Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Kedokteran adalah ilmu yang sarat teknologi tinggi dan selalu berkembang
setiap saat. Penggunaan zat-zat radioaktif merupakan bagian dari teknologi nuklir
yang relatif cepat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Hal ini disebabkan zat-
zat radioaktif mempunyai sifat-sifat yang spesifik, yang tidak dimiliki oleh unsur-
unsur lain. Dengan memanfaatkan sifat-sifat radioaktif tersebut, maka banyak
persoalan yang rumit yang dapat disederhanakan sehingga penyelesaiannya
menjadi lebih mudah.

Perkembangan spektakuler telah dibuat dibidang radiologi. Pengenalan


dan perubahan dari modalitas pencitraan baru, menfasilitasi proses yang kadang-
kadang susah untuk diagnosis. Perkembangan tehnologi baru juga membawa
kerugian. Mereka membawa kontribusi akan kenaikan biaya perawatan medis
yang dramatis dan sering membuat dokter untuk mencoba melanjutkan dengan
modalitas pencitraan terbaru, untuk meminta terlalu banyak pemeriksaan
radiologis yang tidak penting.(1)

Pada awal dekade 1970 dan berlanjut sampai 1990-an, teknologi dalam
bidang radiologi diagnostik berkembang sangat pesat. Termasuk berkembangnya
modalitas imaging ultrasonography (USG), computed tomography (CT),
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan scintigraphy. Modalitas ini sangat
membantu dalam penegakkan diagnosis dan penentuan lokasi berbagai kelainan
pada sistem muskuloskeletal. Meskipun plain foto masih menjadi pilihan
penunjang diagnosis secara luas, kita juga perlu memikirkan indikasi perlunya
penggunaan penunjang diagnosis lain yang lebih canggih seperti scintigraphy
pada berbagai kasus1.
Computerized tomography (CT) adalah suatu teknik tomografi sinar X
dimana pancaran sinar X melewati sebuah potongan aksial yang tipis dari
berbagai tujuan terhadap pasien.7

1
CT Scan merupakan perpaduan antara teknologi sinar-x, komputer dan
televisi sehingga mampu menampilkan gambar anatomis tubuh manusia dalam
bentuk irisan atau slice. 8
.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. PLAIN RONTGEN
Perkembangan spektakuler telah dibuat dibidang radiologi. Pengenalan
dan perubahan dari modalitas pencitraan baru, menfasilitasi proses yang kadang-
kadang susah untuk diagnosis. Perkembangan tehnologi baru juga membawa
kerugian. Mereka membawa kontribusi akan kenaikan biaya perawatan medis
yang dramatis dan sering membuat dokter untuk mencoba melanjutkan dengan
modalitas pencitraan terbaru, untuk meminta terlalu banyak pemeriksaan
radiologis yang tidak penting.(1)
Pengetahuan dasar dari modalitas pencitraan yang tersedia sangat penting
untuk mendiagnosa kelainan yang sering dijumpai dari tulang dan sendi, hal ini
dapat membantu menentukan teknik radiologi yang paling efektif, meminimalkan
biaya pemeriksaan sama baiknya dengan paparan pasien terhadap radiasi.
Akhirnya, penting untuk memilih modalitas yang tepat untuk jenis khusus dari
abnormalitas orthopedi dan ketika menggunakan tehnik konvensional (dinamakan
radiografi “plain”), menjadi familer dengan posisi dan tehnik yang menunjukkan
abnormalitas terbaik. Penting untuk menekankan kembali bahwa radiografi
konvensional tetap cara paling efektif untuk menunjukkan abnormalitas tulang
dan sendi.(1)
Penggunaan teknik radiografi berbeda dalam mengevaluasi adanya, tipe
dan luas dari berbagai abnormalitas tulang, sendi dan jaringan lunak. Oleh karena
itu, radiologist dan ahli bedah orthopedi harus tahu indikasi untuk penggunaan
masing-masing teknik, keterbatasan dari modalitas khusus dan pendekatan
radiologi terkait untuk abnormalitas pada tempat tertentu. Pertanyaan: apakah
modalitas yang harus saya gunakan untuk masalah khusus ini ? Sering ditanyakan
oleh radiologis dan juga oleh ahli bedah orthopedi, meskipun banyak algoritme
tersedia untuk evaluasi berbagai masalah pada tempat anatomis yang berbeda,
jawabannya tidak selalu ditetapkan secara jelas. Pemilihan tehnik untuk
pencitraan abnormalitas tulang dan jaringan lunak ditentukan tidak hanya oleh

3
penampilan klinis, tetapi oleh tersediannya peralatan, keahlian dan biaya.
Pembatasan dapat juga ditentukan oleh kebutuhan individu pasien.(1)
Tak masalah apapun teknik tambahan yang digunakan, radiografi
konvensional harus tersedia untuk perbandingan. Telah lama pilihan teknik
pencitraan ditentukan oleh jenis abnormalitas yang dicurigai. Untuk singkatnya,
jika osteonecrosis dicurigai setelah melakukan radiografi konvensional,
pemeriksaan selanjutnya harus MRI, yang mendeteksi perubahan nekrosis
ditulang jauh sebelum plain film, tomografi, CT atau scintigrafi menjadi positif.
Pada evaluasi kerusakan internal dari lutut, film konvensional harus dikerjakan
pertama dan jika abnormalitas tidak tampak nyata harus diikuti oleh MRI, karena
modalitas ini memberikan resolusi kontras yang baik dari sumsum tulang,
kartilago artikularis, ligamen, meniskus, dan jaringan lunak. Untuk mendiagnosis
tumor tulang, radiografi konvensional dan tomografi masih merupakan standar
baku untuk tujuan diagnosis.(1)
Cara memposisikan pasien secara tertentu ketika radiografi dilakukan
memberi kesempatan untuk mengevaluasi tempat anatomis tersembunyi lain dan
yang lebih sesuai menunjukan kelainan khusus. Proyeksi frog-lateral pada
panggul, sebagai contoh, lebih baik daripada proyeksi antero posterior (AP) untuk
pencitraan tanda-tanda dicurigainya osteonecrosis caput femur dengan lebih cepat
menunjukan tanda “bulan sabit”, gambaran radiologis dini dari kondisi ini.
Proyeksi frog lateral juga sangat membantu dalam diagnosis dini dari bergesernya
epifisis capital femoris. Demikian juga, permintaan teknik khusus dapat
mengidentifikasi lesi yang sulit di deteksi pada radiografi rutin.(1)
Modalitas yang paling sering digunakan untuk evaluasi kelainan tulang
dan sendi, terutama kondisi traumatik adalah radiografi konvensional (plain film).
Radiologis harus dikerjakan paling tidak 2 posisi dari tulang terkait, sudut 90 0 satu
sama lain, dimana tiap posisi mencakup 2 sendi didekatnya, ini menurunkan
resiko dari lepasnya fraktur terkait, subluksasi dan/atau dislokasi pada tempat
yang jauh dari cidera primer yang nyata. Pada anak-anak seringkali perlu untuk
melakukan radiografi pada ekstremitas normal yang tidak sakit untuk
perbandingan. Biasanya film standar terdiri dari posisi antero posterior dan lateral,
kadang-kadang oblique dan posisi khusus diperlukan, terutama pada evaluasi

4
struktur yang kompleks seperti siku, pergelangan tangan, pergelangan kaki dan
pelvis. Posisi pembebanan mungkin bernilai untuk evaluasi dinamik dari rongga
sendi dibawah beban tubuh. Proyeksi khusus mungkin sewaktu-waktu dibutuhkan
untuk memperlihatkan abnormalitas tulang atau sendi untuk perkembangan
selanjutnya.(1)

1.1 CARA MEMBACA PLAIN RONTGEN


Untuk ketepatan diagnosis kualitas sinar X harus dengan standar baik,
seperti pemposisian dan pemancaran secara adekuat, pencucian yang baik,
pengeringan yang baik dan bebas dari artifak.(2)
Lihat gambar dengan sinar terang, teruskan langkah berikut - konfirmasi
nama pasien, jenis pandangan sinar X yang diambil, bagian yang diambil, adanya
pencantuman dan sisi dari anggota gerak atau area. Lalu baca secara sistematis.(2)
A. Bayangan jaringan lunak - meningkat, normal, menurun, tekstur yaitu
gambaran yang jelas dari lapisan yang berbeda; gambaran “ground glass”
(homogen) dll. Beberapa kandungan abnormal seperti bayangan didaerah
jaringan lunak seperti :

Bayangan radioopak seperti benda asing logam, serpihan penulangan
(seperti sequestrum, masa miositik)

Daerah tembus pandang yang terjepit, seperti udara dijalur sinus, gas
didaerah otot (gas gangren), emfisema pembedahan.
B. Sendi, ruang sendi (ruang radiologis = ruang sendi anatomis + daerah yang
terisi tulang rawan sendi)

Jernih, kabur

Lebar, normal, menyempit

Regular, sama

Seberapa bayangan radioopak diruang sendi

Seberapa trabekulasi penulangan yang melewati sendi
C. Tulang persendian

Hubungan antara tulang persendian (selalu dibandingkan dengan sisi
sebelahnya jika mungkin) untuk kongruitas - normal, subluksasi (dislokasi
parsial), dislokasi (disosiasi komplit)

5

Tepi - sama, erosi, destruksi, osteofit, kolaps

Area subchondral - kondensasi (pemadatan), penipisan, rongga
menyerupai kista, destruksi, sequestrum.

D. Pada bayangan tulang panjang cari:



Kesegarisan (alignment) secara keseluruhan

Perbedaan area - tepi sendi, area metafisis, area diafisis.

Bayangan korteks-tekstur – normal, menebal, menipis, destruksi,
terputusnya kontinuitas, posisi tulang reaktif (superiosteal longitudinal)

Bayangan medulla terutama di area diafisis - beberapa area kistik, tekstur,
beberapa isi abnormal.

Gambaran kartiko medullar

Kondisi bayangan lempeng pertumbuhan (pada kasus bayi, anak dan
remaja) - keseragaman, kedalaman, destruksi, fusi prematur, fusi irreguler.
(2)

2. MRI
Resonansi magnetik (MR) merupakan salah satu cara pemeriksaan
diagnostik dalam ilmu kedokteran, khususnya radiologi, yang menghasilkan
gambaran potongan tubuh manusia dengan menggunakan medan magnet tanpa
menggunakan sinar x.
Prinsip dasar MR adalah inti atom yang bergetar dalam medan magnet.
Prinsip ini pertama kali ditemukan oleh Bloch dan Purcell pada tahun 1946.
Dengan penemuan tersebut mereka mendapatkan hadiah Nobel. Pada prinsip ini
proton yang merupakan inti atom hydrogen, bila atom hydrogen ini ditembak
tegak lurus pada intinya di dalam medan magnet berfrekuensi tinggi secara
periodik, maka proton tersebut akan bergetar/bergerak. Dan bila medan magnet
berfrekuensi tinggi ini dimatikan, maka proton yang bergetar tadi akan kembali ke
posisi semula dan akan menginduksi dalam satu kumparan untuk menghasilkan
sinyal elektrik yang lemah.
Bila hal ini terjadi berulang-ulang dan sinyal elektrik tersebut ditangkap
kemudian diproses dalam komputer akan dapat disusun menjadi suatu gambar.

6
Sejak penemuan ini, para ahli mulai mengembangkannya dalam bidang
fisika dan kimia. Baru pada tahun 1977 sebuah alat MR untuk pemeriksaan tubuh
untuk pertama kali dipergunakan. Hasilnya masih kurang baik dan memerlukan
waktu pemeriksaan yang lama. Baru pada tahun 1980 alat MR mulai ramai
digunakan di rumah sakit besar, terutama di Amerika dan Eropa.
Metode ini dipakai pada tubuh manusia, karena manusia mempunyai
konsentrasi atom hydrogen yang tinggi (70%). Untuk menghasilkan sebuah
gambar dari proton, dibutuhkan tenaga medan magnet 0,15-0,5 Tesla yang
dihasilkan melalui elektromagnet. Untuk suatu medan magnet yang rendah 0,25
Tesla dibutuhkan kumparan yang normal dimana tenaga listrik dirubah menjadi
panas. Untuk suatu medan magnet diatas 0,3 Tesla dibutuhkan suatu kumparan
istimewa/super. Kumparan ini ekstrim dingin (-269ºC), sehingga tahanannya tidak
ada sama sekali (nol). Oleh karena itu, kumparan super ini tidak memakai listrik.

Keuntungan pemeriksaan dengan teknik MR ialah :


1. Tidak memakai sinar –X
2. Tidak merusak kesehatan pada penggunaannya yang tepat
3. Banyak pemeriksaan yang dapat dikerjakan tanpa memerlukan zat kontras
4. Disamping gambar informasi yang jelas, MR jug dapat menunjukkan
parameter biologik

7
5. Potongan yang dihasilkan dapat 3 dimensi (aksial, frontal, dan sagital) dan
bahkan banyak potongan dapat dibuat hanya dalam satu waktu (dapat
membuat lebih dari 8 potongan sekaligus)

Saat ini MR merupakan pemeriksaan rutin di klinik/rumah sakit besar.


Dengan MR pada prinsipnya hampir seluruh organ tubuh dapat diperiksa, mulai
dari kepala sampai kaki. Terutama untuk pemeriksaan kepala dan tulang belakang,
yang pada pemeriksaan CT scan tidak dapat dilihat kelainannya.

2.1 MRI DALAM ORTHOPAEDI


Selain roentgenografi rutin,tidak ada metode pencitraan yang memberikan
efek yang besar dalam bidang orthopaedi seperti halnya MRI. MRI meghasilkan
gambaran kontras jaringan lunak yang baik, serta kemampuan multiplanar dengan
resolusi spatial yang mendekati gambaran yang dihasilkan dengan CT scan. MRI
memiliki hasil pencitraan yang melampaui metode pencitraan yang lebih tua
seperti myelografi, arthrografi, dan bahkan angiografi. Dalam beberapa area
seperti lutut dan bahu, MRI telah berfungsi sebagai alat diagnostic yang kuat,
membantu ahli bedah untuk mengevaluasi struktur-struktur yang tak tampak
dengan teknik-teknik yang noninvasive. Sebagai teknologi yang masih
berkembang, fungsi utama dari MRI dalam orthopaedi masih belum tergali
sepenuhnya. Perbaikan lebih lanjut akan mengungkapkan lebih lanjut peran dari
MRI dalam bidang orthopaedi dan dalam bidang kesehatan lainnya.

2.2 JENIS-JENIS SCAN MRI


Meski ada banyak studi membahas masalah magnetisasi dan signal RF,
namun metode dan waktu eksitasi serta perolehan signal dapat divariasikan agar
dapat mempengaruhi volume jaringan. Untuk pemeriksaan kerangka otot, MRI
menggunakan teknik spin-echo yang menghasilkan bobot T1, kepadatan proton,
dan gambar bobot T2. T1 dan T2 adalah karakteristik jaringan spesifik. Harga ini
merefleksikan ukuran tingkat relaksasi sampai kondisi stabil. Dengan
memvariasikan waktu aplikasi denyut RF (TR atau masa repetisi) dan waktu
perolehan signal balik (TE atau echo time), maka rangkaian gambar semakin

8
menonjolkan karakteristik T1 atau T2. Umumnya, lemak memiliki gambar T1
bersignal tinggi (terang/jelas) sedangkan cairan memiliki gambar T2 bersignal
tinggi. Struktur T1 di materi lemak atau materi berkadar air sedikit seperti tulang
rawan, tendon, dan ligamen cenderung gelap. Sebenarnya ada metode
pengambilan gambar lebih cepat. Teknik spin-echo cepat dapat mengurangi
panjang rangkaian T2 sebanyak dua per tiga atau lebih. Sayangnya, gambar yang
dihasilkan agak kabur sehingga turut mengaburkan abnormalitas seperti robekan
meniskal. Signal lemak di gambar spin-echo sangatlah jelas, masalah ini dapat
diatasi dengan teknik supresi lemak secara kimiawi (Gambar 2-1). Supresi lemak
juga dapat dilakukan dengan rangkaian STIR. Teknik supresi lemak (fat
suppression) dapat digunakan untuk mendeteksi edema di sumsum tulang
belakang ataupun di jaringan-jaringan lunak; dari sini juga bisa diketahui
kemungkinan trauma dan neoplasma. Metode gambar cepat lainnya (teknik
gradient-echo) digunakan untuk mendapatkan gambar tulang rawan (seperti
gambar labrum glenoid). Kebanyakan studi MRI tersusun atas sejumlah rangkaian
pengambilan gambar, disesuaikan sedemikian rupa demi mendeteksi dan
mendefinisikan proses patologi tertentu. Karena bidang gambar (axial, sagital,
coronal, oblique) dan tipe rangkaian (T1, T2, gradient-echo) ditentukan terlebih
dahulu, maka siapapun harus benar-benar memahami masalah klinis agar bisa
menghasilkan gambar berkualitas tinggi.

Gambar.. 2.
Ada berbagai macam sistem gambar MRI. Scanner dikelompokkan
berdasarkan kekuatan medan. Scanner bermedan tinggi biasanya memiliki
kekuatan medan 1 sampai 1,5 tesla (T). Scanner bermedan rendah memiliki
kekuatan medan 0,3 T atau kurang dari itu. Sampai sekarang masih belum jelas

9
bagaimana cara kerja sistem scanner bermedan tinggi dan rendah. Keduanya
memiliki kelebihan masing-masing. Sebagai contoh, scanner bermedan tinggi
lebih mampu menghasilkan gambar bersignal tinggi, dengan waktu scanning lebih
cepat, tampilan lebih tipis dan medan pandang lebih kecil. Scanner bermedan
rendah tidak menyediakan supresi lemak. Scanner ini biasanya disebut sebagai
konfigurasi ‘terbuka’ karena pasien merasa lebih nyaman, lebih mudah
menampilkan gambar struktur off-axis seperti siku dan pergelangan tangan.
Sistem scan ini juga lebih murah dan lebih mudah dioperasikan. Kualitas dan
akurasi kedua sistem ini masih diperdebatkan. Belum banyak studi tentangnya,
ada yang menunjukkan perbedaan akurasi diagnostik keduanya (tidak
signifikannya evaluasi menisci dan ligamen lutut). Masih belum jelas apakah
akurasi ini perlu diperbandingan dengan pemeriksaan rangka otot lain atau tidak.
Barangkali di kemudian hari sistem bermedan tinggi perlu dikombinasikan
dengan konfigurasi ‘terbuka’ atau mengkombinasi kedua sistem sekaligus.
Selama pengambilan gambar (biasanya yang diambil gambarnya adalah
lingkaran utama), pasien ditempatkan di tabung cekung. Akan lebih memuaskan
bila yang dipelajari adalah dada, abdomen atau pelvis karena inilah area terbesar
yang dapat dievaluasi. Dalam sistem musculoskeletal (rangka otot), yang paling
banyak diperiksa adalah pinggul, paha atau kaki. Untuk mengevaluasi struktur
terkecil (seperti menisci lutut), maka yang diperlukan adalah lingkaran
permukaan khusus. Ada berbagai tipe lingkaran permukaan seperti lingkaran yang
sesuai untuk bagian tubuh tertentu seperti tulang belakang, bahu, paha, dan tulang
sendi temporomandibular, lingkaran fleksibel dan lingkar tangan/kaki. Lingkaran
ini berfungsi sebagai antena yang diletakkan sedekat mungkin dengan volume
gambar agar signal dan resolusinya semakin baik. Satu-satunya kelemahan sistem
ini adalah keterbatasan area yang dapat diamati. Baru-baru ini, lingkaran yang
lebih besar telah berhasil dikembangkan dengan teknologi penyusunan teratur;
dari sini akan didapat signal yang lebih baik. Ini berlaku untuk lutut, bahu, torso
dan lain-lain yang sesuai dengan sistem MRI terbaru. Pemilihan lingkaran optimal
merupakan syarat mendapatkan gambar tulang sendi (atau bagian kecil lainnya)
berkualitas tinggi.

10
3. CT Scan
Ketepatan suatu diagnosa akan sangat membantu dalam penanganan terapi
suatu penyakit, oleh karena itu, dibutuhkan fasilitas yang dapat menunjang
prosedur tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan itu dihadirkan failitas
pemeriksaan CT-Scan yang merupakan modalitas radiodiagnostik canggih.
CT Scan ( Computed Tomography Scanner ) adalah suatu prosedur yang
digunakan untuk mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang
tengkorak dan otak.

CT-Scan merupakan alat penunjang diagnosa yang mempunyai


aplikasi yang universal utk pemeriksaan seluruh organ tubuh, seperti sususan
saraf pusat, otot dan tulang, tenggorokan, rongga perut.

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk memperjelas adanya dugaan yang


kuat antara suatu kelainan, yaitu :
a.Gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses.
b.Perubahan vaskuler : malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan infark.
c.Brain contusion.
d.Brain atrofi.
e.Hydrocephalus.
f.Inflamasi.

Gambar 3. CT scan
3.1 Manfaat CT Scanner
CT Scanner memiliki kemampuan yang unik untuk memperhatikan suatu
kombinasi dari jaringan, pembuluh darah dan tulang secara bersamaan. CT
Scanner dapat digunakan untuk mendiagnose permasalahan berbeda seperti :

11
• Adanya gumpalan darah di dalam paru-paru (pulmonary emboli)
• Pendarahan di dalam otak ( cerebral vascular accident)
• Batu ginjal
• Inflamed appendix
• Kanker otak, hati, pankreas, tulang, dll.
• Tulang yang retak

3.2 Komponen Dasar CT Scan

CT-Scan mempunyai dua komponen utama yaitu scan unit dan operatir
konsul. Scan unit biasanya berada didalam ruang pemeriksaan sedangkan operator
konsul letaknya terpisah dalam ruang kontrol.12

Scan unit terdiri dari dua bagian yaitu gentry dan couch (meja pemeriksaan).

a. Gentry
Didalam CT-Scan, pasien berada di atas meja pemeriksaan dan meja
tersebut bergerak menuju gentry. Gentry ini terdiri dari beberapa perangkat
yang keberadaannya sangat diperlukan untuk menghasilkan suatu gambaran,
perangkat keras tersebut antara lain tabung sinar-x, kolimator dan detector.12
1) Tabung Sinar-x
Berdasarkan strukturnya, tabung sinar-x sangat mirip dengan tabung sinar-
x konvensional namun perbedaannya terletak pada kemampuannya untuk
menahan panas dan output yang tinggi.12
2) Kolimator
Kolimator berfungsi untuk mengurangi radiasi hambur membatasi jumlah
sinar-x yang sampai ke tubuh pasien serta untuk meningkatkan kualitas gambaran.
Tidak seperti pada pesawat radiografi konvensional, CT-Scan menggunakan dua
buah kolimator. Kolimator pertama diletakkan pada rumah tabung sinar-x yang
disebut pre-pasien kolimator. Dan kolimator kedua diletakkan diantara pasien dan
detector yang disebut pre-detektor kolimator atau post pasien kolimator.12
3) Detektor
Selama eksposi berkas sinar-x (foton) menembus pasien dan mengalami
perlemahan (atenuasi). Sisa-sisa foton yang telah ter-atenuasi kemudian
ditangkap oleh detector. Detector memiliki dua tipe, yaitu detektorsolide state dan
detektor isian gas.12
b. Couch (Meja Pemeriksaan)

12
Meja pemeriksaan merupakan tempat untuk memposisikan pasien. Meja
ini biasanya terbuat dari fiber karbon. Dengan adanya bahan ini maka sinar-x yang
menembus pasien tidak terhalangi jalannya untuk menuju ke detector. Meja ini
harus kuat dan kokoh mengingat fungsinya untuk menopang tubuh pasien selama
meja bergerak kedalam gentry.12

Konsul tersedia dalam beberapa variasi. Model yang lama msih


menggunakan dua sistem konsul yaitu untuk pengoperasian CT-Scan sendiri dan
untuk perekaman dan percetakan gambar. Model yang baru sudah memakai sistem
satu konsul dimana banyak memiliki kelebihan dan fungsi. Bagian dari sistem
konsul yaitu: sistem control, sistem pencetak gambar, dan sistem perekam gambar.

a. Sistem Kontrol
Pada bagian ini petugas dapat nengontrol parameter-parameter yang
berhubungan dengan beroperasinya CT-Scanseperti pengaturan kV, mA, waktu
scanning, ketebalan irisan (slice thicknes), dan lain-lain. Juga dilengkapi dengan
keyboard untuk memasukkan data pasien dan pengontrolan fungsi tertentu pada
komputer.12
b. Sistem Pencetakan Gambar
Setelah gambaran CT-Scandiperoleh, gambaran tersebut dipindahkan ke
dalam bentuk film. Pemindahan ini dengan menggunakan kamera multiformat.
Cara kerjanya yaitu kamera merekam gambaran di monitor dan memindahkannya
ke dalam film. Tampilan gambar di film dapat mencapai 2-24 gambar tergantung
ukuran filmnya (biasanya 8x10 inchi atau 14x17 inchi).12
c. Sistem Perekaman Gambar
Merupakan bagian penting yang lain dari CT-Scan. Data-data pasien yang
telah ada disimpan dan dapat dipanggil kembali dengan cepat. 12

Gambar 4 Gantry dan Couc. 12

13
Gambar 2.6 Komputer dan console.12

3.3 Prinsip CT Scan

Sinar X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan


gelombang radio, panas, cahaya, dan sinar ultraviolet, tetapi dengan panjang
gelombang yang sangat pendek. Karena panjang gelombang yang sangat pendek
itu, maka sinar X dapat menembus benda-benda.13
Pada CT, komputer dikerahkan untuk menggantikan peranan film-kaset
dan peranan kamar gelap dengan cairan-cairan developer serta fiksirnya seperti
pada foto sinar X biasa. Tabung Röntgen dan kumpulan detektor berada dalam
suatu wadah yang disebut gantry. Di tengah-tengah gantry tersedia lubang, yang
berfungsi untuk dapat memasukkan atau menggeser meja beserta pasien dengan
motor.3
Mulai pesawat CT generasi ketiga, gantry dapat dimiringkan ke belakang
atau ke depan, masing-masing maksimal sampai 200, sehingga tidak hanya
penampang tegak saja yang dapat dibuat, melainkan juga scan miring dengan
sudut yang dikehendaki.3
Baik tabung Röntgen maupun detektor-detektor bergerak memutari pasien
sebagai obyek yang ditempatkan diantaranya, 3600. Selama bergerak memutar itu,
tabung menyinari pasien dan masing-masing detektor menangkap sisa-sisa sinar X
yang telah menembus pasien, sebagaimana tugas film biasa. Semua data secepat
kilat dikirim ke komputer yang mengolahnya (mengerjakan kalkulasi) secepat
kilat pula. Hasil pengolahan muncul dalam layer TV yang bekerja sebagai

14
monitor. Hasilnya merupakan penampang bagian tubuh yang diputari itu dan
disebut scan.3
Prinsip kerja CT-Scan hanya dapat men-scanning tubuh dengan irisan
melintang (potongan axial). Namun dengan memanfaatkan teknologi komputer
maka gambaran axial yang telah didapatkan dapat diformat kembali sehingga
didapatkan gambaran coronal, sagital, oblique, diagonal bahkan bentuk tiga
dimensi dari objek tersebut. 5
Suatu skala untuk mengukur koefisien atenuasi jaringan pada CT disebut
Hounsfield Unit (HU). Hounsfield Unit juga sering disebut sebagai CT numbers.

Tabel 1. Contoh CT numbers dari Berbagai Jaringan 14


Jaringan CT Numbers (HU)
Tulang 1000
Hepar 40-60
White Matter 20-30
Grey Matter 37-45
Darah 40
Otot 10-40
Ginjal 30
Cairan Serebrospinal 15
Air 0
Lemak -50-(-100)
Udara -1000

3.4 Parameter CT Scan

Beberapa parameter untuk pengontrolan eksposi dan output gambar yang


optimal antara lain:

a. Slice thickness

Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari objek yang diperiksa.
Nilainya dapat di pilih antara 1mm-10mm sesuai dengan keperluan klinis. Ukuran
yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detai yang rendah sebakliknya
ukuran yang tipis akan menghasilkan detai yang tinggi. Jika ketebalan meninggi
akan timbul artefak dan bila terlalu tipis akan terjadi noise.5

b. Range

15
Range adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice thickness.
Pemanfaatan range adalah untuk mendapatkan ketebalan irisan yang berbeda pada
satu lapangan pemeriksaan.5

c. Volume Investigasi

Volume investigasi adalah keseluruhan lapangan dari objek yang diperiksa.


Lapangan objek ini diukur dari batas awal objek hingga batas akhir objek yang
akan diiris semakin besar. 5

d. Faktor Eksposi

Faktor eksposi adalah factor-faktor yang berpengaru terhadap eksposi meliputi


tegangan tabung (kV), arus tabung (mA), dan waktu eksposi (s). Biasanya
tegangan tabung bisa dipilih secara otomatis pada tiap-tiap pemeriksaan.5

e. Filed Of View (FOV)

FOV adalah diameter maksimal dari gambaran yang akan direkonstruksi.


Biasanya bervariasi dan biasanya berada pada rentang 12-50 cm. FOV yang kecil
akan meningkatkan resolusi karena FOV yang kecil mampu mereduksi ukuran
pixel, sehingga dalam rekonstruksi matriks hasilnya lebih teliti. Namun bila
ukuran FOV lebih kecil, maka area yang mungkin dibutuhkan untuk keperluan
klinis menjadi sulit untuk dideteksi.5

f. Gantry tilt

Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertikal dengan gentry
(tabung sinar-x dan detektor). Rentang penyudutan antara -25 derajat sampai +25
derajat. penyudutan gentry bertujuan untuk keperluan diagnosa dari masing-
masing kasus yang dihadapi. Disamping itu bertujuan untuk mengurangi dosis
radiasi terhadap organ-organ yang sensitif.5

g. Rekonstruksi Matriks

Rekonstruksi matrikxs adalah deretan baris dari kolom picture elemen (pixel)
dalam pproses perekonstruksian gambar. Rekonstruksi matriks ini merupakan

16
salah satu struktur elemen dalam lemori komputer yang berfungsi untuk
merekonstruksi gambar. Pada umumnya matriks berpengaruh terhadap resolusi
gambar. Semakin tinggi matriks yang dipakai maka semakin tinggi resolusinya.5

h. Rekonstruksi Algorithma

Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis yang digunakan dalam


merekonstruksi gambar. Penampakan dan karakteristik dari gambar CT-Scan
tergantung pada kuatnya algorithma yang dipilih maka semakin tinggi resolusi
yang gambar yang akan dihasilkan. Dengan adanya metode ini maka gambaran
seperti tulang, soft tissue, dan jaringan-jaringan lain dapat dibedakan dengan jelas
pada layar monitor.5

i. Window Width

Window width adalah rentang nilai computed tomography yang di konversi


menjadi gray levels untuk di tampilkan dalam TV monitor. Setelah komputer
menyelesaikan pengolahan gambar melalui rekonstruksi matriks dan algorithma
maka hasilnya akan di konversi menjadi sekala numerik yang dikenal dengan
nama nilai computed tomography.5

j. Window Level

Window level adalah nilai tengah dari window yang digunakan untuk
penampilan gambar. Nilainya dapat dipilih dan tergantung pada karakteristik
pelemahan dari struktur obyek yang diperiksa. Window level menentukan densitas
gambar.5

3.5 Prosedur Pemeriksaan CT-Scan


Pemotretan awal atau permulaan dilakukan dengan tabung yang dibiarkan
diam, sedangkan pasien dengan mejanya yang tidak digerakkan. Hasilnya adalah
sama dengan foto Röntgen biasa, dan disebut sebagai topogram atau skanogram.3
Skanogram ini dibuat untuk memogramkan potongan-potongan mana saja
yang akan dibuat. Kemudian satu per satu dibuat scan-nya menurut program
tersebut. Dalam hal inilah pasien tetap diam di tempat, sehingga arah scan dapat

17
ditentukan dengan tepat, sedangkan tabung-detektornya (generasi ketiga) atau
tabung (generasi keempat) memutari pasien.3
Prosedur CT dapat dijalankan dengan atau tanpa menggunakan kontras.
Maksud pemberian kontras pada umumnya adalah untuk melihat apakah ada
jaringan, yang menyerap kontras banyak, sedikit, ataukah tidak sama sekali,
dibandingkan dengan jaringan sehat sekitarnya. Hal ini biasa disebut dengan
penyangatan atau dalam bahasa asing enhancement. 3
Penyangatan dapat dibagi atas penyangatan normal dan penyangatan
patologis. Umpamanya setelah suntikan terjadi penyangatan normal pada hepar,
limpa, ginjal, dan pankreas. Penyangatan patologis dapat sangat membantu dalam
pemeriksaan scaning. 3
3.6 Risiko Pemeriksaan CT-Scan
Risiko terhadap pemeriksaan CT-Scan terdiri dari risiko terhadap paparan
radiasi sinar X dan risiko reaksi alergi terhadap pemakaian kontras. CT-Scan
memberikan paparan sinar X yang lebih besar daripada foto Röntgen biasa.
Penggunaan sinar X dan CT-Scan yang berkali-kali dapat meningkatkan risiko
terkena kanker. Akan tetapi, risiko dari sekali pemeriksaan CT-Scan adalah kecil.
Seseorang yang mempunyai riwayat alergi terhadap pemakaian kontras
sebelumnya harus berhati-hati bila akan menjalani prosedur pemeriksaan CT-Scan
dengan kontras. Umumnya kontras yang digunakan untuk penggunaan melalui
vena mengandung iodine.6

4. Kontras

Media kontras adalah senyawa yang digunakan untuk memindai struktur


jaringan lunak seperti pembuluh darah, lambung, rongga perut dan rongga tubuh
lainnya yang tidak terdeteksi oleh pemeriksaan sinar X biasa. Media kontras
memiliki berat atom besar (baik logam atau iodium) yang dapat mengabsorbsi
jumlah sinar X yang berbeda secara bermakna dari jaringan lunak di sekitarnya
sehingga struktur yang diamati dapat terlihat pada pemeriksaan radiografi.

.
4.1 Hipersensitivitas

18
Reaksi anafilaksis terhadap media kontras teriodinasi umumnya terjadi
pada senyawa ionik yang memiliki sifat osmolalitas tinggi. Risiko
hipersensitivitas meningkat pada pasien dengan riwayat asma atau alergi,
hipersensitif terhadap obat, supresi adrenal, penyakit jantung, reaksi terdahulu
terhadap media kontras, dan penggunaan antagonis beta-adrenoseptor (beta
bloker). Media kontras non-ionik lebih disarankan untuk pasien kelompok ini.
Penggunaan beta bloker sebaiknya dihentikan jika memungkinkan.

4.2 Media Kontras Sinar X teriodinasi


4.2.1 Amidotrizoat (meglumin amidotrizoat dan natrium amidotrizoat)
merupakan senyawa organik monomer ionik teriodinasi. Meskipun kedua bentuk
garam digunakan secara tunggal dalam radiografi diagnostik (termasuk CT scan),
campuran keduanya sering dipilih karena dapat meminimalkan efek samping dan
meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan. Amidotrizoat digunakan secara luas
termasuk dalam urografi, pemeriksaan kantong empedu, saluran empedu dan
limpa. Risiko terjadinya efek samping cukup tinggi karena mempunyai
osmolalitas tinggi. Osmolalitas untuk radiodensitas tergantung dari konsentrasi
iodium, dapat dikurangi menggunakan medium dimer ionik seperti meglumin
iotroksat yang mengandung dua atom iodium dalam molekul atau menggunakan
medium non-ionik seperti ioheksol. Media kontras dengan osmolalitas rendah
seperti ioheksol memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit, namun harganya
mahal. Ioheksol digunakan dalam prosedur diagnostik dengan cakupan yang luas
termasuk dalam urografi, angiografi dan artografi dan CT scan. Meglumin
iotroksat diekskresikan ke empedu setelah melalui intravena dan digunakan dalam
kolesistografi dan kolangiografi.

4.3 Media Kontras Sinar X tidak teriodinasi


4.3.1 Barium sulfat merupakan garam logam yang digunakan untuk memindai
saluran pencernaan. Zat ini tidak diabsorsi dalam tubuh dan tidak mengganggu
sekresi usus atau perut atau hasil pembacaan radiografi. Barium sulfat dapat

19
digunakan dalam teknik kontras tunggal atau ganda atau dalam CT scan. Pada
pemeriksaan kontras ganda, gas dimasukkan ke dalam saluran cerna dengan
menggunakan suspensi barium sulfat yang mengandung karbon dioksida atau
dengan menggunakan sediaan yang dapat menghasilkan gas dengan basis natrium
bikarbonat. Udara yang dimasukkan melalui tabung gastrointestinal, juga dapat
digunakan sebagai alternatif karbon dioksida agar tercapai efek kontras ganda.
Monografi:
GADODIAMID
Indikasi:
Media kontras untuk Magnetic Resonance Imaging (MRI) kranial (tulang
tengkorak) dan spinal (tulang belakang) serta MRI tubuh setelah pemberian secara
injeksi intravena
Peringatan:
Riwayat asma atau penyakit pernapasan lain yang disebabkn alergi; gangguan
fungsi ginjal berat akut dan kronik (GFR < 30ml/mnt/1,732m 2) atau penurunan
fungsi ginjal akut terkait sindrom hepato-renal atau pada periode praoperasi
transplantasi hati; Mengakibatkan perubahan sementara kadar besi dalam darah;
mempengaruhi pengukuran kadar kalsium dalam darah; kehamilan; hentikan
menyusui setidaknya sampai 24 jam setelah pemberian obat.
Kontraindikasi:
Riwayat hipersensitif

Efek Samping:
Ketidaknyamanan karena rasa hangat, dingin, sensasi tekanan atau nyeri pada
bagian yang diinjeksi. Pusing, mual, sakit kepala dan sensasi aneh pada indera
perasa dan penciuman. Muntah, mengantuk, paraesthesia, gangguan penglihatan,
diare, cemas, dispnea, nyeri dada, takikardi, gemetar, artralgia atau gejala yang
mirip alergi seperti urtikaria, gatal atau iritasi pada tenggorokan. Reaksi
anafilaksis. Kejang.
Dosis:
Sistem saraf pusat : Dewasa dan anak : 0,1 mmol/kgbb untuk berat badan sampai
100 kg. Berat badan diatas 100 kg diberikan 10 mmol. Hanya pada pasien dewasa:
jika dicurigai mengalami metastasis otak, 0,3 mmol/kgbb untuk berat badan

20
sampai 100 kg. Berat badan di atas 100 kg diberikan 30 mmol.
Seluruh tubuh: Dewasa: 0,1 mmol/kgbb atau 0,3 mmol/kgbb untuk berat badan
sampai 100 kg. Berat badan diatas 100 kg diberikan 10 mmol atau 30 mmol. Anak
mulai usia 6 bulan: 0,1 mmol/kgbb.

GADOKSETIK, DINATRIUM-ASAM
Indikasi:
media kontras berbasis gadolinium yang digunakan untuk T1-weighted Magnetic
Resonance Imaging (MRI) organ hati.
Peringatan:
dilaporkan reaksi anafilaktik, obat dan alat yang diperlukan untuk mengatasi
reaksi tersebut (ventilator oksigen, selang endotrakeal) harus berada dekat dengan
proses pemeriksaan dan hentikan injeksi media kontras jika terjadi; gnngguan
jantung berat; Hanya digunakan pada wanita hamil jika jelas diperlukan; Hentikan
menyusui sampai dengan 24 jam setelah penggunaan gadobutrol.

Interaksi:
obat bersifat anionik, seperti rifampisin, dapat berkompetisi dengan media kontras
hepatik dalam proses ekskresi melalui empedu, dan ekskresi bilier. Rifampisin
memblok uptake hepatik gadoksetik sehingga mengurangi efek kontras hepatic;
Kenaikan kadar bilirubin atau feritin dapat mengurangi efek kontras hepatik
gadoksetik; memberikan hasil positif palsu pada pengukuran kadar besi dalam
serum dengan metode kompleksometrik jika dilakukan dalam waktu 24 jam
setelah penggunaan gadoksetik karena adanya senyawa kompleks bebas yang
terdapat dalam larutan media kontras.
Kontraindikasi:
hipersensitif terhadap zat aktif atau bahan eksipien/pengisi.

Efek Samping:
tidak sering (≥1/1000, <1/100): sakit kepala, pusing, parestesia, gangguan
pengecapan, parosmia, vasodilatasi, hipertensi, dispnea, muntah, mual, ruam,
pruritus, nyeri di lokasi penyuntikan; jarang (<1/1000): vertigo, palpitasi
pada bundle branch block, mulut kering, peningkatan saliva, menggigil, nyeri

21
punggung, nyeri, nyeri dada, malaise, astenia, reaksi pada lokasi penyuntikan,
bengkak pada lokasi penyuntikan.
Dosis:
dewasa: injeksi bolus intravena 0,1 ml/kg bb (ekuivalen dengan 25 µmol/kg bb).
Kecepatan pemberian 2 ml/detik, melalui large-bore needle atau indwelling
catheter (ukuran 18-20 gauge). Tidak direkomendasikan pada anak usia dibawah
18 tahun. Pasien sebaiknya puasa dan makanan dikeluarkan dari tubuhnya, 2 jam
sebelum pelaksanaan MRI. Tidak boleh diberikan secara intramuskular.
GADOBUTROL
Indikasi:
media kontras pada pencitraan resonansi magnetic (Magnetic Resonance Imaging,
MRI) kranial dan spinal; MRI hati atau ginjal untuk mengidentifikasi sel ganas
atau sel jinak pada pasien yang diduga atau terbukti mempunyai lesi fokal; media
kontras (Contrast enhancement) pada Magnetic Resonance Angiography (CE-
MRA). Digunakan pada pasien di atas usia 7 tahun.
Peringatan:
dilaporkan reaksi anafilaktik, obat dan alat yang diperlukan untuk mengatasi
reaksi tersebut (ventilator oksigen, selang endotrakeal) harus berada dekat dengan
proses pemeriksaan; Dapat menyebabkan torsade de pointes, hati-hati pada pasien
dengan riwayat atau riwayat keluarga sindroma perpanjangan QT kongenital;
aritmia atau mengkonsumsi obat penyebab perpanjangan repolarisasi jantung
(mis. Antiaritmia klas III, seperti amiodaron, sotalol); Hanya digunakan pada
wanita hamil jika jelas diperlukan; Hentikan menyusui sampai dengan 24 jam
setelah penggunaan gadobutrol.
Kontraindikasi:
hipokalemia yang tidak dapat pulih; penyakit jantung berat.

Efek Samping:
tidak umum: sakit kepala, pusing, disgesia, parestesia, vasodilatasi, mual, nyeri
atau reaksi lain pada lokasi penyuntikan. Jarang: reaksi anafilaktik, parosmia,
hipotensi, dispnea, muntah, urtikaria, ruam.
Dosis:

22
Dewasa: Dosis bergantung pada indikasi, namun dosis lazim injeksi bolus
intravena: 0,1 mmol per kg bb (ekuivalen dengan 1 ml per kg bb). Maksimal, 0,3
ml per kg bb.

 MRI kranial dan spinal: Dosis lazim 0,1 mmol gadobutrol/kg bb. Namun
jika diperlukan pencitraan yang lebih akurat dimana angka, ukuran atau
pelebaran lesi mungkin mempengaruhi penatalaksanaan terapi, pemberian
injeksi lanjutan 0,1 – 0,2 mmol/ kg bb pada durasi 30 menit setelah injeksi
pertama dapat meningkatkan ketajaman hasil pemeriksaan; Untuk
mengeluarkan dugaan adanya metastasis atau tumor kambuhan, pemberian
injeksi 0,3 mmol/ kg bb dapat memberikan ketajaman hasil pemeriksaan yang
lebih baik; Untuk studi perfusi otak, 0,3 mmol/kg bb dengan kecepatan 3-5
ml/detik, disarankan menggunakan alat injektor. Disarankan menerapkan T2*
sequences jika digunakan dalam kombinasi untuk deteksi lesi massa dan untuk
deteksi iskemia lokal tanpa dugaan adanya lesi massa.
 CE-MRA: Pencitraan satu area: 7,5 ml untuk berat badan kurang dari 75
kg, dan 10 ml untuk berat badan 75 kg atau lebih (0,1-0,15 mmol/kg bb);
Pencitraan pada lebih dari satu area: 15 ml untuk berat badan kurang dari 75
kg, dan 20 ml untuk berat badan 75 kg atau lebih (0,2-0,3 mmol/kg bb).
Anak di atas 7 tahun: 0,1 mmol/ kg bb (ekuivalen dengan 0,1 ml per kg bb) untuk
semua indikasi. Tidak dianjurkan untuk pasien anak di bawah usia 7 tahun.
Penggunaan secara intravaskular sedapat mungkin dilakukan pada pasien dalam
keadaan berbaring. Setelah diberikan, pasien tetap dimonitor selama setidaknya 30
menit. Pasien sebaiknya puasa dan makanan dikeluarkan dari tubuhnya, 2 jam
sebelum pelaksanaan MRI/MRA.

IOHEKSOL
Indikasi:
Media kontras sinar x untuk kardioangiografi, arteriografi, urografi,
flebografi, Computed Tomography (CT) enhancement. Mielografi lumbar, toraks,
dan serviks, serta CT basal cisterna yang diikuti injeksi subaraknoid.
Artrografi, Endoscopic Retograde Pancreatography (ERP), Endoscopic

23
Retograde Cholangipancreatography (ERCP), herniografi, histerosalpingografi
(HSG), sialografi, dan penelitian terkait saluran percernaan.
Peringatan:
Riwayat alergi, asma, penyakit jantung berat, hipertensi pulmonal, patologi
serebral akut, tumor, riwayat epilepsi, alkohol dan ketergantungan obat:
meningkatkan risiko kejang dan reaksi neurologi, riwayat kehilangan pendengaran
sementara atau tuli setelah mielografi, gangguan fungsi ginjal, diabetes melitus,
paraproteinemia (mielomatosis dan Waldenstrom makroglobulinemia), miestenia
grafis, paeokromositoma, hipertiroidisme, multinodular goiter, mengemudi,
kehamilan, dan menyusui. Kateterisasi pembuluh darah: perhatikan teknik
angiografi dan bilas kateter sesering mungkin untuk meminimalkan risiko
trombosis dan emboli, hidrasi harus terjamin sebelum dan sesudah penggunaan
media kontras terutama untuk pasien dengan multiple mieloma, diabetes melitus,
anak, dan lansia. Pasien homosistinuria dan emfisema pulmonal kronik:
meningkatkan risiko trombosis dan emboli. Gangguan pada pemeriksaan
laboratorium untuk bilirubin, protein, atau unsur anorganik.

Interaksi:
Metformin: risiko gangguan fungsi ginjal sementara dan pengendapan asidosis
laktat. Interleukin 2 (riwayat penggunaan 2 minggu sebelumnya): meningkatkan
risiko reaksi alergi yang tertunda (gejala seperti flu atau reaksi kulit). Beta bloker:
meningkatkan risiko gejala reaksi anafilaksis yang tidak spesifik dan
disalahartikan sebagai reaksi vagal.

Kontraindikasi:
Tirotoksikosis, hipersensitivitas, pengguna intratekal kortikosteroid, mielografi
pada penderita infeksi sistemik atau lokal.

Efek Samping:
Sangat umum: gangguan pengecapan (rasa logam) sementara, nyeri, rasa
panas. Umum: peningkatan sementara S-kreatinin, sakit kepala, mual, muntah,
pusing, paraestesia, nyeri radikuler, peningkatan nilai amilase, nyeri sementara
pada abdomen bagian bawah, nyeri setelah pemeriksaan. Jarang: sesak napas,

24
ruam, eritema, urtikaria, pruritus, dan angiodema, demam, rigor, reaksi
anafilaksis, pankreatitis nekrotik, artritis. Sangat jarang: udem laring,
bronkospasme atau udem paru, hipotensi, bradikardi, sindroma Stevens-Johnson,
nekrolisis epidermal toksis, iodisme, gondok, gagal ginjal, kejang, gangguan
motorik dan sensorik sementara, bingung, kebutaan kortikal sementara, gagal
jantung, aritmia, depresi atau tanda dari iskemik, tromboflebitis post flebografi,
trombosis, kemerahan, kram, nyeri tungkai bawah, iritasi meningeal, gangguan
fungsi serebral sementara. Tidak diketahui frekuensinya: diare, spasme arteri,
artralgia, laringospasme, udem paru non kardiogenik, batuk, tirotoksikosis,
kemerahan, reaksi pada tempat penyuntikan, nyeri leher.
Dosis:
dosis sangat tergantung pada jenis pemeriksaan, usia, berat badan, cardiac
output, dan kondisi umum pasien serta teknik yang digunakan, dapat dilihat pada
tabel di bawah ini. Hidrasi harus dipastikan sebelum dan setelah pemberian media
kontras.

Petunjuk untuk penggunaan intravena


No Indikasi Konsentrasi Volume Keterangan
1 Urografi

300 mg I/mL atau

Dewasa 350 mg I/mL 40 – 80 mL

Anak dengan BB < 7 kg 300 mg I/mL 3 mL/kg


80 mL dapat ditingkatkan
Anak dengan BB > 7 kg 300 mg I/mL 2 mL/kg (maks. 40 mL) untuk kasus tertentu

2 Flebografi (kaki) 300 mg I/mL 20 – 100 mL/kaki

3 Angiografi substraksi 300 mg I/mL atau 20 – 60 mL/inj

25
digital 350 mg I/mL

4
CT enhancement
300 mg I/mL atau 100 – 200 mL
Jumlah iodin biasanya 30 – 60
Dewasa 350 mg I/mL 100 – 150 mL g

1-3 mL/kgBB sampai dengan Pada beberapa kasus dapat


Anak 300 mg I/mL 40 mL diberikan hingga 100 mL

Petunjuk untuk penggunaan intra-arteri


1 Arteriografi

300 mg I/mL 30-40 mL/inj


Arch aortografi
Serebral selektif 300 mg I/mL 5-10 mL/inj

Aortografi 350 mg I/mL 40-60 mL/inj

300 mg I/mL atau

Femoral 350 mg I/mL 30-50 mL/inj


Volume tergantung pada
Variasi 300 mg I/mL Tergantung jenis pemeriksaan tempat penyuntikan

2 Kardioangiografi

Dewasa

- Injeksi pada ventrikal 350 mg I/mL 30-60 mL/inj


kiri dan ujung aorta

26
4-8 mL/inj tergantung pada
- Arteriografi selektif usia dan berat badan dan
koronari 350 mg I/mL patologi (maks. 8 mL/kg)

300 mg I/mL atau 4-8 mL/inj tergantung pada


usia dan berat badan dan
Anak 350 mg I/mL patologi (maks. 8 mL/kg)

Tergantung pada tempat

300 mg I/mL penyuntikan biasanya dosis


Angiografi substraksi besar hingga 30 mL dapat
3 digital 1 – 15 mL/inj diberikan

Petunjuk untuk penggunaan intratekal


300 mg I/mL
Mielografi serviks
1 (injeksi lumbar) 7 – 10 mL

300 mg I/mL
Mielografi serviks
2 (injeksi rusuk serviks) 6 – 8 mL

Untuk meminimalisir kemungkinan efek samping maka dosis maksimal: 3 g iodin

Petunjuk untuk rongga tubuh


300 mg I/mL atau 5 – 15 mL

1 Artrografi 350 mg I/mL 5 – 10 mL

2 Histerol-pingografi 300 mg I/mL 15 – 25 mL

3 Sialografi 300 mg I/mL 0,5 – 2 mL

27
Penelitian saluran
pencernaan
Oral

4 Dewasa 350 mg I/mL individu

MEDIA KONTRAS
Tubuh terdiri dari berbagai macam organ seperti hati, ginjal, paru, lambung
dan lainnya. Setiap organ tubuh tersusun dari jaringan yang merupakan
kumpulan dari sejumlah sel yang mempunyai fungsi dan struktur yang sama.
Sel sebagai unit fungsional terkecil dari tubuh dapat menjalankan fungsi hidup
secara lengkap dan sempurna. Inti sel mengandung struktur biologik yang
sangat kompleks dan disebut kromosom. Kromosom manusia yang berjumlah
23 pasang mengandung ribuan gen yang merupakan suatu rantai pendek dari
DNA (Deoxyribonucleic acid) yang membawa suatu kode informasi tertentu
dan spesifik. DNA merupakan sepasang rantai panjang polinukleotida
berbentuk spiral ganda (double helix) yang dihubungkan dengan ikatan
hidrogen. Fungsi DNA dalam inti sel adalah untuk mengendalikan faktor-
faktor keturunan dan sintesis protein. Interaksi radiasi pengion dengan materi
biologik diawali dengan interaksi fisika yaitu proses ionisasi. Elektron yang
dihasilkan dari proses ionisasi akan berinteraksi secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung bila energi elektron tersebut langsung diserap oleh
molekul organik dalam sel yang secara biologik penting, seperti DNA. Secara
tidak langsung bila terlebih dahulu terjadi interaksi radiasi dengan molekul air
dalam sel yang efeknya kemudian akan mengenai molekul organik yang
penting. Interaksi secara fisika-kimia ini dapat menimbulkan kerusakan sel
lebih lanjut yang akhirnya menimbulkan efek biologik yang dapat diamati. A.
Proses Interaksi Radiasi di Dalam Tubuh Manusia Bila radiasi pengion
melalui tubuh manusia maka akan terjadi interaksi dengan senyawa air di
dalam tubuh, sel, kromosom maupun DNA. Proteksi Radiasi Pusat Pendidikan
dan Pelatihan 19 q Interaksi dengan Molekul Air (Radiolisis Air) Penyerapan
energi radiasi oleh molekul air dalam proses radiolisis air akan menghasilkan

28
radikal bebas (H* dan OH*). Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul
yang bebas, tidak bermuatan dan mempunyai sebuah elektron yang tidak
berpasangan pada orbit terluarnya. Keadaan ini menyebabkan radikal bebas
menjadi tidak stabil, sangat reaktif dan toksik. Sesama radikal bebas yang
terbentuk dapat saling bereaksi menghasilkan molekul hidrogen peroksida
yang toksik. Perlu diingat bahwa sekitar 80% dari tubuh manusia terdiri dari
air. q Interaksi dengan DNA Interaksi radiasi dengan DNA dapat
menyebabkan terjadinya perubahan struktur molekul gula atau basa, putusnya
ikatan hidrogen antar basa, hilangnya basa, dan lainnya. Kerusakan yang lebih
parah adalah putusnya salah satu untai DNA, disebut single strand break, atau
putusnya kedua untai DNA, disebut double strand breaks. Secara alamiah sel
mempunyai kemampuan untuk melakukan proses perbaikan terhadap
kerusakan yang timbul dengan menggunakan beberapa jenis enzim yang
spesifik. Proses perbaikan dapat berlangsung terhadap kerusakan yang terjadi
tanpa kesalahan sehingga struktur DNA kembali seperti semula dan tidak
menimbulkan perubahan fungsi pada sel. Tetapi dalam kondisi tertentu, proses
perbaikan tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga walaupun kerusakan
dapat diperbaiki tetapi tidak secara tepat atau sempurna sehingga
menghasilkan DNA yang berbeda, atau yang dikenal dengan mutasi. q
Interaksi dengan Kromosom Radiasi dapat menyebabkan perubahan baik pada
jumlah maupun struktur kromosom yang disebut dengan aberasi kromosom.
Perubahan jumlah kromosom, misalnya menjadi 47 buah pada sel somatik
yang memungkinkan timbulnya kelainan genetik. Kerusakan struktur
kromosom Proteksi Radiasi 20 Pusat Pendidikan dan Pelatihan berupa
patahnya lengan kromosom terjadi secara acak dengan peluang yang semakin
besar dengan meningkatnya dosis radiasi. q Interaksi dengan Sel Kerusakan
yang terjadi pada DNA dan kromosom sel sangat bergantung pada proses
perbaikan yang berlangsung. Bila proses perbaikan berlangsung dengan baik
dan tepat/sempurna, dan juga tingkat kerusakan yang dialami sel tidak terlalu
parah, maka sel bisa kembali normal seperti keadaannya semula. Bila proses
perbaikan berlangsung tetapi tidak tepat maka sel tetap dapat hidup tetapi
mengalami perubahan. Bila tingkat kerusakan yang dialami sel sangat parah

29
atau bila proses perbaikan tidak berlangsung dengan baik, maka sel akan mati.
Tingkat kerusakan yang dialami sel akibat radiasi sangat bervariasi bergantung
kepada tingkat sensitivitas sel terhadap radiasi. Sel yang paling sensitif adalah
sel kulit, sedangkan sel yang tidak mudah rusak akibat pengaruh radiasi adalah
sel otak. Kerusakan sel akan mempengaruhi fungsi jaringan atau organ bila
jumlah sel yang mati/rusak dalam jaringan/organ tersebut cukup banyak.
Semakin banyak sel yang rusak/mati, semakin parah perubahan fungsi yang
terjadi sampai akhirnya organ tersebut akan kehilangan kemampuannya untuk
menjalankan fungsinya dengan baik. B. Klasifikasi Efek Radiasi Sel dalam
tubuh manusia terdiri dari sel genetik dan sel somatik. Sel genetik adalah sel
telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan sel somatik
adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh. Berdasarkan jenis sel, maka efek
radiasi dapat dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. Efek genetik atau
efek pewarisan adalah efek radiasi yang terjadi pada sel genetik dan dirasakan
oleh keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi. Sedangkan bila
efek radiasi terjadi pada sel somatik maka akibatnya akan dirasakan oleh
individu yang terpapar radiasi. Proteksi Radiasi Pusat Pendidikan dan
Pelatihan 21 Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik
sangat bervariasi sehingga dapat dibedakan atas efek segera dan efek tertunda.
Efek segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati dalam
waktu singkat setelah pemaparan, seperti rontoknya rambut, memerahnya
kulit, luka bakar dan penurunan jumlah sel darah. Kerusakan tersebut akan
terlihat dalam waktu beberapa hari sampai minggu setelah dikenai radiasi
dengan dosis yang tinggi. Efek tertunda merupakan efek radiasi yang baru
timbul setelah selang waktu yang lama (orde tahunan) setelah terkena radiasi,
contohnya adalah katarak dan kanker. Dalam masalah proteksi radiasi, efek
radiasi juga dibedakan atas efek stokastik dan efek non stokastik atau
deterministik. Efek stokastik adalah efek yang belum tentu terjadi
(probabilistik) sedangkan efek deterministik pasti akan terjadi bila terkena
radiasi dengan dosis yang melebihi batas ambang. C. Efek Stokastik Efek
stokastik tidak mempunyai batas ambang. Artinya, dosis radiasi serendah
apapun mempunyai kemungkinan untuk menimbulkan perubahan pada sistem

30
biologik, baik pada tingkat molekul maupun sel. Pada efek stokastik ini tidak
terjadi kematian sel melainkan terjadi perubahan sel. Efek stokastik baru akan
muncul setelah masa laten yang lama. Semakin besar dosis, semakin besar
peluang terjadinya efek stokastik, sedangkan keparahannya tidak bergantung
kepada dosis. Bila sel yang mengalami perubahan adalah sel genetik, maka
sifat-sifat sel yang baru tersebut akan diwariskan kepada turunannya sehingga
timbul efek genetik atau efek pewarisan. Apabila sel terubah ini adalah sel
somatik maka sel-sel tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah
dengan pengaruh dari bahan-bahan yang bersifat toksik lainnya, akan tumbuh
dan berkembang menjadi jaringan ganas atau kanker. Proteksi Radiasi 22
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Gambar 14: hubungan antara dosis radiasi
terhadap kemungkinan terjadinya efek stokastik Paparan radiasi dosis rendah
dapat meningkatkan risiko kanker dan efek pewarisan yang secara statistik
dapat dideteksi pada suatu populasi, namun tidak secara serta merta terkait
dengan paparan individu. Berdasarkan studi epidemiologi, kanker kulit di
daerah wajah banyak dijumpai pada para penambang uranium akibat paparan
radiasi dari debu uranium yang menempel pada wajah. Selain itu, karena
selama melakukan aktivitasnya para pekerja tambang juga menghirup gas
radon sebagai hasil luruh dari uranium, banyak pula yang mengalami kanker
paru. Kanker tulang banyak terjadi pada pekerja pabrik jam sebagai akibat dari
penggunaan bahan berpendar. Berdasarkan pengamatan pada para korban bom
atom di Hiroshima dan Nagasaki, leukemia merupakan efek stokastik tertunda
pertama yang terjadi setelah paparan radiasi seluruh tubuh dengan masa laten
sekitar 2 tahun dengan puncaknya setelah 6 ~ 7 tahun. Perubahan kode genetik
yang terjadi akibat paparan radiasi akan diwariskan pada keturunan individu
terpapar. Penelitian pada hewan dan tumbuhan menunjukkan bahwa efek
pewarisan dapat terjadi bervariasi dari ringan hingga kehilangan fungsi atau
kelainan anatomik yang parah bahkan kematian prematur. Proteksi Radiasi
Pusat Pendidikan dan Pelatihan 23 D. Efek Deterministik Efek ini terjadi
karena adanya kematian sel sebagai akibat dari paparan radiasi baik pada
sebagian atau seluruh tubuh. Efek deterministik timbul bila dosis yang
diterima di atas dosis ambang (threshold dose) dan umumnya timbul dengan

31
waktu tunda yang relatif singkat dibandandingkan dengan efek stokastik.
Keparahan efek ini akan meningkat bila dosis yang diterima semakin besar.
Dosis radiasi yang masih lebih rendah daripada dosis ambang tidak
menyebabkan efek deterministik, sedangkan bila dosisnya di atas dosis
ambang maka akan terjadinya efek ini. Gambar 15: hubungan antara dosis
radiasi terhadap keparahan efek deterministik Beberapa contoh efek
deterministik adalah eritema atau kulit yang menjadi merah, pelepuhan dan
terkelupas; katarak pada lensa mata; peradangan akut paru; gangguan proses
pembentukan sel sperma, bahkan sampai sterilitas; gangguan proses
pembentukan sel-sel darah; dan gangguan perkembangan janin dalam
kandungan.

DAFTAR PUSTAKA

32
1. Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of The Musculoskeletal
System. Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins, Third edition 1999;
77-78

2. Solomon L, Warwick D. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures.


New York: Oxford University Press, eight edition 2001; 20-21

3. Bahk YW. Nuclear Medicine and Radiology. New York: Springer, second
edition. 1999

4. Schiepers C. Skeletal Scintigraphy. In: Diagnostic Nuclear Medicine. New


York: springer, 2002; 101-110

5. Greenspan A. Orthopaedic Imaging: a Practical Approach. Philadelphia:


Lippincot Williams and Wilkins, Fourth edition, 2004

6. Dunitz M. Nuclear Medicine in Radiological Diagnosis. Singapore: kyodo


Printing Ptc, 2003; 6-21

7. Ghanem N. Whole Body MRI compared with Scintigraphy and 18F-FDG-


PET in Detecting Bone Metastase. In: Goyen M. Whole Body MRI. USA:
The McGraw Hill company, 2008; 62-64

8. Juhl JH, Crummy AB. Essentials of Radiologic Imaging. Winconsin:


University of Wincosin, first edition, 2004

9. Svensson W. The Breast. In:Curati W, Cosgrove D. Imaging In Oncology.


London: GMM, 2006; 74-76

33

Anda mungkin juga menyukai