Anda di halaman 1dari 41

PROTECTING FORESTS

OPSI LEGAL
IN INDONESIA
PERLINDUNGAN HUTAN
PADA LAHAN ZONA
LEGAL OPTIONS IN LAND
ZONED FOR AGRICULTURE

PERTANIAN DI INDONESIA
OLEH HANNAH TIMMINS, TFT
NOVEMBER, 2017
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Charlotte Opal, Aris Wanjaya, Jonathan Maerker, Arief
Perkasa, Surya Purnama, Kasraji Mustari, Dejan Lewis, Rahmawati, Yogo Pratomo, Guntur Tua, dan
Andiko Sutan yang menyumbangkan komentar yang bermanfaat bagi penyusunan draf laporan ini.

Kebijakan dan peraturan yang disebutkan dalam tulisan ini diterjemahkan dari bahasa Indonesia ke
bahasa Inggris. Diusahakan yang terbaik agar penerjemahan dalam bahasa Inggris dilakukan sesesuai
mungkin dengan istilah bahasa Indonesianya, akan tetapi tetap dapat dipahami sebaik mungkin dalam
bahasa Inggrisnya.
HALAMAN ISI
pg. 1 pg. 3
1. ISTILAH DAN SINGKATAN 2. PENDAHULUAN .

pg. 4 pg. 5
3. KERANGKA KERJA PERATURAN 4. PERMASALAHAN: HUTAN
YANG BERLAKU TENTANG DIKLASIFIKASIKAN SEBAGAI
KLASIFIKASI LAHAN DI LAHAN PERTANIAN DAN
INDONESIA SEBALIKNYA

pg. 8 pg. 16
5. DARI IZIN LOKASI HINGGA HGU: 6. MELINDUNGI KAWASAN
MENDUKUNG KONSERVASI YANG LINDUNG SETELAH HGU
DILAKUKAN MASYARAKAT DITERBITKAN

pg. 26 pg. 30
7. KONVERSI LAHAN APL MENJADI 8. KESIMPULAN DAN
KAWASAN HUTAN REKOMENDASI

pg. 35
LAMPIRAN
DIAGRAM POHON KEPUTUSAN:
OPSI UNTUK MELINDUNGI
KAWASAN NKT DAN HUTAN
SKT YANG ADA PADA ZONA
PERTANIAN DI INDONESIA
1. ISTILAH DAN SINGKATAN
Tulisan ini menggunakan beberapa istilah dan sampel lapangan untuk membedakan antara
singkatan teknis sebagaimana dapat dilihat pada kawasan hutan yang perlu dilindungi dan kawasan
daftar di bawah ini. Yang menjadi bidang utama terdegradasi yang di atasnya dapat dilakukan
tulisan ini adalah kawasan NKT dan hutan SKT. pembangunan. Pendekatan ini dikembangkan
oleh Golden-Agri Resources, Greenpeace, dan TFT
Nilai Konservasi Tinggi (NKT) adalah nilai pada tahun 2011 untuk membantu Golden-Agri
biologis, ekologis atau budaya yang dianggap Resources dalam melaksanakan komitmen Tanpa
sangat signifikan atau penting pada tingkat nasional, Deforestasi yang dimilikinya. Saat ini, Pemerintah
kawasan atau global. HCV Resource Networks belum memberikan pengakuan terhadap metodologi
mendefinisikan enam kategori NKT, yakni NKT atau istilah ini karena Pemerintah memiliki sistem
1, 2 dan 3 (NKT keanekaragaman hayati), NKT 4 lain untuk mengklasifikasikan hutan berdasarkan
(NKT jasa lingkungan), dan HCV 5 dan 6 (NKT nilai atas kelerengan, curah hujan dan jenis tanahnya (lih.
sosial budaya). Meskipun tulisan ini menggunakan Bagian 8). Meski demikian, ada sedikit persamaan
definisi yang berlaku secara internasional tersebut, konseptual antara keduanya, dan opsi perlindungan
perlu diketahui bahwa Pemerintah Indonesia saat hutan dalam tulisan ini sesuai dengan perlindungan
ini tengah bekerja menyusun kriteria NKTnya hutan yang dimaksud dalam Pendekatan NKT
sendiri. Hasil yang bisa didapatkan dari proses tersebut atau yang diterapkan Pemerintah.
tersebut akan berpengaruh pada usulan-usulan
yang diajukan dalam tulisan ini, sebagaimana akan Meskipun hutan SKT kerap kali juga sekaligus
dibahas pada bagian kesimpulan. merupakan kawasan NKT, kedua keadaan tersebut
tidak sepenuhnya sama sehingga kedua konsep
Pendekatan SKT adalah metodologi praktis yang tersebut dipisahkan dalam tulisan ini.
menggunakan analisis citra satelit dan pengambilan

1.1. DAFTAR SINGKATAN


• ADD: Alokasi Dana Desa • HCVRN: High Conservation Value Resource
• AMAN: Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Network
• AMDAL: Analisis Mengenai Dampak Lingkungan • HD: Hutan Desa
• APL: Area Penggunaan Lain • HGU: Hak Guna Usaha
• ATR: Agraria dan Tata Ruang • HHBK: Hasil Hutan Bukan Kayu
• BAPPEDA: Badan Perencanaan Pembangunan • HKm: Hutan Kemasyarakatan
Daerah • HP: Hutan Produksi
• BAPPENAS: Badan Perencanaan • HPK: Hutan Produksi Konversi
Pembangunan Nasional • HPT: Hutan Produksi Terbatas
• BFCP: Berau Forest Carbon Program • HTI: Hutan Tanaman Industri
• BKSDA: Balai Konservasi Sumber Daya Alam • ICRAF: World Agroforestry Centre
• BLH: Badan Lingkungan Hidup • IDH : Inisiatif Dagang Hijau (Sustainable Trade
• BPN: Badan Pertanahan Nasional Initiative)
• BRG: Badan Restorasi Gambut • IJ-REDD: Indonesia-Japan Project for
• Dirut: Direktur Utama Development of REDD+ Implementation
• Ditjen KSDAE: Direktorat Jenderal Konservasi Mechanism
Sumber Daya Alam dan Ekowisata • IPB: Institut Pertanian Bogor
• Ditjen PHPL: Direktorat Jenderal Pengelolaan • IPK: Izin Pemanfaatan Kayu
Hutan Produksi Lestari • ISPO: Indonesian Sustainable Palm Oil
• Ditjen PPI: Direktorat Jenderal Pengendalian • ITTO: The International Tropical Timber
Perubahan Iklim Organization
• DPR: Dewan Perwakilan Rakyat • IUP: Izin Usaha Perkebunan
• DPRD: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah • IUPHHK-RE: Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
• FFI: Flora and Fauna International Hutan Kayu Restorasi Ekosistem
• FPIC: Free, Prior and Informed Consent • KDTI: Kawasan dengan Tujuan Istimewa
• GCF: Green Climate Fund • KEE: Kawasan Ekosistem Esensial
PA G E 1

• GIX : The Global Innovation Exchange • Kemendesa: Kementerian Desa, Pembangunan


• GRK: Gas Rumah Kaca Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
• HA: Hutan Adat • Kementan: Kementerian Pertanian
• KH: Kawasan Hutan • UNDRIP: United Nations Declaration on the
• KHDTK: Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus Rights of Indigenous Peoples (Deklarasi PBB
• KLHK: Kementerian Lingkungan Hidup dan tentang Hak Masyarakat Adat)
Kehutanan • UPL: Usaha Pemantauan Lingkungan
• KPH: Kesatuan Pengelolaan Hutan • UU: Undang-Undang
• LPS-AIR: Lembaga Pengkajian dan Studi Arus • WWF: World Wildlife Fund
Informasi Regional • Yiari: Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi
• LSM: Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia
• Menteri LHK: Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Istilah yang digunakan dalam tulisan ini:
• NAD: Nanggroe Aceh Darussalam
• NDPE: No Deforestation, No Peat, No Ganti rugi: mekanisme yang digunakan perusahaan
Exploitation untuk memberikan kompensasi kepada masyarakat
• NKT: Nilai Konservasi Tinggi atas lahan yang diberikan.
• P&C: Principles and Criteria Kawasan Hutan (KH): kawasan hutan yang
• PAN-RAP Karbon: Penyimpanan dan ditetapkan Pemerintah sebagai hutan tetap dan
Penyerapan Karbon dikelola oleh KLHK. Semua lahan di Indonesia dibagi
• PBB: Persatuan Bangsa-Bangsa menjadi APL atau Kawasan Hutan.
• PCP: Participatory Conservation Planning Hutan Produksi: kawasan hutan yang ditetapkan
• PES: Payment for Ecosystem Services untuk produksi produk kehutanan, sub klasifikasinya
• PMNA: Peraturan Menteri Negara Agraria mencakup Hutan Produksi Tetap (HP), Hutan
• PP: Peraturan Pemerintah Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi
• PRCF: People Resources and Conservation Konversi (HPK) untuk pembangunan di luar sektor
Foundation kehutanan.
• PT KAL: PT Kayung Agro Lestari Hutan Lindung: kelas kawasan hutan yang
• REDD+: Reducing Emission from Deforestation dilindungi, yang di dalamnya diperbolehkan
and Forest Degradation - plus untuk melakukan kegiatan ekonomi (contohnya
• RKL: Rencana Pengelolaan Lingkungan pengumpulan hasil hutan bukan kayu)
• RPJMD: Rencana Pembangunan Jangka Hutan Konservasi: kelas kawasan hutan yang
Menengah Desa perlindungan penuh, yang di dalamnya hanya
• RPL: Rencana Pemantauan Lingkungan diperbolehkan untuk wisata dan penelitian.
• RSPO: Roundtable on Sustainable Palm Oil Penglepasan kawasan hutan: perubahan status
• RTRW: Rencana Tata Ruang Wilayah hutan produksi konversi menjadi bukan kawasan
• RTRWK: Rencana Tata Ruang Wilayah hutan.
Kabupaten Hutan adat: hutan yang ditujukan untuk dimiliki
• SK: Surat Keputusan masyarakat adat yang tunduk kepada hukum adat
• SKT: Stok Karbon Tinggi (dapat berada di KH atau APL).
• TFT: The Forest Trust Hutan kemasyarakatan: dapat berada pada KH.
• TJSP: Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Hutan desa: dapat berada pada KH.
• TNC: The Nature Conservancy Kemendesa: Kementerian Desa, Pembangunan
• TPTII: Tebang Pilih dan Tanam Indonesia Intensif Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
• UGM: Universitas Gadjah Mada Izin Pemanfaatan Kayu (IPK): Izin untuk
• UKL:Usaha Pengelolaan Lingkungan mengambil hasil hutan kayu dari kawasan hutan
• UKP4: Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan yang telah dilepaskan, dengan tujuan untuk
dan Pengendalian pembangunan di luar sektor kehutanan.
PA G E 2
2. PENDAHULUAN
Selama beberapa tahun terakhir, di sektor minyak konsesi, kepentingan masyarakat setempat untuk
kelapa sawit Indonesia telah digaungkan komitmen terlibat dalam konservasi, serta dukungan pemerintah.
dan ikrar ‘Tanpa Deforestasi, Tanpa Gambut, Tanpa Akan tetapi yang terpenting adalah, perusahaan
Eksploitasi’ (No Deforestation, NoPeat, No Exploitation semestinya tidak melepaskan kawasan hutan
atau NDPE). Ikrar yang secara khusus merupakan dimaksud dan, sebaliknya, berkontribusi secara aktif
respons terhadap tekanan LSM dan khalayak ini dalam melindungi sumber daya alam negeri ini untuk
bertujuan untuk mentransformasikan industri dengan generasi yang akan datang.
berbagai tantangan sosial dan lingkungan yang
dihadapinya menjadi industri yang bekerja demi
kemaslahatan manusia, alam dan usaha.

Pada waktu yang sama, Pemerintah Republik


2.1. CAKUPAN TULISAN
Indonesia telah membuat komitmen dan rencana
untuk melanjutkan pemberantasan kemiskinan Opsi-opsi dalam tulisan ini hanya berfokus pada solusi
di kawasan pedesaan melalui perluasan kelapa bagi perlindungan hutan dan kawasan NKT yang
sawit yang dilakukan secara cepat serta menjaga saat ini diklasifikasikan sebagai APL yang merupakan
kedudukannya sebagai produsen terbesar minyak penetapan utama untuk areal konsesi kelapa sawit.
kelapa sawit di dunia. Penting untuk diperhatikan Kawasan-kawasan konsesi untuk karet dan hutan
bahwa kebanyakan ekspansi ini direncanakan untuk tanaman lainnya serta pembalakan masuk ke dalam
dilakukan di kawasan dan hutan yang mengandung kategori APL. Beberapa opsi dalam tulisan ini juga
Nilai Konservasi Tinggi (NKT). Pada tahun 2009, sesuai dengan kegiatan-kegiatan tersebut, akan tetapi
Pemerintah mengalokasikan 18 juta dari 57 juta direkomendasikan untuk melakukan penelitian secara
hektar lahan pertanian untuk minyak sawit. Namun tersendiri untuk menguji opsi-opsi yang ada untuk
sayangnya, sebagian besar areal tersebut berupa konservasi lahan yang ada dalam kawasan hutan.
hutan. Pada tahun 2011, Unit Kerja Presiden bidang
Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Penting untuk diperhatikan bahwa meskipun
mengidentifikasi adanya 57 juta hektar lahan yang kami mengidentifikasi beberapa opsi legal untuk
masuk dalam zona pertanian, di mana 15 juta hektar perlindungan hutan SKT dan kawasan NKT, tulisan ini
di antaranya masih bertutupan hutan. Hal ini serupa tidak akan keluar dari cakupannya untuk mencari cara
dengan kajian tahun 2017 yang dilakukan Chain membiayai perlindungan kawasan-kawasan tersebut
Reaction Research yang mengidentifikasi luasan 6,1 atau cara terbaik untuk menyusun kesepakatan
juta hektar lahan gambut dan hutan yang ada dalam pengelolaan bersama dengan masyarakat. TFT
kawasan-kawasan konsesi kelapa sawit Indonesia1. beserta pihak-pihak lainnya yang terlibat tengah
meneliti topik-topik ini dan akan mengeluarkan tulisan
Perusahaan-perusahaan dengan perusahaan yang lainnya untuk mengatasi tantangan tersebut.
mempunyai kebijakan NDPE, yang konsesi arealnya
terletak di Areal Penggunaan Lain (APL) berupa
hutan, lahan gambut dan kawasan NKT lainnya,
memiliki komitmen untuk melindungi kawasan-
kawasan ini. Namun sebagian besar perusahaan-
perusahaan tersebut hingga kini masih belum yakin
tentang bagaimana cara melakukannya. Tulisan ini
menyajikan beberapa opsi legal untuk turut melindungi
hutan-hutan yang mengandung Stok Karbon Tinggi
(SKT) dan kawasan NKT yang ada di kawasan
APL. Ada beragam cara yang dapat ditempuh,
termasuk di dalamnya mengklasifikasikan ulang
lahan APL sebagai Kawasan Hutan (KH) dengan
tetap mempertahankan lahan dimaksud sebagai
APL, atau bahkan menetapkan kawasan tersebut ke
dalam klasifikasi baru dalam peraturan perundangan
Indonesia. Apa yang ada dalam tulisan ini tidaklah
bersifat wajib karena setiap perusahaan harus
memilih opsi yang paling sesuai dengan situasi yang
dihadapinya dan tetap fleksibel dalam memilih cara
lain yang dapat ditempuh jika menemui kebuntuan.
Untuk mendapatkan pilihan yang optimal, perlu
PA G E 3

dipertimbangkan luasan hutan yang ada dalam areal


1 Chain Reaction Research (2017). Indonesian Palm Oil’s Stranded
Assets: 10 Million Football Fields of Undeveloped Land.
3. KERANGKA KERJA PERATURAN YANG
BERLAKU TENTANG KLASIFIKASI LAHAN
DI INDONESIA
Di Indonesia, walaupun Direktorat Jenderal perencanaan tata ruang APL di Indonesia dengan
Perkebunan (Kementerian Pertanian) adalah otoritas mendukung pemerintah daerah provinsi dan
yang resmi mengelola pembangunan di bidang kabupaten dalam hal pemetaan, perencanaan, dsb.
kelapa sawit, akan tetapi produsen masih harus • BPN selaku lembaga perencanaan tata ruang
mematuhi peraturan dari KLHK dan Kementerian ATR Kementerian ATR memetakan pemanfaatan
serta rencana tata ruang BPN, yang semuanya ada lahan saat ini pada tingkat nasional, provinsi dan
di bawah koordinasi gubernur pada tingkat provinsi kabupaten/kota.
atau bupati pada tingkat kabupaten. Berikut ini • Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
menggambarkan tumpang tindih kewenangan yang (BAPPENAS) yang berada di tingkat nasional,
ada. beserta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
• Pemerintah daerah provinsi mengelola proses (BAPPEDA) di tingkat provinsi dan kabupaten,
perizinan dan mengeluarkan izin yang tidak bersama Kementerian ATR memberikan dukungan
memengaruhi KH, yakni izin jasa lingkungan dan izin kepada gubernur dan bupati dalam penyusunan
pengumpulan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)1. rencana tata ruang.
• Kementerian Pertanian mengatur pembangunan • KLHK mengatur konservasi spesies dilindungi dan
perkebunan kelapa sawit dan sistem sertifikasi hutan lindung, pengelolaan lingkungan hidup di dalam
Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang bersifat dan sekitar perkebunan, proses penyusunan AMDAL,
wajib. dan perubahan klasifikasi lahan dari KH menjadi APL
• Pada tahun 2014, Kementerian Pertanian sesuai permintaan pemerintah daerah.
ditugaskan Presiden Joko Widodo untuk mengelola
1 UU No 23/2014.

PA G E 4
4. PERMASALAHAN: HUTAN
DIKLASIFIKASIKAN SEBAGAI LAHAN
PERTANIAN DAN SEBALIKNYA
Di Indonesia, semua lahan diklasifikasikan untuk mengubah KH. Peta tahun 2012 di bawah
berdasarkan hukum yang berlaku sesuai ini merupakan salah satu hasil dari pengubahan
pemanfaatannya; apakah sebagai Kawasan Hutan tersebut. Sebagaimana ditunjukkan dalam peta,
(KH) yang dikelola oleh Kesatuan Pengelolaan saat ini sebagian besar kawasan konsesi telah
Hutan (KPH) yang diatur di bawah KLHK dengan dikonversi menjadi APL (putih), sementara beberapa
berkoordinasi bersama pemerintah daerah provinsi, konsesi lainnya masih berada di hutan konversi.
atau Areal Penggunaan Lain (APL). Akan tetapi masih banyak pula kawasan konsesi
yang bertumpang tindih dengan hutan produksi dan
APL dikelola secara resmi di bawah Gubernur1 hutan lindung. Peta-peta tersebut juga menunjukkan
sesuai dengan UU Pokok Agraria2. Gubernur dapat adanya suatu pola pengklasifikasian ulang dari hutan
mengajukan penglepasan KH menjadi APL kepada produksi tetap menjadi hutan konversi hingga pada
KLHK. Klasifikasi ini menentukan layak tidaknya suatu akhirnya menjadi APL. Urutan peristiwa semacam
kawasan untuk diberikan hak dan izin di atasnya. ini menunjukkan bahwa pertama-tama dilakukan
Hal ini pada gilirannya akan menentukan pula pengambilan kayu bernilai ekonomi di konsesi-
pemanfaatan yang diperbolehkan atas lahan tersebut. konsesi hutan yang ada. Kemudian kawasan
APL merupakan areal di luar kawasan hutan, tersebut mengalami degradasi dan pada akhirnya
sehingga areal ini ditetapkan untuk pemanfaatan di diklasifikasikan ulang menjadi hutan konversi atau
sektor non kehutanan seperti permukiman, lahan langsung menjadi APL yang kemudian dapat
pertanian, dsb. Adapun halnya kawasan hutan, dimanfaatkan untuk perkebunan skala besar atau
areal ini memang ditetapkan untuk hutan dan dapat pemanfaatan non kehutanan lainnya.
dimanfaatkan untuk berbagai tujuan, baik komersial
maupun non komersial (contohnya kawasan Gambar 1 (1982), Kalimantan
konservasi, konsesi kehutanan, dsb.). Tengah, Kawasan Hutan dan areal
konsesi yang saling bertumpang
Namun penetapan lahan ini tidak selalu bersesuaian tindih. Garis-garis yang ada
dengan realitasnya di lapangan. Sebagaimana menunjukkan konsesi pertanian
disampaikan dalam pendahuluan tulisan ini, jutaan
hektar lahan APL pada kenyataannya merupakan
lahan berhutan. Di sisi lain, Unit Kerja Presiden Bidang
Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan
(UKP4) juga mengidentifikasi bahwa terdapat 26
juta hektar KH yang telah mengalami degradasi
berat dengan hanya sedikit saja, atau bahkan sama
sekali tidak ada, vegetasi yang tersisa. Terlebih lagi,
peta APL dari Kementerian ATR bertumpang tindih
di banyak lokasi dengan peta KLHK, sehingga
ada izin untuk lokasi perkebunan kelapa sawit (Izin
Lokasi) yang dikeluarkan di kawasan-kawasan hutan
produksi, lindung dan konservasi (tiga klasifikasi hutan
utama yang diakui KLHK). Sebagai contoh, ada 4 juta Gambar 2 (2012) Kalimantan Tengah, Kawasan Hutan
dan areal konsesi yang saling bertumpang tindih. Saat ini,
hektar hutan klasifikasi KLHK di Provinsi Kalimantan
sebagian besar (tidak semuanya) areal konsesi pertanian
Tengah yang bertumpang tindih dengan Izin Lokasi
berada pada lahan APL, di mana hal ini merupakan hasil
atau HGU. klasifikasi ulang terhadap Kawasan Hutan

Peta Provinsi Kalimantan Tengah berikut ini


menggambarkan riwayat pemberian konsesi
perkebunan di kawasan KH. Gambar yang diambil
pada tahun 1982 ini mendelineasikan konsesi
perkebunan yang bertumpang tindih dengan hutan
lindung (hijau), hutan produksi (kuning) dan hutan
konversi (merah). Sejak tahun 1982, pemerintah
daerah provinsi bekerja sama dengan KLHK
PA G E 5

1 UU No 23/2014.
2 Rosenbarger, A. et al. (2013). How to change legal land use
classifications to support more sustainable palm oil in Indonesia.
Lembar Ikhtisar WRI.
4.1. DAMPAK KONSERVASI KAWASAN BERHUTAN YANG
MERUPAKAN APL
Konsekuensi dari masalah pemetaan ini adalah Idealnya, Ditjen Planologi dan KSDAE hendaknya
luputnya perlindungan keanekaragaman hayati dan mengoordinasikan peta habitat spesies dilindungi
spesies genting dari pengawasan hukum. Seperti dengan cermat dan akurat, baik di kawasan
yang telah disebutkan, banyak lahan APL yang KH maupun APL, guna mendelineasi dan
mempunyai tutupan hutan dan spesies dilindungi, mengalokasikan KH untuk tujuan konservasi,
dan sering kali bertumpang tindih dengan kawasan perlindungan, produksi terbatas, produksi, dan
KH. Sebagai contoh, diperkirakan hanya 25% daerah konversi (lih. Tabel 3). Namun Ditjen KSDAE
sebaran orangutan Sumatera (Pongo abelii) yang dikenal sebagai ditjen yang paling lemah di antara
ditemukan di KH, dan sisanya ada di wilayah yang kelima direktorat tersebut dan baru-baru ini
tergolong ke dalam APL. Akan tetapi berdasarkan mengalami pemotongan anggaran hampir 25%.
klasifikasi Pemerintah, tidak ada spesies dilindungi Pada kenyataannya, gubernur adalah pihak yang
yang menghuni kawasan APL. Kemudian, bagaimana mengajukan konversi lahan KH kepada KLHK. Dalam
bisa lahan berhutan yang menyediakan habitat bagi hal ini, tidak ada keharusan bagi gubernur untuk
spesies dilindungi diklasifikasikan sebagai kawasan berkonsultasi dengan Bupati atau KPH di kawasan
pertanian (APL)? yang terdampak. Oleh karena itu, sering kali KSDAE
di tingkat nasional atau BKSDA di kabupaten tidak
Hal ini sangat mungkin disebabkan oleh kurangnya dimintai masukan dalam membuat keputusan ini.
kewenangan pimpinan dan ahli konservasi di dalam
KLHK. Kementerian ini terdiri dari lima direktorat Setelah dilepas dan menjadi bagian dari kawasan
sebagai berikut, yang masing-masing dipimpin oleh APL, lahan tersebut menjadi kewenangan
Direktur Jenderal. pengelolaan Badan Pertanahan Nasional (BPN),
sementara KLHK tidak memiliki wewenang lagi
• Direktorat Jenderal (Ditjen) Planologi yang terhadapnya (selain dari daerah sempadan sungai
mengelola klasifikasi kawasan hutan dan melakukan dan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE), lih. Bagian
penglepasan kawasan dari KH. 8.4). Dengan demikian, spesies yang ditemukan di
• Ditjen Perhutanan Sosial yang mengelola izin Hutan lahan ini menjadi tidak dapat lagi dilindungi. KLHK
Kemasyarakatan. tidak memiliki wewenang terhadap lahan semacam
• Ditjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) ini dan, dengan dilepaskannya lahan ini kepada
yang mengelola konsesi hutan produksi (yaitu Kementerian Pertanian, maka ini berarti bahwa lahan
produksi kayu, pulp dan kertas). tersebut tidak memiliki nilai konservasi. Sementara
• Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI). itu, walaupun Kementerian Pertanian telah meminta
• Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan pemegang konsesi untuk melindungi dan melaporkan
Ekosistem (KSDAE) yang mengelola konservasi kawasan NKT mereka kepada pemerintah daerah1,
pada tingkat nasional (yaitu Taman Nasional). Unit fungsinya bukan lagi untuk konservasi.
KSDAE di tingkat kabupaten dan provinsi adalah
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)
yang mengelola kawasan konservasi (yaitu suaka
margasatwa).
1 Surat Edaran No. 10/SE/VII/2015. PA G E 6
4.2. PERANAN PEMERINTAH PUSAT VS. PEMERINTAH
DAERAH
Selain dari hal-hal terkait pemetaan dan koordinasi secara cukup mandiri terlepas dari pemerintah pusat.
antar kementerian, masih ada persoalan lainnya Di NAD, persoalan ini menyebabkan pengembangan
terkait penyelarasan antara pemerintah pusat dengan rencana tata ruang kabupaten yang kontroversial
pemerintah daerah provinsi dan kabupaten yang pada tahun 2013 di mana 610.000 ha hutan dan
tengah diselesaikan dengan serius oleh pemerintah 220.000 ha lahan gambut di ekosistem Leuser
pusat. Selama masa desentralisasi di awal tahun dan Ulu Masen diklasifikasikan sebagai zona yang
2000an, pemerintah pusat mengeluarkan beberapa dapat dikonversi meskipun pada saat itu telah
peraturan yang menggeser kewenangan penerbitan ada peraturan penundaan pemberian izin baru
izin-izin tertentu dan memungut pajak dari minyak (moratorium) di kawasan hutan dan lahan gambut
kelapa sawit kepada pemerintah daerah provinsi yang berlaku secara nasional serta status kawasan
atau kabupaten. Pemerintah daerah kini memiliki ini sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN). Dari
kewenangan yang lebih besar dalam pengelolaan luas yang diajukan untuk dikonversi ini, 145.000 ha
sumber daya alam secara lestari di wilayahnya. di antaranya berasal dari kawasan hutan lindung dan
Namun lemahnya kemampuan kerap kali memaksa konservasi. Dan meskipun Taman Nasional Gunung
pemerintah provinsi dan kabupaten untuk bekerja Leuser, mempunyai kawasan seluas 800.000 ha di
keras menyusun, melaksanakan dan menata rencana jantung Ekosistem Leuser, dilindungi dalam rencana
pembangunan berkelanjutannya sendiri. tata ruang tahun 2013, status yang dimilikinya
belum memberikan perlindungan dari pembangunan
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) panas bumi yang direncanakan untuk bagian tengah
memberikan studi kasus yang menarik terkait dengan taman nasional tersebut. Peta dalam Gambar 3
persoalan di atas. NAD, bersama dengan Papua, menunjukkan adanya kawasan berhutan seluas
sebenarnya memiliki otonomi khusus1 sehingga 280.000 ha yang masuk zonasi sebagai kawasan
keduanya dapat mengatur lahan yang mereka miliki APL (warna kuning) serta rencana jalan raya yang
1 Peraturan Daerah Khusus (Perdasus). akan membagi dua ekosistem tersebut.

Gambar 3 Peta RTRW Provinsi NAD tahun


2013 untuk kawasan berhutan

PA G E 7
Meski demikian, pemerintah telah mengambil pembasahan kembali (rewetting) lahan gambut.
langkah besar guna menyelesaikan persoalan ini dan • Meninjau izin-izin yang pemegangnya tidak
mengharmonisasikan peta-peta yang ada dengan melakukan pengelolaan gambut dan pengendalian
kementerian-kementerian yang berwenang. Inisiatif degradasi atau kebakaran.
Satu Peta (One Map Initiative) adalah upaya ambisius • Menyosialisasikan pengelolaan dan restorasi lahan
yang tengah dilakukan pemerintah untuk melakukan gambut secara lestari.
harmonisasi atas pemanfaatan dan kepenguasaan • Mengoordinasikan penelitian terhadap kegiatan
lahan, serta data spasial lainnya untuk dimasukkan ke ekonomi alternatif yang mendukung pemanfaatan
dalam basis data partisipatif yang dapat diakses. Di lahan gambut secara lestari.
dalamnya, perancangan geospasial, proses nasional
dan portal pemetaan partisipatif pertama yang ada Selain itu, Pemerintah telah mengembangkan
di Indonesia akan digabungkan guna menyelesaikan program Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang
persoalan-persoalan sensitif seperti hak atas lahan, akan dijelaskan lebih lanjut pada Bagian 8.2 tulisan
kepenguasaan lahan dan kepemilikan lahan. ini.

Pemerintah juga telah mendirikan Badan Restorasi Semua upaya pemerintah tersebut dilakukan untuk
Gambut (BRG). Badan ini memiliki tugas besar untuk memperbaiki proses klasifikasi lahan agar dihargai
mengoordinasikan dan memfasilitasi restorasi yang dan didukung oleh semua pihak. Meskipun program
dilakukan di sekitar dua juta hektar lahan gambut Pemerintah yang ambisius ini masih dalam proses
terdegradasi di Provinsi Riau, Jambi, Sumatera pelaksanaan, ada berbagai cara bagi produsen
Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, minyak kelapa sawit untuk dapat memanfaatkan
Kalimantan Selatan dan Papua dalam kurun waktu peraturan dan mekanisme hukum yang ada pada saat
lima tahun1 yang akan datang. BRG juga memiliki ini guna memastikan perlindungan jangka panjang
tujuan sebagai berikut2. bagi kawasan-kawasan konservasi yang berada di
dalam konsesi izin lokasinya. Laporan ini bertujuan
• Membangun dan memperkuat kebijakan, strategi menjelaskan kerangka hukum dan mekanisme
dan perencanaan restorasi gambut. kelembagaan yang memengaruhi perlindungan bagi
• Menginventarisasi, memetakan dan menentukan hutan SKT dan kawasan NKT, termasuk hambatan
pemanfaatan lahan gambut di tujuh provinsi. hukum, dan cara agar semua ini dapat direncanakan
• Mengembangkan panduan, standar dan program dan diarahkan oleh pelaku usaha guna mencapai
pengawasan untuk infrastruktur dan rencana praktik terbaik yang berkelanjutan.

1 Wardhana, B. 2016. BRG’s Roadmap for Peatland Restoration.


Lokakarya CBD dan FAO: ‘Forest Ecosystem Restoration’.
2 Peraturan Presiden No.1/2016 tentang Badan Restorasi Gambut.

5. DARI IZIN LOKASI HINGGA HGU:


MENDUKUNG KONSERVASI YANG
DILAKUKAN MASYARAKAT
Bagian 5 ini berkaitan dengan halaman 2 dari diagram tersebut. Besar kemungkinannya izin lokasi terletak
pohon keputusan yang dapat dilihat pada bagian pada kombinasi antara APL, HPK, HP, HPT, dan
akhir dokumen ini. mungkin juga Hutan Lindung (lih. Tabel 3).

Tahap persiapan suatu perkebunan, mulai dari Setelah pola klasifikasi lahan tersebut dipetakan,
perolehan izin lokasi dari bupati hingga HGU masyarakat setempat perlu diberikan posisi sentral
merupakan saat yang ideal, baik untuk menetapkan dalam proses penentuan tata batas kawasan
tata batas kawasan konservasi maupun memulai konservasi.
mengusahakan perlindungan bagi kawasan tersebut.
Idealnya, Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan
Langkah pertama adalah menilai bagaimana Kemitraan Lingkungan hendaknya memiliki peta
pengklasifikasian lahan yang akan dijadikan izin lokasi. terbaru dan akurat mengenai lokasi dan batas lahan
Konsesi HGU dan izin lokasi hanya dapat dikeluarkan yang dimiliki 111 juta jiwa masyarakat pedesaan
pada kawasan APL. Tetapi seperti yang dapat dilihat Indonesia di kawasan APL dan KH, dan dapat bekerja
pada Gambar 2, kenyataannya tidak selalu demikian. dengan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan
PA G E 8

Klasifikasi lahan ini akan menentukan apa saja opsi Tata Lingkungan dan gubernur guna menentukan
perlindungan yang ada dan mekanisme apa yang tata batas lahan yang tidak diklaim dan tidak
harus digunakan untuk menjamin perlindungan dimanfaatkan masyarakat untuk dikonversi menjadi
APL dan untuk izin lokasi perusahaan. Akan tetapi mengidentifikasi lahan-lahan masyarakat yang luput
sebagian besar masyarakat seperti ini, kepenguasaan dalam pemetaan partisipatif.
lahan mereka tidak terjamin dan lokasi mereka
tidak diakui secara resmi. Oleh karena itu, dahulu Jika ditemukan NKT/SKT dalam Areal B dan C,
banyak perusahaan mendapatkan izin lokasi untuk maka perusahaan dapat memulai diskusi dengan
lahan yang sudah didiami oleh masyarakat. Untuk masyarakat pada tahap selanjutnya untuk kawasan-
mengatasinya, pada tahun 2015 Direktorat Jenderal kawasan tersebut, yakni Perencanaan Konservasi
Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan ditugasi Partisipatif (Participatory Conservation Planning
untuk menjamin 12,7 juta ha lahan bagi masyarakat di atau “PCP”) yang bertujuan menentukan tata batas
dalam atau sekitar KH melalui opsi-opsi pengelolaan kawasan untuk:
hutan oleh masyarakat (lih. Bagian 6). Saat ini baru
500.000 ha saja yang sudah tercakup dalam opsi ini1. 1. Mengidentifikasi apakah masyarakat menginginkan
untuk mengelola dan melindungi NKT/SKT; dan
Mengingat adanya risiko tumpang tindih antara izin
perusahaan dan lahan masyarakat, maka setelah 2. Jika masyarakat menginginkan demikian,
menerima izin lokasi, perusahaan harus melakukan mengidentifikasi opsi apa saja yang dapat dilakukan
penilaian terhadap masyarakat yang tinggal di dalam guna mendapatkan hak mereka atas lahan tersebut
atau sekitar kawasan izin lokasi. Penilaian ini harus berikut opsi apa saja yang dapat dilakukan untuk
dilakukan untuk memastikan apakah masyarakat mendanai perlindungannya.
memiliki hak yang sah secara hukum atas lahan
tersebut. Hal ini secara khusus akan menjadi kunci PCP bertujuan untuk menyampaikan pentingnya
untuk mengetahui apakah masyarakat tersebut NKT/SKT kepada masyarakat serta menjamin
tergolong masyarakat adat2 atau bukan. Jika benar perlindungan dan pengelolaannya. Perusahaan harus
mereka masyarakat adat, maka mereka dapat menjaga keterbukaan informasi secara penuh kepada
mengajukan permohonan untuk peruntukan Hutan masyarakat terkait dengan areal mana saja yang perlu
Adat. dilindungi beserta alasannya. Dukungan masyarakat
terhadap perlindungan areal-areal tersebut sangat
Pemetaan partisipatif harus dilakukan bersama penting untuk diperoleh, sekalipun masyarakat tidak
masyarakat yang berada di, atau yang wilayahnya bermaksud memiliki atau mengelolanya. Idealnya,
mengalami tumpang tindih dengan, kawasan izin upaya untuk memperoleh dukungan tersebut
lokasi atau yang memanfaatkan lahan di dalam dilakukan bersamaan dengan kegiatan negosiasi
kawasan izin lokasi tersebut. Pemetaan ini harus lahan.
dilakukan untuk menentukan tata batas beberapa hal
berikut ini. Jika masyarakat bersikeras untuk mengembangkan
• Batas adat wilayah masyarakat saat ini, yaitu NKT/SKT di Areal B, maka perusahaan tidak perlu
batas semua wilayah yang dianggap milik dan memberikan ganti rugi atas lahan tersebut, dan
dimanfaatkan oleh mereka (untuk diperhatikan, disarankan untuk tidak membeli hasil apa pun yang
wilayah ini mungkin termasuk, atau mungkin dihasilkan dari lahan tersebut di kemudian hari.
juga tidak, dalam NKT 5 dan 6) (disebut ‘Areal A’
dalam tulisan ini). Berikut ini adalah beberapa opsi yang tersedia untuk
• Kawasan-kawasan yang hendak dijual atau NKT/SKT yang hendak dilindungi oleh masyarakat.
disewakan oleh masyarakat kepada perusahaan Opsi-opsi tersebut bergantung pada apakah NKT/
di dalam Areal A (‘Areal B’) SKT terdapat di kawasan APL atau KH, dan apakah
• Kawasan yang tersisa dan tidak diklaim oleh masyarakatnya dianggap (atau tidak dianggap)
masyarakat (‘Areal C’) sebagai masyarakat adat (lih. Bagian 6.1 untuk
Segala batas desa yang megalami tumpang tindih definisi adat).
di dalam Areal A akan diselesaikan dan menjadi
tanggung jawab pemerintah dan desa. 1. Jika masyarakat yang bersangkutan dianggap
sebagai masyarakat adat, maka perusahaan harus
Kemudian penilaian AMDAL, dengan didukung membantu masyarakat mendapatkan kepemilikan
oleh kajian SKT-NKT, harus dilakukan pada Areal lahan Hutan Adat (lih. Bagian 5.1). Secara teknis,
B dan C untuk menentukan tata batas kawasan Hutan Adat terdapat di kawasan APL dan KH, dan
NKT/SKT. Meskipun telah dibuat peta partisipatif, tidak memiliki batasan dalam luas atau persentase
tetap disarankan agar NKT 5 & 6 dimasukkan dalam kawasan yang berhutan.
pemetaan ini karena kedua NKT tersebut akan
2. Jika terdapat NKT/SKT di lahan APL
1 Artikel Mongabay “Indonesian Government moves farther from
sementara masyarakatnya TIDAK dianggap
community forestry target” 02/2017.
2 “Masyarakat Adat: masyarakat yang tinggal di kawasan adat, sebagai masyarakat adat, maka perusahaan
memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, serta kehidupan harus membantu masyarakat mengajukan Hak Milik
sosial budaya yang diatur oleh hukum adat dan lembaga adat yang (kepemilikan lahan). Hak ini dapat berupa Hak Privat
mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakat.” (AMAN pada
(kepemilikan pribadi melalui keluarga dan perorangan)
Kongres pertama AMAN tahun 1999)
PA G E 9
atau Hak Komunal (kepemilikan komunal). Hak Milik masyarakat akan tetapi dapat dikonversi menjadi
tidak memiliki batasan dalam luas atau persentase KH, maka perusahaan dan masyarakat perlu
kawasan yang berhutan. Dengan demikian, mempertimbangkan pengembangan kredit karbon
masyarakat memiliki lahan tersebut secara penuh dan atau skema Pembayaran Jasa Ekosistem dan
bebas mengelola sesuai dengan keinginannya. mengajukan permohonan Izin Usaha Pemanfaatan
Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE)
3. Jika terdapat NKT/SKT di kawasan KH dan untuk memulihkan kawasan tersebut agar memiliki
masyarakatnya TIDAK dianggap sebagai fungsi biologis yang seutuhnya. Tujuan dari izin ini
masyarakat adat, maka perusahaan harus adalah menghasilkan pendapatan melalui restorasi
membantu masyarakat memperoleh hak pengelolaan hutan alam yang memiliki fungsi ekosistem penting
Hutan Desa (HD) atau HKm (lih. Bagian 5.2 dan 5.3). sesuai dengan potensi yang seutuhnya. Melalui
program REDD+ atau Pembayaran Jasa Ekosistem,
Peta tata batas semua kawasan yang hendak dikelola pendapatan ini dapat digunakan untuk membiayai
oleh masyarakat harus diajukan kepada pemerintah restorasi dan perlindungan kawasan tersebut dari
daerah kabupaten bersama dengan rencana dan perambahan, serta mengatasi kemiskinan masyarakat
anggaran dari masyarakat untuk lahan tersebut. di sekitarnya. Versi Izin Penyimpanan dan Penyerapan
Selain itu, harus pula disusun Rencana Pembangunan Karbon (PAN-RAP Karbon) dari IUPHHK-RE secara
Jangka Menengah Desa (RPJMD) yang berisi visi khusus juga mendukung agroforestri berkelanjutan,
dan misi serta program pengelolaan yang akan termasuk metode Tebang Pilih dan Tanam Indonesia
diterapkan oleh desa selama lima tahun. Berdasarkan Intensif (TPTII).
UU Desa1, desa dapat menerima sekitar Rp. 850 juta Untuk menjual kredit karbon, pertama-tama
per tahun sebagai bantuan Alokasi Dana Desa (ADD) karbon yang terdapat di kawasan tersebut harus
dari Pemerintah setelah mengajukan RPJMD kepada dikaji dengan proses yang rumit dan mahal agar
pemerintah daerah kabupaten. Besar dana tersebut dapat dibuktikan bahwa karbon yang ada telah
tergantung pada jumlah penduduk, luas, tingkat dipertahankan atau ditingkatkan. Proses ini dapat
kemiskinan dan lokasi geografis2, dan dialokasikan dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka
oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Menengah Daerah (RPJMD) dan didanai dari ADD.
Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa). Akan tetapi proses permohonan IUPHHK-RE panjang
dan berbelit. Selain itu, harga karbon di pasar
Dana desa dan RPJMD tersebut dapat mewakili baik mungkin tidak dapat diprediksi. Proyek karbon hutan
insentif uang untuk melengkapi pekerjaan pemetaan juga berisiko mengingat kredit karbon saat ini bernilai
maupun memperoleh hak pengelolaan atas Hutan rendah. Seiring berjalannya waktu, hal ini mungkin
Adat/HD/HKm, serta sebagai titik awal PCP dan dapat berubah karena perdagangan karbon hutan
untuk menjamin pembangunan berkelanjutan. adalah bagian inti dari Perjanjian Iklim Paris sehingga
Saat ini, banyak LSM yang bekerja sama dengan karbon hutan merupakan opsi yang memiliki potensi
masyarakat untuk mengembangkan RPJMD menarik ke depannya.
berkelanjutan yang menggabungkan pemetaan NKT
dan zona restorasi dalam konteks perubahan iklim. Jika masyarakat setuju untuk mengelola, melindungi,
dan memantau kawasan tersebut, maka opsi
Selain Alokasi Dana Desa (ADD), opsi berikut ini dapat perizinan berikut ini dapat diterapkan untuk
dijajaki bersama dengan masyarakat dan pemerintah mendukung pengelolaan oleh masyarakat: Hutan
daerah kabupaten. Adat, Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan
a) Skema Pembayaran Jasa Ekosistem (Payment for (HKm), dan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus
Ecosystem Services/PES). (KHDTK). Informasi lebih lanjut mengenai cara
b) Program REDD+. pengajuan permohonan opsi perhutanan sosial ini
c) Pelatihan mengenai kehutanan berkelanjutan atau diatur dalam peraturan Menteri LHK3, diperkenalkan
pengambilan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). pada tahun 2016 dengan dukungan pemerintah
d) Pembangunan fasilitas ekowisata dan usaha. Indonesia, guna melindungi 12,7 juta hektar lahan
untuk masyarakat. Izin-izin ini dijelaskan dalam bagian
Jika kawasan tersebut diklasifikasikan sebagai berikut ini.
KH, atau sebagai Hutan Adat yang dikelola oleh
1 UU No. 6/2014 tentang Desa.
2 The Jakarta Post “New law allows direct cash payment to villag- 3 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.
es” 12/2013. 83/2016 tentang Perhutanan Sosial.
PA G E 1 0
5.1. HUTAN ADAT
Hutan Adat (HA) adalah bentuk kepemilikan lahan sosial, masyarakat adat harus memohon langsung
yang dicadangkan bagi masyarakat adat. Keberadaan kepada menteri untuk mendapatkan HA dan prosedur
HA memperkuat hak masyarakat adat sehingga verifikasi diatur oleh Direktur Jenderal Perhutanan
mereka dapat menentukan tata batas, mengelola Sosial dan Kemitraan Lingkungan. Akan tetapi saat ini
dan secara resmi memiliki hutan berdasarkan hukum belum ada pedoman yang diterbitkan untuk mengatur
adatnya di luar kewenangan pengelolaan KLHK. mekanisme permohonan untuk kawasan KH atau
Hak tersebut mencakup penjualan hasil hutan APL, dan belum ada format dan isi yang pasti dan
dengan pihak luar serta mengizinkan pihak lain untuk jelas untuk hak pengelolaan HA oleh masyarakat.3
memanfaatkan hutan mereka. Pada tahun 2013,
Mahkamah Konstitusi mengatur bahwa saat ini Pada tahap ini, perusahaan yang ingin menjamin
secara teoretis HA sudah dapat diakui di kawasan perlindungan NKT dengan cara ini perlu membantu
APL, sedangkan sebelumnya HA hanya dapat diakui masyarakat secara hukum dan keuangan. Akan
di kawasan KH. tetapi dengan target ambisius Presiden Joko
Widodo untuk mengembalikan 12,7 juta hektar lahan
Meskipun UU ini sudah lama berlaku, pemerintahan kepada masyarakat adat dan target KLHK untuk
Presiden Joko Widodo pada bulan Januari 2017 memasukkan 6,8 juta hektar lahan masyarakat adat
mengakui sembilan kawasan HA1. Dengan demikian, ke dalam Inisiatif Satu Peta, maka opsi ini yang layak
izin HA ini dapat berada pada kawasan APL atau dipertimbangkan di masa mendatang.
KH. Kesembilan kawasan HA tersebut saat ini telah
resmi diakui oleh Negara dan mencakup lahan seluas
13.100 ha. Menurut AMAN, masih ada potensi lahan
seluas 8,2 juta ha yang perlu diberikan izin sebagai
HA bagi 50-70 juta jiwa masyarakat adat Indonesia.

Penting untuk diperhatikan bahwa Peraturan Menteri


Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 83/2014
tentang Perhutanan Sosial ini tidak mengatur
definisi masyarakat adat, meskipun UU dan 3 Untuk acuan lebih lanjut, lih. Safitri, M. A. (2010). Forest tenure
keputusan terbaru telah mendefinisikan kelompok in Indonesia: the socio-legal challenges of securing communities’
rights (Fakultas Hukum Universitas Leiden) dan Workman T, Fisher
ini sebagai ‘masyarakat adat’ atau ‘masyarakat M, Mulyana A, Moeliono M, Yuliani et al. (2015) Out of the Lion’s
tradisional’. Meskipun Indonesia adalah peserta Den, Into the Crocodile’s Jaws?: Lessons from policy develop-
yang menandatangani Deklarasi PBB tentang Hak ments on customary forest in Bulukumba. World Agroforestry
Masyarakat Adat (UNDRIP), menurut pemerintah Centre (ICRAF).
berdasarkan definisi UNDRIP, sebagian besar dari
1.128 kelompok etnis yang ada di Indonesia (kecuali
etnis Tionghoa) adalah masyarakat adat, sehingga
mereka semua memiliki hak yang sama. Dengan
demikian pemerintah sampai saat ini belum menerima
permohonan dari kelompok yang mengaku sebagai
masyarakat adat.

Namun karena AMAN telah memimpin sembilan


kasus HA yang telah diberikan izin, beberapa
UU2 menggunakan definisi versi AMAN mengenai
masyarakat adat. Definisi AMAN mengenai
masyarakat adat dapat digunakan untuk menentukan
apakah izin HA dapat diberikan. Berikut ini adalah
definisi AMAN untuk masyarakat adat .

“Komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan


asal-usul leluhur secara turun-temurun di atas
suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan
atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial
budaya yang diatur oleh Hukum adat dan Lembaga
adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan
masyarakatnya”
(Kongres Pertama AMAN tahun 1999 )

Berdasarkan peraturan yang mengatur perhutanan


PA G E 1 1

1 Mongabay (04/01/17) ‘Jokowi grants first-ever indigenous land


rights to 9 communities’.
2 UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pu-
lau-Pulau Kecil dan UU No. 32/2010 tentang Lingkungan. An indiganous Papuan woman and her child
5.2. HUTAN DESA
Izin Hutan Desa (HD)1 adalah izin perhutanan sosial termasuk dalam klasifikasi hutan produksi)2. Hasil
yang memberikan hak pengelolaan hutan desa hutan kayu dan HHBK yang dapat dikumpulkan
yang ada dalam KH kepada desa sebagai tingkatan setiap tahun per hektarnya dibatasi berturut-turut
terendah administratif pemerintahan di Indonesia. secara volume (m3) dan berat (ton).
Izin berjangka waktu 35 tahun ini dapat dimohonkan
untuk kawasan yang berada dalam batas administratif Agar masyarakat dapat memperoleh status HD
desa, di kawasan hutan, atau lahan yang di atasnya untuk lahannya, maka pertama-tama masyarakat
tidak terdapat izin atau hak. Tujuan dari peruntukan perlu memetakannya dan memberikan bukti hak
ini adalah agar masyarakat desa dapat memperoleh atas tanah tersebut, serta merencanakan proses
manfaat dari pengelolaan sumber daya oleh desa. pengajuan administrasi yang kompleks. Oleh karena
Di dalam kawasan Hutan Desa, masyarakat desa itu, perusahaan mungkin perlu memberikan dukungan
dapat mengumpulkan HHBK, memanfaatkan jasa keuangan dan teknis. Selain itu, masyarakat desa
lingkungan kawasan tersebut dan, jika dimohonkan harus menyusun rencana kelola yang di dalamnya
izinnya, memperoleh izin untuk kegiatan komersial terdapat informasi rinci mengenai bagaimana desa
seperti pemanfaatan kayu (selama kawasan tersebut tersebut akan melestarikan kawasan hutan yang
masih ada dan merehabilitasi kawasan terdegradasi.
1 Safitri, M. A. (2010). Forest tenure in Indonesia: the socio-legal
challenges of securing communities’ rights (Fakultas Hukum,
Universitas Leiden) Selmat, F. (2011) Seeing the forest for the trees.
Inside Indonesia. 106: Okt-Des 2011. Link Moeliono M, Mulyana
A, Adnan H, Manalu P, Yuliani EL, Balang. 2015. Village forests
(hutan desa): empowerment, business or burden? Brief 51. Bogor,
Indonesia. World Agroforestry Centre (ICRAF) Program Regional
Asia Tenggara. 2 Peraturan Menteri Kehutanan No. 89/2014 tentang Hutan Desa.

STUDI KASUS: HUTAN DESA DALAM PROGRAM HUTAN BERAU1


The Nature Conservancy (TNC) tengah bekerja sama dengan Pemerintah dan masyarakat Kabupaten Berau, Provinsi
Kalimantan Timur, sebagai bagian dari Program Karbon Hutan Berau (Berau Forest Carbon Program/BFCP) di bawah
REDD+. Dalam proyek ini, TNC memberikan dukungannya kepada Desa Mandau untuk meningkatkan mata pencaharian
dan memberikan kepastian kepenguasaan lahan, sekaligus memastikan pelestarian kawasan yang sensitif dari segi
ekologis.

Proyek ini berfokus pada perolehan hak kelola HD pada hutan lindung seluas 8.245 ha, yakni di kawasan yang mencakup
gua kapur/karst yang memiliki nilai penting secara historis dan ekologis yang di dalamnya terdapat lukisan kuno. Meskipun
berstatus lindung, kawasan ini masih menghadapi ancaman kegiatan pembangunan berupa pertambangan batu bara.

Dengan adanya Hutan Desa, maka lahan masyarakat desa akan terlindungi dari perambahan. Sebagai bagian dari
persyaratan memperoleh hak kelola ini, maka desa yang 235 jiwa penduduknya sangat menggantungkan mata
pencahariannya pada hutan ini telah diminta oleh KLHK untuk: (i) membatasi praktik tebang bakar (slash and burn) pada
petak-petak yang ada saat ini (guna mencegah ekspansi lahan lebih lanjut); (ii) berkontribusi pada pemulihan kawasan-
kawasan terdegradasi yang ada dalam HD; dan (iii) melakukan patroli hutan untuk melindungi dari perambahan. Sebagai
gantinya, masyarakat desa diberikan hak untuk mengumpulkan HHBK, termasuk di dalamnya sarang burung dan madu
lebah liar yang sangat bernilai di pasaran, serta memiliki akses terhadap lokasi yang di dalamnya dapat dilakukan kegiatan
alternatif untuk mata pencahariannya termasuk perkebunan karet, ternak lebah, produksi gula aren dan wisata alam.
Proyek-proyek ini telah dipilih dan dikembangkan secara bersama-sama oleh masyarakat desa, TNC dan pemerintah
daerah kabupaten, dan menjadi bagian dari rencana pembangunan desa yang harus disusun guna memperoleh status HD.

1 Anandi, C. A. M., Komalasari, M., Ekaputri, A. D., & Intarini, D. Y. (2014) Inisiatif TNC dalam Program Karbon Hutan Berau, Kalimantan
Timur, Indonesia dalam REDD+ on the ground: A case book of subnational initiatives across the globe. Center for International Forestry
Research (CIFOR).
Rahman, S. (2014). Linking Berau REDD+ Initiatives with National Strategies. Presentasi di Bank Dunia Asia, Jakarta, 2014.
Hartanto, H. Hayden, L. Mayers Madeira, E. Yulianto, T.S. & Hidayat, T. n.d. Envisioning a Green and Prosperous Future with Berau Forest
Carbon Program, Indonesia. TNC. Studi Kasus pada Pembangunan Hijau Masyarakat.
PA G E 1 2
5.3. HUTAN KEMASYARAKATAN
Izin HKm1 adalah izin pengelolaan hutan yang
diberikan kepada masyarakat untuk jangka waktu STUDI KASUS: MENINGKATKAN
35 tahun dan dapat diperpanjang. Dengan HKm, KEPENGUASAAN LAHAN
kelompok-kelompok pemanfaat hutan seperti MASYARAKAT MELALUI HKM DI
koperasi dan kelompok tani dapat memanfaatkan
LAMPUNG1
hasil dan jasa ekosistem dari kawasan hutan. HKm
hanya dapat diberikan pada kawasan yang di atasnya ICRAF tengah bekerja dengan pemerintah daerah
tidak terdapat hak atau izin, dan pada lahan yang kabupaten dan masyarakat setempat di Sumber Jaya,
dimanfaatkan masyarakat untuk mendukung mata Lampung, untuk memastikan kepenguasaan lahan
pencahariannya. untuk masyarakat yang berada di dalam kawasan
hutan lindung. Proyek ini dikerjakan untuk membantu
Jika HKm merupakan kawasan hutan produksi, petani menghindari penggusuran ketika pemerintah
maka jenis kegiatan yang diperbolehkan dilakukan menetapkan ulang zonasi di mana lahan mereka
di dalamnya terbatas hanya pada kegiatan yang dijadikan sebagai hutan lindung. Selain itu, proyek ini
juga memastikan dipertahankan dan dimanfaatkannya
memelihara tutupan hutan. Namun demikian,
kawasan-kawasan penting seperti tepi sungai dan
jika masyarakat ingin mengambil kayu dari hutan hutan dengan cara yang lestari.
tersebut, maka harus ada izin khusus2. Dalam hal ini,
perusahaan disarankan untuk membantu kelompok Dalam skema HKm, 6.400 orang petani di Lampung
pemanfaat hutan menyusun dan melaksanakan telah memperoleh hak kelola selama 35 tahun atas
rencana pengelolaan hutan berkelanjutan. hutan yang luasnya pada tahun 2011 mencapai 13.000
ha. Para petani yang turut serta dalam skema ini
Jika HKm merupakan kawasan hutan lindung, maka dapat mengelola satu petak kebun yang di dalamnya
diperlukan adanya izin khusus dalam pemanfaatan mereka dapat menanam kopi (hasil bumi tradisional
di daerah itu) dengan ketentuan di mana mereka
hutan untuk mengumpulkan HHBK serta jasa
harus menanam sekurangnya 400 pohon selain kopi
ekosistem kawasan tersebut, termasuk di dalamnya per hektar dan menerapkan praktik konservasi tanah
potensi untuk menjalankan proyek sekuestrasi karbon dan air dengan sebagaimana mestinya. Selain itu,
dan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan wisata. petani juga diharuskan mengelola petak lindung, serta
Untuk memperoleh hak pemanfaatan, masyarakat melindunginya dari perambahan dan memulihkan
harus melindungi hutan dari perambahan liar serta kawasan terdegradasi. Petani dapat memanfaatkan
memelihara potensi produksi yang ada di dalamnya. petak lindung untuk HHBK dan jasa lingkungan yang
ada di dalamnya, dengan ketentuan mereka tidak
melakukan kegiatan apa pun yang mengganggu
tutupan hutan.

Berdasarkan penelitian terhadap program ini, diketahui


bahwa program ini telah meningkatkan ketahanan
kepenguasaan lahan, meningkatkan pendapatan
rumah tangga sebesar 30%, dan mengurangi korupsi.
Terlebih lagi, program ini membantu banyak rumah
1 Ota, M. (2011) Implementation of the Community Forest tangga yang lebih miskin, yang menggantungkan mata
(Hutan Kemasyarakatan) scheme and its effects on rural pencahariannya pada hutan masyarakat.
households in Gunungkidul district, Java, Indonesia.
Safitri, M. A. (2010) Forest tenure in Indonesia: the socio-le- 1 Förster, J. (2012). Outcome based payments for improved
water quality, RUPES, Indonesia.
gal challenges of securing communities’ rights (Fakultas
Pasha, R. dan Beria, L. (2011) PES and Multi-Strata Coffee
Hukum, Universitas Leiden). Gardens in Sumberjaya, Indonesia. Dalam: Payments for
2 Peraturan Menteri Kehutanan No. 88/2014 tentang Hutan Ecosystem Services and Food Security.
Kemasyarakatan. Pasaya, G. Suyanto, S.W. (2008) Facilitating Conditional Land
Tenure in Watershed protection Forest in Indonesia. ICRAF.

A Batak village
5.4. KAWASAN HUTAN DENGAN TUJUAN KHUSUS
(KHDTK)
KHDTK yang merupakan alternatif pengelolaan
oleh masyarakat ini adalah peruntukan hutan yang STUDI KASUS: SISTEM
dilakukan untuk melindungi kepentingan masyarakat. AGROFORESTRI DAMAR KRUI1
Berdasarkan hukum yang berlaku1, kepentingan
masyarakat ini bermacam-macam dan mencakup Wilayah Krui di Lampung Barat terkenal dengan sistem
penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan, agroforestri tradisionalnya yang menghasilkan damar
keagamaan, dan kebudayaan. Masyarakat adat dapat di daerah yang dihuni dan dikelola oleh 35.000 orang
petani di samping wilayah Taman Nasional Bukit Barisan
memperoleh hak untuk mengelola lahan di kawasan
Selatan. Pada tahun 1991, Pemerintah memutuskan
KHDTK. Akan tetapi tidak ada prosedur hukum yang untuk memasukkan wilayah Krui ke dalam zona hutan
jelas untuk hal ini, di mana KLHK menentukan apa Negara, sehingga mengklasifikasi ulang kawasan
saja yang seharusnya dicakup dalam hak pengelolaan tersebut terutama sebagai hutan produksi dan melarang
secara kasus per kasus. Sampai saat ini hanya sedikit masyarakat menggunakan petak agroforestri mereka
sekali izin KHDTK yang telah dikeluarkan (lih. studi dan areal sekitarnya.
kasus di bawah ini).
Setelah mengalami konflik berkepanjangan dan
Jika kawasan NKT/SKT telah memiliki arti yang melakukan proses musyawarah, akhirnya hak
pengelolaan terhadap 29.000 ha hutan damar diberikan
penting bagi keagamaan atau kebudayaan, atau
kepada masyarakat pada tahun 1998, setelah kawasan
saat ini terdapat kepentingan untuk penelitian, tersebut diklasifikasikan sebagai Kawasan dengan
pelatihan, atau pendidikan di dalamnya, maka Tujuan Istimewa (KDTI) yang merupakan salah satu
terdapat pilihan yang jelas untuk perlindungan dalam tipe klasifikasi KHDTK. Izin ini memberikan hak kepada
peruntukan KHDTK tersebut. Akan tetapi untuk masyarakat untuk menggunakan kawasan tersebut
mengembangkan salah satu kepentingan tersebut untuk tujuan komersial dan mengelola lahan agroforestri
secara berkelanjutan di kawasan ini, disarankan untuk dengan penanaman ulang, penebangan pohon tua, dan
terlebih dahulu melaksanakan AMDAL dan pastikan penanaman pohon lainnya yang bermanfaat di dalam
agar pembangunan yang dilakukan tidak berdampak dan sekitar lahan tersebut. Masyarakat juga dapat
mengumpulkan HHBK dan kayu tumbang dari kawasan
terhadap NKT yang ada.
hutan di sekitarnya. Sebagai gantinya, masyarakat harus
mempertahankan tutupan hutan di kawasan tersebut
dan membayar pajak atas hasil yang diambil dari hutan
dan dijual.

Izin KDTI yang berlaku saat ini memberikan hak


pengelolaan (bukan kepemilikan) kepada masyarakat.
1 Peraturan Menteri LHK No. 43/2013 yang berasal dari
Akan tetapi karena adanya SK KLHK, tidak ada satu
Pasal 8 Undang-Undang No. 41/1999 tentang Kehutanan.
pun masyarakat yang meminta pengakuan resmi untuk
hak atas lahan mereka. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran,
pejabat kehutanan yang tidak mendukung, dan
STUDI KASUS: KABUPATEN LANDAK, keengganan masyarakat untuk mengakui bahwa lahan
KALIMANTAN BARAT tersebut dimiliki oleh Negara. Meskipun demikian,
dengan dinyatakannya bahwa Krui merupakan kawasan
Pada tanggal 21 November 2016 (Hari Penanaman dengan tujuan khusus, kawasan ini telah terlindungi
Pohon Nasional Indonesia), Gubernur Kalimantan Barat dari konversi menjadi konsesi pembalakan kayu atau
meresmikan 19.662 ha hutan di Kabupaten Landak kelapa sawit. Selain itu, lahan agroforestri berperan
sebagai KHDTK. Untuk memperkuat status baru sebagai zona penyangga bagi taman nasional, yang
kawasan tersebut, gubernur dan istrinya menanam melindunginya dari perambahan dan pembalakan liar.
pohon sebagai simbol. 1 Safitri, M. A. (2010). Forest tenure in Indonesia: the
socio-legal challenges of securing communities’ Rights
Hutan KHDTK akan dikelola oleh Universitas (Fakultas Hukum, Universitas Leiden).
Tanjungpura untuk tujuan pendidikan serta
pemeliharaan, pembentukan, dan restorasi hutan.
Gubernur menyampaikan pentingnya hutan dalam
melindungi fungsi ekosistem dan mengatasi perubahan
iklim beserta rencana Gubernur untuk berfokus pada
peningkatan produktivitas kelapa sawit dan bukan
melakukan ekspansi lahan.

Pengelolaan kawasan ini juga akan melibatkan LSM


lokal dan internasional, yaitu Belantara, Sampan, PRCF,
WWF, LPS-AIR, Yiari, IJ-REDD, GIX, GCF, ITTO, dan
PA G E 1 4

IDH; serta lembaga pendidikan: IPB, UGM, Universitas


Kochy, dan Universitas Kyoto.
5.5. KETERGESAAN MENDIRIKAN PERKEBUNAN
Bagian sebelumnya menguraikan beberapa cara agar Paksaan (Free, Prior and Informed Consent atau
hutan dan kawasan NKT dapat dilindungi melalui FPIC) dengan benar. Akan tetapi kenyataan dalam
kegiatan konservasi oleh masyarakat selama proses proses perizinan di lapangan menunjukkan bahwa
perizinan. Namun perlu diperhatikan bahwa cepatnya ada ketergesaan untuk memetakan areal ini,
proses tersebut pada saat ini tidak mendukung menentukan tata batasnya, dan menentukan cara
proses pemetaan, perencanaan, dan negosiasi untuk melindunginya.
secara seksama yang harus dilakukan untuk
penentuan tata batas dan perlindungan kawasan NKT Oleh karena itu, konservasi keanekaragaman hayati
atau hutan mempunyai SKT. dan jasa ekosistem biasanya tidak dipertimbangkan
dengan cermat saat memperoleh izin lokasi atau
Izin lokasi untuk kawasan yang luasnya lebih dari 50 HGU. Tidak ada pedoman teknis bagi menteri,
ha memiliki masa berlaku tiga tahun, yang sekaligus gubernur, atau bupati untuk mengurus izin lingkungan
merupakan waktu yang harus digunakan untuk atau persyaratan izin bagi kegiatan yang dapat
memperoleh HGU1. Izin ini dapat diperpanjang satu memberikan dampak negatif terhadap lingkungan.
tahun setelah berakhirnya waktu tiga tahun tersebut, AMDAL tidaklah memadai untuk mencakup
yakni jika perusahaan yang bersangkutan berhasil keenam jenis NKT, dan para pengkaji pun kerap
membeli (yakni memberi ganti rugi) lebih dari 50% dari kali tidak memiliki kemampuan yang semestinya
total luas izin lokasinya dari masyarakat setempat. dalam melaksanakan kajian AMDAL dengan
Ini berarti, dalam waktu paling lama empat tahun, benar. Pada akhirnya, sebagian besar perusahaan
perusahaan harus: akan menganggap AMDAL dan izin lingkungan
a) Memetakan peruntukan lahan; hanyalah sekadar formalitas administratif belaka
b) Melakukan penilaian terhadap masyarakat untuk memperoleh HGU. Sering kali hal-hal di atas
setempat; mengakibatkan masuknya kawasan hutan dan NKT
c) Melakukan pemetaan partisipatif; ke dalam HGU.
d) Melakukan kajian AMDAL-SKT-NKT;
e) Melakukan perencanaan konservasi partisipatif Guna mengatasi tantangan-tantangan ini, maka
(PCP); direkomendasikan agar kajian AMDAL diperkuat dan
f) Bernegosiasi dengan masyarakat dan memberikan dilaksanakan bersamaan dengan kajian NKT dan SKT
ganti rugi atas lahan mereka; serta memasukkan kawasan NKT dan SKT ke dalam
g) Menjamin kepemilikan lahan atau izin pengelolaan AMDAL dan dialokasikan untuk konservasi. Setelah
yang dimiliki masyarakat; itu perusahaan dapat mengeluarkan surat keputusan
h) Memperoleh IUP (izin ini juga memiliki tenggat direktur utama kepada BPN yang menyatakan bahwa
waktu dua tahun, di mana selama waktu tersebut kawasan konservasi yang berada di dalam konsesi
perusahaan harus memperoleh HGU melalui HGU-nya dikelola secara aktif oleh perusahaan dan
pembelian hak pemanfaatan lahan); dan tidak dapat dianggap sebagai ‘lahan terlantar’. Selain
i) Memperoleh dokumen UKL-UPL dan izin itu, perusahaan juga harus memiliki rencana kelola
lingkungan. yang jelas untuk kawasan-kawasan konservasi ini
serta melaporkan semua kegiatan yang dilakukannya,
Secara garis besar, langkah-langkah tersebut termasuk pengelolaan kawasan konservasi, melalui
ditunjukkan dalam penjelasan di bawah ini. Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) kepada
Oleh karena masyarakat sering kali tidak memiliki dinas lingkungan hidup kabupaten, BPN dan dinas
hak formal atas lahan dan batas-batasnya tidak pemerintah lainnya yang terkait setiap enam bulan
jelas, maka langkah b) hingga g) memerlukan sekali.
waktu tahunan jika perusahaan mengikuti prosedur
Persetujuan atas Dasar Informasi di Awal Tanpa
1 UU Perkebunan yang baru, yakni UU No. 39/2014 ten-
tang Perkebunan.

A riparian zone, legally required for protection


PA G E 1 5
6. MELINDUNGI KAWASAN LINDUNG
SETELAH HGU DITERBITKAN
Jika masyarakat setempat tidak berminat untuk • Menyusun dan melaksanakan rencana pengelolaan
melindungi kawasan hutan melalui hak pengelolaan dan perlindungan gambut sesuai dengan rencana
atau kepemilikan, bahkan setelah memahami Pemerintah.
bahwa mereka tidak akan memiliki akses terhadap • Merevisi rencana pemanfaatan lahannya.
kawasan tersebut sebagai perkebunan plasma, maka • Menyerahkan rencana tata ruang kepada
opsi terbaik lainnya adalah melaporkan kawasan- BAPPEDA.
kawasan tersebut kepada pemerintah daerah
kabupaten/provinsi sebagai kawasan konservasi Jika kawasan tersebut belum dikembangkan, maka
yang dicadangkan di dalam konsesi HGU. (Hal ini perusahaan wajib memeliharanya sebagai lahan
merupakan persyaratan wajib bagi kawasan tepian gambut lindung2. Akan tetapi jika kawasan tersebut
sungai) telah ditanami, maka perusahaan dapat mengelola
kawasan tersebut hingga akhir siklus tanam dan
Pada bulan Maret 2017, KLHK mengeluarkan selanjutnya kawasan tersebut harus dipulihkan dan
serangkaian peta yang menjelaskan tata batas lahan ditetapkan sebagai ekosistem gambut lindung3.
gambut lindung dan budi daya di Indonesia (lih. Setelah penetapan ini, segala kerusakan yang terjadi
Gambar 4). Berdasarkan definisi gambut dari KLHK, pada kawasan gambut lindung harus diperbaiki
Indonesia memiliki 12.100.408 ha gambut lindung melalui restorasi dalam waktu 30 hari setelah
dan 12.118.083 ha gambut budi daya, sehingga kerusakan tersebut ditemukan. Tidak dilakukannya
total luasnya adalah 24.218.491 ha. Bersamaan pemulihan atau perlindungan kawasan tersebut
dengan peta tersebut, KLHK mengeluarkan kumpulan dengan semestinya dapat menyebabkan sanksi
peraturan lahan gambut yang menjadi dasar bagi berupa denda dan pada akhirnya pencabutan izin.
penundaan (moratorium) pembangunan di atas lahan Jika luas kawasan gambut lindung lebih dari 40% dari
gambut dan memerintahkan perusahaan swasta dan kawasan konsesi, maka pemegang konsesi dapat
petani pemilik lahan agar bertanggung jawab atas mengajukan tukar menukar lahan.
lahan ini, tergantung pada apakah lahan ini sudah
dibuka dan ditanami atau belum. Peraturan-peraturan ini belum diberlakukan di
lapangan dan peta gambut saat ini masih memiliki
Semua HGU yang dikeluarkan pada lahan gambut resolusi cukup rendah. Satu hal yang disarankan
lindung sebelum dikeluarkannya peraturan tersebut adalah agar perusahaan memetakan kawasan
akan tetap berlaku, tetapi pemegang konsesi gambutnya yang diperuntukkan bagi perlindungan
diwajibkan untuk memelihara fungsi hidrologis dan menyerahkannya kepada pihak berwenang
kawasan gambut tersebut dengan melakukan 2 Peraturan Menteri LHK No. P.17/MenLHK/Sekjen/
beberapa hal berikut ini.1 Kum.1/2/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
LHK No. P.12/MenLHK-II/2015 tentang Pembangunan
Hutan Tanaman Industri.
1 Peraturan Menteri LHK No P.14/MenLHK/Sekjen/ 3 Peraturan Menteri LHK No. P.16/MenLHK/Sekjen/
Kum.1/2/2017 tentang Tata Cara Inventarisasi dan Peneta- Kum.1/2/2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi
pan Fungsi Ekosistem Gambut. Ekosistem Gambut.

Gambar 4 Peta gambut


KLHK yang menjelaskan
tata batas kawasan
gambut lindung dan budi
daya di kubah gambut
Singkil dan Kluet, NAD1.

1 Keputusan Menteri LHK


No. SK.130/MenLHK/
Setjen/PKL.0/2/2017
tentang Penetapan Peta
Fungsi Ekosistem Gambut
Nasional.
setempat guna memperkuat peta KLHK. Meskipun panduan NKT belum diundangkan,
sistemnya telah menuai banyak dukungan dari
Jika hutan mengandung SKT atau kawasan NKT perwakilan kementerian. Sebagai contoh, pada
tidak termasuk lahan gambut yang dilindungi menurut tahun 2015 Menteri ATR mengeluarkan surat
KLHK, berlaku batasan untuk luasan areal yang edaran kepada KLHK yang mengimbau agar tidak
dapat dicadangkan dari suatu kawasan konsesi. lagi mengeluarkan izin baru untuk kawasan yang
Pada umumnya besarnya adalah 10%, tetapi dapat mengandung NKT. Dalam surat edaran lainnya oleh
mencapai 25% dengan alasan tertentu (lih. Tabel 1 kementerian yang sama, telah dipastikan bahwa
dan 2). Jika batasan ini dilampaui, maka perusahaan pemerintah daerah kabupaten/provinsi berwenang,
berpotensi kehilangan areal yang luasnya melebihi dan bahkan bertanggung jawab, untuk secara
dari ketentuhan tersebut karena dianggap sebagai terbuka/publik menyetujui kawasan NKT yang
‘lahan terlantar’. Akan tetapi kawasan lindung di hendak dilaporkan oleh pemegang konsesi. Surat
wilayah APL ditetapkan melalui peraturan daerah ini memperingatkan bahwasanya pada saat ini
(perda) provinsi atau kabupaten, sehingga mungkin perusahaan tidak lagi memiliki alasan untuk tidak
ada kesempatan untuk bekerja bersama dinas atau melaporkan kawasan-kawasan semacam ini kepada
badan pemerintah terkait dalam melaksanakan otoritas pemerintah daerah kabupaten/provinsi.
pencadangan.
Melalui suatu langkah penting baru-baru ini, KLHK
HCV Resource Network (HCVRN) merekomendasikan dan Kementerian Pertanian telah mulai saling bekerja
agar perusahaan bersikap proaktif dalam menjelaskan sama melalui gugus tugas NKT dari sektor minyak
mengapa kawasan-kawasan ini dicadangkan untuk sawit guna memperkuat definisi NKT. Dengan
konservasi dan menunjukkan rencana kelola yang dukungan dari HCVRN, gugus tugas ini berencana
berjalan kepada pemerintah daerah dengan cara1: mengembangkan panduan NKT Indonesia,
termasuk di dalamnya panduan identifikasi dan
• Menyediakan salinan hasil kajian NKT, rencana pengelolaan. Setelah panduan hasil penyempurnaan
kelola, dan hasil pemantauan berkala kepada dinas/ ini mendapatkan pengakuan dari KLHK di bawah
badan pemerintah yang berwenang; program KEE (lih. Bagian 7.4), gugus tugas ini
• Mengundang perwakilan pemerintah daerah berencana agar panduan tersebut diadopsi dalam
setempat untuk mengunjungi kawasan pengelolaan tingkatan tertinggi produk hukum di Indonesia.
NKT agar memahami sepenuhnya nilai konservasi Pengakuan tersebut dapat diwujudkan melalui
yang terkandung di dalamnya; undang-undang ataupun amandemen Undang-
• Menyusun dan menandatangani nota kesepahaman Undang Dasar di DPR. Tujuannya adalah agar dapat
(MoU) dengan dinas/badan pemerintah yang memberikan jaminan terhadap upaya perlindungan
menjelaskan komitmen kedua belah pihak untuk NKT yang berada di dalam konsesi perkebunan
melestarikan habitat penting; dan kelapa sawit di seluruh Indonesia.
• Bekerja sama dengan BKSDA atau dinas kehutanan
untuk mengatasi konflik manusia dan satwa liar serta
perambahan.

Setelah awalnya dibayangi ketergesaan untuk


mendapatkan HGU, selanjutnya perusahaan memiliki
waktu paling lambat enam tahun untuk membangun
seluruh lahan yang secara teknis dapat ditanami
dengan tanaman komoditas perkebunan. Jika
kawasan NKT belum dimasukkan ke dalam proposal
pembangunan perkebunan kelapa sawit kepada
bupati untuk memperoleh izin yang diperlukan,
maka perusahaan masih dapat merevisi proposal
tersebut agar turut mencakup rencana konservasi
dan pengelolaan SKT/NKT, untuk kemudian
mengajukannya kembali kepada bupati dan pihak
lainnya yang berwenang (BPN, BLH, Kementerian
Pertanian, KLHK, dan Kementerian Keuangan) agar
menjadi bahan pertimbangan mereka.

Walaupun Pemerintah belum secara resmi mengakui


istilah SKT ataupun NKT, pada tahun 2014
Pemerintah telah mengembangkan panduan Nilai
Konservasi Tinggi yang berisi kumpulan panduan
untuk kajian NKT yang memiliki beberapa kesamaan
dengan sesuai dengan konsep NKT internasional.
PA G E 1 7

1 Persey. S, Imanuddin & Sadikin. L. (2011). A Practical


Handbook for Conserving High Conservation Value Species
and Habitats within palm oil landscapes. Zoological Society
of London. Peat swamp forest, Kalimantan
6.1. ANCAMAN DARI KLAIM KEMBALI TERHADAP ‘LAHAN
TERLANTAR’ OLEH BPN DAN LANGKAH YANG DAPAT
DIAMBIL
Terdapat satu UU yang sudah berlaku sejak lama,
yang mengatur secara spesifik dan dijadikan rujukan
oleh perusahaan sebagai alasan tidak dilakukannya
pencadangan kawasan NKT (selain zona sempadan)
dalam kawasan konsesi HGU. Keputusan Menteri
Kehutanan No. 70/1995 memerintahkan bahwa
±85% kawasan perkebunan dipergunakan untuk
penanaman dan panen atau pembibitan kelapa
sawit, dan hanya ±10% saja dari kawasan tersebut
yang dapat dicadangkan untuk kawasan konservasi
(sisanya sebesar ±5% dipergunakan untuk sarana
dan prasarana).
Palm oil fields , Aceh
Jika luas kawasan konservasi di dalam suatu
perkebunan melebihi batasan 10%, maka luasan sawit, serta memberikan laporan NKT-SKT-AMDAL
yang menjadi kelebihan ini berisiko dianggap sebagai mengenai kawasan tersebut kepada BPN. Penjelasan
‘lahan terlantar yang tidak produktif’ dan akan bahwa kebutuhan pasar mengharuskan adanya
diklaim kembali oleh BPN sebagai milik Negara1 perlindungan hutan dapat menjadi alasan kuat untuk
guna ‘mengoptimalkan lahan agar sesuai dengan mencadangkan hutan di dalam kawasan HGU.
fungsi ekonomi, lingkungan dan sosialnya’. BPN
mendefinisikan lahan terlantar sebagai areal yang Alasan lain untuk mencadangkan kawasan ini dapat
tidak sedang dibudidayakan atau dimanfaatkan digunakan sesuai dengan hukum yang berlaku
sesuai dengan izin atau hak yang telah diberikan saat ini. Meskipun saat ini tidak ada peraturan yang
negara atas lahan tersebut2. Namun faktanya, pada secara spesifik mewajibkan perusahaan untuk
tahun 2009 Wilmar International yang merupakan mengalokasikan dan melindungi kawasan NKT/SKT
produsen terbesar minyak kelapa sawit berusaha di dalam konsesi HGU-nya, masih ada peraturan
melakukan pencadangan lahan NKT hanya dengan lain yang dapat digunakan untuk mendukung usaha
maksud agar diklaim kembali oleh BPN. Sanksi perlindungan lingkungan hidup, keanekaragaman
lain bagi pelanggaran ketentuan izin lahan ini dapat hayati, dan warisan budaya. Sebagai contoh,
berupa denda atau bahkan pembekuan sementara Peraturan Menteri No. 8/2006 mengamanatkan
kegiatan usaha3. Namun demikian, tidak ada contoh perlindungan terhadap: keanekaragaman hayati,
kasus untuk penjatuhan sanksi tersebut yang warisan alam, sumber daya air, kualitas udara, dan
diketahui penulis. warisan budaya, yang cukup merepresentasikan
lima dari enam jenis NKT, yakni NKT 1-3 (untuk
Namun demikian, jika kawasan konservasi yang ada keanekaragaman hayati dan warisan alam), NKT
lebih dari 10% dari total kawasan konsesi HGU, maka 4 (untuk sumber daya air dan kualitas udara), dan
pemegang konsesi dapat mengemukakan alasan NKT 6 (untuk warisan budaya). Tabel 1 menguraikan
bahwa lahan tersebut dimanfaatkan sesuai dengan berbagai dasar hukum yang dapat digunakan untuk
izin yang dipegangnya karena kawasan konservasi membuktikan bahwa pencadangan kawasan NKT
tersebut memiliki peran penting bagi berjalannya berperan sangat penting terhadap fungsi perkebunan.
fungsi perkebunan yang dikelolanya. Pada faktanya, Berhasil tidaknya program ini tentunya tergantung
Peraturan No 11/2011 telah mengatur rinci proses pada kesediaan BPN untuk mengakui bahwa (a)
yang ditempuh BPN dalam menilai lahan (termasuk perlindungan kawasan ini akan meningkatkan
di dalamnya pengecekan lapangan), menganalisis fungsionalitas pembangunan perkebunan; dan (b)
penyebab lahan tidak diusahakan, menyusun laporan laporan kajian NKT adalah bukti yang sah untuk
dan menyelenggarakan dengar pendapat Panitia menunjukkan bahwa kawasan ini memang perlu
Pemeriksaan Tanah guna membahas dan menyajikan dilindungi oleh hukum.
rekomendasi kepada kepala kantor pertanahan
provinsi atau kabupaten. Dengan demikian, Setelah kawasan ini disetujui untuk dicadangkan di
perusahaan dapat menjelaskan bahwa pencadangan dalam kawasan HGU, manajer perkebunan harus
lahan ini sudah dilaksanakan secara terpadu sesuai memberitahu masyarakat setempat, BPN, dan dinas
dengan fungsi pembangunan perkebunan kelapa kehutanan dan perkebunan kabupaten mengenai
lokasi NKT/SKT dan menjelaskan mengapa lokasi
1 Peraturan Pemerintah No. 11/2011 dan 2010 tentang tersebut dilindungi hukum. Tujuannya adalah agar
PA G E 1 8

Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. tidak ada klaim terhadap lahan non produktif dan
2 Peraturan Kepala BPN No. 4/2010 tentang Tata Cara perambahan oleh masyarakat. Jika spesies dilindungi
Penertiban Tanah Terlantar.
termasuk dalam NKT ini, maka BKSDA pun harus
3 Options to address law of the Republic of Indonesia. No
39-2014, TFT
turut diberitahu.
TABEL 1. KEBIJAKAN DAN PERATURAN YANG MENDUKUNG
PERLINDUNGAN NKT
NKT
UU/Peraturan/Kebijakan Pengaruh pada NKT
1 2 3 4 5 6
Memerintahkan perlindungan bagi hal-
Peraturan Menteri Negara Lingkungan hal berikut ini: keanekaragaman hayati,
Hidup No. 8/2006 tentang Pedoman warisan alam, sumber daya air, kualitas
Penyusunan AMDAL udara, dan warisan budaya.

Wilayah sempadan sungai dan mata


air harus dilindungi guna mencegah
terjadinya degradasi atau kerusakan
pada kualitas air tawar dan dasar sungai
kawasan setempat. Sungai besar
memiliki sempadan dilindungi selebar
100 m, anak sungai di daerah hulu yang
berada di luar permukiman memiliki
Keputusan Presiden No. 32/1990 sempadan dilindungi selebar 50 m, mata
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung air memiliki kawasan dilindungi dalam
radius 200 m dari tepi mata air.
Kawasan gambut harus dilindungi guna
memelihara tata air wilayah, mencegah
banjir, dan mengawetkan ekosistem
gambut tersebut.
Lereng berhutan dengan kemiringan 18
derajat (40%) atau lebih harus dilindungi.

Para pemangku kepentingan setempat


wajib mempertahankan fungsi tanah
UU No. 37/2014 tentang Konservasi dan kualitas air melalui perlindungan,
Tanah dan Air pemeliharaan, dan pemulihan lapisan
tanah bagian atas dari cuaca, erosi, dan
kegiatan manusia.

Pengawetan spesies tumbuhan dan


satwa harus dilakukan baik di dalam
maupun di luar suaka alam. Dilarang
UU No. 5/1990 tentang Konservasi untuk membunuh, mengganggu,
Sumber Daya Alam Hayati dan menangkap, membeli, menjual, atau
Ekosistemnya memiliki spesies apapun yang dilindungi.

Keberlanjutan untuk memberikan


manfaat optimal bagi generasi sekarang
Ketetapan Majelis Permusyawaratan dan mendatang, sekaligus mendukung
Rakyat Republik Indonesia No. 9/2001 fungsi lingkungan.
tentang Pembaruan Agraria dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam Mengakui dan menghargai hak
masyarakat adat dan keberagaman
budaya.

Meningkatkan dan memelihara


infrastruktur lingkungan hidup yang ada
di dalam kawasan HGU.
Pasal 12 UU No. 40/1996 (Kewajiban
Pemegang HGU) Memelihara kesuburan tanah,
mencegah perusakan sumber daya
alam, dan mempertahankan fungsi-
fungsi lingkungan hidup.
PA G E 1 9
TABEL 1. (LANJUT) KEBIJAKAN DAN PERATURAN YANG MENDUKUNG
PERLINDUNGAN NKT
NKT
UU/Peraturan/Kebijakan Pengaruh pada NKT
1 2 3 4 5 6
Tujuan: Menghadapi persoalan
lingkungan hidup global

a) Harus ada izin lingkungan untuk


memperoleh dan mempertahankan IUP

b) Pihak yang mencemari/merusak


lingkungan diwajibkan memulihkan
UU No. 32/2009 tentang Perlindungan fungsinya melalui restorasi
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

c) Semua pihak wajib melestarikan


lingkungannya melalui upaya konservasi
sumber daya alam, pencadangan
sumber daya alam, dan pelestarian
fungsi atmosfer

Masih akan ada penundaan dalam


Instruksi Presiden No. 6/2013 tentang pemberian izin baru pada hutan primer
Penundaan Pemberian Izin Baru dan dan lahan gambut di hutan konservasi,
Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam lindung, dan produksi (lih. Tabel 3) dan
Primer dan Lahan Gambut pada kawasan APL

Pemegang konsesi yang di dalam


kawasannya mengandung lahan
gambut lindung wajib merestorasi dan
Peta dan peraturan gambut KLHK
melindungi kawasan gambut. Jika lahan
tahun 2017, serta perubahan peraturan
gambut tersebut telah ditanami, maka
sebelumnya yang memengaruhi
lakukan restorasi lahan gambut setelah
kawasan gambut
siklus tanam selesai untuk memulihkan
fungsi hidrologinya yang seutuhnya.

Pemegang konsesi diimbau untuk


melindungi dan melaporkan NKT-nya
Surat Edaran Menteri Agraria dan Tata kepada pemerintah daerah setempat. Menunggu finalisasi kriteria NKT dari
Ruang No. 10/SE/VII/2015 Pemerintah Indonesia
KLHK diimbau tidak lagi mengonversi
lahan yang mengandung NKT.
PA G E 2 0

The Bornean Orangutan (Pongo


pygmaeus), legally protected
under Ministry of Forestry
Regulation No 8, 2006 and Law
No 5, 1990
6.2. ISPO

ISPO merupakan standar yang didasari pada Pada tahun 2011, ISPO telah memperbaharui Prinsip
sekumpulan peraturan yang berlaku di Indonesia dan dan Kriterianya (P&C) yang mewajibkan perusahaan
oleh karenanya bersifat wajib bagi semua produsen untuk mengidentifikasi kawasan NKT. Akan tetapi
minyak sawit. Tujuannya adalah demi meningkatkan pembaharuan ini mengundang kontroversi (lih.
daya saing minyak sawit Indonesia pada pasar Bagian 4) dan standar ini kemudian diubah sehingga
global dan mendukung pengurangan emisi Gas kewajiban ini dicabut.
Rumah Kaca (GRK) dan dampak lingkungan
hidup di Indonesia1. Dengan demikian, sistem ini Bagian selebihnya dalam P&C tersebut yang dapat
dapat menawarkan sarana kebijakan lainnya dari dimanfaatkan untuk mendukung perlindungan SKT/
Pemerintah dalam rangka melindungi SKT/NKT. NKT diuraikan dalam tabel di bawah ini.
1 Peraturan Menteri Pertanian No. 11/2015 tentang Sistem
Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian
Sustainable Palm Oil Certification System/ISPO).

TABEL 2. DAFTAR PRINSIP DAN KRITERIA ISPO YANG MENDUKUNG


PERLINDUNGAN NKT
NKT
Nomor P&C
1 2 3 4 5 6
Pengawetan keanekaragaman hayati. Persyaratan ini mencakup
pelaporan spesies tumbuhan dan satwa kepada pihak BKSDA,
4.6. sosialisasi perlindungan spesies langka kepada publik dan
pencatatan semua konflik dengan satwa liar.

Konservasi sumber daya dan kualitas air yang mewajibkan


4.7. adanya program pemantauan kualitas air serta pengelolaan dan
pemeliharaan sumber daya air.

Pengawetan kawasan lindung. Persyaratan ini mencakup


pengidentifikasian kawasan konservasi di dalam dan sekitar
perkebunan, pengajuan berkas dalam format shapefile kepada
4.8. pemerintah daerah, sosialisasi, dan perlindungan terhadap
kawasan yang dimaksud. (Untuk diperhatikan, mekanisme agar
perlindungan ini dapat terlaksana masih belum jelas)

Perlindungan lahan yang berpotensi besar bagi terjadinya erosi,


4.9. yaitu batas/tepian sungai. Termasuk di dalamnya restorasi zona
sempadan sungai.

Tabel 1 dan Tabel 2 berisi sejumlah peraturan dan adanya kebijakan perlindungan air dan tanah melalui
kebijakan yang mendukung perlindungan NKT. NKT 4 perlindungan zona sempadan sungai. Dengan
(Kawasan Yang Menyediakan Jasa-jasa Lingkungan demikian, meskipun Pendekatan SKT dan definisi
Alam), termasuk di dalamnya perlindungan daerah internasional mengenai NKT tidak diakui sebagai
tangkapan air dan pengendalian erosi pada tanah metodologi untuk mengidentifikasi kawasan hutan
rentan (vulnerable soils) dan lereng1) dilindungi oleh UU Indonesia, masih terdapat banyak peraturan
dengan sangat baik oleh hukum Indonesia dengan dan standar nasional yang dapat melindungi kawasan
1 “The Six HCVs – HCV Resource Network”. hcvnetwork. hutan.
org. N.p., 2016. Web. 15 Nov. 2016.
PA G E 2 1
6.3. INSENTIF DAN DISINSENTIF KEUANGAN
Selain dari batasan hukum bagi kawasan cadangan, yang ditentukan oleh Kementerian Keuangan.
kemungkinan masih ada persoalan fiskal yang Kawasan ini mungkin dapat dilaporkan sebagai
membuat perusahaan tidak dapat mencadangkan kawasan yang melayani kepentingan umum, terutama
lahan lain di dalam kawasan HGU. Standar RSPO berhubungan dengan kesehatan atau budaya, atau
mewajibkan perusahaan untuk menghindari pelestarian warisan sejarah, tergantung apakah jenis
kerusakan dan penurunan kualitas habitat NKT nilai yang dikandungnya adalah SKT atau NKT 4, 5
dengan mengidentifikasi NKT tersebut dan atau 6. Dengan demikian, pajak dapat dihindarkan
melaksanakan protokol pengelolaan dan pemantauan untuk kawasan ini. Kondisi seperti ini, perusahaan
menyeluruh. Sebagian besar perusahaan kecil perlu bernegosiasi dengan bupati yang berwenang
hingga menengah menganggap bahwa pengelolaan agar tidak perlu membayar pajak untuk kawasan
dan pemantauan NKT memerlukan biaya besar lindung.
dan berisiko karena jika terjadi penghancuran atau
kehilangan NKT di dalam HGU, maka perusahaan Selain itu, mungkin juga ada peluang finansial bagi
dapat kehilangan sertifikat RSPO-nya. Oleh karena perusahaan yang hendak melindungi NKT/SKT
itu, kemungkinan mereka memilih untuk tidak yang ada di dalam kawasan konsesi HGUnya untuk
mendapatkan sertifikat RSPO, atau mengeluarkan mengimbangi risiko-risiko di atas. Saat ini, beberapa
kawasan tersebut dari HGU-nya. skema keuangan konservasi telah tersedia atau dalam
tahap percobaan, termasuk di dalamnya skema
Laporan Chain Reaction Research, ‘Indonesian Palm kredit karbon dan PES (lih. Bagian 6). Selain itu, ada
Oil’s Stranded Assets: 10 Million Football Fields pula dana dari organisasi seperti Global Environment
of Undevelopable Land’1, menjelaskan beberapa Facility bagi sektor swasta untuk menghilangkan
pandangan atau anggapan terkait dengan aspek deforestasi dari rantai pasoknya melalui peningkatan
keuangan sehingga perusahaan perkebunan tidak produksi.
melingdunggi NKT/SKT di dalam lahan HGU.
Kawasan lindung tersebut juga dapat digunakan
• Menurunnya pendapatan dari HGU. sebagai jaminan untuk memenuhi syarat sebagai
• Belanja modal yang tidak tepat – membeli hak ‘investasi hijau’. Hal ini merupakan wewenang
konsesi, membangun jalan, dll. pemerintah dalam mengklasifikasikan sektor-
• Meningkatnya biaya ekuitas dan utang akibat sektor usaha mana saja yang terbuka atau tertutup
peningkatan risiko yang diketahui. bagi penanaman modal asing dan dalam negeri
• Menurunnya arus kas dan keuntungan. berdasarkan kepentingan kesehatan, budaya,
• Menurunnya nilai intrinsik dan nilai pasar. lingkungan, pertahanan nasional, keamanan, moral
dan kepentingan nasional lainnya6. Berikut ini adalah
Pemegang HGU juga diwajibkan untuk membayar kewajiban yang dimiliki oleh ‘investor hijau’.
pajak tidak hanya dari hasil panen2 dan karyawan3
saja, akan tetapi juga dari luasan hektarnya4. • Menunaikan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Hal ini berarti bahwa pajak-pajak tersebut harus (TJSP).
dibayarkan untuk kawasan pencadangan yang tidak • Menghormati budaya dan tradisi masyarakat yang
menghasilkan pemasukan apa pun. Namun demikian, terdampak oleh kegiatan investasi.
PBB dapat dihindari jika lahan digunakan untuk salah • Melindungi lingkungan hidup.
satu kegiatan berikut ini5.
Perusahaan dan pemerintah dapat menganggap
i) Layanan kepentingan umum dalam bidang bahwa kajian, konservasi, pemantauan dan
keagamaan, kesehatan, pendidikan atau budaya. pengelolaan NKT di dalam konsesi HGU merupakan
ii) Pelestarian warisan sejarah. bagian yang tak terpisahkan dari penanaman modal
iii) Penjagaan hutan lindung, suaka alam, taman di bidang perkebunan, serta menyediakan insentif
nasional atau tanah penggembalaan yang dikuasai bagi pelestarian NKT, di mana kawasan lindung
oleh desa. dianggap sebagai aset dan bukannya hal yang
iv) Dinas permukiman atau organisasi internasional menjadi beban. Perusahaan yang telah melakukan
1 Chain Reaction Research (2017). Indonesian Palm Oil’s
upaya perlindungan bagi NKTnya bahkan dapat
Stranded Assets: 10 Million Football Fields of Undeveloped diberikan penghargaan oleh pemerintah dengan
Land. insentif penanaman modal.
2 Peraturan Menteri Keuangan No. 21/PMK 11/2014 dan 6 Peraturan Presiden No.25/2007.
No. 138/PMK 11/2014.
3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016
dan Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.010/2016
dan 102/PMK.010/2016 tentang Pajak Penghasilan.
4 Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-31/PJ/2014
tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan
PA G E 2 2

Sektor Perkebunan.
5 UU No. 12 Tahun 1994 yang menggantikan UU No. 12
Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
6.4. KAWASAN EKOSISTEM ESENSIAL (KEE)
Ada cara lain untuk menyelesaikan persoalan ini, sikap welas asih, tanggung jawab, dan komitmen
yaitu melalui program KEE1 di mana bagian hutan terhadap pelestarian ekosistem.
yang memiliki peran teramat penting bagi spesies 3. Ekonomi: melakukan alih bagi manfaat untuk
dilindungi, lahan gambut, ataupun fungsi ekosistem kesejahteraan masyarakat dan menggerakkan
pada tingkat lanskap dapat dilindungi di lahan APL pembangunan dan keseimbangan ekonomi di sekitar
dalam pengelolaan multi kelompok pemangku ekosistem esensial.
kepentingan yang ditetapkan oleh gubernur dan 4. Partisipasi masyarakat: menggalang dukungan
diawasi oleh KLHK. Saat ini, Kementan dan KLHK dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan
tengah menyusun suatu peraturan menteri bersama ekosistem esensial.
yang menjadi kerangka kerja untuk program ini. 5. Rekreasi: menghasilkan manfaat bagi masyarakat
setempat dan wisatawan melalui kegiatan rekreasi
Sebagai contoh, jika kawasan NKT yang berada di yang berstandar pelayanan.
dalam konsesi HGU perusahaan tersambung atau
merupakan koridor menuju hutan yang lebih besar Program KEE adalah pilihan yang diambil selama
dalam kawasan APL, dan memiliki peranan yang sebagian besar dari satu dekade terakhir. Namun
sangat penting bagi kemampuan bertahan hidup program ini digunakan hanya pada beberapa kasus
populasi suatu atau beberapa spesies dilindungi, karena proses penerapannya baru memenuhi
maka perusahaan dapat mengajukan permohonan kelayakan untuk dilaksanakan jika UU No.23/2014
kepada gubernur atau bupati yang berwenang untuk mengalihkan kewenangan atas kawasan ini dari KLHK
menjalankan program KEE. kepada gubernur atau bupati. Hal ini mempermudah
koordinasi dalam proses penerapan, kesepakatan,
Forum Kolaborasi Pengelolaan KEE yang dibentuk dan konversi dengan hanya satu badan pemerintah
oleh gubernur atau bupati adalah bagian penting yang daerah.
dijalankan Pemerintah pada program KEE. Forum ini
dimaksudkan untuk memastikan pendekatan multi Karena banyak pemangku kepentingan melihat
pemangku kepentingan untuk mengelola kawasan kemampuan kawasan APL untuk menghasilkan
lindung dan alih bagi manfaat, serta mengatur keuntungan dan pendapatan pajak melalui
struktur, tanggung jawab dan tugas masing-masing pembangunan, maka pemerintah daerah mungkin
pihak secara rinci. Penjelasan Pemerintah untuk mendapat tekanan masyarakat, politis, dan keuangan
KEE juga menyarankan agar pihak-pihak berikut agar tidak menjadikan keseluruhan kawasan KEE
ini dilibatkan sebagai anggota forum: kepala untuk perlindungan. Jika demikian, maka sangat
desa setempat, tokoh adat, perguruan tinggi, disarankan untuk melaksanakan ‘tukar-menukar
LSM, KLHK dan pemerintah daerah kabupaten kawasan hutan’ (lih. Bagian 8.1). Hal ini dapat
(Kementerian Pertanian, Badan Pelaksana Penyuluh dilakukan dengan melepaskan kawasan seluas lahan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K), Badan yang terdegradasi, dari kawasan KH menjadi bank
Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), tanah pada kawasan APL.
dinas perikanan dan peternakan, dinas pariwisata,
dll.). Berdasarkan ketetapan forum, kawasan KEE Pilihan menarik lainnya adalah menegosiasikan
akan tetap berada pada HGU tetapi juga akan pengecualian pajak dengan Bupati atau Gubernur
mendapatkan perlindungan dari masyarakat setempat untuk lahan lindung yang berada di dalam kawasan
yang mungkin ingin mengubah kawasan tersebut HGU sebagai imbal jasa karena telah melindungi
menjadi kebun plasma. lahan tersebut dan menyediakan pekerjaan
konservasi bagi masyarakat setempat.
Prinsip program KEE adalah sebagai berikut.
1. Konservasi: melindungi, memelihara, dan
meningkatkan kualitas sumber daya ekosistem.
2. Pendidikan: mengubah perilaku dan membangun
1 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.
PA G E 2 3

P.101/Menhut-II/2014.
STUDI KASUS KEE: BENTANG ALAM WEHEA-KELAY, KALIMANTAN TIMUR
Pada tahun 2016, bentang alam Wehea-Kelay seluas 532.143 ha di Kutai Timur dan Berau ditetapkan sebagai kawasan
KEE oleh Gubernur Kalimantan Timur dan Direktur Jenderal KSDAE. Wehea-Kelay merupakan habitat penting orangutan
(spesies dilindungi), dengan perkiraan 2.500 individu yang tersebar di seluruh wilayah hutan dataran rendah, hutan dataran
tinggi, perbukitan, dan perkebunan kelapa sawit. Wehea-Kelay juga merupakan kawasan yang kaya akan keanekaragaman
hayati dan karbon, dan merupakan kunci dalam mendukung fungsi ekosistem bagi masyarakat setempat.

Batas wilayah KEE ditentukan berdasarkan habitat orangutan, daerah aliran sungai, sungai, jenis tanah, tutupan lahan,
batas administrasi, dan jalan, serta mempertimbangkan dokumen kajian NKT untuk konsesi tersebut.

Berdasarkan laporan KSDAE mengenai KEE Wehea-Kelay, forum tersebut dimaksudkan untuk memohon izin restorasi
terhadap lahan ini dan melaksanakan program pengedukasian untuk mencegah perambahan dan kebakaran hutan.

STUDI KASUS KEE: KALIMANTAN BARAT


Sebagai bagian dari rencana pembangunan berkelanjutan Kalimantan Barat, Gubernur Cornelis mendukung
pengembangan program KEE di Kabupaten Kayong Utara, Kubu Raya, dan Ketapang, dengan berkoordinasi dengan
KSDAE, perusahaan setempat, masyarakat, dan IDH. Para pemangku kepentingan ini secara kolaboratif telah
mengidentifikasi kawasan KEE definitif, menyetujui rencana aksi bersama untuk melindungi dan memantau kawasan
tersebut, dan mengembangkan sebuah forum publik untuk mengarahkan pelaksanaan rencana aksi tersebut.

Kawasan KEE bertumpang tindih dengan konsesi perusahaan dan membentuk bagian dari blok hutan yang lebih luas,
yang menghubungkan hutan gambut Sungai Putri, hutan lindung Gunung Tarak, dan Taman Nasional Gunung Palung.
Setelah menerima hasil pemetaan awal yang dilaksanakan oleh IDH, Direktur Jenderal KSDAE merekomendasikan kawasan
tersebut agar masuk dalam program KEE sebagai koridor yang penting bagi satwa liar.

Proyek ini juga akan mempertimbangkan untuk menghasilkan pendapatan alternatif dan menyelenggarakan pelatihan
praktik pertanian terbaik bagi petani pemilik lahan guna membatasi perambahan. Sebagai informasi, hutan tersebut
memiliki sejarah penuh risiko penebangan ilegal, pertambangan, dan kebakaran hutan. Kegiatan pendukung lainnya
meliputi reboisasi dan pengembangan rencana pemanfaatan lahan di tingkat desa (lih. Bagian 5).
PA G E 2 4
6.5. KAWASAN YANG DIJADIKAN SEBAGAI DAERAH
KANTONG (ENCLAVE)
Salah satu alternatif untuk melestarikan kawasan di Hulu, Kalimantan Barat.
dalam konsesi HGU melalui KEE atau melaporkan • Bupati Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur telah
kawasan cadangan kepada kementerian terkait memulai kawasan lindung di kabupatennya.
adalah dengan mengeluarkan kawasan tersebut dari • PT KAL di Ketapang, Kalimantan Barat, telah
konsesi HGU dan mengupayakan izin konservasi bekerja sama dengan BKSDA, polisi, YIARI dan TNC
pada kawasan APL yang bukan merupakan kawasan untuk mengembangkan kawasan konservasi yang
konsesi. Opsi-opsi untuk melindungi lahan dalam dijadikan daerah kantong seluas 3.800 ha. Daerah-
klasifikasi APL masih terbatas dan belum jelas. Studi daerah ini berada di luar konsesi HGU pada kawasan
ini menemukan bahwa hanya ada dua opsi terkait hal APL lainnya.
ini, yaitu menjadikan kawasan yang dijadikan sebagai
daerah kantong (enclave) atau Hutan Adat (HA). Dengan demikian, direkomendasikan untuk
melakukan studi untuk memperbandingkan antara
Sebagaimana telah dibahas pada Bagian 6.1, Hutan kasus-kasus di atas dengan kasus lainnya agar
Adat masih belum menjadi opsi yang berkelanjutan memperoleh pemahaman lebih baik mengenai
untuk APL. Namun demikian, menjadikan mekanisme apa yang dapat diajukan untuk jenis
suatu kawasan sebagai daerah kantong hanya kawasan lindung ini dan kelompok mana yang
membutuhkan persetujuan dari Bupati dan dapat bertanggung jawab untuk melindunginya.
ditetapkan melalui peraturan daerah (perda) sehingga
menjadikannya opsi yang cepat untuk melindungi Mengingat opsi ini membutuhkan adanya dukungan
SKT atau NKT di luar kawasan HGU. Setelah bupati yang kuat dari Bupati, jika perusahaan tidak
mengabulkan dijadikannya suatu kawasan menjadi dapat memberikan perlindungan di dalam HGU
daerah kantong, maka kawasan ini kemudian akan dan tidak mendapatkan dukungan yang kuat dari
dikelola sebagai kawasan lindung. Bupati setempat untuk membuat daerah kantong,
maka direkomendasikan untuk mengeluarkan
Hanya sedikit studi kasus yang ditemukan untuk kawasan tersebut dari konsesi HGU dan berusaha
pendekatan ini. mengubahnya menjadi KH, (lih. Bagian 8) serta
mengupayakan opsi perlindungan melalui peruntukan
• LSM Flora & Fauna International (FFI) yang telah KH.
memulai kawasan lindung bersama Bupati Kapuas
7. KONVERSI LAHAN APL MENJADI
KAWASAN HUTAN
Kawasan APL dapat diklasifikasikan kembali sebagai dilakukan, maka ada lebih banyak opsi perizinan
kawasan hutan melalui proses ‘pengukuhan kawasan yang dapat digunakan untuk perlindungan lahan dan
hutan’. KLHK memberlakukan proses inventarisasi pemanfaatan oleh masyarakat. Konversi menjadi KH
hutan melalui empat langkah, yang diikuti dengan juga lebih menjamin agar kawasan tersebut tidak
tinjauan terhadap rencana tata ruang tingkat nasional, dibangun di masa yang akan datang. Pada akhirnya,
provinsi, dan kabupaten1. Konversi dari kawasan APL dari beragam izin pengelolaan oleh masyarakat
menjadi KH adalah proses yang sangat memakan yang diuraikan di Bagian 6, izin Hutan Desa,
waktu dan berbelit-belit, dengan biaya yang sulit Hutan Kemasyarakatan, dan KHDTK hanya dapat
diperkirakan oleh perusahaan. Namun karena dimohonkan untuk KH. Jika kawasan yang ditujukan
undang-undang yang mengatur KH dirancang untuk perlindungan berdasarkan izin-izin tersebut
agar perlindungan, konservasi, dan produksi dapat berada pada lahan APL, maka kawasan tersebut
perlu dikonversi menjadi KH.
1 Rosenbarger, A. et al. (2013). How to change legal land
use classifications to support more sustainable palm oil in
Indonesia. Lembar Ikhtisar WRI.
PA G E 2 6
7.1. TUKAR-MENUKAR KAWASAN HUTAN

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, lahan harus menilai kepentingan/kehendak pemangku
APL sering kali dilihat kemampuannya dalam kepentingan secara spesifik berdasarkan lokasinya.
menghasilkan keuntungan dan pendapatan pajak Contoh dalam hal ini adalah masyarakat setempat,
melalui pembangunan. Dengan demikian, pemerintah pemerintah daerah kabupaten atau provinsi dan
daerah setempat mungkin mendapatkan tekanan pelaku usaha swasta. Meskipun secara legal suatu
agar tidak mengonversi kawasan APL menjadi KH. kawasan mungkin dianggap sebagai kawasan
Salah satu opsi untuk mempercepat proses ini adalah lindung, pada kenyataannya pemangku kepentingan
memberikan insentif untuk melakukan konversi setempatlah yang menentukan masa depan kawasan
melalui proses ‘tukar-menukar kawasan hutan’ yang tersebut dan keberhasilan tukar menukar kawasan
tidak akan menyebabkan hilangnya kawasan APL di hutan yang dilakukan. Pemanfaatan lahan sesuai
kabupaten tersebut. dengan yang mereka kehendaki, kesediaan mereka
untuk turut serta dalam pengelolaan lahan, dan
Berdasarkan ketentuan Peraturan No. 32/2010, motivasi ekonomi mereka terkait kawasan tersebut
perusahaan dapat mengajukan ‘tukar-menukar harus ikut dipertimbangkan. Selain itu, harus pula
kawasan hutan’ kepada kantor pertanahan dimulai suatu dialog bersama para pemangku
kabupaten untuk menukar KH dengan kawasan kepentingan guna menegosiasikan dan menyepakati
APL atau sebaliknya. Meskipun belum pernah rencana atas lahan tersebut. Pemerintah daerah
dilaksanakan sebelumnya, secara teori, dapat kabupaten dan provinsi dapat dan sebelumnya telah
dilakukan klasifikasi kembali terhadap kawasan APL menolak tukar menukar kawasan hutan, khususnya
yang mengandung NKT menjadi KH, untuk ditukar ketika pertukaran tersebut berpotensi dilakukan di
dengan kawasan hutan terdegradasi berukuran sama antara dua pemerintah daerah kabupaten yang salah
yang diklasifikasikan kembali dari KH menjadi APL. Di satunya berisiko menghadapi kehilangan luasan APL,
provinsi yang luas KH-nya kurang dari 30% dari total di mana hal ini lebih terkait secara keuangan dalam
luas provinsinya, tukar-menukar kawasan hutan harus bentuk pajak.
dilaksanakan dengan rasio 2:1 di mana luasan APL
yang akan dijadikan KH harus dua kali lebih besar Perusahaan dan semua pihak yang bekerja
dari luasan KH yang akan dijadikan APL. Sementara dengannya juga haruslah realistis terkait jadwal
untuk provinsi yang luas KH-nya lebih dari 30% dari pelaksanaan tukar menukar kawasan hutan.
total luas provinsinya, maka rasionya diturunkan Nantinya, hampir pasti akan ada jeda keterlambatan
menjadi 1:1. Cara yang paling jelas untuk ini dapat dikarenakan adanya negosiasi dan kemunduran
dilakukan dengan memengaruhi proses perubahan proses bersama pemangku kepentingan lainnya.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) Sementara perusahaan sendiri akan menghadapi
oleh kantor pertanahan kabupaten untuk melakukan tekanan agar segera memulai pembangunan,
tukar-menukar. Hasil dari proses ini adalah klasifikasi baik dari investor maupun peraturan yang
yang lebih akurat dalam mewakili kondisi yang mewajibkan dilakukannya pendirian perkebunan
sesungguhnya di lapangan. sesegera mungkin (lih. Bagian 6.5). Mungkin pula
perusahaan sendiri tidak memiliki cukup waktu untuk
Untuk melaksanakan tukar menukar kawasan menegosiasikan proses tukar menukar kawasan
hutan, perusahaan harus mengidentifikasi bagian hutan. Dalam hal demikian, harus dilaksanakan opsi
terdegradasi dalam KH tersebut yang luasnya pengelolaan lain guna menjamin perlindungan NKT
sama. Selain itu, perusahaan juga harus turut secara jangka panjang.
mempertimbangkan kriteria-kriteria sosial, legal dan
ekonomi (keinginan masyarakat, izin yang berlaku Namun demikian, meskipun tukar menukar kawasan
saat ini, kelayakan untuk penanaman, dll.) melalui hutan belum dapat dilaksanakan dan kemungkinan
kajian literatur dan penilaian lapangan. Selanjutnya, akan menjadi proses yang berbelit, memakan waktu
perusahaan juga harus mengajukan permohonan dan dapat berbiaya tinggi bagi pihak perusahaan,
kepada Pemerintah untuk: i) melakukan klasifikasi masih ada peluang untuk menjadikan tukar menukar
ulang kawasan APL menjadi KH dan sebaliknya; ii) kawasan hutan sebagai solusi bersama bagi
mengalihkan dari keadaan tak berizin di kawasan perusahaan yang hendak memastikan perlindungan
terdegradasi menjadi izin pembangunan kelapa hutan dan NKT. Pada bulan Februari 2017, KLHK
sawit; dan iii) mengalihkan dari izin pembangunan mengeluarkan kerangka kerja peraturan baru yang
kelapa sawit menjadi izin yang mendukung kegiatan akan mempercepat tukar menukar kawasan hutan
kehutanan lestari di lokasi KH yang baru. Izin-izin untuk konsesi pertanian dengan lahan gambut.
yang mendukung kegiatan kehutanan lestari dapat Perubahan peraturan ini akan mendukung tujuan
mencakup opsi hutan yang dikelola masyarakat (lih. Presiden Joko Widodo untuk memulihkan lahan
Bagian 6). Opsi ini dapat didukung dengan IUPHHK- gambut seluas 2.000.000 ha melalui BRG. Selain itu,
PA G E 2 7

RE untuk memulihkan dan memanfaatkan karbon ada peluang mendapatkan pendapatan tambahan
melalui skema kredit karbon. dari penjualan kayu jika terdapat pohon pada lahan
eks KH yang terdegradasi melalui Izin Pemanfaatan
Ditinjau dari sudut pandang politis, perusahaan juga Kayu (IPK).
7.2. PROGRAM KPH OLEH KLHK
Jika dilakukan konversi dari kawasan APL menjadi Namun demikian, sekalipun berada di bawah
KH, opsi paling sederhana yang dapat dilakukan program KPH, perlindungan kawasan NKT atau hutan
adalah menyerahkan pengelolaan kawasan tersebut SKT belum ada jaminan juga. Setelah ditetapkan
kepada KLHK alih-alih mengandalkan salah satu kembali sebagai KH, KPH akan mengklasifikasikan
pengelolaan oleh masyarakat sebagaimana dijelaskan kawasan tersebut ke dalam salah satu peruntukan
pada Bagian 6. Ini dapat menjadi kemungkinan fungsi hutan berikut ini: hutan produksi tetap,
terbaik untuk perlindungan NKT jangka panjang jika hutan produksi terbatas, hutan lindung atau hutan
terdapat ketidakjelasan pada kepentingan masyarakat konservasi, tergantung pada kegiatan-kegiatan yang
atau sektor swasta dalam mengelola kawasan diperbolehkan (lih. Tabel 3). Beberapa dari kegiatan
tersebut. tersebut, seperti misalnya pembangunan hutan
tanaman atau perkebunan karet, dapat secara aktif
Pendekatan pengelolaan utama KLHK untuk merusak dan menghancurkan kawasan NKT/SKT.
kawasan-kawasan yang tidak memiliki izin
pemanfaatan kini sudah menjadi program KPH. Proses peruntukan dimaksud didasarkan atas sistem
KPH didesain oleh KLHK dengan tujuan untuk pemeringkatan (scoring) yang menilai karakteristik
meningkatkan tata kelola kehutanan melalui biofisik tertentu seperti kelas lereng, jenis tanah dan
pemecahan kawasan hutan menjadi kesatuan- curah hujan1. Penilaian ini dapat mengindikasikan
kesatuan (unit) berukuran lebih kecil sehingga lebih adanya NKT-NKT tertentu, seperti misalnya zona
mudah dikelola, serta meningkatkan hubungan riparian, akan tetapi sangat tidak cukup untuk
kemitraan dengan masyarakat setempat melalui menjelaskan lebih rinci spesies terancam punah,
pengelolaan kesatuan-kesatuan ini secara bersama- habitat langka atau kawasan yang memiliki nilai
sama. Dalam program ini, setiap keluarga di suatu budaya penting, sehingga dapat menyebabkan
desa mendapatkan lahan seluas dua hektar untuk berubahnya kawasan NKT menjadi hutan produksi,
dikelola sendiri, sementara sisa luasan konsesinya yaitu dikonversi menjadi hutan tanaman. Metodologi
dialokasikan untuk pengelolaan oleh KPH. KPH juga SKT dan NKT dapat dimanfaatkan di sini untuk
memberikan dukungan pada proses permohonan memperkuat proses yang digunakan oleh KPH dalam
untuk sejumlah opsi perizinan (contohnya HD, HA, menentukan tata batas hutan konservasi, lindung dan
HKm; lih. Bagian 6) bagi masyarakat desa serta produksi.
pendampingan dalam pembangunan kawasan-
kawasan ini. Sebagai prasyarat program ini,
masyarakat desa harus menyerahkan peta partisipatif
untuk batas wilayah dan pemanfaatan lahan adatnya
serta mencatat persetujuan yang mereka berikan
terhadap program KPH. 1 Peraturan Menteri LHK No. P50/2016.
TABEL 3. PERUNTUKAN, KLASIFIKASI DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN
(BERDASARKAN WRI 2013)
Peruntukan Kegiatan yang
Fungsi Klasifikasi Fungsi
fungsional diperbolehkan
Dicadangkan untuk
Tebang habis (clear cutting),
Hutan Produksi pembangunan di luar kepentingan
Hutan Tanaman Industri (HTI),
Konversi kehutanan, dapat mengambil hasil
konversi menjadi APL
Produksi kayu hutan untuk waktu terbatas
atau HHBK
Hutan Produksi
intensif seperti Tebang habis dan HTI dan tebang
pulp dan kertas Hutan Produksi Tetap Menghasilkan hasil hutan
pilih

Hutan Produksi Menghasilkan hasil hutan secara Pengambilan kayu secara selektif
Terbatas selektif atau terbatas atau terbatas
Pengambilan HHBK dan
Perlindungan bagi fungsi pemanfaatan kawasan hutan,
pendukung kehidupan, contohnya contohnya budi daya tanaman
Hutan Lindung obat/jamur, ternak lebah
tata kelola air serta pencegahan
banjir dan erosi (apikultur), wisata alam, makanan
ternak, dsb.

Pengawetan fungsi-fungsi
Penelitian, ilmu pengetahuan,
Kawasan konservasi ekosistem dan keanekaragaman
Perlindungan pendidikan, budi daya, wisata
alam hayati, dan pemanfaatan sumber
bagi keanekar- terbatas
Hutan Konservasi daya alam secara lestari
agaman hayati
dan ekosistem
Pengawetan keanekaragaman Penelitian, ilmu pengetahuan,
Cagar Alam
hayati dan ekosistem pendidikan dan wisata terbatas

Pada tahun 2015, Presiden Joko Widodo Akan tetapi perusahaan mungkin dapat menjamin
mengeluarkan keputusan1 yang melarang pemberian peruntukan hutan lindung untuk kawasan gambut
izin HGU baru di kawasan hutan primer atau lahan dengan memanfaatkan keputusan Presiden Joko
gambut, baik pada hutan lindung atau produksi Widodo tahun 2015 dan peraturan-peraturan yang
maupun pada kawasan APL. Akan tetapi karena menjadi landasan keputusan tersebut. Meskipun
Presiden tidak memasukkan hutan sekunder atau demikian, karena KSDAE termasuk direktorat yang
hutan regenerasi dalam deskripsinya, maka jenis kekurangan pendanaan, perlu dicatat bahwa suatu
NKT ini masih dapat diserahkan kepada pihak yang peruntukan kawasan lindung atau bahkan konservasi
melakukan pembangunan. Selain itu, revisi peraturan2 tidak menjamin rencana kelola yang aktif untuk
yang mendukung instruksi Presiden Joko Widodo melindungi kawasan tersebut. Dengan demikian,
telah banyak dikritik oleh kelompok aktivis lingkungan perusahaan harus bekerja sama dengan masyarakat
karena tidak menjelaskan rencana restorasi dan setempat, LSM, dan pihak berwenang untuk
penanganan masalah izin pertanian yang tumpang secara aktif mendukung dan mencari dana untuk
tindih dengan rencana gambut dan tata ruang yang perlindungan kawasan tersebut.
tidak memberikan perlindungan bagi gambut.

1 Keputusan Presiden No. 8/2015.


2 Peraturan Menteri LHK No. 57/2016.
PA G E 2 9
8. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Seperti yang telah dibahas pada tulisan ini, saat ini kawasan tersebut. Diagram pohon keputusan yang
terdapat berbagai opsi untuk mendapatkan status menguraikan berbagai opsi disajikan pada bagian
dilindungi bagi hutan SKT dan kawasan NKT yang akhir tulisan ini.
ada di dalam konsesi kelapa sawit di Indonesia.
Solusi yang optimal bergantung terutama pada cara Seperti yang ditunjukkan pada diagram pohon
pengklasifikasian kawasan tersebut (APL atau KH, keputusan, solusi yang tepat dari beragam opsi
gambut lindung, gambut budi daya atau non-gambut) mungkin akan muncul sejak awal selama proses
dan minat masyarakat setempat untuk terlibat perencanaan penggunaan lahan. Ada bermacam-
dalam perlindungan atau pengelolaan berkelanjutan macam cara sebagai berikut.

DARI IZIN LOKASI MENJADI HGU: MENDUKUNG


KONSERVASI OLEH MASYARAKAT (HALAMAN 39 DIAGRAM
POHON KEPUTUSAN)
1) Setelah Izin Lokasi didapatkan, perusahaan tujuan apa pun selain konservasi, seperti misalnya
harus memetakan pola peruntukan lahan dalam perkebunan plasma). Jika masyarakat tidak bersedia
izin tersebut (APL, hutan produksi konversi, hutan menyerahkan lahan untuk dilindungi oleh perusahaan,
produksi tetap, hutan produksi terbatas dan hutan maka perusahaan disarankan untuk tidak membeli
lindung). hasil apa pun yang masyarakat dapatkan nantinya
dari lahan tersebut. Ini adalah saat yang tepat bagi
2) Kemudian perusahaan harus bekerja bersama masyarakat dan perusahaan untuk menimbang opsi-
dengan masyarakat setempat agar lebih memahami opsi pendanaan seperti dana ADD atau kredit karbon.
apakah opsi untuk mengklaim Hutan Adat dapat
dilakukan (apakah masyarakatnya dianggap 5) Setelah perusahaan dan masyarakat menyepakati
masyarakat adat). Setelah itu, perusahaan dapat kawasan lindung beserta rencana konservasi dan
melakukan pemetaan partisipatif terhadap kawasan pengelolaannya yang berkelanjutan, perusahaan
mana saja yang dikehendaki masyarakat untuk harus memberi dukungan kepada masyarakat
mereka pegang sendiri dan mana yang akan dalam mengajukan permohonan hak milik, hutan
disewakan kepada perusahaan dengan disertai ganti adat, Hutan Desa atau Hutan Kemasyarakatan. Ini
rugi. tergantung pada peruntukan lahan, dapat tidaknya
masyarakat dianggap masyarakat adat, dan rencana
3) Selanjutnya, harus dilakukan AMDAL (yang kelola masyarakat.
didukung oleh kajian NKT dan SKT) untuk bagian-
bagian kawasan izin lokasi yang diperkenankan untuk 6) Perusahaan harus memberi dukungan kepada
diganti rugi atau tidak diklaim oleh masyarakat. Kajian masyarakat dalam mengembangkan RPJMD, yang
NKT dan SKT harus dimasukkan dalam AMDAL untuk isinya mencakup rencana konservasi mereka, agar
mendukung klaim konservasi. mendapatkan dana ADD.

4) Selanjutnya perusahaan harus bekerja bersama 7) Jika lahan masuk klasifikasi gambut atau tepian
masyarakat dalam PCP. Tujuannya adalah agar sungai (riparian) yang dilindungi, maka masyarakat
masyarakat memberikan perlindungan dan harus diberikan pemahaman berdasarkan hukum
pengelolaan berkelanjutan untuk seluas-luasnya yang berlaku, mereka wajib melindungi lahan
kawasan NKT dan hutan SKT. Hasilnya adalah tersebut.
rencana konservasi dan pengelolaan partisipatif.
Masyarakat harus diberi pemahaman yang baik 8) Perusahaan juga harus memberi dukungan kepada
bahwa seandainya mereka tidak mau terlibat masyarakat dalam pengajuan permohonan dana
dalam perlindungan sekalipun, perusahaan tetap ADD.
PA G E 3 0

akan mengusahakan cara perlindungan lain untuk


lahan tersebut (di mana masyarakat nantinya tidak
akan dapat memanfaatkan lahan tersebut untuk
PERLINDUNGAN LAHAN DALAM KAWASAN HGU
(HALAMAN 40)
9) Jika ada kelebihan kawasan NKT dan hutan SKT mendapatkan kawasan konservasi yang lebih luas lagi
yang tidak dapat dimasukkan ke dalam wilayah melalui negosiasi.
pengelolaan masyarakat, atau jika ada areal yang
sudah menjadi kawasan HGU sementara terdapat 12) Jika perusahaan telah mengajukan proposal
kawasan NKT dan hutan SKT di dalamnya, maka ada pembangunan kelapa sawitnya kepada bupati akan
beberapa opsi perlindungan yang dapat dilakukan tetapi belum memasukkan kawasan NKT dan hutan
perusahaan. SKT, maka proposal tersebut dapat direvisi dengan
memasukkan rencana perlindungan dan pengelolaan
10) Jika kawasan dimaksud masuk dalam klasifikasi untuk NKT yang ada untuk kemudian diajukan
gambut dilindungi dalam ‘Peta Fungsi Ekosistem kembali kepada bupati dan pihak lainnya yang
Gambut Nasional’ KLHK, maka perusahaan wajib berwenang (kantor pertanahan, BLH, Kementerian
melindungi kawasan tersebut dan mengajukan peta Pertanian, KLHK dan Kementerian Keuangan).
beserta rencana kelola dan pemantauannya kepada
dinas lingkungan hidup dan kehutanan. Jika luas 13) Melalui komunikasi dengan pemerintah daerah
kawasan gambut yang dilindungi mencapai 40% dari setempat, perusahaan-perusahaan lain yang ada di
kawasan konsesi, maka pemegang konsesi dapat sekitarnya dan masyarakat setempat, disarankan
memohonkan izin tukar menukar lahan. melakukan negosiasi untuk pelaksanaan program
KEE. Dengan peruntukan KEE, maka zona
11) Jika kawasan lindung yang ada bukan merupakan perlindungan yang tidak terfragmentasi (tersambung)
kawasan gambut yang dilindungi, perusahaan harus di dalam kawasan APL akan diakui pada tingkat
mengajukan laporan dan peta AMDAL-NKT-SKT, SK kabupaten atau provinsi dan dikelola bersama-sama
Dirut dan rencana kelola kepada kantor pertanahan oleh berbagai pemangku kepentingan. Ini merupakan
kabupaten, dinas kehutanan dan perkebunan, skenario yang ideal guna memastikan perlindungan
dan BKSDA (jika NKT tersebut berupa spesies jangka panjang dan kelangsungan/keberadaan
dilindungi). Dokumen-dokumen ini harus menyatakan kawasan NKT dan hutan SKT.
bahwa kawasan konservasi tersebut dikelola
secara aktif dan tidak dianggap ‘lahan terlantar’. 14) Akan halnya jika bupati tidak berkenan kehilangan
Selanjutnya perusahaan perlu melaporkan semua lahan APL yang produktif untuk menjadi kawasan
kegiatannya, termasuk di dalamnya pengelolaan lindung, maka perusahaan dapat mengajukan izin
kawasan konservasi, melalui RKL-RPL setiap enam tukar menukar kawasan hutan. Untuk mengidentifikasi
bulan kepada BLH kabupaten/provinsi dan kantor lahan KH yang terdegradasi, perusahaan harus
pertanahan. Secara teknis, HGU dapat memiliki melakukan proses pemetaan dan bernegosiasi
hingga 10% untuk kawasan lindung (terutama dengan masyarakat terdampak untuk mendapatkan
tepian sungai), akan tetapi dimungkinkan untuk hasil yang optimal.

PA G E 3 1
MENDAPATKAN
PERLINDUNGAN DI LUAR
KAWASAN HGU
(HALAMAN 40)
15) Jika pemerintah daerah setempat tidak menyetujui
KEE atau tidak mengabulkan kawasan lindung di
dalam kawasan HGU, maka opsi lainnya yang terbaik
adalah mengeluarkan kawasan NKT/SKT tersebut
dari konsesi HGU serta mendukung bupati dan BPN
untuk membuat kawasan tersebut sebagai daerah
kantong dan melindunginya. Ini dapat dilakukan
dengan menyusun rencana kelola dan pemantauan.

16) Jika opsi pembuatan daerah kantong tidak


dapat dilakukan, perusahaan dapat mengajukan
pengukuhan kawasan hutan kepada bupati dan BPN,
di mana hal ini juga dapat diberikan insentif melalui
tukar menukar kawasan hutan. Untuk melakukan ini,
bupati dan BPN perlu dibantu dalam mengonversi
kawasan ini menjadi KH dan KPH setempat perlu
dibantu dalam penilaian yang mereka lakukan
terhadap kawasan dimaksud. Caranya adalah melalui
penyediaan laporan dan peta untuk AMDAL-SKT-
NKT.

17) Jika tidak melakukan ini, perusahaan dapat


menyerahkan data pemetaan yang ada kepada
gubernur yang akan menggunakannya sebagai dasar
bagi dilakukannya pembahasan perubahan proses
RTRW provinsi serta memastikan perlindungan
terhadap kawasan-kawasan NKT dan hutan SKT.
Kawasan untuk perlindungan ini dapat berupa HKm,
kawasan yang dijadikan kantong, KEE, perubahan
klasifikasi menjadi KH atau opsi-opsi lainnya sesuai
tulisan ini. Untuk lebih memperkuat pendekatan
tersebut, perusahaan, LSM dan masyarakat harus
bekerja bersama dengan dinas pemerintah daerah
setempat (barangkali dapat dilakukan melalui Inisiatif
Satu Peta) untuk memetakan kawasan NKT, hutan
SKT dan kawasan adat yang ada di suatu areal dalam
rangka menyusun rencana konservasi partisipatif.
Rencana ini nantinya dapat diajukan kepada gubernur
dan DPRD untuk mendapatkan persetujuan akhir dan
dimasukkan ke dalam RTRW.

Adapun di kawasan-kawasan di mana pemerintah


daerah tidak terlibat dalam perlindungan kawasan
NKT, maka pihak manajemen perkebunan harus
sangat memahami peraturan perundangan yang
melindungi NKT (Tabel 1) dan mampu menyampaikan
peraturan tersebut kepada pihak berwenang
setempat atau mahkamah agung agar semua
kawasan dapat dilindungi. Akan tetapi sebagian
besar usaha ini membutuhkan dukungan politik dan
banyak pihak yang akan mendapatkan manfaat
dari perubahan kebijakan yang akan terjadi. Bagian
selanjutnya dalam tulisan ini menjelaskan reformasi
kebijakan yang akan membantu dalam melaksanakan
berbagai opsi yang dijelaskan dalam tulisan ini.
8.1. REKOMENDASI KEBIJAKAN
Laporan ini tidak mencakup bahasan bagaimana Lingkungan dan KSDAE perlu bekerja sama secara
melakukan perubahan yang bermanfaat terhadap erat dalam melakukan pemetaan dan memastikan
seluruh kebijakan yang ada. Meski demikian, penting dilindunginya kawasan-kawasan NKT. Jika ditemukan
untuk menyebutkan beberapa pengembangan NKT di dalam kawasan APL yang tidak dapat
kebijakan terbaru yang dapat menghadirkan lebih dikelola oleh masyarakat, maka BKSDA memerlukan
banyak opsi agar perusahaan dapat melindungi hutan kewenangan dan bantuan keuangan untuk
dan NKT yang ada di dalam konsesi maupun wilayah menetapkan zona NKT APL khusus (kemungkinan
pasoknya, bahkan lebih baik dari opsi-opsi yang KEE) agar kawasan tersebut memperoleh pengakuan
dijelaskan dalam tulisan ini. dan perlindungan sebagai kawasan konservasi yang
berada di luar KH.
Semenjak pelantikannya tahun 2014, Presiden
Joko Widodo telah menjadi pembela yang Reformasi kebijakan pemanfaatan lahan juga dapat
kuat dan ambisius bagi lingkungan hidup di dipergunakan sebagai sarana/landasan untuk
Indonesia. Di awal masa jabatannya, beliau telah meninjau prosedur pembangunan perkebunan.
menandatangani Deklarasi New York tentang Periode kritis, yakni masa antara perolehan Izin Lokasi
Hutan (23 September 2014) yang bertujuan untuk dan HGU, dapat diperpanjang agar mendukung
mengurangi laju kehilangan luasan hutan alam prosedur pemetaan dan negosiasi yang sifatnya
menjadi hanya separuhnya saja selambatnya tahun sensitif dan dibutuhkan untuk melindungi satwa
2020 dan menghentikannya secara total pada liar, fungsi ekosistem dan hak-hak masyarakat.
tahun 2030. Pemerintah masih berjuang untuk Pemerintah juga dapat meninjau Kepmenhut
mereformasi kebijakan-kebijakan pemanfaatan 70/1995 tentang pengendalian dan pemanfaatan
lahan dan meningkatkan hak atas tanah secara lahan terlantar guna memasukkan mekanisme yang
adat agar dapat semakin melindungi lahan gambut jelas bagi perusahaan yang hendak memastikan
dan hutan, sekaligus memenuhi ikrar Indonesia perlindungan terhadap lebih dari 10% lahan
dalam mengurangi emisi GRK-nya sebesar 29% HGU-nya sehingga memastikan agar kelebihan
selambatnya tahun 2030. Pemerintah menargetkan pada luasan lahan konservasi tidak disalahartikan
pemenuhan ikrar ini melalui beberapa kegiatan, yaitu sebagai ‘terlantar’ dan diklaim kembali oleh BPN.
pendistribusian ulang luasan 12,7 juta ha hutan Sangat penting agar Pemerintah mengakui secara
kepada masyarakat setempat dan adat, pemulihan publik bahwa kajian, konservasi, pemantauan dan
dua juta ha gambut melalui BRG, dan reformasi pengelolaan kawasan NKT yang berada dalam
kebijakan pemanfaatan lahan di Indonesia. konsesi HGU bukanlah perbuatan melanggar hukum,
melainkan suatu bentuk kewajiban dan tanggung
Reformasi kebijakan pemanfaatan lahan di Indonesia jawab perusahaan sebagaimana diatur dalam
adalah hal yang amat penting. Dalam hal ini, secara peraturan perundangan yang berlaku.
khusus konsep NKT Pemerintah haruslah didukung
oleh dan dituangkan dalam SK Bersama beberapa Rekomendasi yang lain adalah menyempurnakan
menteri yang mengatur definisi jelas NKT serta proses AMDAL dengan menggunakan metodologi
pengakuan nilai tersebut sebagai entitas yang NKT dan SKT. Metodologi ini juga dapat digunakan
dilindungi di bawah pengelolaan KLHK, sebagaimana untuk memperkuat proses yang digunakan KLHK
yang dilakukan pada zona sempadan sungai. Sejalan dalam menentukan batas kawasan hutan konservasi,
dengan ini, Direktorat Planologi Kehutanan dan Tata lindung, dan produksi (lih. Tabel 3).

Kawasan Ekosistem Leuser, Aceh


PA G E 3 2
PA G E 3 3
8.2. KAJIAN YANG DIREKOMENDASIKAN UNTUK
DILAKUKAN SELANJUTNYA
Ada beberapa kajian yang dapat dilakukan di masa • Analisis kesenjangan antara kajian AMDAL dan SKT-
yang akan datang guna meningkatkan pemahaman NKT bisa menjadi kunci untuk menentukan mana saja
akan opsi-opsi perlindungan NKT pada lahan yang bidang-bidang SKT/NKT yang dapat memperkuat
dikelola oleh perusahaan, yaitu sebagai berikut. proses AMDAL.

• Disarankan untuk melakukan survei yang serupa • Studi kasus terhadap upaya yang berhasil maupun
mengenai kemungkinan untuk melindungi NKT yang tidak dalam memengaruhi proses RTRW untuk
ditemukan dalam kawasan perusahaan pemegang mengubah kawasan lindung dan areal pembangunan
konsesi perkebunan karet, kayu, pulp dan kertas dalam rangka membangun suatu mekanisme
sebagai kajian lanjutan. bekerja dengan pemerintah daerah setempat dalam
perencanaan pemanfaatan lahan.
• Tulisan ini tidak mendalami mekanisme untuk
menjamin kepenguasaan lahan oleh masyarakat atau • Analisis proses alokasi lahan dilaksanakan oleh
persoalan yang mendorong diabaikannya hak atas Direktorat KLHK untuk memahami bagaimana cara
lahan pada kawasan KH dan APL. Kajian yang akan menandai KH untuk dikonversi menjadi APL.
dilakukan selanjutnya dapat mempertimbangkan
dukungan hukum untuk proses FPIC dan bagaimana • Direkomendasikan untuk melakukan studi yang
FPIC dapat mendukung proses ganti rugi untuk memperbandingkan kajian kasus ‘daerah kantong’
memberikan kompensasi bagi masyarakat atas di Kapuas Hulu, Ketapang, dan Kutai Kartanegara
lahannya. untuk semakin memahami mekanisme yang perlu
diajukan untuk jenis kawasan lindung ini dan
• Untuk mendorong perusahaan skala kecil dan kelompok-kelompok yang bertanggung jawab untuk
menengah dalam melindungi kawasan NKT/ melindunginya.
SKT, diperlukan dua kajian, yaitu kajian yang
mengembangkan kasus bisnis guna melindungi • Studi kasus mengenai bagaimana berbagai
kawasan ini dan kajian yang menganalisis biaya kelompok konservasi dan masyarakat menyusun
kajian AMDAL, SKT, dan NKT, serta pengelolaan dan RPJMD mereka untuk merencanakan konservasi oleh
pengawasan per hektar yang dilakukan selanjutnya. masyarakat dan mendapatkan dana ADD.
PA G E 3 5
LAMPIRAN
DIAGRAM POHON KEPUTUSAN: OPSI UNTUK
MELINDUNGI KAWASAN NKT DAN HUTAN SKT YANG
ADA PADA ZONA PERTANIAN DI INDONESIA
Untuk diperhatikan:
Diagram pohon keputusan berikut ini tidaklah bersifat wajib. Diagram pohon keputusan ini mewakili berbagai opsi
yang dapat diambil oleh perusahaan untuk melindungi kawasan NKT dan hutan SKT yang ada di dalam konsesinya.
Diagram pohon keputusan ini dimaksudkan untuk digunakan bersamaan tulisan berjudul ‘Protecting HCV areas and
HCS forests found on oil palm estate’.
Jika perusahaan memiliki persoalan kompensasi yang belum terselesaikan atau jika perusahaan memiliki hubungan
yang kuat dengan pemerintah daerah kabupaten atau masyarakat setempat, maka mereka perlu melompati beberapa
tahap agar mendapatkan opsi yang lebih sesuai.
Diagram pohon keputusan ini beserta tulisan‘Protecting HCV areas and HCS forests found on oil palm estate’ yang
menyertainya didasari atas informasi terbaik yang tersedia sejak bulan April 2017. Informasi ini sangat mungkin berubah,
tergantung pada peraturan daerah setempat dan peraturan baru yang dikeluarkan. Contohnya yang mengatur mengenai
restorasi gambut pada kawasan APL.
Izin Lokasi PA G E 3 6
DARI IZIN LOKASI HINGGA HGU: MENDUKUNG dari bupati
KONSERVASI OLEH MASYARAKAT
Petakan peruntukan-peruntukan lahan yang ada
Dipetakannya pola peruntukan lahan yang ada dalam
konsesi izin lokasi (APL, Hutan Produksi Konversi, dsb.)
Apakah masyarakatnya
dianggap ‘masyarakat adat’
(lih. Bagian 7.1)?
Penilaian terhadap Masyarakat Setempat

3 th + 1 th jika >50% luasan HGU telah didapatkan dari masyarakat


Memahami apakah masyarakat setempat memiliki hak
yang sah atas lahan (hak adat, dsb.)
Y T
Pemetaan Partisipatif
Terlepas dari lahannya berada di kawasan 1. Batas wilayah adat (NKT 5&6)
berstatus APL atau KH, beri dukungan kepada
Apakah lahan ber-
2. Wilayah-wilayah yang hendak dijual/disewakan oleh
masyarakat dalam mendapatkan kepemilikan status KH atau APL?
masyarakat
lahan Hutan Adat
Y NKT/SKT/AMDAL: hutan/NKT yang diiden-
KH APL tifikasi
1. Di wilayah masyarakat yang hendak dijual
2. Di luar wilayah masyarakat
IUP

IUP akan berakhir dalam waktu 2 tahun jika tidak


Beri dukungan kepada
Beri dukungan kepada
masyarakat dalam memperoleh
masyarakat dalam Perencanaan Konservasi Partisipatif
peruntukan Hutan Desa atau
memperoleh Hak Milik (PCP)
Hutan Kemasyarakatan

mendapatkan HGU
Negosiasi dan perencanaan konservasi
melalui FPIC
UKL-UPL
Mendapatkan Hak atas Tanah
Beri dukungan kepada desa dalam mengajukan Izin Lingkungan
rencana pembangunan berkelanjutannya (RPJMD) untuk Apakah masyarakat T HGU
mendapatkan dana desa dan melaksanakan rencana berkeinginan men-
konservasinya
gelola lahan? Hal. 37 di bawah ini: melindungi lahan yang ada
dalam kawasan HGU
MELINDUNGI LAHAN YANG ADA DALAM KAWASAN HGU
PA G E 3 7
Apakah kawasan
Jika masyarakat tidak berkeinginan mengelola Mengajukan peta kawasan gambut NKT/SKT tersebut
dan melindungi kawasan NKT/SKT sendiri, maka yang akan dilindungi kepada pihak dianggap sebagai
perusahaan harus mencoba mencari opsi untuk setempat yang berwenang
Y
‘gambut lindung’?
melindungi sendiri wilayah yang berada dalam
kawasan HGU tersebut
T
Kawasan tersebut dilindungi oleh
peraturan nasional tentang gambut
Kirimkan laporan NKT/SKT, SK Dirut,
rencana kelola, RKL-RPL kepada
Apakah dikabulkan BPN. Gunakan ISPO dan peraturan
T pemerintah daerah Negosiasikan program perundangan yang mendukungnya
kabupaten? KEE dengan BPN, untuk memperkuat klaim konservasi
bupati dan perkebu-
nan-perkebunan lain
yang terlibat. Lakukan
Kajian kelayakan untuk Apakah dikabulkan
studi kelayakan PES pemerintah kabu-
mengidentifikasi kawasan untuk membiayai KEE T paten?
pembangunan baru yang hendak
‘ditukar’
Negosiasikan pertukaran antara Negosiasikan pajak yang dikom-
kawasan untuk pembangunan HCV/HCS area
dan kawasan lindung dengan Y pensasikan terhadap pengeluaran
protected in HGU
Y
pemerintah dan masyarakat KEE
setempat
Beritahukan masyarakat
setempat, Dishutbun dan
Laksanakan program KEE dan, jika dapat Kirim laparan RKL-RPL ke
dilakukan, lakukan PES/REDD+ yang BKSDA jika NKT tersebut
Dinas Kehutanan dan Perke-
Apakah pemerintah kabupaten mendukungnya dengan menggunakan izin merupakan spesies dilindungi.
bunan setiap 6 bulan Negosiasikan pengurangan
dan masyarakat mengizinkan IUPHHK-RE
kawasan baru untuk pertukaran pajak dengan bupati
antara kawasan pembangunan
dan kawasan lindung? T Hal. 38 di bawah ini:
Mendapatkan perlindungan di
luar kawasan HGU
MENDAPATKAN PERLINDUNGAN DI LUAR PA G E 3 8
KAWASAN HGU
Negosiasikan dengan bupati dan Apakah dikabulkan
Jika perusahaan tidak mendapatkan perlindungan di dalam BPN perihal pembangunan daerah pemerintah kabu- Y
kawasan HGU, maka kawasan NKT/SKT tersebut tidak ‘kantong’ APL, termasuk di dalamnya paten?
perlu dikeluarkan dari konsesi HGU tersebut dan perusahaan rencana kelola dan pemantauan
perlu bekerja sama dengan pemangku kepentingan lain agar
mendapatkan perlindungan untuk lahan ini
Apakah dikabulkan Keluarkan kelebihan luas
Negosiasikan dengan bupati
Y pemerintah kabu- dan BPN untuk melaksanakan T kawasan konservasi
paten? dari konsesi HGU dan
‘pengukuhan kawasan hutan’ beri dukungan kepada
bupati dan BPN dalam
membuat daerah kantong
T sebagai kawasan lindung,
melalui rencana kelola dan
Keluarkan kelebihan luasan kawasan
pemantauan yang akan
konservasi dari konsesi HGU, beri dukungan dijalankan
kepada pemerintah dalam mengonversi
menjadi KH dan kepada KPH dengan Negosiasikan dengan Apakah dikabulkan
menyediakan laporan SKT/NKT yang bupati dan BPN untuk
merinci perlindungan yang diperlukan bagi
pemerintah kabu- T
melaksanakan tukar paten?
kawasan tersebut. Beri dukungan kepada menukar hutan
rencana kelola dan pemantauan KPH Apakah kabu-
melalui Hutan Kemasyarakatan, Hutan
Y paten memiliki
Desa, Hutan Adat atau KHDTK tutupan hutan
Y >30%?
T
Identifikasi bagian hutan Presentasikan laporan NKT/
Y terdegradasi (dalam KH) SKT/AMDAL bersama dengan
yang akan dibangun (dengan daftar peraturan perundangan
ukuran yang sama dengan Identifikasi bagian hutan yang mendukungnya
luas lahan yang akan terdegradasi (dalam KH) yang
Negosiasikan dengan kepada gubernur dengan
Apakah dikabulkan dijadikan kawasan lindung) akan dibangun (dengan ukuran
bupati dan BPN untuk menggunakan ini sebagai
pemerintah kabu- ½ dari luas lahan yang akan
paten? melaksanakan tukar dijadikan kawasan lindung) dasar bagi proses
menukar hutan pembahasan perubahan
RTRW (provinsi) dan pastikan
adanya perlindungan untuk
T nilai-nilai konservasi

Anda mungkin juga menyukai