Perencanaan Jalan Rel Kereta API
Perencanaan Jalan Rel Kereta API
BAB 1
PENDAHULUAN
Kereta api mulai diperkenalkan di Indonesia, pada masa penjajahan Belanda, oleh sebuah
perusahaan swasta yang mempunyai singkatan NV atau lebih dikenal dengan namaNederlandsch
Indische Spoorweg Mij (NISM), berdiri kisaran tahun 1864. Proyek pertama yang dibuat adalah
jalur kereta api pertama dibangun pada 17 Juni 1864. Yakni jalur Kemijen-Tanggung, Kabupaten
Semarang saat ini, jalur yang dibuat kurang lebih sepanjang 26 Km. Diresmikan oleh Gubernur
Jenderal L.A.J Baron Sloet Van Den Beele. Kemudian tanggal 18 Februari 1870, NISM
membangun jalur umum Semarang-Solo-Yogyakarta. Dan tanggal 10 April 1869 pemerintah
Hindia Belanda mendirikan Staats Spoorwegen atau lebih dikenal dengan nama singkatan (SS)
yang membangun jalur lintasan Batavia-Bogor. Kemudian tanggal 16 Mei April 1878,
perusahaan negara luar ini membuka jalur Surabaya-Pasuruan-Malang, dan 20 Juli 1879
membuka jalur Bangil-Malang. Pembangunan terus berjalan hingga ke kota-kota besar seluruh
Jawa terhubung oleh jalur kereta api.
Di luar Jawa, 12 Nopember 1876, Staats Spoorwegen juga membangun jalur Ulele-
Kutaraja(Aceh). Selanjutnya lintasan PaluAer-Padang (Sumatera Barat) pada Juli 1891, lintasan
Telukbetung-Prabumulih (Sumatera Selatan) tahun 1912, dan 1Juli 1923 membangun jalur
Makasar-Takalar (Sulawesi). Di Sumatera Utara, NV. Deli Spoorweg Mij juga membangun
lintasan Labuan-Medan pada 25 Juli 1886. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, selain
Staats Spoorwegen milik pemerintah, sudah ada 11 perusahaan kereta api swasta di Jawa dan
satu perusahaan swasta di Sumatera.
G. GERBONG
Gerbong adalah kendaraan beroda yang merupakan bagian dari sebuah rangkaian
kereta api yang bukan merupakan lokomotif. Gerbong secara garis besar dibedakan
atas dua jenis yaitu gerbong penumpang dan gerbong barang. Gerbong barang
kemudian dibedakan lagi jenis muatannya antara lain:
1. Lori – gerbong terbuka, umunya untuk mengangkut bahan galian tambang.
2. Tangki – gerbong untuk mengangkut muatan berbentuk cair.
3. Gerbong untuk mengangkut ternak.
4. Peti kemas.
BAB II
PEMBAHASAN
Perbedaan tipe batang rel mempengaruhi beberapa hal, antara lain (1) besar tekanan
maksimum (axle load) yang sanggup diterima rel saat KA melintas, dan (2) kecepatan
laju KA yang diijinkan saat melewati rel. Semakin besar “R”, maka makin besar axle
load yang sanggup diterima oleh rel tersebut, dan KA yang melintas di atasnya dapat
melaju pada kecepatan yang tinggi dengan stabil dan aman.
Tipe rel paling besar yang digunakan di Indonesia adalah UIC R54) yang
digunakan untuk jalur KA yang lalu lintasnya padat, seperti lintas Jabodetabek
dan lintas Trans Jawa. Tak ketinggalan lintas angkutan batubara di Sumsel-
Lampung yang memiliki axle load paling tinggi di Indonesia.
2. Bantalan Rel
Bantalan rel (sleepers) dipasang sebagai landasan dimana batang rel diletakkan
dan ditambatkan. Berfungsi untuk (1) meletakkan dan menambat batang rel, (2)
menjaga kelebaran trek (track gauge, adalah ukuran lebar trek rel. Indonesia
memiliki track gauge 1067 mm) agar selalu konstan, dengan kata lain agar batang
rel tidak meregang atau menyempit, (3) menumpu batang rel agar tidak melengkung
ke bawah saat dilewati rangkaian KA, sekaligus (4) mentransfer axle load yang
diterima dari batang rel dan plat landas untuk disebarkan ke lapisan batu ballast di
bawahnya.
Oleh karena itu bantalan harus cukup kuat untuk menahan batang rel agar tidak
bergesar, sekaligus kuat untuk menahan beban rangkaian KA. Bantalan dipasang
melintang dari posisi rel pada jarak antarbantalan maksimal 60 cm. Ada tiga jenis
bantalan, yakni :
a. Bantalan Kayu (Timber Sleepers), terbuat dari batang kayu asli maupun kayu
campuran, yang dilapisi dengan creosote (minyak pelapis kayu) agar lebih awet dan
tahan jamur.
b. Bantalan Plat Besi (Steel Sleepers), merupakan bantalan generasi kedua, lebih
awet dari kayu. Bantalan besi tidak dipasang pada trek yang ter-eletrifikasi maupun
pada trek yang menggunakan persinyalan elektrik.
c. Bantalan Beton Bertulang (Concrete Sleepers), merupakan bantalan modern saat
ini, dan paling banyak digunakan karena lebih kuat, awet, murah, dan mampu
menahan beban lebih besar daripada dua bantalan lainnya.
Perbandingan umur bantalan rel KA yang dipergunakan dalam keadaan normal
dapat ditaksir sebagai berikut :
Bantalan kayu yang tidak diawetkan: 3-15 tahun.
Bantalan kayu yang diawetkan: 25-40 tahun.
Bantalan besi baja: sekitar 45 tahun.
Bantalan beton: diperkirakan 60 tahun.
3. Plat Landas
Pada bantalan kayu maupun besi, di antara batang rel dengan bantalan
dipasangi Tie Plate (plat landas), semacam plat tipis berbahan besi tempat
diletakkannya batang rel sekaligus sebagai lubang tempat dipasangnya Penambat
(Spike). Sedangkan pada bantalan beton, dipasangi Rubber Pad, sama seperti Tie
Plate, tapi berbahan plastik atau karet dan fungsinya hanya sebagai landasan rel,
sedangkan lubang/tempat dipasangnya penambat umumnya terpisah dari rubber
pad karena telah melekat pada beton.
Fungsi plat landas selain sebagai tempat perletakan batang rel dan juga lubang
penambat, juga untuk melindungi permukaan bantalan dari kerusakan karena
tindihan batang rel, dan sekaligus untuk mentransfer axle load yang diterima dari rel
di atasnya ke bantalan yang ada tepat dibawahnya.
4. Penambat Rel
Fungsinya untuk menambat/mengaitkan batang rel dengan bantalan yang
menjadi tumpuan batang rel tersebut, agar (1) batang rel tetap menyatu pada
bantalannya, dan (2) menjaga kelebaran trek (track gauge). Jenis penambat yang
digunakan bergantung kepada jenis bantalan dan tipe batang rel yang digunakan.
Ada dua jenis penambat rel, yakni Penambat Kaku dan Penambat elastis.
Penambat kaku misalnya paku rel, mur, baut, sekrup, atau menggunakan tarpon
yang dipasang menggunakan pelat landas. Umumnya penambat kaku ini digunakan
pada jalur kereta api tua. Karakteristik dari penambat kaku adalah selalu dipasang
pada bantalan kayu atau bantalan besi. Penambat kaku kini sudah tidak layak
digunakan untuk jalan rel dengan frekuensi dan axle load yang tinggi. Namun
demikian tetap diperlukan sebagai penambat rel pada bantalan kayu yang dipasang
pada jalur wesel, jembatan, dan terowongan.
Penambat elastis dibuat untuk menghasilkan jalan rel KA yang berkualitas tinggi,
yang biasanya digunakan pada jalan rel KA yang memiliki frekuensi dan axle load
yang tinggi. Karena sifatnya yang elastis sehingga mampu mengabsorbsi getaran
pada rel saat rangkaian KA melintas, oleh karena itu perjalan KA menjadi lebih
nyaman dan dapat mengurangi resiko kerusakan pada rel maupun bantalannya.
Selain itu penambat elastis juga dipakai pada rel yang disambungan dengan las
termit (istilahnya Continuous Welded Rails, karena sambungan rel dilas sehingga
tidak punya celah pemuaian) karena kemampuannya untuk menahan batang rel
agar tidak bergerak secara horizontal saat pemuaian. Penambat elastis inilah yang
sekarang banyak digunakan, terutama pada bantalan beton, meskipun ada juga
yang digunakan pada bantalan kayu dan bantalan besi.
Berbagai macam penambat elastis, antara lain:
Penambat Pandrol E-Clip produksi Pandrol Inggris
Penambat Pandrol Fastclip produksi Pandrol Inggris
Penambat Kupu-kupu produksi Vossloh
Penambat DE-Clip produksi PT. Pindad Bandung
Penambat KA Clip produksi PT. Pindad Bandung.
Yang digunakan di Indonesia adalah E-Clip, DE-Clip, dan KA Clip.
5. Plat Penyambung Rel
Merupakan plat besi dengan panjang sekitar 50-60 cm, yang berfungsi untuk
menyambung dua segmen/potongan batang rel. Pada plat tersebut terdapat 4 atau
6 lubang untuk tempat skrup/baut (Bolt) penyambung serta mur-nya (Nut). Batang
rel biasanya hanya memiliki panjang sekitar 20-25 meter tiap potongnya, sehingga
perlu komponen penyambung berupa plat besi penyambung beserta bautnya. Pada
setiap sambungan rel, terdapat celah pemuaian (Expansion Space), sehingga saat
rangkaian KA lewat akan terdengar bunyi “jeg-jeg…jeg-jeg” dari bunyi roda KA yang
melewati celah pemuaian tersebut.
Penyambungan rel menggunakan komponen-komponen di atas dikenal sebagai
Metode Sambungan Tradisional (Conventional Jointed Rails). Sedangkan dewasa
ini telah dikenal metode penyambungan rel dengan Las Termit, yang disebut dengan
Continuous Welded Rails (CWR). Dengan metode CWR, tiap 2 sampai 4 potong
batang rel dapat dilas menjadi satu rel yang panjang tanpa diberi celah pemuaian,
sehingga tiap CWR memiliki panjang sekitar 40-100 m.
CWR biasanya diterapkan pada jalur dengan kecepatan laju KA yang tinggi, karena
permukaan rel menjadi lebih rata dan halus sehingga rangkaian KA dapat lewat
dengan lebih nyaman. Penerapan CWR juga mengurangi resiko rusaknya roda KA,
karena roda KA akan “njeglong” atau “tersandung” saat melewati celah pemuaian.
Lalu bagaimana dengan pemuaian batang rel? hal ini dapat disiasati dengan
menggunakan penambat elastis yang mampu menahan gerakan pemuaian batang
rel (gerakan mendatar dimana batang rel akan meregang saat panas dan menyusut
saat dingin). Jika penambatnya berupa penambat kaku, bisa disiasati dengan
memasang rail anchor.
6. Rail Anchor
Satu lagi komponen trek rel KA yakni rail anchor (anti creep). Rail anchor
digunakan pada rel yang disambung secara CWR. Fungsinya untuk menahan
gerakan pemuaian batang rel, karena pada sambungan CWR tidak terdapat celah
pemuaian.
Pada gambar di bawah, rail anchor dipasang di bawah permukaan batang rel
tepat disamping bantalan agar dapat menahan gerakan pemuaian rel. Rail anchor
tidak dipasang pada rel yang ditambat dengan penambat elastic, karena fungsinya
sama seperti penambat elastis, yakni untuk mencegah gerakan pemuaian batang
rel. Jadi, rail anchor dipasang bersama dengan penambat kaku pada bantalan kayu
atau besi.
7. Lapisan Pondasi Atas atau Lapisan Balas (Ballast)
Konstruksi lapisan balas terdiri dari material granular / butiran dan
diletakkan sebagai lapisan permukaan (atas) dari konstruksi substruktur. Material
balas yang baik berasal dari batuan yang bersudut, pecah, keras, bergradasi yang
sama, bebas dari debu dan kotoran dan tidak pipih (prone). Meskipun demikian,
pada kenyataannya, klasifikasi butiran di atas sukar untuk diperoleh/dipertahankan,
oleh yang demikian, permasalahan pemilihan material balas yang ekonomis dan
memungkinkan secara teknis masih mendapat perhatian dalam kajian dan
penelitian. Lapisan balas berfungsi untuk menahan gaya vertikal (cabut/uplift),
lateral dan longitudinal yang dibebankan kepada bantalan sehingga bantalan dapat
mempertahankan jalan rel pada posisi yang disyaratkan.
8. Lapisan Pondasi Bawah atau Lapisan Subbalas (Subballast)
Lapisan diantara lapisan balas dan lapisan tanah dasar adalah lapisan subbalas.
Lapisan ini berfungsi sebagaimana lapisan balas, diantaranya mengurangi tekanan
di bawah balas sehingga dapat didistribusikan kepada lapisan tanah dasar sesuai
dengan tingkatannya.
9. Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)
Lapisan tanah dasar merupakan lapisan dasar pada struktur jalan rel yang harus
dibangun terlebih dahulu. Fungsi utama dari lapisan tanah dasar adalah
menyediakan landasan yang stabil untuk lapisan balas dan subbalas. Perilaku tanah
dasar adalah komponen substruktur yang sangat penting yang mana memiliki
peranan yang signifikan berkait pada sifat teknis dan perawatan jalan rel.
4. Stabilitas
Jalan rel yang stabil dapat mempertahankan struktur jalan pada posisi yang
tetap/semula (vertikal dan horisontal) setelah pembebanan terjadi. Untuk ini
diperlukan balas dengan mutu dan kepadatan yang baik, bantalan dengan
penambat yang selalu terikat dan drainasi yang baik.
5. Kemudahan Untuk Pengaturan dan Pemeliharaan (Adjustability)
Jalan rel harus memiliki sifat dan kemudahan dalam pengaturan dan
pemeliharaan sehingga dapat dikembalikan ke posisi geometrik dan struktur jalan
rel yang benar jika terjadi perubahan geometri akibat beban yang berjalan.
E. PEMBEBANAN PADA STRUKTUR JALAN REL
1. Beban dan Gaya Pada Rel
Pembebanan dan pergerakan kereta api di atas struktur jalan rel menimbulkan
berbagai gaya pada rel. Gaya-gaya tersebut diantaranya gaya vertikal, gaya
transversal (lateral) dan gaya longitudinal.
a. Gaya Vertikal
Gaya ini adalah beban yang paling dominan dalam struktur jalan rel. Gaya
vertikal menyebabkan terjadinya defleksi vertikal yang merupakan indikator terbaik
untuk penentuan kualitas, kekuatan dan umur jalan rel. Secara global, besarnya
gaya vertikal dipengaruhi oleh pembebanan oleh lokomotif, kereta maupun gerbong.
Perhitungan gaya vertikal yang dihasilkan beban gandar oleh lokomotif, kereta dan
gerbong merupakan beban statik, sedangkan pada kenyataannya, beban yang
terjadi pada struktur jalan rel merupakan beban dinamis yang dipengaruhi oleh
faktor aerodinamik (hambatan udara dan beban angin), kondisi geometrik dan
kecepatan pergerakan rangkaian kereta api. Oleh karena itu, diperlukan
transformasi gaya statik ke gaya dinamik untuk merencanakan beban yang lebih
realistis. Persamaan TALBOT (1918) memberikan transformasi gaya berupa
pengkali faktor dinamis sebagai berikut:
Prinsip pola distribusi gaya pada struktur rel bertujuan untuk menghasilkan reduksi
tekanan kontak yang terjadi diantara rel dan roda (± 6000 kg/cm2) menjadi tekanan
yang sangat kecil pada tanah dasar (± 2 kg/cm2). Gambar 4.3 di bawah ini
menjelaskan pola distribusi beban pada struktur jalan rel.
a. Kecepatan Maksimum
Kecepatan maksimum adalah kecepatan tertinggi yang diijinkan untuk operasi suatu
rangkaian kereta pada lintas tertentu. Ketentuan pembagian kecepatan maksimum
dlam perencanaan geometrik dapat dilihat pada Tabel Klasifikasi Jalan Rel.
b. Kecepatan Operasi
Kecepatan operasi adalah kecepatan rata-rata kereta api pada petak jalan tertentu.
c. Kecepatan Komersial
Kecepatan komersial adalah kecepatan rata-rata kereta api sebagai hasil
pembagian jarak tempuh dengan waktu tempuh.
Beban gandar maksimum yang dapat diterima oleh struktur jalan rel di Indonesia
untuk semua kelas jalan adalah 18 ton (PD. No. 10 tahun 1986).
3. Daya Angkut Lintas
Daya angkut lintas (T) adalah jumlah angkutan anggapan yang melewati suatu
lintas dalam jangka waktu satu tahun.
BAB III
PENUTUP
Maksud dari tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk menambah wawasan kita
tentang perkembangan struktur transportasi terutama kereta api. Dengan terus
meningkatnya kemajuan teknologi maka akan semakin ditingkatkan kearah aspek
kenyamanan, aspek keselamatan, dampaknya terhadap lingkungan dan biaya yang
ekonomis untuk pembuatannya.
Bahwa materi tentang jalan rel ini masih cukup luas dan akan selalu ada
pembaharuan sehingga diperlukan penggalian informasi dan ilmunya dari berbagai
sumber yang terdepan, dan juga harus tetap mengacu pada persyaratan atau
ketentuan yang berlaku sekarang ini sehingga dengan cara ini pembangunan jalan
rel dapat lebih aman, nyaman dan ramah lingkungan, dapat lebih efektif dan juga
dapat dilakukan dengan beberapa metode pelaksaannya yang mudah dan
berkualitas untuk pekerjaan konstruksi.