus ini hendaknya membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan, profesi, dan masyarakat luas terutama dalam bidang
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

Tegal, Januari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 2
2.1 Nyeri............................................................................................................................... 2
2.2 Klasifikasi Nyeri............................................................................................................. 2
2.3 Herpes Zoster................................................................................................................. 2
2.4 Epidemiologi.................................................................................................................. 3
2.5 Patogenesis..................................................................................................................... 4
2.6 Tanda dan Gejala............................................................................................................ 5
2.7 Konstruksi Diagnosis dari Nyeri Menuju Herpes Zoster............................................... 7
BAB III KESIMPULAN.................................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sistem sensori dalam tubuh manusia memiliki peran utama untuk melindungi
dan menjaga homeostasis nyeri. Peran ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi,
melokalisasi, dan mengenali proses kerusakan dari jaringan. Salah satu dari sistem
sensori dari tubuh adalah sistem perasa dengan salah satu yang akan dibahas kali ini
adalah rasa nyeri. Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal
skala atau tingkatannya, hanya orang tersebut yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi nyeri yang dialaminya. Nyeri sebagai gejala utama dalam penyakit kulit
memiliki beberapa kemungkinan, seperti herpes zoster, neuralgia post herpetika yaitu
penyakit yang terjadi setelah terkena herpes zoster, reaksi morbus hansen, ataupun
vaskulitis yang disebabkan oleh peradangan dari pembuluh darah.(1)
Herpes Zoster adalah suatu penyakit yang membuat rasa sangat nyeri dan
disebabkan oleh virus herpes yang juga mengakibatkan cacar air (virus varisela
zoster). Seperti virus herpes yang lain, virus varisela zoster mempunyai tahapan
penularan awal (cacar air) yang diikuti oleh suatu tahapan tidak aktif. Kemudian suatu
saat virus ini menjadi aktif kembali. (2) Walaupun jarang, herpes zoster dapat menular
pada saraf wajah dan mata. Ini dapat menyebabkan nyeri di sekitar mulut, pada
wajah, leher dan juga kepala, dalam dan sekitar telinga, atau pada ujung hidung.
Penyakit ini hampir selalu terjadi hanya pada satu sisi tubuh. Insiden herpes zoster
meningkat seiring bertambahnya usia, di mana lebih dari 2/3 kasus terjadi pada usia
lebih dari 50 tahun dan kurang dari 10% di bawah 20 tahun. Meningkatnya insidensi
pada usia lanjut ini berkaitan dengan menurunnya respon imun dimediasi sel yang
dapat pula terjadi pada pasien imunokompromais seperti pasien HIV-AIDS, pasien
dengan keganasan, dan pasien yang mendapat obat imunosupresi. (2)
Beberapa penyakit tersebut memiliki gejala utama nyeri pada kulit yang dapat
mengganggu aktivitas, sehingga penulis akan menjelaskan mengenai penyakit kulit
yang menimbulkan gejala utama rasa nyeri dan menyingkirkan diagnosis banding
untuk menuju diagnosis kerja herpes zoster.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 NYERI
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam
bentuk kerusakan tersebut. Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang
multidimensional. Fenomena ini dapat berbeda dalam intensitas (ringan,sedang, berat),
kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi (transien, intermiten,persisten), dan
penyebaran (superfisial atau dalam, terlokalisir atau difus).(1)

2.2 KLASIFIKASI NYERI


Berdasarkan jenisnya nyeri juga dapat diklasifikasikan menjadi:(3)
a. Nyeri nosiseptif
Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia,
mekanik dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada nosiseptor
perifer (saraf yang bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri). Karena kerusakan
jaringan baik somatik maupun viseral. Stimulasi nosiseptor baik secara langsung
maupun tidak langsung akan mengakibatkan pengeluaran mediator inflamasi dari
jaringan, sel imun dan ujung saraf sensoris dan simpatik. Nyeri nosiseptif biasanya
memberikan respon terhadap analgesik opioid atau non opioid.
b. Nyeri neurogenik
Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan neural
pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf aferen
sentral dan perifer. Sensasi yang dirasakan adalah rasa panas dan seperti ditusuk-tusuk
dan kadang disertai hilangnya rasa atau adanya rasa tidak enak pada perabaan. Nyeri
neurogenik dapat menyebakan terjadinya allodynia. Hal ini mungkin terjadi secara
mekanik atau peningkatan sensitivitas dari noradrenalin yang kemudian menghasilkan
sympathetically maintained pain (SMP). SMP merupakan komponen pada nyeri
kronik. Pasien yang mengalami nyeri neuropatik sering memberi respon yang kurang
baik terhadap analgesik opioid.

c. Nyeri psikogenik
2
Nyeri ini berhubungan dengan adanya gangguan jiwa misalnya cemas dan
depresi. Nyeri akan hilang apabila keadaan kejiwaan pasien tenang.
Berdasarkan timbulnya nyeri dapat diklasifikasikan menjadi: (3)
a. Nyeri akut
Nyeri yang timbul mendadak dan berlangsung sementara. Nyeri ini ditandai
dengan adanya aktivitas saraf otonom seperti takikardi, hipertensi, hiperhidrosis, pucat
dan midriasis dan perubahan wajah menyeringai atau menangis. Bentuk nyeri akut
dapat berupa:
1. Nyeri somatik luar : nyeri tajam di kulit, subkutis dan mukosa
2. Nyeri somatik dalam : nyeri tumpul pada otot rangka, sendi dan jaringan ikat

3. Nyeri viseral : nyeri akibat disfungsi organ viseral


b. Nyeri kronik
Nyeri berkepanjangan dapat berbulan-bulan tanpa tanda – tanda aktivitas
otonom kecuali serangan akut. Nyeri tersebut dapat berupa nyeri yang tetap bertahan
sesudah penyembuhan luka (penyakit atau operasi) atau awalnya berupa nyeri akut
lalu menetap sampai melebihi 3 bulan. Nyeri ini disebabkan oleh :
1. Kanker akibat tekanan atau rusaknya serabut saraf
2. Non kanker akibat trauma, proses degenerasi dll

2.3 HERPES ZOSTER


Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-
zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang
terjadi setelah infeksi primer.(4)

2.4 EPIDEMIOLOGI

Penyakit herpes zoster terjadi sporadic sepanjang tahun tanpa mengenal


musim. Insidenya 2-3 kasus per 1000 orang/tahun. Insiden dan keparahan penyakitnya
meningkat dengan bertambah usia. Lebih dari setengah jumlah keseluruhan kasus
dilaporkan terjadi pada usia lebih dari 60 tahun dan komplikasi terjadi hampir 50% di
usia tua. Jarang dijumpai pada usia dini (anak dan dewasa muda), bila terjadi ,
kemungkinan dihubungkan dengan varisela maternal saat kehamilan. Penyakit ini
bersifat menular namun daya tularnya kecil bila dibandingkan varisela. Meningkatnya
3
insidensi pada usia lanjut ini berkaitan dengan menurunnya respon imun dimediasi sel
yang dapat pula terjadi pada pasien imunokompromais seperti pasien HIV-AIDS,
pasien dengan keganasan, dan pasien yang mendapat obat imunosupresi. (2)

2.5 PATOGENESIS

Varicella ditransmisi melalui rute respirasi. Virus menginfeksi sel epitel dan
limfosit di orofaring dan saluran nafas atas atau pada konjungtiva, kemudian limfosit
terinfeksi akan menyebar ke seluruh tubuh. Virus kemudian masuk kekulit melalui sel
endotel pembuluh darah dan menyebar ke sel epitel menyebabkan ruam vesikel
varicella. Penularan dapat terjadi melalui kontak lesi di kulit. Lesi vesikular akan
berubah menjadi pustular setelah infiltrasi sel radang. Selanjutnya lesi akan terbuka
dan kering membentuk krusta, umumnya sembuh tanpa bekas. Waktu dari pertama kali
kontak dengan VZV sampai muncul gejala klinis adalah 10-21 hari, rata-rata 14 hari.
Setelah infeksi primer, virus akan menginfeksi secara laten neuron ganglia cranial dan
dorsal. Sesudah beberapa dekade, virus neurotropik ini dapat mengalami reaktivasi
dan menyebabkan herpes zoster. Herpes Zoster ditandai dengan erupsi vesikel
unilateral yang nyeri, khas nya mengikuti dermatom saraf sensorik.

4
Menurut teori Hope-Simpson, sesudah infeksi primer VZV, selain VZV akan

menetap laten di ganglion saraf dorsalis, infeksi ini akan menimbulkan kekebalan
seluler spesifik VZV yang menghambat kemampuan virus VZV laten untuk reaktivasi.
Kekebalan seluler spesifik VZV ini menurun bertahap sejalan usia namun secara
berkala juga di-booster oleh infeksi subklinis akibat paparan VZV (misalnya ketika
merawat anak yang menderita cacar air). Beberapa episode reaktivasi terjadi namun
dengan cepat dihambat oleh respon imun sehingga tidak ada ruam yang timbul
(Gambar 1). Hope-Simpson menyebutkan kasus abortif ini “contained reversions”
yang kadang menimbulkan nyeri di dermatome terkait tanpa timbul ruam, disebut
‘zoster sine herpete’. Seiring berjalannya usia, kekebalan spesifik terhadap VZV bisa
turun dibawah batas ambang, yang menyebabkan reaktivasi virus, dan menyebabkan
herpes zoster. Besarnya jumlah VZV yang diproduksi selama episode herpes zoster
meningkatkan lagi kekebalan terhadap VZV, sehingga hal ini menjelaskan mengapa
jarang terjadi rekurensi pada individu yang imunokompeten.

Gambar 1. Patogenesis Herpes Zoster berdasarkan Hope-Simpson.4

5
Gambar 2. Varicella dan herpes zoster A. Selama infeksi (varicella dan cacar air) primer
varicella-zoster virus (VZV) virus menginfeksi ganglia sensoris. B. VZV tetap dalam fase
laten dalam ganglia untuk kehidupan C. Individual dengan fungsi kekebalan tubuh
berkurang, VZV aktif kembali dalam ganglia sensoris, turun melalui saraf sensorik, dan
direplikasi di kulit.3

2.6 TANDA DAN GEJALA


Terbagi menjadi tiga stadium antara lain:(4,5)
 Stadium prodromal :
Biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang terkena disertai dengan
panas, malaise dan nyeri kepala.
 Stadium erupsi :
Mula-mula timbul papul atau plakat berbentuk urtika yang setelah 1-2 hari akan timbul
gerombolan vesikel diatas kulit yang eritematus, sedangkan kulit diantara gerombolan
tetap normal, usia lesi pada satu gerombolan lain adalah sama sedangkan usia lesi
dengan gerombolan lain adalah tidak sama. Lokasi lesi sesuai dermatom, unilateral dan
biasanya tidak melewati garis tengah dari tubuh.
 Stadium krustasi :
Vesikel menjadi purulen, mengalami krustasi dan lepas dalam waktu 1-2 minggu. Sering
terjadi neuralgi pasca herpetica terutama pada orang tua yang dapat berlangsung
berbulan-bulan parestesi yang bersifat sementara.

Masa tunas 7-12 hari, lesi baru tetap timbul selama 1-4 hari dan kadang-

6
kadang selama ±1 minggu. Gejala prodromal berupa nyeri dan parestesi di dermatom
yang terkait biasanya mendahului erupsi kulit dan bervariasi mulai dari rasa gatal,
parestesi, panas, pedih, nyeri tekan, hiperestesi, hingga rasa ditusuk- tusuk. Dapat
pula disertai dengan gejala konstitusi seperti malaise, sefalgia, dan flu like symptoms

yang akan menghilang setelah erupsi kulit muncul.(4,5)

Kelainan diawali dengan lesi makulopapular eritematosa yang dalam 12-48


jam menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit eritematosa dan edema. Vesikel
berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta dalam
7-10 hari. Krusta biasanya bertahan hingga 2-3 minggu, lokasi unilateral dan bersifat

dermatomal sesuai tempat persarafan.(4,5)

Varian Klinis:(5)
 Pada beberapa kasus nyeri segmental tidak diikuti erupsi kulit, keadaan ini
disebut zoster sine herpete.
 Herpes zoster abortif : bila perjalanan penyakit berlangsung singkat dan
kelainan kulit hanya berupa vesikel dan eritema.
 Herpes zoster oftalmikus : HZ yang menyerang cabang pertama nervus
trigeminus. Erupsi kulit sebatas mata sampai ke verteks, tetapi tidak melalui garis
tengah dahi. Bila mengenai anak cabang nasosilaris (adanya vesikel pada puncak
hidung yang dikenal sebagai tanda Hutchinson, sampai dengan kantus medialis)
harus diwaspadai kemungkinan terjadinya komplikasi pada mata.
 Sindrom Ramsay-Hunt : HZ di liang telinga luar atau membrana timpani,
disertai paresis fasialis yang nyeri, gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3
bagian depan lidah, tinitus, vertigo, dan tuli. Kelainan tersebut sebagai akibat
virus menyerang nervus fasialis dan nervus auditorius.
 Herpes zoster aberans : HZ disertai vesikel minimal 10 buah yang melewati
garis tengah.

 Herpes zoster pada imunokompromais : perjalanan penyakit dan manifestasi


klinisnya berubah, seringkali tidak spesifik, sering rekurens, berlangsung lebih
lama (lebih dari 6 minggu), cenderung kronik persisten, menyebar ke alat-alat
dalam terutama paru, hati, dan otak. Gejala prodromal lebih hebat, erupsi kulit
lebih berat (bula hemoragik, hiperkeratotik, nekrotik), lebih luas (aberans/
7
multidermatom/diseminata), lebih nyeri, dan komplikasi lebih sering terjadi.
 Herpes zoster pada ibu hamil : ringan, kemungkinan terjadi komplikasi sangat
jarang. Risiko infeksi pada janin dan neonatus dari ibu hamil dengan HZ juga
sangat kecil. Karena alasan tersebut, HZ pada kehamilan tidak diterapi dengan
antiviral.
 Herpes zoster pada neonatus : jarang ditemukan. Penyakit biasanya ringan,
sembuh tanpa gejala sisa. HZ pada neonatus tidak membutuhkan terapi antiviral.
 Herpes zoster pada anak : ringan, banyak menyerang di daerah servikal bawah.
Juga tidak membutuhkan pengobatan dengan antiviral.

2.7 KONSTRUKSI DIAGNOSIS DARI NYERI MENUJU HERPES ZOSTER


Nyeri sebagai sebuah gejala dalam dunia kedokteran merupakan gejala yang
sangat sering ditemukan. Dalam konteks penyakit kulit, nyeri sebagai gejala utama
dari suatu penyakit masih memiliki beberapa potensi diagnosa banding. Sebagai
contoh, herpes zoster, neuralgia pasca herpes, reaksi morbus hansen, vaskulitis
merupakan diagnosa yang memiliki keluhan utama yang khas yaitu didapatkan rasa
nyeri yang hebat. Ada juga keluhan gejala rasa nyeri pada infeksi pada kulit yaitu
furunkulosis, fuunkel/ karbunkel, ulkus, abses. Namun, jika ditelusuri lebih jauh, nyeri
yang mendasari pada herpes zoster adalah nyeri nosiseptik yang disebabkan proses
inflamasi pada kulit sedangkan nyeri yang mendasari pada neuralgia paska herpes
adalah nyeri yang disebabkan deafferensiasi yang disebabkan oleh destruksi neuron
sensori pada ganglion saraf dorsalis sehingga pasien ketika datang berobat akan
menguluhkan nyeri yang sangat hebat.(2)
Neuralgia postherpetik merupakan suatu kondisi yang menyakitkan yang
mempengaruhi saraf dan kulit. Tanda dan gejala neuralgia postherpetik umumnya
terbatas pada daerah kulit, di mana herpes zoster pertama terjadi. Hal tersebut,
biasanya hanya terjadi pada satu sisi tubuh (unilateral). Rasa sakit yang terkait dengan
neuralgia postherpetik biasanya digambarkan sebagai rasa terbakar, tajam, dan
menusuk, atau sakit yang mendalam. Orang yang memiliki neuralgia postherpetik
sering tidak tahan terhadap sentuhan ringan bahkan sentuhan pakaian pada kulit yang
terkena. Neuralgia postherpetik dapat menyebabkan perasaan gatal atau mati rasa.
Dalam kasus yang jarang terjadi, penderita neuralgia postherpetik mungkin juga
mengalami kelemahan otot atau kelumpuhan jika saraf yang terlibat merupakan saraf
8
yang mengontrol gerakan otot. Rasa sakit terbakar yang terkait dengan neuralgia
postherpetik dapat cukup parah dapat terjadinya depresi, kelelahan, insomnia,
menurunnya produktivitas, dan kualitas hidup sosial serta individu dengan NPH dapat
mengalami gejala anorexia, keterbatasan dalam beraktivitas, dan kesulitan
berkonsentrasi.(6)

Gambar 5. Fase awal dan penyembuhan pada herpes zoster

Pada kasus didiagnosis reaksi ENL berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan


fisik. ENL atau reaksi tipe 2 merupakan reaksi hipersensitivitas tipe III. Reaksi ENL
pada penderita dialami penderita sebelum dan pada saat pengobatan MDT MB.
Sementara manifestasi klinis sesuai dengan reaksi ENL berat dimana terdapat nodul
multipel dan bula yang disertai nyeri yang ditemukan simetris yaitu pada kedua
ekstensor lengan penderita dan pada kedua tungkai. Gejala ENL pada kulit bervariasi
dapat berupa makula, papula dan nodul yang berwarna kemerahan yang terasa nyeri
pada penekanan, bentuk lesi juga dapat berupa ulserasi, nekrotik, pustular dan bula.
Lesi dapat ditemukan pada wajah, badan, permukaan ekstensor lengan dan tungkai
namun dapat terjadi juga di tempat lain. Lesi cenderung bilateral dan simetris. ENL
secara klinis dibagi menjadi dua yaitu ringan dan berat. ENL ringan ditemukan lesi
kulit berupa nodul dalam jumlah sedikit, tidak ada demam atau demam ringan, tidak
terdapat nyeri pada lesi serta tidak ada gangguan fungsi saraf dan organ lain. ENL
berat didapatkan bila lesi kulit berupa nodul dalam jumlah banyak yang disertai nyeri,
dengan gangguan saraf dan disertai gejala sistemik.(7)
9
Gambar 6. Reaksi Tipe 2/ENL

Pada vaskulitis terdapat proses peradangan atau inflamasi yang terjadi pada
pembuluh darah membuat salah satu gejala dari vaskulitis yaitu nyeri pada daerah
pembengkakan kulit yang timbul ruam kemerahan. Terdapat beberapa vaskulitis yang
berbentuk spesifik. Seperti yang salah satu sering disebut sebagai Henoch-Schonlein
purpura (HSP) dimana HSP ini sering mengenai pada anak yang berusia antara 3 – 10
tahun. Lesi yang dapat timbul meliputi vesikel atau bula haemoragik, nodul, ulkus
berkrusta, livedo retikularis dan pustul atau lesi anular (kondisi yang jarang).
Manifestasi ekstrakutan terjadi pada 20% individu meliputi artralgia, miositis, demam
ringan dan malaise. Pada kulit biasa ditemukan purpura yang secara umum berbentuk
simetris, mengenai tungkai bawah dan bokong pada mayoritas kasus pada ekstremitas
atas jarang ditemukan lesi. Pada area abdomen, thorax dan wajah biasanya tidak
terkena.(8)

10
Gambar 7. Lesi Purpura pada HSP

Pada Herpes Simpleks juga didaatkan adanya keluhan rasa nyeri. Herpes
Simpleks Penyakit akut yang ditandai dengan timbulnya vesikula yang berkelompok
diatas dasar eritema, berulang, mengenai permukaan mukokutaneus. Lesi primer
didahului gejala prodromal berupa rasa panas (terbakar) dan gatal. Setelah timbul lesi
dapat terjadi demam, malaise dan nyeri otot. Lesi berupa vesikel yang mudah pecah,
erosi, ulcus dangkal bergerombol di atas dasar eritema dan disertai rasa nyeri.
Predileksi pada wanita antara lain labium mayor, labium minor, klitoris, vagina,
serviks dan anus. Pada laki-laki antara lain di batang penis, glans penis dan anus.
Ekstragenital yaitu hidung, bibir, lidah, palatum dan faring. (9)

Gambar 8. Herpes Simpleks tipe 1 dan 2


11
Pada penyakit kulit yang terinfeksi memiliki rasa nyeri yaitu ada furunkel/
karbunkel. Furunkel adalah radang folikel rambut dan sekitarnya jika lebih dari satu
disebut furunkulosis. Karbunkel adalah kumpulan furunkel. Keluhan pada pasien
adalah nyeri serta terdapat nodus eritematosa berbentuk kerucut, ditengah erdapat
pustule. Kemudian melunak menjadi abses yang berisi pus dan jaringan nekrotik, lalu
memecah membentuk fistel. Tempat predileksi adalah tempat yang banyak frinksi
misalnya aksila dan bokong.

Gambar 9. (A). Karbunkel (B) Furunkulosis

Pada pasien dengan herpes zoster didapatkan juga keluhan nyeri yang hebat,
keluhan lainnya lemah, sakit kepala, gatal, dan dengan keluhan yang paling dirasakan
adalah rasa nyeri yang hebat sampai rasa seperti ditusuk - tusuk. Setelah 3 – 5 hari dari
gejala pertama, muncul erupsi kemerahan makulopapular yang biasanya terletak
unilateral sepanjang dermatom sensori yang terkena. Selama 7 – 10 hari ke depan,
kemerahan akan berlanjut sampal muncul pustul dan ulserasi dengan krusta yang dapat
bertahan selama 30 hari pada fase akut. Lesi pada herpes zoster biasanya sering
muncul pada daerah dada ataupun wajah.

12
Gambar 10. Terdapat vesikula bergerombol di atas kulit eritematus, di

beberapa tempat terdapat gerombolan papula, bula berisi cairan keruh, dan
terdapat krusta. Unilateral sesuai dermatom.

Pemeriksaan penunjang untuk mendianosa herpes zoster bisa dilakukan Teknik


yang sama digunakan untuk mendiagnosis varicella. Tampilan klinis seringkali cukup
untuk menegakkan diagnosis dan pada hapusan Tzanck dapat mengkonfirmasi
kecurigaan klinis. Namun, lokasi atau penampilan dari lesi kulit mungkin atipikal
(terutama di immunocompromised pasien) sehingga membutuhkan konfirmasi
laboratorium. (7) Kultur virus dapat dilakukan, tetapi virus varicella-zoster itu labil dan
relatif sulit untuk pulih dari penyeka lesi kulit. Sebuah uji direct imunofluorescence
lebih sensitif dibandingkan kultur virus dan memiliki tambahan keuntungan dari biaya
yang lebih murah dan waktu yang lebih cepat. Seperti kultur virus, direct
imunofluorescence assay dapat membedakan infeksi virus herpes simplex dengan
infeksi virus varisela-zoster. Polymerase-chain-reaction techniques yang berguna
untuk mendeteksi DNA virus varicella-zoster di cairan dan jaringan.(2)

Gambar 12. Tzanck smear dan Direct Immunoflouscene assay

13
BAB III
KESIMPULAN

Nyeri sebagai sebuah gejala dalam dunia kedokteran merupakan gejala yang sangat
sering ditemukan. Dalam konteks penyakit kulit, nyeri sebagai gejala utama dari suatu
penyakit masih sangatlah memiliki beberapa potensi diagnosa banding. Penyakit kult yang
memiliki keluhan rasa Nyeri seperti, herpes zoster dan neuralgia paska herpes, kedua
diagnosa tersebut memiliki keluhan utama yang khas yaitu didapatkan rasa nyeri yang hebat.
Namun, jika ditelusuri lebih jauh, nyeri yang mendasari pada herpes zoster adalah nyeri
nosiseptik yang disebabkan proses inflamasi pada kulit sedangkan nyeri yang mendasari pada
neuralgia paska herpes adalah nyeri yang disebabkan deafferensiasi yang disebabkan oleh
destruksi neuron sensori pada ganglion saraf dorsalis.
Dengan banyaknya penjelasan yang telah dijelaskan diatas dari berbagai penyakit
seperti herpes zoster memiliki rasa nyeri yang khas yang disebabkan oleh reaktivasi dari virus
varisela zoster, herpes simpleks yang disebabkan oleh virus herpes simpleks, morbus hansen
atau lepra yang disebabkan oleh infeksi dari mycobacterium leprae yang myerang pada kulit
dan menimbulkan lesi dengan berbagai jenis kelompok lesi yang apabila tidak ditangani
secara cepat dan tepat akan menimbulkan reaksi lepra tipe Erythema Nodosum Leprosum
(ENL), dan terakhir Henoch-Schonlein purpura (HSP) yang termasuk dalam vaskulitis yaitu
peradangan pembuluh darah yang disebabkan oleh reaksi autoimun yang dipicu oleh infeksi
yang tersering oleh kelompok streptokokus beta hemolitikus grup A sebelumnya sehingga
menimbulkan reaksi imunologi IgA yang terdeposisi di kulit dan jaringan lainnya.
Semoga dengan penjelasan diatas, dapat memberikan informasi mengenai bagaimana
konstruksi diagnosis nyeri menuju herpes zoster dan menyingkirkan diagnosis yang
mempunyai keluhan rasa nyeri pada penyakit kulit.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar KHK, Elavarasi P. Definition of pain and classification of pain disorders.


Journal of advanced clinical & research insight.2016;3:87.
2. Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
Ketujuh. Jakarta:Badan Penerbit FKUI;2017.p 137-140.
3. Benzon, et al., The Assesment of Pain, In Essential of Pain Medicine and
RegionalAnaesthesia, 2nd ed, Philadelphia, 2005.
4. Djuanda Prof, Kosasih, Wiryadi, et al. 2007.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Penyakit
Virus oleh Ronny P. Handoko, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
5. Pusponegoro EH, Nilasari H, Lumintang H, Niode NJ, Daili SF, Djauzi S. Buku
Panduan Herpes Zoster di Indonesia 2014. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2014.
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Panduan Praktik
Klinis.2017: 62,81-2.
7. Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. InfoDATIN Kusta. 2015.
8. Rea TH, Modlin RL. Leprosy. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller A, Leffell DJ, etidors. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. Ed:7th.
New York: Mc Graw Hill;2008:1787-90.
9. McCarthy HJ, Tizard EJ. Diagnosis and Management of Henoch-Schonlein Purpura.
Eur J Pediatr.2010;169:645
10. Gota CE, Mandell BF. Systemic Necrotizing Vasculitis. Dalam: Wolff K, Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller A, Leffell DJ, etidors. Fitzpatrick’s Dermatology In
General Medicine. Ed:7th. New York: Mc Graw Hill;2008:1610.

15

Anda mungkin juga menyukai