Anda di halaman 1dari 28

Revolusi Mental dalam Pendidikan

Jenis : Makalah

Tujuan : Pemenuhan tugas pelatihan semester II

Mata Pelatihan : Revolusi Mental

Pelatih : Taslim Djafar , S.STP, M.Si

Nama : Satrio Wibowo

NPP : 28.1151

Kelas/No. Absen : G.13/27

Jurusan : Pembangunan dan Pemberdayaan

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

JATINANGOR

2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang masalah
revolusi yakni revolusi mental dalam bidang atau sektor pendidikan bagi bangsa Indonesia.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.
Terlepas dari semua itu,Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pelatih agar saya dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang revolusi mental ini dapat di terima
oleh pelatih dan memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca dan pelatih.

Jatinangor, 10 Agustus 2018

Satrio Wibowo
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………………...i

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………......…..ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………..…iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah……………………………………………………………....


B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………
C. Tujuan………………………………………………………………………………...

BAB II PEMBAHASAN

A. Revolusi Mental bagi bangsa Indonesia……………………………………………..


B. Nawa Cita bagi bangsa Indonesia……………………………………………………
C. Revolusi Mental dalam pendidikan…………………………………………………

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………………………..
B. Saran…………………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara yang tengah dilanda krisis multidimensi yang
berkepanjangan. Ketika Negara-negara lain (Thailand, Korea Selatan, Malaysia, dan lain-lain)
telah bangkit dengan segera setelah mengalami krisis moneter yang melanda Asia pada tahun
1997, Indonesia sampai saat ini masih terus mengalami krisis, dan masih kelihatan suram untuk
bangkit dari keterpurukan. Krisis ini sebenarnya mengakar pada menurunnya kualitas moral

Revolusi adalah sebuah perubahan dalam waktu yang singkat. Menurut Aristoteles,
revolusi dibagi menjadi 2 macam. Pertama, perubahan total dari suatu system ke system yang
berbeda. Dan yang kedua, modifikasi system yang sudah ada. Revolusi di Indonesia sudah terjadi
sejak bertahun – tahun silam, dengan berbagai macam situasi dan kondisi dalam metode, durasi
dan ideology motivasi yang berbeda - beda. Revolusi tersebut menghasilkan perubahan –
perubahan dalam budaya, ekonomi, dan social politik.

Sedangkan kata mental atau istilah panjangnya mentalitas adalah sebuah cara berpikir atau
konsep pemikiran manusia untuk dapat belajar dan merespons suatu hal. Mental merupakan kata
lain dari pikiran. Sehingga, mentalitas dapat dikatakan sebagai cara berpikir tentang suatu hal.
Cara seseorang berpikir ini dipengaruhi oleh pengalaman, hasil belajar, dan atau lingkungan juga
dapat mempegaruhi pola piker tersebut. Dari makna – makna kata di atas dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa pengertian revolusi mental adalah perubahan cara berpikir dalam waktu
singkat untuk merespon,bertindak dan bekerja.

Contoh revolusi mental yang terdapat di Indonesia. Kita bisa melihat masyarakat Jawa,
masyarakat Jawa pada umumnya bersifat “nerimo” menerima segala sesuatunya dengan sabar
dan tabah. Dengan kehidupan yang biasa – biasa saja sudah merasa cukup. Namun, di era seperti
sekarang ini, sifat “nerimo” itu tadi sudah tidak cocok untuk di aplikasikan. Sekarang jaman
sudah berubah, pendidikan semakin maju dan tidak murah. Jika mental tersebut masih
digunakan, maka yang terjadi adalah anak cucu mereka tidak kuliah karena bertani saja sudah
dapat mencukupi kebutuhan sehari – hari. Namun, mental – mental seperti itu tidak akan
membuat bangsa Indonesia menjadi lebih maju. Malah akan semakin tertinggal karena
perkembangan jaman sekarang berbeda dengan jaman dahulu yakni begitu cepat berlalu.
revolusi mental dicetuskan oleh Ir. Soekarno, dicetuskan saat pidato kenegaraan mengumumkan
proklamasi kemerdekaan Indonesia. revolusi mental saat itu agar supaya Negara Indonesia
menjadi Negara yang berdaulat dalam aspek politik, dan mandiri dalam hal ekonomi, dan
berkarakter dalam hal social budaya. Tidak hanya Ir. Soekarno, presiden Jokowi pun
menyerukan revolusi mental, dimana adanya sebuah Gerakan Nasional revolusi mental (GNRM),
yang dimaksudkan untuk mengubah kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru untuk mewujudkan
negara Indonesia yang berdaulat dan berkrakter.

B.RUMUSAN MASALAH

1.Apa yang di maksud dengan revolusi mental?


2.Apa yang di maksud dengan nawa cita?
3.Apa hubungan Revolusi Mental dengan pendidikan?

C. TUJUAN
1. Mengetahui apa itu revolusi mental
2.Mengetahui apa yang di maksud nawa cita
3. Mengetahui hubungan Revolusi Mental dengan pendidikan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Apa itu Revolusi Mental

1. Pengertian Revolusi Mental

Pengertian Revolusi Mental secara umum adalah Gerakan untuk menggembleng manusia
Indonesia dalam mentalitas yang berkarakter orisinal bangsa yang meliputi cara berpikir, cara
merasa, cara mempercayai yang semuanya ini menjelma dalam perilaku dan tindakan sehari hari

Adapun pengertian menurut para ahli adalah sebagai berikut:

1. Presiden Joko Widodo. Menurut Presiden Jokowi, pengertian revolusi mental adalah warga
Indonesia harus mengenal karakter orisinal bangsa yang berkarakter santun, berbudi pekerti,
ramah, dan bergotong royong. karakter tersebut merupakan modal yang seharusnya dapat
membuat rakyat sejahtera.Perubahan karakter bangsa yang menjadi akar dari munculnya korupsi,
kolusi, nepotisme, etos kerja tidak baik, bobroknya birokrasi, hingga ketidaksiplinan. Kondisi itu
dibiarkan selama bertahun-tahun dan pada akhirnya hadir di setiap sendi bangsa

2. Karlina Supelli. Menurut Karina Supelli, bahwa pengertian Revolusi mental adalah strategi
kebudayaan.yang dibidik dengan transformasi etos, yaitu perubahan mendasar dalam mentalitas
yang meliputi cara berpikir, cara merasa, cara mempercayai yang semuanya ini menjelma dalam
perilaku dan tindakan sehari-hari.

3. Presiden Soekarno . Menurut Presiden Soekarno bahwa pengertian "Revolusi Mental adalah
suatu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru, yang
berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-
nyala." Dalam kehidupan sehari-hari, praktek revolusi mental adalah menjadi manusia yang
berintegritas, mau bekerja keras, dan punya semangat gotong royong." Gagasan pertama kali
pada Peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1956. Soekarno melihat revolusi nasional
Indonesia saat itu sedang mandek, padahal tujuan revolusi untuk meraih kemerdekaan Indonesia
yang seutuhnya belum tercapai.

4. Ermaya

Menurut Ermaya bahwa pengertian Revolusi Mental adalah Gerakan pembangunan moral dan
etika kerja yang dilakukan secara komprhensif, integral dan holistik seluruh openen bangsa
Indonesia dengan cara penerapan dan pengamalan nilai etika agama, budaya, dan sosial
kemasyarakatan sebagai nilai-nilai dasar kehidupan individu dan nilai nilai dasar Pancasila
sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku sebagai warga negara, untuk
menciptakan kreativitas dan enovasi kerja, dalam persaingan globalisasi, kehidupan demokrasi
sehingga menjadi bangsa yang sejahtera dan aman.

5. Nursyahbani Katjasungkana

Menurut Nursyahbani Katjasungkana bahwa pengertian revolusi mental menjadi kata kunci
untuk perubahan dlm segala tingkatan. Kata itu, dalam terminilogi atau istilah yg berbeda, dan
konteks yg beda, digunakan siapa saja yg menghendaki perubahan.

6. Mahatma Gandhi

Menurut Mahatma Gandhi yang disampaikan oleh Bachtiar bahwa Revolusi Mental berdasarkan
buku Gandhi's Experiments with Truth: Essential Writings by and about Mahatma
Gandhi (Richard L. Johnson ed., 2007), Gandhi mengedepankan argumen bahwa kemerdekaan
politik (self-rule) harus berdasarkan pada revolusi mental, yaitu perubahan total mental rakyat
negara jajahan yang kemudian bahwa pemerintahan negara yang merdeka harus berlandaskan
atas kekuatan moral
7. Imam Suprayogo

Menurut Imam Suprayogo, bahwa pengertian revolusi mental dapat diarahkan pada tiga ranah
sekaligus: gerakan mendekatkan bangsa pada kitab suci, pada tempat ibadah, dan pada pemuka
agamanya masing-masing. Hal ini diharapkan akan melahirkan karya atau kerja yang terpuji
dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam konteks Islam, misalnya, seorang yang dekat dengan
al-Qur’an, dekat dengan masjid, dan dekat dengan ulama atau cendekiawan, maka akan
membuahkan apa yang disebut dengan amal salih. Beramal salih artinya adalah bekerja secara
profesional.

8. Puan Maharani

Menurut Puan, tiga nilai Revolusi Mental, yakni integritas, etos kerja, dan gotong royong sedang
diupayakan menjadi budaya baru keseharian masyarakat.

Berdasarkan pengertian revolusi mental menurut para ahli, dapat disimpulkan bahwa pengertian
revolusi mental adalah Gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia dalam mentalitas yang
berkarakter orisinal bangsa yang berkarakteryang meliputi cara berpikir, cara merasa, cara
mempercayai yang semuanya ini menjelma dalam perilaku dan tindakan sehari-hari.

2. Tujuan Revolusi Mental

Tujuan revolusi mental tidak hanya untuk Negara saja, tetapi revolusi mental dalam pribadi
masing – masing manusia juga dibutuhkan. Tujuan revolusi mental adalah agar kita dapat
beradaptasi dan diterima oleh seluruh penjuru negeri. Dalam lingkup sempitnya, kita dapat
diterima dengan mudah di dalam masyarakat karena kita dapat beradaptasi dengan cepat.
revolusi mental membawa kita untuk dapat mengubah cara berpikir kita dimana pun kita berada.
Itu suatu contoh revolusi mental dalam memandang suatu situasi dan kondisi. revolusi mental
menuntut kita untuk dapat bersikap mandiri dan dapat menyesuaikan diri di setiap keadaan.
Karena tak semua situasi dan kondisi kita harus diatur dan diarahkan oleh orang lain. Tidak
setiap situasi membisikkan kita semua keadaan, terkadang apa yang kita lakukan menjadi sebuah
kesalahan karena kita tidak mengaplikasikan revolusi mental. Kita harus belajar memahami dan
berpikir secara menyeluruh untuk dapat mengubah cara pandang dan cara berpikir supaya
menjadi dewasa. Waktu tidak akan pernah menunggu kita untuk berubah. Sehingga, kita lah
yang harus merubah segalanya dengan cepat.

Adapun maksud dan tujuan pembentukan Badan Koordinasi Pelaksana Revolusi Mental
(BKPRM) antara lain:

a. Untuk menggali nilai-nilai Pancasila untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dalam
berbangsa dan bernegara.

b.Untuk mengkoordinasikan pembuatan kebijakan dalam pengamalan nilai-nilai Pancasila di


semua kementerian, lembaga negara di eksekutif, legislatif dan yudikatif.

c. Untuk melaksanakan transformasi nilai-nilai dasar Pancasila kepada setiap bangsa Indonesia
sehingga menjadi budaya.

d. Untuk merubah budaya yang tidak sesuai Pancasila dan mencegah pengamalan budaya yang
bertentangan dengan budaya bangsa Indonesia.

e. Untuk memberi masukan dan saran kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam pelaksanaan
Revolusi Mental.

f. Untuk mengkampanyekan pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam bermasyarakat, berbangsa


dan negara.

g. Untuk memandu masyarakat, birokrasi, parlemen, dan seluruh bangsa Indonesia supaya
mengamalkan nilai-nilai Pancasila.

Adapun tujuan revolusi mental adalah sebagai berikut:

a. Mengubah cara pandang, pikir dan sikap, perilaku dan cara kerja.

b. Membangkitkan kesadaran dan membangun sikap optimistic

c. Mewujudkan Indonesia yang berdaulat, berdikari dan berkprebadian.


3. Pengertian Revolusi Mental bagi Ir. Soekarno

Presiden Soekarno . Menurut Presiden Soekarno bahwa pengertian "Revolusi Mental


adalah suatu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru,
yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-
nyala." Dalam kehidupan sehari-hari, praktek revolusi mental adalah menjadi manusia yang
berintegritas, mau bekerja keras, dan punya semangat gotong royong." Gagasan pertama kali
pada Peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1956. Soekarno melihat revolusi nasional
Indonesia saat itu sedang mandek, padahal tujuan revolusi untuk meraih kemerdekaan Indonesia
yang seutuhnya belum tercapai.

4. Asal mula terbentuknya Revolusi Mental

Mulai dari pemikiran

Meskipun bukan representasi total kemanusiaan, rasionalitas tampaknya merupakan esensi yang
paling berpengaruh di antara isi mental kita pada kualitas kita sebagai Homo sapiens. Dengan
demikian, untuk revolusi mental efektif harus dimulai dengan mengubah pemikiran.

Pertama, membangun jiwa merdeka. "Revolusi fisik" atau kemerdekaan telah dideklarasikan 69
tahun lalu, tetapi bilur-bilur keterjajahan masih kentara dalam mentalitas kita yang terekspresi
sebagai sikap dan perilaku minder, tidak bertanggung jawab, dan berjiwa korup. Maraknya
korupsi di negeri ini di antaranya lantaran alam pikiran membayangkan pemerintah dan negara
sebagai kolonial sehingga merongrong pemerintah dan menggerogoti uang negara tak dirasa
sebagai kesalahan, bahkan sebagai kepahlawanan.

Untuk itu, sistem pendidikan nasional dalam segala ranahnya harus dirancang sebagai upaya
pemerdekaan yang menghapus fantasi keterjajahan melalui kekuatan berpikir, kemandirian, rasa
memiliki, dan tanggung jawab. Perubahan pemikiran tidak akan terjadi sekiranya kita hanya
meneruskan saja apa yang berlangsung selama ini.
Kedua, menanggalkan mental feodal.Feodalisme tidak sekadar menunjuk pada perilaku penguasa
yang membuat jarak, despotik, dan minta dihormati, tetapi juga pada karakter manusia Indonesia
(Mochtar Lubis, 1977) yang terus dilestarikan sehingga menghalangi kemajuan. Gejala
feodalisme tampak kian menguat dalam berbagai tingkat kepemimpinan kita dewasa ini.
"Banyaknya pimpinan saat ini bersifat feodal karena perlakuan rakyat atau bawahannya yang
menjadikan pimpinannya berperilaku feodal" (BJ Habibie, pidato pembukaan Muktamar V
ICMI, 5/12/2010).

Feodalisme di bidang politik dan pemerintahan telah mengerdilkan jiwa kepemimpinan dan
melahirkan birokratisme dengan segala bawaannya. Dalam dunia pendidikan, feodalisme
melemahkan pikiran dan menyebabkan kebodohan. Sementara di bidang ekonomi, sosial, dan
budaya akan melestarikan ketergantungan dan diskriminasi atas dasar nilai-nilai primordialisme.

Beragam upaya demokratisasi harus dilakukan untuk meretas belenggu feodalisme masyarakat,
di antaranya melalui keteladanan dan menghidupkan kamampuan berpikir kritis. Para pemimpin
sekarang hendaknya belajar dari RM Soewardi Soerjaningrat yang ketika berumur 40 tahun
menanggalkan gelar kebangsawanannya (Raden Mas) seraya mengganti nama jadi Ki Hadjar
Dewantara. Alasannya agar lebih dekat pada rakyat. Kepemimpinan yang mendekat dan
mendengarkan rakyat secara otentik hanya dapat diterapkan ketika feodalisme ditanggalkan.

Ketiga, mengubah cara pandang terhadap kerja. Kinerja harus jadi sebuah sistem nilai yang
dianut oleh setiap anggota komunitas. Tidak seperti tetumbuhan dan hewan, kehadiran manusia
di dunia ini bukan untuk sekadar bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungannya.
Manusia datang untuk mengubah lingkungan agar sesuai dengan kebutuhan dan martabat
dirinya. Maka, manusia harus bekerja dan mencipta. Letak muruah dan kemuliaan manusia
adalah pada karya yang bermanfaat bagi kehidupan. Hanya bekerja keras dengan pikiran waras
kedaulatan dalam politik, kemandirian dalam ekonomi, dan kepribadian dalam sosial budaya
akan terwujud.

Keempat, reorientasi pemikiran agama. Tak dapat dipungkiri bahwa pemikiran keagamaan
sangat memengaruhi sikap dan perilaku masyarakat kita sejak dahulu. Keberagamaan seyogianya
memberikan dorongan dan arah bagi perilaku produktif yang memudahkan dan memuliakan
kehidupan serta kemanusiaan.
Namun, kenyataannya, agama sering kali dipahami sebatas perkara eskatologis dan transenden
yang melahirkan sikap setengah hati terhadap keduniawian, fatalisme, dan mengutamakan ritual.
Pemahaman yang tidak proporsional terhadap substansi dan fungsi agama menjadikan agama
sebagai sumber kecemasan, konflik, dan ancaman terhadap kemanusiaan dan lingkungannya.

Revolusi mental akan menyempurnakan revolusi kita yang belum selesai. Ini memerlukan
kesungguhan dan pemikiran mendalam serta komprehensif. Jika hanya pencitraan, sejarah akan
menertawakan apa saja segala hal yang telah kita usahakan untuk memberhasilkan revolusi
mental..

5. Prinsip-prinsip Revolusi Mental

1.Revolusi Mental adalah gerakan sosial untuk bersama-sama menuju Indonesia yang lebih baik.

2.Harus didukung oleh tekad politik (political will) Pemerintah

3.Harus bersifat lintas sektoral.

4.Kolaborasi masyarakat, sektor privat, akademisi dan pemerintah.

5.Dilakukan dengan program “gempuran nilai” (value attack) untuk senantiasa mengingatkan
masyarakat terhadap nilai-nilai strategis dalam setiap ruang publik.

6.Desain program harus mudah dilaksanakan (user friendly), menyenangkan (popular) bagi seluruh
segmen masyarakat.

7.Nilai-nilai yang dikembangkan terutama ditujukan untuk mengatur moralitas publik (sosial) bukan
moralitas privat (individual).

8.Dapat diukur dampaknya dan dirasakan manfaatnya oleh warga masyarakat.

6. Perlunya di terapkan Revolusi Mental

Istilah revolusi mental pertama kali dicetuskan oleh Presiden RI pertama, Soekarno,
dalam pidato kenegaraan memperingati Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1957.
Semangat revolusi mental tersebut kemudian menjadi dasar bagi Soekarno pada tanggal
17 Agustus 1964 untuk memperkenalkan gagasan Tri Sakti, yaitu Indonesia yang berdaulat
secara politik, mandiri secara ekonomi, dan berkepribadian secara sosial budaya.

Pada tahun 2014, gagasan revolusi mental kembali digaungkan Presiden Joko Widodo.
Presiden RI ke-7 ini bahkan menyerukan dimulainya sebuah Gerakan Nasional Revolusi Mental
(GNRM) untuk mengubah kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru demi terwujudnya Indonesia
yang berdaulat mandiri dan berkepribadian.

Lalu, mengapa Indonesia memerlukan revolusi mental?

Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Puan Maharani mengungkapkan tiga
alasan utama pentingnya revolusi mental di Indonesia.

Pertama, karena bangsa ini sudah terlalu lama membiarkan praktik-praktik dalam
berbangsa dan bernegara dilakukan dengan cara tidak jujur, tidak memegang etika dan moral,
tidak bertanggung jawab, tidak dapat diandalkan serta tidak bisa dipercaya.

Kedua, dalam bidang perekonomian Indonesia tertinggal jauh dari negara lain, karena
kehilangan etos kerja keras, daya juang, daya saing, semangat mandiri, kreatifitas dan semangat
inovatif. Ketiga, sebagai bangsa, Indonesia mengalami krisis identitas.

"Karakter kuat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang mempunyai semangat gotong royong,
saling bekerja-sama demi kemajuan bangsa sudah meluntur. Kita harus mengembalikan karakter
Bangsa Indonesia ke watak luhurnya, yaitu gotong royong," kata Puan seusai pidato kenegaraan
Presiden Joko Widodo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8).

Menurut Puan, revolusi mental bertujuan mengubah cara pandang, pola pikir, sikap,
perilaku dan cara kerja yang berorientasi pada kemajuan dan kemoderenan, sehingga Indonesia
menjadi bangsa besar serta mampu berkompetisi di tingkat dunia.

Membangkitkan kesadaran dan membangun sikap optimistik dalam menatap masa depan
Indonesia sebagai negara dengan kekuatan besar untuk berprestasi tinggi dan produktif.
7. Masalah Revolusi Mental

1.Sumber daya yang menjadi masalah

Masalah yang dihadapi Indonesia yang paling rumit adalah masalah sumber daya, walaupun
bukan sumber daya alam tetapi sumber daya manusia. Hal ini juga telah disadari oleh Presiden
RI, Joko Widodo (Jokowi). Pada bulan Desember 2014, Jokowi mencanangkan
Gerakan Nasional Revolusi Mental. Pentingkah revolusi mental. Saya akan mengutip perkataan
William James, seorang filsuf dan psikolog dari Amerika yang dijuluki "Father of American
Psychology".

"The greatest revolution of our generation is the discovery that human beings by changing the
inner attitudes of their minds, can change the outer aspects of their lives" (Willam James)

Revoulsi mental ini ternyata bagi banyak filsuf dianggap sebagai hal mendasar yang akan
menentukan apakah seseorang atau sebuah institusi atau bahkan sebuah negara akan sukses atau
tidak. Banyak pula tulisan yang menyatakan bahwa implementasi revolusi mental yang baik
harus dimulai dari pendidikan. Pendidikan ini tentunya bisa pendidikan formal dan pendidikan
informal. Pendidikan formal didapat dari institusi pendidikan dimulai dari Taman Kanak Kanak
(TKK) sampai dengan universitas. Sementara pendidikan informal didapat dari lingkungan,
dimulai dari yang paling kecil yaitu lingkungan keluarga sampai dengan lingkungan masyarakat
dunia.

2.Kurangnya peran Pendidikan formal

Peran yang diusung oleh pendidikan formal dalam mencapai keberhasilan revolusi mental sangat
besar. Menurut World Bank, angka harapan hidup di Indonesia per tahun 2015 adalah 69.07
tahun. Rata-rata orang Indonesia menempuh pendidikan formal kurang lebih selama 12 tahun
(SD-SMA). Ini artinya bahwa hampir 20% hidup orang Indonesia dipakai untuk memperoleh
pendidikan formal. Namun kenapa gerakan revolusi mental ini masih belum dapat dibilang
sebagai suatu gerakan yang sukses?

Hal pertama yang menjadi jawaban adalah kurikulum di Indonesia. Kurikulum di Indonesia ini
lebih menekankan pada Intelligent Quotient (IQ) daripada Emotional Quotient (EQ). Saya harus
akui bahwa tingkat inteligensi anak-anak Indonesia sangat tinggi. Hal ini didukung oleh
pengalaman saya ketika saya mengajar di UK. Namun, jika dibandingkan untuk masalah
kreatifitas, anak-anak Indonesia masih jauh di bawah negara lainnya. Belum lagi masalah
pengembangan sikap untuk pembentukan karakter yang baik. Apakah ini terdapat di dalam
kurikulum sebagian besar institusi pendidikan formal di Indonesia. Saya rasa tidak.

Kedua, kembali kepada masalah "attitude" atau sikap seseorang. Hal ini juga kembali didukung
kepada masalah budaya yang telah mendarah daging di kebanyakan masyarakat Indonesia, yaitu
senioritas. Apakah senioritas merupakan hal yang buruk? Tidak, jika senioritas itu diartikan
sebagai rasa hormat dan respek kepada orang yang lebih tua. Tetapi terkadang senioritas yang
terjadi di Indonesia diartikan bahwa seseorang yang lebih muda harus selalu mengalah kepada
yang lebih tua.

Senior yang baik seharusnya dapat membimbing yang lebih muda agar mereka dapat
mengembangkan potensinya. Tetapi apa yang terjadi kalau si senior malah menghambat
kemajuan dikarenakan ingin dianggap sebagai orang yang hebat atau ingin mencari aman.
Bahkan hal-hal ini dipraktekkan di institusi pendidikan formal. Sebagai contoh di Universitas,
banyak sekali pengajar senior yang tidak bisa menerima kritikan. Jika sistem yang berlaku adalah
seperti itu, apakah mungkin gerakan revolusi mental akan berhasil?

3. Menuju Indonesia yang lebih baik

Untuk menuju Indonesia yang lebih baik, tentunya tidak ada gunanya saling menyalahkan.
Tulisan ini saya buat bukan untuk menyalahkan tapi untuk mengidentifikasi masalah mendasar
yang harus dihadapi. Masalah-masalah ini juga harus dipecahkan bersama bukan sendiri-sendiri.
Pendidikan formal harus mempunyai sistem (kurikulum) yang bukan hanya mementingkan
tingkat inteligensi tetapi juga emosi dan sikap. Hal ini harus didukung oleh tenaga-tenaga
pengajar yang memiliki spirit yang sama.

Peran merevolusi mental ini juga bukan hanya dari institusi pendidikan formal tetapi juga
pendidikan informal. Keluarga, yang merupakan unit terkecil, harus ikut menyukseskan gerakan
revolusi mental ini. Misalnya, tidak melakukan pembenaran atas kesalahan dikarenakan yang
melakukan adalah anggota keluarga. Dengan bahu-membahu kedua institusi pendidikan ini, saya
yakin bahwa bangsa kita akan menjadi bangsa yang lebih maju dan baik.

8. Nilai Revolusi Mental

Apa saja nilai-nilai yang terdapat dalam Revolusi Mental tersebut? Berikut beberapa nilai yang
dapat diperoleh dari Revolusi Mental.

A. Integritas
Dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk konsistensi maupun keteguhan yang tidak
mungkin bisa digoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai nilai dan norma serta keyakinan berikut
prinsip prinsipnya. Integritas adalah sebuh konsep yang berhasil memberikan konsistensi dan
keteguhan dalam bertindak sesuai dengan nilai dan prinsip yang berlaku. Maka dari itu, makna
integritas dapat dihubungkan dan dikaitkan dengan sebuah kebenaran dan kejujuran masyarakat
dalam bertindak sehari hari. Integritas ini sangat dibutuhkan dalam berkehidupan, tak terkecuali
juga dalam dunia kerja.
Dalam dunia kerja, makna integritas berkaitan dengan adanya sikap konsistensi individu
dalam bertindak dan menyesuaikan diri dnegan berbagai kode etik yang diterapkan beserta
bermacam kebijakan yang ditentukan dalam tempat kerjanya. Seseorang yang berintegritas akan
mempunyai keinginan dan pemahaman untuk selalu dapat beradaptasi dengan nilai dan etika
dimana ia sedang bekerja serta dapat selalu bertindak konsisten guna melaksanakannya.
Integritas menjadi salah satu dari sekian banyak elemen yang pada dasarnya dapat menimbulkan
sebuah pengakuan sikap yang profesional. Kualitas yang baik juga turut melandasi munculnya
sistem kepercayaan yang diberikan kepada orang lain serta dijadikan pula sebagai pedoman bagi
anggota lainnya guna menguji pengambilan keputusan dalam sebuah pekerjaan yang sedang
dijalaninya.
Sikap integritas ini tentunya membebani kewajiban bagi seseorang untuk senantisa
bersikap jujur, konsisten, dan berterus terang dalam keseharian dan rutinitasnya. Contohnya,
seorang pemimpin tentunya harus mengedepankan pelayanan pada masyarakat sehingga
menimbulkan kepercayaan dari masyarakat. Seorang pemimpin yang berintegritas akan selalu
mengutamakan kepentingan kelompok dibandingkan dengan keuntungan pribadi.
Seseorang yang mempunyai sikap integritas tinggi akan selalu bertanggung jawab pada
diri sendiri serta tidak mudah menaruh serta menunjuk kesalahan dalam diri orang lain saat
sebuah masalah dan kegagalan terjadi. Dia akan selalu sadar bahwa tujuan dari hidup adalah
tetap harus diperjuangkan. Orang tersebut tentunya akan selalu menepati janji karena ia sadar
untuk memperoleh kepercayaan dari orang lain dalam berkehidupan itu tidaklah mudah
sedangkan hal tersebut adalah kewajiban.

B. Etos Kerja

Pengertian etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan
seseorang atau sesuatu kelompok.Kata etos berasal dari bahasa Yunani, yakni ethos yang berarti
sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu.Etos juga dapat diartikan
sebagai thumuhat yang berkehendak atau berkemauan yang disertai semangat yang tinggi dalam
rangka mencapai cita-cita yang positif.Sikap etos tidak hanya dimiliki oleh individu saja,
melainkan dapat dimiliki oleh kelompuk ataupun masyarakat.

C.Gotong Royong

Dapat diartikan sebagai sebuah keyakinan mengenai pentingnya melakukan kegiatan


secara bersama-sama dan bersifat sukarela supaya kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan cepat,
efektif, dan efisien.Gotong royong adalah istilah Indonesia untuk bekerja bersama-sama untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Gotong Royong berasal dari istilah gotong yang berarti
“bekerja” dan royong berarti “bersama“. Secara harfiah, gotong royong berarti mengangkat
bersama-sama atau mengerjakan sesuatu bersama-sama. Gotong royong juga dapat diartikan
sebagai partisipan aktif setiap individu masyarakat yang ikut terlibat dan mendapatkan nilai
positif setiap objek, permasalahan, atau kebutuhan orang disekelilingnya. Partisipasi aktif
tersebut dapat berupa tenaga, materi, mental, keterampilan atau lain sebagainya.

Gotong royong juga dapat diartikan sebagai bentuk kerja sama antara sejumlah orang
atau warga masyarakat dalam kehidupan sosial dalam menyelesaikan sesuatu atau pekerjaan
tertentu yang dianggap berguna untuk kepentingan bersama. Dalam ilmu sosial, gotong
royong diartikan sebagai salah satu bentuk prinsip kerja sama, saling membantu tanpa imbalan
langsung yang diterima namun yang dihasil untuk kepentingan bersama atau kepentingan umum.

Gotong royong di Indonesia telah berlangsung sejak kepemimpinan Ir.Soekarno, bahkan ia


menyampaikan dalam sidang BPUPKI pada tahun 1945 bahwa gotong royong adalah jiwa
masyarakat Indonesia. Gotong royong ialah budaya bangsa Indonesia yang dilaksanakan oleh
seluruh warga masyarakat sesuai dengan kegiatan masing maupun bersama-sama.
Pemerintah berharap gerakan Revolusi Mental ini didukung oleh semua lapisan masyarakat.
Tanpa dukungan dari setiap orang, Gerakan Revolusi Mental tidak akan berjalan dengan lancar.

B. Apa itu Nawa Cita

1. Pengertian Nawa Cita

Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla merancang sembilan agenda prioritas jika terpilih sebagai
presiden dan wakil presiden. Sembilan program itu disebut Nawa Cita. Program ini digagas
untuk menunjukkan prioritas jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik,
serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Berikut inti dari sembilan program tersebut

1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa
aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang
terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan
nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.

2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang
bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya
memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan
konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.

3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam
kerangka negara kesatuan.
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang
bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.

5.Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan


dan pelatihan dengan program "Indonesia Pintar"; serta peningkatan kesejahteraan masyarakat
dengan program "Indonesia Kerja" dan "Indonesia Sejahtera" dengan mendorong land reform
dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah kampung deret atau rumah
susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019.

6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa
Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.

7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi


domestik.

8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum


pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang
menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan
bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di
dalam kurikulum pendidikan Indonesia.

9. Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan


memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga.

2. Hubungan Revolusi Mental dengan Nawa Cita

Mendengar kata revolusi mental bukanlah hal yang baru bagi bangsa Indonesia, karena
sebelumnya presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno telah mencetuskan ini. Namun, belakangan
ini kata revolusi mental tengah hangat menjadi topic pembicaraan di beberapa media. Karena
kata revolusi mental ini menjadi jargon atau program pemerintahan presiden Jokowi yang
tertuang dalam nawa cita poin ke delapan.Nawacita adalah istilah umum yang diserap dari
bahasa Sanskerta, nawa (sembilan) dan cita (harapan, agenda, keinginan).

Seiring dengan kemenangan Bapak Joko Widodo dan Yusuf Kalla dalam pilpres 9 Juli 2014,
maka tampaknya kita akan memasuki era perubahan yang siknifikan (semoga) melalui kosep
REVOLUSI MENTAL yang dicanangkan oleh Presiden Baru periode 2014-2019 itu. Konsep
revolusi mental nampaknya dapat menjadi sebuah harapan yang bisa kita terapkan untuk
membangun mental masyarakat Indonesia yang kuat. Revolusi mental ditujukan untuk
pembangunan manusia dan pembangunan sosial.

Pembangunan manusia melingkupi 3 dimensi, yaitu sehat, cerdas, berkepribadian. Sehat berarti
dimulai dengan fisik kita yang senantiasa fit dan bugar. Cerdas berarti mengarah pada otak kita
yang selalu berpikir dan diasah sehingga memiliki kemampuan analisis yang tajam dan
berkualitas. Sedangkan berkepribadian adalah kaitannya dengan kehendak yang berbudi pekerti
luhur. Perlunya revolusi mental adalah karena penyakit seperti emosi/mental/jiwa akan
berdampak pada individu berupa malasnya seseorang dan tidak mempunyai karakter. Kemudian
dampaknya akan menular kepada masyarakat yang ditandai dengan gangguan ketertiban,
keamanan, kenyamanan, kecemburuan sosial, dan ketimpangan sosial. Lebih jauh lagi, akan
berdampak negatif pada bangsa dan negara. Bangsa kita akan lemah dan menjadi tidak
bermartabat. Kemudian produktivitas dan daya saing kita menjadi rendah.

Cukup menarik ketika revolusi mental adalah jembatan menuju Indonesia yang
berkepribadian. Dimulai dari diri sendiri, menjadi manusia cerdas dengan metode belajar yang
serius, terus berlatih, memanfaatkan prasaran dan sarana yang sudah tersedia (sambil berharap
pemerintah memperbaiki/melengkapinya), meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan
belajar, serta membiasakan budaya membaca. Menjadi manusia sehat jasmani dengan menjaga
kesehatan diri dan pemeliharaan lingkungan. Karena substansi revolusi mental ada pada
pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan, pendidikan berbudi pekerti luhur, serta pendidikan
demokrasi dan sadar hukum.

C. Revolusi Mental dalam pendidikan

Arti Revolusi Mental

Mental dalam tulisan Mengartikan Revolusi Mental diartikan sebagai “nama bagi genangan
segala sesuatu menyangkut cara hidup”. Mental tidak dipisahkan dari hal-hal material. Mental
pelaku dan struktur sosial dilihat berhubungan secara integral, tidak bisa dipisahkan satu sama
lain. Mental pelaku dan struktur sosial dijembatani dengan memahami ‘kebudayaan’ (culture).
Corak praktik, sistem ekonomi dan sistem politik merupakan ungkapan kebudayaan. Cara
berpikir, merasa dan bertindak (budaya) dibentuk oleh sistem dan praktik habitual ekonomi
politik. Dengan kata lain, ‘tidak ada ekonomi dan politik tanpa kebudayaan dan sebaliknya tak
ada kebudayaan tanpa ekonomi dan politik‘. Pemisahan keduanya hanya digunakan untuk
kepentingan analitik.

Kebudayaan selain merupakan pola kebiasaan, juga merupakan pandangan tentang dunia atau
dalam kalimat yang digunakan oleh Karlina Supelli, “kebudayaan juga punya lapis makna yang
berisi cara masyarakat menafsirkan diri, nilai dan tujuan-tujuan serta cara mengevaluasinya.” Di
samping itu, kebudayaan juga punya lapis fisik/material yang berupa karya cipta manusia. Dalam
praktek sehari-hari antara budaya sebagai pola kebiasaan, pandangan dunia dan lapis fisik, tidak
terpisah secara tajam. Sebagai contoh, selera dan hasrat seseorang terbentuk dari kebiasaan yang
diperoleh dari struktur lingkungan. Kekeliruan dalam memandang hubungan integral antara
struktur, kebudayaan dan pelaku akan melahirkan pendekatan serta anggapan yang keliru juga
dalam menyelesaikan masalah. Misalnya, muncul pernyataan publik “pendekatan ekonomi dan
politik sudah gagal, diperlukan jalan kebudayaan” atau “masalah kemiskinan dan korupsi ialah
perkara moral bangsa –kalau moral berubah, selesailah masalah!”

Revolusi mental melibatkan semacam strategi kebudayaan. Hal yang dibidik oleh revolusi
mental adalah transformasi etos, yaitu perubahan mendasar dalam mentalitas yang meliputi cara
berpikir, cara merasa, cara mempercayai yang semuanya ini menjelma dalam perilaku dan
tindakan sehari-hari.

Pendidikan formal melalui sekolah dapat menjadi lokus untuk memulai revolusi mental ini.
pendidikan diarahkan pada pembentukan etos warga negara (citizenship). Proses pedagogis
membuat etos warga negara ini ‘menubuh’ atau dapat menjadi tindakan sehari-hari. Cara
mendidik perlu diarahkan dari pengetahuan diskursif (discursive knowlegde) ke pengetahuan
praktis (practical knowledge). Artinya, membentuk etos bukanlah pembicaraan teori-teori etika
yang abstrak, tetapi bagaimana membuat teori-teori tersebut memengaruhi tindakan sehari-hari.
Pendidikan diarahkan menuju transformasi di tataran kebiasaan. Pendidikan mengajarkan
keutaamaan (virtue) yang merupakan pengetahuan praktis. Revolusi mental membuat kejujuran
dan keutaamaan yang lain menjadi suatu disposisi batin ketika siswa berhadapan dengan situasi
konkret

Pendidikan di sekolah hanya salah satu kantung perubahan saja. Revolusi mental yang menjadi
gerakan berskala nasional perlu dilakukan di setiap kelompok-kelompok di kehidupan sehari-
hari. “transformasi sejati terjadi dalam kesetiaan bergerak dan menggerakkan perubahan dalam
hal-hal yang rutin.”

Sejenak Mengingat dan Mengevaluasi

Berdasar pada pengertian revolusi mental yang diberikan oleh Karlina Supelli tersebut, penulis
mencatat beberapa hal dalam pendidikan yang perlu diperbaiki berkenaan dengan revolusi
mental ini, yaitu:

1. ‘menghafal’ adalah Kunci Kesuksesan

Bagi peserta didik ‘menghafal’ adalah ritual yang harus dilakukan menjelang ujian. Dengan
menghafal, maka pertanyaan dalam ujian akan dapat terjawab dengan baik sehingga akhirnya
mendapat nilai yang memuaskan. Memang tidak ada yang salah dengan menghafal. Bahkan,
ilmu pengetahuan tidak akan lahir tanpa usaha menghafal dan mencatat suatu peristiwa alam atau
sosial. ‘Menghafal’ menjadi masalah apabila dilakukan tanpa mengetahui konsep yang
sesungguhnya. Peserta didik hanya menghafal rentetan kata dan kalimat tanpa tahu makna yang
sesungguhnya. Seorang mahasiswa yang mengikuti mata kuliah filsafat manusia, misalnya, dapat
saja menghafal definisi dimensi-dimensi dalam filsafat manusia tanpa memahami maknanya.
Dalam kehidupan sehari-hari ia tetap memandang manusia secara parsial saja, sebagai penghasil
uang, dengan melupakan dimensi sosial manusia.

Bagaimana merevolusi mental ‘ritual menghafal’ ini? Perlu ada perbaikan dalam metode
mendidik. Pendidikan dalam usaha revolusi mental berusaha ‘menubuhkan’ ajaran-ajaran yang
diperoleh di sekolah agar sungguh dapat diterapkan dalam praktek hidup. Pendidik perlu
memberikan banyak contoh yang relevan, analisis kasus, serta percobaan-percobaan di kelas.
Contoh yang relevan, analisis kasus dan percobaan membantu peserta didik untuk mendapatkan
kunci-kunci penting pemahaman tanpa kehilangan basis pada realitas. Pendidik seringkali
melupakan metode-metode memberikan praktek yang mengajak peserta didik berpikir, sebab
pendidik harus memenuhi tuntutan target materi yang harus tersampaikan dalam pertemuan itu.
2. Nilai Ujian dan Ijazah adalah Inti dari Seluruh Proses Pendidikan

Masyarakat yang memandang ijazah sebagai tujuan pokok dari seluruh proses pendidikan
kehilangan makna dari pendidikan itu sendiri. Bersekolah, bagi masyarakat yang demikian,
adalah usaha untuk mendapatkan ijazah. Agar mendapatkan ijazah dengan keterangan yang
memuaskan, nilai-nilai ujian perlu digenjot. Ijazah menjadi golden ticket untuk meneruskan
perjuangan hidup berikutnya. Ijazah digunakan untuk melamar pekerjaan dan mendapatkan
jabatan sehingga kesejahteraan hidup pun terjamin. Apa bahaya dari pandangan yang terlalu ‘gila
ijazah’ ini?

Pendidikan, dalam masyarakat yang demikian, tidak lagi merupakan usaha untuk membuat
manusia yang sungguh menjadi manusia. Nilai ujian dan ijazah dikejar demi nilai ujian itu
sendiri. Nilai ujian dan ijazah bukan lagi menandakan kualitas dari peserta didik. Pendidik dan
peserta didik sama-sama dituntut untuk menjalani pendidikan sekedar sebagai formalitas untuk
memperoleh nilai yang baik, lalu segera lulus dan mendapatkan ijazah. Dosen yang
membutuhkan waktu lama untuk membimbing satu skripsi, misalnya, tidak jarang dianggap
terlalu kolot dan didesak segera meluluskan mahasiswa tersebut dengan kemampuan yang
seadanya.

Revolusi terhadap mental ‘gila ijazah’ ini memang tidak mudah sebab perbaikan tidak hanya
melibatkan sistem pendidikan melainkan juga sistem ekonomi dan politik. Sistem penilaian
dalam pendidikan perlu dibuat agar tidak terlalu mementingkan kuantitas. Lapangan pekerjaan
juga perlu diperluas agar orang tidak khawatir akan kesempatan yang ia dapatkan untuk
mengembangkan diri di suatu lapangan pekerjaan tertentu. Dengan demikian, pendidikan yang ia
jalani juga sungguh berkualitas.

3. Standarisasi nilai melalui Ujian Akhir Nasional

Ujian Akhir Nasional (UAN) yang selama ini dilakukan menuai banyak kritik. UAN dilakukan
dengan alasan standarisasi kemampuan pelajar di seluruh Indonesia. Pelaksanaan UAN memiliki
asumsi dasar bahwa peserta didik berangkat dari modal yang sama sehingga dapat mencapai
standar kemampuan akademis tertentu yang sama. Kenyataannya, peserta didik tidak memiliki
modal yang sama. Mereka memiliki modal pengetahuan, budaya, kualitas sekolah dan
lingkungan masyarakat yang berbeda. UAN sebagai standarisasi kemampuan akademis tidak lagi
relevan mengingat modal yang berbeda ini. Peserta didik di Jakarta tidak memiliki latar belakang
budaya, kualitas sekolah dan lingkungan serta kebutuhan yang sama dengan peserta didik di
makassar, sehingga standarisasi pun tak dapat dilakukan. Syarat suatu perbandingan dapat
dilakukan ialah hal-hal yang diperbandingkan memiliki prinsip yang sama. Apabila tidak
memiliki prinsip yang sama maka terjadilah incommensurability.

4. Pendidik menjadi Sekadar Memenuhi Formalitas Mengajar karena Tekanan Sistem

Pendidik dalam menjalankan aktivitas mendidik tidak hanya berurusan dengan peserta didik dan
materi yang ingin disampaikan. Pendidik juga disibukkan dengan borang-borang rencana
pembelajaran dan target materi yang harus tersampaikan. Target ini tentu berkaitan juga dengan
UAN. Apabila target materi tidak terpenuhi maka peserta didik terancam tidak lulus UAN.
Apabila ada siswa yang tidak lulus UAN, maka nama baik sekolah pun akan tercemar.

‘Sekadar memenuhi formalitas’ tidak hanya menjangkiti guru di sekolah tetapi juga para dosen
di perguruan tinggi. Berulang kali jenis borang rencana pembelajaran berubah. Perubahan yang
terjadi dalam kurun waktu satu setengah tahun ini ialah dari Silabus dan SAP (Satuan Acara
Perkuliahan) ke RPKPS (Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester) lalu kini ke
RPS (Rencana Pembelajaran Semester). Dosen harus selalu menyesuaikan diri dengan perubahan
borang ini. Belum lagi ditambah sistem yang harus dipenuhi sebagai dosen yang memiliki NIDN
(Nomer Induk Dosen Nasional) begitu banyak dan rumit. Akhirnya dosen lebih lancar sebagai
pengelola administrasi ‘ke-dosen-an’ daripada sebagai seorang pendidik.

5. Orang Miskin Dilarang Sekolah

Bayangkan berapa uang yang harus dikeluarkan untuk menyekolahkan anak dari pendidikan usia
dini hingga perguruan tinggi. Puluhan bahkan ratusan juta rupiah biaya yang dibutuhkan untuk
mendukung pendidikan seorang anak. Biaya ini tidak masuk akal bagi orang tua yang memiliki
pendapatan tidak lebih dari satu setengah juta rupiah per bulan, bahkan untuk yang
berpenghasilan tiga juta rupiah sekalipun. Tidak masuk akalnya biaya untuk pendidikan,
membuat banyak anak harus putus sekolah. Revolusi Mental dalam pendidikan perlu didukung
kebijakan politik dan ekonomi serta mekanisme agar pendidikan akhirnya dapat diakses siapa
saja di seluruh pelosok negeri ini. Apabila kartu indonesia pintar jadi diterapkan,maka
mekanisme pembagian serta penggunaanya perlu dikawal agar dapat berfungsi dan tepat sasaran.
6. Perbanyak Pelajaran Agama agar Perilaku Menjadi Baik

Pemberlakuan kurikulum 2013 mengundang kritik dari para pemerhati pendidikan. Kurikulum
2013 memiliki tujuan besar untuk mengubah moral peserta didik menjadi lebih baik. Kekeliruan
dimulai ketika penerapan kurikulum 2013 dilakukan dengan memperbanyak ajaran agama.
Anggapan bahwa ‘memperbanyak pelajaran agama dapat mengubah perilaku menjadi baik’
berakar dari asumsi pembedaan yang tajam antara budaya dalam bentuk yang immaterial (cara
pikir, merasa) dan material (tindakan, hasil karya cipta manusia). Tidak hanya pembedaan
bahkan stratifikasi. Unsur immaterial dianggap lebih tinggi daripada unsur material. Penguasaan
pelajaran agama dianggap pasti dapat mengubah perilaku peserta didik.

Padahal dalam kenyataan, penguasaan teoritik saja tidak menjamin nilai-nilai yang dipelajari di
sekolah menjadi cara berpikir dalam praktek hidup. Dalam revolusi mental, perlu diupayakan
perubahan asumsi dasar dalam memandang budaya. Sebagaimana disarankan dalam tulisan
Mengartikan Revolusi Mental, unsur budaya sebagai pola kebiasaan, pandangan hidup dan
lapisan fisik perlu dilihat secara integral. Mengubah moral yang merupakan praktek hidup, perlu
pembaruan penafsiran kurikulum dan metode mendidik. Perubahan moral tidak selalu datang
dari pelajaran agama tetapi bisa juga dari pelajaran etika. Tentu saja pelajaran etika yang
dimaksud ialah pelajaran etika dengan pembaruan dalam metode pengajaran, sehingga tidak
terjebak lagi dalam menghafal teori-teori etika.

7. Semarak Khotbah dan Seminar yang Bertujuan Mengubah Moral

Metode menyampaikan pelajaran etika dapat dilakukan dengan cara bermain peran (role play).
Gaya mengajar bermain peran ini mendorong peserta didik untuk mendayagunakan pikiran,
perasaan dan serta tubuhnya dalam memahami suatu peristiwa yang melibatkan penilaian etis.
Tentu ini saja tidak cukup, untuk membuat nilai etis benar-benar menjadi praktek hidup, kita
perlu menjabarkan nilai dalam poin-poin terapan. Nilai Persatuan Indonesia, misalnya, perlu
dijabarkan menjadi beberapa poin terapan misalnya sikap mengharagai keberagaman agama di
sekolah dan lingkungan sekitar rumah dan sikap menghormati logat masing-masing teman yang
berbeda daerah. Menjabarkan nilai dalam poin terapan saja tidak cukup yang lebih berarti lagi
ialah kesetiaan dalam melakukan nilai tersebut setiap hari.
8. Pendidikan yang Tidak Sadar Keberagaman

Sekolah-sekolah berbasis pendidikan inklusif perlu terus diupayakan. Diskriminasi dalam


pendidikan formal tidak jarang dimulai dari institusi pendidikan itu sendiri. Bentuk bangunan,
cara mengajar dan atmosfer pergaulan perlu disesuaikan dengan prinsip-prinsip pendidikan yang
inklusif. Pendidikan inklusif terbuka bagi semua peserta didik dari berbagai budaya dan
termasuk bagi para difabel. Tersedianya sarana dan atmosfer pembelajaran yang inklusif
membuat peserta didik belajar untuk menghargai perbedaan dan tidak bersikap rasis serta
fundamentalis ekstrem.

9. Pendidikan yang Apolitis

Teori-teori di sekolah yang terpisah dari praktek, membuat peserta didik tidak menyadari bahwa
ada masalah dalam kehidupan sehari-hari yang perlu diselesaikan. Ilustrasi-ilustrasi dalam
pelajaran di pendidikan formal tidak pernah memantik keberanian sikap politis peserta didik.
Peserta didik dibuat lupa bahwa segala yang ia nikmati termasuk dapat mengenyam pendidikan
di sekolah merupakan hasil dari tindakan politis. Bahkan, harga nasi dan telur sarapan mereka
pun hasil dari tindakan politis. Pendidikan yang tidak pernah menyentuh sisi politis melupakan
bahwa “budaya tanpa sistem ekonomi dan politis tidak mungkin, demikian juga sebaliknya”.
Pendidikan juga demikian. Pendidikan yang apolitis menjadi tidak relevan sebab pendidikan dan
politik saling mengandaikan satu sama lain, satu sama lain saling mempengaruhi.

10. Kurangnya Kantung-Kantung Pendidikan di Lingkungan

Setiap kelompok masyrakat perlu mengupayakan agar pendidikan tidak menjadi elitis.
Bagaimana caranya? Perlu diusahakan kelompok-kelompok pendidikan informal di lingkungan
tempat tinggal. Kelompok-kelompok belajar dan sanggar-sanggar kesenian bagi anak-anak, yang
bersifat tidak berbayar perlu diselenggarakan agar pendidikan dapat dirasakan bagi siapa saja.
Selama ini, sebenarnya banyak pendidikan informal yang kreatif dengan metode pengajaran yang
mengembangkan potensi peserta didik, tetapi biaya untuk masuk ke tempat pendidikan seperti itu
juga tidak murah.

Akhirnya, kesepuluh usaha revolusi mental dalam pendidikan ini memerlukan usaha yang tahan
dalam “kesetiaan bergerak dan menggerakkan perubahan dalam hal-hal yang rutin.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengertian Revolusi Mental secara umum adalah Gerakan untuk menggembleng manusia
Indonesia dalam mentalitas yang berkarakter orisinal bangsa yang meliputi cara berpikir, cara
merasa, cara mempercayai yang semuanya ini menjelma dalam perilaku dan tindakan sehari hari

2. Nawa Cita adalah Sembilan agenda prioritas ini merupakan visi misi yang dibuat untuk
pemilihan presiden setahun yang lalu dan menjadi program untuk lima tahun masa jabatan
Jokowi-JK. Berikut sembilan agenda prioritas pasangan Jokowi-JK saat menjabat menjadi
Presiden dan Wakil Presiden yang diharapkan bisa terealisasikan
3. Revolusi mental merupakan harapan bangsa dan masyarakat saat ini menuju perubahan jati
diri bangsa yang lebih baik. Melakukan revolusi mental guna membentuk revolusi karakter
bangsa melalui dunia pendidikan, peneguhan dan penguatan ke-bhinekaan dan memperkuat
restorasi sosial merupakan bagian dari titik pusat utamanya. Membentuk generasi yang kreatif
dan berintelektual menjadi latar belakang diwujudkannya revolusi mental bangsa. Oleh karena
itu, bidang pendidikan sangat penting dalam menjaga pengarahan dan peningkatan mutu dan
kesempurnaan aset hidup bangsa. melalui pendidikanlah akan diperolehnya pemahaman-
pemahaman baru dalam hal pengetahuan, keaktifan, dan kekritisan. Namun, dalam menjalankan
proses revolusi mental tidak hanya dengan berbicara dan berdiskusi saja, tetapi harus diwujudkan
dengan tindakan, yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan.

B. Saran

1. Bisa menjelaskan secara rinci apa saja hal yang berhubungan dengan revolusi mental,dan bisa
mensosialisasikan nya kepada masyarakat lain yang belum mengetahuinya agar bangsa Indonesia
bisa menjadi bangsa yang hebat.

2. Bisa menjelaskan secara rinci apa saja hal yang berhubungan dengan nawa cita,dan bisa
mensosialisasikan nya kepada masyarakat lain.

3. Pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah tapi merupakan tanggung jawab bersama.
Dan juga saling keterkaitan dengan revolusi mental,agar dapat mengubah mental para pendidik
DAFTAR PUSTAKA

https://rocketmanajemen.com/pengertian-integritas/ (diakses pada jumat,10 agustus 2018 pukul 23.18)

https://indoprogress.com/2014/09/revolusi-mental-dalam-pendidikan/(diakses pada jumat,10


agustus 2018 pukul 23.20)

https://www.kompasiana.com/arnarn/59ca920eb6140124183b2232/masalah-mendasar-yang-
menghambat-revolusi-mental(diakses pada jumat,10 agustus 2018 pukul 23.22)

http://www.tribunnews.com/tribunners/2016/07/05/sejarah-panjang-pentingnya-revolusi-mental(diakses
pada jumat,10 agustus 2018 pukul 23.23)

https://www.kompasiana.com/zakimub/5823485db37e610633467fb4/revolusi-mental-dasar-
nawacita?page=all(diakses pada jumat,10 agustus 2018 pukul 23.25)

https://nasional.kompas.com/read/2014/05/21/0754454/.Nawa.Cita.9.Agenda.Prioritas.Jokowi-
JK(diakses pada jumat,10 agustus 2018 pukul 23.26)

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20161206000000-293-177579/apa-saja-nilai-nilai-yang-terdapat-
dalam-revolusi-mental(diakses pada jumat,10 agustus 2018 pukul 23.30)

https://infokampus.news/ini-alasan-mengapa-indonesia-perlu-revolusi-mental/(diakses pada jumat,10


agustus 2018 pukul 23.30)

http://www.beritasatu.com/politik/299075-3-alasan-utama-indonesia-perlu-revolusi-mental.html(diakses
pada sabtu,11 agustus 2018 pukul 00.09)

http://www.artikelsiana.com/2017/08/revolusi-mental-pengertian-tujuan.html(diakses pada sabtu,11


agustus 2018 pukul 00.44)

http://www.sumberpengertian.co/pengertian-etos-kerja(diakses pada sabtu,11 agustus 2018 pukul


09.20)

http://www.sumberpengertian.co/pengertian-gotong-royong(diakses pada sabtu,11 agustus 2018 pukul


09.30)

http://www.pelajaran.co.id/2017/10/pengertian-gotong-royong-manfaat-nilai-dan-contoh-bentuk-gotong-
royong.html(diakses pada sabtu,11 agustus 2018 pukul 10.00)

Anda mungkin juga menyukai