Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGETAHUAN KEBENCANAAN DAN LINGKUNGAN

PROSES PEMULIHAN BENCANA

Oleh:

Tamara Husna Pospos


1705102010059

PRODI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

DARUSSALAM, BANDA ACEH

GENAP 2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas izin, rahmat dan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah dengan judul
“Proses Pemulihan Bencana” ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi tugas akhir
semester genap untuk mata kuliah Pengetahuan Kebencanaan dan Lingkungan. Melalui
makalah ini, saya berharap agar saya dan pembaca mampu mengenal lebih jauh mengenai
hubungan Negara dengan warga Negara.

Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan dari berbagai
pihak. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Dra. Nurulwati, M.Pd sebagai
dosen pembimbing mata kuliah ini dan teman-teman yang telah membantu dalam penulisan
makalah ini.Untuk itu saya ucapkan banyak terima kasih atas segala partisipasinya dalam
menyelesaikan makalah ini.

Meski demikian, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan di dalam
penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa maupun isi. Sehingga penulis
secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari pembaca.Demikian apa yang
dapat saya sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk masyarakat umumnya,
dan untuk saya sendiri khususnya.

Banda Aceh, 23 Mei 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…..............……………………………………………………………. i
KATA
PENGANTAR…………………………......………………………………………...……… ii
DAFTAR ISI …………………………………....………………………………………….. iii
BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………………………….…. 4
1.2 Latar Belakang …………………………..…………………………………………... 4

1.2 Tujuan Penulisan …………………..……………………………………..………….. 5


BAB 2 PEMBAHASAN ………………………….....……………………………………… 6
2.1 Definisi Bencana………………………..……………………………………………. 6
2.2 Tahapan Bencana………....………......………………………………..…………….. 6
2.3 Manajemen Pemulihan……..……………………………………......……………….. 8
2.4 Kasus Proses Pemulihan Bencana…………..……………………………………..…. 8
BAB 3 PENUTUP …………………………………....………....…………………………. 12
3.1 Kesimpulan …………..………………………….………………………………….. 12
3.2 Saran………………………………………………………………………………… 12
DAFTAR PUSTAKA………...…...……………………………………………………….. 13

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia, selain terkenal karena kekayaan dan keindahan alamnya, juga merupakan
negara yang rawan terhadap bencana. Hal ini disebabkan posisi geografis dan geodinamiknya,
sehingga Indonesia memiliki aktivitas vulkanik dan kegempaan yang cukup tinggi. Posisi ini
juga menyebabkan bentuk relief Indonesia yang sangat bervariasi, mulai dari pegunungan
dengan lereng yang curam sampai daerah landai di sepanjang garis pantai yang sangat panjang,
yang kesemuanya memiliki kerentanan terhadap ancaman bahaya tanah longsor, banjir, abrasi
dan tsunami. Kondisi hidrometeorologis yang beragam juga kadang-kadang menimbulkan
ancaman bahaya banjir dan longsor, angin ribut atau angin puting beliung, bahaya kekeringan
yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan lain-lain. Ancaman lainnya adalah bencana yang
disebabkan oleh berbagai kegagalan teknologi.

Indonesia menjadi negara yang paling rawan terhadap bencana di dunia berdasar data
yang dikeluarkan oleh badan perserikatan bangsa-bangsa untuk strategi internasional
pengurangan risiko bencana. Tingginya posisi indonesia ini dihitung dari jumlah manusia yang
terancam risiko kehilangan nyawa bila bencana alam terjadi. Indonesia menduduki peringkat
tertinggi untuk ancaman bahaya tsunami, tanah longsor, gunung berapi. Dan menduduki
peringkat tiga untuk ancaman gempa serta enam untuk banjir.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selama januari 2013 mencatat ada
119 kejadian bencana yang terjadi di indonesia. Bnpb juga mencatat akibatnya ada sekitar 126
orang meninggal akibat kejadian tersebut. Kejadian bencana belum semua dilaporkan ke bnpb.
Dari 119 kejadian bencana menyebabkan 126 orang meninggal, 113.747 orang menderita dan
mengungsi, 940 rumah rusak berat, 2.717 rumah rusak sedang, 10.945 rumah rusak ringan.
Untuk mengatasi bencana tersebut, bnpb telah melakukan penanggulangan bencana baik
kesiapsiagaan maupun penanganan tanggap darurat. Untuk siaga darurat dan tanggap darurat
banjir dan longsor sejak akhir desember 2012 hingga sekarang, bnpb telah mendistribusikan
dana siap pakai sekitar rp 180 milyar ke berbagai daerah di indonesia yang terkena bencana.

Namun, penerapan manajemen bencana di indonesia masih terkendala berbagai


masalah, antara lain kurangnya data dan informasi kebencanaan, baik di tingkat masyarakat

4
umum maupun di tingkat pengambil kebijakan. Keterbatasan data dan informasi spasial
kebencanaan merupakan salah satu permasalahan yang menyebabkan manajemen bencana di
indonesia berjalan kurang optimal. Pengambilan keputusan ketika terjadi bencana
sulit dilakukankarena data yang beredar memiliki banyak versi dan sulit divalidasi
kebenarannya.

1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah agar menambah wawasan pembaca tentang
bagaimana proses pemulihan bencana di suatu daerah dan juga sebagai pemenuhan tugas
mata kuliah Pengetahuan Kebencanaan dan Lingkungan.

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Bencana
Undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana menyebutkan
bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Definisi
tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia.
Oleh karena itu, undang-undang nomor 24 tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai
bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana non alam adalah bencana
yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa
gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi. Dan wabah penyakit. Bencana sosial
adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atauserangkaian peristiwa yang diakibatkan
oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat,
dan teror.

2.2 Tahapan Bencana


Disaster atau bencana dibagi beberapa tahap yaitu : tahap pra-disaster, tahap serangan atau
saat terjadi bencana (impact), tahap emergensi dan tahap rekonstruksi. Dari ke-empat tahap ini,
tahap pra disaster memegang peran yang sangat strategis.

a. Tahap pra-disaster
Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya mulai saat sebelum
terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact. Tahap ini dipandang oleh para ahli sebagai
tahap yang sangat strategis karena pada tahap pra bencana ini masyarakat perlu dilatih tanggap
terhadap bencana yang akan dijumpainya kelak. Latihan yang diberikan kepada petugas
dan masyarakat akan sangat berdampak kepada jumlah besarnya korban saat bencana
menyerang (impact), peringatan dini dikenalkan kepada masyarakat pada tahap pra bencana.

6
b. Tahap serangan atau terjadinya bencana (impact phase)
Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (impact phase) merupakan fase terjadinya
klimaks bencana. Inilah saat-saat dimana, manusia sekuat tenaga mencoba ntuk bertahan hidup.
Waktunya bisa terjadi beberapa detik sampai beberapa minggu atau bahkan bulan. Tahap
serangan dimulai saat bencana menyerang sampai serang berhenti.

c. Tahap emergensi
Tahap emergensi dimulai sejak berakhirnya serangan bencana yang pertama.tahap
emergensi bisa terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan. Pada tahap emergensi, hari-
hari minggu pertama yang menolong korban bencana adalah masyarakat awam atau awam
khusus yaitu masyarakat dari lokasi dan sekitar tempat bencana. Karakteristik korban pada
tahap emergensi minggu pertama adalah : korban dengan masalah airway dan breathing (jalan
nafas dan pernafasan), yang sudah ditolong dan berlanjut ke masalah lain, korban dengan luka
sayat, tusuk, terhantam benda tumpul, patah tulang ekstremitas dan tulang belakang, trauma
kepala, luka bakar bila ledakan bom atau gunung api atau ledakan pabrik kimia atau nuklir
atau gas. Pada minggu ke dua dan selanjutnya, karakteristik korban mulai berbeda karena
terkait dengan kekurangan makan, sanitasi lingkungan dan air bersih, atau personal higiene.
Masalah kesehatan dapat berupa sakit lambung (maag), diare, kulit, malaria atau penyakit
akibat gigitan serangga.

d. Tahap rekonstruksi
Pada tahap ini mulai dibangun tempat tinggal, sarana umum seperti sekolah, sarana
ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Pada tahap rekonstruksi ini yang dibangun
tidak saja kebutuhan fisik tetapi yang lebih utama yang perlu kita bangun kembali adalah
budaya. Kita perlu melakukan rekonstruksi budaya, melakukan re-orientasi nilai-nilai dan
norma-norma hidup yang lebih baik yang lebih beradab. Dengan melakukan rekonstruksi
budaya kepada masyarakat korban bencana, kita berharap kehidupan mereka lebih baik bila
dibanding sebelum terjadi bencana. Situasi ini seharusnya bisa dijadikan momentum oleh
pemerintah untuk membangun kembali indonesia yang lebih baik, lebih beradab, lebih santun,
lebih cerdas hidupnya lebih memiliki daya saing di dunia internasional.

7
2.3 Manajemen Pemulihan

Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor


yang dapat mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana
dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana secara terencana,
terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh setelah terjadinya bencana dengan fase-fasenya nya
yaitu :

 Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
 Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan
pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat
dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian sosial dan
budaya tegaknya hukum dan ketertiban dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana

2.4 Kasus Proses Pemulihan Bencana

Pertama ada kasus internasional yaitu pemulihan bencana gempa bumi dan tsunami di
Jepang pada tahun 2011. Sebelas Maret 2011 adalah masa kelam bagi negara Jepang.
Adapatasi dan mitigasi yang siapkan untuk menghadapi bencana benar-benar terjadi. Namun,
diluar dugaan bencana yang terjadi diluar perkiraan. Penghalang pantai tidak mampu menahan
laju gelombang laut yang menghantam darat hingga berkilo meter. Gempa berkekuatan 8,5
skala richter pada siang menjelang sore hari waktu setempat telah mengakibatkan tsunami yang
memporak-porandakan kota Fukushima, Miyagi, dan Iwata. Sepekan dilaporkan bahwa korban
mencapai 24.124 jiwa dengan 9.408 meninggal dunia, 14.716 dinyatakan hilang, dan 2.746
mengalami luka-luka.

Bencana ini juga menyebabkan retaknya dinding reactor nuklir Jepang yang mengancam
radiasi nuklir bagi masyarakat sekitarnya. Masyarakat jepang hingga diungsikan sejauh 30
kilometer dari tempat dan skrining radiasi pun dilakukan bagi semua korban dan masyarakat.
Meski demikian, Jepang tetap tegak berdiri menyelamatkan diri. Tidak banyak yang
meragukan bahwa Jepang pasti bisa bengkit dari keterpurukan, termasuk Indonesia yang yakin
dalam tiga bulan Jepang bisa kembali pulih.

8
Pemulihan pasca bencana tsunami Jepang sangat cepat. Pada masa tanggap darurat,
pemerintah daerah berfokus untuk menyelamatkan korban dengan segera. Manajemen tanggap
darurat Jepang cepat dan terkoordinir. Masyarakat tidak banyak mengeluh dan mengikuti
semua instruksi dengan baik meski kondisi fisik dan mental mereka sangat lelah. Satu komando
untuk tanggap darurat berhasil dilakukan oleh Jepang. Satuan komando diperlukan pada
tanggap darurat. Keadaan bencana tidak menghapuskan manajemen meskipun yang bersifat
formal biasanya terabaikan pada saat bencana.

Terkait kebocoran reactor nuklir di Fukushima juga mengundang kekaguman dunia,


dimana aksi evakuasi dan skrining dilakuan dengan cepat. Bahkan karyawan PLTN Fukushima
dengan etos kerja yang tinggi cepat tanggap memperbaiki kerusakan reactor. Padahal mereka
sangat berisiko terkena dampak radiasi. Etos kerja bangsa Jepang memang tidak diragukan
lagi.

Adaptasi mitigasi bencana yang dilakukan Jepang dikatakan berhasil. Kemampuan Jepang
untuk mempersiapkan diri terhadap bencana terlihat dari pelatihan-pelatihan dan simulasi yang
kerap dilakukan sejak bangku sekolah dasar hingga masyarakat tentang bagaimana bertindak
ketika bencana terjadi. Pada saat gempa, masyarakat Jepang telah dilatih untuk tidak panik.
Kini, ketika gempa terjadi masyarakat Jepang saling bantu membantu untuk keluar gedung
sehingga tidak terlihat saling berebut untuk keluar. Selain itu, persiapan Jepang menghadapi
bencana terlihat juga dari pondasi bangunan yang didirikannya. Pada gempa dan tsunami tahun
2011 bahkan tidak ada gedung bertingkat yang runtuh melainkan hanya retak.

Gambar di atas menunjukkan kemajuan Jepang tiga bulan pasca tsunami. Kesiapan, kecepatan,
dan kemandirian Jepang dalam menghadapi bencana menjadi refleksi bagi Indonesia.

Kemudian ada kasus gempa yang terjadi di Sumatera Barat pada tahun 2009 silam. Gempa
Bumi Sumatera Barat terjadi pada tanggal 30 September 2009, pukul 17:16:10 WIB dengan
kekuatan 7,6 Skala Richter di lepas pantai Sumatera Barat. Gempa ini terjadi di lepas pantai

9
Sumatera, sekitar 50 km barat laut Kota Padang. Gempa menyebabkan kerusakan parah di
beberapa wilayah di Sumatera Barat seperti Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang,
Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Pariaman, Kota Bukittinggi, Kota Padangpanjang, Kabupaten
Agam, Kota Solok, dan Kabupaten Pasaman Barat. Menurut data Satkorlak PB, sebanyak 1.117
orang tewas akibat gempa ini yang tersebar di 3 kota & 4 kabupaten di Sumatera Barat, korban
luka berat mencapai 1.214 orang, luka ringan 1.688 orang, korban hilang 1 orang. Sedangkan
135.448 rumah rusak berat, 65.380 rumah rusak sedang, & 78.604 rumah rusak ringan.
Penanganan gempa yang mengguncang Sumatera Barat dan Jawa Barat dinilai tidak sistematis.
Akibatnya, proses evakuasi terhadap korban lambat, distribusi bantuan tidak merata, daerah
terisolasi tak tersentuh, data korban simpang siur, dan sejumlah persoalan lainnya. Berbagai
kelemahan ini antara lain karena kepala daerah yang seharusnya juga selaku pemegang
kekuasaan dan komando tertinggi di daerah tidak pernah dilatih manajemen bencana, baik
prabencana, tanggap darurat (ketika bencana terjadi), maupun pascabencana. Kebijakan kepala
daerah lebih bersifat reaktif dan tidak berdasarkan pada pengetahuan manajerial bencana.
Untuk tanggap darurat, misalnya, kepala daerah tidak pernah dilatih soal prosedur distribusi
bantuan, prosedur evakuasi korban, penanganan pengungsi, penanganan kesehatan korban,
koordinasi antarinstansi, dan lainnya.

 Rehabilitasi dan kegiatan Rekonstruksi yang dilakukan oleh pihak pemerintah di


Padang antara lain sebagai berikut :

 Pemindahan pusat pemerintahan Kota Padang ke kawasan Aia Pacah

 Pemulihan ekonomi dan revitalisasi Pasar Raya

 Perbaikan jaringan transportasi penataan pusat Kota lama untuk


mempertahankan cagar budaya

 Pemulihan sarana pendidikan dan kesehatan, pada sarana pendidikan seperti


SMA 1, SMK 5, SMK 9, SMP 23, SMP 24, dan SMP 25. Dan pada sarana
kesehatan seperti Rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya yang terkena
dampak Gempa Bumi.

 Pemberian bantuan tunai perbaikan pada sekolah – sekolah yang terkena


dampak Gempa Bumi.

 Pemulihan rumah masyarakat dan pemukiman, dengan cara pemberian bantuan


uang tunai kepada masyarakat yang rumahnya terkena dampak kerusakan akibat

10
Gempa Bumi. Yaitu sebesar 15 Juta untuk kerusakan berat, 10 Juta untuk
kerusakan sedang dan 1 juta untuk kerusakan ringan.

 Pemulihan dini mental masyarakat dengan proses Traumatic Healing yang


melibatkan pakar pemulihan dari Universitas Negri Padang, dengan system
TOT (training on trainee).

 Revisi RTRW ( Rencana tata ruang wilayah ) dan RPJM ( Rencana


pembangunan jangka menengah )

11
BAB III
PENUTUP

3.1Kesimpulan
Indonesia merupakan salah satu yang rawan bencana sehingga diperlukan manajemen atau
penanggulangan bencana yang tepat dan terencana. Manajemen bencana merupakan
serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya
bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Manajemen bencana
di mulai dari tahap pra-bencana, tahap tanggap darurat, dan tahap pasca-bencana. Pertolongan
pertama dalam bencana sangat diperlukan untuk meminimalkan kerugian dan korban jiwa.

3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan wawasan bagi
pembaca khususnya tentang pemulihan pasca bencana. Masalah penanggulangan bencana
tidak hanya menjadi beban pemerintah atau lembaga-lembaga yang terkait. Tetapi juga
diperlukan dukungan dari masyarakat umum. Diharapkan masyarakat dari tiap lapisan dapat
ikut berpartisipasi dalam upaya penanggulangan bencana.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://www.bencana-kesehatan.net/index.php/50-referensi/artikel/1653-jepang-pasca-
bencana-tsunami-2011
http://erni-jasmita.blogspot.co.id/2014/01/pemulihan-pasca-bencana.html

https://nasional.kompas.com/read/2009/10/12/05352728/penanganan.gempa.tak.sistematis

https://www.scribd.com/document/364268106/Analisis-Manajemen-Bencana-Gempa-Bumi-
Di-Sumatera-Barat-Tahun-2009

13

Anda mungkin juga menyukai