DAFTAR ISI...........................................................................................................1
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.......................................................................................2
B. DASAR TEORI
1. Frekuensi................................................................................................3
2. Panjang Kelas Interval...........................................................................3
D. PENUTUP
1. Kesimpulan..........................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA................................................................................39
1
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Data kuantitatif yang diperoleh dari lapangan, nilainya tidak selalu sama
melainkan bervariasi dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Oleh
karena itu, perlu diketahui bahwa disekitar mana angka-angka itu
mempunyai kecenderungan untuk memusat pada nilai tertentu yang
disebebut nilai pusat. Nilai tersebut berupa nilai tunggal yang cukup
representatif bagi keseluruhan nilai dalam data bersangkutan. Disebut
nilai pusat karena pada umumnya berlokasi di bagian tengah atau pusat
dari suatu distribusi.Dalam statistika dikenal beberapa macam ukuran
nilai pusat. Yang paling banyak digunakan adalah rata-rata hitung
(Arithmatic mean),Median,Modus,Rata-rata tertimbang,rata-rata
ukur,dan lain-lain.
2
B. DASAR TEORI
1. Pengertian Frekuensi
3
C. ISI DAN PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN RATA-RATA
4
2. UKURAN RATA-RATA DAN MACAMNYA
5
Mengingat bahwa selain Median, yang dalam Statistik disamping dikena sebagai
Ukuran Rata-rata Pertengahan juga dikenal sebagai Ukuran Rata-rata Letak
terdapat pula ukuran lain yang dapat dimasukkan dalam kelompok Ukuran Rata-
rata Letak, yaitu: Quartile, Decile, dan Percentile, yang batasan atau
pengertiannya lebih lanjut akan dikemukakan dibelakang.
Oleh sebab itu, setelah selesai pembicaraan mengenai mean, Median dan Modus,
akan dilanjutkan dengan pembicaraan mengenai Quartile, Decile, dan Percentile,
sebab ketiga macam ukuran yang disebutkan terakhir ini, dlam dunia Statistik
Pendidikan, cukup memiliki kegunaan dan arti yang penting.
Sebagai salah satu ukuran terdensi pusat, Mean dikenal sebagai ukuran yang
menduduki tempat terpenting jika dibandingkan dengan ukuran terdensi pusat
lainnya. Dalam kegiatan penelitian ilmiah yang menggunakan statistic sebagai
metode analisis data, Mean dapat dikatakan hamper selalu dipergunakan atau
dihitung. Dalam kehidupan sehari-hari pun, dengan sadar atau tidak, sebenarnya
kebanyakan orang telah menggunakan sebagai salah satu ukuran. Apakah
sebenarnya yang dimaksud dengan Mean itu?
a. Pengertian Mean
Menurut Sudijono, Anas (2008:79), secara singkat pengertian tentang Mean dapat
dikemukakan sebagai berikut: Mean dari sekelompok (sederetan) angka
(bilangan) adalah jumlah dari keseluruhan angka (bilangan) yang ada, dibagi
dengan kebanyakan angka (bilangan) tersebut.
6
Matematika, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,
Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu Pengetahuan Alam berturut-turut: 8, 9, 7, 4, 6,
dan 5. Untuk memperolah Mean nilai hasil ulangan tersebut, keenam butir nilai
yang ada itu kita jumlahkan, lalun kita bagi dengan banyaknya nilai tersebut,
yaitu: (8 + 9 + 7 + 4 + 6 + 5) : 6 atau
8 +9+7+4+6+5
= 6,50
6
Jika keenam bilangan tersebut kita lambangkan dengan 𝑋1, 𝑋2, 𝑋3, 𝑋4, 𝑋5 dan 𝑋6,
sedangkan banyaknya nilai itu kita lambangkan dengan N, maka Mean dari
keenam butir nilai tersebut adalah :
𝑋1 + 𝑋2 + 𝑋3 + 𝑋4 + 𝑋5 + 𝑋6
𝑀𝑥 =
𝑁
Apabila kita rumuskansecara umum, maka:
𝑋1 + 𝑋2 + 𝑋3 + 𝑋4 + 𝑋5 + 𝑋6 ……… 𝑋𝑛
𝑀𝑥 =
𝑁
Atau dapat disingkat menjadi:
∑𝑋
𝑀𝑥 =
𝑁
Inilah rumus umum atau rumus dasar untuk mencari atau menghitung Mean.
Sudijono, Anas (2008:76).
7
Mencari Mean dari Data Tunggal di mana sebagian atau seluruh skornya
berfrekuensi lebih dari satu.
(2) Contoh
Jika nilai hasil ulangan seorang Siswa MAN tadi kita hitung Mean
nya dengan menggunkan Tabel Distribusi Frekuensi, maka proes
perhitungannya adalah sebagai berikut:
X f
9 1
8 1
7 1
6 1
5 1
4 1
39 = ∑ 𝑋 6=N
8
Dari Tabel 3.1 telah kita peroleh: ∑ 𝑋 = 39, sedangkan N = 6,
Dengan demikian:
∑𝑋 39
𝑀𝑥 = = = 6,50
𝑁 6
b) Cara Mencari Mean Data Tunggal yang Sebagian atau Seluruh Skornya
Berfrekuensi Lebih dari Satu.
Karena Data Tunggal yang akan kita hitung Mean nya baik sebagian
atau seluruh skornya berfrekuensi lebih dari satu, maka rumus untuk
mencari Mean seperti yang telah dikemukakan diatas perlu
dimodifikasi, yaitu dengan jalan memasukkan atau mengikutsertakan
frekuensi skor yang ada kedalam rumus. Dengan demikian rumus diatas
berubah menjadi :
∑𝑋
𝑀𝑥 = 𝑁
𝑁 = Number of Cases
(2) Contoh
Dalam Evaluasi Belajar Thap Akhir (EBTA) bidang studi Matematika,
yang diikuti 100 orang siswa kelas terakhir PGA Negeri, diperoleh
Nilai hasil EBTA sebagai mana tertera pada Tabel 3.2.
Dapat dilihat bahwa sebagian besar nilai hasil EBTA itu berfrekuensi
lebih dari satu. Untuk memperoleh Mean dari data semacam itu, tiap-
tiap skor atau nilai yang ada terlebih dahulu harus dikalikan dengan
frekuensinya masing-masing setelah itu dijumlahkan, dan akhirnya
9
dibagi dengan N. dengan demikian kita perlu menyiapkan tabel
perhitungannya.
TABEL 3.2. Nilai Hasil EBTA Bidang studi Matematika, dari Sejumlah
100 Orang Siswa Kelas Terakhir PGA Negeri
Yang terdiri dari tiga kolom. Pada kolom 1 kita muat nilai hasil EBTA
yang akan kita cari Mean nya, kolom 2 memuat frekuensi masing-masing
nilai hasil EBTA tersebut, sedangkan pada kolom 3 kita muat hasil
perkalian tiap-tiap skor (nilai) yang ada dengan frekuensinya masing-
masing. Perhatikan Tabel 3.3.
TABEL. 3.3. Tabel Perhitungn untuk Mencari Mean Nilai Hasil EBTA
Bidang Studi Matematika, yang diikuti oleh 100 Orang Siswa Kelas
Terakhir PGA Negeri
X f fX
10 1 10
9 2 18
8 4 32
7 20 140
6 35 210
5 22 110
4 11 44
3 4 12
2 1 2
Total 100 = N 578 = ∑ fX
10
Dari Tabel 3.3. telah berhasil kita peroleh: ∑ fX = 578, sedangkan N telah
kita ketahui = 100. Dengan demikian Mean dapat kita peroleh dengan
∑𝑋
mudah, dengan menggunakan rumus: 𝑀𝑥 = 𝑁
∑𝑋 578
Maka: 𝑀𝑥 = = 100 = 5,780 atau 5,78
𝑁
∑ 𝑓𝑋
𝑀𝑥 = 𝑁
𝑁 = Number of Cases
Sudijono, Anas (2008:85).
(2) Contoh
11
Dalam tes seleksi penerimaan siswa baru SMA swasta yang diikuti
800 orang calon, diperolehNilai Hasil Tes Bidang Studi
Matematikasebagai berikut(lihat Tabel 3.4).
TABEL 3.4. Nilai Hasil Tes Seleksi Bidang Studi Matematika dari
sejumlah 800 orang calon yang mengikuti tes seleksi penerimaan
calon siswa pada sebuah SMA swasta
Interval Nilai f
75 – 79 8
70 – 74 16
65 – 69 32
60 – 64 160
55 – 59 240
50 – 54 176
45 – 49 88
40 – 44 40
35 – 39 2
30 – 34 8
Total : 800 = N
TABEL 3.5. Perhitungan Mean Data yang tertera Pada Tabel 3.4.
Dengan Menggunakan Metode Panjang
Interval Nilai f X fX
75 – 79 8 77 616
70 – 74 16 72 1152
12
65 – 69 32 67 2144
60 – 64 160 62 9920
55 – 59 240 57 13680
50 – 54 176 52 9152
45 – 49 88 47 4136
40 – 44 40 42 1680
35 – 39 2 37 1184
30 – 34 8 32 256
Total : 800 = N - 43920 = ∑ fX
Dari Tabel 3.5 telah kita peroleh ∑ fX = 43920, adapun N = 800. Dengan
demikian:
∑ 𝑓𝑋 43920
𝑀𝑥 = = = 54,90
𝑁 800
Seperti dapat kita amati dan rasakn, maka dalam proses perhitungan untuk
mencari Mean Data Kelompokkan dengan menggunakan Metode Panjang,
kita bekerja dengan bilangan yang cukup besar. Karena itu jika dalam
perhitungan kita tidak dibantu oleh mesin hitung atau kalkulator, amak di
samping sangat diperlukan ketelitian, risiko kesalahan yang kita hadapipun
cukup besar. Itulah sebabnya para ahli statistic mengemukakan cara lain
yang lebih praktis, dalam arti: perhitungan dapat dilakukan dengan lebih
cepat dan mudah, dengan risiko kesalahan yang kecil.
𝑀𝑥 = Mean
𝑀′ = Mean Terkaan atau Mean Taksiran
13
∑ 𝑓𝑥 ′ = jumlah dari hasil perkalian antara titik tengah
𝑁 = Number of Cases
(2) Contoh
Jika mialnya data yang disajiakan pada Tabel Tabel 3.4. kita cari Mean nya
dengan menggunakan Metode Singkat, makan proses perhitungan dan
langkah perhitungannya adalah (lihat Tabel 3.6)
(a) Memilih satu Midpoint di antara Midpoint yang ada dalam tabel
Distribusi Frekuensi, yaitu Midpoint dari interval niali yang memiliki
frekuensi tertinggi (terbesar). Seperti dapat kita lihat pada Tabel 3.6,
interval nilai yang memiliki frekuensi tertinggi adalah interval 55 – 59
degan frekuensi = 240. Dengan demikian, Midpoint yang kita pilih
sebagai Mean Terkaan (𝑀′ ) dalah 57
TABEL 3.6. perhitungan Mean Data yang Disajikan Pada Tabel 3.4.
dengan menggunakan Metode Singkat
Interval Nilai F X 𝑥′ f𝑥 ′
14
75 – 79 8 77 +4 + 32
70 – 74 16 72 +3 + 48
65 – 69 32 67 +2 + 64
60 – 64 160 62 +1 + 160
55 – 59 240 57 0 0
50 – 54 176 52 1 176
45 – 49 88 47 2 176
40 – 44 40 42 3 120
35 – 39 2 37 4 128
30 – 34 8 32 5 40
800 = N - - - 336 = ∑ f𝑋 ′
(b) Cara lain ialah, dengan memilih satu diantara midpoint yang adapada
tabel distribusi frekuensi, yang terletak di tengah-tengah deretan
ingterval nilai dalam tabel ditribusi frejuensi tersebut. Karena
banyaknya deretan ingterval dalam Tabel 3.6 itu ada 12 baris, maka
mispoint yang dapat kita pilih sebagai mean Terkaan adalah midpoint
nomor ke (12 : 2, atau no ke-6 , baik nomor ke-6 dari bawah atau
nomor ke-6 dari atas. Jika yang kita pilih badalah midpoint nomor ke-
6 dari bawah, maka Mean Terkaan kita adalah = 57. Apabila yang kita
sebagai Mean terkaaan adalah midpoint nomor ke-6 dari tas, maka
Mean Terkaan kita itu adalah 52.
Dalam contoh diatas, kita telah menetapkan M = 57.
15
kolom 5 tabel 3.6. setelah perkalian dapat diselesaikan, lalu
dijumlahkan. dalam tabel 3.6 kita peroleh ∑ fx’ = -336.
′
∑ 𝑓𝑥 ′
𝑀𝑥 = 𝑀 + 𝑖 ( )
𝑁
Mx = Mean
M’ = Mean Terkaan atau Mean Taksiran
i = Kelas Interval
∑ fx’ = Jumlah pekalian antara titik tengah dan frekuensi
N = Number of Cases
Sudijono, Anas (2008:90).
Dengan rumus atau metode singkat ternyata Mean yang kita peroleh
adalah persis sama dengan Mean yang kita peroleh dengan menggunakan
metode panjang, yaitu: M = 54,90.
Dapat kita amati dan kita rasakan bahwa dengan menggunakan metode
singkat, perhitungan dapat berjalan dengan cepat, resiko kesalahan hitung
dapat ditekan seminimal mungkin (sebab di sini kita tidak berhadapan
dengan bilangan yang besar), sedangkan hasilnya sama persis.
c. Penggunaan Mean
16
Menurut Sudijono, Anas (2008:91), sebagai salah satu Ukuran Rata-rata,
Mean kita gunakan apabila kita berhadapan dengan kenyataan seperti
dikemukakan berikut ini :
1) Bahwa data statistik yang kita hadapi merupakan data yang distribusi
frekuensinya bersifat normal atau simetris; setidak-tidaknya mendekati
normal. Jadi, apabila data ststistik yang kita hadapi bersifat asimetris,
maka untuk mencari Nilai Rata-rata data yang demikian itu hendaknya
jangan menggunakan Mean, sebab Nilai Rata-rata yang diperoleh
nantinya akan jauh menyimpang dedari kenyataan yang sebenarnya.
2) Bahwa dalam kegiatan analisis data, kita menghendaki kadar
kemantapan atau kadar kepercayaan setinggi mungkin. seperti dapat
kita amati pada perhitungan Mean yang telah dikemukakan contohnya,
maka Mean yang kita peroleh adalah hasil dari perhitungan yang
dilakukan terhadap semua angka, tanpa kecuali; karena itu, sebagai
ukuran rata-rata, Mean cukup dapat diandalkan, atau memilik
reliabilitas yang tinggi.
3) Bahwa dalam menganalisis data selanjutnya, terhadap dat yang sedang
kita hadapi atau kita teliti itu, akan kita kenai ukuran-ukuran statistik
selain Mean, misalnya: deviasi rata-rata, deviasi standar, korelasi dan
sebagainya, seperti akan dikemukakan dalam pembicaraan pada bab-
bab berikutnya nanti.
Ukuran rata-rata kedua yang akan kita pelajari adalah Median, yang-
seperti telah dikemukakan dalam pembicaraan terdahulu-sering dikenal
dengan istilah: Nilai Rata-rata Pertengahan atau Nilai Rata-rata Letak, atau
Nilai Posisi Tengah, yang biasa diberi lambang: Mdn, Me atau Mn. Dalam
pembicaraan selanjutnya akan digunakan lambang: Mdn.
17
Menurut Sudijono, Anas (2008:93), yang dimaksud dengan Nilai
Rata-rata Pertengahan atau Median adalah suatu nilai atau suatu
angka yang membagi suatu distribusi data ke dalam dua bagian yang
sama besar. Dengan kata lain, Nilai Rata-rata Pertengahan atau
Median adalah nilai atau angka yang di atas nilai atau angka tersebut
terdapat 1/2N dan dibawahnya juga terdapat 1/2N. Itulah sebabnya
Nilai Rata-rata ini dikenal sebagai Nilai Pertengahan atau Nilai Posisi
Tengah, yaitu nilai yang menunjukkan pertengahan dari suatu
distribusi data.
18
(i) Mencari nilai rata-rata pertengahan untuk data tunggal yang seluruh
skornya berfrekuensi 1 dan number of caess-nya berupa bilangan
gasal.
Untuk data tunggal yang seluruh skornya berfrekuensi 1 dan number
of cases-nya bilangan gasal (yaitu: M = 2m + 1 ), maka median data
yang demikian itu terletak pada bilngan yang ke (n+1).
contoh : 9 orang mahasiswa menempuh ujian lisan dala mata kuliah
teknik evaluasi pendidikan. Niali mereka adalah sebagai berikut: 65
75 60 70 55 50 80 40 30. Untuk mengetahui nilai berapakah yang
merupakan Nilai Rata-rata Pertengahan atau Median dari kumpulan
nilai hasil ujian tersebut, pertama-tama deretan itu kita atur mulai
dari nilai terendah sampai nilai tertinggi:
30 40 50 55 60 65 70 75 80
kita lihat dalam deretan nilai di atas, bilangan ke-1 adalah 30,
bilangan ke-2 = 40, bilangan ke-3 = 50, bilangan ke-4 = 55, bilangan
ke-5 = 60, bilangan ke-6 = 65, bilangan ke-7 = 70, bilangan ke-8 =
75 dan bilangan ke-9 = 80. Karena N = 9, sedang rumus bilangan
gasal adalah: N = 2n +1, maka 9 = 2n + 1
9 = 2n + 1
9 – 1 = 2n
n=4
dengan demikian nilai yang merupakan nilai rata-rata pertengahan
atau median dari nilai hasil ujian lisan tersebut adalah nilai (
bilangan) yang ke- ( 4 + 1 ) atau bilangan ke-5, yaitu nilai 60.
19
Median atau Nilai Rata-rata Pertengahan data yang demikian itu
terletak antara bilangan yang ke-n dan ke-(n+1).
Contoh : tinggi badan 10 orang calon yang mengikuti tes seleksi
penerimaan calon penerbang, menunjukkan angka sebagai berikut:
168 162 169 170 164 167 161 166 163 dan 165 cm.
cara mencari Nilai Rata-rata Pertengahan atau Mediannya sama
seperti telah dikemukakan di atas, yaitu pertama-tama deretan angka
itu terlebih dahulu kita atur berderet, mulai dari nilai terendah
sampai nilai tertinggi.
161 162 163 164 165 166 167 168 169 170
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Karena N = 10 (merupakan bilangan bulat), sedang rumus untuk
bilangan bulat adalah : N = 2n, maka : 10 = 2n , n = 5
Jadi Median atau Nilai Rata-rata Pertengahan dari tinggi badan 10
orang peserta tes seleksi Calon Penerbang itu terletak antara bilangan
ke-5 dann ke (5+1), atau antara bilaangan ke-5 dan ke-6. Dalam
deretan angka-angka di atas, bilangan ke-5 adalah 165, sedang
bilangan ke-6 adalah 166.
165 + 166
Jadi Mdn = = 165,50
2
Jika kedua data yang telah dijadikan contoh di atas kita tuangkan
dalam bentuk Tabel Distribusi Frekuensi dan kemudian kita cari
mediannya, lkeadaannya adalah sebagai berikut:
Median Nilai Hasil Ujian Lisan dari 9 orang mahasiswa
X F
80 1
Bil. ke-9
75 1 Bil. ke-8
70 1 Bil. ke-7
65 1 Bil. ke-6
60 1 Median
55 1 Bil. ke-4
50 1 Bil. ke-3
40 1 Bil. ke-2
30 1 Bil. ke-1
Total 9=N
20
Median Tinggi Badan 10 orang calon yang mengikuti Tes Calon Penerbang
X F
Bil. ke-10
170 1
Bil. ke- 9
169 1
Bil. ke- 8
168 1
Bil. ke- 7
167 1
Bil. ke- 6
166 1
165 1 Bil. ke- 5
164 1 Bil. ke- 4
163 1 Bil. ke- 3
162 1 Bil. ke- 2
161 1 Bil. ke- 1
Total 10 = N 165+166
Mdn = = 165,50
2
Mdn = Median
N = Number of Cases
21
Sudijono, Anas (2008:97).
26 28 27 24 31 27 25 28 26 30
29 27 26 30 25 23 31 28 26 27
31 24 27 29 27 30 28 26 29 25
23 29 27 26 28 25 27 28 30 25
24 29 31 27 26 28 27 26 27 27
Untuk mencari median dari data semacam ini, terlebih dahulu kita
siapkan tabel Distribusi Frekuensinya, terdiri dari 5 kolom. Kolom
1 : skor usia, kolom 2 : tanda atau jari, kolom 3 : frekuensi, kolom
4 : frekuensi kumulatif yang dihitung dari bawah, dan kolom 5 :
frekuensi kumulatif yang dihitung dari atas.
1. Pertama-tama data kita bagi menjadi 2 bagian yang sama besar, yaitu masing-
masing sebesar 1/2N; pada pertengahan distribusi data itulah terletak median yang
kita cari
Karena N = 50 maka 1/2N = 25 (25 orang guru agama islam). Perhatian kita
arahkan pada kolom 4 Tabel 3.7. Titik pertengahan data sebesar 25 itu terkandung
pada frekuensi kumulatif 30. dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa nilai
pertengahan usia guru agama islam itu terletak pada skor 27, atau skor yang
mengandung median adalah skor 27.
2. Karena skor yang mengandung median adalah skor 27, maka dengan mudah
dan cepat dapat kita ketahui:
c. frekuensi kumulatif yang terletak di bawah skor yang mengandung median (fkb)
yaitu = 18
22
3. dengan diketahui L , fi, dan fkb maka dengan mensubstitusikannya ke dalam
rumus pertama, dapat kita peroleh mediannya:
1
𝑁−𝑓𝑘𝑏 25−18 7
Mdn = L + ( 2
) = 26,50 + ( ) = 26,50 + 12 = 26,50 + 0,583 = 27,083
𝑓𝑖 12
(dapat dibulatkan menjadi : 27).
Selanjutnya kita gunakan rumus yang kedua untuk mencari Median dari
data di atas. Perhatian kita arahkan kepada kolom 5 Tabel 3.7.
1. titik pertengahan data terletak pada 1/2N yaitu 1/2 x 50 = 25. Dalam frekuensi
kumulatif yang dihitung dari atas (fka), titik pertengahan data sebesar 25 itu
terkandung pada fkb sebesar 32. Dengan demikian dapat kita ketahui skor yang
mengandung median, yaitu skor 27.
2. Karena skor yang mengandung Median adalah 27, maka dengan mudah dapat
kita ketahui:
a. batas atas nyata dari skor yang mengandung median yaitu: 27 + 0,50 = 27,50;
atau : u = 27,50.
b. frekuensi kumulatif yang terletak di atas skor yang mengandung median (fka)
adalah 20; jadi fka = 20.
c. frekuensi aslinya, atau frekuensi dari skor yang mengandung median adalah =
12; jadi fi = 12.
23
3. Dengan diketahuinya: u, fi, dan fkb, maka dengan mensubstitusikannya ke
dalam rumus kedua, dapat diperoleh mediannya:
1
𝑁−𝑓𝑘𝑎 25−20 5
Mdn = u - (2 ) = 27,50 - ( ) = 27,50 + 12 = 27,50 - 0,147 = 27,083
𝑓𝑖 12
(dapat dibulatkan menjadi : 27).
cara menghitung dan jalan pikiran yang ditempuh untuk menghitung atau
mencari Nilai Rata-rata Pertengahan dari data kelompokkan adalah sama saja
dengan apa yang telah dikemukakan di atas. Letak perbedaannya adalah, jika pada
data tunggal kita tidak perlu memperhitungkan interval class (i), sedangkan pada
data kelompokan kelas interval (i), itu harus ikut diperhitungkan, sehingga rumus
di atas tadi berubah menjadi:
1 1
𝑁−𝑓𝑘𝑏 𝑁−𝑓𝑘𝑎
Mdn = L + ( 2
) Xi dan Mdn = u - ( 2
) Xi
𝑓𝑖 𝑓𝑖
Tabel 3.8. Tabel Perhitungan untuk Mencari Median Nilai Hasil EBTA dalam
Bahasa Arab yang Diikuti oleh 100 Orang Siswa Madrasah Tsanawiyah
24
L = 54,50
fi = 25
fkb = 45
1
𝑁−𝑓𝑘𝑏 50−45 5
Mdn = L + (2 ) X i = 54,50 + ( ) x 5 = 54,50 + 25 x 5 = 54,50 + 1 =
𝑓𝑖 25
55,50
u = 59,50
fi = 25
fka = 30
i=5
1
𝑁−𝑓𝑘𝑎 50−30 100
Mdn = u - ( 2
) X i = 59,50 – ( ) x 5 = 59,50 - = 59,50 – 4 = 55,50
𝑓𝑖 25 25
(hasilnya sama)
Menurut Sudijono, Anas (2008:85), nilai Rata-rata Pertengahan atau Median kita
cari atau kita hitung, apabila kita berhadapan dengan kenyataan seperti disebutkan
berikut ini:
1) Kita tidak memiliki waktu yang cukup luas atau longgar untuk menghitung
Nilai Rata-rata Hitung (Mean)-nya.
2) Kita tidak ingin memperoleh nilai rata-rata dengan tingkat ketelitian yang
tinggi, melainkan hanya sekedar mengetahui skor atau nilai yang merupakan nilai
pertengahan dari data yang sedang kita teliti.
3) Distribusi frekuensi data yang sedang kita hadapi bersifat asimetris (tidak
normal).
25
4) Data yang sedang kita teliti tidak akan dianalisis secara lebih dalam lagi dengan
menggunakan ukuran statistik lainnya.
IV (6) . . . . . . . 𝑛
𝑈 = √𝑥1 . 𝑥2 . 𝑥3 … 𝑥𝑛
3
U = √2 𝑥 4 𝑥 8 = 4
Yakni logaritma rata-rata ukur U sama dengan jumlah logaritma tiap data
dibagi oleh banyak data. Rata-rata ukur U akan didapat dengan jalan
mencari kembali logaritmanya.
log 2+𝑙𝑜𝑔4+𝑙𝑜𝑔8
Log U = 3
0,3010+0,6021+0,9031
Log U = 3
= 0,6021
26
Sehingga,setelah dicari kembali dari daftar logaritma, rata-rata ukur U= 4
𝑋 t
IV (8). . . . . . . . . . 𝑃𝑡 = 𝑃0 (1 + 100)
Pt = keadaan akhir
𝑥
Maka didapat 78 = 60 ( 1 + )10
100
𝑥
Atau log 78 = log 60 + 10 log(1 + 100 )
𝑥
Atau 1,8921 = 1,7782 + (10) log (1 + 100)
𝑥
Menghasilkan (1 + 100) = 1,0267 x = 2,67
Untuk data yang telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi si rata-rata
ukurnya dihitung dengan rumus :
27
∑(𝑓𝑖 log 𝑥𝑖)
IV (9) . . . . . . . . . . . . . . Log U = ∑ 𝑓𝑖
Contoh : Untuk data dalam Daftar III(1) tentang nilai ujian 80 mahasiswa,
kita bentuk tabel berikut.
Kolom (3) adalah tanda kelas, kolom (4) merupakan logaritma dari kolom
(3) dan kolom (5) menyatakan hasil kali antara kolom (2) dan kolom (4).
Didapat ∑(𝑓𝑖 𝑙𝑜𝑔 𝑥𝑖) = 150,1782 dan ∑ 𝑓𝑖 = 80
150,1782
Log U = = 1,8772
80
28
serangkaian nilai-nilai observasinya diatas ialah n dibagi dengan hasil
1
penjumlahan dari seluruh 𝑋 dan dapat dirumuskan sebagai :
𝑖
𝑛
𝑟ℎ = 1
∑𝑛
𝑖=1 𝑋
𝑖
∑𝑘
𝑖=1 𝑟𝑖
= = 𝑟̅
𝑘
Sebaliknya, bila kita anggap unit X yang tetap, 𝑌𝑖 = 𝑋𝑖 /𝑟𝑖 dan semua 𝑋𝑖
adalah sama dengan 𝑋𝑖 = 𝑢, maka rata-rata harmonis rasionya menjadi
∑𝑘
𝑖=1 𝑋𝑖 𝑘𝑢
∑𝑘
= 1
𝑖=1 𝑌𝑖 𝑢 ∑𝑘
𝑖=1 𝑟𝑖
𝑘
= 1
∑𝑘
𝑖=1𝑟
𝑖
29
𝑤1 +𝑤2 +⋯+𝑤𝑛
𝑟ℎ = 1 1
𝑤1 (𝑋 )+⋯+𝑤𝑛 (𝑋 )
1 𝑛
atau
∑𝑛
𝑖=1 𝑤𝑖
𝑟ℎ = 1
∑𝑛
𝑖=1 𝑤𝑖 𝑋𝑖
Dimana 𝑤𝑖 = timbangan
3. Modus (Mode)
a. Pengertian Modus
Mencari modus untuk data tunggal dapat dilakukan dengan mudah dan cepat;
yaitu hanya dengan memeriksa (mencari) mana di antara skor yang ada, yang
memiliki frekuensi terbanyak. Skor atau nilai yang memiliki frekuensi terbanyak
itulah yang kita sebut Modus.
Contoh: Misalkan data tentang data 50 orang Guru Matematika yang tercantum
pada tabel 3.7 dapat kita cari Modusnya sebagai berikut:
Tabel3.9. Tabel Distribusi Frekuensi untuk Mencari Modus dari Data yang
Tertera Pada Tabel 3.7.
Usia (x) f
31 4
30 4
29 5
28 7
Mo (27) (12)= f maksimal
26 8
25 5
24 3
30
23 2
Total 50=N
Modus untuk data di atas adalah usia 27 tahun. Mengapa demikian? Sebab dari
sejumlah 50 orang Guru Matematika tersebut, yang paling banyak adalah berusia
27 tahun.
Untuk mencari Modus dari Data Kelompok, digunakan rumus sebagai berikut:
𝑓a 𝑓𝑏
Mo = L + ( 𝑓 )Xi atau : Mo = u - (𝑓 )Xi
𝑎+𝑓𝑏 𝑎+𝑓𝑏
Mo = Modus
L = lower limit (Batas Bawah Nyata dari interval yang mengandung modus).
u = upper limit (Batas Atas Nyata dari Interval yang mengandung Modus).
Contoh : Nilai yang berhasil dicapai oleh 40 orang mahasiswa dalam mata kuliah
Ilmu Perbandingan Agama adalah sebagai berikut:
TABEL 3.10. Nilai Hasil Ujian Semester Mata Kuliah Ilmu Perbandingan Agama
dari 40 Orang Mahasiswa
Interval Nilai : F
85-89 2
80-84 2
75-79 3
70-74 4
65-69 5----fa
(60-64) (10) ---fmax
55-59 5----fb
50-54 4
45-49 3
40-44 2
31
35-39 1
Total 40 = N
Dari Tabel 3.10 dapat kita ketahui, interval nilai yang mengandung Modus adalah
interval 60-64, karena interval nilai tersebutlah yang memiliki frekuensi paling
banyak. Dengan diketahuinya interval yang mengandung Modus, maka berturut-
turut dapat kita ketahui: lower limitnya (L) = 59,50; upper limitnya (u) = 64,50; fa
= 5; dan fb = 5. Adapun i = 5.
Dengan mensubstitusikan ke dalam rumus pertama dan rumus kedua,
maka dengan mudah dapat kita ketahui Modus dari data tersebut:
Rumus Pertama:
𝑓a 5
Mo = L + ( 𝑓 )Xi = 59,50 + (5+5) X 5 = 59,50 + 2,50 = 62
𝑎+𝑓𝑏
Rumus Kedua :
𝑓𝑏 5 25
Mo = u - ( 𝑓 )Xi = 64,50 - (5+5)X 5 = 64,50 - 10 = 64,50 – 2,50 = 62 (hasilnya
𝑎+𝑓𝑏
sama).
C. Penggunaan Modus
Mencari Modus kita lakukan apabila kita berhadapan dengan kenyataan sebagai
berikut:
1) Kita ingin memperoleh nilai yang menunjukkan aturan rata-rata dalam waktu
yang paling singkat.
2) Dalam mencari nilai yang menunjukkan ukuran rata-rata itu kita meniadakan
faktor ketelitian, artinya: ukuran rata-rata itu kita kehendaki hanya bersifat kasar
saja.
3) Dari data yang sedang kita teliti (kita cari Modusya) kita hanya ingin
mengetahui ciri khasnya saja.
Menurut Sudijono, Anas (2008:109), dalam keadaan khusus , yaitu dalam keadaan
distribusi frekuensi data yang kita selidiki bersifat normal (simetris), maka akan
kita temui keadaan sebagai berikut:
a. Mean=Median=Modus
32
Interval f X X’ Fx’ fkb fka
Nilai
70-74 2 72 +4 +8 64 = N 2
65-69 4 67 +3 + 12 62 6
60-64 9 62 +2 + 18 58 15
55-59 10 57 +1 + 10 49 25
50-54 14 (52)M1 0 0 39 39
45-49 10 47 -1 + 10 25 49
40-44 9 42 -2 + 18 15 58
35-39 4 37 -3 + 12 6 62
30-34 2 32 -4 +8 2 64 = N
Total 64 = N - - 0 = ∑ 𝑓𝑥′ - -
Dengan memperhatikan distribusi frekuensi dari data yang disajikan di atas ini
kita tahu bahhwa data tersebut di atas memiliki distribusi frekuensi yang bersifat
simetris. Jika data tersebut kita hitung Mean, Median dan Modusnya, maka baik
Mean, Median maupun Modus akan berada pada satu titik, dengan kata lain:
1
𝑁−𝑓𝑘𝑏 32−25
Mdn = L + (2 ) X i = 49,50 + ( ) X 5 = 49,50 + 2,50 = 52
𝑓𝑖 14
1
𝑁−𝑓𝑘𝑎 32−25
Mdn = u - (2 ) X i = 54,50 – ( ) X 5 = 54,50 – 2,50 = 52
𝑓𝑖 14
𝑓a 10
Mo = L + ( 𝑓 )X i = 49,50 + (10−10) X 5 = 49,50 + 2,50 = 52
𝑎+𝑓𝑏
𝑓𝑏 10
Mo = u - ( 𝑓 )X i = 54,50 + (10+10) X 5 = 54,50 + 2,50 = 52
𝑎+𝑓𝑏
Jika sekumpulan data dibagi menjadi empat bagian yang sama banyak,
sesudah disusun menurut urutan nilainya , maka bilangan membaginya disebut
kuartil. Ada tiga buah kuartil, ialah kuartil pertama, kuartil kedua, kuartil ketiga
33
yang masing-masing disingkat Q1 , Q2, dan Q3 . pemberian nama ini, dimulai dari
nilai kuartil paling kecil. Untuk menentukan nilai kuartil caranya adalah :
𝑖(𝑛+1)
Letak Ki= data ke 4
Dengan i=1,2,3
Contoh : sampel dengan data 75,82, 66,57, 64,56, 92,94, 86,52,60,70. Setelah
disusun menjadi 52,56,57,60,64,66,70,75,82,86,92,94.
1(12+1) 1
Letak K1= data ke = data ke 34 , yaitu antara data ke -3 dan data ke-4
4
1
Nilai K1= data ke-3 + 4(data ke-4 – data ke-3)]
1 3
K1= 57 + 4(60 – 57) = 574
3(12+1) 3
Letak K3= data ke = data ke 94
4
3
K3= data ke-9 + 4 (data ke-10 – data ke-9)
3
K3 =82 + 4 (86-82) =85
Untuk data yang telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi, Kuartil dihitung
dengan rumus :
𝑖𝑛
−𝐹
Qi = b + p ( 4 𝑓 )
Dengan i = 1,2,3
34
P = panjang kelas Ki
F = jumlah frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari tanda kelas Ki
F = frekuensi kelas Ki
Kembali pada hasil ujian 80 mahasiswa seperti dalam tabel di bawah ini , maka
3
untuk menentukan kuartil ketiga , 4 x 80 = 60 data . b = 80.5 ;p=10; f=20; F=48.
3 𝑥 80
−48
4
K3 = 80.5 + 10( )
20
K3 = 86.5
Nilai Ujian fi
31-40 1
41-50 2
51-60 5
61-70 15
71-80 25
81-90 20
91-100 12
Jumlah 80
Ini berarti ada 75% mahasiswa yang mendapat nilai ujian paling tinggi 86.5
sedangkan 25% lagi mendapat nilai paling rendah.
Jika kumpilan data itu dibagi menjadi 10 bagian yang sama maka didapat
Sembilan pembagi dan setiap pembagi dinamakan desil. Kerananya ada sembilan
buah desil, ialah desil pertama, desil kedua,…., desil kesembilan yang disingkat
dengan d1,, d2,…,d9 . desil-desil ini dapat ditentukan dengan jalan :
35
1. Susun data menurut susunan nilainya
2. Tentukan letak desil
3. Tentukan nilai desil
Letak desilke-I diberi lambing di , ditentukan oleh rumus :
𝑖(𝑛+1)
Letak d1 = data ke 10
Dengan i=1,2,…,9
9,1
d7 = 82 + (0,1)(86-82) = 82,4
𝑖𝑛
−𝐹
di = b + p (10𝑓 )
dengan i=1,2,…,9
dengan b = batas bawah kelas di , ialah kelas interval dimana di akan terletak
P = panjang kelas di
F = jumlah frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari tanda kelas di
F = frekuensi kelas di
Jika diminta d3 unuk 80 nilai ujian statistika, maka kita perlu 30% x 80 = 24 data.
b=60.5; p=10; f=15; F=8 .dengan i=3 dan n=80, maka didapat
3 𝑥 80
−8
10
d3 = 60.5 + 10( )
15
d3 = 71,2
36
Jika sekumpulan data tersebut dibagi menjadi 100 bagian yang sama akan
menghasilkan 99 pembagi yang dinamakan persentil yang dilambangkan dengan
P.
𝑖(𝑛+1)
Pi = data ke 100
dengan i=1,2,…,99
sedangkan nilai Pi untuk data dalam daftar distribusi frekuensi dihitung dengan :
𝑖𝑛
−𝐹
100
Pi = b + p ( )
𝑓
dengan i=1,2,…,99
P = panjang kelas Pi
F = jumlah frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari tanda kelas Pi
f = frekuensi kelas Pi
37
D. PENUTUP
1. Kesimpulan
38
DAFTAR PUSTAKA
Sudijono, Anas. 2009. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta :PT Raja Grafindo
Persada
39