Anda di halaman 1dari 19

AKHLAK BERMASYARAKAT DAN

AKHLAK BERBANGSA

SATRIA BINTANG PANINGIT


NIM: 217102023

POLITEKNIK MANUFAKTUR CEPER


2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 2
A. LATAR BELAKANG ......................................................................................................... 2
B. RUMUSAN MASALAH ..................................................................................................... 3
C. TUJUAN .............................................................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................... 4
A. PENGERTIAN AKHLAQ................................................................................................... 4
B. AKHLAQ BERMASYARAKAT ........................................................................................ 4
1.Bertamu dan menerima tamu ................................................................................................ 5
2.Hubungan Baik Dengan Tetangga ........................................................................................ 6
3.Adab Pergaulan Dengan Lawan Jenis .................................................................................. 7
4.Ukhuwah Islamiyah .............................................................................................................. 9
C. AKHLAQ BERBANGSA ................................................................................................. 11
1. Musyawarah....................................................................................................................... 11
2.Menegakkan Keadilan ........................................................................................................ 13
3. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar ............................................................................................. 15
4.Hubungan Pemimpin dan yang dipimpin ........................................................................... 15
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 17
A. PENUTUP.......................................................................................................................... 17
B. SARAN .............................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 18

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam persoalan Akhlak, manusia sebagai makhluk berakhlak berkewajiban menunaikan
dan menjaga akhlak yang baik serta menjauhi dan meninggalkan akhlak yang buruk. Akhlak
merupakan dimensi nilai dari Syariat Islam. Kualitas keberagaman justru ditentukan oleh nilai
akhlak. Jika syariat berbicara tentang syarat rukun, sah atau tidak sah, maka akhlak menekankan
pada kualitas dari perbuatan, misalnya beramal dilihat dari keikhlasannya, shalat dilihat dari
kekhusu’annya, berjuang dilihat dari kesabarannya, haji dari kemabrurannya, ilmu dilihat dari
konsistensinya dengan perbuatan, harta dilihat dari aspek mana dari mana dan untuk apa, jabatan
dilihat dari ukuran apa yang telah diberikan, bukan apa yang diterima.
Dengan demikian, dikarenakan akhlak merupakan dimensi nilai dari Syariat Islam, maka
Islam sebagai agama yang bisa dilihat dari berbagai dimensi, sebagai keyakinan, sebagai ajaran
dan sebagai aturan. Agama Islam sebagai aturan atau sebagai hukum dimaksud untuk mengatur
tata kehidupan manusia. Sebagai aturan, agama atau sebagai hukum dimaksud untuk mengatur
tata kehidupan manusia. Sebagai aturan, agama berisi perintah dan larangan, ada perintah keras
(wajib) dan larangn keras (haram), ada juga perintah anjuran (sunat) dan larangan anjuran
(makruh).
Dalam kehidupan bertetangga, bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara kita sebagai
umat yang senantiasa bersosialisasi, berinteraksi dengan yang lainnya, khususnya umat muslim,
sudah sepantasnya kita menmpilkan akhlak mulia yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw
dan para sahabat beliau yang diridloi oleh Allah swt. Berperilaku/berakhlak mulia di dalam
bertetangga sangat perlu untuk direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai sesama umat yang seakidah kita perlu menjaga keharmonisan persaudaraan yang
didasarkan atas kesamaan di dalam berkeyakinan. Islam mengajarkan agar kita selalu
menampilkan kemuliaan akhlak dalam tetangga. Di samping itu kita juga harus menampilkan
akhlak yang mulia di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka rumusan masalah yang
terdapat dalam penulisan makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan akhlak?
2. Bagaimana akhlak dalam bermasyarakat?
3. Bagaimana akhlak dalam berbangsa?

C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengertian akhlak.
2. Akhlak dalam bermasyarakat.
3. Akhlak dalam berbangsa.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN AKHLAQ
Secara etimologis (lugbatan) akhlaq (Bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari khuluq
yang berarti budi pekerti, perangai tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang
berarti menciptakan. Seakar dengan kata Khaliq ”Pencipta”, makhluk (yang diciptakan) dan
khalq(pnciptaan). Dengan asal tersebut maka definisi akhlaq adalah tata perilaku seseoang
terhadap orang lain dan lingkungannya.
Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu
keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Kesamaan akar kata diatas
mengisyaratkan bahwa dalam akhlaq tercakup pengertian terciptanya keperpaduan antara
kehendak Khaliq(Tuhan) dengan perilaku makhluq (manusia). Dari pengertian seperti ini, akhlaq
bukan saja aturan/ norma perilaku yang mengatur hubungan antara sesama manusia, tetapi juga
norma yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam sekalipun.

B. AKHLAQ BERMASYARAKAT
Akhlaq kepada masarakat adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dilakukan
secara spontan tanpa pertimbangan terlebih dahulu dalam lingkungan atau kehidupaan.
Akhlak kepada masyarakat mempelajari tentang bagaimana cara kita bertingkah laku di
masyarakat. Tujuan dari kehidupan bermasyarakat diantaranya ialah menumbuhkan rasa cinta,
perdamaian, tolong-menolong, yang merupakan fondasi dasar dalam masyarakat Islam.
Kita harus memperhatikan saudara (kaum muslim semuanya) dan juga tetangga
kita. Tetangga selalu ada ketika kita membutuhkan bantuan. Seperti yang diriwayatkan dari Anas
ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah beriman seoarang dari kalian hingga ia menyukai saudaranya sebagaimana ia
menyukai dirinya sendiri.” (H.R. Bukhari)
Dari hadits shahih bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak masuk sorga orang yang tetangganya tidak aman dari keburukannya” (H.R Muslim).
Bisa disebutkan bahwa apabila salah satu tetangga kita sedang tertimpa suatu masalah
dan sangat membutuhkan bantuan hendaklah membantu jangan hanya berdiam diri padahal kita
tidak sadar sedang melakukan kesalahan-kesalahan. Pastilah Allah SWT sangat tidak suka
terhadap orang yang seperti itu, maka masuklah ke neraka (tidak masuk sorga).

4
Kehidupan di masyarakat pastilah akan menjumpai kegiatan silaturahim. Orang yang
berakhlak baik biasanya senang dengan bertamu atau silaturahim karena ini dapat menguatkan
hubungan sesama muslim. Beberapa hal kegiatan dalam masyarakat yaitu:

1.Bertamu dan menerima tamu


a. Bertamu
Sebelum memasuki rumah, yang bertamu hendaklah meminta izin kepada penghuni rumah
dan setelah itu mengucapkan salam.
Dengan Firman ALLAH SWT:
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu
sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik
bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS. An-Nur 24: 27)
Rasulullah SAW bersabda:
“Jika seorang di antara kamu telah meminta izin tiga kali, lalu tidak diizinkan, maka hendaklan
dia kembali.” (HR. Bukhari Muslim)
Meminta izin kepada pemilik rumah dilakukan maksimal tiga kali itu memiliki sebab,
diantaranya:
1) Ketukan pertama sebagai isyarat kepada pemilik rumah bahwa telah kedatangan tamu.
2) Ketukan kedua memberikan waktu untuk membereskan barang-barang yang mungkin
berantakan dan menyiapkan segala sesuatu yang piperlukan.
3) Ketukan ketiga biasanya pemilik rumah sudah siap membukakan pintu. Akan tetapi bisa saja
pada waktu ketukan kedua pemilik rumah sudah membukakan pintu, tergantung situasi dan
kondisi pemilik rumah.
Namun bila pada ketukan ketingga tetap tidak dibukakan pintu, kemungkinan pemilik rumah
tidak bersedia menerima tamu atau sedang tidak berada di rumah. Merujuk firman Allah SWT:
“Jika kamu tidak menemui seseorang di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu
mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: “Kembali (saja) lah ”, maka hendaklah kamu
kembali. Itu lebih bersiih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.
An-Nur 24:28)[10]
Etika dalam bertamu yaitu sebagai berikut:
1) Dilarang untuk Mengintip di Jendela.
Mengintip di jendela ketika hendak bertamu bukanlah etika yang baik dan ini menunjukkan
sikap yang kurang sopan, jadi hendaknya kita menghindarinya agar si pemilik rumah tidak
merasa terganggu.
2) Sopan saat bertamu.

5
Berlaku sopan/ baik itu merupakan akhlak seorang muslim. Apabila bertamu maka hendaklah
mengucapkan hal-hal yang baik, berperilaku yang sopan dan ramah agar si tuan sumah tetap
merasa nyaman.
3) Pilihlah waktu yang tepat dan jangan terlalu lama.
Usahakan bertamu di waktu yang tepat, misalnya di waktu sore, hindari bertamu di waktu orang
lain sedang istirahat, misalnya tengah malam dan jangan terlalu lama, hal ini dianjurkan karena
dikhawatir justru akan mengganggu aktivitas tuan rumah.
4) Tidak merepotkan.
Berbuat baik kepada tamu termasuk perkara penting yang diwajibkan oleh Rasulullah S.a.w
kepada kita. Perbuatan ini termasuk hak muslim atas muslim lainnya. Termasuk ahklak yang
mulia, Rasulullah S.a.w bersabda:
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, endaklah ia memuliakan tamu-tamunya
dengan memberinya hadiah. Apa hadihanya itu ya Rasulullah? Beliau menjawab (menjamunya
sehari semalam, jamuan untuk tamu ialah 3 hari dan selebihnya adalah sedekah).
b. Menerima tamu
Salah satu akhlak yang terpuji dalam Islam adalah menerima dan memuliakan tamu tanpa
membedakan status sosial. Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata yang
baik atau diam. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah ia
memuliakan tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka
hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika tamu datang dari tempat yang jauh dan ingin menginap, maka pemilikan rumah atau
tuan rumah wajib menerima dan menjamunya dengan batasan maksimal tiga hari. Apabila tamu
mau menginap lebih dari tiga hari, terserah tuan rumah tetap menjamunya atau tidak. Rasulullah
SAW bersabda:
“Menjamu tamu itu hanya tiga hari. Jizahnya sehari semalam. Apa yang dibelajakan untuk tamu
diatas tiga hari adalah sedekah. Dan tidak bolaeh bagi tamu tetapmenginap (lebih dari tiga
hari). Karena hal itu akan memberatkan tuan rumah.” (HR. Tirmidzi)
Menurut Rasulullah SAW, menjamu tamu lebih dari tiga hari nilainya sedekah, bukan
lagi kewajiban.

2.Hubungan Baik Dengan Tetangga


Memuliakan dan berbuat baik kepada tetangga adalah perkara yang sangat ditentukan
dalam syariat islam, hal ini juga telah diperintahkan Allah dalam Firman-Nya
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,

6
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[1], dan teman sejawat, Ibnu sabil[2] dan hamba
sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-
banggakan diri.”(QS. An-Nisa:36)
Sebagai seorang muslim yang baik maka hendaklah kita senantiasa memperlakukan
tetangga kita dengan senantiasa memperhatikan dan memuliakan haknya. Hak seorang tetangga
ini dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu :
1) Berbuat Baik (Ihsan) Kepada Tetangga
Diantar ihsab kepada tetangga adalah ta’ziah ketika mereka mendapatkan musibah,
mengucapkan salam ketika mendapatkan kebahagiaan, menjenguknya ketika sakit, dan bermuka
manis ketika bertemu dengannya serta membantu membimbingnya kepada hal-hal yang
bermanfaat dunia akhirat. Sebagian ulama berkata, kesempurnaan berbuat baik kepada tetangga
ada 4 hal, yaitu :
a) Senang dan bahagia dengan apa yang dimilikinya
b) Tidak tamak untuk memiliki apa yang dimilikinya
c) Mencegah gangguan dengannya
d) Bersabar dari gangguangnya
e) Sabar menghadapi gangguan tetangga
2) Menjaga dan Memelihara Tetangga
Imam Ibnu Abi Jamroh berkata, menjaga tetangga termasuk kesempurnaan iman orang
jahiliyah dahulu sangat menjaga hal ini melaksanakan wasiat berbuat baik ini dengan
memberikan beraneka ragam sesuai kemampuan, seperti salam, bermuka manis ketika bertemu,
menahan sebab-sebab yang mengganggu mereka dengan segala macam nya, baik jasmani dan
rohani.
3) Tidak Mengganggu Tetangga
Telah dijelaskan diatas kedudukan tetatngga yang tinggi dan hak-haknya yang terjaga di
dalam islam. Rasulullah Saw memperingatkan dengan keras upaya mengganggu tetangga,
sebagaimana dalam sabdanya yaitu:
“Tidak masuk surga orang yang tetangganya tidakaman dari kejahatannya” (HR.Muslim).

3.Adab Pergaulan Dengan Lawan Jenis


Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bergaul dengan lawan jenis, diantaranya
yaitu :
a. Senantiasa menundukkan pandangan.
Menundukkan pandangan adalah suatu hal yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah saw
karena sesungguhnya dengan menundukkan pandangan, akan menjadi sebab Allah ridha
kepadanya, dan akan senantiasa membuat qalbunya tentram. Sebab mata adalah cerminan

7
qalbu. “Katakan kepaa orang laki-laki yang beriman hendaklah mereka menahan
pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi
mereka” (An-Nur : 30)
Syaikhul islam Ibnu Tamuan berkata mengenai ayat ini, Allah Swt menjadikan sikap
menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan sebagai upaya paling kuat untuk membersihkan
jiwa itu mencakup hilangnya segala keburukan berupa perbuatan keji, kezaliman, kesirikan,
kedustaan, dsb.
“Wahai Ali, janganlah engkau turutkan pandangan (pertama) dengan pandangan (ke-2) karena
engkau berhak (yakin tidak berdosa) pada pandangan (pertama) tetapi tidak hak pada
pandangan ke dua” (HR. Abu Daud, Tirmizi).
b. Menjaga hijab/ tidak berkhalwat
Hal yang kedua yang harus kita perhatikan dalam bergaul dengan lawan jenis adalah agar
kita senantiasa menjaga hijab, tidak terlalu bercampur baur dengan lawan jenis agar kita
senantiasa menjaga dijauhkan dari fitnah. Selain itu, kita dilarang untuk berkhalwat atau berduan
dengan lawan jenis.
“Janganlah laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan kecuali bersama mahrom” (HR.
Muslim).
Selain itu, di hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Hakim, Rasulullah Saw
bersabda “Ketahuilah tidaklah seorang laki-laki menyendiri dengan seorang wanita kecuali yang
ke tiga adalah syaitan.” Dan di hadits lainpun dikatakan bahwa “Siapa saja yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, maka jangnlah sekali-kali menyendiri dengan perempuan lain yang
tidak disertai mahramnya. Karena ditempat yang sepi itu ada setan yang senantiasa mengajak
berbuat zina” (al-hadits).
Kita juga dilarang untuk bersentuhan dengan lawan jenis karena itulah kita harus
senantiasa memberi batasan dalam bergaul dengan mereka, hindari hal-hal yang bisa membuat
kita saling bercampur baur dan bersentuhan dengan lawan jenis. Dari Aisyah ra, “Rasulullah
S.a.w tidak pernah menyentuh tangan seorang wanita kecuali yang dimiliki” (HR. Bukhari).
Dan suatu kecelakaan besar, apabila menyepelekan hal seperti ini sesungguhnya ditusukkan
kepada salah seorang diantara kamu dengan jarum besi itu lebih baik daripada ia menyentuh
wanita yang tidak halal baginya (HR. Baihaqi, Ath-Tabrani)
Rasulullah pun mengabarkan kepada umat manusia agar senantiasa berhati-hati dalam
bergaul dengan lawan jenis karena dapat membuka pintu fitnah. “Tidaklah ku tinggalkan
setelahku suatu fitnah yang lebih berbahaya laki-laki melainkan fitnah yang datang dari
wanita”. (HR. Muttafaqun Alaih)
c. Berkomunikasi untuk hal yang penting saja.

8
Untuk menghindari timbulnya perasaan saling mengagumi maka dianjurkan untuk
membatasi pergaulan dengan lawan jenis. Cukuplah berkomunikasi untuk hal-hal yang penting
dan hindari kebiasaan bercanda dengan lawan jenis karena ini bisa menimbulkan rasa kagum
yang akan berujung pada rasa cinta. Dan kemungkinan terbesar, cinta ini adalah cinta yang hanya
berlandas pada nafsu dan akan menodai kesucian cinta itu. Oleh sebab itu, kita harus senantiasa
bersikap wara’ dalam bergaul dengan lawan jenis.

4.Ukhuwah Islamiyah
Ukhuwah Islamiyah bisa diartikan sebagai persaudaraan di antara umat islam, dimana
persaudaraan diantara seorang muslim diibaratkan sebagai bangunan yang kokoh yang sedang
menguatkan. Sebagai umat islam, ada hal-hal yang harus ditunaikan anatar sesama umat islam
sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah dalam sabdanya:
“Apabila engkau berjumpa dengannya, ucapkanlah salam, apabila ia mengundangmu,
penuhilah, apabila dia meminta nasehat kepadamu berilah nasehat, apabila dia bersin dan
mengucapkan Alhamdulillah, ucapkanlah Yarhamukallah, apabila dia sakit, jenguklah dan
apabila dia meninggal dunia, antarkanlah jenazahnya” (HR. Bukhari Muslim)
Jadi, ada 6 hak seorang muslim sebagaimana yang disebutkan dalam hadits diatas, yaitu:
a. Apabila engakau berjumpa dengannya, ucapkanlah salam
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Kalian tidak akan masuk surga, kecuali dengan beriman. Kalian tidak akan beriman, kecuali
dengan saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu yang jika kalian lakukan,
maka kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian!” (HR. Muslim)
Selain itu, kita dianjurkan untuk saling memberi salam tidak hanya kepada orang-orang yang kita
kenal saja tetapi begitupun dengan orang yang belum kita kenal. Dari Abdullah ibn Amr
r.a., “Seorang pemuda bertanya kepada Rasulullah saw, ‘Apa yang terbaik dalam islam?’
Rasulullah menjawab, ‘Memberi makan (orang miskin) dan mengucapkan salam kepada yang
engkau kenal atau yang tidak engkau kenal.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Salam merupakan salah satu dari nama-nama Allah, menyebarkan salam berarti banyak
menyebut Allah, sebagaimana difirmankan oleh Allah, sebagaimana difirmankan oleh Allah,
“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar.”(QS. AL-Ahzab: 35)
b. Apabila ia mengundangmu penuhilah
Dari Ibnu Umar Ibnu Umar ra., Rasulullah saw bersabda “Penuhilah undangan jika
kalian diundang (HR. Muslim) dan di hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra.,
Rasulullah bersabda “Jika seorang diantara kamu diundang maka hendaklah ia menghadirinya

9
jika dia sedang berpuasa maka doakanlah dan kalau tidak berpuasa hendaklah dia
makan.” (HR. Muslim No.78)
Dari Jabir Abdullah ra, ia berkata “Rasulullah saw bersabda:
“Bila salah seorang di antara kamu diundang ke suatu jamuan makan, maka hendaklah ia
memenuhinya. Bila ia menghendaki dapat memakannya, dan bila menghendaki apat
membiarkannya”
c. Apabila dia minta nasehat maka nasehatilah
Menurut istilah syar’i, Ibnu al-Atsir menyebutkan, “Nasehat adalah sebuah kata yang
mengungkapkan suatu kalimat yang sempurna, yaitu keinginan (memberikan) kebaikan kepada
orang yang dinasehati. Makna tersebut tidak bisa diungkapkan hanya dengan satu kata,
sehingga harus bergabung dengannya kata yang lain” (An-Nihayah (V/62). Ini semakna dengan
defenisi yang disampaikan oleh Imam Khaththabi. Beliau berkata, “Nasehat adalah sebuah kata
yang jami‘ (luas maknanya) yang berarti mengerahkan segala yang dimiliki demi (kebaikan)
orang yang dinasihati. Ia merupakan sebuah kata yang ringkas (namun luas maknanya). Tidak
ada satu kata pun dalam bahasa Arab yang bisa mengungkapkan makna dari kata (nasehat) ini,
kecuali bila digabung dengan kata lain.” (I’lamul-Hadits (I/189-190) danSyarah Shahih Muslim
(II/32-33), lihat Fathul Bari (I/167)).
Suatu keharusan bagi setiap umat manusia untuk selagi menasehati dalam kebaikan,
selagi mengajak kepada yang ma’ruf dan selalu mengingatkn ketika saudaranya khilaf. Firman
Allah dalam al-qur’an:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[8] dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl:125)
Didalam hadits Rasulullah, di jelaskan beberapa tahap dalam menasehati dan hendaklah
kita mengikuti agar bisa mendapat kemuliaannya, sabda Rasulullah “Barangsiapa yang melihat
perkara mungkar, maka hendaklah ia mencegahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka
dengan hatinya, maka hal yang terakhir ini sebagai pertinda selemah-lemahnya iman.”(HR.
Muslim, Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi).
Dan sungguh mulia kedudukan orang yang menunjukkan jalan kebaikan, maka dari itu
hendaklah kita selalu mengingatkan. Karena orang yang mengingatkan akan mendapat pahala
sebagaimana hadit Rasulullah “Barangsiapa yang menunjukkan jalan kebaikan, ia akan
memperoleh pahala seperti pahala orang yang melakukannya.” (HR.Muslim).
d. Apabila dia bersin dan mengucapkan Alhamdulillah maka ucapkanlah Yarhamukallah
Dari Ali ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian
bersin, hendaklah mengucapkan alhamdulillah, dan hendaknya saudaranya mengucapkan
10
untuknya yarhamukallah. Apabila ia mengucapkan kepadanya yarhamukallah, hendaklah ia
(orang yang bersin) mengucapkan yahdii kumullah wa yushlihu balaakum (artinya = Mudah-
mudahan Allah memberikan petunjuk dan memperbaiki hatimu).” (HR.Bukhari)[10]
e. Apabila dia sakit, jenguklah
Ada pahala yang besar dalam perbuatan ini dan menjenguk orang yang sakit sangat
dinjurkan. Rasulullah bersabda,
“Barangsiapa menjenguk orang yang sakit, maka ia akan selalu berada dalam kebun surga.”
Orang-orang bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan kebun surga itu?”
Rasulullah menjawab, “Buah-buahnya.” (HR.Muslim)
f. Apabila dia meninggal dunia antarkanlah jenazahnya
“Barangsiapa yang mengantarkan jenazah seorang islam dengan rasa Iman dan karena Allah
sematadia menghadirinya sampai di shalati dan sampai selesai penguburannya, maka ia telah
kembali dengan mendapat dua qirath tiap-tiap qirat itu semisal besarnya gunung uhud.” (HR.
Bukhari)
Nafi’ berkata, “Diceritakan kepada Ibnu Umar bahwa Abu Hurairah berkata,
“Barangsiapa yang mengiringkan jenazah, maka ia mendapatkan satu qirath.’ Ibnu Umar
berkata, ‘Abu Hurairah terlalu banyak mengatakannya kepada kami.’ Lalu Aisyah
membenarkan Abu Hurairah seraya berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah bersabda begitu.’
Kemudian Ibnu Umar berkata, ‘Sungguh kami telah mengabaikan banyak qirath.”

C. AKHLAQ BERBANGSA
Modernisasi zaman yang semakin berkembang dari waktu ke waktu menuntut manusia
untuk memahami akhlak secara esensial, dalam arti bahwa manusia memahami akhlak bukan
hanya sebagai sikap/perilaku saja. Melainkan, akhlak tersebut di implementasikan dalam
kehidupan sehari-hari.

Akhlak dalam berbangsa perlu untuk disadari oleh kita agar kita dapat menjadi semakin
sensitif terhadap persoalan yang terjadi pada bangsa dan negara kita. Bukan hanya Hal ini
didorong dengan kekhawatiran akan bobroknya generasi kita, apabila tidak dibekali dengan
pengetahuan tentang akhlak yang cukup, untuk menjalani kehidupan kedepannyaberikut
merupakan akhlak dalam berbangsa:

1. Musyawarah.
Kata ( ‫ ) شورى‬Syûrâ terambil dari kata ( ‫ إستشاورة‬-‫ مشاورة‬-‫ )شاورة‬menjadi ( ‫ ) شورى‬Syûrâ.
Kata Syûrâ bermakna mengambil dan mengeluarkan pendapat yang terbaik dengan
menghadapkan satu pendapat dengan pendapat yang lain.Dalam Lisanul ‘Arab berarti memetik

11
dari serbuknya dan wadahnya. Kata ini terambil dari kalimat (‫ )شرت العسل‬saya mengeluarkan
madu dari wadahnya.

Berarti mempersamakan pendapat yang terbaik dengan madu, dan bermusyawarah adalah
upaya meraih madu itu dimanapun ia ditemukan, atau dengan kata lain, pendapat siapapun yang
dinilai benar tanpa mempertimbangkan siapa yang menyampaikannya. Musyawarah dapat berarti
mengatakan atau mengajukan sesuatu.

Adapun salah satu ayat dalam Al – Qur’an yang membahas mengenai Musyawarah
adalah surah Al-Syura ayat 38:

َ‫ورى بَ ْي َن ُه ْم َو ِم َّما َرزَ ْقنَا ُه ْم يُ ْن ِفقُون‬


َ ‫ش‬ُ ‫صالة َ َوأَ ْم ُر ُه ْم‬
َّ ‫َوالَّذِينَ ا ْست َ َجابُوا ِل َربِِّ ِه ْم َوأَقَا ُموا ال‬

Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan
shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Asy-Syura: 38)

Musyawarah sangat diperlukan untuk dapat mengambil keputusan yang paling baik
disamping untuk memperkokoh rasa persatuan dan rasa tanggung jawab bersama . Ali Bin Abi
Thalib menyebutkan bahwa dalam musyawarah terdapat tujuh hal penting yaitu, mengambil
kesimpulan yang benar, mencari pendapat, menjaga kekeliruan, menghindari celaan,
menciptakan stabilitas emosi, keterpaduan hati, mengikuti atsar.

a. Hal-hal yang boleh di musyawarahkan

Islam memberikan batasan hal apa saja yang boleh dimusyawarahkan . Karena
musyawarah adalah pendapat orang, maka apa-apa yang sudah ditetapkan oleh nash (Al – Qur’an
dan As-Sunnah) tidak boleh dimusyawarahkan , sebab pendapat orang tidak boleh mengungguli
wahyu.

Jadi musyawarah hanyalah terbatas pada hal – hal yang bersifat Ijtihadiyah . Para sahabat
pun kalau dimintai pendapat mengenai suatu hal, terlebih dahulu mereka bertanya kepada
Rasulullah SAW. Apakah masalah yang dibicarakan telah diwahyukan oleh Allah atau
merupakan Ijtihad Nabi. Jika pada kenyataannya adalah ijtihad Nabi, maka mereka
mengemukakan pendapat .

Masalah-masalah ijtihadiyah diungkapkan dalam Al Qur’an dengan kata Al-Amr . Istilah


amruhum disini berarti masalah bersama atau ‘common problems’, yaitu masalah-masalah yang
menyangkut kepentingan nasib atau anggota masyarakat yang bersangkutan.

12
b. Tata Cara Musyawarah. Rasulullah mempunyai tata cara bermusyawarah yang sangat bervariasi
; (1) Kadang kala seseorang memberikan pertimbangan kepada beliau, lalu beliau melihat
pendapat itu benar, maka beliau mengamalkannya (2) Kadang-kadang beliau bermusyawarah
dengan dua atau tiga orang saja (3) Kadang kala beliau juga bermusyawarah dengan seluruh
massa melalui cara perwaklian. Dari beberapa tata cara bermusyawarah Rasulullah diatas kita
dapat menyimpulkan bahwa tata cara musyawarah , anggota musyawarah bisa selalu
berkembang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman, tetapi hakekat musyawarah
harus selalu tegak ditengah masyarakat dan negara .
c. Sikap Bermusyawarah. Supaya musyawarah dapat berjalan dengan lancar dan penuh persahabatan,
firman Allah dalm surat Ali Imran ayat 159 : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu .
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Ali Imran :
159). Dapat kita lihat Allah SWT mengisyaratkan ada beberapa sikap yang harus dilakukan
dalam bermusyawarah yaitu:
1) Lemah Lembut
Seseorang yang melakukan musyawarah , apalagi sebagai pimpinan harus menghindari tutur kata
yang kasar serta sikap keras kepala , karena jika tidak , mitra musyawarah akan tidak
menghormati pemimpin musyawarah.
2) Pemaaf
Setiap orang yang bermusyawarah harus menyiapkan mental untuk selalu bersedia member maaf
. Karena mungkin saja ketika musyawarah terjadi perbedaan pendapat , atau keluar kalimat-
kalimat yang menyinggung pihak lain . Dan bila itu masuk kedalam hati , akan mengeruhkan
pikiran , bahkan boleh jadi musyawarah berubah menjadi pertengkaran .
3) Mohon Ampunan Allah SWT
Untuk mencapai hasil yang terbaik ketika musyawarah , hubungan dengan Tuhan pun harus
harmonis . Oleh sebab itu , semua anggota musyawarah harus senantiasa membersihkan diri
dengan cara memohon ampun kepada Allah SWT baik untuk diri sendiri , maupun anggota
musyawarah lainnya.

2.Menegakkan Keadilan
Istilah keadilan berasal dari kata ‘adl (Bahasa Arab), yang mempunyai arti antara lain
sama dan seimbang. Dalam pengertian pertama, keadilan dapat diartikan sebagai membagi sama

13
banyak, atau memberikan hak yang sama kepada orang-orang atau kelompok. Dengan status
yang sama.
Dalam pengertian kedua, keadilan dapat diartikan dengan memberikan hak seimbang
dengan kewajiban, atau memberi seseorang sesuai dengan kebutuhannya.
a. Perintah Berlaku Adil
Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang memerintahkan supaya manusia berlaku
adil dan menegakkan keadilan. Perintah itu ada yang bersifat umum dan ada yang khusus dalam
bidang-bidang tertentu. Yang bersifat umum misalnya yang terdapat dalam Quran surah An-Nahl
ayat 90 yaitu:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”. (QS. An-Nahl 16:90)
Sedangkan yang bersifat khusus misalnya bersikap adil dalam menegakkan hukum (QS.
An-Nisa’ 4: 58); adil dalam mendamaikan konflik (QS. Al-Hujurat 49:9); adil terhadap musuh
(QS. Al-Maidah : 8) adil dalam rumah tangga (QS. An-Nisa’ 4:3 dan 129); dan adil dalam
berkata (QS. Al-An’am 6:152).
b. Keadilan Hukum
Islam mengajarkan bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dan sederajat
dalam hukum, tidak ada diskriminasi hukum karena perbedaan kulit, status sosial, ekonomi,
politik dan lain sebagainya. Allah menegaskan:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-
Nisa’4:58).
c. Keadilan dalam Segala Hal
Disamping keadilan hukum, islam memerintahkan kepada umat manusia, terutama orang-
orang yang beriman untuk bersikap adil dalam segala aspek kehidupan, baik terhadap diri dan
keluarganya sendiri, apalagi kepada orang lain. Bahkan kepada musuh sekalipun setiap mukmin
harus dapat berlaku adil. Mari kita perhatikan beberapa nash berikut ini :
1) Adil terhadap diri sendiri
2) Adil terhadap isteri dan anak-anak
3) Adil dalam mendamaikan perselisihan
4) Adil dalam berkata
5) Adil terhadap musuh sekalipun

14
3. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Secara harfiah amar ma’ruf nahi munkar (al-amru bi ‘l-ma’ruf wa ‘n-nahyu ‘an ‘l-
munkar) berarti menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.

Ma’ruf secara etimologis berarti yang dikenal, sebaliknya munkar adalah sesuatu yang
tidak dikenal. Yang menjadi ukuran ma’ruf atau munkarnya sesuatu ada dua, yaitu agama dan
akal sehat atau hati nurani. Bisa kedua-duanya sekaligus atau salah satunya. Semua yang
diperintahkan oleh agama adalah ma’ruf, begitu juga sebaliknya, semua yang dilarang oleh
agama adalah munkar. Dalam hal ini Allah menjelaskan:

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi
penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah
dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka ta’at kepada Allah dan
Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah 9:71)

Dalam ayat diatas juga dapat kita lihat bahwa kewajiban amar ma’ruf nahi munkar tidak
hanya dipikulkan kepada kaum laki-laki tapi juga kepada kaum perempuan, walaupun dalam
pelaksanaannya disesuaikan dengan kodrat dan fungsi masing-masing.

Jika umat Islam ingin mendapatkan kedudukan yang kokoh di atas permukaan bumi,
disamping mendirikan shalat dan membayar zakat mereka harus melakukan amar ma’ruf nahi
munkar. Allah SWT berfirman:

“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya
mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah
dari perbuatan yang munkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”(QS. Al-Haji 22:41)
4.Hubungan Pemimpin dan yang dipimpin
Al-Qur’an menjelaskan bahwa Allah SWT adalah pemimpin orang-orang yang beriman :

“Allah Pemimpin orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada
cahaya. Dan orang-orang yang kafir, pemimpin-pemimpin mereka adalah thaghut, yang
mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka.
Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah 2:257)

Azh-zhulumat (kegelapan) dalam ayat diatas adalah simbol dari segala bentuk kekufuran,
kemusyrikan, kefasikan dan kemaksiatan. Atau dalam bahasa sekarang azh-zhulumat adalah
bermacam-macam ideologi dan isme-isme yang bertentangan dengan ajaran Islam seperti

15
komunisme, sosialisme, kapitalisme, liberalisme, materialisme, hedonisme dan lain sebagainya.
Sedangkan an-Nur adalah simbol dari ketauhidan, keimanan, ketaatan dan segala kebaikan
lainnya.
At-thaghut adalah segala sesuatu yang disembah (dipertuhan) selain dari Allah SWT dan
dia suka diperlakukan sebagai Tuhan tersebut. Menurut Sayyid Qutub, Thaghut adalah segala
sesuatu yang menentang kebenaran dan melanggar batas yang telah digariskan oleh Allah SWT
untuk hamba-Nya. Dia bisa berbentuk pandangan hidup, peradaban dan lain-lain yang tidak
berlandaskan ajaran Allah SWT.
a. Kriteria Pemimpin dalam Islam
Pemimpin umat atau dalam ayat diatas di istilahkan dengan waliy dan dalam ayat lain
(Q.S An-Nisa 4:59) disebut dengan Ulil Amri adalah penerus kepemimpinan Rasulullah SAW
setelah beliau meninggal dunia .
Orang – orang yang dapat dipilih menggantikan beliau sebagai pemimpin minimal harus
memenuhi empat kriteria sebagaimana dijelaskan dalam surat Al – Maidah ayat 55 .
1) Beriman kepada Allah SWT. Karena Ulil Amri adalah penerus kepemimpinan Rasulullah SAW,
sedangkan Rasulullah sendiri adalah pelaksana kepemimpinan Allah SWT, maka tentu saja yang
pertama kali harus dimiliki penerus beliau adalah Keimanan. Tanpa Keimanan kepada Allah dan
Rasul-Nya bagaimana mungkin pemimpin dapat diharapkan memimpin umat menempuh jalan
Allah diatas permukaan bumi ini .
2) Mendirikan Shalat. Shalat adalah ibadah Vertikal langsung kepada Allah SWT. Seorang
pemimpin yang mendirikan shalat diharapkan memiliki hubungan vertical yang baik dengan
Allah SWT . Diharapkan nilai – nilai kemuliaan dan kebaikan yang terdapat dalam shalat dapat
tercermin dalam kepemimpinannya.
3) Membayarkan Zakat. Zakat adalah ibadah madhdhah yang merupakan simbol kesucian dan
kepedulian sosial. Seorang pemimpin yang berzakat diharapkan selalu berusaha mensucikan hati
dan hartanya. Dia tidak mencari dan menikmati harta dengan cara yang tidak halal (Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme ). Dan lebih dari pada itu dia memiliki kepedulian social yang tinggi
terhadap kaum dhu’afa dan mustadh’afin . Dia akan menjadi pembela orang-orang yang lemah .
4) Selalu Tunduk Patuh kepada Allah SWT. Dalam ayat diatas disebutkan pemimpin itu haruslah
orang selalu ruku’. Ruku’ adalah simbol kepatuhan secara mutlak kepada Allah SWT dan Rasul-
Nya yang secara konkret dimanifestasikan dengan menjadi seorang muslim yang kaffah , baik
dalam aspek aqidah , ibadah , akhlaq maupun muamalat . Aqidahnya benar , ibadahnya tertib ,
dan sesuai tuntutan Nabi , akhlaknya terpuji , dan muamalatnya tidak bertentangan dengan
syariat.

16
BAB III
PENUTUP
A. PENUTUP
Akhlak adalah nilai pemikiran yang telah menjadi sikap mental yang mengakar dalam
jiwa, lalu tampak dalam bentuk tindakan dan perilaku yang bersifat tetap, natural, dan refleks.
Jadi, jika nilai islam mencakup semua sektor kehidupan manusia, maka perintah beramal shalih
pun mencakup semua sektor kehidupan manusia.\
Akhlak dalam bermasyarakat yaitu bertamu dan menerima tamu, menjaga hubungan baik
dengan tetangga, adab dalam bergaul dengan lawan jenis dan ukhuwah Islamiyah. Sedangkan
akhlak dalam berbangsa yaitu musyawarah, menegakkan keadilan, amar ma`ruf nahui munkar
serta hubungan pemimpin dengan yang dipimpin.
B. SARAN
Agar hubungan kita dengan orang lain terkhususnya kepada masyarakat dan bangsa
dapat terjalin dengan baik maka sebaiknya kita perlu menjaga akhlak dalam masyarakat dan
berbangsa. Sehingga tercipta suasana rukun, tentram dan damai tanpa ada perselisihan antar
warga negara.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abarokah Nazzhao. 2012. Akhlak Kepada Masyarakat, (Online).


(http://abarokah51.blogspot.com, diakses 9 April 2018)

Rahmat. 2012. Akhlak Bernegara, (Online). (http://rahmatzoom.blogspot.com, diakses 9 April


2018)

Sanrawijaya. 2013. Akhlak Dalam Masyarakat, (Online). (http://sanrawijaya.wordpress.com,


diakses 9 April 2018)

Turrahmi Fauziah. 2013. Akhlak Terhadapa Masyarakat, (Online).


(http://fauziahturr.blogspot.com, diakses 9 April 2018)

Wikipedia. 2014. Akhlak, (Online). (http://wikipedia.org, diakses 9 April 2018)

18

Anda mungkin juga menyukai