Anda di halaman 1dari 60

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.

J
DENGAN HIPERTENSI STAGE I DIRUANG ICVCU RUMAH
SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN
KITA JAKARTA

OLEH KELOMPOK I :

HERWINDA, AMK
SARAH UMI HAFZAH, AMK
NENI IRIANTI, S. Kep.Ners
KUSTAM NUROHMAN, Amd. Kep

PELATIHAN KEPERAWATAN KARDIOVASKULAR


TINGKAT DASAR RUMAH SAKIT JANTUNG DAN
PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA
TAHUN 2018
HALAMAN PENGESAHAN

Studi kasus ini diajukan oleh kelompok 1


Herwinda, Amk
Sarah Umi Hafzah, Amk
Neni Irianti, S. Kep.Ners
Kustam Nurohman, Amd. Kep

Program Pelatihan Keperawatan Kardiovaskular Tingkat Dasar Angkatan I tahun


2018

Judul Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. J Dengan Hipertensi
Stage I Di ruang ICVCU Rs Jantung Dan Pembuluh Darah
Harapan Kita Jakarta

TIM PEMBIMBING
Pembimbing : Ns. Ade Priyanto, S.Kep., Sp.KV (.....................)

Penguji : Ns. Hana Mutiasari, S.Kep., M.Kep (.....................)

Penguji : Titi Nurhayati, CTRN, S.Pd (.....................)

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 15 Februari 2018

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat dan hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan makalah “Asuhan
Keperawatan pada Klien Tn. J dengan Hipertensi Derajat 1 di ruang ICVCU RS
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas sebagai peserta Pelatihan
Keperawatan Kardiovaskular Tingkat Dasar di Diklat RS Jantung dan Pembuluh
Darah Harapan Kita Jakarta.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis juga tidak terlepas dari berbagai
kendala. Namun atas dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. dr. Iwan Dakota, Sp.JP (K), MARS, FACC, FESC selaku Direktur RS
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta
2. Ns. R Yanti Rayanti, S.Kp., Sp.KV., MM selaku koordinator program
Pelatihan Keperawatan Kardiovaskular Tingkat Dasar
3. Ns. Ade Priyanto, S.Kep., Sp.KV selaku pembimbing di RS Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta
4. Ns. Hana Mutiasari, S.Kep., M.Kep selaku penguji di RS Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta
5. Ns. Titi Nurhayati, CTRN, S.Pd selaku penguji di RS Jantung dan Pembuluh
Darah Harapan Kita Jakarta
6. Teman-teman seperjuangan Pelatihan Keperawatan Kardiovaskular Tingkat
Dasar Angkatan I tahun 2018 di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita Jakarta
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna untuk itu penulis
menerimma masukan yang membangun baik itu kritik maupu saran dari pembaca
untuk menyempurnakan makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima
kasih.
Jakarta, Februari 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Judul ................................................................................................................. i
Halaman Pengesahan ....................................................................................... ii
Kata Pengantar ................................................................................................. iii
Daftar isi ........................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................................... 2
1.2.1 Tujuan Umum ............................................................................... 2
1.2.2 Tujuan Khusus............................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Hipertensi .................................................................................................. 4
2.1.1 Pengertian Hipertensi .................................................................... 4
2.1.2 Etiologi .......................................................................................... 4
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi ............................... 5
2.1.4 Patofisiologi hipertensi .................................................................. 8
2.1.5 Manifestasi Klinis ......................................................................... 13
2.1.6 Klasifikasi Hipertensi .................................................................... 13
2.1.7 Jenis Hipertensi ............................................................................. 14
2.1.8 Komplikasi Hipertensi................................................................... 14
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang................................................................. 14
2.1.10 Pengobatan .................................................................................... 15
2.2 Asuhan Keperawatan ................................................................................ 24
2.2.1 Pengkajian ..................................................................................... 24
2.2.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................. 26
2.2.3 Perencanaan ................................................................................... 26
2.2.4 Implementasi............................................................................... .. 30
2.2.5 Evaluasi ......................................................................................... 31
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian ................................................................................................. 32

iv
3.2 Analisa Data .............................................................................................. 38
3.3 Diagnosa Keperawatan ............................................................................. 39
3.4 Intervensi Keperawatan............................................................................. 39
3.5 Implementasi dan Evaluasi ....................................................................... 42
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian ................................................................................................. 48
4.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................................. 49
4.3 Intervensi ................................................................................................... 49
4.4 Implementasi ............................................................................................. 50
4.5 Evaluasi ..................................................................................................... 51
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 53
5.2 Saran ......................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi merupakan kondisi yang paling umum dijumpai dalam perawatan
primer. Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darahsistolik > 140
mmHg dan tekanan darah diastolik > 90 mmHg. Tekanan darah adalah
kekuatan darah untuk melawan tekanan dinding arteri ketika darah tersebut
dipompa ke seluruh tubuh. Semakin tinggi tekanan darah maka semakin keras
jantung bekerja (WHO,2013).
Hipertensi juga merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan oleh
tenaga kesehatan yang bekerja pada pelayanan kesehatan karena angka
prevalensinya yang tinggi dan akibat jangka panjang yang ditimbulkannya.
Menurut laporan Joint National Committe 7 (JNC VII), tekanan darah dapat
dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu normal (dibawah 120/80mmHg), pra
hipertensi (dari 120/80 mmHg sampai 139/89 mmHg), hipertensi tingkat I
(dari 140/90 mmHg sampai 159/99 mmHg), hipertensi tingkat II(melebihi
160/100 mmHg). Pada orang yang berusia diatas 50 tahun, tekanan darah
sistolik lebih besar dari 140 mmHg lebih beresiko terjadinya penyakit
kardiovaskular bila dibandingkan dengan tekanan darah diastolik, namun pada
tahun 2008 terdapat sekitar 40% orang dewasa diseluruh dunia berusia 25
tahun keatas di diagnosa mengalami hipertensi. Angka kejadian hipertensi
begitu meningkat dari sekitar 600 juta jiwa pada tahun 1980 menjadi 1 milyar
jiwa pada tahun 2008 (WHO, 2013).
Data statistik terbaru menyatakan bahwa terdapat 24,7% penduduk Asia
Tenggara dan 23,3% penduduk Indonesia berusia 18 tahun keatas mengalami
hipertensi pada tahun 2014 (WHO, 2015). Di Indonesia terjadi peningkatan
prevalensi hipertensi. Mengutip data hasil Riset Kesehatan Dasar, pevalensi
nasional hipertensi adalah 25,8%. Dari jumlah tersebut, hanya sepertiganya
yang terdiagnosa atau mendapatkan treatment untuk minum obat. Sisanya
sebanyak dua per tiga tidak terdiagnosa apalagi tidak minum obat (Riskesda,

1
2013). Hipertensi yang tidak mendapat penanganan yang baik menyebabkan
komplikasi stroke, penyakit jantung koroner, diabetes, gagal ginjal dan
kebutaan. Stroke (51%) dan penyakit jantung koroner (45%) merupakan
penyebab kematian tertinggi. Kerusakan organ target akibat komplikasi
hipertensi akan tergantung pada besarnya peningkatan tekanan darah dan
lamanya kondisi tekanan darah yang tidak terdiagnosa dan tidak diobati.
Organ-organ yang menjadi target antara lain otak, mata, jantung, ginjal dan
dapat juga berakibat kepada pembuluh darah arteri perifer itu sendiri
(Riskesda, 2013).
Berdasarkan data dari bagian rekam medis RSJPD Harapan Kita, jumlah
pasien dengan Hipertensi pada tahun 2017 sebanyak 250 orang.
Komplikasi yang ditimbulkan oleh hipertensi akan mengakibatkan kerusakan
organ lain apabila tidak segera dilakukan penanganan, oleh karena itu perlu
diadakan upaya-upaya untuk menekan angka peyakit hipertensi terlebih bagi
penderita hipertensi perlu diberikan perawatan dan pengobatan yang tepat agar
tidak menimbulkan komplikasi yang semakin parah. Selain itu pentingnya
pemberian asuhan keperawatan pada pasien hipertensi juga sangat diperlukan
untuk melakukan implementasi yang benar pada pasien hipertensi. Diharapkan
dengan dibuatnya makalah tentang asuhan keperawatan klien dengan
gangguan hipertensi ini dapat memberi asuhan keperawatan yang tepat dan
benar bagi penderita hipertensi dan dapat mengurangi angka kesakitan serta
kematian karena hipertensi dalam masyarakat.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan umum
Tujuan disusunnya makalah ini untuk memberikan gambaran tentang
konsep dasar dan penatalaksanaan penyakit Hipertensi serta asuhan keperawatan
pada pasien dengan Hipertensi.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan hipertensi.
b. Mampu menyusun analisa data pada pasien dengan hipertensi.

2
c. Mampu menyusun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan
hipertensi.
d. Mampu melaksanakan intervensi keperawatan pada pasien hipertensi.
e. Mampu mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan pada pasien
hipertensi.
f. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien hipertensi.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Hipertensi
2.1.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik > 90 mmHg. Tekanan darah adalah kekuatan darah untuk melawan
tekanan dinding arteri ketika darah tersebut dipompa ke seluruh tubuh. Semakin
tinggi tekanan darah maka semakin keras jantung bekerja (WHO,2013).
Tekanan darah tinggi adalah kondisi di mana tekanan darah lebih tinggi dari
140/90 milimeter merkuri (mmHG). Angka 140 mmHG merujuk pada bacaan
sistolik, ketika jantung memompa darah ke seluruh tubuh. Sementara itu, angka
90 mmHG mengacu pada bacaan diastolik, ketika jantung dalam keadaan rileks
sembari mengisi ulang bilik-biliknya dengan darah. (https://hellosehat.com/)
Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg
pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat/tenang. (www.depkes.go.id)
2.1.2 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan :
a. Hipertensi Primer (Esensial)
Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya dan
merupakan 95% dari kasus-kasus hipertensi. Tidak ada penyebab yang jelas
tentang hipertensi primer, sekalipun ada beberapa teori yang menunjukkan
adanya faktor-faktor genetik, perubahan hormon, dan perubahan simpatis.
b. Hipertensi Sekunder
Adalah akibat dari penyakit atau gangguan tertentu atau merupakan penyakit
ikutan dari penyakit yang sebelumnya diderita. Adapun penyakit yang
memicu timbulnya hipertensi sekunder diantaranya penyakit-penyakit pada

4
ginjal, pada kelenjar adrenal, koartasio aorta, trauma kepala atau tumor
kranial, hipertensi akibat kehamilan.
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau pengaruh tekanan perifer.
Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi antara lain :
a. Usia
Insiden hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien yang
berumur diatas 60 tahun, 50-60% mempunyai tekanan darah lebih besar atau
sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang
terjadi pada orang yang bertambah usianya. Hipertensi merupakan penyakit
multifaktoral yang munculnya oleh karena interaksi berbagai faktor. Dengan
bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur
45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena penumpukan
kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur angsur
menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik menjadi meningkat
karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan
umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat
sampai dekade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung
menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan
fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resisten perifer aktifitas
simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu reflek baroreseptor pada usia lanjut
sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah
berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus menurun.
b. Genetik
Hipertensi dianggap poligenik dan multifaktoral, yaitu pada seseorang dengan
riwayat hipertensi keluarga, beberapa gen mungkin berinteraksi dengan yang
lainnya dan juga lingkungan yang dapat menyebabkan tekanan darah naik
dari waktu ke waktu. Kecenderungan genetis yang membuat keluarga tertentu
lebih rentan terhadap hipertensi mungkin berhubungan dengan peningkatan
kadar natrium intraseluler dan penurunan rasio kalium-natrium, yang lebih

5
sering ditemukan pada orang berkulit hitam. Klien dengan orang tua yang
memiliki hipertensi berada pada resiko hipertensi yang lebih tinggi pada usia
muda.
c. Obesitas
Kegemukan (obesitas) adalah presentase abnormalitas lemak yang dinyatakan
dalam indeks massa tubuh (Body massa index). Berat badan dan indeks
massa tubuh berkorelasi dengan tekanan darah. Obesitas tidak menyebabkan
hipertensi, namun prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar.
Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadi hipertensi
karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang
dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini
berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi
meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dingding arteri.
Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar
insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan
natrium dan air.
d. Jenis kelamin
Pada keseluruhan insiden, hipertensi lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan wanita sampai kira-kira usia 55 tahun. Resiko pada pria dan
wanita hampir sama antara usia 55 sampai 74 tahun, kemudian setelah usia 74
tahun, wanita beresiko lebih besar. Wanita terlindungi dari penyakit
kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami
menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL
yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses
aterosklerosis. Efek perilndungan estrogen dianggap sebagai penjelasan
adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada pre menopause,
wanita mulai kehilangan sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi
pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon

6
estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara
alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.
e. Stres
Stres meningkatkan resistensi vaskular perifer dan curah jantung serta
menstimulasi aktifitas sistem saraf simpatis. Dari waktu ke waktu hipertensi
dapat berkembang. Stresor bisa dari banyak hal, mulai dari suara, infeksi,
peradangan, nyeri, berkurangnya suplai oksigen, panas, dingin, trauma,
pengerahan tenaga berkepanjangan, respon terhadap peristiwa kehidupan,
obesitas, usia tua, obat-obatan, penyakit, pembedahan dan pengobatan medis
dapat memicu respon stres. Rangsangan berbahaya ini dianggap oleh
seseorang sebagai ancaman atau dapat menyebabkan bahaya, kemudian
sebuah respon psikopatologis “melawan atau-lari” (fight or flight) diprakarsai
di dalam tubuh. Jika respon stres menjadi berlebihan atau berkepanjangan,
disfungsi organ sasaran atau penyakit akan dihasilkan. Sebuah laporan dari
Lembaga Stres America (American Institute of Stress) memperkirakan 60%
sampai 90% dari seluruh kunjungan perawatan primer meliputi keluhan yang
berhubungan dengan stres. Oleh karena stres adalah permasalahan persepsi,
interpretasi orang terhadap kejadian ynag menciptakan banyak stresor dan
respon stres.
f. Kurang olahraga
Orang normotensif menetap memiliki 20-50% resiko lebih tinggi terkena
hipertensi dari rekan-rekan mereka yang lebih aktif. Latihan aerobik teratur
seperti berjalan, jogging, atau bersepeda telah terbukti membantu
menurunkan tekanan darah dan diatas dihasilkan setiap penurunan berat
badan. Seorang pasien hipertensi yang menjadi dikondisikan secara fisik
bermanifestasikan heart rate istirahat yang lebih rendah dan menurunnya
tingkat sirkulasi katekolamin dari sebelum pelatihan, menunjukkan
penurunan simpatis.
g. Konsumsi garam
Garam merupakan faktor yang penting dalam patogenesis hipertensi.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan

7
garam yang minimal. Asupan garam < 3 gr tiap hari akan mengurangi risiko
kejadian hipertensi. Jika asupan garam 5-15 gr/hari prevalensi hipertensi
meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi
terjadi melalui peningkatan volume plassma, curah jantung dan tekanan
darah.
Garam menyebabkan retensi cairan dalam tubuh sehingga akan meningkatkan
volume dan tekanan darah pada manusia yang mengkonsumsi graam 3 garam
atau kurang ditemukan tekanan drah rata-rata rendah. Sedangkan asupan
garam sekitar 7-8 gram tekanan darah rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam
yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium
(Na+) atau 2400 gram/hari untuk penderita hipertensi dianjurkan tidak lebih
dari 2 gram/hari.
h. Kebiasaan merokok
Merokok bisa meningkatkan tekanan darah mungkin disebabkan oleh efek
nikotin pada ganglia autonomi dan merupakan faktor resiko pada peningkatan
hipertensi terus menerus. Sebagai tambahan efek aterogenik pada merokok
bisa menyebabkan terjadinya hipertensi renovaskuler. Penggunaan rokok
berhubungan dengan banyak penyakit yang berbahaya dan semua pasien
harusnya berhenti merokok.
2.1.4 Patofisiologi Hipertensi
Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah
secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk
mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang reflek
kardiovaskuler melalui sistem kontrol yang bereaksi segera. Kestabilan
tekanan darah jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur
jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.
a. Perubahan antomi dan fisiologi pembuluh darah
Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai
dengan penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Ateroskerosis
merupakan proses multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding
pembuluh darah dan terbentuk deposit substansi lemak, kolesterol,

8
produk sampah seluler, dan berbagai substansi lainnya dalam lapisan
pembuluh darah. Pertumbuhan ini disebut plak. Pertumbuhan plak pada
lapisan tunika intima akan memperkecil lumen pembuluh darah,
obstruksi luminal, kelainan aliran darah, pengurangan suplai oksigen
pada organ atau bagian tubuh tertentu. Sel endotel pembuluh darah juga
memiliki peran penting dalam pengontrolan pembuluh darah jantung
dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida
nitrit dan peptida endotelium.
b. Sistem renin-angiotensin
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-Converting Enzyme
(ACE). Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam
menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
1. Meningkatkan sekresi Anti Diuretik Hormone (ADH) dan rasa haus.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang dieksresikan
keluar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi
osmolaritasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan
ekstravaskuler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari
bagian intraseluler. Akibatnya volume darah meningkat, yang pada
akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
2. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi eksresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorbsinya dari
tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali
dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yangm pada
gilirannya akan meningkatan volume dan tekanan darah.
c. Sistem saraf simpatis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor
ini bermula rangsang saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda
spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di

9
toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
benutk impuls yag bergerak kebawah melalui saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang
akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya norepineprin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah.

10
Jenis kelamin Obesitas
Usia Gaya hidup
Efek Humoral Demand Me
Perubahan elastisitas PD Type A
Stimulus kerja jantung
Aterosklerosis Stress

Release Katekolamin Saraf Simpatis

Kerja Jantung Meningkat

Demand O2

Aliran Darah

SVR
Remodeling PD
HIPERTENSI
Aterosklerosis
Efek Jantung Aliran

LVEDV Robek/ deseksi


Perfusi Koroner
Tekanan LA Aneurisma Metab. Jantung

Tek. Hidrostatik di Venule Pulmo Rupture Suplai & Fx. Pompa Jantung
Demand
Permeabilitas membrane Kematian (+) CO
Iskemik
Cairan Pindah dari Intravaskular ke interstisial Perfusi
ALO

11
Perfusi

Perifer Metabolisme Anaerob

Target Organ Asidosis


Otak Ginjal Radikal bebas
Kesadaran RAS Kompensasi Paru
Stroke Retensi H2O & Na Stimulus
AKI Kemoreseptor

VRG DRG

12
2.1.5 Manifestasi Klinis
Pada tahap awal perkembangan hipertensi, tidak ada manifestasi yang
dicatat oleh klien atau praktisi kesehatan. Pada akhirnya tekanan darah akan naik,
dan jika keadaan ini tidak terdeteksi, klien akan tetap tidak sadar bahwa tekanan
darahnya naik. Jika keadaan ini dibiarkan tidak terdiagnosis, tekanan darah akan
terus naik, menifestasi klinis akan terlihat jelas, dan klien pada akhirnya akan
datang ke rumah sakit. Keluhan yang sering yaitu:
a. Sakit kepala
b. Pusing
c. Lemas
d. Sesak napas
e. Gelisah
f. Mual
g. Muntah
h. Epistaksis
i. Pandangan kabur
j. Kesadaran menurun
2.1.6 Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VIII :
Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Optimal < 120 mmHg < 80 mmHg
Normal < 130 mmHg < 85 mmHg
Normal Tinggi 130 – 139 mmHg 85-89 mmHg
Hipertensi Stage 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi Stage 2 160-179 mmHg 100-109 mmHg
Hipertensi Stage 3 ≥ 180 mmHg ≥ 110 mmHg
Sumber : www.scribd.com diakses tanggal 10 februari 2018 pukul 11.00 wib

13
2.1.7 Jenis Hipertensi
Jenis hipertensi berdasarkan kegawatannya :
a. Hipertensi Emergency
Hipertensi emergency diartikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik >
180 mmHg atau diastolik > 120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan
target organ. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin
dalam1 jam dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi intravena.
b. Hipertensi Urgensi
Hipertensi urgensi adalah peningkatan tekanan darah seperti pada hipertensi
emergenci namun tanpa disertai target kerusakan target organ. Pada keadaan
ini tekanan darah harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan memberikan
obat-obatan anti hipertensi oral.
2.1.8 Komplikasi Hipertensi
Umumnya hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ
tubuh.Kerusakan organ-organ yang umum ditemui pada pasien hipertensi
adalah :
a. Jantung
1. Hipertrofi ventikel kiri
2. Angina atau infark miokardium
3. Gagal jantung
b. Otak
1. Stroke
2. Transient Ischemic Attack (TIA)
c. Penyakit ginjal
d. Penyakit pembuluh darah
1. Diseksi aorta
2. Aterosklerosis
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium : fungsi ginjal : urin lengkap ureum,
creatinin, BUN dan asam urat serta darah lengkap lainnya.

14
b. EKG : kemungkinan ada pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium
kiri. Adanya penyakit jantung koroner atau aritmia.
c. Foto Rontgen : kemungkinan ditemukannya pembesaran jantung,
vaskularisasi atau aorta yang lebar.
d. Ekokardiogram : tampak penebalan dinding ventrikel kiri, mungkin
juga sudah terjadi dilatasi dan gangguan fungsi sistolik dan diastolik.
2.1.10 Pengobatan
a. Pengobatan non farmakologis
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan
darah dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan resiko
permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi tanpa
faktor resiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan
tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4-6 bulan. Bila
setelah jangka waktu tersebut tidak didapatkan faktor resiko kardiovaskular
yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines:
1. Penurunan berat badan.
Mengganti makanan yang tidak sehat dengan memperbanyak asupan
sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain
penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.
2. Mengurangi asupan garam
Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak merupakan makanan
tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien tidak
menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan kaleng,
daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga
bermanfaat untuk mengurangi dosis obat anti hipertensi pada pasien
hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2
gr/hari.
3. Olahraga
Olahraga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30-60 menit/hari,
minimal 3 hari/minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah.

15
Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara
khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kak, mengendarai
sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka ditempat
kerjanya.
4. Mengurangi konsumsi alkohol
Walaupun konsumsi alkohol belum menjadi pola hidup yang umum di
negara kita, namun konsumsi alkohol semakin hari semakin meningkat
seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota
besar. Konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas perhari pada pria atau 1 gelas
perhari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan
demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alkohol sangat
membantu dalam penurunan tekanan darah.
5. Berhenti Merokok
Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek langsung dapat
menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu faktor
resiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan
untuk berhenti merokok.
b. Pengobatan farmakologik
Secara umum, terapi farmakologik pada hipertensi dimulai bila pada pasien
hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah >
6 bulan menjalani pola hidup sehat. Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi
yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek
samping yaitu :
1. Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
2. Berikan obat generic (non paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya
3. Berikan obat pada pasien usia lanjut (diatas 80 tahun) seperti pada usia 55-
80 tahun dengan memeperhatikan faktor resiko penyebab hipertensi seperti
diabetes, hiperkolestrol, dislipidemia.
4. Jangan mengkombinasikan Angiotensin Converting Enzym Inhibitor
(ACEI) dengan angiotensin II reseptor blokers (ARBs)

16
5. Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi
farmakologi
6. Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur
Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk menurunkan dan mencegah
kejadian kardioserebrovaskular dan renal melalui penurunan tekanan darah
dan juga pengendalian dan pengobatan faktor-faktor risiko yang reversibel.
Saat ini tersedia 5 golongan obat anti hipertensi : diuretik thiazide, ACE-i,
ARB, beta bloker dan antagonis kalsium (CCB).
(a) ACE Inhibitor
ACE inhibitor adalah agen yang menghambat (menyekat) pembentukan
angiotensin II, sehingga menurunkan tekanan darah. Dieksresi melalui
ginjal dan akan terakumulasi dalam darah bila terdapat dalam ginjal. ACE
inhibitor juga dapat menurunkan beban awal (preload) dan beban akhir
(afterload), sehingga mengatasi kegagalan fungsi ventrikel atau gagal
jantung kongestif. Efek penurunan tekanan darah biasanya timbul satu
sampai dua jam setelah pemberian, dan berkurang setelah enam jam. Efek
lainnya adalah hiperkalemia terutama pada pasien dengan gagal ginjal,
sakit kepala dan kelelahan (fatique). Berbagai jenis inhibitor yang sering
digunakan untuk pengobatan pasien dengan gagal jantung atau hipertensi
adalah Captopril, Quinapril, Ramipril,Trandolapril, Cilazapril, Enalpril,
Fosinopril, dan Peridopril.
(b) Angiotensi Reseptor Bloker (ARB)
ARB merupakan salah satu obat anti hipertensi yang bekerja dengan cara
menurunkan tekanan darah melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron.
ARB mampu menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptornya,
sehingga secara langsung akan menyebabkan vasodilatasi, penurunan
produksi vasopresin, dan mengurangi sekresi aldosteron. Ketiga efek ini
secara bersama-sama akan menyebabkan penurunan tekanan darah.
Kerjanya sangat mirip dengan inhibitor ACE, yang memblok
pembentukan angiotensin II. Namun, ARB tidak menimbulkan batuk.
Obat ini efektif untuk menurunkan tekanan darah. Golongan sartan atau

17
ARB digunakan untuk menangani pasien dengan hipertensi, terutama
terhadap pasien yang toleran dengan terapi ACE inhibitor. Keunggulan
ARB dibandingkan dengan ACE inhibitor adalah ARB tidak menghambat
penguraian bradikini dan kinin lain, sehingga tidak menimbulkan batuk
atau angioderm yang dipicu bradikinin.
(c) Beta blocker
Golongan obat ini menghambat adrenoseptor beta (beta bloker) di jantung,
pembuluh darah perifer, bronkus, pankreas, dan hati. Bloker reseptor beta
mengantagonis stimulasi sistem saraf simpatis pada reseptor-β jantung
(terutamaβ1), sehingga mengurangi curah jantung melalui inotropik dan
kronotropik negatif. Obat tersebut juga memblokade reseptor-β pada sel-
sel granula juksta glomerolus ginjal, sehingga menghibisi pelepasan renin
dan mengurangi kadar angiotensin II dan aldosteron dalam plasma.
Beberapa beta bloker seperti atenolol, bisoprolol, karvedilol, dan nadolol
memiliki masa kerja yang panjang sehingga dapat diberikan hanya sekali
sehari. Beta bloker memperlambat denyut jantung dan dapat menyebabkan
depresi miokard, beta bloker dikontra indikasikan pada pasien termasuk
anak-anak dengan blok AV derajat dua atau tiga. Beta bloker juga harus
dihindari pada pasien dengan gagal jantung tidak stabil yang memburuk.
Semua β-bloker dikontra indikasikan pada asma akibat efek pontesialnya
pada reseptor-β2 bronkiolar. Efek merugikan obat ini mencakup fatig,
inotropik negatif, gangguan SSP pada beberapa pasien, dan perburukan
serta pengaburan tanda-tanda hipoglikemi.
(d) Kalsium Antagonis (CCB)
Bloker kanal kalsium (calcium-channel blocker, CCB) seperti nifedipin,
verapamil, dan diltiazem umum digunakan untuk mengobati hipertensi
karena sifat vasodilatornya. Golongan ini mempunyai efek menghambat
pemasukan calcium kedalam sel dan otot polos, sehingga dapat mencegah
kontraksi dan mengurangi afterload. Terdapat beberapa data hasil
percobaan klinik yang membuktikan bahwa semua kelas obat anti
hipertensi seperti diuretik thiazide, ACE-i, ARB, betabloker, dan CCB

18
dapat menurunkan komplikasi hipertensi yang berupa kerusakan organ
target.
(e) Diuretik
Obat anti hipertensi golongan diuretik bekerja dengan cara membuang
kelebihan air dan natrium melalui pengeluaran urin. Berkurangnya air
dalam darah mengakibatkan volume darah menurun sehingga pekerjaan
jantung menjadi ringan. Pemakaian obat jenis ini mengalami banyak
buang air (kencing). Golongan obat ini merupakan pilihan pertama untuk
mengobati hipertensi. Ada 3 jenis diuretik :
(1) Thiazide
Thiazide adalah golongan yang dipilih untuk menangani hipertensi,
golongan lainnya efektif juga untuk menurunkan tekanan darah.
Penderita dengan fungsi ginjal yang kurang baik dengan Laju Filtrasi
Glomerolus (GFR) diatas 30 ml/menit, thiazide merupakan agen
diuretik yang paling efektif untuk menurunkan tekanan darah. Dengan
menurunnya fungsi ginjal, natrium dan cairan akan terakumulasi maka
diuretik jerat henle perlu digunakan untuk mengatasi efek dari
peningkatan volume dan natrium tersebut. Hal ini juga mempengaruhi
tekanan darah arteri. Thiazide menurunkan tekanan darah dengan cara
memobilisasi natrium dan air dari dinding arteriolar yang berperan
dalam penurunan resistensi vaskular perifer. Yang termasuk golongan
thiazide : Chlorotiazide (Diazil), Chlorothalidone, Hydrochlorotiazide,
Polytiazide (Reneze), Indapamide (Lozol), Metolazone (Mykrox).
(2) Loop diuretik : Bumetanide (Bumex), Furosemide (Lasix), dan
Torsemide (Demadex).
(3) Pottasium-sparing diuretik : Amiloride (Midamor), dan Triamterene
(Dyrenium).
Diuretik jenis thiazide telah menjadi dasar pengobatan anti hipertensi pada
hampir semua hasil percobaan. Percobaan-percobaan tersebut sesuai dengan
percobaan yang telah dipublikasikan baru-baru ini oleh ALLHAT
(Antihipertensive and Lipid Lowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial),

19
yang juga memperlihatkan bahwa diuretik tidak dapat dibandingkan dengan kelas
hipertensi lainnya dalam pencegahan komplikasi kardiovaskuler. selain itu,
diuretik meningkatkan khasiat penggunaan regimen obat anti hipertensi
kombinasi, yang dapat digunakan dalam mencapai tekanan darah target, dan lebih
bermanfaat jika dibandingkan dengan agen obat anti hipertensi lainnya. Meskipun
demikian, sebuah pengecualian didapatkan pada percobaan yang telah dilakukan
oleh Second Australian National Blood Pressure yang melaporkan hasil
penggunaan obat awal ACE-i sedikit lebih baik pada laki-laki berkulit putih
dibandingkan pada pasien yang memulai pengobatannya dengan diuretik. Obat
diuretik jenis thiazide harus digunakan sebagai pengobatan awal pada semua
pasien dengan hipertensi, baik penggunaan secara tunggal maupun secara
kombinasi dengan satu kelas anti hipertensi lainnya (ACE-i, ARB, Beta blocker,
CCB) yang memperlihatkan manfaat penggunaannya pada hasil percobaan
random terkontrol. Jika salah satu obat tidak dapat ditoleransi atau kontra indikasi,
sedangkan kelas lainnya memperlihatkan khasiat dapat menurunkan resiko
kardiovaskuler, obat yang ditoleransi tersebut harus diganti dengan jenis obat dan
kelas berkhasiat tersebut. Sebagian besar pasien yang mengidap hipertensi akan
membutuhkan dua atau lebih obat anti hipertensi untuk mendapatkan sasaran
tekanan darah yangseharusnya. Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda
haru dilakukan ketika penggunaan obat tunggal dengan dosis adekuat gagal
mencapai tekanan darah target. Ketika tekanan darah lebih dari 20/10 mmHg
diatas tekanan darah target, harus dipertimbangkan pemberian terapi dengan dua
kelas obat. Keduanya bisa dengan resep yang berbeda atau dalam dosis kombinasi
yang telah disatukan.
Pemberian obat dengan lebih dari satu kelas obat dapat meningkatkan
kemungkinan pencapaian tekanan darah target pada beberapa waktu yang tepat,
namun harus tetap memperhatikan resiko hipotensi ortostatik utamanya pada
pasien dengan diabetes, disfungsi autonom dan pada beberapa orang yang
berumur lebih tua. Penggunaan obat-obat generik harus dipertimbangkan untuk
mengurangi biaya pengobatan. Strategi penanganan hipertensi dengan modifikasi
gaya hidup tidak hanya dilakukan untuk kategori pre hipertensi. Hal ini juga

20
dilakukan untuk kategori tingkat lanjut yakni hipertensi stage 1 dan hipertensi
stage 2, oleh karena hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang muncul
akibat perilaku gaya hidup yang salah. Saat seseorang telah melakukan modifikasi
gaya hidup namun tekanan darahnya tidak sesuai dengan tekanan darah target
(<140/90 mmHg, untuk yang rentan dengan penyakit kardiovaskuler, dan <
130/80 mmHg, untuk yang rentan dengan diabetes dan penyakit ginjal), maka
sudah seharusnya pertimbangkan pemberian terapi farmakologi. Ketentuannya
adalah untuk pasien dengan kategori hipertensi stage 1 (140-159/90-99 mmHg)
yang tanpa penyakit penyerta, diberikan obat tunggal jenis thiazide dengan dosis
awal yang paling rendah. Namun, jika sampai pada dosis maksimal tidak terdapat
perubahan, maka harus dipertimbangkan pemberian obat anti hipertensi dari kelas
lainnya (ACE-i,BB, ARB, CCB). Selanjutnya untuk pasien dengan hipertensi
stage 2 (> 160/100mmHg) tanpa penyakit penyerta, harus diberikan 2 obat
kombinasi sebagai obat awal, dimana diuretik jenis thiazide tetap sebagai obat
dasar yang ditambahkan dengan obat antihipertensi kelas lainnya. Ketentuan
berbeda juga berlaku pada pasien hipertensi dengan penyakit penyerta. Untuk
penanganannya tergantung pada jenis penyakit penyerta yang diderita. Pengobatan
hipertensi dilakukan dengan tujuan untuk mencapai tekanan darah target. Sekali
obat anti hipertensi digunakan, selanjutnya sangat diperlukan pemeriksaan rutin
untuk menilai perkembangan pengobatan yang dilakukan. Pemeriksaan rutin
dilakukan palin tidak sebulan sekali, dan kunjungan akan lebih sering pada pasien
dengan hipertensi stage 2 atau pasien dengan penyakit penyerta. Jika pasien telah
mencapai tekanan darah target, follow up dapat dilakukan dalam interval 3-6
bulan sekali. Namun, jika tekanan darah target tidak dapat tercapai dengan
penggunaan obat dosis optimal dan kombinasi beberapaobat yang sesuai,
dipertimbangkan untuk berkonsultasi dengan spesialis.
Sedangkan berdasarkan JNC 8 ada beberapa pedoman dalam penatalaksanaan
hipertensi yaitu :
1. Rekomendasi 1
Pada populasi umum yang berumur ≥ 60 tahun, terapi farmakologi dimulai
ketika tekanan darah sistolik ≥ 150 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg. Target

21
terapi adalah menurunkan tekanan darah sistolik menjadi < 150 mmHg dan
diastolik menjadi < 90 mmHg. Pada populasi umum yang berumur ≥ 60
tahun, bila terapi farmakologi menghasilkan penurunan tekanan darah sitolik
yang lebih rendah dari target (misalnya < 140 mmHg) dan pasien dapat
mentoleransi dengan baik, tanpa efek samping terhadap kesehatan dan
kualitas hidup, maka terapi tersebut tidak perlu disesuaikan lagi.
2. Rekomendasi 2
Pada populasi umum berumur < 60 tahun, terapi farmakologi dimulai ketika
tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg. Target penurunan tekanan darahnya
adalah < 90 mmHg.
3. Rekomendasi 3
Pada populasi umum berumur < 60 tahun, terapi farmakologi dimulai ketika
tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg. Target terapi adalah menurunkan
tekanan darah sistolik menjadi < 140 mmHg.
4. Rekomendasi 4
Pada populasi berumur ≥ 18 tahun yang menderita penyakit ginjal kronik,
terapi farmakologi dimulai ketika tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg
atau tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg. Target terapi adalah
menurunkan tekanan darah sistolik menjadi < 140 mmHg dan diastolik < 90
mmHg.
5. Rekomendasi 5
Pada populasi berumur ≥ 18 tahun yang menderita diabetes, terapi
farmakologi dimulai ketika tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg atau
diatoliknya ≥ 90 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan darah
sistolik menjadi < 140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg.
6. Rekomendasi 6
Pada populasi umum yang bukan ras berkulit hitam, termasuk yang menderita
diabetes, terapi antihipertensi awal hendaknya termasuk diuretika tipe tiazida,
penghambat saluran kalsium, penghambat enzim ACE, atau penghambat
reseptor angiotensin.

22
7. Rekomendasi 7
Pada populasi umum ras berkulit hitam, termasuk yang menderita diabetes,
terapi anti hipertensi awal hendaknya termasuk diuretika tipe tiazida atau
penghambat saluran kalsium.
8. Rekomendasi 8
Pada populasi berumur ≥ 60 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
antihipertensi awal atau tambahan hendaknya temasuk penghambat enzim
ACE atau penghambat reseptor angiotensin untuk memperbaiki fungsi ginjal.
Hal ini berlaku bagi semua pasien penderita penyakit ginjal kronik tanpa
melihat ras atau status diabetes.
9. Rekomendasi 9
Tujuan utama tatalaksana hipertensi adalah untuk mencapai dan menjaga
target tekanan darah. Bila target tekanan darah tidak tercapai dalam waktu
sebulan terapi, naikkan dosis obat awal atau tambahkan obat kedua dari
kelompok obat hipertensi pada rekomendasi 6 (diuretika tipe tiazida,
penghambat saluran kalsium, penghambat enzim ACE, dan penghambat
reseptor angiotensin). Penilaian terhadap tekanan darah hendaknya tetap
dilakukan, sesuaikan regimen terapi sampai target tekanan darah tercapai.
Bila target tekanan darah tidak tercapai dengan terapi oleh 2 jenis obat,
tambahkan obat ketiga dari kelompok obat yang tersedia. Jangan
menggunakan obat golongan penghambat ACE dan penghambat reseptor
angiotensin bersama-sama pada satu pasien.
Bila target tekanan darah tidak tercapai dengan obat-obat antihipertensi yang
tersedia pada rekomendasi 6 oleh karena kontra indikasi atau kebutuhan untuk
menggunakan lebih dari 3 macam obat, maka obat antihipertensi dari kelompok
yang lain dapat digunakan. Pertimbangkan untuk merujuk pasien ke spesialis
hipertensi. ( James PA, dkk. 2014 )

23
2.1 Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1. Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, agama, status, pekerjaan, alamat
rumah, tanggal masuk rumah sakit.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
sakit kepala disertai rasa berat ditengkuk, sakit kepala berdenyut.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala.
Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan di hidung, pusing,
dan kelelahan bisa saja terjadi pada penderita hipertensi. Jika
hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
sakit kepala, kelelahan, muntah, sesak napas, pandangan menjadi kabur,
yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan
ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan
kesadaran dan bahkan koma.
c. Riwayat penyakit dahulu
Apakah ada riwayat hipertensi sebelumnya, DM, penyakit ginjal,
obesitas, hiperkolesterol, adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol,
gaya hidup yang kurang beraktivitas, dan lain-lain.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu ditanyakan apakah keluarga mempunyai riwayat penyakit
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, stroke dan lain-lain.
e. Riwayat sosial dan ekonomi
Perlu ditanyakan status pekerjaan klien.
f. Riwayat alergi
Perlu ditanyakan riwayat alergi obat atau alergi makanan.
g. Riwayat psikososial
Aspek psikologis, ditemukan adanya tingkat stres yang tinggi pada klien,
emosi yang labil.

24
h. Faktor resiko
Perlu ditanyakan riwayat merokok, menopouse, pola asupan garam dan
olahraga.
i. Aktivitas / istirahat
Kelemahan, letih, napas pendek, frekuensi jantung tinggi, takipnue,
perubahan irama jantung.
j. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit serebrovaskular, kenaikan
tekanan darah, takikardia, disritmia, kulit pucat, sianosis, diaphoresis.
k. Integritas ego
Perubahan kepribadian, ansietas, depresi, gelisah, tangisan meledak,
ototmuka tegang.
l. Eliminasi
Gangguan ginjal saat ini atau masa lalu seperti infeksi, obstruksi, atau
riwayat penyakit ginjal.
m. Nutrisi/cairan
Meliputi makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam,
lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan berat badan saat ini
sertariwayat penggunaan diuretic.
n. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan.
o. Pernapasan
Dispnea, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal, riwayat
merokok batuk dengan atau tanpa sputum, distres respirasi atau
penggunaan ototak sesoris pernapasan, bunyi napas tambahan, sianosis.
3. Pemeriksaan fisik : BB, TB, kepala dan leher, paru, jantung, abdomen,
ekstremitas.
4. Pemeriksaan penunjang : EKG, Foto rontgen, Echo, Laboratorium.
5. Pengobatan : farmakologi dan non farmakologi.

25
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d beban akhir meningkat,
vasokontriksi, iskemik miokard, LVH.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d kurangnya suplai O2 ke otak.
4. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan tubuh dan ketidakseimbangan suplai dan
demand.
2.2.3 Perencanaan
Diagnosa NOC Kriteria hasil NIC
1. Penurunan curah - Keadekuatan - Tekanan darah - Kaji staus mental
jantung pompa jantung dalam batas pasien: gejala awal
berhubungan - Status sirkulasi normal penurunan cardiac
dengan - Pengetahuan - Akral hangat output atau curah
peningkatan beban manajemen - Nadi kuat dan jantung adalah
akhir, pengobatan teratur gelisah dan pusing
vasokontriksi, - Suara napas - Kaji tekanan darah
iskemik miokard, bersih dan dan nadi pasien
LVH normal - Kaji warna dan
- Tidak ada suhu kulit dan
Faktor yang edema paru, ekstremitas
berhubungan: perifer dan - Monitor intake dan
- Peningkatan tidak ada asites kesadaran output
afterload - Dapat pasien
- Vasokontriksi mentoleransi - Kaji suara napas
- Hipertrofi aktivitas, tidak dan suara jantung
ventrikuler ada kelelahan - Monitor saturasi
- Iskemia miokard - Tidak ada oksigen
penurunan - Monitor gambaran
kesadaran EKG
- Kaji adanya nyeri
dada
- Monitor posisi
pasien

26
- Memberikan
informasi mengenai
diet yang tepat dan
perlunya perubahan
kebiasaan hidup
- Memberikan
informasi mengenai
indikasi dan efek
samping obat
2. Gangguan rasan - Tingkat - Menunjukkan - Lakukan
yaman nyeri b.d kenyamanan: tingkat nyeri pengkajian nyeri
peningkatan tingkat persepsi - Memperlihatk secara
tekanan vaskuler positif terhadap an teknik komprehensif
serebral kemudahan fisik relaksasi yang - Observasi isyarat
psikologis efektif untuk nonverbal
Faktor yang - Pengendalian mencapai ketidaknyamanan
berhubungan: nyeri: tindakan kenyamanan - Kaji dampak
Agen-agen individu untuk - Melaporkan budaya dan
penyebab cidera; mengendalikan kesejahteraan kepercayaan dan
biologis, kimia, nyeri fisik dan lingkungan
fisik dan psikologi - Tingkat nyeri : psikologis terhadap nyeri
keparahan nyeri - Mengenali - Minta pasien untuk
Batasan yang dapat faktor menilai nyeri
karakteristik diamati atau penyebab dan dengan skala 0-10
Subyektif: dilaporkan menggunakan - Ajarkan
Mengungkapkan tindakan penggunaan teknik
secara verbal atau untuk relaksasi distraksi
melaporkan nyeri memodifikasi - Kontrol
dengan isyarat faktor tersebut lingkungan yang
Obyektif: - Melaporkan dapat
Posisi untuk nyeri kepada mempengaruhi

27
menghindari nyeri petugas nyeri
Respon autonomic kesehatan - Tingkatkan
(perubahan tekanan - Melaporkan istirahat
darah, pernafasan pola tidur - Evaluasi
atau yang baik - Keefektifan
nadi) kontrol nyeri
Perilaku ekspresif - Kolaborasi jika
(gelisah, merintih, keluhan dan
menangis, menghela tindakan tidak
nafas panjang) bukti berhasil
nyeri dapat diamati
3. Ketidakefektifan - Keefektifan - Menunjukkan - Observasi vital
perfusi jaringan pompa keefektifan sign
otak jantung : pompa - Kaji adanya
berhubungan keadekuatan jantung, sakit kepala
dengan volume darah perfusi - Kaji status
kurangnya yang jaringan mental pasien
suplay O2 ke dipompakan jantung dan - Kaji pupil dan
otak. dari ventrikel perifer ketajaman
kiri untuk - Tekanan penglihatan
Batasan mendukung sistole dan - Observasi status
karakteristik: tekanan diastole dalam hidrasi
- Atherosklerosi perfusi rentang yang - Kaji intake dan
- Hipertensi sistemik diharapkan output
- Hiperkolesterol - Status - Status - Monitor adanya
- sindrom sicksinus sirkulasi: sirkulasi parese atau
- segmen ventrikel aliran darah efektif perubahan
kiri akinetik yang tidak - Status hidrasi sensasi
obstruksi dan baik - Monitor
satu arah kemampuan
- Perfusi BAB

28
jaringan
serebral:
keadekuatan
aliran darah
melewati
susunan
pembuluh
darah serebral
untuk
mempertahan
kan fungsi
otak
4. Intoleransi - Toleransi - Mentoleransi - Kaji tingkat
aktivitas aktivitas: aktivitas yang kemampuan
Faktor yang respon bisa dilakukan, pasien terhadap
berhungan : fisiologis yang dibuktikan aktivitas
- Tirah baring dan terhadap oleh toleransi - Kaji respon
imobilitas gerakan yang aktivitas, emosi dan
- Kelemahan memakan ketahanan, spiritual terhadap
umum energi dalam penghematan aktivitas
- Ketidakseimbang aktivitas energi, - Evaluasi
an antara suplai sehari-hari kebugaran fisik motivasi dan
dan kebutuhan - Ketahanan: dan perawatan keinginan untuk
oksigen kapasitas diri meningkatkanakt
Batasan untuk - Menunjukkan ivitas
karakteristik : menyelesaika toleransi - Manajemen
Subjektif : n aktivitas aktivitas energi
- Ketidaknyamana - Penghematan - Mendemostrasik - Pantau respon
n saat energi: an penghematan kardiorespiratori
beraktifitas tindakan energi terhadap
kemudian individu aktivitas

29
melaporkan dalam - Pantau respon
keletihan atau mengelola nutrisi untuk
kelemahan energi memastikan
secara verbal - Kebugaran sumber-sumber
Objektif : fisik: energi yang
- Frekuensi pelaksanaan adekuat
jantung atau aktivitas fisik - Pantau dan
tekanan darah yang penuh dokumentasikan
tidak normal vitalitas pola tidur pasien
sebagai respon - Perawatan
dari aktivitas diri:
- Perubahan EKG kemampuan
yang untuk
menunjukkan melakukan
aritmia tugas fisik
yang paling
dasar dan
aktivitas
perawatan
pribadi secara
mandiri

2.2.4 Implementasi
Implementasi ialah tindakan pemberian asuhan keperawatan yang
dilaksanakan untuk membantu mencapai tujuan pada rencana keperawatan
yang telah disusun. Prinsip dalam memberikan tindakan keperawatan
menggunakan komunikasi terapeutik serta pemjelasan setiap tindakan
yang diberikan kepada klien.
Tindakan keperawatan yang dilakukan dapat berupa tindakan
keperawatan secara independen, dependent dan interdependen. Tindakan
independen yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawatan tanpa

30
petunjuk atau perintah dokter dan tenaga kesehatan yang lain. Tindakan
dependen ialah tindakan yang berhubungan dengan tindakan medis atau
dengan perintah dokter atau tenaga kesehatan lain. Tindakan
interdependen ialah tindakan keperawatan yang memerlukan kerja sama
dengan tenaga kesehatan lain seperti ahli gizi, radiologi, fisiotherapy dan
lain-lain.
Dalam melakukan tindakan pada klien dengan hipertensi perlu
diperhatikan ialah penanganan terhadap resiko tinggi penurunan curah
jantung, gangguan rasa nyaman nyeri, ketidakefektifan perfusi jaringan
otak dan intoleransi aktivitas.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi meruupakan tahap akhir dalam proses keperawatan yang
dapat digunakan sebagai alat ukur keberhasilan suatu asuhan keperawatan
yang dibuat. Evaluasi berguna untuk menilai setiap langkah dalam
perencanaan, mengukur kemajuan klien dalam mencapai tujuan akhir dan
untuk mengevaluasi reaksi dalam menentukan keefektifan rencana atau
perubahan dalam membantu asuhan keperawatan.
1. Proses langsung setiap tindakan
2. Hasil sesuai dengan yang diharapkan :
a. Tekanan darah dalam batas normal
b. Tidak terjadi komplikasi terhadap organ penting
c. Hidup sehat tanpa efek samping obat
d. Olahraga teratur

31
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. J
Tanggal lahir : 23 April 1974
No. Medical Record : 2018-43-80-15
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Perum Pamulang Indah Tangerang
Status pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Tanggal masuk RS : 01 Februari 2018, pukul 04.39 WIB
Tanggal pengkajian : 01 Februari 2018, pukul 09.30 WIB
Diagnosa Medis : Hipertensi Stage 1 dengan Stemi anterior
Extensif onset 6 jam killip I TIMI 14 post
Primary PCI
3.1.2 Riwayat Kesehatan
3.1.2.1 Keluhan Utama
Klien mengatakan pusing.
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pukul 04.39 WIB
Klien masuk IGD RSJPD Harapan Kita kiriman dari RS Sari Asih dengan keluhan
nyeri dada sejak 6 jam sebelum masuk RS, nyeri dada muncul saat klien istirahat,
nyeri dari dada kiri sampai kepungggung dan nyeri dirasakan ditimpa benda berat,
skala nyeri 5/10, keringat dingin (+).

32
Pukul 05.10 WIB
Klien dilakukan tindakan primary PCI di ruang katerisasi jantung RSJPD Harapan
Kita 1 DES LAD pada CAD IVD. Setelah dilakukan tindakan primary PCI, klien
dippindahkan ke ruang ICVCU pukul 06.15 WIB
Pukul 09.30 WIB
Pada saat dilakukan pengkajian, klien mengatakan masih ada nyeri dada dengan
skala nyeri ringan 3/10.
3.1.2.3 Riwayat penyakit dahulu :
Klien mengetahui menderita penyakit hipertensi sudah 6 bulan yang lalu dan
riwayat kolesterol, klien biasanya berobat ke Puskesmas terdekat dan
mendapatkan obat amlodipine dengan dosis 1x10 mg. Klien tidak rutin
mengkonsumsi obat, jika obat sudah habis klien tidak kontrol/berobat. Jika ada
keluhan pusingkemudian klien berobat ke puskesmas.
3.1.2.4 Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan ayah dan ibunya menderita penyakit hipertensi juga.
3.1.2.5 Riwayat Sosial dan Ekonomi
Klien adalah seorang kepala keluarga yang mempunyai 2 orang anak
3.1.2.6 Riwayat Alergi
Klien tidak mempunyai riwayat alergi obat dan makanan.
3.1.2.7 Riwayat Psikososial
Hubungan klien dalam keluarga baik.
3.1.2.8 Faktor Resiko
Klien sering minum kopi dan soft drink
3.1.2.9 Aktivitas/istirahat
Klien mengatakan tidak ada masalah dalam pola istirahat. Klien mengatakan
jarang melakukan olahraga seperti jalan santai. Pada saat dikaji klien masih lemas,
aktivitas klien dibantu oleh perawat
3.1.2.10 Sirkulasi
Riwayat hipertensi 6 bulan yang lalu
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 153/109 mmHg,

33
Heart Rate : 71 x/menit
Respirasi Rate : 20 x/menit
Suhu : 36,4 C
Saturasi O2 : 100 %
3.1.2.11 Integritas Ego
Klien tampak tenang. Tidak tampak wajah gelisah.
3.1.2.12 Eliminasi
BAK ±1000-1200 cc dalam 1 hari. BAB 1 kali sehari dengan konsistensi
lunak.Klien tidak punya riwayat penyakit ginjal. Pada saat dikaji di ICVCU, klien
terpasang condom cateter dengan urine 400 cc, warna kuning jernih
3.1.2.13 Nutrisi/Cairan
Klien mengatakan makan 3 kali sehari. Klien makan masakan yang dibuat oleh
istri nya, tetapi saat bekerja klien makan di warung/rumah makan. Klien minum
1000-1500 cc sehari. Pada saat dikaji di ICVCU klien mendapat diet jantung 2000
kal rendah garam 1 dan minum sekitar 400 cc.
3.1.2.14 Neorusensori
Klien mengatakan pusing. Pusing tidak mempengaruhi aktivitas. Kesadaran
composmentis
3.1.2.15 Pernapasan
Klien tidak memiliki riwayat sesak napas.
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
Berat Badan : 78 Kg
Tinggi badan : 165 cm
Kepala : bentuk normal, tidak ada kelainan
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
Pupil : isokor, reflek cahaya +/+.
Hidung : tidak ada kelainan.
Mulut : mukosa bibir lembab
Leher : JVP tidak meningkat
Pemeriksaan Dada
Inpeksi : pergerakan dinding dada simetris, iktuscordis tidak terlihat

34
Palpasi : iktus cordis teraba
Perkusi : suara resonan pada area paru, pekak pada area jantung
Auskultasi : suara paru vesikuler, bunyi jantung S1 dan S2 normal, tidak ada
gallop dan murmur
Abdomen : supel, bising usus normal, tidak ada nyeri tekan
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, tidak ada kelemahan ekstremitas
3.1.4 Pemeriksaan Penunjang
3.1.4.1 EKG di IGD Tanggal 1 Februari 2018 jam 04.15 wib
Terdapat ST Elevasi di lead I, aVL, V2, V3, V4, dan Q patologis di V1, V2, V3
kesimpulan: Sinus Rhytm dengan STEMI anterolateral

3.1.4.2 Echo di CVC Tgl 01 Februari 2018 jam 06.15 wib


EF 38% (simpson), Tapse 1,8 cm, SV 59,7 cc/beat
CO 4,1 L/menit
SVR 1814 dyre.sec.cm -5

35
3.1.4.3 Rongten

Kesan :
 Cor : CTR 55%, apex tertanam, segmen pulmonal tidak menonjol
 Pulmo : hilus tidak dilatasii, vaskuler paru tidak meningkat, parenkim paru
dalam batas normal. Diafragma baik, tulang dan soft tissue baik
Hasil bacaan terdapat kardiomegali dengan CTR 55%
3.1.4.4 Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Hemoglobin 12.8 g/dl 12,3 – 18
Lekosit 10.360 /uL 4500 – 11000
Hematokrit 36.9 Ul 40 – 45
Tromboit 356.000 1000/uL 150 – 449
KIMIA DARAH LAIN
Glukosa Sewaktu (Random) 176 mg/dL 70-200
ELEKTROLIT
Natrium 138 mmol/L 135-153
Kalium 3.5 mmol/L 3.5-5.1
Chlorida 100 mmol/L 98-109
Calsium 2.24 mmol/L 2.15-2.50
Magnesium 2.1 mg/dL 1.6-2.6
FUNGSI GINJAL
Ureum 24.5 mg/dL 12.84 - 42.80
Creatinin 1.03 mg/dL 6.0 – 20.0
ENZIM JANTUNG

36
CKMB 14 U/L < 25
TROP-T 8 ng/L < 14

3.1.5 Tatalaksana Medis


Obat yang dikonsumsi pasien saat dirawat dirumah sakit :
Captopril 3x25 mg
ISDN 3x5 mg
Simvastin 1x40 mg
Bisoprolol 1x1,25 mg
Aspilet 1x80 mg
Clopidogrel 1x75 mg
NTG 50mcg/kgBB/menit
Drip KCL 12,5 meq dalam infusan RL 500cc/24 jam

37
3.2 Analisa Data
Tanggal Waktu Data Etiologi Masalah
1 februari 09.30 DS : klien mengatakan kepala pusing Peningkatan afterload Resiko penurunan curah
2018 WIB DO : kesadaran composmentis, TD jantung
153/109, HR 71 x/I, RR 20 x/I, S: 36,4 C,
SpO2 100%, akral teraba hangat, urine
output 400 cc, EF 38%, CO 4.1 L/menit,
SVR 1814 dyre.sec.cm -5
09.30 DS : klien mengatakan tidak rutin minum Kurang terpapar Manajemen kesehatan tidak
WIB obat, jika ada keluhan pusing klien ke informasi efektif
puskemas dan jika tidak ada keluhan obat
tidak diminum lagi.
DO : Pasien tidak mampu menyebutkan
obat yang dikonsumsi, dosis dan manfaat
minum obat.
09.30 DS : klien mengatakan masih lemas Kelemahan Intoleransi aktivitas
WIB DO : aktivitas klien dibantu oleh perawat
TD 153/109, HR 71 x/I, RR 20 x/I, S: 36,4
C, EF 38%, CO 4.1 L/menit, SVR 1814

38
dyre. Pasien tampak lemas.

3.3 Diagnosa Keperawatan


3.3.1 Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload
3.3.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring
3.3.3 Manajemen kesehatan tidak efektif berhubungan dengan kurang terpapar informasi

3.4 Intervensi Keperawatan


Tanggal Diagnose keperawatan Tujuan/kriteria hasil Intervensi
1 februari 2018 Resiko penurunan curah Setelah diakukan asuhan keperawatan  Monitor adanya perubahan
pukul 09.45 jantung diharapkan tidak terjadi penurunan tekanan darah dan tanda-tandavital
curah jantung :  Monitor status mental pasien :
 Tanda vital dalam rentang normal gejala awal penurunan cardiac output
(tekanan darah, nadi, respirasi) atau curah jantung adalah gelisah dan

 Dapat mentoleransi aktivitas, pusing

tidak ada kelelahan  Monitor status pernafasan yang

 Tidak ada penurunan kesadaran menandakan gagal jantung


 Catat adanya disritmia jantung
 Catat adanya tanda dan gejala

39
penurunan cardiac output
 Monitor respon pasien terhadap
efek pengobatan
 Monitor urin output
 Catat intake dan output pasien
 Kolaborasi pemberian terapi
 Memberikan informasi mengenai diet
yang tepat dan perlunya perubahan
kebiasaan hidup
 Memberikan informasi mengenai
indikasi dan efek samping obat
1 februari 2018 Intoleransi aktivitas Setelah diakukan asuhan keperawatan  Kaji tingkat kemampuan pasien
pukul 09.45 diharapkan peningkatan hasil dalam terhadap aktivitas
toleransi aktivitas tanda dalam batas  Kaji respon emosi dan spiritual
normal terhadap aktivitas
 Toleransi aktivitas : respon  Evaluasi motivasi dan keinginan
fisiologis terhadap gerakan yang untuk meningkatkan aktivitas
memakan energi dalam aktivitas  Pantau respon kardiorespiratori
sehari-hari terhadap aktivitas

40
 Ketahanan : kapasitas untuk  Pantau respon nutrisi untuk
menyelesaikan aktivitas memastikan sumber-sumber energi
 Penghematan energi : tindakan yang adekuat
individu dalam mengelola energi
 tindakan individu dalam
mengelola energi
 Kebugaran fisik : pelaksanaan
aktivitas fisik yang penuh vitalitas
 Perawatan diri: kemampuan untuk
melakukan tugas fisik yang paling
dasar dan aktivitas perawatan
pribadi secara mandiri
1 februari 2018 Manajemen kesehatan tidak Setelah diakukan asuhan keperawatan  Jelaskan pentingnya kerjasama
pukul 09.45 efektif diharapkan pasien mengetahui dan dalam regimen pengobatan dan
mampu menjelaskan terapi obat yang mempertahankan perjanjian tindak
diberikan serta mampu menyebutkan lanjut
dosis dan manfaat pengobatan.  Bantu pasien mengidentifikasiki
faktor-faktor resiko kardiovaskuler

41
yang dapat di ubah, misalnya
obesitas, diet tinggi lemak jenuh,
kolesterol, pola hidup monoton,
merokok dan minuman alkohol
 Sarankan klien untuk sering
mengubah posisi, olahraga kaki
saat baring
 Jelaskan tentang obat yang diresep
 Lakukan discharge planning

3.5 Implementasi dan evaluasi


Tanggal Diagnosa keperawatan Implementasi Evaluasi
01 februari 2018 Resiko penurunan curah  Memonitor adanya perubahan Tanggal 1 februari 2018, pukul 14.00
pukul 10.00 jantung tekanan darah dan tanda-tanda WIB
vital S : klien mengatakan pusing sudah
Hasil : TD 146/98 mmHg, HR 79 berkurang
x/menit, RR 25 x/menit S: 36,9 C O : TD 134/91 mmHg, HR 73 x/menit,
 Mencatat adanya disritmia jantung RR 23 x/menit S: 36,7 C, SpO2

42
hasil : tidak ada tanda disritmia di 100%, evaluasi ECHO : SV
EKG monitor lead II (irama sinus 57.5 cc/beat, CO 4.3 L/menit,
-
rhytm) SVR 1637 dyre.sec CM 5,
 Mencatat adanya tanda dan gejala EF:39 %, tidak ada tanda-tanda
penurunan cardiac output disritmia, irama di monitor EKG
hasil : evaluasi ECHO : SV 57.5 sinus rhytm, gagal jantung dan
cc/beat, CO 4.3 L/menit, SVR penurunan curah jantung, urin
1637 dyre.sec CM -5, output 400 ml dalam 4 jam,
 Memonitor urin output pasien semifowler, klien mampu
Hasil : 400 ml dalam 4 jam menyebutkan program diit dan
 Mencatat intake dan output pasien obat untuk anti hipertensi dan
Hasil : intake 300 ml dalam 4 jam, efeksampingnya.
output 400 ml dalam 4 jam A : resiko penurunan curah jantung

 Memberikan posisi klien semi tidak terjadi

fowler P: Intervensi dilanjutkan

Hasil : pasien semifowler


 Memberikan informasi mengenai diet
yang tepat dan perlunya perubahan
kebiasaan hidup

43
Hasil : pasien mengatakan akan
melakukan diit rendah garam dan
merubah gaya hidup.
 Memberikan informasi mengenai
indikasi dan efek samping obat anti
hipertensi
Hasil : klien mengatakan obat untuk
menurunkan tekanan darah adalah
captopril dan efek sampingnya batuk.
 Menganjurkan klien untuk
beristirahat
Hasil : pasien bedrest
Kolaborasi
 memberikan terapi
Hasil :
Captopril 3x25 mg
ISDN 3x5 mg
Simvastin 1x40 mg
Bisoprolol 1x1,25 mg

44
Aspilet 1x80 mg
Clopidogrel 1x75 mg
NTG 50mcg/kgBB/menit
Drip KCL 12,5 meq dalam infusan
RL 500cc/24 jam
01 februari 2018 Intoleransi aktivitas  Mengkaji tingkat kemampuan S : Klien mengatakan lemas sudah
pukul 10.15 pasien terhadap aktivitas berkurang
Hasil : ADL masih dibantu O : klien masih bedrest
perawat Aktivitas klien sebagian masih
 Mengevaluasi motivasi dan dibantu perawat, pasien makan
keinginan untuk meningkatkan habis ½ porsi dari porsi yang
aktivitas disediakan rumah sakit.TD
Hasil : klien mencoba makan 134/91 mmHg, HR 73 x/menit,
minum dengan mandiri RR 23 x/menit S: 36,7 C
 Memantau respon A : masalah belum teratasi
kardiorespiratori terhadap P : intervensi dilanjutkan
aktivitas
Hasil : TD 142/94 mmHg, HR 84

45
x/menit, RR 24 x/menit S: 36,8 C
 Memantau respon nutrisi untuk
memastikan sumber-sumber
energI yang adekuat
Hasil : pasien makan habis ½ porsi
dari porsi yang disediakan rumah
sakit.
01 februari 2018 Manajemen kesehatan tidak  Menjelaskan pentingnya S : Klien mengatakan akan minum
pukul 10.25 efektif kerjasama dalam regimen obat secara teratur serta
pengobatan dan mempertahankan mengubah gaya hidup dan pola
perjanjian tindak lanjut makan dan sudah paham dengan
Hasil : klien mengatakan akan manfaat pengobatan dan bahaya
kontrol dan minum obat secara hipertensi
rutin. O : klien dapat meyebutkan obat yang
 Membantu pasien diberikan dan manfaatnya serta
mengidentifikasi faktor-faktor faktor resiko dari hipertensi.
resiko kardiovaskuler yang dapat A: masalah teratasi
di ubah, misalnya obesitas, diet P : intervensi dihentikan

46
tinggi lemak jenuh, kolesterol,
pola hidup monoton, merokok dan
minuman alcohol
Hasil : klien mengatakan akan
mengubah gaya hidup dan pola
makan serta faktor resiko
hipertensi yang lain seperti
merokok dan alkohol.
 Menjelaskan tentang obat yang
diresep.
Hasil : klien mengatakan akan
minum obat secara teratur, klien
mampu menyebutkan obat yang d
berikan beserta dosisnya.

47
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian
Pasien Tn. J pertama kali dirawat di RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita pada tanggal 1 Februari 2018. Klien sebelumnya pernah berobat
ke puskesmas tetapi klien tidak rutin control dan tidak teratur minum obat.
Jika klien ada keluhan maka klien berobat ke puskesmas, jika tidak ada
keluhan maka klien tidak minum obat lagi atau kontrol. Klien ada riwayat
dislipidemia.
Pada saat pengkajian di ICVCU RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita tanggal 1 Februari 2018: kesadaran klien composmentis, keluhan
pusing, tidak sesak pada malam hari, tidak sesak saat beraktivitas. Pandangan
tidak kabur, ada nyeri dada dengan skala 3/10. Tekanan darah 153/109
mmHg, Nadi 71 x/menit, RR 20 x/menit, SpO2 100%. Pada pemeriksaan
kepala tidak kelainan, konjungtiva mata tidak anemis dan sclera tidak ikterik,
tidak ada peningkatan JVP. Pada pemeriksaan dada, inpeksi pergerakan
dinding dada simetris dan iktus cordis tidak terlihat, palpasi iktus cordis
teraba, perkusi suara resonan pada area paru, pekak pada area jantung,
auskultasi paru vesikuler dan S1S2 normal serta tidak ada murmur atau
gallop. Ekstremitas teraba hangat, tidak ada edema maupun kelemahan, CRT
<2 detik. Dari pemeriksaan ECHO didapatkan hasil EF 38%, tapse 1.8cm, SV
59.7cc/beat, CO 4.1L/menit, SVR 1814 dyre.sec.cm-5. Dari rekaman EKG
adanya ST elevasi pada lead I, aVL, V2-V3 dan Q patologis di V1-V3. Pada
pemeriksaan thorax adanya kardiomegali.
Dari hasil pengkajian tidak didapatkan kesenjangan antara teori dengan
keadaan yang ada pada pasien. Tekanan darah pada Tn. J termasuk kedalam
kategori hipertensi derajat 1 sesuai dengan klasifikasi menurut JNC VIII
dimana tekanan darah sistole antara 140 mmHg sampai dengan 159 mmHg
dan tekanan darah diastole 90 mmHg sampai dengan 99 mmHg.
4.2 Diagnosa Keperawatan
Dari data pengkajian kemudian dianalisa maka didapatkan diagnose
keperawatan:
1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload berdasarkan keluhan pasien yang mengatakan kepala pusing
dengan ditandai data objektif yaitu TD 153/109, HR 71 x/I, RR 20 x/I,
SpO2 100%, akral teraba hangat, urine output 400 cc, EF 38%, CO 4.1
L/menit, SVR 1814 dyre.sec.cm -5
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan berdasarkan keluhan
pasien yang mengatakan masih lemas serta aktivitas klien dibantu oleh
perawat di dukung data objektif TD 153/109, HR 71 x/I, RR 20 x/I,EF
38%, CO 4.1 L/menit, SVR 1814 dyre.sec.cm -5
3. Manajemen kesehatan tidak efektif berhubungan dengan kurang terpapar
informasi berdasarkan pernyataan klien yang mengatakan tidak rutin
minum obat dan jika tidak ada keluhan obat tidak diminum lagi. Pasien
tidak mampu menyebutkan obat yang dikonsumsi, dosis dan manfaat
minum obat.
Diagnosa keperawatan yang ditegakkan berdasarkan data subjektif dan
objektif yang didapatkan dari keluhan pasien. Tidak semua pasien hipertensi
memiliki keluhan yang sama sehingga diagnosa keperawatan yang muncul
pun akan berbeda. Pada Tn. J ditemukan dua diagnosa yang sesuai dengan
teori yaitu diagnosa keperawatan resiko penurunan curah jantung dan
intoleransi aktifitas serta ditemukan diagnosa keperawatan Manajemen
kesehatan tidak efektif yang tidak ada didalam teori tetapi kami menganalisa
keluhan pasien kemudian ditegakan diagnosa berdasarkan diagnosa
keperawatan SDKI 2017.

4.3 Intervensi
Intervensi keperawatan yang diberikan berdasarkan diagnose keperawatan
yang muncul pada klien. Intervensi keperawatan dapat berupa tindakan
observasi, mandiri, edukasi dan kolaborasi. Intervensi keperawatan pada

49
diagnosa resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload antara lain monitor adanya perubahan tekanan darah dan tanda-
tanda vital, monitor status kardiovaskuler, monitor status pernafasan yang
menandakan gagal jantung, catat adanya disritmia jantung, catat adanya tanda
dan gejala penurunan cardiac output, monitor respon pasien terhadap efek
pengobatan, monitor urin output, catat intake dan output pasien, kolaborasi
pemberian terapi.
Diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
dilakukan intervensi antara lain kaji tingkat kemampuan pasien terhadap
aktivitas, kaji respon emosi dan spiritual terhadap aktivitas, evaluasi motivasi
dan keinginan untuk meningkatkan aktivitas, pantau respon kardiorespiratori
terhadap aktivitas, pantau respon nutrisi untuk memastikan sumber-sumber
energi yang adekuat.
Diagnosa keperawatan Manajemen kesehatan tidak efektif berhubungan
dengan kurang terpapar informasi dilakukan intervensi antara lain jelaskan
pentingnya kerjasama dalam regimen pengobatan dan mempertahankan
perjanjian tindak lanjut, bantu pasien mengidentifikasi faktor-faktor resiko
kardiovaskuler yang dapat di ubah, misalnya obesitas, diet tinggi lemak
jenuh, kolesterol, pola hidup monoton, merokok dan minuman alcohol,
sarankan klien untuk sering mengubah posisi, olahraga kaki saat baring,
jelaskan tentang obat yang diresep.
Intervensi yang direncanakan sesuai dengan teori yang ada sehingga tidak
ditemukan kesenjangan dan kesulitan yang berarti dalam menyusun intervensi
keperawatan.

4.4 Implementasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang sudah
direncanakan pada diagnosa keperawatan resiko penurunan curah jantung
berhubungan dengan peningkatan afterload antara lain memonitor adanya
perubahan tekanan darah dan tanda-tanda vital, mencatat adanya disritmia
jantung, mencatat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output,

50
memonitor urin output, mencatat intake dan output pasien, memberikan
posisi, menganjurkan klien untuk beristirahat. Selain tindakan mandiri
keperawatan juga dilakukan tindakan kolaborasi dalam pemberian obat.
Diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dilakukan
implementasi antara lain: memantau respon kardiorespiratori, mengkaji
tingkat kemampuan pasien terhadap aktivitas, mengevaluasi motivasi dan
keinginan untuk meningkatkan aktivitas, memantau respon kardiorespiratori
terhadap aktivitas, memantau respon nutrisi untuk memastikan sumber-
sumber energi yang adekuat.
Diagnosa keperawatan kurang pengetahuan mengenai kondisi, rencana
pengobatan berhubungan dengan kurang informasi dilakukan implementasi
antara lain: menjelaskan pentingnya kerjasama dalam regimen pengobatan
dan mempertahankan perjanjian tindak lanjut, membantu pasien
mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat di ubah, misalnya obesitas, diet
tinggi lemak jenuh, kolesterol, pola hidup monoton, merokok dan minuman
alkohol, menjelaskan tentang obat yang diberikan.
Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi yang telah disusun dalam
rencana keperawatan dalam tiap diagnosa. Namun tidak semua intervensi
dapat diimplementasikan melihat keluhan dan kondisi pasien saat dilakukan
asuhan keperawatan.

4.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai tindakan keperawatan yang
sudah dilakukan kepada klien. Peran perawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien hipertensi adalah mempertahankan/meningkatkan
fungsi kardiovaskuler, mecegah terjadinya komplikasi yang dapat
mengancam nyawa, memberikan informasi mengenai proses penyakit,
prognosis dan rencana pengobatan serta memberikan dukugan secara aktif
kepada klien. Dari hasil implementasi yang sudah dilakukan didapatkan
evaluasi pada diagnosa keperawatan resiko penurunan curah jantung
berhubungan dengan peningkatan afterload klien mengatakan pusing sudah

51
berkurang, TD 134/91 mmHg, HR 73 x/menit, RR 23 x/menit S: 36,7 C,
SpO2 100%, evaluasi ECHO : SV 57.5 cc/beat, CO 4.3 L/menit, SVR 1637
dyre.sec CM -5, EF:39 %, tidak ada tanda-tanda disritmia, gagal jantung dan
penurunan curah jantung, urin output 400 ml dalam 4 jam, pasien semifowler.
Hasil evaluasi diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan klien mengatakan lemas sudah berkurang, klien masih
bedrest, aktitas klien sebagian masih dibantu perawat, pasien makan habis ½
porsi dari porsi yang disediakan rumah sakit. TD 134/91 mmHg, HR 73
x/menit, RR 23 x/menit S: 36,7 C. Sedangkan diagnosa keperawatan kurang
pengetahuan mengenai kondisi, rencana pengobatan berhubungan dengan
kurang informasi didapatkan evaluasi klien mengatakan akan minum obat
secara teratur serta mengubah gaya hidup dan pola makan dan sudah paham
dengan manfaat pengobatan dan bahaya hipertensi, klien dapat meyebutkan
obat yang diberikan dan manfaatnya serta faktor resiko dari hipertensi.
Setelah dilakukan intervensi dan implementasi dari diagnosa yang ada, pada
Tn. J didapatkan evaluasi untuk diagnosa keperawatan resiko penurunan
curah jantung belum teratasi sehingga intervensi harus dilanjutkan. Masalah
keperawatan intoleransi aktifitas sudah teratasi sebagian dan masih perlu
dilanjutkan intervensi, sedangkan diagnosa keperawatan kurang pengetahuan
sudah teratasi sehingga intervensi keperawatan dihentikan.

52
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik> 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik> 90 mmHg. Tekanan darah adalah kekuatan
darah untuk melawan tekanan dinding arteri ketika darah tersebut dipompa
keseluruh tubuh. Semakin tinggi tekanan darah maka semakin keras jantung
bekerja (WHO,2013). Hipertensi dapat menyebabkan penyakit jantung dan
pembuluh darah lainnya. Hipertensi sering tidak menunjukan gejala, sehingga
baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ lain seperti gangguan
fungsi jantung atau stroke. Apabila penyakit hipertensi dibiarkan akan
menyebabkan seseorang terkena serangan jantung, stroke, gagal jantung,
aneurisme arteri, penyakit arteri perifer dan ginjal kronik.
Adapun dari asuhan keperawatan yang sudah dilakukan pada Tn. J dengan
diagnosa hipertensi derajat 1 dapat disimpulkan bahwa sangat penting bagi
perawat untuk mempelajari lebih lanjut tentang penyakit hipertensi dan
asuhan keperawatannya. Selama berlangsungnya proses keperawatan, dari
mulai pengkajian sampai dengan menegakan diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi tidak ditemukan kesenjangan yang berarti antara
teori dan asuhan keperawatan sehingga perawat tidak mengalami kesulitan
yang berarti dalam melakukan asuhan keperawatan.

5.2 Saran
Dengan kerendahan hati, kelompok sadar bahwa dalam penyusunan makalah
ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat
membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
makalah ini dimasa yang akan datang.

53
DAFTAR PUSTAKA

Devicaesaria, Asnelia. 2014. Hipertensi Kritis. Departemen Neurologi


Fakultas kedokteran Universitas Indonesia

Elsevier, 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Singapura. Salemba


Medika

http://www.academia.edu/11550151/Kumpulan_Diagnosa_tujuan_and_Inter
vensi_Keperawatan_NANDA_NIC_NOC diakses tanggal 31 januari 2018

http://askep-asuhankeperawatan.blogspot.co.id/2015/01/patofisiologi-dan-
pathway-hipertensi.html di akses 24 januari 2018

http://askep33.com/2015/12/14/laporan-pendahuluan-hipertensi/.
Diaksestanggal 31 januari 2018

http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%2
02013.pdf di akses tanggal 31 januari 2018

https://documents.tips/documen/terapi-kombinasi-hipertensi.html. diakses
tanggal 31 januari 2018

http://www.scribd.comdiaksestanggal 10 februari 2018 pukul 11.00 wib

http://www.scribd.com/mobile/document/334456045/Patofisologi-Hipertensi.
Diakses tanggal 27 januari 2018

https://hellosehat.com/penyakit/hipertensi-darah-tinggi/ diakses tanggal 2


februari 2018

www.depkes.go.id/download.php?file=download/...hipertensi.pdf diakses
tanggal 2 februari 2018

James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Himmelfarb CD, Handler J,
dkk, 2014, 2014 evidence based guideline for the management of high
blodd pressure in adults: report from the panel member appointed to the
eight joint national committee (JNC 8), JAMA, 311 (5): 507-520)

Nurarif, Amin Huda dan Kusuma Hardi, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan diagnosa Medis dan NANDA Jilid 2. Jakarta Mediaction

Organization WH. A global brief on Hypertension: silent killer, global public


health crises (World Health Day 2013). Geneva: WHO. 2013
PERKI, 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada penyakit
Kardiovaskular. Edisi Pertama

49

Anda mungkin juga menyukai