Anda di halaman 1dari 59

I.

IDENTITAS
Nama : Oma W

Tempat/Tanggal Lahir : Kudus, 14 Februari 1922

Umur : 93 tahun

Status Pernikahan : Menikah

Jenis Kelamin : Perempuan

Bahasa : Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Suku/Bangsa : Tionghua

Pendidikan Terakhir : Lulus kelas 6 SD

Pekerjaan Terakhir : Penjahit baju

Tanggal Masuk : 7 Maret 2008

Alasan masuk : Atas permintaan sendiri

Alat bantu jalan : Quad cane


II. RIWAYAT MEDIS
Didapatkan lewat autoanamnesa pada tanggal 15/ 04/ 15- 30/ 04/ 15

A. Keluhan Utama

Nyeri pada perut kanan atas terutama jika os mengkonsumsi makanan


berlemak

B. Keluhan Tambahan

Nyeri pada kedua sendi lutut dan sering terasa kaku pada pagi hari

C. Riwayat Penyakit Sekarang

• Oma mengeluh terkadang merasakan sakit pada perut kanan terutama


bagian atas sejak  7 tahun yang lalu. Keluhan akan bertambah parah
jika oma mengkonsumsi makanan yang berlemak. Oma mengaku
keluhan pertama kali dirasakan saat oma sedang makan tahu goreng
pada tahun 2008. Sakit dirasakan seperti ditusuk- tusuk pada perut
kanan yang menjalar ke daerah punggung kanan. Pada saat itu oma
merasa mual, muntah 4x/ hari, dan demam sehingga dirawat selama 3
hari di RS Mitra Keluarga. Muntah bewarna hijau namun tidak disertai
dengan darah. Saat di rumah sakit oma hanya ingat diberikan obat
ranitidine, omeprazole dan enzyplex. Sebulan setelah keluar dari rumah
sakit, oma masuk PWK Hana. Oma beberapa kali merasakan nyeri perut
kanan yang bertambah parah jika oma makan sembarangan. Oma
mengaku keluhan dapat membaik dengan mengkomsumsi obat
ranitidin.

Sejak  5 tahun yang lalu, oma sering merasakan nyeri pada kedua sendi
lututnya terutama jika berjalan jauh. Oma juga sering mendengar suara
‘krek’ pada lututnya jika berjalan. Oma terkadang merasakan lututnya
kaku pada pagi hari selama 10menit. Kaku akan hilang jika oma
menggerak-gerakan kakinya. Tidak didapatkan bengkak maupun
deformitas.

Riwayat BAB: 1x/hari, warna coklat, lancar, tidak ada darah atau lendir.

Riwayat BAK: lancar, warna kuning, tidak ada darah dan tidak nyeri.
D. Riwayat Penyakit Dahulu

 Oma mengatakan pernah operasi katarak mata kiri pada tahun 2005
dan mata kanan pada tahun 2009. Sejak dioperasi, penglihatan oma
menjadi lebih baik.

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Hipertensi : Ibu

DM : Ibu

Jantung : disangkal

Ginjal : disangkal

Batu empedu : disangkal

Dislipidemia : disangkal

Alergi : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan

Oma rajin mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh PWK Hana.


Oma sangat menyukai acara gereja dan selalu berpartipasi setiap hari.
Oma juga aktif bernyanyi dan bermain angklung. Oma biasanya bangun
jam 6 pagi dan jalan pagi di taman eden selama 30 menit. Oma
mempunyai pola hidup yang baik. Oma tidak merokok, minum alkohol
maupun konsumsi obat obatan terlarang.

G. Riwayat Makan dan Minum

Oma makan 3x sehari (pagi, siang, dan sore) dengan menu yang
disediakan di PWK Hana. Kadang ditambah snack sore. Oma jarang
jajam sembarangan dan sudah mengurangi konsumsi makanan
berlemak. Setiap hari oma minum sekitar 5-7 gelas (250cc).

H. Riwayat Kehidupan Pribadi

1. Riwayat Prenatal, Perinatal, Masa Kanak-Kanak, dan Remaja

Oma merupakan anak pertama dari enam bersaudara. Oma lahir


sehat di Kudus pada tanggal 14 Februari 1922. Oma tumbuh dan
berkembang sesuai dengan anak seusianya. Oma mengaku sejak
kecil oma senang bergaul dan jarang mempunyai konflik dengan
orang lain sehingga mempunyai banyak teman. Oma merasa cukup
bahagia dengan kehidupannya.

Riwayat Keluarga

Oma merupakan anak tertua dari 6 bersaudara. Hubungan kedua


orang tua oma baik, tergolong rukun dan jarang berantam.
Hubungan oma dengan orang tua dan adik-adiknya juga baik. Adik
ke-2 oma sudah meninggal saat masih kecil namun oma tidak ingat
penyebab kematiaannya. Adik ke-3 dan ke-6 oma sudah
berkeluarga dan tinggal di negeri Belanda. Sedangkan adik ke-4 oma
di Semarang dan adik ke-5 oma di jakarta. Oma mengaku sampai
saat ini masih dekat dengan adik ke-5nya karena sering
mengunjungi oma sebulan sekali di PWK hana. Oma merasa
bersyukur karena mempunyai keluarga yang cukup rukun dan
bahagia.

2. Riwayat Pendidikan

Oma menyelesaikan pendidikan sampai kelas 6 dan melanjutkan


mengambil kursus yang berhubungan dengan pekerjaan rumah tangga
seperti memasak, membersihkan rumah dan menjahit. Oma dapat
membaca dan menulis dengan baik. Oma sering menulis surat untuk
adiknya yang ada di jakarta.

Riwayat Masa Dewasa

a. Riwayat Pekerjaan

Setelah menyelesaikan pendidikan, oma memulai menekuni


bidang menjahit pakaian dalam dan mendapat penghasilan dari
situ. Oma mengaku bisnis menjahitnya berjalan sangat baik dan
menjadi nomer 3 terbesar di semarang. Oma berhenti bekerja
ketika sudah adanya banyak konveksi pakaian dan menjadi ibu
rumah tangga. Oma sangat menikmati perkerjaannya karena
menjahit adalah hobinya. Oma cukup puas dengan
kehidupannya dari kecil sampai sekarang.

b. Riwayat Perkawinan

Oma menikah dengan opa pada tahun 1945. Oma dikaruniani dengan 1
orang anak perempuan yang sekarang berumur 60 tahun. Oma
mempunyai 2 orang cucu (1 perempuan dan 1 laki- laki). Cucu
perempuan oma sudah mempunyai 1 anak perempuan (cicit oma) yang
berumur 5 tahun. Keluarga oma rajin menjenguk oma setiap 1 bulan
sekali. Oma sangat dekat dengan keluarganya dan merasa senang
bahwa keluarga oma sangat menyayanginya.

c. Riwayat Agama

Oma dilahirkan dan besar dalam keluarga Kristen. Sejak kecil


oma rajin ke gereja setiap minggu. Oma juga selalu membaca
alkitab sebelum tidur. Oma merasa bersyukur karena dekat
dengan Tuhan dan merasa banyak mujizat yang terjadi
padanya. Hingga saat ini, oma selalu rajin mengikuti doa pagi
yang diadakan di PWK Hana. Oma merasa senang karena
kegiatan keagamaan PWK Hana juga mendekatkan oma kepada
Tuhan.

d. Situasi Kehidupan Sekarang

Saat ini oma sudah tinggal di kamar Graha PWK Hana selama
kurang lebih 7 tahun. Oma selalu mengikuti berbagai macam
kegiatan yang dilaksanakan seperi doa pagi, kebersamaan,
bermain angklung dan bernyayi. Hubungan oma dengan
perawat dan penghuni lainnya tergolong cukup baik. Setiap
pagi dan sore oma selalu berkumpul dan bersantai bersama
oma- oma lain di ruang tamu Graha. Personal hygiene baik,
oma masih dapat mandi,makan dan mengurus dirinya sendiri
dengan mandiri.

e. Persepsi Tentang Diri Sendiri dan Kehidupannya

Oma masuk PWK Hana karena atas kemauan dirinya sendiri.


Oma mengakatan PWK Hana mempunyai banyak acara yang
sangat bermanfaat dalam mengisi kegiatan sehari-harinya. Oma
merasa cukup puas dan bahagia dengan kehidupan dan
pencapaian yang dilakukannya. Oma mengatakan hidupnya
tenang dan senang karena dirinya masih dapat melakukan hal-
hal yang dapat dikerjakan oleh usia lanjut.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pada 28/ 04/ 2015- 30/ 04/ 2015

I. Keadaan Umum

Compos mentis
II. Tanda Vital

 Tekanan darah: 120/80 mmHg

 Nadi: 72x, regular, kuat angkat, isi cukup.

 Pernapasan: 18x/menit, reguler, thoraco-abdomino

 Suhu axilla: 36.1 C

Kesan: Normal

Status Gizi
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 160 cm
IMT : 50 kg = 19,53 (normoweight)
(1,60)2

BMI berdasarkan kriteria WHO Asia Pasifik:

Underweight : < 18,5

Normoweight : 18,5 – 22,9

BB lebih : > 23,00

Dengan resiko : 23,00 - 24,9

Obesitas grade I : 25 – 29,9

Obesitas grade II : > 30

Kesan: Normoweight

III. Status Internus

 Kepala : bentuk dan ukuran normal, tidak teraba benjolan,


rambut hitam keputihan sedikit tipis tetapi tidak
mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan.
 Mata :
OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Xantelasma (-) Xantelasma (-)
Konjungtiva Anemis (-) Anemis (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Sklera Ikterik (-) Ikterik (-)
Kornea Jernih Jernih
Arcus senilis (+) Arcus senilis (+)
Refleks kornea (+) Refleks kornea (+)
Pupil Bulat, isokor, Bulat, isokor,
RCL (+), RCTL (+) RCL (+), RCTL (+)
Lapang Normal Normal
pandang
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan

 Telinga :
AD AS
Bentuk Normotia Normotia
Daun Fistel preaurikuler (-) Fistel preaurikuler (-)
telinga Fistel retroaurikuler (-) Fistel retroaurikuler (-)
Abses mastoiditis (-) Abses mastoiditis (-)
Nyeri tekan tragus (-) Nyeri tekan tragus (-)
Nyeri tarik aurikuler (-) Nyeri tarik aurikuler (-)
Liang Lapang Lapang
telinga Serumen (+) Serumen (+)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Corpus alienum (-) Corpus alienum (-)
Membran Utuh, warna putih Utuh, warna putih
timpani seperti mutiara, tidak seperti mutiara, tidak
hiperemis, refleks cahaya hiperemis, refleks cahaya
(+) (+)
Tes 6 m (normal) 6 m (normal)
berbisik

 Hidung : bentuk normal, septum nasi di tengah, tidak ada


deviasi, mukosa tidak hiperemis, sekret -/-
 Mulut & Gigi : bentuk simetris, perioral sianosis (-), lidah kotor (-
), letak uvula di tengah, faring tidak hiperemis,
tonsil T1-T1 tidak hiperemis, detritus (-), membran
(-), gigi (-).
 Leher : trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba
membesar.
 Thorax
Pulmo
Inspeksi : simetris dalam keadaan statis dan dinamis.
Palpasi : stem fremitus kanan-kiri depan-belakang sama
kuat.
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
Aukultasi : vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-.
Jantung
Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak.
Palpasi : pulsasi iktus kordis tidak teraba.
Perkusi : batas atas di ICS II linea sternal sinistra.
batas kanan di ICS IV linea parasternal dextra.
batas kiri di ICS VI linea midclavicula sinistra.
Aukultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : rata, caput medusa (-), spider nevi (-).
Aukultasi : bising usus (+) normal.
Perkusi : timpani, nyeri ketok ginjal -/-
Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), Murphy sign (-),
hepar dan lien tidak teraba membesar.
 Ekstremitas :
Superior Inferior
Edema -/- -/-

Krepitasi -/- +/+

Akral dingin -/- -/-

Akral sianosis -/- -/-

CRT < 2 detik < 2 detik

 Kulit : kulit normal, sedikit keriput, warna sawo matang,


ikterus (-), sianosis (-).
 KGB : retroaurikuler, submandibula, cervical, dan
supraclavicula tidak membesar

Kesan : Arcus senilis +/+, Krepitasi sendi lutut +/+

IV. Status Neurologis

 Kesadaran : compos mentis

 Fungsi luhur : baik

 Rangsang meningeal : (-)

Brudzinky I : (-)
Brudzinky II : (-)
Brudzinky III : (-)
Brudzinky IV : (-)
Tes Laseque : -/-
Tes Kernig : -/-
 Peningkatan TIK : (-)

 Nn. cranialis

N. olfaktorius : dalam batas normal


N. optikus : dalam batas normal
N. occulomotorius : dalam batas normal
V. trochlearis : dalam batas normal
N. trigeminus : dalam batas normal
N. abducens : dalam batas normal
N. fasialis : dalam batas normal
N. vestibuler troklearis : dalam batas normal
N. glosofaringeus : dalam batas normal
N. vagus : dalam batas normal
N. asesorius : dalam batas normal
N. hipoglosus : dalam batas normal
 Motorik

Postur baik, tidak ada gerakan involunter

Kanan Kiri

Kekuatan 5555 5555


5555 5555
Tonus Normotoni Normotoni

Trofi Eutrofi Eutrofi

Refleks fisiologis :

Superior Inferior

Refleks bisep +/+ +/+

Refleks trisep +/+ +/+

Refleks patella +/+ +/+

Refleks achilles +/+ +/+

Refleks patologis : -/-


 Sensorik

Tajam : +/+

Tumpul : +/+

 Sistem otonom : baik

 Fungsi serebelum & koordinasi : baik

 Tanda regresi & demensia : (-)


Kesan : Status neurologis dalam batas normal

IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL & KOGNITIF


- Hasil pemeriksaan Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ),
Mini Mental State Examination (MMSE), Clock Drawing Test, Geriatric
Depression Scale (GDS), Deteksi Terhadap Depresi, Indeks ADL Barthel,
dan Instrumental Activities Of Daily Living (IADL) terlampir.

A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Wanita, 93 tahun, berpenampilan sesuai dengan usianya, tampak
sehat. Tinggi sekitar 160 cm, kulit cokelat. Berpakaian rapi jika
sedang mengikuti kegiatan di PWK Hana dan memakai daster
sehari- hari di Graha. Rambut pendek hitam beruban, berkacamata
dan dapat berjalan dengan atau tanpa bantuan multiple legged
cane.
2. Pembicaraan
Oma mengunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Dapat
berbicara spontan, lancar, dan jelas. Kecepatan bicara normal,
intonasi baik, artikulasi jelas, volume suara cukup. Oma dapat
menjawab sesuai pertanyaan dan berkomunikasi secara baik.
3. Perilaku & Aktivitas Psikomotor
Berjalan dengan atau terkadang tanpa bantuan quad cane. Selama
wawancara sopan, kontak mata baik. Tidak ditemukan perlambatan
psikomotor, gerakan tak bertujuan, dan tanda kecemasan.
4. Sikap Terhadap Pemeriksa
Oma sangat kooperatif, tidak menunjukkan sikap curiga, defensif,
maupun bermusuhan.
B. Emosi
1. Mood : eutimik
2. Afek : luas
3. Keserasian : sesuai

C. Gangguan Persepsi & Kognisi


1. Halusinasi visual : tidak ada
2. Halusinasi auditorik : tidak ada
3. Ilusi : tidak ada
4. Depersonalisasi : tidak ada
5. Derealisasi : tidak ada
6. Apraksia : tidak ada
7. Agnosia : tidak ada

D. Pikiran
1. Arus Pikiran
a. Produktivitas : baik, bicara spontan.
b. Kontinuitas : baik.
c. Hendaya bahasa : tidak ditemukan.
2. Bentuk pikiran
a. Asosiasi longgar : tidak ada
b. Ambivalensi : tidak ada
c. Flight of ideas : tidak ada
d. Inkoherensi : tidak ada
e. Verbigerasi : tidak ada
f. Perseverasi : tidak ada
3. Isi Pikiran
a. Preokupasi : tidak ada
b. Fobia : tidak ada
c. Obsesi : tidak ada
d. Kompulsi : tidak ada
e. Ideas of reference : tidak ada
f. Waham : tidak ada

E. Pengendalian Impuls
Duduk tenang, berperilaku sopan. Selama wawancara tidak pernah
memaksa maupun terlihat agresif.

F. Fungsi Intelektual
1. Taraf pendidikan
Sesuai dengan latar belakang pendidikan.
2. Orientasi
- Waktu : Baik. Oma mengetahui jam, hari, tanggal, tahun
dengan tepat. Oma juga mengetahui lama rawat
di PWK Hana.
- Tempat : Baik. Oma mengetahui dirinya berada di PWK
Hana.
- Orang : Baik. Oma mengenali dirinya, dokter, perawat, dan
penghuni lain.
3. Atensi
Pemusatan, pengalihan, dan mempertahankan perhatian baik.
4. Daya Ingat
- Daya Ingat Jangka Panjang
Baik. Oma dapat mengingat tempat dan tanggal lahirnya.
- Daya Ingat Jangka Sedang
Baik. Oma dapat mengingat kapan masuk PWK Hana.
- Daya Ingat Jangka Pendek
Baik. Oma dapat mengingat 3 benda yang disebutkan pemeriksa
di sela-sela wawancara.
- Daya Ingat Segera
Baik. Oma dapat mengulang 3 benda secara berurutan dari awal
ke akhir dan sebaliknya seperti yang disebutkan oleh pemeriksa.
5. Kemampuan Membaca dan Menulis
Baik. Oma dapat membaca tulisan dan menulis sesuai perintah yang
diberikan dengan baik.
6. Kemampuan Visuospasial
Baik. Oma dapat menggambar jam lengkap dengan angka dan
jarumnya, Gambar jam menunjukkan pukul 01.10.
7. Pikiran Abstrak
Oma dapat mengartikan peribahasa besar pasak daripada tiang
dengan benar.
8. Intelegensi & Kemampuan Informasi
Baik. Oma mengetahui nama calon-calon presiden pada Pemilu
tahun ini (2014).

G. Daya Nilai
1. Daya nilai sosial : baik
2. Discriminative insight : baik
3. Discriminative judgement : baik

H. Tilikan
Derajat 6. Tilikan emosional sejati.
Menyadari bahwa dirinya sakit, membutuhkan pengobatan, dan
menerapkannya.

I. Reabilitas
Oma secara umum dapat dipercaya.

Kesan : penampilan sesuai usia, pembicaraan baik tidak ada


gerakan psikomotor tidak bertujuan, mood eutimik
dan afek luas, tidak ada gangguan persepsi serta
kognisi, kontinuitas, bentuk, dan isi pikiran baik, tidak
ada gangguan fungsi intelektual, tilikan 6.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium

Jenis Norma 25/10 10/2/ 24/8 9/11/ 6/1 27/6


Pemeriksaa l / 2008 / 2010 / /
n 2007 2009 201 2014
2

HEMATOLO
GI

Hb 12-16 13.5 14.7 13.7 13.3 13.


5

Leukosit 4.8- 8.6 10.6 7.1 7.7 6.4


10.8
LED 45 49 40 53
0-15

Eritrosit 4.2-5.4 4.21 4.1


6

Trombosit 150- 210 218 233 259 234


450

Hematokrit 37-47 39.1 43 42 41 41

MCV 79-100 92.8 98 100 99

MCH 27-34 31 32 33 33

MCHC 33-37 34.5 33 33 33

KIMIA

Glukosa 80-100 93 124 86 98 92


puasa (70-140)
Kolesterol <200 208 190 172 170

Total

Kolesterol <100 108 112 92

LDL Direk

Kolesterol >40 74 66 58

HDL

TGA <150 123 166 81

Ureum 15-36 16 33 28 24

Kreatinin 0.5-0.9 0.8 0.8 0.9 0.9 0.84

Asam urat <5.7 4.8 5 5.3

FUNGSI
HATI

Albumin 3.5-5.0 3.9 4.3 4

Globulin 2.5-3.5 3.2 3.3

Total 6.3-8.2 7.1 7.3


Protein

SGOT 14-36 87 39 136 84 59

SGPT 9-52 77 30 156 60 62

Gamma GT 12-43 107 230 147

Fosfatase 38-126 87 251 73


Alkali

Bilirubin
Indirek 0.0-1.0 0.93 0.79
Direk 0.0-0.4 0.31 0.3(<0.2)
Total 0.20- 1.24 0.49
1.30

JANTUNG

CKMB 0-16 8

Troponin T <0.03 <0.03

Lipase 23-300 381 107(<60


)

Amilase 30-110 72 41

HbsAg Negati Negati Negati

Anti HCV ve ve ve

total Negati Negati Negati


ve ve ve

CRP <6 10 8
Kuantitatif

CEA 0-3 1.9 2.1

Na 136- 146
146

K 3.5-5.1 4.3

THYROID

FT4 9.1- 14.0


23.8
TSH 2.5
0.5-4.6
T3 total 1.93
1.2-2.3

B. Pemeriksaan USG

18/ 02/ 09

Kesimpulan:
Hepar kesan normal bentuk dan strukturnya, tidak terlihat lesi fokal/
tanda ganas.
Kandung empedu dengan beberapa batu kecil (diam <2-3mm), tidak
terlihat kelainan lain. Saluran empedu kesan tidak melebar, bagian
distal terhalang gas pencernaan.
Pancreas dan lien kesan normal.
Ginjal kanan dan kiri kesan normal, tidak terlihat bendungan/ batu.
Kandung kencing terisi tanpa kelainan.
Tidak terlihat massa lain yang mencurigakan, hanya gambaran saluran
cerna dengan isi/gas, tidak terlihat ascites.

24/ 10/ 2012


Kesimpulan:
Hepar lobus kanan dan kiri normal, tidak terlihat lesi fokal/ tanda
ganas.
Kandung empedu kesan normal, curiga terdapat batu kecil
didalamnya.
Saluran empedu kesan tidak melebar, bagian distal terhalang gas
pencernaan.
Pancreas kesan normal, hanya sebagian caput terhalang gas dan
kurang dapat dinilai.
Lien kesan normal.
Ginjal kanan dan kiri kesan normal, tidak terlihat bendungan/ batu.
Kandung kencing hampir kosong, kurang dapat dinilai.
Tidak terlihat massa lain yang mencurigakan, hanya gambaran saluran
cerna dengan isi/ gasnya, tidak terlihat ascites.

26/ 02/ 2015


Kesimpulan:
Hepar lobus kanan dan kiri normal, tidak terlihat lesi fokal/ tanda
ganas.
Kandung empedu: batu diam diameter +/- 9mm namun tidak
didapatkan tanda radang (cholelithiasis tunggal).
Pancreas, lien dan ginjal tampak normal, tidak terlihat massa yang
mencurigakan.
VI. RESUME
• Telah diperiksa seorang wanita berumur 93 tahun pada tanggal 15- 30
April 2015 di Panti Werda Kristen Hana. Oma mengeluh terkadang
merasakan sakit pada perut kanan terutama bagian atas sejak  7 tahun
yang lalu. Keluhan akan bertambah parah jika oma mengkonsumsi
makanan yang berlemak. Oma mengaku keluhan pertama kali dirasakan
saat oma sedang makan tahu goreng pada tahun 2008. Sakit dirasakan
seperti ditusuk- tusuk yang hilang timbul pada perut kanan atas yang
menjalar ke daerah punggung kanan. Pada saat itu oma merasa mual,
muntah 4x/ hari, dan demam sehingga dirawat selama 3 hari di RS Mitra
Keluarga. Saat di rumah sakit oma hanya ingat diberikan obat ranitidine,
omeprazole dan enzyplex (digestan untuk gangguan pencernaan).
Sebulan setelah keluar dari rumah sakit, oma masuk PWK Hana. Oma
beberapa kali merasakan nyeri perut kanan yang bertambah parah jika
oma makan sembarangan. Oma mengaku keluhan dapat membaik
dengan mengkomsumsi obat ranitidin.

Oma juga mengeluh bahwa sejak  5 tahun yang lalu, oma sering
merasakan nyeri pada kedua sendi lututnya terutama jika berjalan jauh.
Oma juga sering mendengar suara ‘krek’ pada lututnya jika berjalan. Oma
terkadang merasakan lututnya kaku pada pagi hari selama 10menit. Kaku
akan hilang jika oma menggerak-gerakan kakinya.

Riwayat BAB dan BAK lancar, normal.

Pada pemeriksaan fisik TTV didapatkan:

Normoweight.

KU: baik, Compos Mentis. GCS 15

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 72 kali/menit, regular, isi cukup, kuat angkat

Suhu aksila : 36,1 C

RR : 18 kali/menit, regular, thoraco-abdominal


Status internis: Krepitasi sendi lutut +/+

Status neurologikus: dalam batas normal

Status mental: dalam batas normal

Pemeriksaan USG abdomen:

18/02/09: Kandung empedu dengan beberapa batu kecil (diam <2-


3mm)

24/10/12: Kandung empedu kesan normal, curiga terdapat batu kecil


didalamnya

26/02/15: Kandung empedu: batu diam diameter +/- 9mm namun tidak
didapatkan tanda radang (cholelithiasis tunggal)

VII. DAFTAR MASALAH


A. Biologis
Nyeri pada perut kanan atas jika mengkonsumsi makanan berlemak
Nyeri pada sendi lutut jika berjalan jauh

Kaku pada pagi hari

B. Psikologik

Tidak ada masalah.

C. Keluarga, lingkungan, sosial budaya

Tidak ada masalah.

VIII. DIAGNOSIS
A. Diagnosis utama
Nyeri perut kanan atas e.c cholelithiasis

Nyeri kedua sendi lutut e.c suspek:

• Osteoarthritis genu bilateral kesan grade II (Kellgren Lawrence)


• Rheumatoid arthrititis genu bilateral

• Arthritis gout

Dry eyes

IX. Terapi yang didapat saat ini


Omega 3 soft capsule 1x1 pagi

Neurodex tab 1 x 1 (B1 Mononitrate 100mg, B6 HCL 200mg, B12


200mcg)

Hyalid 4 tts/ hari (sodium hyaluronate 0.1%. I: ketidaknyamanan karena


mata kering)

X. RENCANA PENGELOLAAN
Cholelithiasis

Ass: Menentukan letak dan ukuran batu empedu

IP Dx: USG abdomen

IP Tx:

Makan makanan lunak dan hindari yang berlemak

Jika menimbulkan gejala sakit, konsul Sp.BU untuk penanganan lebih lanjut

Saran:

Urhadex (Ursodeoxycholic acid) 8-10mg/kgBB terbagi 2-3 dosis

(I: batu empedu radiolucent diameter <20mm)

Prognosis

Ad vitam : dubia

Ad functionam : dubia

Ad sanationam : dubia ad malanm


Suspect Osteoartritis genu bilateral kesan grade II (Kellgren Lawrence)
Ass: menentukan derajat OA
IP Dx:
• foto x-ray genu bilateral (posteroanterior/lateral)
• Cek rheumatoid factor dan bone mass density
IP Tx:
• Latihan bergerak dengan jalan pagi 15 – 30 menit minimal 3x/
minggu
Saran:
• Joint Fit (glucosamine sulfate, glucosamine HCL): oleskan pada
sendi yg sakit 1-2x/hari
• Osteflam (glucosamine HCL 250mg, chondroitin sulphate 200mg,
MSM 350mg, vit C 25mg, Mg 5mg, Zn 2.5mg): 1x1 caps/hari
• HI-Bone : Bonestein (Genistein) 15 mg, Kalsium Elemental
(sebagai Calcium Fofat) 250 mg, Vitamin K1 0.1 mg, Vitamin D3
200 iu: 1x1 kaplet/hari
Alat bantu: wheel walker

Prognosis
• Ad vitam : ad bonam
• Ad functionam : dubia ad malam
• Ad sanationam : dubia ad malam
SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONER (SPMSQ)

PERTANYAAN JAWABAN
1 Tanggal berapa hari ini? Benar
2 Hari apa sekarang? Benar
3 Apa nama tempat ini? Benar
4 Kapan anda lahir? Benar
5 Di mana tempat anda lahir? Benar
6 Berapa umur anda? Benar
7 Berapa saudara yang anda miliki? Benar
8 Siapa nama teman sebelah kamar anda? Benar
9 Siapa nama adik anda? Benar
10 Kurangi 1 dari 10 dan seterusnya! Benar

INTERPRETASI HASIL
 Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
 Salah 4-5 : gangguan fungsi intelektual ringan
 Salah 6-8 : gangguan fungsi intelektual sedang
 Salah 9-10 : gangguan fungsi intelektual berat

KESIMPULAN : fungsi intelektual utuh


MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE)

Tes Nilai Nilai


Max
1. ORIENTASI
5 5
Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), (hari) apa?
2. Kita berada di mana? (negara), (provinsi), (kota), (rumah
5 5
sakit), (lantai/ kamar) ?
3. REGISTRASI
Sebutkan 3 buah nama benda (meja, kursi, pintu) tiap
benda 1 detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama 3 3
benda tersebut dengan benar dan catat jumlah
pengulangan
4. ATENSI DAN KALKULASI
Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk setiap jawaban yang
benar. Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja 5 5
kata “ WAHYU “ (Nilai diberikan pada huruf yang benar
sebelum kesalahan misalnya =2)
5. MENGINGAT KEMBALI ( RECALL )
3 3
Pasien disuruh mengingat kembali 3 nama benda di atas
6. BAHASA
Pasien disuruh menyebutkan nama benda yang ditunjukan 2 2
(pensil, buku)
7. Pasien disuruh mengulang kata-kata:
1 1
“namun”,”tanpa”,”bila”.
8. Pasien disuruh melakukan perintah: “ambil kertas dengan
3 3
tangan anda, lipatlah menjadi 2 dan letakan di lantai
9. Pasien disuruh membaca dan melakukan perintah
1 1
“pejamkan mata anda”
10. Pasien disuruh menulis dengan spontan (menulis nama
1 1
sendiri)
11. Pasien disuruh
menggambarkan bentuk di
bawah ini 1 1

JUMLAH 30 30

NILAI MMSE
 24-30 : normal
 17-23 : probable gangguan kognitif
 0-16 : definite gangguan kognitif

KESIMPULAN : normal

GERIATRIC DEPRESSION SCALE

PERTANYAAN Ya Tidak
1 Apakah anda puas dengan kehidupan anda? 
2 Apakah anda meninggalkan banyak kegiatan / minat 
kesenangan anda?
3 Apakah anda merasa hidup anda kosong? 
4 Apakah anda sering merasa bosan? 
5 Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap hari? 
6 Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada anda? 
7 Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup anda? 
8 Apakah anda sering merasa tidak berdaya? 
9 Apakah anda lebih sering tinggal di dalam rumah daripada 
keluar dan mengerjakan sesuatu yang baru?
10 Apakah anda mempunyai banyak masalah dengan daya ingat 
anda dibandingkan sengan kebanyakan orang?
11 Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini 
menyenangkan?
12 Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda saat 
ini?
13 Apakah anda merasa penuh semangat? 
14 Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan? 
15 Apakah anda berpikir orang lain lebih baik keadaannya daripada 
anda?
Total Score 3
PENILAIAN GDS VERSI INDONESIA :
- Tidak untuk butir 1, 5, 7, 11, 13 = 1
- Ya untuk butir 2, 3, 4, 6, 8, 9, 10, 12, 14, 15 = 1
NILAI
 <5 : tidak depresi
 Skor 5-9 : kemungkinan besar depresi
 Skor >10 : depresi

KESIMPULAN : tidak depresi

DETEKSI TERHADAP DEPRESI

Setiap Tidak
PERTANYAAN Sering Kadang Jarang
saat pernah
1 Seberapa sering dalam 1
bulan terakhir ini anda 
merasa cemas dan gelisah?
2 Seberapa sering dalam 1
bulan terakhir ini anda 
merasa tenang dan damai?
3 Seberapa sering dalam 1
bulan terakhir ini anda 
merasa sedih?
4 Seberapa sering dalam 1
bulan terakhir ini anda 
merasa bahagia?
5 Seberapa sering dalam 1
bulan terakhir ini anda
merasa rendah diri dan 
tidak ada yang dapat
menghibur anda?
6 Seberapa sering dalam 1
bulan terakhir ini anda

merasa hidup ini tidak
berarti lagi?

Jawaban seperti “setiap saat” atau “sering” mengindikasikan kecurigaan


adanya depresi (kecuali untuk pertanyaan B dan D)
KESIMPULAN : tidak depresi

CLOCK DRAWING TEST

Instruksi:
Pasien diminta membuat jam dinding bulat lengkap dengan angka-angkanya,
lalu diminta menggambarkan jarum jam yang menunjukkan pukul satu lewat
sepuluh menit.

Komponen yang dinilai Nilai


Menggambar lingkaran yang tertutup 1
Meletakan angka – angka dalam posisi yang benar 1
Ke – 12 angka komplit 1
Meletakan jarum-jarum jam dalam posisi yang tepat 1
Total nilai 4

KESIMPULAN : Dapat menggambar jam dalam bentuk lingkaran


tertutup, angka dalam posisi yang benar dengan ke-12
angka komplit dan jarum jam dalam posisi yang tepat.
ACTIVITIES OF DAILY LIVING (INDEKS ADL BARTHEL)

FUNGSI NILAI KETERANGAN


Mengontrol BAB 0 Inkontinensia
1 Kadang2 inkontinensia
2 Kontinen teratur
Mengontrol BAK 0 Inkontinensia
1 Kadang2 inkontinensia
2 Kontinen teratur
Membersihkan diri (lap 0 Butuh pertolongan orang lain
muka, sisir rambut, sikat gigi) 1 Mandiri
Toileting 0 Tergantung pertolongan orang lain
1 Perlu pertolongan pada beberapa aktivitas
tetapi dapat mengerjakan sendiri beberapa
2 aktivitas
Mandiri
Makan 0 Tidak mampu
1 Perlu seseorang menolong memotong makanan
2 Mandiri
Berpindah tempat dari tidur 0 Tidak mampu
ke duduk 1 Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk (2
2 orang)
3 Bantuan minimal 1 orang
Mandiri
Mobilisasi atau berjalan 0 Tidak mampu
1 Bisa berjalan dengan kursi roda
2 Berjalan dengan bantuan orang lain atau walker
3 Mandiri
Berpakaian 0 Tergantung orang lain
1 Sebagian dibantu
2 Mandiri
Naik turun tangga 0 Tidak mampu
1 Butuh pertolongan
2 Mandiri (naik turun)
Mandi 0 Tergantung orang lain
1 Mandiri
Total nilai 20 Mandiri
NILAI
 20 : mandiri
 12-19 : ketergantungan ringan
 9-11 : ketergantungan sedang
 5-8 : ketergantungan berat
 0-4 : ketergantungan total

KESIMPULAN : Mandiri

INSTRUMENTAL ACTIVITIES OF DAILY LIVING (IADL)

FUNGSI NILAI KETERANGAN


Menggunakan 0 Tidak mampu(termasuk yang tidak atau memiliki telepon)
telepon 1 Sebagian dibantu (mampu menjawab telepon, tetapi
tidak dapat mengoperasikannya)
2 Mampu mengoperasikan telepon
Berbelanja 0 Tidak mampu
1 Mampu berbelanja sendiri untuk sejumlah kemampuan
terbatas (≤ 3 buah), selebihnya perlu bantuan orang lain
Mandiri
2
Menyiapkan 0 Tidak mampu
makanan 1 Mampu menyiapkan makanan bila telah disediakan
bahan-bahannya atau menghangatkan makanan yang
telah dimasak.
2 Mandiri
Mengurus rumah 0 Tidak mampu
1 Mampu mengerjakan tugas harian yang ringan dengan
hasil kurang rapi atau tidak bersih
2 Mandiri
Mencuci pakaian 0 Tidak mampu
1 Mampu mencuci atau menyetrika pakaian yang ringan,
lainnya perlu bantuan orang lain
2 Mandiri (termasuk menggunakan mesin cuci)
Mengadakan 0 Tidak mampu berpergian dengan sarana transportasi
transportasi apapun
1 Berpergian dengan transportasi umum atau taksi atau
mobil
2 Mampu mengatur perjalananya dengan sarana
transportasi umum atau menyetir sendiri
Tanggung jawab 0 Butuh perolongan orang lain untuk mengkonsumsi obat-
pengobatan obatan
1 Mampu, bila obat obatnya sudah dipersiapkan
2 sebelumnya
Mandiri
Mengatur 0 Tidak mampu
keuangan 1 Mampu mengatur belanja harian, tapi butuh pertolongan
dalam urusan bank atau pembelian jumlah besar
2 Mampu mengatur masalah keuangan (anggaran rumah
tangga, membayar sewa, kwitansi, urusan bank) atau
memantau penghasilan.
Total nilai 13

KESIMPULAN : ketergantungan ringan dalam penggunaan telepon,


berbelanja, dan penggunaan transportasi

KOLELITIASIS
BAB I
PENDAHULUAN

Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat


diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada
pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20
% wanita dan 8 % pria. ESTROGEN
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan
pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu
tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto
polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain.
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru
USG maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara
dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin
canggihnya peralatan dan semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan
sangat mengurangi morbiditas dan moralitas.
Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan
keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh
karena itu gambaran klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari
yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa
gejala (silent stone).
Dikenal tiga jenis batu empedu yaitu, batu kolesterol, batu pigmen
atau batu bilirubin yang terdiri dari kalsium bilirubinat, serta batu campuran.
Patofisiologi dari terjadinya batu tersebut berbeda-beda.
Kolelitiasis kronik menyebabkan fibrosis dan hilangnya fungsi dari
kandung empedu, selain itu merupakan factor predisposisi terjadinya kanker
pada kandung empedu.
Pengobatan pada kolelitiasis tergantung pada tingkat dari penyakitnya.
Jika tidak ada gejala maka tidak diperlukan kolesistektomi. Tapi jika satu kali
saja terjadi gejala, maka diperlukan kolesistektomi. 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Batu
empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk suatu
material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu
(kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada
kedua-duanya.1,2

Anatomi

Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak


tepat dibawah
lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum,
dan kolum.
Fundus bentuknya bulat, ujungnya buntu dari kandung empedu. Korpus
merupakan bagian
terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung
empedu.8
Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang
kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran
yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus hepatikus
komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk
duktus koledokus.7,8

Fisiologi

Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1000 ml/hari.


Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung
empedu, dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50%. Fungsi primer dari
kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium.4
Kandung empedu mensekresi glikoprotein dan H+. Glikoprotein berfungsi untuk
memproteksi jaringan mukosa, sedangkan H+ berfungsi menurunkan pH yang
dapat meningkatkan kelarutan kalsium, sehingga dapat mencegah pembentukan
garam kalsium. Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi
empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus.
Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan disimpan di dalam
kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu akan berkontraksi, sfingter
relaksasi dan empedu mengalir ke dalam duodenum.2,5
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu
:
 Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi
lemak, karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam
empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar
menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang
disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor dan
absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran
mukosa intestinal.
 Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk
buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir
dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk
oleh sel- sel hati.

Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar


(90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam
anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal
dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik
yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan.5
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial
kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak
kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin
dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan
kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak
pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga
memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam –
garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam
usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak.
Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :
 Hormonal :
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum
akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan
terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi
kandung empedu.
 Neurogen :
o Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari
sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal
akan menyebabkan kontraksi dari kandung empedu.
o Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke
duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan
dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap
keluar walaupun sedikit.
Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis
maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan
inti batu.

Tipe batu empedu:


a. Batu Kolesterol
Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi
lebih dari 90 %
kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan batu
kolesterol campuran yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol
berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu,
senyawa organik dan inorganik lain.7

Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam tiga tahap:


- Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah
komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan
tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung
empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat.
Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan
garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada
keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa
mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.
Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :
o Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu
dan lecithin jauh lebih banyak.
o Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga
terjadi supersaturasi.
o Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet)
o Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol
jaringan tinggi.
o Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada
gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi
(gangguan sirkulasi enterohepatik).
o Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan
kadar chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat
efeknya melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi
kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB
pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.
- Fase Pembentukan inti batu
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen.
Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat
atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal
dari kristal kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio
dengan asam empedu.
- Fase Pertumbuhan batu menjadi besar.

b. Batu Kalsium bilirubinat (pigmen coklat)


Disebut juga batu lumpur atau batu pigmen, sering ditemukan berbentuk
tidak teratur, kecil-kecil, dapat berjumlah banyak. Umumnya batu pigmen coklat
ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi. Batu pigmen
coklat biasanya ditemukan dengan ukuran diameter kurang dari 1 cm, berwarna
coklat kekuningan, lembut dan sering dijumpai di daerah Asia. Batu ini
terbentuk akibat faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat
disebabkan karena disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan parasit.
Pada infeksi empedu, kelebihan aktivitas B-glucuronidase bakteri dan manusia
(endogen) memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di
negara timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin
tak terkonjugasi yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim B-
glucuronidase bakteri berasal dari kuman E. coli dan kuman lainnya di saluran
empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone yang konsentrasinya
meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak.1

c. Batu pigmen hitam


Batu tipe ini banyak dijumpai pada pasien dengan hemolisis kronik atau
sirosis hati. Batu pigmen ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin.
Patogenesis terbentuknya batu pigmen ini belum jelas. Umumnya batu pigmen
hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril. Batu
empedu jenis ini umumnya berukuran kecil, hitam dengan permukaan yang
kasar. Biasanya batu pigmen ini mengandung kurang dari 10% kolesterol. 1

Faktor resiko
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang
orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak
berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu
1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.
Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin
besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut
antara lain :
1. Jenis Kelamin.
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung
empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan
terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung
empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
2. Usia.
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk
terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih
muda.
3. Berat badan (BMI).
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI
maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga
mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan
kandung empedu.
4. Makanan.
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia
dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung
empedu.
5. Riwayat keluarga.
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
6. Aktifitas fisik.
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu
lebih sedikit berkontraksi.
7. Penyakit usus halus.
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn
disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
8. Nutrisi intravena jangka lama.
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.6

Manifestasi klinis

Batu Kandung Empedu (Kolesistolitiasis)


1. Asimtomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan
gejala (asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis,
nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual. Studi
perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu kandung
empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari
25 % dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu asimtomatik akan
merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5
tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam
semua pasien dengan batu empedu asimtomatik.2,5

2. Simtomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan
atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit,
dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri
pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan
berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan
kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris.
Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris. 1,6

3. Komplikasi
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang
paling umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara
wanita usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu,
berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam infundibulum. Gambaran
tipikal dari kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam dan
konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa
tidak nyaman di daerah epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat
inspirasi atau dengan pergerakan dan dapat menjalar kepunggung atau ke ujung
skapula. Keluhan ini dapat disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan,
yang dapat berlangsung berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda
toksemia, nyeri tekan pada kanan atas abdomen dan tanda klasik ”Murphy sign”
(pasien berhenti bernafas sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa yang dapat
dipalpasi ditemukan hanya dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan
mengalami kolesistektomi terbuka atau laparoskopik.2,4,8

2.8.2 Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis)


Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan
perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi
kolangitis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi,
akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut.
Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non
piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri
didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa
kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa
tiga gejala trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan
kesadaran sampai koma.
Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena
komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus
koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan
adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut. Episode parah
kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil
melalui ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus
distal dan duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu.
Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus
obstruktif.7

Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak


menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi
peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Kadar bilirubin serum yang
tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar
fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya
meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.
Fosfatase alkali disintesis dalam sel epitel saluran empedu.
Kadar yang sangat tinggi, sangat menggambarkan obstruksi saluran
empedu karena sel ductus meningkatkan sintesis enzym ini.
Pemeriksaan fungsi hepar menunjukkan tanda-tanda obstruksi.
Ikterik dan alkali fosfatase pada umumnya meningkat dan bertahan lebih
lama dibandingkan dengan peningkatan kadar bilirubin. [1]

2.9.3.2. Pemeriksaan radiologis


o Foto polos Abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.
Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium
tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung
empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai
massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara
dalam usus besar, di fleksura hepatica.
gambar 3. Foto rongent pada kolelitiasis.4
o Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding
kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh
peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal
kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG
punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih
jelas daripada dengan palpasi biasa.4

Gambar 4. Kolelitiasis pada USG4

o Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen
sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal
pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl,
okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras
tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada
penilaian fungsi kandung empedu.4

o Kolangiografi transhepatik perkutan


Merupakan cara yang baik untuk mengetahui adanya obstruksi dibagian atas
kalau salurannya melebar, meskipun saluran yang ukurannya normal dapat
dimasuki oleh jarum baru yang "kecil sekali" Gangguan pembekuan, asites dan
kolangitis merupakan kontraindikasi.4

o Kolangiopankreatografi endoskopi retrograde (ERCP = Endoscopic


retrograde kolangiopankreatograft)
Kanulasi duktus koledokus dan/atau duktus pankreatikus melalui ampula
Vater dapat diselesaikan secara endoskopis. Lesi obstruksi bagian bawah dapat
diperagakan. Pada beberapa kasus tertentu dapat diperoleh informasi tambahan
yang berharga, misalnya tumor ampula, erosis batu melalu ampula, karsinoma
yang menembus duodenum dan sebagainya) Tehnik ini lebih sulit dan lebih
mahal dibandingkan kolangiografi transhepatik. Kolangitis dan pankreatitis
merupakan komplikasi yang mungkin terjadi. Pasien yang salurannya tak
melebar atau mempunyai kontraindikasi sebaiknya dilakukan kolangiografi
transhepatik, ERCP semakin menarik karena adanya potensi yang 'baik untuk
mengobati penyebab penyumbatan tersebut (misalnya: sfingterotomi untuk jenis
batu duktus koledokus yang tertinggal).8

o CT scan
CT scan dapat memperlihatkan saluran empedu yang melebar, massa hepatik
dan massa retroperitoneal (misalnya, massa pankreatik).Bila hasil ultrasound
masih meragukan, maka biasanya dilakukan CT scan.8

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari batu empedu tergantung dari stadium penyakit. Saat batu
tersebut menjadi simptomatik maka intervensi operatif diperlukan. Biasanya
yang dipakai ialah kolesistektomi. Akan tetapi, pengobatan batu dapat dimulai
dari obat-obatan yang digunakan tunggal atau kombinasi yaitu terapi oral garam
empedu ( asam ursodeoksikolat), dilusi kontak dan ESWL. Terapi tersebut akan
berprognosis baik apabila batu kecil < 1 cm dengan tinggi kandungan kolesterol.
Asimptomatik
Penanganan operasi pada batu empedu asimptomatik tanpa komplikasi
tidak dianjurkan. Indikasi kolesistektomi pada batu empedu asimptomatik ialah
- Pasien dengan batu empedu > 2cm
- Pasien dengan kandung empedu yang kalsifikasi yang resiko tinggi
keganasan
- Pasien dengan cedera medula spinalis yang berefek ke perut

Disolusi batu empedu


Agen disolusi yang digunakan ialah asam ursodioksikolat. Pada manusia,
penggunaan jangka panjang dari agen ini akan mengurangi saturasi kolesterol
pada empedu yaitu dengan mengurangi sekresi kolesterol dan efek deterjen dari
asam empedu pada kandung empedu. Desaturasi dari empedu mencegah
kristalisasi.
Dosis lazim yang digunakan ialah 8-10 mg/kgBB terbagi dalam 2-3 dosis
harian akan mempercepat disolusi. Intervensi ini membutuhkan waktu 6-18
bulan dan berhasil bila batu yang terdapat ialah kecil dan murni batu kolesterol.

Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)


Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa
tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien
yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas
ESWL memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat.4,8

Penanganan operatif:
a). Open kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik
biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang
terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini
menunjukkan mortalitas pada pasien yang menjalani
kolesistektomi terbuka pada tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan
0,17 %, pada pasien kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan
pada penderita diatas 65 tahun angka kematian mencapai 0,5 %4.
b). Kolesistektomi laparoskopik
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan
lebih
cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan
biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang.
Kontra indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat
mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat
dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump
duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering
dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,5±1%. Dengan menggunakan
teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali
menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua
otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.1
c). Kolesistektomi minilaparatomi.
Modifikasi dari tindakan kolesistektomi terbuka dengan insisi lebih kecil dengan
efek nyeri pasca operasi lebih rendah.

BAB III
RINGKASAN

Kolelitiasis atau batu empedu merupakan penyakit yang cukup sering


diderita oleh wanita, terutama usia antara 20-60 tahun. Batu empedu umumnya
dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: Batu kolesterol, batu bilirubin atau batu
pigmen coklat dan batu pimen hitam. Batu kolesterol merupakan yang tersering
ditemukan, dengan kandungan kolesterol lebih dari 70%. Batu empedu dapat
ditemukan di dalam kandung empedu itu sendiri, atau dapat juga ditemukan di
saluran-saluran empedu, seperti duktus sistikus atau duktus koledokus. Sekitar
80% pasien dengan batu empedu, biasanya asimtomatis. Sedangkan pada yang
simtomatik, keluhan utamanya biasa berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau prekordium, dan kolik bilier.
Penyebab dari batu empedu ini belum diketahui secara pasti, tetapi
diperkirakan ada 3 faktor predisposisi terpenting, yaitu: Gangguan metabolisme
yang menyebabkan perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi
kandung empedu. Adanya faktor resiko terbentuknya batu empedu dikenal
dengan 4F yaitu fatty, fourty, fertile dan female.
Ada banyak cara untuk mendeteksi batu empedu, tetapi yang paling akurat dan
sering
digunakan adalah ultrasonografi. Tindakan operatif atau kolesistektomi
merupakan terapi pilihan pada pasien dengan batu empedu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Doherty GM. Biliary Tract. In : Current Diagnosis & Treatment Surgery
13th edition. 2010. US : McGraw-Hill Companies,p544-55.
2. Hunter JG. Gallstones Diseases. In : Schwart’s Principles of Surgery 8th
edition. 2007. US : McGraw-Hill Companies.
3. http://www.artikelkeperawatan.info/materi-kuliah-batu-empedu-171.html
4. Heuman DM. Cholelithiasis. 2011. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape. com/article/175667-overview.
5. Silbernagl S, Lang F. Gallstones Diseases. 2000. In : Color Atlas of
Pathophysiology. New York : Thieme,p:164-7.
6. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Kolelitiasis. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 1. 1997. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 767-73.
7. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Biliary Tract. In
: Sabiston Textbook of Surgery 17th edition. 2004. Pennsylvania :
Elsevier.
8. Klingensmith ME, Chen LE, Glasgow SC, Goers TA, Spencer J. Biliary
Surgery. In : Washington Manual of Surgery 5th edition. 2008.
Washington : Lippincott Williams & Wilkins.
OSTEOARTHRITIS
Definisi

Osteoarthritis merupakan gangguan pada satu sendi atau lebih, bersifat lokal,

progresif dan degeneratif yang ditandai dengan perubahan patologis pada

struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago

hialin. Hal tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan sklerosis

dari subchondral yang bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada

tepian sendi, peregangan kapsul artikular, synovitis ringan pada persendian,

1
dan lemahnya otot-otot yang menghubungkan persendian.

Epidemiologi

Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada

orang tua. Prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia. Di

Amerika Serikat, prevalensi osteoartritis pada populasi dengan usia di atas 65

1,2
tahun mencapai 80% dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020.

OA terjadi pada 13,9% orang dewasa berusia lebih dari 25 tahun dan 33,6%

dari mereka yang berusia lebih dari 65 tahun. Prevalensi sendi yang terkena

OA menurut temuan radiologis adalah pada tangan 7,3%, kaki 2,3%, lutut

0,9%, dan panggul 1,5%. Prevalensi OA menurut gejala yang ditemui yaitu

pada tangan 8%, kaki 2%, lutut 12,1% pada orang dewasa berusia lebih dari

60 tahun dan 16% pada orang dewasa berusi 45 – 60 tahun, dan panggul

4,4%.
Etiologi

Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor

biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam

proses terjadinya osteoarthritis. Faktor biomekanik yaitu kegagalan

mekanisme protektif, antara lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian,

serabut aferen, dan tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi multifaktorial,

yaitu akibat terganggunya faktor-faktor protektif tersebut. Osteoarthritis

juga bisa terjadi akibat komplikasi dari penyakit lain seperti gout, rheumatoid

arthritis, dan sebagainya. 1

Klasifikasi

Menurut penyebabnya osteoarthritis dikategorikan menjadi5 :

a. Osteoarhritis primer adalah degeneratif artikular sendi yang terjadi pada sendi

tanpa adanya abnormalitas lain pada tubuh. Penyakit ini sering menyerang sendi

penahan beban tubuh (weight bearing joint), atau tekanan yang normal pada sendi

dan kerusakkan akibatproses penuaan. Paling sering terjadi pada sendi lutut dan

sendi panggul, tapi ini juga ditemukan pada sendi lumbal, sendi jari tangan, dan jari

pada kaki

b. Osteoarthritis sekunder, paling sering terjadi pada trauma atau terjadi akibat

dari suatu pekerjaan, atau dapat pula terjadi pada kongenital dan adanya penyakit

sistem sistemik. Osteoarthritis sekunder biasanya terjadi pada umur yang lebih

awal daripada osteoarthritis primer.

Faktor resiko

a. Faktor resiko sistemik


1. Usia : merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses

penuaan meningkatkan kerentanan sendi melalui berbagai

mekanisme. Kartilago pada sendi orang tua sudah kurang

responsif dalam mensintesis matriks kartilago yang distimulasi oleh

pembebanan (aktivitas) pada sendi. Akibatnya, sendi pada orang

tua memiliki kartilago yang lebih tipis. Kartilago yang tipis ini akan

mengalami gaya gesekan yang lebih tinggi pada lapisan basal dan

hal inilah yang menyebabkan peningkatan resiko kerusakan sendi.

Selain itu, otot-otot yang menunjang sendi menjadi semakin lemah

dan memiliki respon yang kurang cepat terhadap impuls. Ligamen

menjadi semakin regang, sehingga kurang bisa mengabsorbsi

impuls. Faktor-faktor ini secara keseluruhan meningkatkan

kerentanan sendi terhadap OA.

2. Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui mengapa

prevalensi OA pada perempuan usila lebih banyak daripada laki-

laki . Resiko ini dikaitkan dengan berkurangnya hormon pada

perempuan pasca menopause.

3. Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi

dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur

tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam

timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis.

b. Faktor intrinsik

1. Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan valrus.

2. Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, atau nekrosis.

c. Faktor beban pada persendian


1. Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat

mempercepat kerusakan pada sendi.

2. Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang sering dan

berulang pada sendi dapat menyebabkan lelahnya otot-

otot yang membantu pergerakan sendi.5,6,

2.8 Tanda dan Gejala Klinis


Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang

dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan

Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :

a. Nyeri sendi

Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari

nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi,

dan edema sumsum tulang.

Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit

tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke

kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan

nyeri.6

a. Hambatan gerakan sendi

c. Kaku pagi

Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau

tidak melakukan banyak gerakan, seperti setelah bangun tidur di pagi hari.7

d. Krepitasi

e. Pembesaran sendi ( deformitas )

Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.7

f. Pembengkakan sendi yang asimetris


Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang

biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk

permukaan sendi berubah.7

g. Tanda – tanda peradangan

Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan

gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada

OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan

timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai

pada OA lutut.7

Diagnosis

Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis,

serta klinis dan laboratoris (JH Klippel, 2001) :10

a. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi < 30 menit
3. krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
6. tidak teraba hangat pada sendi
b. Klinis, dan radiologis:
Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. krepitus disertai osteofit
Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
c. Klinis dan laboratoris:
Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:
1. usia >50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. Krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang
6. tidak teraba hangat pada sendi terkena
7. RF <1:40
8. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan
gambaran radiologis, yaitu menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya
osteofit, terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral. 10

Gambar 2.3. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis lutut.


Sumber : LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment
of Osteoarthritis. American Family Physician. 64 (2) : 279-286
Keterangan :
a. Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukkan
menyempitnya celah sendi (tanda panah)
b. Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis
yang ditandai terbentuknya osteofit (tanda panah)
c. Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah
putih) menyebabkan destruksi padapada kartilago dan sunchondral
(tanda panah terbuka)
d. Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah)

Gambar 2.4 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki.


Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :Degenerative
Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.
Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior kaki

menunjukkan menyempitnya celah sendi metatarsophalangeal pertama,

sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah).9


Laporan Kasus Geriatri Yovita Setiadi- 406 138 120

Gambar 2.5. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut.


Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Keterangan :Gambaran radiologis anteroposterior lutut menunjukkan


penyempitan ruang sendi, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah).10

Gambar 2.6. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada pinggul.


Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Keterangan : Kedua gambar di atas menunjukkan penyempitan ruang

superolateral sendi, sklerosis, kista subkondral, dan pembentukan osteofit

(panah).10

Kepaniteraan Ilmu Geriatri – Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 53


Panti Werda Kristen Hana
Periode 13 April 2015 – 15 May 2015
Laporan Kasus Geriatri Yovita Setiadi- 406 138 120

Pemeriksaan Laboratorium dan MRI

Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna.

Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas – batas normal. Pemeriksaan imunologi

masih dalam batas – batas normal. Pada OA yang disertai peradangan sendi dapat

dijumpai peningkatan ringan sel peradangan ( < 8000 / m ) dan peningkatan nilai protein.

10

Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah MRI yaitu untuk

mengetahui derajat patologisnya, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan sebagai

penunjang diagnostik dalam osteoarthritis, karena sebagian besar gambaran penyakit

ini sudah bisa dinilai berdasarkan pemeriksaan sinar-x.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien dengan osteoarthritis yaitu:


Nonfarmakologis: 11
a. Modifikasi pola hidup

b. Edukasi

c. Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada sendi

d. Modifikasi aktivitas

e. Menurunkan berat badan

f. Rehabilitasi medik/ fisioterapi

o Latihan statis dan memperkuat otot-otot

o Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot, dan

menambah luas pergerakan sendi

Kepaniteraan Ilmu Geriatri – Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 54


Panti Werda Kristen Hana
Periode 13 April 2015 – 15 May 2015
Laporan Kasus Geriatri Yovita Setiadi- 406 138 120

g. Penggunaan alat bantu (Mairunzi, 2010).

Farmakologis

1. Sistemik

a. Analgetik

- Non narkotik: parasetamol

- Opioid (kodein, tramadol)

b. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)

- Oral

- injeksi

- suppositoria

c. Chondroprotective

Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan yang

dapat menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan sendi pada pasien

OA, sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting

Anti Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis

Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah:

tetrasiklin, asam hialuronat, kondrotin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C,

superoxide desmutase dan sebagainya.

a. Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan

dalam degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase, protease,

elastase dan cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang sintesis

Kepaniteraan Ilmu Geriatri – Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 55


Panti Werda Kristen Hana
Periode 13 April 2015 – 15 May 2015
Laporan Kasus Geriatri Yovita Setiadi- 406 138 120

proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan sendi. Pada

penelitian Rejholec tahun 1987

b. Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan kelompok

vertebra, dan terutama terdapat pada matriks ekstraseluler sekeliling sel.

Menurut penelitian Ronca dkk (1998), efektivitas kondroitin sulfat pada

pasien OA mungkin melalui 3 mekanisme utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2.

Efek metabolik terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan. 3. Anti

degeneratif melalui hambatan enzim proteolitik dan menghambat oksigen

reaktif.

c. Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas enzim

lisozim dan bermanfaat dalam terapi OA

d. Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam

mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan hydroxyl

radicals. Secara in vitro, radikal superoxide mampu merusak asam

hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang hydrogen peroxyde dapat

merusak kondroitin secara langsung. Dalam percobaan klinis dilaporkan

bahwa pemberian superoxide dismutase dapat mengurangi keluhan-

keluhan pada pasien OA.

2. Topikal
a. Krim rubefacients dan capsaicin.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada umumnya
bersifat counter irritant.
b. Krim NSAIDs

Kepaniteraan Ilmu Geriatri – Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 56


Panti Werda Kristen Hana
Periode 13 April 2015 – 15 May 2015
Laporan Kasus Geriatri Yovita Setiadi- 406 138 120

Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan

campuran yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat

digunakan adalah gel piroxicam, dan sodium diclofenac.

3. Injeksi intraartikular/intra lesi

Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama dalam

penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam penggunaan

modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal maupun sistemik.

Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik dengan

steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk modifikasi perjalanan penyakit.

Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya melakukan tindakan, adalah dokter yang telah

melalui pendidikan tambahan dalam bidang reumatologi.

a. Steroid: ( triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone )

Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan inflamasi

yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat mentolerir NSAIDs atau ada

komorbiditas yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian NSAIDs. Teknik

penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari penyulit yang timbul.

Sebagian besar literatur tidak menganjurkan dilakukanpenyuntikan lebih dari sekali dalam

kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk sendi besar penyangga tubuh. Dosis

untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-sendi kecil

biasanya digunakan dosis 10 mg.

b. Hyaluronan: high molecular weight dan low molecular weight

Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra artikular

biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa. Diberikan berturut-turut

Kepaniteraan Ilmu Geriatri – Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 57


Panti Werda Kristen Hana
Periode 13 April 2015 – 15 May 2015
Laporan Kasus Geriatri Yovita Setiadi- 406 138 120

5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan.

Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak dapat timbul berbagai

penyulit seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan abses steril. Perlu diperhatikan faktor

alergi terhadap unsur/bahan dasar hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi

terhadap telur. Ada 3 sediaan di Indonesia diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex.

4. Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih
dahulu risiko dan keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
2. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan
rehabilitatif
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint

1. Realignment osteotomi

Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah sudut
dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat menopang sebagian
besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau meniscus repair
(Thomas, 2000).
2. . Arthroplasty

Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru

ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam high-

density polyethylene (Thomas, 2000).

Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri, deformitas,

instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangankan kontraindikasi

meliputi non fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular dysfunction, Infeksi,

Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion.11

Kepaniteraan Ilmu Geriatri – Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 58


Panti Werda Kristen Hana
Periode 13 April 2015 – 15 May 2015
Laporan Kasus Geriatri Yovita Setiadi- 406 138 120

DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoarthritis. Dalam : Harrison’s Principles


Of Internal Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill Companies.
2. Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. 2008. Estimates of the prevalence
of arthritis and other rheumatic conditions in the United States. Part II. Arthritis
Rheum. 58(1):26–35.
3. Christine G, 1922, Bones and Joint. A Guide for student, second edition, Tokyo,
Churchill Livingstone.
4. Dillon CF, Rasch EK, et al. 2006. Prevalence of knee osteoarthritis in the United
States: arthritis data from the Third National Health and Nutrition Examination
Survey 1991–1994. J Rheumatol. 33(11):2271–2279.
5. David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of Medicine.
6. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com. Diakses
tanggal 15 maret 2013.
7. Iannone F, Lapadula G. 2003. The pathophysiology of osteoarthritis. Aging Clin
Exp Res. 15(5):364–372.
8. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga University Press.
9. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3):737–747.
10. LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of
Osteoarthritis. American Family Physician. 64(2):279–286
11. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian Reumatologi, Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Kepaniteraan Ilmu Geriatri – Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 59


Panti Werda Kristen Hana
Periode 13 April 2015 – 15 May 2015

Anda mungkin juga menyukai