Eti Shobariyah
Abstrak
Evaluasi merupakan hal yang penting dalam sebuah proses pembelajaran, karena dengan
evaluasi guru, murid dan stakeholder pendidikan yang lain dapat mengetahui sejauhmana
pembelajaran tersebut berhasil. Banyak yang mengira bahwa evaluasi hanya dilakukan
dengan melalui Tes, padahal ada teknik lain dalam mengevaluasi sebuah pembelajran atau
juga kegiatan-kegiatan yang lain yakni melalui Evaluasi Non Tes. Evaluasi non tes adalah
sebagai teknik penilaian yang dilakukan tanpa menggunakan tes. Sehingga teknik ini
dilakukan lewat pengamatan secara teliti dan tanpa menguji peserta didik. Evaluasi non tes
berbeda dengan evalauasi tes, jika evaluasi seringkali hanya dipergunakan untuk mengukur
tingkat pengetahuan seseorang, namun sebaliknya evaluasi non tes merupakan sebuah teknik
evaluasi untuk mengukur, menilai serta menyimpulkan hasil evaluasi bukan berdasarkan
instrument pada pertanyaan-pertanyaan. Penggunaan evaluasi non tes ini biasanya
dipergunakan lebih kepada aspek afektif dan psikomotor seseorang atau seorang siswa.
Evaluasi Non Tes meliputi :Wawancara, Observasi, Kuesioner, Project Work, Skala
Bertingkat dan Unjuk Kerja.
1
A. Pendahuluan
Evaluasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan
memperhatikan tingkah lakunya. Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes,
baik melalui bentuk tes uraian maupun tes objektif. Kegiatan mengukur, menilai, dan
mengevaluasi sangatlah penting dalam dunia pendidikan. Hal ini tidak terlepas karena
kegiatan tersebut merupakan suatu siklus yang dibutuhkan untuk mengetahui sejauhmana
pencapaian pendidikan telah terlaksana. Contohnya dalam evaluasi penilaian hasil belajar
siswa, kegiatan pengukuran dan penilaian merupakan langkah awal dalam proses evaluasi
tersebut. Kegiatan pengukuran yang dilakukan biasanya dituangkan dalam berbagai bentuk
tes dan hal ini yang paling banyak digunakan. Namun, tes bukanlah satu-satunya alat dalam
proses pengukuran, penilaian, dan evaluasi pendidikan sebab masih ada teknik lain yakni
teknik “NON TES”.
Teknik non tes biasanya dilakukan dengan cara wawancara, pengamatan secara
sistematis, menyebarkan angket, ataupun menilai/mengamati dokumen-dokumen yang ada
(Sudijono,2009). Pada evaluasi penilaian hasil belajar, teknik ini biasanya digunakan untuk
mengukur pada ranah afektif dan psikomotorik, sedangkan teknik tes digunakan untuk
mengukur pada ranah kognitif. Berikut ini akan dijelaskan tentang resume pengertian,
bentuk-bentuk non-tes, dan beberapa contoh dalam pelaksanaan teknik non tes. Teknik non
tes jarang dilakukan mengingat waktu yang diperlukan juga banyak dan juga persiapan yang
lebih daripada evaluasi menggunakan tes. Namun kepentingan yang ada membuat teknik
evaluasi non tes ini juga penting
B. Pengertian
Teknik penilaian non tes jika dilihat dari kata yang menyusunnya, maka non tes dapat
kita artikan sebagai teknik penilaian yang dilakukan tanpa menggunakan tes. Sehingga teknik
ini dilakukan lewat pengamatan secara teliti dan tanpa menguji peserta didik. Non tes
biasanya dilakukan untuk mengukur hasil belajar yang berkenaan dengan soft skill, terutama
yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh peserta didik dari apa
yang diketahui atau dipahaminya. Dengan kata lain, instrument ini berhubungan dengan
penampilan yang dapat diamati dari pada pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak
dapat diamati dengan Panca indera (Widiyoko, 2009)
2
C. Jenis-jenis teknik non tes
Tehnik penilaian ini umumnya untuk menilai keperibadian anak secara menyeluruh
meliputi:
1. Pengamatan (observation)
Menurut Sudijono (2009) observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan
keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan
secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran
pengamatan.
a. Tujuan utama observasi antara lain :
1) Mengumpulkan data dan inforamsi mengenai suatu fenomena, baik yang
berupa peristiwa maupun tindakan, baik dalam situasi yang sesungguhnya
maupun dalam situasi buatan.
2) Mengukur perilaku kelas (baik perilaku guru maupun peserta didik), interaksi
antara peserta didik dan guru, dan faktor-faktor yang dapat diamati lainnya,
terutama kecakapan sosial (social skill)
3) Menilai tingkah laku individu atau proses yang tejadi dalam situasi sebenarnya
maupun situasi yang sengaja dibuat.
Dalam evaluasi pembelajaran, observasi dapat digunakan untuk menilai
proses dan hasil belajar peserta didik pada waktu belajar belajar, berdiskusi,
mengerjakan tugas, dan lain-lain. Selain itu, observasi juga dapat digunakan untuk
menilai penampilan guru dalam mengajar, suasana kelas, hubungan sosial sesama,
hubungan sosial sesama peserta didik, hubungan guru dengan peserta didik, dan
perilaku sosial lainnya
b. Karakteristik Observasi
1) Mempunyai arah dan tujuan yang jelas.
2) Bersifat ilmiah, yaitu dilakukan secara sistematis, logis, kritis, objektif, dan
rasional.
3) Terdapat berbagai aspek yang akan diobservasi.
4) Praktis penggunaannya.
c. Pembagian Observasi
Jika kita melihat dari dari kerangka kerjanya, observasi dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu:
3
1) Observasi berstruktur, yaitu semua kegiatan guru sebagai observer telah
ditetapkan terlebih dahulu berdasarkan kerangka kerja yang berisi faktor yang
telah diatur kategorisasinya. Isi dan luas materi observasi telah ditetapkan dan
dibatasi dengan jelas dan tegas.
2) Observasi tak berstruktur, yaitu semua kegiatan guru sebagai obeserver tidak
dibatasi oleh suatu kerangka kerja yang pasti. Kegiatan obeservasi hanya
dibatasi oleh tujuan observasi itu sendiri.
Apabila dilihat dari teknis pelaksaannya, observasi dapat ditempuh melalui
tiga cara, yaitu:
1) Observasi langsung, observasi yang dilakukan secara langsung terhadap objek
yang diselidiki.
2) Observasi tak langsung, yaitu observasi yang dilakukan melalui perantara, baik
teknik maupun alat tertentu.
3) Observasi partisipasi, yaitu observasi yang dilakukan dengan cara ikut ambil
bagian atau melibatkan diri dalam situasi objek yang diteliti.
d. Kelebihan dan Kekurangan Observasi
Menurut Arifin (2009) Kelebihan dan kekurangan observasi antara lain:
Kelebihan
1) Observasi merupakan alat untuk mengamati berbagai macam fenomena.
2) Observasi cocok untuk mengamati perilaku peserta didik maupun guru yang
sedang melakukan suatu kegiatan.
3) Banyak hal yang tidak dapat diukur dengan tes, tetapi lebih tepat dengan
observasi.
4) Tidak terikat dengan laporan pribadi.
Kekurangan
1) Seringkali pelaksanaan observasi terganggu oleh keadaan cuaca, bahkan ada
kesan yang kurang menyenangkan dari observer ataupun observasi itu sendiri.
2) Biasanya masalah pribadi sulit diamati.
3) Jika yang diamati memakan waktu lama, maka observer sering menjadi jenuh.
e. Pedoman penyusunan observasi
Adapaun langkah-langkah penyusunan pedoman observasi menurut Arifin
(2009) adalah sebagai berikut:
1) Merumuskan tujuan observasi
2) Membuat lay-out atau kisi-kisi observasi
4
3) Menyusun pedoman observasi
4) Menyusun aspek-aspek yang akan diobservasi, baik yang berkenaan proses
belajar peserta didik dan kepribadiaanya maupun penampilan guru dalam
pembelajaran
5) Melakukan uji coba pedoman observasi untuk melihat kelemahan-kelemahan
pedoman observasi
6) Merefisi pedoman obsevasi berdasarkan hasil uji coba
7) Melaksanakan observasi pada saat kegiatan berlangsung
8) Mengolah dan menafsirkan hasil observasi
5
Skala Penilaian
No Aspek yang diamati/penilaian
1 2 3 4
I. Fase Persiapan Mental
a. Menyampaikan secara lisan hasil belajar dan
indikator ketercapaian hasil belajar dan jika perlu
member penjelasan
b. Memotivasi mahasiswa dengan cara member
informasi tentang pentingnya mengenal manfaat
bahan kajian untuk memecahkan masalah dalam
mata pelajaran lainnya maupun kehidupan sehari-
hari
c. Memberitahukan beberapa pokok materi yang
perlu dipahami mahasiswa yaitu pengetahuan
prasyarat yang diaktifkan dan bagaimana
mahasiswa dapat menggunakan pemahaman itu
untuk mencapai hasil belajar
II. Fase Advance Organizer
a. Mengaktifkan pengetahuan prasyarat mahasiswa
dengan cara :
1. Mempersilahkan mahasiswa membaca bagian
tertentu buku mahasiswa
2. Melakukan komunikasi interaktif dengan
mahasiswa. Materi inti dalam komunikasi interaktif
ini termuat dalam Lembar Advance Organizer
(LAO)
b. Mengaktifkan pola berpikir mahasiswa agar lebih
terfokus pada bagaimana mengonstruksikan
pengetahuan baru.
III. Fase Konstruksi Pengetahuan Baru
a. Penyampaian masalah dalam wujud tertulis kepada
mahasiswa dengan cara :
1. Menyerahkan LKS dan memberi penjelasan
tentang bekerja dengan LKS tersebut
2. Mempersilahkan mahasiswa membuka buku
mahasiswa pada bagian tertentu
b. Memberi kesempatan pada mahasiswa utnuk
menyelidiki masalah dengan cara mempersilahkan
mahasiswa membaca LKS yang sudah diberikan.
Dosen memantau mahasiswa yang sedang
menyelidiki masalah
c. Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk
memecahkan masalah dengan mengisi LKS,
selanjutnya dosen berkeliling kelas memantau
aktifitas mahasiswa dan jika perlu member
masukan kepada mahasiswa secara individu. Dalam
hal ini dosen tidak memberikan jawaban kepada
mahasiswa tetapi dosen mengiuti jawaban
mahasiswa.
d. Dosen memberi kesempatan kepada mahasiswa
6
untuk melakukan klarifikasi ide dengan cara:
1. Mempersilahkan mahasiswa duduk dengan formasi
kelompok
2. Mempersilahkan mahasiswa berdisukusi dalan
kelompoknya tentang hasil yang dicapai dalam
mengisi LKS. Mengikuti diskusi mahasiswa dan
member masukan berdasarkan jawaban mahasiswa
3. Mempersilahkan wakil dua kelompok yang dipilih
secara acak untuk mempresentasikan hasil disukusi
IV Fase Penguatan Kognitif Baru
Menguji gagasan baru yang dikonstruksikan
mahasiswa dengan cara :
a. Memersilahkan mahasiswa mengerjakan soal
tantangan yang sudah ditentukan dalam RP dan
memantau pekerjaan mahasiswa
b. Membahas bersama mahasiswa soal yang tidak
dapat dipecahkan oleh kebayakan mahasiswa
c. Melakukan penarikan kesimpulan menyeluruh
tentang pelajaran pada tatap muka ini
V Pengelolaan Waktu
VI Pengamatan suasana kelas :
a. Siswa antusias
b. Guru antusias
……………….,………………
Pengamat/ Penilai
..................................................
2. Wawancara (interview)
a. Pengertian
Menurut Sudijono (2009) wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan
keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan Tanya jawab lisan secara sepihak,
berhadapan muka, dan dengan arah tujuan yang terlah ditentukan. Sedangkan menurut
Bahri (2008) Wawancara adalah komunikasi langsung antara yang mewancarai dan
yang diwancarai.
7
Dari pengertian tersebut kita dapat simpulkan bahwa wawancara adalah suatu
teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber.
Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog (Tanya jawab) secara lisan, baik
langsung maupun tidak langsung (menggunakan alat komunikasi).
b. Pembagian wawancara
Ada dua jenis wawancara yang dapat dipergunakan sebagai alat dalam
evaluasi, yaitu:
1) Wawancara terpimpin (guided interview)
Yaitu biasanya juga dikenal dengan istilah wawancara berstruktur
(structured interview) atau wawancara sistematis (systematic interview), dimana
wawancara ini selalu dilakukan oleh evaluator dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu dalam bentuk panduan
wawancara (interview guide). Jadi, dalam hal ini responden pada waktu
menjawab pertanyaan tinggal memilih jawaban yang sudah disediakan.
2) Wawancara tidak terpimpin (un-guided interview).
Biasanya juga dikenal dengan istilah wawancara sederhana (simple
interview) atau wawancara tidak sistematis (nonsystematic interview) atau
wawancara bebas, diamana responden mempunyai kebebasan untuk
mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah
dibuat oleh evaluator. Dalam wawancara bebas, pewancara selaku evaluator
mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik atau orang tuanya tanpa
dikendalikan oleh pedoman tertentu, mereka dengan bebas mengemukakan
jawabannya. Hanya saja pada saat menganilis dan menarik kesimpulan hasil
wawancara bebas ini evaluator akan dihadapkan kesulitan-kesulitan, terutama
apabila jawaban mereka beraneka ragam. Mengingat bahwa daya ingat manusia
itu dibatasi ruang dan waktu, maka sebaiknya hasil wawancara itu dicatat
seketika.
3) Hal-hal yang perlu diperhatikan
Dalam melaksanakan wawancara, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan evaluator dalam pelaksanaan wawancara antara lain; evaluator
harus mendengar, mengamati, menyelidiki, menanggapi, dan mencatat apa yang
sumber berikan. Sehingga informasi yang disampaikan oleh narasumber tidak
hilang dan informasi yang dibutuhkan dapat ditangkap dengan baik. Selain itu
evaluator harus meredam egonya dan melakukan pengendalian tersembunyi.
8
Kadang kala banyak evaluator yang tidak dapat meredam egonya sehingga unsur
subyektivitas muncul pada saat menganalisis hasil wawancara yang telah
dilaksanakan.
4) Tujuan wawancara
Menurut Zainal (2009) ada 3 tujuan dalam melaksanakan wawancara
yakni :
a) Untuk memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu
hal atau situasi dan kondisi tertentu.
b) Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.
c) Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang
tertentu.
5) Kelebihan dan Kekurangan
Berbeda dengan observasi, wawancara memiliki kelebihan antara lain;
a) Dapat secara luwes mengajukan pertanyaan sesuai dengan situasi yang
dihadapi pada saat itu
b) Mengetahui perilaku nonverbal, misalnya rasa suka, tidak suka atau
perilaku lainnya pada saat pertanyaan diajukan dan dijawab oleh sumber
c) Pertanyaan dapat diajukan secara berurutan sehingga sumber dapat
memahami maksud penelitian secara baik, sehingga dapat menjawab
pertanyaan dengan baik pula
d) Jawaban tidak dibuat oleh orang lain tetapi benar oleh sumber yang telah
ditetapkan
e) Melalui wawancara, dapat ditanyakan hal-hal yang rumit dan mendetail.
Namun, wawancara juga memiliki kelemahan antara lain :
a) memerlukan banyak waktu dan tenaga dan juga mungkin biaya
b) dilakukan secara tatap muka, namun kesalahan bertanya dan kesalahan
dalam menafsirkan jawaban, masih bisa terjadi keberhasilan wawancara
sangat tergantung dari kepandaian pewawancara.
9
Contoh pertanyaan-pertanyaan yang biasa dilaksanakan pada saat
wawancara:
Pertanyaan-pertanyaan :
1. Apakah siswa mengalami kesulitan memahami petunjuk baik arahan dari
guru atau petunjuk dari dalam LKS?
2. Pada saat mengalami kesulitan apakah siswa berusaha betanya kepada
teman lain atau kepada guru ?
3. Apakah bimbingan guru selalu dibutuhkan siswa agar dapat memahami
materi pelajaran?
4. Apakahsiswa mempunyai buku paket atau referensi yang berhubungan
dengan materi yang sedang dibahas?
5. Apakah siswa selalu mengerjakan tugas-tugas dari guru?
6. Apakah materi pelajaran dirasakan siswa tidak ada manfaatnya dalam
kehidupannya kelak?
7. Apakah siswa di luar jam ataupun di rumah berusaha belajar dengan teman
yang lain?
8. Apakah menurut siswa lingkunga di sekolah (di dalam dan di luar kelas)
kondusif untuk belajar?
9. Apakah orang tua siswa di rumah menyuruh untuk belajar?
10. Apakah siswa mempunyai keinginan untuk keluar dari kesulitan yang
dihadapinya?
3. Kuesioner
a. Pengertian
Pada dasarnya, angket adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh
orang yang akan diukur (responden). Adapun tujuan penggunaan angket atau kuesioner
dalam proses pembelajaran terutama adalah untuk memperoleh data mengenai latar
belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan
proses belajar mereka. Hal ini juga disampaikan oleh Yusuf (dalam Arniatiu, 2010)
yang menyatakan kuisioner adalah suatu rangkaian pertanyaan yang berhubungan
dengan objek yang dinilai dengan maksud untuk mendapatkan data.
Selain itu, data yang dihimpun melalui angket biasanya juga berupa data yang
berkenaan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa dalam mengikuti
pelajaran. Misalnya: cara belajar, bimbingan guru dan orang tua, sikap belajar dan lain
sebagainya. Angket pada umumnya dipergunakan untuk menilai hasil belajar pada
ranah afektif. Angket dapat disajikan dalam bentuk pilihan ganda atau skala sikap.
b. Tujuan kuesioner/ angket
Adapun beberapa tujuan dari pengembangan angket adalah :
1) Mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dari siswa tentang pembelajaran
matematika.
10
2) Membimbing siswa untuk belajar efektif sampai tingkat penguasaan tertentu.
3) Mendorong siswa untuk lebih kreatif dalam belajar.
4) Membantu anak yang lemah dalam belajar.
5) Untuk mengetahui kesulitan – kesulitan siswa dalam pembelajaran
matematika.
c. Jenis kuesioner
Jenis-jenis kuesioner (menurut Yusuf , dalam Artiatiu, 2010)
1) Kuesioner dari segi isi dapat dibedakan atas 4 bagian yaitu:
a) Pertanyaan fakta adalah pertanyaan yang menanyakan tentang fakta antara
lain seperti jumlah sekolah, jumlah jam belajar, dll.
b) Pertanyaan perilaku adalah apabila guru menginginkan tingkah laku
seseorang siswa dalam kegiatan di sekolah atau dalam proses belajar
mengajar.
c) Pertanyaan informasi adalah apabila melalui instrument itu guru ingin
mengungkapkan berbagai informasi atau menggunakan fakta.
d) Pertanyaan pendapat dan sikap adalah kuesioner yang berkaitan dengan
perasaan, kepercayaan predisposisi, dan nilai-nilai yang berhubungan
dengan objek yang dinilai.
2) Kuesioner dari jenisnya dapat dibedakan atas 3 yaitu :
a) Tertutup, kuesioner yang alternative jawaban sudah ditentukan terlebih
dahulu. Responden hanya memilih diantara alternative yang telah
disediakan.
b) Terbuka, kuesioner ini memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengemukakan pendapatnya tentang sesuatu yang ditanyakan sesuai
dengan pandangan dan kemampuannya. Alternative jawaban tidak
disediakan. Mereka menciptakan sendiri jawabannya dan menyusun
kalimat dalam bahasa sendiri
c) Tertutup dan terbuka, kuesioner ini merupakan gabungan dari kedua
bentuk yang telah dibicarakan. Yang berarti bahwa dalam bentuk ini,
disamping disediakan alternative, diberi juga kesempatan keoada
siswa/mahasiswa untuk mengemukakan alternative jawabannya sendiri,
apabila alternative yang disediakan tidak sesuai dengan keadaan yang
bersangkutan.
11
3) Kuesioner dari segi yang menjawab dapat dibedakan atas 2, yaitu :
a) Kuesioner langsung, yaitu kuesioner yang langsung dijawab/diisi oleh
individu yang akan diminta keterangannya.
b) Kuesioner tidak langsung, yaitu kuesioner yang diisi oleh orang lain,
(orang yang tidak diminta keterangannya).
12
dokumen yang memuat tentang lingkungan non-sosial, seperti kondisi bangunan rumah,
ruang belajar, lampu penerangan dan sebagainya (Sudijono : 2009).
Beberapa informasi, baik mengenai peserta didik, orang tua dan lingkungannya
itu bukan tidak mungkin pada saat-saat tertentu sangat diperlukan sebagai bahan
pelengkap bagi pendidik dalam melakukan evaluasi hasil belajar terhadap peserta
5. Studi kasus
a. Pengertian
Studi kasus adalah mempelajari individu dalam proses tertentu secara terus
menerus untuk melihat perkembangannya (Djamarah : 2000). Misalnya peserta
didik yang sangat cerdas, sangat lamban, sangat rajin, sangat nakal, atau kesulitan
dalam belajar. Untuk itu guru menjawab tiga percayaan inti dalam studi kasus,
yaitu:
1) Mengapa kasus tersebut bisa terjadi?
2) Apa yang dilakukan oleh seseorang dalam kasus tersebut?
3) Bagaimana pengaruh tingkah laku seseorang terhadap lingkungan?
Studi kasus sering digunakan dalam evaluasi, bimbingan, dan penelitian.
Studi ini menyangkut integrasi dan penggunaan data yang komprehensif tentang
peserta didik sebagai suatu dasar untuk melakukan diagnosis dan mengartikan
tingkah laku peserta didik tersebut. Dalam melakukan studi kasus, guru harus
terlebih dahulu mengumpulkan data dari berbagai sumber dengan menggunakan
berbagai teknik dan alat pengumpul data. Salah satu alat yang digunakan adalah
depth-interview , yaitu melakukan wawancara secara mendalam, jenis data yang
diperlukan antara lain, latar belakang kehidupan, latar belakang keluarga,
kesanggupan dan kebutuhan, perkembangan kesehatan, dan sebagainya.
b. Kelebihan dan kekurangan
Seperti halnya alat evaluasi yang lain, studi kasus juga mempunyai
kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah dapat mempelajari seseorang
secara mendalam dan komprehensif, sehingga karakternya dapat diketahui
selengkap-lengkapnya. Sedangkan kelemahannya adalah hasil studi kasus tidak
dapat digeneralisasikan
13
D. Kesimpulan
Pelaksanakan evaluasi dalam dunia pendidikan, tidak hanya semata dapat
menggunakan instrument tes. Namun, kita bisa menggunakan instrument non tes dalam
kegiatan pengukuran dan penilaian. Teknik-teknik non-tes juga menempati kedudukan yang
penting dalam rangka evaluasi hasil belajar, lebih-lebih evaluasi yang berhubungan dengan
kondisi kejiwaan peserta didik, seperti persepsinya terhadap mata pelajaran tertentu, persepsi
terhadap guru, bakat dan minat, dan sebagainya. Yang semua itu tidak mungkin dievaluasi
dengan menggunakan tes sebagai alat pengikutnya.Bentuk-bentuk instrumen evaluasi non-
tes diantaranyaadalah wawancara (interview), pengamatan (observation), angket
(questionere), studi kasus, dan pemeriksaan dokumen (documentary).
14
E. Daftar Pustaka
1. Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
2. Arifin,Zaenal (2009), Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur, Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
3. Arniatiu (2010). Evaluasi Pembelajaran. Makalah Perkuliahan. Padang : Non-
Publikasi.
4. Bahri Djamarah, Saiful (2008). Psikologi Belajar. Jakarta : PT Rineka Cipta
5. Bahri Djamarah, Saiful (2000). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta: PT. Rineka Cipta,
6. Daryanto (2008), Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
7. Sudijono,Anas (2009) Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
8. Fuadi, Athok. Sistem Pengembangan Evaluasi. (Ponorogo Press, 2006).
9. Nana Sudjana. 1989. Penilaian hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya
10. Sukardi. 2008. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara
11. Sumiati dan Asra. 2007. Metode Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana Prima
12. Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung, PT Remaja
Rosdakarya
13. Widoyoko,S. Eko Putra (2009) Evaluasi Program Pembelajaran: Panduan Praktis
Bagi Pendidik dan Calon Didik, Yogyakarta: Pustaka Belajar
14. http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/makalah-evaluasi-pendidikan-non-
tes.html,08 September 2014
15
PROFESIONALISME GURU PADA ERA OTONOMI DAERAH
Sholatul Hayati
Abstrak
16
A. Pendahuluan
Sampai saat ini persiapan berbagai daerah dalam melaksanakan otonomi daerah
tampak lebih tertuju pada bagaimana memperoleh pemasukan uang sebesar-besarnya untuk
kas daerah. Misalnya, hal ini ditempuh dengan peningkatan besaran pajak PBB, kendaraan
bermotor, retribusi berbagai sektor, eksploitasi sumber daya alam tanpa batas dsb. Akibatnya,
banyak warga masyarakat yang semula membayangkan otonomi daerah sebagai salah satu
jalan meningkatkan kesejahteraan rakyat justru menjadi “jalan” kesengsaraan rakyat.
Kecenderungan semacam ini kalau dibiarkan terus-menerus akan sangat berbahaya sebab bisa
membiaskan tujuan otonomi daerah yang sebenarnya, yakni usaha untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat, sekaligus untuk meningkatkan kesejehteraan masyarakat di
berbagai daerah.
Dalam konteks ini, seharusnya perolehan pemasukan uang dari berbagai sumber itu
harus dipergunakan untuk urusan-urusan pelayanan publik seperti pelayanan bidang
kesehatan dan pendidikan. Berkaitan dengan diimplementasikannya otonomi daerah,
termasuk di dalamnya otonomi pendidikan, sudah barang tentu lembaga-lembaga pendidikan
di daerah harus berusaha meningkatkan kualitasnya. Lembaga-lembaga pendidikan dari
tingkat dasar, menengah, dan pendidikan tinggi sebagai pusat ilmu pengetahuan, ilmu
teknologi, dan budaya memiliki posisi yang cukup penting dan strategis (Eko Budihardjo,
2001).
17
Kebanyakan pemerintah daerah (tingkat I dan II) tidak memiliki sumber daya manusia
yang cukup handal untuk mengelola daerahnya secara optimal. Untuk itu, kerja sama yang
lebih erat antara lembaga pendidikan di daerah dengan pemerintah daerah setempat sangat
diperlukan. Hanya saja kesiapan daerah untuk melaksanakan otnonomi pendidikan
sebenarnya masih perlu dipertanyakan. Menurut pakar pendidikan Suyanto --yang juga rektor
Universitas negeri Yogyakarta (Kompas, 16-5-2001)—disebutkan bahwa bukan mustahil
kesiapan tersebut tampaknya masih sebatas pada tahapan kesiapan psikologis. Sementara itu,
kesiapan teknis dan profesionalnya masih diragukan. Misalnya, apakah setiap sekolah
didaerah telah siap melaksanakan manajemen pendidikan berbasis sekolah (MBS), sebab
untuk melaksanakan hal ini ada berbagai persyaratan yang harus dipenuhi, terutama
menyangkut sumber daya manusia, lingkungan sekolah dan masyarakat.
Dalam rangka mengisi format otonomi daerah yang berdaya guna bagi kesejahteraan
masyarakat banyak itulah maka peningkatan kualitas pendidikan diperlukan. Salah satu cara
yang bisa ditempuh dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan adalah dengan cara
meingkatkan profesionalisme para guru.
18
tidak sesuai dengan bidang keahliannya (Kompas, 16-5-2001). Mendiknas Yahya Muhaimin
mengakui bahwa bahwa kualifikasi guru di tingkat SD, SLP, dan SLA masih sangat rendah.
Mengingat guru menjadi kunci utama dalam peningkatan utama mutu pendidikan nasional,
maka kondisi guru yang memprihatinkan itu harus segera diperbaiki (Kompas, 29-1-2001).
Berbagai fakta yang ada menunjukkan bahwa tidak sedikit kegiatan program
penataran yang ‘gagal’ karena biaya penyelenggaraannya lebih besar dari output yang
diperoleh (Djoko S. Passandaran, 2001). Bisa jadi programnya memang bagus, tetapi
mungkin karena penyelenggaraannya cenderung tidak profesional, maka proyek tersebut
kurang berpengaruh terhadap kinerja guru.
19
1. Peran sebagai pengajar atau instruktur
Dalam hal ini, guru harus menyampaikan sejumlah materi pelajaran sesuai dengan
GBPP yang berupa informasi, fakta serta tugas ketrampilan yang harus dikuasai oleh siswa.
Dalam perannya sebagai pengajar, maka seorang guru harus melakukan beberapa hal berikut
ini.
g. fisik siswa.
20
Apabila seorang guru dalam melaksanakan kewajibannya sebagai pendidik
telah melaksanakan kelima kompetensi di atas berarti ia telah menempuh jalan
menuju sikap yang profesional. Kebutuhan guru yang profesional sangat mendesak.
Hal ini berdasarkan fakta sebagaimana dinyatakan Mendiknas Yahya Muhaimin
bahwa secara administratif pada seluruh tingkatan jenjang pendidikan dari SD hingga
SLA masih rendah (Kompas, 29-1-2001). Lebih jauh dinyatakan Yahya Muhaimin
bahwa berdasarkan aturan pemerintah sebenarnya hampir 70% guru SD tidak layak
mengajar, sebab mereka belum mengambil program penyetaraan pendidikan yang
minimal D-2.
Keberadaan guru-guru yang profesional memiliki arti yang signifikan bagi
pengembangan suatu daerah dalam rangka otonomi daerah seperti saat ini. Bisa
demikian karena dengan hadirnya para guru yang profesional kelak akan dilahirkan
sejumlah SDM yang berkualitas. Dengan SDM yang berkualitas maka dengan
sendirinya daerah bisa memenuhi berbagai kebutuhan tenaga ahli yang siap
mengembangkan pembangunan di daerah sesuai dengan bidang yang dibutuhkan.
Karena itu, profesionalisme para guru bukan saja berdampak terhadap
peningkatan kualitas pendidikan. Namun lebih jauh hal itu akan berpengaruh terhadap
pelayanan kesejahteraan masyarakat setempat.
Kedua masalah ini sekarang sama-sama meghantui dunia pendidikan di tanah air.
Berdasarkan penelitian Human Development Index (HDI) pada tahun 2000 disebutkan bahwa
dari penelitian terhadap kualitas sumber daya manusia di 134 negara, maka Indonesia
menduduki peringkat ke-109 (Ali Khomsan, 2000. Sementara itu, peringkat kualitas SDM
negara-negara Asean lain seperti Vietnam peringkat ke-103, malaysia ke-53, Thailand ke-52,
Brunei ke-36, dan Singapura ke-34.
21
Berdasarkan peringkat tersebut kelihatan bahwa kualitas SDM kita jauh di bawah
negara-negara Asean, kecuali dari Vietnam. Dalam kondisi kualitas SDM yang demikian
maka akan sulit bagi bangsa Indonesia untuk menghadapi persaingan lapangan pekerjaan
dalam era perdagangan bebas Asean maupun dunia (World Trade Organization). Kondisi
rendahnya kualitas SDM ini kalau tidak segera diatasi, maka di masa mendatang jabatan-
jabatan penting atau profesi-profesi bergengsi di berbagai bidang pekerjaan akan diduduki
oleh tenaga kerja asing. Pada kondisi demikian generasi muda Indonesia hanya menjadi
penonton dari sepak terjang para pekerja luar negeri yang bekerja di sini.
Memang membangun sektor pendidikan tidak akan pernah selesai dan tuntas
sepanjang peradaban manusia itu masih ada. Ketika sebuah persoalan yang muncul selesai
ditangani, bukan mustahil akan muncul persoalan baru yang lain. Hal ini tentu saja tidak bisa
dilepaskan dari kodrat perkembangan masyarakat yang senantiasa berubah-ubah pula. Untuk
itu, agar bangsa ini memiliki peran yang penting dalam kehidupan umat manusia, baik yang
terjadi dalam skala lokal, nasional, regional, mapun global, maka sistem pendidikan yang ada
harus mampu memberdayakan masyarakat secara luas (Suyanto, 2001). Dalam hal ini, salah
satu ciri masyarakat yang diberdayakan oleh sistem pendidikan adalah dimilikinya unggulan
komparatif dalam konteks global. Artinya, masyarakat kita memiliki keunggulan tertentu
yang bisa bersaing dengan bangsa-bangsa lain.
22
D. Kesimpulan
Berdasarkan sejumlah uaraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam rangka
mensukseskan program otonomi daerah, maka daerah-daerah perlu menyiapkan kualitas
sumber daya manusia yang memadai. Kualitas sumber daya manusia bisa dtingkatkan
apabila berbagai lembaga pendidikan yang ada, dari pendidikan SD, SLP, SLA hingga
perguruan tinggi juga berkualitas. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas lembaga
pendidikan adalah dengan cara meningkatkan kompetensi para guru secara memadai
sehingga para guru menjadi pendidik-pendidik yang profesional. Dengan demikian, ada
hubungan kausalitas atau sebab akibat antara peningkatan kualitas para guru (profesional)
dengan keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah.
23
E. Daftar Pustaka
1. Ali Khomsan, “Peringkat SDM Kita”, Kompas, 29-9-200, Jakarta.
2. Djoko S. Passandaran, “Pendidikan Kita Menghadapi Otonomi Daerah”Kedaulatan
Rakyat, 30-1-2001, Yogyakarta.
3. Eko Budiardjo, “Pendidikan Berbasis Potensi Lokal”, Kompas, 28-3-2001, Jakarta.
4. Kompas, “Mutu Guru Terus Ditingkatkan”, 29-1-2001, Jakarta.
5. Kompas, “Disentralisasi Bisa Turunkan Mutu Pendidkan”, 16-5-2001, Jakarta
6. Suyanto, “Tantangan Pendidikan Hadapi Globalisasi, Kompas, 16-5-2001, Jakarta.
7. Umar Hadi, “Pengelolaan Kelas”, Makalah tanpa tahun, tanpa keterangan.
24
RUMUSAN PENDIDIKAN TENTANG HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT
Rudi Hartono
Program Study PAI
STIT Al-Khairiyah Cilegon
Jalan H. Enggus Arja No. 1 Link. Citangkil Cilegon 42443
Abstrak
Dalam rumusan pendidikan tentang hukum, utamunya hukum Islam termasuk juga hukum
kawarisan di Indonesia, terjadi perdebatan sengit antara para ahli hukum mengenai status
hukum adat. Karena itu, timbul 3 (tiga) mengenai hubungan hukum Islam dengan hukum
adat, yaitu: teori receptio a contrario in complexu, dan teori receptie. Berlakunya hukum
kewarisan Islam di Indonesia bukan melalui teori receptio in complexu dan teori receptie
melainkan hukum kewarisan Islam yang berlaku karena kedudukan hukum Islam itu sendiri.
Selain teori receptio a contrario yang disebutkan di atas, juga digunakan rumusan-rumusan
garis hukum di dalam perundang-undangan dan Komplisai Hukum Islam, Qur’an Hadits
Rasulullah, dan pendapat para sahabat Rasulujllah serta ahli hukum Islam.
25
A. Hukum dalam Pandangan Masyarakat Islam Indonesia
Hukum waris Islam telah berjalan ditengah-tengah masyarakat Islam Indonesia. Pada
tahun 1992, pemerintah Belanda membuat sebuah komisi untuk meninjau kembali wewenang
Priesterraad atau Raad Agama di Jawa dan Madura. Sebelum itu, yakni pada tahun 1882
secara resmi menurut hukum ketatanegaraan Hindia Belanda Pengadilan Agama Berwenang
mengadili perkara kwearisan orang-orang Islam menurut ketentuan hukum Islam. (Ali,
2005:100) namun sesudah tahun 1937 berdasarkan statsbald 1937 No. 166 perselisishan
tentang waris dipindahkan dari pengadilan Agama ke Pengadilan negri dengan menggunakan
hukuman adat. Sedangkan diluar Jawa dan Madura tetap menjadi wewenang Pengadilan
Agama sepanjang hukum waris Islam telah hidup terlebih dahulu dalam masyarakat. Dengan
demikian hukum waris yang berlaku bagi umat Islam di Indonesia adalah hukum waris adat
dan hukum waris Islam.
1. Bagi warga Negara golongan Indonesia asli berlaku hukum adat. Terdapt perbedaan
hukum waris antara suatu daerah dengan daerah lainnya yang disebabkan adanya
perbedaan sistem keturunan. Hukum waris adat di daerah yang sistem keturunannya
Patrilinial berbeda dengan daerah yang sistem keturunannya Matrilinila dan berbeda
dengan daerah yang yang sistem keturunannya Parental (Bilateral).
2. Khsusu bagi warga Negara Indonesia asli yang beragama Islam berlaku dualisme
hukum waris, yaitu hukum waris adat dan hukum waris Islam.
3. Bagi golonga Timur Asing bukan Tioanghoa berlaku hukuman waris adatnya
masing-masing.
26
4. Bagi golongan Tionghoa dan Eropa berlaku hukum waris dari BW II title 12 sampai
dengan 18 pasal 830 sampai dengan 1130
27
terhadap upaya yang telah ia lakukan dan pahala menemukan kebenaran. Namun
apabila Pengertian waris dalam Islam sama dengan yang dinamakan istilah Al-Irts,
Maurus, At-Turats, itu semua artinya pusaka budel, peninggalan harta benda yang
ditinggalkan orang mati (Hassan, 1981:26) “Mauruts ialah harta benda yang
ditinggalkan oleh si mati yang bakal di pusakai oleh para ahli waris setelah diambil
biaya-biaya perawatan si mati, melunasi hutang-hutang dan melaksanakan wasiat.
(Rahman, 1981:36)”ia tidak menemukan kebenaran (salah) dalam upaya menggali
hukum tersebut, maka ia akan mendapatkan satu pahala, yaitu pahala terhadap
Jadi pengertian hukum waris Islam adalah segala harta benda yang
ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal dunia yang akan diwarisi oleh para ahli
waris yang telah ditentukan syara’ setelah diambil untuk biaya-biaya perawatan si
mayit, melunasi hutang-hutangnya dan melaksanakan wasiatnya jika ada dalam dalam
hal pembagiannya telah ditentukan dalam al-Qur’an dan As-Sunnah.
Islam mempunyai metode dan sistem pewarisan yang berbeda dengan sistem
pewarisan adat dan sistem pewarisan BW, dimana sistem pewarisan Islam
menggariskan maksud dan tujuan pewarisan tidak saja untuk kepentingan kedudukan
pribadi tetapi lebi luas dari itu dalam pandangan sosial kemasyarakatan,
memperhatikan kerabat lainnya yang tidak mampu atau miskin. Hal ini dinyatakan
dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 7 dan 8.
Dalam sistem individual hukum waris adat, belum ditentukan bagian yang
pasti tentang bnayak sedikitnya bagian setiap ahli waris, akan tetapi sistem hukum
waris Islam sudah ditentukan bagian masing-masing ahli waris dari harta yang
ditinggalkan si mati, setelah dikeluarkan biaya-biaya perawtan, unutk melunasi
hutang-hutangnya dan untuk melaksanakan wasiatnya jika ada. Hal tersebut lebih
jelasnya dinyatakan dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 11, 12, dan 176
28
3. Pewaris atau Mawaris dan Ahli Waris
Pewaris atau Mawaris ialah orang yang meninggal dunia atau mati, baik mati
hakiki maupun mati hukumi dengan meninggalkan harta benda yang akan diwariskan
kepada ahli warisnya. Mati hakimi ialah suatu kematian yang dinyatkan oleh putusan
hakim atas dasar beberapa sebab, meskipun sesungguhnya ia belum mati sejati,
seperti orang yang dinyatakan hilang.
Ahli waris ialah orang yang akan mewarisi atau orang yang akan menerima
harta peninggalan dari orang yang meninggal, lantran mempunyai sebab-sebab untuk
mewarisi yang telah ditentukan oleh syara’, seperti adanya ikatan perkawinan,
hubungan darah dan hubungan hak perwalian dengan orang yang meninggal.
Golongan ahli waris menurut hukum Islam terdiri dari laki-laki dan perempuan yang
jumlah seluruhnya 25 orang, terdiri dari 15 orang laki-laki dan 10 orang perempuan.
Ahli waris laki-laki yang terdiri dari 15 orang adalah sebagai berikut :
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah
c. Ayah
d. Kakek
e. Saudar laki-laki se-ibu se-ayah
f. Saudara laki-laki se-ayah
g. Saudara laki-lkai se-ibu
h. Kemenakan laki-laki (anak laki-lkai dari nomor 5)
i. Kemenakan laki-laki (anak laki-lkai dari nomor 6)
j. Saudara ayah (paman) yang se-ibu dan se-ayah
k. Saudara ayah (paman) yang se-ayah
l. Anak paman yang se-ibu se-ayah (anak laki-laki dari nomor 10)
m. Anak paman yang se-ayah (anak laki-laki dari nomor 11)
n. Suami
o. Orang laki-laki yang memerdekakannya
29
Adapun ahli waris dari pihak perempuan terdiri dari 10 orang, yaitu:
a. Anak perempuan
b. Anak perempuan dari laki-laki dan seterusnya ke bawah berturut-turut dari jurusan
laki-laki
c. Ibu
d. Nenek perempuan (ibunya ayah) dan seterusnya berturut-turut dari jurusan
perempuan
e. Nenek perempuan (ibunya ayah) dan seterusnya ke atas yang melalui jalur dari
jurusan ayah 9 laki-laki
f. Saudara perempuan yang se-ibu dan se-ayah
g. Saudara perempuan yang se-ayah
h. Saudara perempuan yang se-ibu
i. Istri
j. Orang perempuan yang memerdekakannya. (Anwar, 1981:21-22)
Dari 25 jumlah ahli waris tersebut di atas, dapat dibagi menjadi 2 golongan,
yakni ahli waris dzawul furud dan ahli waris ‘ashabah. Ahli waris dzawul furud ialah
ahli waris yang mendapat bagian tertentu dalam Al-Qur’an dan As-Sunah, sedangkan
ahli waris ‘ashabah ialah ahli waris yang tidak tentu bagiannya. Ahli waris ‘ashabah
ini kalau sendirian tidak bersama-sama dengan ahli waris dzawir furud maka semua
harta warisan menjadi kepunyaanya, sedangkan kalau bersama-sama dengan ahli
waris dzawil furud maka bagiannya adalah sisa harta warisan setelah dikurangi bagian
ahli waris dzawil furud dan kalau tidak ada sisanya sama sekali maka dengan
sendirinya ahli waris ashabah tidak mendapatkan apa-apa.
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki
c. Bapak dari pewaris
d. Kakak dari pewaris
e. Saudara laki-laki se-ibu se-bapak saja atau se-ibu saja
f. Anak laki-laki dari saudar se-ibu se-bapak atau se-bapak saja
g. Anak laki-laki dari paman atau bibi
h. Laki-laki yang memerdekakan pewaris (Hasan, 1981:27)
30
Di samping ahli waris dzawil furud dan ahli waris ‘ashabah, terdapat pula ahli
waris yang disebut dzwail arham, yaitu keluarga yang mempunyai hubungan darah
dengan si mati selain orang-orang di atas. Ahli waris dzawil furud arham tidak
mempunyai bagian tertentu dalam Al-Qur’an. Dalam hal ini terdapat perbedaan
pendapat antara para ulama. Menurut Imam Syafe’i dan Imam Malik dzawul arham
tidak berhak mewarisi, yang berhak ialah ummat Islam, dengan alasan bahwa dalam
soal waris pada dasarnya sesuatu ketentuan yang tidak dapat ditetapkan kecuali
berdasarkan Al-Qur’an, Hadits atau Qiyash.
Sedangkan menurut Imam Hanafi, bahwa dzawul furud berhak mewarisi, atau
lebih berhak dibandingkan dengan umat Islam lainnya, dengan alasan ayat Al-Qur’an
ayat 75 dengan surat An-Nisa ayat 7
4. Harta warisan
Harta warisan yang disbut juga Maurus atau tirkah yang menurut Drs. Fatchur
Rahman adalah:
Apa-apa yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia yang dibenarkan
oleh syari’at untuk dipusakai oleh para ahli waris.”” (Rahman, 1981:36)
31
a. Kebendaan dan sifat-sifat yang mempunyai nilai-nilai kebendaan
b. Hak-hak kebendaan
c. Hak-hak yang bukan kebendaan
d. Benda-benda yang bersangkutan dengan hak orang lain (Rahman, 1981:36)
Jadi harta warisan menurut Islam mencakup segala apa yang ditinggalkn oleh
si mati, baik berupa benda maupun hak-hak, baik hak-hak kebendaan maupun bukan
hak-hak kebendaan yang akan diwariskan kepada para ahli waris setelah dikurangi
ongkos-ongkos penguburan, membayar hutang-hutang jika ada dan melaksanakan
wasiat pewaris sendiri jika ada yang bersangkutan dengan harta peninggalan dengan
ketentuan tidak boleh melebihi sepertiga dari harta peninggalan.
Ahli waris yang mendapat dua pertiga ada 4 (emapat) orang, yaitu:
a. 2 orang anak perempuan atau lebih, dengan ketentuan bila merka tidak bersama-
sama dengan mu’ashshibnya (orang yang menjadiakn ‘ashobah)
b. 2 orang cucu perempuan pancar laki-laki atau lebih, dengan ketentuan bila mereka
tidak bersama-sama dengan anak perempuan kandung atau mu’ashshibnya
c. 2 orang saudari kandung atau lebih, dengan ketentuan mereka tidka bersam-sama
dengan mu’ashshibnya
d. 2 orang saudari se-ayah atau lebih dengan ketentuan bila si mati tidak mempunyai
anak perempuan kandung, atau cucu perempuan pancar laki-laki atau saudari
kandung.
a. Ibu, dengan ketentuan bila ia tidak bersama-sama dengan far’u warits, laki-laki
maupun perempuan-perempuan atau bila ia tidak bersama-sama dengan 2 orang
saudar-saudari sekandung atau se-ayah atau se-ibu saja.
b. Anak-anak ibu (saudara se-ibu bagi si mati) laki-laki maupun perempuan atau tidak
bersama-sama dengan ahlu waris laki-laki (seperti ayah dan kakek shahish).
a. Ayah, dengan ketentuan bila ia bersama-sama dengan far’u warits laki-laki (yaitu
anak laki-laki atau cucu laki-laki pancar laki-laki betapa rendah menurunnya)
32
b. Ibu, dengan ketentuan bila ia mewarisi bersama-sama dangan fur’u warits secara
mutlak atau bersama-sama dengan dua orang tau lebih saudara-saudari secara
mutlak.
c. Kakek shahih, bila ia mewarisi bersama-sama dengan fur’u warits laki-laki
d. Nenenk shahih, bila ia tidak bersama-sama dengan ibu.
e. Saudara se-ibu, laki-laki maupun perempuan bial ia mewarisi bersama-sama
dengan fur’u warits laki-laki maupun perempuan atau mewarisi bersama-sama
dengan ashul warits laki-laki
f. Cucu perempuan pancar laki-laki, bial ia mewarisi bersama-sama dengan dengan
seorang anak perempuan kandung.
g. Seorang saudari se-ayah atau lebih, bila ia bersama-sama dengan saudari kandung.
a. Suami, dalam kedaan bila ia mewarisi bersama-sama dengan fur’u warits bagi si
istri baik yang lahir dari perkawinannya dengan suami tersebut, maupun yang lahir
dari perkawinannya dengan suami yang terdahulu.
b. Istri, dengan ketentuan bila ia tidak mewarisi bersma-sama dengan fur’u warits,
baik yang lahir dari perkawianannya dengan istri itu sendiri, maupun yang lahir
dari perkawinannya dengan istri yang terdahulu.
Ahli waris yang mendapat seperdelapan hanya seorang saja, yaitu: Istri, dalam
ketentuan bila ia mewarisi bersama-sama dengan fur’u waritd bagi suami, baik yang
33
lahir dari perkawinannya dengan istri tersebut maupun lahir dari perkawianannya
dengan istri terdahulu. (Rahman, 1981:128-130)
Istilah waris di dalam kelengkapan istilah hukum waris adat diambil alih dari
bahasa Arab yang menjadi bahasa Indonesia, dengan pengertian bahwa di dalam
hukum waris adat tidak semata-mata hanya akan menguraikan tentang waris dalam
hubungannya dengan ahli waris, tetapi lebih luas dari itu. (Hadikusuma, 19)
a. Warisan
Istilah ini menunjukkan harta kekayaan dari pewaris yang telah wafat, baik
harta itu telah dibagi atau masih dalam keadaan tidak terbagi-bagi. Istilah ini dipakai
untuk membedakan dengan harta yang didapat seseorang bukan dari peninggalan
pewaris tetapi didapat sebagai hasil usaha pencaharian sendiri di dalam ikatan
perkawinan. Jadi warisan atau harta warisan adalah harta kekayaan seseorang yang
telah wafat.
b. Peninggalan
Istilah ini menunjukkan harta warisan yang telah terbagi-bagi dikarenakan
salah seorang pewaris masih hidup. Misalnya harta peniggalan ayah yang telah wafat
tetapi masih dikuasai ibu yang masih hidup atau sebaliknya ibu yang telah wafat tetapi
masih dikuasai ayah yang masih hidup. Termasuk di dalam harta peninggalan ini ialah
harta pusaka.
c. Pusakah
Istilah ini yang lengkapnya disebut harta pusaka, dapat dibedakan anatara
pusaka tinggi dengan pusaka rendah. Harta pusaka tinggi adalah harta peniggalan dari
34
zaman leluhur, yang dikarenakan kedaannya, kedudukannya dan sifatnya tidak dapat
atau tidak patut dan tidak pantas dibagi-bagi.
d. Pewaris
e. Pewarisan
f. Waris
Istilah ini dipakai untuk menunjukkan orang yang mendapat harta warisan,
yang terdiri dari ahli waris yaitu mereka yang berhak menerima warisan atau bukan
ahli waris tetapi kewarisan juga harta warisan. Jadi waris yang ahli waris ialah orang
yang berhak mewarisi, sedangkan yang bukan ahli waris adalah orang yang kewarisan
(Hadikusuma, 21-23) Unutk lebih jelasnya baiklah dikemukakan juga bagaimana
pendapt-pendapat para ahli hukum adat mengenai pengertian hukum waris adat.
Ter Haar memberikan memberikan suatu pengertian tentang hukum waris adat
yang dwdikutip oleh Hilman Hadikusuma, dimana ia menyatakan bahwa “......hukum
waris adat ialah aturan-aturan hukum mengenai cara bagaimana dari abad ke abad
35
penerusan dan peralihan dari harta kekayaan berwujud dan tidak berwujud dari
generasi pada generasi ” (Hadikusuma, 17)
Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan oleh kedua ahli hukum adat
tersebut, maka dapatlah diambil suatu pengertian bahwa hukum waris adat memuat
ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang cara penerusan dan peralihan harta
kekayaan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dari pewaris kepada
generasi berikutnya.
Cara penerusan dan peralihan harta kekayaan, menurut hukum adat dapat
berlaku sejak pewaris masih hidup maupun setelah pewaris meninggal dunia. Menurut
Hilman Hadikusuma, hukum waris adat itu mempunyai corak dan sifat-sifat tersendiri
yang khas Indonesia yang berbeda dengan hukum Islam maupun hukum barat.
Dimana letak perbedaanya terletak pada latar belakang alam fikiran bangsa Indonesia
yang berfalsafah Pancasila dengan masyarakat yang bhineka tunggal ika. Latar
belakang itu pada dasarnya adalah kehidupan bersama yang bersifat tolong- menolong
guna mewujudkan kerukunan, keselarasan dan kedamaian di dalam hidup.
(Hadikusuma, 19)
Sifat hukm waris adat berlainan dengan hukum waris Islam dan hukum waris
barat yang sama-sama berlaku dalam tata hukum Indonesia, perbedaanya nampak
jelas dalam harta warisan, ahli waris dan cara pembagiannya. Menurut halim Halim
Hadikusuma, harta warisan adat tidak merupakan kesatuan yang dapat dinilai
harganya, tetapi merupakan kesatuan yang tidak berbagi atau dapat dibagi menurut
jenis macamnya dan kepentingan para warisnya. (Hadikusuma, 19)
Selanjutnya beliau mengatakan bahwa harta warisan adat tidak boleh dijual
sebagai kesatuan dan uang penjualan itu lalu dibagi-bagikan kepada para waris
menurut ketentuannya yang berlaku. (Hadikusuma, 19). Dengan demikian harta
warisan menurut hukum adat ada dua macam, yaitu harta warisan yang dapat
36
dibagikan kepada ahli waris dan harta yang tidak dapat dibagikan kepada para ahli
waris.
Harta yang tidak dapat diwariskan secara perorangan kepada ahli waris adalah
milik bersama para ahli waris yang dapat dipakai dan dinikmati bersama serta diambil
manfaatnya.
Adapun harta warisan yang terbagi pada para ahli warisnya, menurut Haliman
Hadikusuma, apabila si ahli waris tersebut akan menghilangkannya atau menjualnya,
37
harus dimintakan pendapat diantara para anggota kerabat, agar tidak melanggar hak
ketetanggaan (naastingsrecht) dalam kerukunan kekerabatan. (Hadikusuma, 19)
Dengan demikian perbedaan hukum waris adat dengan hukum waris barat dan hukum
waris Islam adalah sebagai berikut:
Hukum waris adat tidak mengenal asas “Legitime protie” atau bagian mutlak
sebagaimana hukum waris Islam. Hukum waris adat tidak mengenal adanya hak bagi
ahli waris untuk menuntut swaktu-waktu agar harta warisan dibagi-bgaikan,
sebagaimana hukum waris berat dan hukum waris Islam merupakan suatu ketentuan
bahwa apabila seorang meninggal dunia, maka agar segera dilakukan pembagian
warisan agar yang meninggal dunia dapat tentram karena segal hutang-hutangnya
telah terselesaikan, disamping agar tidak timmbul perselisihan dikemudian hari antara
ahli waris.
Meskipun menurut hukum waris adat tidak mengenal hak bagi ahli waris
untuk menuntut sewaktu-waktu agar harta warisan dibagi-bagikan, namun menurut
Halima Hadikusuma jika ahli waris mempunyai kebutuhan atau kepentingan maka ia
dapat saja mengajukan permintaannya untuk dapat menggunakan harta warisan
dengan cara musyawarah dan bermufakat dengan para waris lainnya. (Hadikusuma,
20)
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, hukum waris adat adalah waris yang
memuat garis-garis ketentuan yang berbeda-beda antara daerah dengan daerah lainnya
dalam sistem hukum warisnya sesuai dengan kedaan masyarakat Indonesia yang
Bhineka yang mempunyai bentuk-bentuk kekerabatan dengan sistem keturunan yang
berbeda-beda. Sistem keturunan yang berbeda-beda ini, nampak pengaruhnya dalam
sistem pewarisan adat. Secara teoritis menurut Halima Hadikusuma sistem keturnan
ada tiga macam, yaitu:
a. Sistem Patrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak,
dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita di
dalam pewarisan (gayo, Alas, batak, Nias, Lampung, Buru, Seram, Nusa Tengara,
Irian).
38
b. Sistem Matrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis Ibu, dimana
kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria di dalam
pewarisan (Minangkabau, enggono, Timor)
c. Sistem Parental atau Bilateral, yautu sistem keturunan yang ditarik menurut garis
orang tua, atau menurut garis dua sisi (bapak-ibu), dimana kedudukan pria dan
wanita tidak dibeda-bedakan di dalam pewarisan (Aceh, Sumatra Timur, Riau,
Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lain) (Hadikusuma, 33)
a. Sistem pewarisan Individual, yaitu sistem pewarisan adat, dimana setiap ahli waris
akan mendapat bagiannya msing-masing untuk dimiliki dan dikuasai sepenuhnya.
Dengan pemilikan tersebut ia dapat mengusahakan, menikmati ataupun dialihkan
39
kepada ahli waris lainnya, kerabat, tetangga, maupun orang lain. Sistem individual
ini, banyak berlaku dikalangan masyarakat yang sistem kekeluargaanya bersifat
bilateral, seperti di Jawa
b. Sistem pewarisan Kolektif, yaitu suatu sistem pewarisan yang mengandung
kebersamaan dalam pemilikan dan penguasaan harta warisan yang ditinggalkan,
dimana harta warisan ini merupakan kesatuan yang tidak terbagi-bagi penguasaan
dan pemilikannya, melainkan setiap ahli waris berhak untuk mengusahakan,
menggunakan atau untuk mendapatkan hasil dari harta peninggalan itu yang diatur
bersama berdasarkan atas dasar musyawarah dan mufakat oleh semua anggota
kerabat yang berhak atas harta peninggalan itu di bawah bimbingan kepala kerabat.
Sistem pewarisan kolektif ini, misalnya dianut didaerah Minangkabau yang
menganut sistem kekeluargaan matrilinial.
c. Sistem Pewarisan Mayorat, yaitu suatu sistem pewarisan yang sebenarnya sama
dengan sistem pewarisan kolektip, hanya penerusan dan pengalihan hak
penguasaan atas harta yang tidak terbagi-bagi itu dilimpahkan kepada anak tertentu
yang bertugas sebagai pemimpin rumah tangga atau kepala keluarga yang
menggantikan kedudukan ayah atau ibu yang sudah meninggal. Anak tertentu
dalam kedudukannya sebagai penerus tanggung jawab orang tua yang meniggal
berkewajiban mengurus dan memelihara saudara-saudara yang lain terutama
bertanggung jawab atas harta warisan dan adik-adiknya yang masih kecil sampai
mereka mereka dapat berumah tangga dan berdiri sendiri dalam suatu wadah
kekerabatan yang turun temurun. Seperti di Bali, dimana terdapat hak mayorat
anak laki-laki tertua dan ditanah Semendo Sumatra Selatan, dimana terdapat hak
mayorat anak perempuan tertua (Hadikusuma, 34-38)
Dalam hal ini, Prof. Dr. Hazairin SH. Mengemukakan bahwa: sistem
kewarisan yang individual bukan saja dapat dijumpai dalam masyarakat bilateral,
tetapi juga dapat dijumpai dalam masyarakat patrilinial, seperti di Batak, malahan
di Batak itu disana sini mungkin pula dijumpai sistem mayorat dan sistem kolektifp
40
yang terbats demikian juga sistem mayorat (hak anak perempun yang tertua) itu,
selain terdapat dalam masyarakat Patrilinila yang beralih-alih di tanah Semendo,
dijumpai pula pada masyarakat bilateral orang Dayak di Kalimantan Barat,
sedangkan sistem kolektif itu di dalam masyarakat bilateral, seperti di Minahasa
sulawesi Uatara. (Hazairin, 1982:15) Sedangkan waris menurut BW dan sistem
pewarisannya akan berbeda, sedikit penulis akan mambahas sekedar pengetahuan
saja.
Suruni Ahlan Syarif SH, hukum waris BW adalah hukum harta kekayaan
yang dalam lingkungan keluarga karena karena wafatnya seseorang, maka akan ada
pemindahan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati akibat dari pemindahan
ini bagi orang-orang yang memperolehnya baik dalam hubungan antara mereka
maupun antara mereka dengan pihak ketiga (Syarif, 1983:15)
Sedangkan menurut Prof. Subekti SH, hukum waris BW adalah mengatur hal
ihwal tentang benda atau kekayaan seseorang jikalau ia meninggal. Juga dapat
dikatakan bahwa hukum waris itu mengatur akibat-akibat keluarga terhadap harta
peninggalan seseorang. (Subekti, 1980:17)
2. Sistem Pewaris BW
41
a. Dalam hal seseorang mempunyai hak atas sebagian dari sekumpulan harta benda,
seseorang itu tidak dipaksa memberikan harta benda itu tetap tidak dibagi-bagi
diantara orang-orang yang bersama-sama berhak atasnya.
b. Pembagian harta benda ini selalu dapat dituntut, meskipun ada suatu perjanjian
yang betentangan dengan itu.
c. Dapat diperjanjikan, bahwa pembagian harta benda itu dipertangguhkan selama
waktu tertentu.
d. Perjanjian semacam ini hanya dapat berlaku selama lima tahun tetapi dapat
diadakan lagi, kalau tenggang waktu lima tahun itu berlalu. (Prodjodikoro, 20)
42
Golongan Pertama
Golongan Kedua
Adalah orang tua dan saudara-saudara pewaris, dimana bagi orang tua
disamakan dengan bagian saudara-saudara pewaris, namun ada jaminan bagi orang
tua yang tidak kurang dari seperempat dari harta peninggalan, sebagaimana
termaktub dalam pasal 854, 855 dan 856 KUH Perdata.
Golongan Ketiga
Adalah para anggota keluarga pihak ayah dan para anggota keluarga pihak
ibu dalam hal tidak ada golongan pertama dan kedua. Dalam hal ini harta di bagi dua
yang sama (kloving) dan masing-masing golongan ini mengadakan pembagian
sendiri seolah-olah telah terbuka suatu warisan sendiri, namun tidak dimungkinkan
terjadi suatu kali saja, sebagaimana termaktub dalam pasal 853 jo pasal 859 KUP
Perdata.
Golongan Keempat
3. Harta Warisan
Pada hakikatnya harta warisan yang diwarisi oleh ahli waris itu, menurut
BW tidaklah hanya hal-hal yang bermanfaat saja bagi mereka, melainkan juga
43
hutang-hutang dari si peninggal warisan, dalam arti bahwa kewajiban membayar
hutang-hutang itu pada hakekatnya beralih juga kepada para ahli waris.
Dalam pasal 833 BW ditentukan, bahwa para ahli waris dengan sendirinya
sejak waktu wafatnya si peninggal warisan dianggap memiliki segala barang-barang,
hak-hak dan piutang milik si wafat. Jadi seolah-olah para ahli waris melanjutkan
kedudukan si wafat dalam masyarakat terhadap kekayaannya. Dengan demikian,
hak-hak dan kewajiban-kewajiban si peninggal warisan mengenai kekayaannya
sejak wafatnya dengan sendirinya beralih pada ahli waris.
Yaitu terdiri dari anak beserta keturunannya dalam garis lurus ke bawah
dengan tidak membedakan laki-lakai atau perempuan serta janda atau duda, maka
harta warisan seluruhnya harus dibagi sebagai berikut :
Apabila anak-anak dari si mati masih hidup, maka anak-anak itu serta janda
mendapat masing-masing satu bagian yang sama, jadi apabila ada misalnya 4 anak
dan janda, maka mereka masing-masing mendapat 1/5 bagian.
Apabila salah seorang anak sudah meninggal lebih dahulu dan ia mempunyai
anak (cucu dari si peninggal warisan), maka menurut pasal 842 BW cucu tersebut
mendapat 1/5 bagian selaku pengganti ahli waris dari bapaknya yang meninggal
lebih dahulu.
Pembagian harta warisan untuk ahli waris dari golongan ke II ini, diatur
dalam pasal 854, 855, dan pasal 856 BW. Menurut pasal-pasal ini apabila ahli waris
terdiri dari ayah, ibu dan beberapa saudara kandung dari si mati, maka mereka
44
masing-masing menadapat bagian yang sama, akan tetapi bagian dari ayah dan ibu,
masing-masing tidak boleh kurang dari ¼ bagian dari seluruh harta warisan.
Jadi kalau misalnya ahli waris terdiri dari ayah, ibu dan seorang suadara,
maka mereka masing-masing mendapat 1/3 bagian. Apabila ad dua saudara, maka
mereka masing-masing mendapat ¼ bagian dari sisinya ½ bagian dibagi rata antara
tuga saudara,maka masing-masing dari mereka mendapat 1/6 bagian. Dalam pasal
855 BW disebutkan bahwa jika yang masih hidup hanya seorang bapak atau ibu saja,
maka bagiannya adalah sebagai berikut:
Ahli waris yang terdekat derajatnya dalam garis lurus ke atas mendapat ½
bagian dari harta warisan. Kalau derajatnya sama, maka para ahli waris pada tiap
garis mendapat bagian yang sama, kalau dalam satu garis ada keluarga yang
terdekat, maka ia mengenyampingkan keluarga dengan derajat yang lebih jauh.
45
Golongan IV (pasal 858 ayat 2 BW).
Dalam pasal 858 ayat 2 di jelaskan bahwa apabila ahli waris dari golongan ke
III tidak ada, maka tiap-tiap bagian separoh dari garis ayah atau dari ibu tadi jatuh
pada saudara-saudara sepupu dari si mati, yaitu yang sekakek atau yang se-nenek
dengan si mati (keluarga tingkat ke-4) secara sama rata.
Kalau inipun tidak ada, maka harta warisan jatuh pada sanak keluarga yang
sekakek buyut atau senenek buyut dengan si mati (keluarga tingkat ke 6). Dalam
pasal 861 BW diterangkan bahwa dalam garis menyimpang keluarga yang pertalian
keluarganya berada dalam suatu derajat yang lebih tinggi dari derajat ke 6 tidak
mendapat harta warisan. Kalau hal ini terjadi pada salah satu garis, maka bagian
yang jatuh pada garis itu, menjadi haknya keluarga yang ada dalam garis yang lain,
kalau ia mempunyai hak kekeluargaan dalam derajat yang tidak melebihi derajat ke
6.
Dalam pasal 873 BW diterangkan bahwa kalau semua orang yang berhak
mewarisi tidak ada lagi, maka seluruh harta warisan dapat dituntut oleh anak diluar
kawin yang diakui. Dalam pasal 832 ayat 2 BW diterangkan bahwa apabila semua
ahli waris seperti yang disebut diatas tidak ada lagi, maka seluruh harta warisan
jatuh pada negara.
46
E. Daftar Pustaka
47
STRATEGI PEMBELAJARAN EYL
(ENGLISH FOR YOUNG LEARNERS) DI SEKOLAH DENGAN METODE SONG
AND GAMES
Mutiara Sofa
Program Study PAI
STIT Al-Khairiyah Cilegon
Email: mutiarasofa83@gmail.com
Abstrak
Kata Kunci: Strategi pembelajaran, aktifitas belajar, bahasa Inggris, Song and Games.
48
A. Pendahuluan
Pentingnya peran bahasa Inggris dalam proses belajar dan mengajar memerlukan
sebuah metode yang tepat untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris siswa dengan
aktifitas belajar yang menyenangkan dan diminati siswa. Kemampuan guru untuk
menciptakan berbagai aktivitas belajar yang bisa berinteraksi dengan benda dan lingkungan
sekitar mereka untuk meningkatkan pondasi berfikir, berbahasa, visi, dan perilaku mereka
dan dapat mendorong kemauan siswa untuk belajar menjadi peranan penting dalam proses
belajar mengajar. Hal ini diungkapkan pada teori Piaget (1963: 34) “Young learner’s
foundation of thinking, language, vision, attitudes, and other characteristics develop through
the direct interaction with things and environment around them. In this case, foreign
language learning must consider the needs and characteristics of young learners in order to
be successful in learning.”
Berbagai metode pembelajaran menawarkan aktifitas belajar yang mampu
mengakomodir kebutuhan siswa dalam berintaksi dengan benda, teman dan lingkungan
sekitar mereka dengan karakter siswa yang berbeda-beda, sebut saja metode Song and
Games. Metode ini diperkenalkan oleh Kasihani K.E Suyanto pada tahun 2007 dalam
bukunya yang berjudul English For Young Learners. Dalam metode Song and Games
diterangkan bahwa song (nyanyian) adalah serangkaian kata-kata yang dilagukan dengan
irama dan nada tertentu, sedangkan Games (permainan) menurut Kasihani yang mengutip
dari Khan (1991) menyatakan, permainan adalah aktivitas yang dilakukan berdasarkan aturan
tertentu.
Metode pembelajaran Song and Games pada siswa menjadi sebuah fenomena atau
trend di sekolah-sekolah. Sekolah-sekolah internasional yang menerapkan metode
pembelajaran dalam pengajaran bahasa Inggris menjadi daya tarik orang tua untuk
mempercayakan pendidikan anak mereka. Masalah penelitian dibatasi pada strategi
pembelajaran dan aktifitas belajar bahasa Inggris dengan menggunakan metode Song and
Games di sekolah. Tulisan ini bertujuan untuk menggali informasi tentang strategi
pembelajaran dan aktifitas belajar bahasa Inggris dengan menggunakan metode Song and
Games di Sekolah.
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang
melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan
guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar
(BSNP, 2006: 6)
49
Pembelajaran pada hakikatnya memiliki pengertian sebagai suatu proses yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan, sebuah interaksi dengan lingkungan
sekitar yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan,
prosedur yang saling mempegaruhi dalam mencapai tujuan. Hal ini didukung teori yang
diungkapkan oleh Surya (2003) “Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan individu
untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari
pengalaman individu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”. Sementara Hamalik
(1995) mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, prosedur yang paling
mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan beberapa teori diatas,
disimpulkan bahwa suatu pembelajaran membutuhkan suatu proses untuk mencapai tujuan
pembelajaran itu sendiri.
Proses pembelajaran mempunyai makna dan pengertian yang lebih luas daripada
pengertian mangajar. Tujuan pembelajaran menurut Depdiknas (2003: 19) adalah pencapaian
kompetensi pembelajaran. Tingkat kemahiran berbahasa seseorang tidak hanya dipengaruhi
oleh faktor usia tapi juga faktor-faktor lainnya, seperti tipe program dan kurikulum, lamanya
pembelajaran, teknik dan aktivitas yang digunakan (David, 2000). Oleh karena itu,
pendekatan, metode, strategi, teknik mengajar, dan media serta aktifitas belajarnya
diserahkan kepada pengelola pengajaran sesuai dengan kapasitas dan sumber-sumber yang
ada dengan syarat kompetensi yang ditetapkan dapat dicapai disamping didukung oleh sarana
dan prasarana sekolah. Demikian pula keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran bahasa
Inggris sangat ditentukan oleh komponen-komponen tersebut.
Sementara itu tujuan pembelajaran bahasa Inggris adalah agar siswa dapat
berkomunikasi dalam bahasa Inggris secara lisan maupun tulisan secara lancar dan sesuai
dengan konteks sosialnya (Depdiknas, 2003: 15). Kompetensi bahasa Inggris siswa
mencakup keterampilan: mendengar, membaca, berbicara, dan menulis. Mendengar berarti
memahami berbagai makna (antar-perseorangan, pendapat, buku pelajaran) berbagai teks
lisan yang memiliki tujuan komunikatif, struktur teks, dan linguistik tertentu.
Berbicara berarti mengungkapkan berbagai makna (antar-perseorangan, pendapat,
buku pelajaran) melalui berbagai teks lisan yang memiliki tujuan komunikatif, struktur teks,
dan linguistik tertentu. Membaca berarti memahami berbagai makna (antar-perseorangan,
pendapat, buku pelajaran) dalam berbagai teks tulis yang memiliki tujuan komunikatif,
struktur teks, dan linguistik tertentu. Menulis berarti mengungkap berbagai makna (antar-
50
perseorangan, pendapat, buku pelajaran) dalam berbagai teks tulis yang memiliki tujuan
komunikatif, struktur teks, dan linguistik tertentu.
Berkomunikasi secara lisan dan tulisan dengan menggunakan ragam bahasa secara
lancar dan akurat merupakan tujuan utama pembelajaran bahasa Inggris (Depdiknas, 2003:
16). Keterampilan berbahasa merupakan kewajiban yang harus dimiliki oleh siswa setelah
belajar bahasa Inggris. Oxford (1990: 8) memberikan definisi yang lebih rinci mengenai
strategi belajar sebagai "specific actions taken the learner to make learning easier, faster,
more enjoyable, more self-directed, more effective, and more transferable to new situations”.
Menurut Sanjaya (2006) strategi pembelajaran didefinisikan sebagai rencana tindakan
(rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber
daya/kekuatan dalam pembelajaran. Kemp (1995) mengatakan strategi pembelajaran adalah
suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan oleh guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Sementara Dick dan Carey (1985)
mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu set materi dan prosedur
pembelajaran yang digunakan bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan ketiga teori tersebut dapat ditarik satu pengertian bahwa strategi pembelajaran
merupakan sebuah set atau rangkaian kegiatan pembelajaran yang direncanakan oleh guru
dan diikuti oleh siswa dengan menggunakan metode, materi, sumber daya dan prosedur yang
disusun secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Aktivitas belajar merupakan hal yang sangat penting bagi siswa, karena memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan obyek yang sedang dipelajari seluas-
luasnya, karena dengan demikian proses pemerolehan pengetahuan yang terjadi akan lebih
baik. Aktivitas belajar merupakan sebuah rangkaian kegiatan pembelajaran (Sardiman, 2003:
95). Berdasarkan uraian diatas dapat diambil pengertian aktivitas belajar adalah keterlibatan
siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dalam kegiatan belajar guna menunjang
keberhasilan proses pembelajaran dan untuk memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.
Metode Song and Games, adalah salah satu metode yang bisa digunakan dalam
pembelajaran bahasa Inggris khususnya untuk EYL (English for Young Learners). Rasa
senang siswa dalam mempelajari bahasa Inggris tidak lepas dari peran guru, metode yang
dipakai dan bahan yang menunjang. Saat ini sudah banyak buku yang diterbitkan untuk anak
sekolah. Berdasarkan kurikulum yang berlaku, selalu diharpakan dapat mengakomodasi
semua materi dengan sederhana, komunikatif, mengaktifkan berfikir dasar siswa,
memudahkan guru dalam menggunakan metode Song and Games ini, serta membuat siswa
senang belajar bahasa Inggris.
51
B. Strategi Pembelajaran Bahasa Inggris
1. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “instruction” yang dalam
bahasa Yunani disebut instructus atau “intruere” yang berarti menyampaikan pikiran,
dengan demikian arti instruksional adalah menyampaikan pikiran atau ide yang telah
diolah secara bermakna melalui pembelajaran.
Dalam pengertian lain, pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana
dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri
peserta didik (sadiman, dkk., 1986:7). Pembelajaran disebut juga kegiatan
pembelajaran (instruksional) adalah usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar
seseorang membentuk diri secara positif tertentu dalam kondisi tertentu (Miarso,
2004: 528). Jadi inti dari pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh
pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik.
2. Pengertian Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah suatu cara atau seperangkat cara atau teknik yang
dilakukan dan ditempuh oleh seorang guru atau peserta didik dalam melakukan upaya
terjadinya suatu perubahan tingkah lauk atau sikap. Oleh karena itu strategi
pembelajaran merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan
peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien (Kemp,
1995).
3. Pembelajaran Bahasa Inggris
Kebijakan mengenai mata pelajaran muatan lokal di Sekolah Dasar, yaitu
kebijakan Depdikbud Republik Indonesia Nomor: 0487/14/1992 Bab VIII yang
menyatakan bahwa Sekolah Dasar dapat menambah mata pelajaran dalam
kurikulumnya, dengan syarat mata pelajaran itu tidak bertentangan dengan tujuan
pendidkan nasional. Kebijakan tentang program bahasa Inggris disekolah Dasar
ditindaklanjuti oleh bebarap propinsi dengan menanggapi dalam bentuk kebijakan
yaitu dengan mengeluarkan surat keputusan dan mengembangkan kurikulum muatan
lokal.
Dalam proses pengembangannya bahasa Inggris yang semula sebagai mata
pelajaran muatan lokal pilihan menjadi mata pelajaran muatan lokal wajib. Menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, perlu mengetahui bagaimana posisi mata pelajaran bahasa
Inggris di Sekolah Dasar. Dari kerangka dasar dan Struktur Kurikulum yang ada saat
52
ini dapat dilihat ada pasal 7 ayat 7 bahwa pelajaran bahasa Inggris di SD/MI termasuk
kelompok mata pelajaran estetika.
Kebijakan tahun 2006 yang berkaitan dengan mata pelajaran muatan lokal
adalah peraturan menteri Nomor 22 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa mata
pelajaran muatan lokal dialokasikan dua jam, berarti 2x35 menit. Selain itu juga jelas
dalam peraturan menteri bahwa mata pelajaran muatan lokal diprogramkan di kelas 4,
5 dan 6 Sekolah Dasar.
Kebijakan berikutnya adalah peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
23 Tahun 2006, yaitu tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan
dasar dan menengah. Standar kompetensi luusan satuan pendidikan (SKLSP)
dikembangkan berdasrkan tujuan setiap satuan pendidikan. Untuk mata pelajaran
bahasa Inggris sebagai muatan di SD/MI sebagai berikut:
a. Mendengarkan
Memahami instruksi, informasi, dan cerita sangat sederhana yang disampaikan
secara lisan dalam konteks kelas, sekolah, dan lingkungan sekitar.
b. Berbicara
Mengungkapkan makna secara lisan dalam wacana interpersonal dan
transaksional sangat sederhana dalam bentuk instruksi dan informasi dalam
konteks kelas, sekolah dan lingkungan sekitar.
c. Membaca
Membaca nyaring dan memahami makna dalam instruksi, informasi teks
fungsional pendek, dan teks deskriptif bergambar sangat sederhana yang
disampaikan secara tertulis dalam konteks kelas, sekolah, lingkungan sekitar.
d. Menulis
Menuliskan kata, ungkapan, dan teks fungsional pendek sangat sederhana dengan
ejaan dan tanda baca yang tepat.
4. Materi
Materi yang digunakan untuk mengajar merupakan materi yang diambil dari
berbagai sumber selain sumber utama berupa buku teks dan berhubungan dengan
konsep pembelajaran yang tertuang dalam kurikulum. Materi pembelajaran diberikan
dengan didukung media yang menunjang berupa media otentik, gambar, video
maupun benda-benda yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini
mengacu pada prinsip metode bahwa materi pembelajaran harus mampu untuk
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pengetahuan sesuai
53
dengan kecerdasan yang mereka miliki tanpa ada batasan; bisa digunakan untuk
mengembangkan semua kecerdasan yang dimiliki siswa; mampu memberikan ruang
kepada siswa untuk belajar secara mandiri dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-
hari; mampu membantu siswa untuk melakukan evaluasi diri dan mengembangkan
pelajaran.
5. Proses Pembelajaran
Materi kurikulum disampaikan melalui kegiatan-kegiatan yang berorientasi
interaktifitas, kreativitas dan nuansa senang dengan memanfaatkan sarana belajar
dalam ruang (in-door) dan luar ruang (out-door). Memberikan perhatian khusus,
selain pada aspek kognitif (konseptual), Aspek Afektif (emosi dan sikap) dan
psikomotorik (praktek dan pembiasaan). Hal ini tidak hanya terbatas pada proses
pembelajaran, melainkan juga pada penilaian (assessment) atas pencapaian siswa.
Suasana kelas yang diatur sesuai kesepakatan antara guru dan siswa, membuat proses
kegiatan belajar mengajar menjadi lebih santai dan siswa dapat dengan mudah
menerima materi yang disampaikan oleh guru.
54
Lagu yang diciptakan untuk pembelajaran anak-anak dikelas biasanya
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Berisi kata, frasa, atau kalimat dengan tema tertentu.
b. Unsur bahasa diulang-ulang
c. Umumnya nyayian berkonteks sehingga mudah dihafal.
d. Lagu dinyanyikan dengan gerakan-gerakan anggota badan (action songs).
e. Lagu bisa dinyanyikan oleh anak diluar kelas.
f. Bernada gembira dan cepat.
Ketika mengajar bahasa Inggris dengan lagu, guru perlu memperhatikan
beberapa hal penting, antara lain sebagai berikut
a. Pilihlah lagu yang sesuai dengan karakteristik siswa dan tingkat perkembangan
bahasa.
b. Lirik lagu janganlah terlalu panjang supaya tidak sulit untuk dihafal.
c. Lagu sebaiknya menarik, dinamis, dan bernada gembira.
d. Untuk tujuan tertentu, misalnya guru ingin mengajar butir bahasa tertentu maka
pilihlah lagu yang berisi pengulangan butir bahasa tersebut.
e. Dalam memilih lagu, perlu dipertimbangkan penggunaan kata-kata sederhana dan
mudah diucapkan.
f. Nyanyian pendek dengan kata-kata sederhana dan bernada gembira akan cepat
dihafal.
Banyak cara untuk mengajarkan bernyayi. Biasanya sebelum menyanyi guru
memberi contoh melafalkan lirik lagu tersebut. Setelah kata-kata diperkenalkan, siswa
diminta menirukan gurunya.
Teknik listen and repeat dapat diterapkan saat ini. Guru harus melafalkan
dengan benar dan jelas agar siswa dapat menyimak dan kemudian menirukan dengan
benar. Cara lain, guru dapat menggunakan bantuan kaset apabila dia tidak menguasai
melodi lagu tersebut. Putarkan kaset 2-3 kali dan siswa diminta menyimak. Kemudian
guru menyanyi dan siswa menirukan. Apabila tanpa kaset guru atau siswa dapat
memainkan alat musik., misalnya gitar atau harmonika.
Lagu dapat dinyanyikan secara bersama-sama dahulu. Kemudian jika sudah
lancar dilakukan secara berkelompok. Setelah itu bila ada waktu dilakukan secara
berpasangan dan mungkin individual
2. Permainan (Games)
55
Sewlh Games menurut Khan (1991) menyatakan, permainan adalah aktivitas
yang dilakukan berdasrkan aturan tertentu. Anak bermain karena mereka senang.
Anak belajar melalui permainan, pada saat mereka bermain bersama, anak
berinteraksi satu dengan yang lain. Dalam interaksi tersebut keterampilan berbahasa
dapat dibangun, terutama menyimak (listening) dan berbicara (speaking).
Menurut beberapa pengalaman para ahli permainan bahasa yang komunikatif
memiliki 6 ciri, yaitu:
Pemain harus saling berinteraksi
Pemain harus memahami aturan yang ada dalam permainan
Permainan itu memiliki tujuan yang jelas
Konteks kegiatannya jelas
Pemain harus terlibat secara aktif
Pemain mendapat aturan khusus dalam bermain
Berikut ini contoh permainan yang dapat dilakukan untuk anak lower classes:
a. Simon Says
Berikut ini merupakan contoh simon says. The teacher asks the students to
perform actions
Teacher : “Simon says sit down”.
(siswa duduk)
“Simon says put your hands on your head.”
(siswa meletakkan tangan dikepalanya)
“Simon, clap your hands”.
(siswa bertepuk tangan)
Simon says ..........
(siswa melakukan apa yang dikatakan guru)
b. Question-Answer
Berikut ini merupakan contoh question-answer. Permainan ini melatih pola
kalimat tertentu dan ada unsur bersaing dengan siswa dari kelompok lain.
Misalnya, pola kalimat what is it? Dan It’s a ... atau it’s adjective. Siswa dibagi
menjadi dua kelompok, berlomba memberi jawaban yang benar.
Contoh: Guess what fruit!
Teacher: it’s yellow. It’s long. It’s sweet.
What i it”Students: it is .... (a banana)
Teacher: it’s red, it’s round. It’s sweet.
56
What is it?
Students: it is a ....
Selanjutnya, bila sudah lancar posisi guru dapat diperankan oleh siswa.
Dapat juga siswa dan satu kelompok menyiapkan pertanyaan untuk kelompok
lainmereka menggunakan pola kalimat yang sudah mereka pelajari atau sedang
mereka pelajari dengan menggunakan kosa kata yang sudah dikenal.
This is ....
Diteruskan oleh siswa berdasarkan gambar yang ada .
This is a (bird)
Etc.
c. Guessing Games
Berikut ini merupakan contoh pembelajaran dengan guessing Games. Guru
menunjukkan bungkusan kecil dan meminta siswa untuk menerka apa yang ada
dalam bungkusan tersebut. Ini baik untuk melatih yes/no question.
Students (S) : Is it a toy?
Teacher (T) : No, it isn’t
(S) : Is it some chocolate:
(T) : No, it isn’t
(S) : Can you eat?
(T) : Yes, it can
d. Find differences
Kegiatan untuk melatih ketelitian siswa dapat dilakukan secara berpasangan
atau kelompok, dua gambar diberikan pada siswa dan mereka diminta mencari
beberapa perbedaan (find differences) yang ada pada gambar tersebut dengan
menggunakan kosakata bahasa Inggris yang sudah dikenal. Mereka juga dapat
bertanya pada guru atau mencari di kamus.
57
e. Whisper game
Berikut ini merupakan contoh whisper game.
Siswa duduk berderet atau melingkar
Guru membisikkan sesuatu (word or phrase) kepada siswa pertama. Misalnya
are you hungry?
Siswa tersebut melanjutkan dengan membisikkan ungkapan yang sama kepada
temannya untuk diteruskan membisikkan kepada yang lain
Bisikan hanya dilakukan satu kali dan tidak boleh diulangi
Siswa terakhir akan menyatakan kata atau ungkapan tersebut dengan suara
keras. Siswa pertama juga mengatakan dengan suara keras untuk mengetahui
apakah ungkapan yang didengar siswa terakhir sama.
Situasi akhir akan membuat siswa tertawa jika kalimat yang diucapkan siswa
terakhir sangat berbeda dengan kalimat yang di dengar siswa pertama.
58
E. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Metode pembelajaran bahasa Inggris English for Young Learners dengan metode
Song and games dapat diterapkan pada proses pembelajaran bahasa Inggris di
sekolah Dasar. Aktifitas belajar bahasa Inggris dengan metode song and games di
Sekolah Dasar dilaksanakan dengan kegiatan yang bervariasi dan mampu
mengakomodasi pengembangan kemampuan berbicara, membaca, menulis, dan
mendengar selain mengembangkan kecerdasan majemuk yang dimiliki siswa itu
sendiri.
2. Nyanyian (Songs) adalah serangkaian kata-kata yang dilagukan dengan irama dan
nada tertentu. Dengan nyanyian lagu tersebut, guru dapat mengajak siswa untuk
melakukan kegiatan yang berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari anak. Lagu
diciptakan dengan tujuan utama yaitu untuk dinikmatai dan lagu diciptakan dengan
tujuan pembelajaran.
3. Permainan (games) adalah aktivitas yang dilakukan berdasarkan aturan tertentu. Anak
bermain karena mereka senang. Anak belajar melalui permainan. Pada saat mereka
bermain bersama, anak berinteraksi satu dengan yang lainnya. Dalam interaksi
tersebut keterampilan berbahasa Inggris dapat dibangun, terutama dalam menyimak
dan berbicara.
a. Simon says
b. Question and answer
c. Guessing games
d. Find differences
e. Whisper game
59
F. Daftar Pustaka
60
PENGGUNAAN APLIKASI MULTIKEY SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN
KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENULIS HURUF
HIJAIYYAH BERBASIS KOMPUTER
(Studi pada Kegiatan Pendampingan Guru PAI SMP Kota Cilegon
Semester Genap Tahun Pelajaran 2016/2017)
H. Ahmad Syukri
Program Study PAI
STIT Al-Khairiyah Cilegon
Jalan H. Enggus Arja No. 1 Link. Citangkil Cilegon 42443
Abstrak
Kemampuan menulis huruf Hijaiyyah (Huruf Arab) merupakan keharusan bagi seorang Guru
Pendidikan Agama Islam (GPAI) di tingkatan manapun, mulai dari Taman Kanak-kanak
sampai Sekolah Menengah dan merupakan salah satu indikator profesional guru PAI. Di sisi
lain seiring dengan zaman digital, seorang guru juga dituntut beradaptasi dengan komputer.
Guru PAI dituntut mampu menggunakan komputer untuk membantu tugas dan perannya
sebagai pendidik profesional, termasuk di dalamnya kemampuan menulis huruf Hijaiyyah
berbasis komputer. Berkaitan dengan hal ini bukanlah suatu hal yang sulit bagi seorang
GPAI yang telah mengenal tata-cara mengoperasikan komputer, yaitu tinggal memindahkan
menu dari Latin ke Arab. Namun ternyata permasalahannya tidak sesederhana itu, karena ia
harus beradaptasi dengan keyboard yang pada umumnya menggunakan huruf Latin di mana
terdapat perbedaan yang sangat mencolok (bahkan 100% berbeda) antara huruf Latin dan
Arab. Dalam kegiatan pendampingan Guru PAI SMP Kota Cilegon, penulis memperkenalkan
cara menulis huruf Arab yang praktis dengan menggunakan aplikasi Multikey, sebuah
produk putra Indonesia yang belum banyak dikenal orang.
Pengumpulan data dilakukan penulis melalui kajian pustaka, wawancara, dan pengamatan
langsung penulis dalam kegiatan pendampingan guru PAI SMP Kota Cilegon. Sedangkan
pengolahan data melalui analisa deskriptif, pengambilan kesimpulan melalui metode deduktif
dan induktif.
Kesimpulan dari makalah ini adalah (1) Problematika utama guru PAI SMP Kota Cilegon
dalam menulis huruf Hijaiyyah berbasis komputer adalah berbedanya huruf-huruf pada
keyboard, antara Latin dan Arab, sementara keyboard yang tersedia hanya Latin; (2)
Program aplikasi multikey adalah program praktis menulis huruf Hijaiyyah yang memiliki
ciri adanya kesamaan huruf antara Arab dan Latin dalam keyboard Latin; (3) Tata cara
mengoperasikan program aplikasi multikey sangat mudah karena dilengkapi dengan tutorial
yang sederhana; dan (4) Guru PAI SMP Kota Cilegon 81,5% merasa terbantu dengan
program aplikasi Multikey karena tidak perlu lagi menghafalkan posisi huruf Hijaiyyah pada
keyboard. Sisanya yang 18,5% belum tertarik mengaplikasikan multikey dalam komputer
mereka karena kemampuan komputer mereka secara umum belum mendukung.
Kata Kunci : Kemampuan menulis huruf Hijaiyyah, program aplikasi multikey, keyboard
Arab, keyboard Latin. Microsoft XP.
61
A. Pendahuluan
Dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
dinyatakan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah (UUD No. 14 Tahun 2005). Sebagai pendidik profesional, guru
dituntut memiliki keahlian dalam bekerja untuk memaksimalkan produktivitas. Keahlian
itu bernama kompetensi, yang meliputi kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian,
dan kompetensi social (Peraturan Pemerintah, No.74 Tahun 2008). Keempat kompetensi
tersebut diperoleh guru melalui pendidikan profesi.
Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) dalam segala tingkatan dan jenjang
hendaknya memiliki sejumlah kompetensi yang dipersyaratkan untuk menjadi pendidik
profesional. Salah satu indikator profesionalisme GPAI adalah mumpuni dalam
kemampuan akademik Pendidikan Islam. Dalam buku “Standar Kompetensi Guru
Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum dan Madrasah” dijelaskan bahwa salah
satu kompetensi utama seorang GPAI adalah memiliki kemampuan akademik, antara lain
adalah memahami dengan baik tujuan agama Islam (maqashidu al syari’ah))
(Departemen Agama RI, 13). Memahami dengan baik sudah barang tentu bukan sekedar
pemahaman ala kadarnya, tetapi pemahaman yang didasarkan atas sumber agama Islam
yang pokok (al mashdar al awwal), yaitu Al Qur’an dan Al Hadits yang keduanya
berbahasa Arab dan ditulis dengan menggunakan huruf Hijaiyyah. Oleh karenanya
kemampuan GPAI dalam memahami bahasa Arab dan huruf Hijaiyyah menjadi sesuatu
yang mutlak diperlukan, sebab bagaimana mungkin dapat memahami Al Qur’an dan Al
Hadits tanpa memahami dasar kemampuan bahasa Arab.
Dasar kemampuan bahasa Arab meliputi 4 (empat) hal, yaitu kemampuan
membaca (qira’ah), mendengar (istima’), mengungkapkan (ta’bir), dan kemampuan
menulis (kitabah) (Kordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah I, 2002:vi). Dalam
penelitian ini yang akan diangkat oleh penulis adalah kemampuan guru PAI dalam
kitabah (menulis) huruf Hijaiyyah. Fakta yang didapatkan penulis dalam melaksanakan
supervisi klinis ke salah satu SMP Negeri di Cilegon terkadang dijumpai
kekurangtelitian sebagian guru PAI dalam menulis huruf Hijaiyyah (baik berupa ayat Al
Qur’an maupun potongan hadits nabi). Kekurangtelitian itu kadang berupa kelebihan
atau kekurangan huruf, dan terkadang dalam pemberian syakl (harakat).
62
Dalam hal kelebihan huruf yang pernah penulis dapatkan adalah ketika guru
PAI menulis billahi tertulis (seharusnya ), Contoh kekurangan huruf
terjadi ketika GPAI menuliskan hadits “uthlubul ilma”, tertulis
(seharusnya ). Contoh kekeliruan dalam memberi syakl (harakat)
terjadi pada penulisan ayat ke-5 surat At Takatsur, tertulis
(seharusnya
).. Kekeliruan yang nampak sepele bisa jadi bukan
diakibatkan oleh kekurangtelitian GPAI yang bersangkutan, tetapi bisa jadi diakibatkan
karena kelemahan kemampuan dasar bahasa Arab.
Tiga contoh temuan penulis dalam kegiatan supervisi terhadap GPAI di kelas
terjadi dalam manual letter error, dalam arti kekeliruan dalam tulisan tangan, asli dari
GPAI yang bersangkutan, tanpa bantuan komputer maupun alat digital lainnya.
Permasalahan ini bisa berkembang menjadi permasalahan yang kompleks, ketika GPAI
dihadapkan dengan teknologi canggih (computerized). Di satu sisi GPAI dituntut
mampu menulis huruf Hijaiyyah untuk menulis teks al Qur’an maupun al Hadits, tetapi
di sisi lain dituntut mampu beradaptasi dengan dunia komputer. Di sinilah guru PAI
harus dapat menggunakan teknologi tepat guna untuk mendukung tugas profesinya.
(Departemen Agama RI, 13).
Kombinasi kedua kemampuan (menulis dan menggunakan komputer) ternyata
dapat dicapai jika GPAI terus-menerus meningkatkan kompetensi mengoperasikan
komputer, karena dalam system komputer tersedia program Arab dengan berbagai
pilihan, antara lain program Arab Saudi. Pengguna (user) tinggal mengarahkan pilihan
saja. Program ini cukup praktis, karena produk tulisan dengan menggunakan Arabic
Windows ini bersifat universal (mendunia), sehingga pengeditan huruf (dari segi jenis
font maupun ukuran) dapat dilakukan dengan leluasa. Program ini juga cocok untuk
menulis teks Arab berbaris-baris, berparagrap, berbab-bab, bahkan sampai dalam bentuk
kitab (buku) dapat dilakukan dengan mudah. Hanya saja, bagi guru PAI, pilihan Arabic
Windows ini bukan merupakan pilihan yang menarik. Uci Fauzi, salah satu guru PAI
SMP di Kota Cilegon menuturkan bahwa menggunakan Arabic Windows memang
mudah, tetapi kesulitannya adalah ketika kita harus menghafalkan letak/posisi huruf
Hijaiyyah di dalam keyboard. Salah satu strategi yang ditempuh Uci GPAI SMP
Fatahillah adalah membuat tempelan huruf Hijaiyyah pada keyboard untuk membantu
mencari huruf yang dimaksud. (Wawancara dengan Uci Fauzi, Cilegon,13: 2017)
63
Apa yang dilakukan oleh Uci merupakan solusi, agar sebagai GPAI ia mampu
mengiplementasikan kemampuan menulis huruf Hijaiyyah ke dalam teknologi komputer,
sehingga tulisan yang dihasilkannya adalah berupa tulisan Arab digital yang
digunakannya dalam menulis ayat Al Qur’an maupun Al hadits. Kemampuan yang
dimiliki Uci menjadi “kebutuhan pokok” GPAI saat ini terutama ketika dihadapkan
kepada tugas membuat kisi-kisi dan naskah soal, baik untuk Penilaian Akhir Semester
(PAS)/Ulangan Akhir Semester (UAS), Penilaian Akhir Tahun (PAT)/Ulangan Kenaikan
Kelas (UKK), maupun Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) mata pelajaran PAI.
Dalam kenyataannya dari 22 GPAI binaan penulis yang tersebar di 13 SMP
Kota Cilegon, tidak semua guru memiliki kemampuan yang diharapkan. 20% masih
memiliki problem kelemahan penguasaan dasar bahasa Arab dan belum mahir
mengoperasikan komputer, 70% memiliki dasar kompetensi menulis huruf Hijaiyyah
namun belum mampu mengoperasikan Arabic Windows, dan sisanya 10% memiliki
kompetensi dasar bahasa Arab dan mampu menulis huruf Hijaiyyah dengan Arabic
Windows.
Melihat data di atas, prosentase terbesar dari GPAI binaan adalah guru yang
sebenarnya telah mempunyai kemampuan menulis huruf Hijaiyyah dengan baik, namun
baru sebatas manual. Ketika mereka dihadapkan dengan komputer mereka mengalami
kesulitan, terutama tidak mau dipusingkan dengan adanya keyboard Latin dan Keyboard
Arab. Pertanyaannya adalah bagaimana memberikan solusi kepada mereka?
Pengalaman penulis sebelum diangkat sebagai Pengawas PAI sangat berharga
dan diharapkan mampu memberikan solusi terhadap permasalahan ini. Pada era 2003 an,
ketika penulis masih berstatus sebagai guru MTsN Cilegon, penulis diperkenalkan oleh
seseorang tentang program aplikasi praktis menulis huruf Hijaiyyah, yaitu Program
Multikey. Ciri yang menonjol dari program aplikasi ini adalah user tidak dipusingkan
dengan mengingat-ingat huruf Arab dalam keyboard latin alias tidak perlu lagi membuat
tempelan huruf Hijaiyyah seperti yang dilakukan Uci. 80% huruf yang dihasilkan oleh
keyboard latin adalah sama dengan huruf hijaiyyah yang jumlahnya 28 itu. Misalnya
ketika akan mengetik huruf “mim”, maka cukup menekan tombol huruf “M”, huruf “sin”
(cukup menekan S), huruf “jim” (cukup menekan huruf J) pada keyboard latin.
Sedangkan untuk huruf “syin” (cukup menekan huruf S disertai shift), “dzal” (huruf D
disertai shift) dan seterusnya.
Dari latar belakang masalah ini penulis berasumsi bahwa dengan dikuasainya
program aplikasi multikey oleh GPAI maka guru PAI dapat dengan mudah menggunakan
64
teknologi komputer untuk menulis huruf Hijaiyyah. Namun untuk memberikan jawaban
terhadap asumsi ini penulis akan memaparkan dalam bentuk makalah best practice
dengan judul “Penggunaan Aplikasi Multikey Sebagai Upaya Meningkatkan Kompetensi
Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menulis Huruf Hijaiyyah Berbasis Komputer “
(Studi pada Kegiatan Pendampingan Guru PAI SMP Kota Cilegon Semester Genap
Tahun Pelajaran 2016/2017).
65
tugasnya secara profesional sesuai dengan standar ilmu keguruan. Terkait dengan
kualitas guru PAI, Syukri (2007) merumuskan adanya 5 (lima) indikator
kompetensi guru PAI, yaitu sebagai model dalam berakhlakul karimah,
pemahaman materi pelajaran PAI, pemahaman peserta didik, penguasaan
metodologi pembelajaran PAI dan hubungan interpersonal guru. (Ahmad Syukri,
2007:54).
Kompetensi Guru PAI dalam menulis huruf Hijaiyyah mutlak merupakan
salah satu kompetensi yang merupakan keharusan bagi seorang guru PAI. Hal ini
karena salah satu indicator kompetensi GPAI adalah memiliki pemahaman yang
baik terhadap materi pelajaran PAI. Untuk memiliki kualitas pemahaman yang
baik terhadap materi pelajaran PAI, maka seorang guru harus mampu memahami
sumber pokok ajaran Islam, yaitu Al Qur’an dan Al Hadits yang keduanya ditulis
dengan bahasa Arab berhuruf Hijaiyyah. Kemampuan memahami Al Qur’an dan
Al Hadits artinya mampu membaca, menulis, dan dapat menjelaskan isi
kandungan sesuai dengan kaidah yang benar.
Terkait dengan kompetensi menulis huruf Hijaiyyah diperlukan
pembiasaan, ketelitian, dan pemahaman terhadap kosa kata bahasa Arab.
Penulisan huruf Hijaiyyah dimulai dari kanan dan bergerak ke arah kiri, berbeda
180 derajat dengan pola menulis huruf Latin, sehingga diperlukan pembiasaan. Di
samping itu dalam penulisan huruf Hijaiyyah dikenal ada 28 huruf hijaiyyah yang
memiliki karakter yang berbeda-beda, yaitu perubahan bentuk berdasarkan posisi
(awal, tengah dan akhir). Ke-28 huruf itu dapat dilihat pada table berikut :
66
Tabel 1
HURUF HIJAIYYAH BENTUK DASAR DAN PERUBAHANNYA
Bentuk Perubahan
Bentuk
No Nama
Dasar Awal Tengah Akhir
1 Alif - -
8 Dal
9 Dzal
10 Ra
11 Za
67
Bentuk Perubahan
Bentuk
No Nama
Dasar Awal Tengah Akhir
26 Wau
Dari 28 huruf di atas, ada huruf yang dapat disambung (connector) dan
sebagian lainnya tidak dapat disambung dalam penulisan (nonconnector). Jumlah
huruf yang dapat disambung ada 6 (enam) huruf, yaitu alif, dal, dzal, ra, za, dan
wau. Sedangkan sisanya (22 huruf) dapat bersambungan dalam penulisan.
(Ahmad Izzan, 2011:156).
68
Indonesia, penggunaan komputer untuk penulisan huruf Hijaiyyah menemui
berbagai kendala, di antara ketersediaan keyboard Arab.
Pada umumnya komputer di Indonesia menggunakan keyboard Latin,
dengan urutan hurf : Q W E R T Y U I O P dan seterusnya. Masalah seperti ini
sebenarnya dapat di atasi dengan dua cara, yaitu labeling huruf Arab di keyboard
Latin dengan huruf yang sesuai. Cara ini cukup memakan waktu, karena posisi
huruf Arab berbeda dengan Latin. Cara kedua yaitu dengan memunculkan
keyboard Arab dalam kotak dialog. Namun cara kedua nampaknya lebih rumit
lagi, karena user menulis huruf Hijaiyyah seperti menulis symbol, sehingga tidak
dapat dilakukan dengan cepat.
Dari dua cara di atas ternyata kurang memenuhi kebutuhan manusia modern
yang ingin serba cepat dalam melakukan setiap pekerjaan. Untuk memenuhi
kebutuhan ini guru membutuhkan system aplikasi yang dapat membantu
mempercepat pekerjaan dalam menulis huruf Hijaiyyah tanpa labeling maupun
memunculkan kotak dialog huruf Hijaiyyah.
4. Kegiatan Pembimbingan Pengawas kepada Guru PAI untuk Meningkatkan
Kompetensi Guru PAI Menulis Huruf Hijaiyyah
Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 12 tahun 2012 tentang “Pengawas
Madrasah dan Pengawas PAI pada Sekolah” menjelaskan bahwa Pengawas PAI
memiliki 4 (empat) fungsi, yaitu : a) Penyusunan program pengawasan PAI; b)
Pembinaan, pembimbingan, dan pengembangan profesi guru PAI; c) Pemantauan
penerapan standar nasional PAI; d) Penilaian hasil pelaksanaan program
pengawasan; dan e) Pelaporan pelaksanaan tugas kepengawasan. (Peraturan
Mentri Agama No. 12 Tahun 2012).
69
1. Pengertian Program Aplikasi Multikey
Multikey adalah sebuah keyboard-mapping-program yang bisa digunakan
untuk menulis dari kanan ke kiri ketika kita bekerja di program lain, karena itu
cocok digunakan untuk menulis Arab di Windows Latin (Jajang Kurniawan).
Program aplikasi Multikey merupakan program yang unik, karena aplikasi ini
dapat mengatasi problem keyboard yang selama ini menjadi kendala bagi siapa
saja yang menggunakan keyboard latin untuk menulis Arab (huruf Hijaiyyah).
Program aplikasi ini dirancang oleh putra Indonesia yang bernama Jajang
Kurniawan dengan alamat virtual email: e8826474@studbimb.tuwien.ac.at.
Email: jajang_k@yahoo.de http://studbimb.tuwien.ac.at/~e8826474. Beliau
tinggal di lingkungan Ciceri Kota Serang. Penulis pernah berkirim surat melalui
email untuk berkonsultasi tentang pengembangan program ini, sayang, beliau
tidak menekuni lagi pengembangan aplikasi ini. Namun demikian beliau
memberikan apresiasi kepada penulis atas pemanfaatan program multikey untuk
pendidikan.
70
Setiap program aplikasi komputer pasti memiliki kelebihan dan
kekurangan, karena tidak ada satupun hasil karya manusia yang sempurna.
Menurut penulis, program aplikasi juga memiliki sejumlah kelebihan dan
kekurangan.
a. Kelebihan program aplikasi multikey
1) Sederhana cara menginstal, artinya mudah difahami oleh para pemula;.
2) Tidak membutuhkan storage memori yang banyak (hanya 154,4 KB dari 3
file);
3) Petunjuk install dan cara pemakaian diberikan dalam bahasa Indonesia
dan dilengkapi dengan tutorial;
4) Tidak perlu mengganti keyboard Latin ke keyboard Arab, karena huruf
Arab yang dibutuhkan memiliki 80% kesamaan dengan Latin, sehingga
pengguna mampu menulis huruf Hijaiyyah dengan cepat.
b. Kekurangan program multikey
1) Program ini hanya memungkinkan dapat diinstall ke komputer windows
XP atau generasi sebelumnya, sedangkan untuk generasi sesudahnya
seperti win 7, 8 dan seterusnya program aplikasi ini tidak support. Hal ini
cukup menyulitkan karena multikey tidak mengikuti perkembangan
zaman;
2) Menulis huruf Hijaiyyah dengan aplikasi multikey lebih cocok untuk
kalimat per kalimat, sedangkan untuk menulis paragraph per paragraph
agak mengalami kesulitan karena harus menggunakan “enter” untuk baris
selanjutnya.
3) Numbering dan Bullet tidak dapat digunakan, kalau dipaksakan nomor dan
bullet akan berada di belakang kata/kalimat yang ditulis.
4) Ada beberapa angka Arab (angka 4 dan 6) serta huruf (kaf) yang belum
popular di kalangan muslim Indonesia (Lihat Lampiran 3, Tabel Huruf)
71
kehidupan manusia terlah merambah ke segenap aspek kehidupan, baik dalam
bidang keuangan dan ekonomi, maupun dalam bidang sosial dan pendidikan.
Sebagai “pekerja” profesional di bidang pendidikan, guru sangat membutuhkan
komputer untuk membantu tugas-tugas profesionalnya, mulai dari membuat
perencanaan pembelajaran (planning), mengorganisasikan pembelajaran
(organizing), melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas maupun di luar kelas
(actuating), maupun mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran (evaluating).
Dalam menyusun perencanaan pembelajaran, penggunaan komputer sangat
diperlukan, khususnya dalam membuat program tahunan, program semester,
pengembangan silabus, maupun penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP). Dalam penyusunan program pembelajaran yang menggunakan Kurikulum
2013 urgensi penggunaan komputer adalah sangat tinggi karena antara program
harus ada sinkronisasi, ada penulisan kompetensi inti (KI) dan Kompetensi Dasar
(KD) yang berulang-ulang sehingga ketersediaan dan kemampuan menggunakan
komputer sangat diperlukan.
Demikian juga dalam kegiatan pengorganisasian pembelajaran, komputer
sangat membantu. Keberadaan komputer diperlukan untuk membantuk kegiatan
pengelompokan peserta didik dan pembagian materi diskusi, demikian juga untuk
membantu mengendalikan waktu kegiatan pembelajaran, antara kegiatan awal,
kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Komputer juga sangat membantu dalam
pencatatan progress (kemajuan) peserta didik dalam pelaksanaan tugas belajar.
Dalam kegiatan proses pembelajaran (actuating), komputer berfungsi
sebagai media, bahkan multi media. Dikatakan multimedia karena komputer bisa
menghasilkan suara (audio aid), gambar (visual aid), maupun suara dan gambar
secara sekaligus (Audio and Visual Aid). Azhar mengatakan bahwa pengunaan
komputer untuk pendidikan dikenal dengan pembelajaran berbantuan komputer
(CAI = Computer Aid Instruction) yang dikembangkan dalam beberapa format
pembelajaran, antara lain drill and practice, tutorial, simulasi, permainan
dan discovery. Komputer juga telah digunakan untuk mengadministrasikan tes
dan pengelolaan administrasi sekolah. (Azhar Arsyad, 2006:54).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komputer sangat dibutuhkan
oleh guru dalam berbagai aspek pekerjaan profesionalnya.
2. Kompetensi Menulis Huruf Hijaiyyah sebagai Kompetensi Wajib bagi Guru PAI
72
Secara umum, guru yang profesional minimal memiliki 4 (empat)
kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi
kepribadian, dan kompetensi sosial. Secara khusus, guru PAI harus memiliki
kompetensi menulis huruf Hijaiyyah dan merupakan salah satu indikator dari
kompetensi profesional, karena sumber pokok pembelajaran PAI adalah Al
Qur’an dan Al Hadits yang keduanya berbahasa Arab dan ditulis dengan huruf
Hijaiyyah.
Keterampilan menulis huruf Hijaiyyah bagi guru PAI merupakan bagian
yang tidak dapat dipisahkan bagi seorang guru PAI dalam upaya memahami
tujuan dari maqashid al syari’ah. (Departeman Agama RI).
73
2) Penggunaan multikey terbatas untuk menulis kalimat berbahasa Arab baris
per baris, sedangkan untuk menulis paragraph perlu mengedit beberapa kali.
Tabel 2
1 2 3 4 5
1 Oon Jahrotunnufus, S.Ag. 4 4 4 4 4 20 80
3 Drs. Matin 4 4 4 4 3 19 76
74
Skor Perolehan
No Nama untuk Indikator Jml %
1 2 3 4 5
4 Mahfud, S.Ag. 4 4 4 4 4 20 80
7 Muinudin, S.Pd.I 4 4 4 4 4 20 80
8 Hatib, S.Ag 5 5 5 4 4 23 92
10 Mu'tilah, S.Pd.I 4 5 4 4 4 21 84
14 Hanafi, S.Pd.I 5 5 4 4 4 22 88
15 Mabruri, S.Ag 5 5 3 3 3 18 76
16 Sanubi, S.Pd.I 4 4 4 4 4 20 80
17 Umaidah, S.Ag. 4 4 4 4 4 20 80
19 Rohmiyati, S.Ag 4 4 4 4 4 20 80
75
Skor Perolehan
No Nama untuk Indikator Jml %
1 2 3 4 5
Nilai rata-rata (skala 100) 87 84 80 77 77
2. Analisis
Berdasarkan perolehan prosentase setiap indicator dapat diperoleh
informasi bahwa :
a. Kebutuhan Guru PAI SMP Kota Cilegon terhadap Penguasaan Komputer
ternyata sangat tinggi, yaitu mencapai 87% guru menganggap butuh;
b. Anggapan bahwa kemampuan menulis huruf Hijaiyyah bagi Guru PAI
merupakan sesuatu yang wajib mencapai 84%. Hal ini menunjukkan bahwa
penguasaan menulis huruf hijaiyyah merupakan sesuatu yang sangat penting
bagi GPAI;
c. 80% Guru PAI SMP Kota Cilegon berpendapat bahwa aplikasi multikey
sangat membantu GPAI dalam menulis huruf Hijaiyyah berbasis komputer.
d. Guru PAI SMP Kota Cilegon melihat peluang dan tantangan penggunaan
multikey adalah sama besar, yaitu 77%.
Selanjutnya, jika diambil rata-rata prosentase terhadap 5 (lima) indikator
diperoleh angka sebesar 81,5% GPAI memberikan respons positif tentang upaya
meningkatkan kemampuan menulis huruf Hijaiyyah berbasis komputer dengan
menggunakan aplikasi Multikey.
F. Kesimpulan
Berdasarkan kajian pustaka dan analisis data angket tentang Penggunaan
Aplikasi Multikey Sebagai Upaya Meningkatkan Kompetensi Guru Pendidikan Agama
Islam dalam Menulis Huruf Hijaiyyah Berbasis Komputer dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a. Problematika utama guru PAI SMP Kota Cilegon dalam menulis huruf Hijaiyyah
berbasis komputer adalah berbedanya huruf-huruf pada keyboard, antara Latin
dan Arab, sementara keyboard yang tersedia hanya Latin;
76
b. Program aplikasi Multikey adalah program praktis menulis huruf Hijaiyyah yang
memiliki ciri adanya kesamaan huruf antara Arab dan Latin dalam keyboard
Latin;
c. Tata cara mengoperasikan program aplikasi multikey sangat mudah karena
dilengkapi dengan tutorial yang sederhana; dan
d. Guru PAI SMP Kota Cilegon 81,5% merasa terbantu dengan program aplikasi
Multikey karena tidak perlu lagi menghafalkan posisi huruf Hijaiyyah pada
keyboard. Sisanya yang 18,5% belum tertarik mengaplikasikan multikey dalam
komputer mereka karena kemampuan komputer mereka secara umum belum
mendukung
77
G. Daftar Pustaka
1. Arsyad, Azhar Media Pembelajaran. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2006.
2. Echol, John M dan Hasan Shadily, Kamus Inggris – Indonesia, Jakarta : PT
Gramedia, 2003,
3. Izzan, Ahmad M.Ag., Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung :
Penerbit Humaniora, 2011,
4. Koordinator Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta Wilayah I/DKI Jakarta, Al
Arabiyyah Li Thullab al Jami’ah Juz 2, Jakarta : Darul Ulum Press, 2002
5. Kurniawan, Jajang, Multikey,tt
6. Peraturan Pemerintah RI No. 74 tahun 2008 tentang Guru
7. Peraturan Menteri Agama RI No. 12 Tahun 2012 tentang Pengawas Madrasah
dan Pengawas PAI pada Sekolah
8. Poerwadarminata, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka,
1995,
9. Syukri, Ahmad, Hubungan antara Supervisi Pengawas dan Kompetensi Guru
dengan Kinerja Guru Pendidikan Agama Islam, Tesis, Jakarta : PPs Uhamka,
2007
10. Tim Penyusun Departemen Agama RI, Standar Kompetensi Guru Pendidikan
Agama Islam pada Sekolah Umum dan Madrasah, Jakarta : Departemen Agama
RI, 2008
11. Undang-undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
12. Usman, Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung : CV Remaja
Rosdakarya, 1996,
13. Wawancara dengan Uci Fauzi, S.Pd.I, Guru PAI SMP Fatahillah Cilegon, 13
Februari 2017
14. Wijaya, Cece dan A Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses
Belajar Mengajar, Bandung : PT Ramaja Rosdakarya, 1992,
78
Lampiran 1
Multikey adalah sebuah keyboard-mapping-program yang bisa digunakan untuk menulis dari
kanan ke kiri ketika kita bekerja di program lain, karena itu cocok digunakan untuk menulis
Arab di Windows Latin.
multikey.ini INI-file
multikyb.dll DLL-file
multikey.doc DOC-file bagi yang ingin membuat MULTIKEY.INI sendiri
anjuria.ttf sebuah font Arab true type
bacadulu.txt yang sedang dibaca
tutorial.doc petunjuk step by step menulis Arab dengan Multikey
tabel.doc tabel keystroke untuk alif, ba, ta, dst.
tips.doc tip atas masalah yang mungkin muncul
tabel.rtf
tutorial.rtf
tips.rtf
Ketiga file dalam format DOC ditulis dengan Word for Windows 95. Beberapa rekan yang
menggunakan Word 97 melaporkan bahwa files ini tidak bisa dibaca. Kalau ini terjadi,
gunakan files dalam format RTF (tabel.rtf, tutorial.rtf dan tabel.rtf).
===========
Cara instal
1. Copy MULTIKEY.INI dan MULTIKYB.DLL ke windows-directory (biasanya
C:\WINDOWS).
2. Copy font Arab ke fonts-directory (biasanya C:\WINDOWS\FONTS).
3. File lainnya, termasuk MULTIKEY.EXE, boleh dicopy ke mana saja.
===========
File tutorial.doc tabel.doc dan tips.doc, semuanya dalam bahasa Indonesia, berisi petunjuk
penggunaan Multikey. Bagi yang tidak suka membaca manual (seperti saya) dan ingin
langsung terjun dengan try and error, maka baca dulu "kursus kilat" berikut ini:
1. Jalankan text processor anda (WinWord, Word Pro, Wordpad atau apa saja).
2. Jalankan pula Multikey.
3. Tekan tombol Ctrl-Alt-H sekaligus untuk mengaktifkan menulis dari kanan ke kiri.
4. Aktifkan word processor anda dan cobalah mengetik sembarang. Anda akan melihat huruf-
hurufnya berjalan dari kanan ke kiri.
5. Sekarang pilihlah di word processor font Arab yang dikirim dalam paket ini kemudian
cobalah ketik 3 huruf ini: bsm a@.
===========
79
Terakhir: MULTIKEY dari paket ini mempunyai menu "Jawi" untuk menulis Jawi. Ini hanya
bisa berjalan dengan font Jawi, tidak dengan font Arab, karena font Arab tidak mempunyai
huruf ca, nga, pa, ga, nya serta va. Untuk mendownload font Jawi, lihat
http://www.crosswinds.net/~tulisarab/jawi
===========
Selamat mencoba!
Pertanyaan, kritik, perbaikan, usul, teguran, dsb. kirimkan ke
Jajang Kurniawan
email: e8826474@studbimb.tuwien.ac.at
email: jajang_k@yahoo.de
http://studbimb.tuwien.ac.at/~e8826474 (di sini terdapat lebih dari 90 font Arab lainnya)
http://www.crosswinds.net/~tulisarab (di sini juga)
80
Lampiran 2
File ini adalah semacam petunjuk step by step untuk menulis Arab di Windows Latin, dengan
bantuan program Multikey. Tapi sebenarnya menggunakan Multikey mudah. Anda bisa
mencobanya dengan prinsip try and error, tanpa mengikuti tutorial ini.
Penting:
1. Apabila di atas ini tidak tertulis kalimat basmalah dalam huruf Arab, maka font "Arab
Naskh Juria" belum diinstal, dan tutorial ini tidak akan jalan. Installah dulu font tsb.
2. Apabila kata basmalah-nya terputus-putus, misalnya
maka pengolah kata anda tidak
mendukung pemakaian glyph font yang mempunyai lebar=0. Ini terjadi misalnya pada
Wordpad dari paket Windows 98. Gunakanlah pengolah kata lain.
3. Dalam mengikuti tutorial ini anda akan mengubah file ini, karena itu simpanlah dulu file
ini dengan nama lain, pilihlah menu File/Save as ….
81
Penting: Selama tutorial ini, di simbol Multikey harus terbaca "Multikey - Umum: harkat
ti…".Apabila karena satu dan lain hal kembali muncul "Multikey - Latin default", pilihlah
menu "Right to Left" sekali lagi.
Langkah 3: Pilihlah salah satu font Arab di pengolah kata anda, ambillah ukuran yang agak
besar. Akan lebih bagus pula kalau dalam menulis Arab kita memilih paragraf rata kanan.
Catatan 1: Langkah ini tidak perlu dilakukan di turorial ini, karena sudah disiapkan.
Catatan 2: Beberapa program, misalnya MS-Office 97, menampilkan nama-font dengan font
itu sendiri. Karena font Arab Naskh Juria mempunyai latin coding maka di menu font akan
ditampilkan secara keliru
Untuk mencegah ini, non-aktifkan fungsi ini. Di MS-Word 97 misalnya melalui menu
Tools/Customize/Options/List font names in their font. Apabila ini tidak aktif, maka di menu
font akan tampil dengan benar dalam huruf Latin
Arab Naskh Juria
Tempatkan cursor di antara dua tanda kurung di atas ini. Kemudian ketiklah:
b [space] s [space] m
Apabila semuanya ok, anda akan melihat huruf ba , sin , dan mim .
Catatan: Lihat file Tabel.doc untuk melihat bagaimana cara mengetik huruf Arab lainnya.
Tempatkan cursor di antara dua tanda kurung di atas ini. Sekarang ketiklah (tanpa space!):
bsm
Anda akan melihat bahwa huruf ba, sin, dan mim berubah bentuk sesuai dengan letaknya,
apakah di awal, tengah, atau akhir. Hasil akhir: . Cobalah teruskan dengan
82
Tempatkan cursor di antara ba dan sin di atas ini, kemudian ketiklah i, posisikan cursor di
antara sin dan mim kemudian ketiklah o, posisikan cursor di setelah mim kemudian ketiklah i.
Sekarang anda bisa membaca bismi:.
Seperti anda lihat, pengetikan kasra dan sukun ini tidak mengubah huruf ba, sin, dan mim
yang sudah diketik sebelumnya.
Catatan: Lihat file Tabel.doc untuk melihat bagaimana cara mengetik tanda harkat lainnya.
Tempatkan cursor di antara dua tanda kurung merah di atas ini. Kemudian ketiklah:
bisomi
Jangan kaget apabila huruf mim ternyata menjadi salah. Sekarang tempatkan cursor di antara
dua tanda kurung hijau, dan ketiklah (awas huruf I besar!):
bisomI
Sebagaimana kita lihat, pengetikan tanda harkat mengubah bentuk huruf, kecuali kalau kita
menggunakan huruf besar.
Catatan: Lihat file Tabel.doc untuk melihat bagaimana cara mengetik tanda harkat lainnya
yang tidak mengubah bentuk huruf.
Tempatkan cursor di antara dua tanda kurung merah di atas ini. Kemudian ketiklah:
kutibE [space] 'eleyokumU
Klik-lah simbol program Multikey dengan mouse kanan, pilih menu "Right to Left > Naskhi:
harkat bergelombang", kembali ke file ini, tempatkan cursor di antara dua tanda kurung hijau
dan ketiklah teks yang sama:
kutibE [space] 'eleyokumU
Kita lihat, dengan cara umum kita mendapatkan posisi tanda harkat yang sejajar, jauh dari
huruf; sementara dengan cara naskhi posisi tanda harkat berubah tergantung hurufnya. Cara
mana yang akan anda gunakan, itu terserah anda.
83
Tempatkan cursor di antara ba dan sin di atas ini, kemudian ketiklah i dan langsung ketik key
minus [-] berulang-ulang. Bisa kita perhatikan, posisi kasra bisa naik turun. Langkah ini
dimaksudkan agar anda bisa mengubah posisi tanda harkat sekehendak hati. Cobalah
lanjutkan dengan sukun dst.
Cara ini bisa juga dilakukan dalam memberi tanda harkat secara langsung. Cobalah ketik di
bawah ini:
ku [tanda minus berkali-kali] ti [tanda minus berkali-kali] bE [tanda minus berkali-kali]
Demikianlah secara ringkas cara menulis Arab di Windows latin. Tentu cara ini juga bisa
dilakukan bukan hanya di program pengolah kata, tapi (teoretis) di hampir semua program
yang bisa menerima input teks dan menampilkannya dengan font true type.
Langkah 10:
Untuk selanjutnya lihatlah file Tabel.doc atau Tabel.rtf untuk melihat cara mengetik huruf-
huruf Arab dan tanda-tanda harkat lainnya, dan Tips.doc atau Tips.rtf untuk melihat beberapa
tips.
Selamat mencoba!
Jajang Kurniawan
email: e8826474@studbimb.tuwien.ac.at
email: jajang_k@yahoo.de
http://studbimb.tuwien.ac.at/~8826474
http://www.crosswinds.net/~tulisarab
Lampiran 3
TIPS
Perhatian: file ini ditulis dalam format "Word for Windows 95". Apabila anda menggunakan
"Word for Windows 97" ada kemungkinan file ini tidak ditampilkan dengan benar. Sebagai
gantinya, gunakan file bernama "Tips.rtf".
File ini berisi masalah-masalah yang mungkin timbul dalam pengoperasian Multikey, berikut
tip untuk mengatasinya.
84
1. Mengapa WinWord terkadang tidak mau menampilkan font Arab, padahal sudah dipilih?
Ini kadang-kadang terjadi, bukan hanya di WinWord, dan bukan hanya dengan font Arab.
Beberapa text processor akan kembali ke standard font (misalnya: Times New Roman ukuran
10) kalau kita setelah memilih font tidak mengetik apa-apa, misalnya hanya memainkan
cursor atau menu. Dalam mengetik dari kanan ke kiri, dan posisi kanan kosong, mungkin
WinWord menginterpretasikannya sebagai NIL, karena itu kembali ke Times New Roman
10.
Tip: nonatifkan dulu Multikey, pilih di WinWord font Arab, ketiklah misalnya 2 space,
kemudian tempatkan cursor di antara 2 space tsb, aktifkan lagi Multikey, dan cobalah
mengetik Arab. Kedua space tadi bisa dihapus lagi.
2. Mengapa dalam mengoreksi misalnya ba-tengah dengan qaf, huruf qaf tidak otomatis
berubah menjadi qaf-tengah?
Multikey hanyalah sebuah keyboard remapping program, bukan sesuatu yang membuat
WinWord atau Windows menjadi versi Arab. Karena itu WinWord kita tetap WinWord latin,
dan tidak tahu cara menulis Arab.
Tip: di paket yang didownload dari http://www.oeaw.ac.at/kvk/cte/multik~1.htm terdapat 3
DOT-file untuk WinWord 6.0, 95, dan 97 dengan makro yang bisa membuat WinWord
menjadi lebih cerdik dalam mengoreksi huruf Arab.
Tip: kalau dalam menulis Arab kita salah ketik huruf, jangan stop kemudian menekan
backspace, tapi teruskan dengan mengetik huruf yang benar sampai kata-nya selesai. Baru
setelah itu hapus huruf yang keliru.
85
Tip: Ctrl-Alt-h mengaktifkan menulis dari kanan ke kiri; Ctrl-Alt-f mengubah menu Umum ke
Nakshi dan sebaliknya; Ctrl-Alt-x menonaktifkan Multikey.
8. Mengapa dalam menulis "yaasiin" dan "thaasiin" dengan menulis harkat langsung huruf sin
ditulis keliru?
Tip: Tulislah gundul dulu atau , baru berikan harkatnya atau .
'~s~q~ hAm~pAs~m~pAH|
k~HAyA'~c~al~mv~rA al~rA
al~mv~c~ al~mv~ n~ q~ c~
9. Apakah file multikey.ini ini disusun dengan asumsi bahwa hanya muncul di
akhir sebuah kata?
Ya, dan asumsi ini tidak sepenuhnya benar. Jadi apabila ada dari tanda-tanda harkat ini
berada di tengah sebuah kalima masukkanlah tanda ini belakangan, jangan langsung.
86
Tampaknya anda menggunakan font Arab yang bercoding Latin. Dalam hal ini hubungi saya
melalui email adress di bawah ini.
Apabila ada pertanyaan, masalah, tip, ide lain, silakan bagi-bagi ke:
Jajang Kurniawan
email: e8826474@studbimb.tuwien.ac.at
email: jajang_k@yahoo.de
http://studbimb.tuwien.ac.at/~8826474
http://www.crosswinds.net/~tulisarab
87
Lampiran 4
TABEL HURUF
Perhatian: file ini ditulis dalam format "Word for Windows 95". Apabila anda menggunakan
"Word for Windows 97" ada kemungkinan file ini tidak ditampilkan dengan benar. Sebagai
gantinya, gunakan file bernama "Tips.rtf".
Tabel berikut ini berisi petunjuk tombol mana yang harus ditekan di keyboard untuk huruf
Arab tertentu. Untuk bisa membaca teks ini lengkap, font "Arab Naskh Juria" harus sudah
diinstal.
1. Huruf-huruf dasar
huruf key nama huruf key nama huruf key nama
t ta Z tsa j jim
h ha K kha d dal
D dzal r ra z zay
H ha x hamza y ya
2. Huruf-huruf lanjutan
88
la lam-alif la+ lam-alif hamza atas la- lam-
alif hamza bawah
3. Tanda-tanda harkat
PENTING!!!
a. Tanda-tanda harkat di atas mengubah huruf-sendiri menjadi huruf-awal, dan huruf akhir
menjadi huruf tengah, dan juga berpengaruh atas huruf yang akan diketik sesudahnya. Apabila
efek ini tidak diinginkan, misalnya memberi tanda harkat pada huruf akhir atau huruf sendiri,
maka tekanlah tombol shift ketika menekan key yang pertama (sekali lagi: yang pertama saja!).
Jadi:
E I U O Ee
c. Apabila masih ada kekeliruan dalam penulisan tanda harkat secara langsung, tulislah tanpa
harkat dulu, baru diberi tanda harkat (lihat Langkah 4. Lain-lain
Angka … dan tanda-tanda lain seperti diketik seperti biasa. Tanda kutip
(misalnya untuk hadits) diketik dengan < dan >, sementara (misalnya untuk ayat) diketik
dengan { dan }. Tatwil (misalnya untuk memanjangkan huruf) ditulis dengan _ (garis bawah).
Contoh .
6 dalam file Tutorial.doc). Dengan cara ini kita tidak perlu pusing dengan huruf besar atau kecil.
89
Selamat menulis Arab!
Jajang Kurniawan
email: e8826474@studbimb.tuwien.ac.at
email: jajang_k@yahoo.de
http://studbimb.tuwien.ac.at/~8826474
http://www.crosswinds.net/~tulisarab
90