Anda di halaman 1dari 90

TEKNIK EVALUASI NON TES

Eti Shobariyah

Program Study PAI


STIT Al-Khairiyah Cilegon
Jalan H. Enggus Arja No. 1 Link. Citangkil Cilegon 42443

Abstrak

Evaluasi merupakan hal yang penting dalam sebuah proses pembelajaran, karena dengan
evaluasi guru, murid dan stakeholder pendidikan yang lain dapat mengetahui sejauhmana
pembelajaran tersebut berhasil. Banyak yang mengira bahwa evaluasi hanya dilakukan
dengan melalui Tes, padahal ada teknik lain dalam mengevaluasi sebuah pembelajran atau
juga kegiatan-kegiatan yang lain yakni melalui Evaluasi Non Tes. Evaluasi non tes adalah
sebagai teknik penilaian yang dilakukan tanpa menggunakan tes. Sehingga teknik ini
dilakukan lewat pengamatan secara teliti dan tanpa menguji peserta didik. Evaluasi non tes
berbeda dengan evalauasi tes, jika evaluasi seringkali hanya dipergunakan untuk mengukur
tingkat pengetahuan seseorang, namun sebaliknya evaluasi non tes merupakan sebuah teknik
evaluasi untuk mengukur, menilai serta menyimpulkan hasil evaluasi bukan berdasarkan
instrument pada pertanyaan-pertanyaan. Penggunaan evaluasi non tes ini biasanya
dipergunakan lebih kepada aspek afektif dan psikomotor seseorang atau seorang siswa.
Evaluasi Non Tes meliputi :Wawancara, Observasi, Kuesioner, Project Work, Skala
Bertingkat dan Unjuk Kerja.

Kata Kunci: Skala Bertingkat, Unjuk Kerja, Project Work, Kuesioner.

1
A. Pendahuluan
Evaluasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan
memperhatikan tingkah lakunya. Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes,
baik melalui bentuk tes uraian maupun tes objektif. Kegiatan mengukur, menilai, dan
mengevaluasi sangatlah penting dalam dunia pendidikan. Hal ini tidak terlepas karena
kegiatan tersebut merupakan suatu siklus yang dibutuhkan untuk mengetahui sejauhmana
pencapaian pendidikan telah terlaksana. Contohnya dalam evaluasi penilaian hasil belajar
siswa, kegiatan pengukuran dan penilaian merupakan langkah awal dalam proses evaluasi
tersebut. Kegiatan pengukuran yang dilakukan biasanya dituangkan dalam berbagai bentuk
tes dan hal ini yang paling banyak digunakan. Namun, tes bukanlah satu-satunya alat dalam
proses pengukuran, penilaian, dan evaluasi pendidikan sebab masih ada teknik lain yakni
teknik “NON TES”.
Teknik non tes biasanya dilakukan dengan cara wawancara, pengamatan secara
sistematis, menyebarkan angket, ataupun menilai/mengamati dokumen-dokumen yang ada
(Sudijono,2009). Pada evaluasi penilaian hasil belajar, teknik ini biasanya digunakan untuk
mengukur pada ranah afektif dan psikomotorik, sedangkan teknik tes digunakan untuk
mengukur pada ranah kognitif. Berikut ini akan dijelaskan tentang resume pengertian,
bentuk-bentuk non-tes, dan beberapa contoh dalam pelaksanaan teknik non tes. Teknik non
tes jarang dilakukan mengingat waktu yang diperlukan juga banyak dan juga persiapan yang
lebih daripada evaluasi menggunakan tes. Namun kepentingan yang ada membuat teknik
evaluasi non tes ini juga penting

B. Pengertian
Teknik penilaian non tes jika dilihat dari kata yang menyusunnya, maka non tes dapat
kita artikan sebagai teknik penilaian yang dilakukan tanpa menggunakan tes. Sehingga teknik
ini dilakukan lewat pengamatan secara teliti dan tanpa menguji peserta didik. Non tes
biasanya dilakukan untuk mengukur hasil belajar yang berkenaan dengan soft skill, terutama
yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh peserta didik dari apa
yang diketahui atau dipahaminya. Dengan kata lain, instrument ini berhubungan dengan
penampilan yang dapat diamati dari pada pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak
dapat diamati dengan Panca indera (Widiyoko, 2009)

2
C. Jenis-jenis teknik non tes
Tehnik penilaian ini umumnya untuk menilai keperibadian anak secara menyeluruh
meliputi:

1. Pengamatan (observation)
Menurut Sudijono (2009) observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan
keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan
secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran
pengamatan.
a. Tujuan utama observasi antara lain :
1) Mengumpulkan data dan inforamsi mengenai suatu fenomena, baik yang
berupa peristiwa maupun tindakan, baik dalam situasi yang sesungguhnya
maupun dalam situasi buatan.
2) Mengukur perilaku kelas (baik perilaku guru maupun peserta didik), interaksi
antara peserta didik dan guru, dan faktor-faktor yang dapat diamati lainnya,
terutama kecakapan sosial (social skill)
3) Menilai tingkah laku individu atau proses yang tejadi dalam situasi sebenarnya
maupun situasi yang sengaja dibuat.
Dalam evaluasi pembelajaran, observasi dapat digunakan untuk menilai
proses dan hasil belajar peserta didik pada waktu belajar belajar, berdiskusi,
mengerjakan tugas, dan lain-lain. Selain itu, observasi juga dapat digunakan untuk
menilai penampilan guru dalam mengajar, suasana kelas, hubungan sosial sesama,
hubungan sosial sesama peserta didik, hubungan guru dengan peserta didik, dan
perilaku sosial lainnya
b. Karakteristik Observasi
1) Mempunyai arah dan tujuan yang jelas.
2) Bersifat ilmiah, yaitu dilakukan secara sistematis, logis, kritis, objektif, dan
rasional.
3) Terdapat berbagai aspek yang akan diobservasi.
4) Praktis penggunaannya.
c. Pembagian Observasi
Jika kita melihat dari dari kerangka kerjanya, observasi dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu:

3
1) Observasi berstruktur, yaitu semua kegiatan guru sebagai observer telah
ditetapkan terlebih dahulu berdasarkan kerangka kerja yang berisi faktor yang
telah diatur kategorisasinya. Isi dan luas materi observasi telah ditetapkan dan
dibatasi dengan jelas dan tegas.
2) Observasi tak berstruktur, yaitu semua kegiatan guru sebagai obeserver tidak
dibatasi oleh suatu kerangka kerja yang pasti. Kegiatan obeservasi hanya
dibatasi oleh tujuan observasi itu sendiri.
Apabila dilihat dari teknis pelaksaannya, observasi dapat ditempuh melalui
tiga cara, yaitu:
1) Observasi langsung, observasi yang dilakukan secara langsung terhadap objek
yang diselidiki.
2) Observasi tak langsung, yaitu observasi yang dilakukan melalui perantara, baik
teknik maupun alat tertentu.
3) Observasi partisipasi, yaitu observasi yang dilakukan dengan cara ikut ambil
bagian atau melibatkan diri dalam situasi objek yang diteliti.
d. Kelebihan dan Kekurangan Observasi
Menurut Arifin (2009) Kelebihan dan kekurangan observasi antara lain:
Kelebihan
1) Observasi merupakan alat untuk mengamati berbagai macam fenomena.
2) Observasi cocok untuk mengamati perilaku peserta didik maupun guru yang
sedang melakukan suatu kegiatan.
3) Banyak hal yang tidak dapat diukur dengan tes, tetapi lebih tepat dengan
observasi.
4) Tidak terikat dengan laporan pribadi.
Kekurangan
1) Seringkali pelaksanaan observasi terganggu oleh keadaan cuaca, bahkan ada
kesan yang kurang menyenangkan dari observer ataupun observasi itu sendiri.
2) Biasanya masalah pribadi sulit diamati.
3) Jika yang diamati memakan waktu lama, maka observer sering menjadi jenuh.
e. Pedoman penyusunan observasi
Adapaun langkah-langkah penyusunan pedoman observasi menurut Arifin
(2009) adalah sebagai berikut:
1) Merumuskan tujuan observasi
2) Membuat lay-out atau kisi-kisi observasi

4
3) Menyusun pedoman observasi
4) Menyusun aspek-aspek yang akan diobservasi, baik yang berkenaan proses
belajar peserta didik dan kepribadiaanya maupun penampilan guru dalam
pembelajaran
5) Melakukan uji coba pedoman observasi untuk melihat kelemahan-kelemahan
pedoman observasi
6) Merefisi pedoman obsevasi berdasarkan hasil uji coba
7) Melaksanakan observasi pada saat kegiatan berlangsung
8) Mengolah dan menafsirkan hasil observasi

Berikut ini contoh format observasi


Nama Sekolah : ………………
Mata Pelajaran : ………………
Bahan Kajian : ………………
Nama Guru : ………………
Hari/tanggal : ………………
Pukul : ………………
A. Tujuan
Tujuan penggunaan instrument ini adalah untuk mengukur kemampuan guru
mengelola pembelajaran
B. Petunjuk
1) Objek penilaian adalah kemampuan guru mengelola pembelajaran di kelas
2) Bapak/ibu dapat memberikan penilaian, dengan cara member tanda cek (√) pada
lajur yang tersedia
3) Makna angka penilaian adalah 1 (tidak baik); 2 (kurang baik); 3 (cukup baik); 4
(baik)

5
Skala Penilaian
No Aspek yang diamati/penilaian
1 2 3 4
I. Fase Persiapan Mental
a. Menyampaikan secara lisan hasil belajar dan
indikator ketercapaian hasil belajar dan jika perlu
member penjelasan
b. Memotivasi mahasiswa dengan cara member
informasi tentang pentingnya mengenal manfaat
bahan kajian untuk memecahkan masalah dalam
mata pelajaran lainnya maupun kehidupan sehari-
hari
c. Memberitahukan beberapa pokok materi yang
perlu dipahami mahasiswa yaitu pengetahuan
prasyarat yang diaktifkan dan bagaimana
mahasiswa dapat menggunakan pemahaman itu
untuk mencapai hasil belajar
II. Fase Advance Organizer
a. Mengaktifkan pengetahuan prasyarat mahasiswa
dengan cara :
1. Mempersilahkan mahasiswa membaca bagian
tertentu buku mahasiswa
2. Melakukan komunikasi interaktif dengan
mahasiswa. Materi inti dalam komunikasi interaktif
ini termuat dalam Lembar Advance Organizer
(LAO)
b. Mengaktifkan pola berpikir mahasiswa agar lebih
terfokus pada bagaimana mengonstruksikan
pengetahuan baru.
III. Fase Konstruksi Pengetahuan Baru
a. Penyampaian masalah dalam wujud tertulis kepada
mahasiswa dengan cara :
1. Menyerahkan LKS dan memberi penjelasan
tentang bekerja dengan LKS tersebut
2. Mempersilahkan mahasiswa membuka buku
mahasiswa pada bagian tertentu
b. Memberi kesempatan pada mahasiswa utnuk
menyelidiki masalah dengan cara mempersilahkan
mahasiswa membaca LKS yang sudah diberikan.
Dosen memantau mahasiswa yang sedang
menyelidiki masalah
c. Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk
memecahkan masalah dengan mengisi LKS,
selanjutnya dosen berkeliling kelas memantau
aktifitas mahasiswa dan jika perlu member
masukan kepada mahasiswa secara individu. Dalam
hal ini dosen tidak memberikan jawaban kepada
mahasiswa tetapi dosen mengiuti jawaban
mahasiswa.
d. Dosen memberi kesempatan kepada mahasiswa

6
untuk melakukan klarifikasi ide dengan cara:
1. Mempersilahkan mahasiswa duduk dengan formasi
kelompok
2. Mempersilahkan mahasiswa berdisukusi dalan
kelompoknya tentang hasil yang dicapai dalam
mengisi LKS. Mengikuti diskusi mahasiswa dan
member masukan berdasarkan jawaban mahasiswa
3. Mempersilahkan wakil dua kelompok yang dipilih
secara acak untuk mempresentasikan hasil disukusi
IV Fase Penguatan Kognitif Baru
Menguji gagasan baru yang dikonstruksikan
mahasiswa dengan cara :
a. Memersilahkan mahasiswa mengerjakan soal
tantangan yang sudah ditentukan dalam RP dan
memantau pekerjaan mahasiswa
b. Membahas bersama mahasiswa soal yang tidak
dapat dipecahkan oleh kebayakan mahasiswa
c. Melakukan penarikan kesimpulan menyeluruh
tentang pelajaran pada tatap muka ini
V Pengelolaan Waktu
VI Pengamatan suasana kelas :
a. Siswa antusias
b. Guru antusias

……………….,………………
Pengamat/ Penilai

..................................................

2. Wawancara (interview)
a. Pengertian
Menurut Sudijono (2009) wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan
keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan Tanya jawab lisan secara sepihak,
berhadapan muka, dan dengan arah tujuan yang terlah ditentukan. Sedangkan menurut
Bahri (2008) Wawancara adalah komunikasi langsung antara yang mewancarai dan
yang diwancarai.

7
Dari pengertian tersebut kita dapat simpulkan bahwa wawancara adalah suatu
teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber.
Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog (Tanya jawab) secara lisan, baik
langsung maupun tidak langsung (menggunakan alat komunikasi).
b. Pembagian wawancara
Ada dua jenis wawancara yang dapat dipergunakan sebagai alat dalam
evaluasi, yaitu:
1) Wawancara terpimpin (guided interview)
Yaitu biasanya juga dikenal dengan istilah wawancara berstruktur
(structured interview) atau wawancara sistematis (systematic interview), dimana
wawancara ini selalu dilakukan oleh evaluator dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu dalam bentuk panduan
wawancara (interview guide). Jadi, dalam hal ini responden pada waktu
menjawab pertanyaan tinggal memilih jawaban yang sudah disediakan.
2) Wawancara tidak terpimpin (un-guided interview).
Biasanya juga dikenal dengan istilah wawancara sederhana (simple
interview) atau wawancara tidak sistematis (nonsystematic interview) atau
wawancara bebas, diamana responden mempunyai kebebasan untuk
mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah
dibuat oleh evaluator. Dalam wawancara bebas, pewancara selaku evaluator
mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik atau orang tuanya tanpa
dikendalikan oleh pedoman tertentu, mereka dengan bebas mengemukakan
jawabannya. Hanya saja pada saat menganilis dan menarik kesimpulan hasil
wawancara bebas ini evaluator akan dihadapkan kesulitan-kesulitan, terutama
apabila jawaban mereka beraneka ragam. Mengingat bahwa daya ingat manusia
itu dibatasi ruang dan waktu, maka sebaiknya hasil wawancara itu dicatat
seketika.
3) Hal-hal yang perlu diperhatikan
Dalam melaksanakan wawancara, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan evaluator dalam pelaksanaan wawancara antara lain; evaluator
harus mendengar, mengamati, menyelidiki, menanggapi, dan mencatat apa yang
sumber berikan. Sehingga informasi yang disampaikan oleh narasumber tidak
hilang dan informasi yang dibutuhkan dapat ditangkap dengan baik. Selain itu
evaluator harus meredam egonya dan melakukan pengendalian tersembunyi.

8
Kadang kala banyak evaluator yang tidak dapat meredam egonya sehingga unsur
subyektivitas muncul pada saat menganalisis hasil wawancara yang telah
dilaksanakan.
4) Tujuan wawancara
Menurut Zainal (2009) ada 3 tujuan dalam melaksanakan wawancara
yakni :
a) Untuk memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu
hal atau situasi dan kondisi tertentu.
b) Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.
c) Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang
tertentu.
5) Kelebihan dan Kekurangan
Berbeda dengan observasi, wawancara memiliki kelebihan antara lain;
a) Dapat secara luwes mengajukan pertanyaan sesuai dengan situasi yang
dihadapi pada saat itu
b) Mengetahui perilaku nonverbal, misalnya rasa suka, tidak suka atau
perilaku lainnya pada saat pertanyaan diajukan dan dijawab oleh sumber
c) Pertanyaan dapat diajukan secara berurutan sehingga sumber dapat
memahami maksud penelitian secara baik, sehingga dapat menjawab
pertanyaan dengan baik pula
d) Jawaban tidak dibuat oleh orang lain tetapi benar oleh sumber yang telah
ditetapkan
e) Melalui wawancara, dapat ditanyakan hal-hal yang rumit dan mendetail.
Namun, wawancara juga memiliki kelemahan antara lain :
a) memerlukan banyak waktu dan tenaga dan juga mungkin biaya
b) dilakukan secara tatap muka, namun kesalahan bertanya dan kesalahan
dalam menafsirkan jawaban, masih bisa terjadi keberhasilan wawancara
sangat tergantung dari kepandaian pewawancara.

9
Contoh pertanyaan-pertanyaan yang biasa dilaksanakan pada saat
wawancara:
Pertanyaan-pertanyaan :
1. Apakah siswa mengalami kesulitan memahami petunjuk baik arahan dari
guru atau petunjuk dari dalam LKS?
2. Pada saat mengalami kesulitan apakah siswa berusaha betanya kepada
teman lain atau kepada guru ?
3. Apakah bimbingan guru selalu dibutuhkan siswa agar dapat memahami
materi pelajaran?
4. Apakahsiswa mempunyai buku paket atau referensi yang berhubungan
dengan materi yang sedang dibahas?
5. Apakah siswa selalu mengerjakan tugas-tugas dari guru?
6. Apakah materi pelajaran dirasakan siswa tidak ada manfaatnya dalam
kehidupannya kelak?
7. Apakah siswa di luar jam ataupun di rumah berusaha belajar dengan teman
yang lain?
8. Apakah menurut siswa lingkunga di sekolah (di dalam dan di luar kelas)
kondusif untuk belajar?
9. Apakah orang tua siswa di rumah menyuruh untuk belajar?
10. Apakah siswa mempunyai keinginan untuk keluar dari kesulitan yang
dihadapinya?

3. Kuesioner
a. Pengertian
Pada dasarnya, angket adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh
orang yang akan diukur (responden). Adapun tujuan penggunaan angket atau kuesioner
dalam proses pembelajaran terutama adalah untuk memperoleh data mengenai latar
belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan
proses belajar mereka. Hal ini juga disampaikan oleh Yusuf (dalam Arniatiu, 2010)
yang menyatakan kuisioner adalah suatu rangkaian pertanyaan yang berhubungan
dengan objek yang dinilai dengan maksud untuk mendapatkan data.
Selain itu, data yang dihimpun melalui angket biasanya juga berupa data yang
berkenaan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa dalam mengikuti
pelajaran. Misalnya: cara belajar, bimbingan guru dan orang tua, sikap belajar dan lain
sebagainya. Angket pada umumnya dipergunakan untuk menilai hasil belajar pada
ranah afektif. Angket dapat disajikan dalam bentuk pilihan ganda atau skala sikap.
b. Tujuan kuesioner/ angket
Adapun beberapa tujuan dari pengembangan angket adalah :
1) Mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dari siswa tentang pembelajaran
matematika.

10
2) Membimbing siswa untuk belajar efektif sampai tingkat penguasaan tertentu.
3) Mendorong siswa untuk lebih kreatif dalam belajar.
4) Membantu anak yang lemah dalam belajar.
5) Untuk mengetahui kesulitan – kesulitan siswa dalam pembelajaran
matematika.
c. Jenis kuesioner
Jenis-jenis kuesioner (menurut Yusuf , dalam Artiatiu, 2010)
1) Kuesioner dari segi isi dapat dibedakan atas 4 bagian yaitu:
a) Pertanyaan fakta adalah pertanyaan yang menanyakan tentang fakta antara
lain seperti jumlah sekolah, jumlah jam belajar, dll.
b) Pertanyaan perilaku adalah apabila guru menginginkan tingkah laku
seseorang siswa dalam kegiatan di sekolah atau dalam proses belajar
mengajar.
c) Pertanyaan informasi adalah apabila melalui instrument itu guru ingin
mengungkapkan berbagai informasi atau menggunakan fakta.
d) Pertanyaan pendapat dan sikap adalah kuesioner yang berkaitan dengan
perasaan, kepercayaan predisposisi, dan nilai-nilai yang berhubungan
dengan objek yang dinilai.
2) Kuesioner dari jenisnya dapat dibedakan atas 3 yaitu :
a) Tertutup, kuesioner yang alternative jawaban sudah ditentukan terlebih
dahulu. Responden hanya memilih diantara alternative yang telah
disediakan.
b) Terbuka, kuesioner ini memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengemukakan pendapatnya tentang sesuatu yang ditanyakan sesuai
dengan pandangan dan kemampuannya. Alternative jawaban tidak
disediakan. Mereka menciptakan sendiri jawabannya dan menyusun
kalimat dalam bahasa sendiri
c) Tertutup dan terbuka, kuesioner ini merupakan gabungan dari kedua
bentuk yang telah dibicarakan. Yang berarti bahwa dalam bentuk ini,
disamping disediakan alternative, diberi juga kesempatan keoada
siswa/mahasiswa untuk mengemukakan alternative jawabannya sendiri,
apabila alternative yang disediakan tidak sesuai dengan keadaan yang
bersangkutan.

11
3) Kuesioner dari segi yang menjawab dapat dibedakan atas 2, yaitu :
a) Kuesioner langsung, yaitu kuesioner yang langsung dijawab/diisi oleh
individu yang akan diminta keterangannya.
b) Kuesioner tidak langsung, yaitu kuesioner yang diisi oleh orang lain,
(orang yang tidak diminta keterangannya).

d. Kelebihan dan kekurangan


Ada beberapa hal yang menjadi kelebihan angket sebagai instrument
evaluasi, diantaranya yaitu:
1) Dengan angket kita dapat memperoleh data dari sejumlah anak yang banyak
yang hanya membutuhkan waktu yang sigkat.
2) Setiap anak dapat memperoleh sejumlah pertanyaan yang sama
3) Dengan angket anak pengaruh subjektif dari guru dapat dihindarkan
Sedangkan kelemahan angket, antara lain:
1) Pertanyaan yang diberikan melalui angket adalah terbatas, sehingga apabila
ada hal-hal yang kurang jelas maka sulit untuk diterangkan kembali
2) Kadang-kadang pertanyaan yang diberikan tidak dijawab oleh semua anak,
atau mungkin dijawab tetapi tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.
Karena anak merasa bebas menjawab dan tidak diawasi secara mendetail.
3) Ada kemungkinan angket yang diberikan tidak dapat dikumpulkan semua,
sebab banyak anak yang merasa kurang perlu hasil dari angket yang diterima,
sehingga tidak memberikan kembali angketnya.
4. Riwayat Hidup
Ini adalah salah satu tehnik non tes dengan menggunakan data pribadi seseorang
sebagaibahan informasi penelitian. Dengan mempelajari riwayat hidup maka subjek
evaluasi akan dapat menarik suatu kesimpulan tentang kepribadian, kebiasaan dan sikap
dari objek yang dinilai.
Evaluasi cara ini mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan belajar
peserta didik tanpa menguji (teknik non-tes) juga dapat dilengkapi atau diperkaya
dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen, misalnya: dokumen
yang menganut informasi mengenai riwayat hidup (auto biografi), seperti kapan kapan
dan dimana peserta didik dilahirkan, agama yang dianut, kedudukan anak didalam
keluarga dan sebagainya. Selain itu juga dokumen yang memuat informasi tentang
orang tua peserta didik, dokumen yang memuat tentang orang tua peserta didik,

12
dokumen yang memuat tentang lingkungan non-sosial, seperti kondisi bangunan rumah,
ruang belajar, lampu penerangan dan sebagainya (Sudijono : 2009).
Beberapa informasi, baik mengenai peserta didik, orang tua dan lingkungannya
itu bukan tidak mungkin pada saat-saat tertentu sangat diperlukan sebagai bahan
pelengkap bagi pendidik dalam melakukan evaluasi hasil belajar terhadap peserta
5. Studi kasus
a. Pengertian
Studi kasus adalah mempelajari individu dalam proses tertentu secara terus
menerus untuk melihat perkembangannya (Djamarah : 2000). Misalnya peserta
didik yang sangat cerdas, sangat lamban, sangat rajin, sangat nakal, atau kesulitan
dalam belajar. Untuk itu guru menjawab tiga percayaan inti dalam studi kasus,
yaitu:
1) Mengapa kasus tersebut bisa terjadi?
2) Apa yang dilakukan oleh seseorang dalam kasus tersebut?
3) Bagaimana pengaruh tingkah laku seseorang terhadap lingkungan?
Studi kasus sering digunakan dalam evaluasi, bimbingan, dan penelitian.
Studi ini menyangkut integrasi dan penggunaan data yang komprehensif tentang
peserta didik sebagai suatu dasar untuk melakukan diagnosis dan mengartikan
tingkah laku peserta didik tersebut. Dalam melakukan studi kasus, guru harus
terlebih dahulu mengumpulkan data dari berbagai sumber dengan menggunakan
berbagai teknik dan alat pengumpul data. Salah satu alat yang digunakan adalah
depth-interview , yaitu melakukan wawancara secara mendalam, jenis data yang
diperlukan antara lain, latar belakang kehidupan, latar belakang keluarga,
kesanggupan dan kebutuhan, perkembangan kesehatan, dan sebagainya.
b. Kelebihan dan kekurangan
Seperti halnya alat evaluasi yang lain, studi kasus juga mempunyai
kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah dapat mempelajari seseorang
secara mendalam dan komprehensif, sehingga karakternya dapat diketahui
selengkap-lengkapnya. Sedangkan kelemahannya adalah hasil studi kasus tidak
dapat digeneralisasikan

13
D. Kesimpulan
Pelaksanakan evaluasi dalam dunia pendidikan, tidak hanya semata dapat
menggunakan instrument tes. Namun, kita bisa menggunakan instrument non tes dalam
kegiatan pengukuran dan penilaian. Teknik-teknik non-tes juga menempati kedudukan yang
penting dalam rangka evaluasi hasil belajar, lebih-lebih evaluasi yang berhubungan dengan
kondisi kejiwaan peserta didik, seperti persepsinya terhadap mata pelajaran tertentu, persepsi
terhadap guru, bakat dan minat, dan sebagainya. Yang semua itu tidak mungkin dievaluasi
dengan menggunakan tes sebagai alat pengikutnya.Bentuk-bentuk instrumen evaluasi non-
tes diantaranyaadalah wawancara (interview), pengamatan (observation), angket
(questionere), studi kasus, dan pemeriksaan dokumen (documentary).

14
E. Daftar Pustaka
1. Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
2. Arifin,Zaenal (2009), Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur, Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
3. Arniatiu (2010). Evaluasi Pembelajaran. Makalah Perkuliahan. Padang : Non-
Publikasi.
4. Bahri Djamarah, Saiful (2008). Psikologi Belajar. Jakarta : PT Rineka Cipta
5. Bahri Djamarah, Saiful (2000). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta: PT. Rineka Cipta,
6. Daryanto (2008), Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
7. Sudijono,Anas (2009) Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
8. Fuadi, Athok. Sistem Pengembangan Evaluasi. (Ponorogo Press, 2006).
9. Nana Sudjana. 1989. Penilaian hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya
10. Sukardi. 2008. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara
11. Sumiati dan Asra. 2007. Metode Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana Prima
12. Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung, PT Remaja
Rosdakarya
13. Widoyoko,S. Eko Putra (2009) Evaluasi Program Pembelajaran: Panduan Praktis
Bagi Pendidik dan Calon Didik, Yogyakarta: Pustaka Belajar
14. http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/makalah-evaluasi-pendidikan-non-
tes.html,08 September 2014

15
PROFESIONALISME GURU PADA ERA OTONOMI DAERAH

Sholatul Hayati

Program Study PIAUD


STIT Al-Khairiyah Cilegon
Jalan H. Enggus Arja No. 1 Link. Citangkil Cilegon 42443

Abstrak

Pendidikan adalah invenstasi kemanusiaan jangka panjang. Persoalan pendidikan yang


menyangkut perangkat keras, yakni sarana dan prasarana proses pembelajaran, serta
perangkat lunaknya (tenaga kependidikan atau guru) perlu mendapatkan perhatian dari
pemerintah. Namun demikian tampaknya banyak penentu kebijakan di negeri ini belum
menyadari pentingnya meningkatkan alokasi anggaran pendidikan secara memadai.
Kualitas sumber daya manusia bisa dtingkatkan apabila berbagai lembaga pendidikan yang
ada, dari pendidikan SD, SLP, SLA hingga perguruan tinggi juga berkualitas. Salah satu
cara untuk meningkatkan kualitas lembaga pendidikan adalah dengan cara meningkatkan
kompetensi para guru secara memadai sehingga para guru menjadi pendidik-pendidik yang
profesional. Dengan demikian, ada hubungan kausalitas atau sebab akibat antara
peningkatan kualitas para guru (profesional) dengan keberhasilan pelaksanaan otonomi
daerah.
Dalam kenyataannya, dunia pendidikan di Indonesia tidak hanya dituntut untuk menciptakan
sumber daya manusia yang bisa memenuhi kebutuhan pelaksanaan program otonomi daerah.
Akan tetapi yang tidak kalah penting adalah untuk melahirkan SDM-SDM yang kelak bisa
bersaing atau berbicara dalam era globalisasi ekonomi di saat diberlakukannya
perdagangan bebas dunia (WTO) maupun perdagangan bebas tingkat Asean.

Kata Kunci: Guru, Profesionalisme,Otonomi Daerah

16
A. Pendahuluan

Sebagaimana diketahui bahwa mulai tahun 2001 ini pemerintah pusat


menginstruksikan program otonomi daerah yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah
di seluruh Indonesiaa, baik pemda di tingkat I maupun II. Program otonomi daerah
didasarkan pada Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Dengan
otonomi daerah maka Pemda Tk I dan II diberi kewenangan mengatur berbagai kebutuhan
daerahnya sendiri. Pelaksanaan otonomi daerah merupakan bentuk perwujudan dari
perubahan kewenangan pemerintah pusat yang semula bersifat sentralistik sejak era Orde
Baru menuju disentralisasi dalam berbagai bidang. Kebijakan demikian harus diterima setiap
penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah, sehingga setiap provinsi, kabupaten, dan
kotamadya dapat mengatur rumah tangganya sendiri sesuai dengan kebutuhan dan potensi
sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada.

Sampai saat ini persiapan berbagai daerah dalam melaksanakan otonomi daerah
tampak lebih tertuju pada bagaimana memperoleh pemasukan uang sebesar-besarnya untuk
kas daerah. Misalnya, hal ini ditempuh dengan peningkatan besaran pajak PBB, kendaraan
bermotor, retribusi berbagai sektor, eksploitasi sumber daya alam tanpa batas dsb. Akibatnya,
banyak warga masyarakat yang semula membayangkan otonomi daerah sebagai salah satu
jalan meningkatkan kesejahteraan rakyat justru menjadi “jalan” kesengsaraan rakyat.
Kecenderungan semacam ini kalau dibiarkan terus-menerus akan sangat berbahaya sebab bisa
membiaskan tujuan otonomi daerah yang sebenarnya, yakni usaha untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat, sekaligus untuk meningkatkan kesejehteraan masyarakat di
berbagai daerah.

Dalam konteks ini, seharusnya perolehan pemasukan uang dari berbagai sumber itu
harus dipergunakan untuk urusan-urusan pelayanan publik seperti pelayanan bidang
kesehatan dan pendidikan. Berkaitan dengan diimplementasikannya otonomi daerah,
termasuk di dalamnya otonomi pendidikan, sudah barang tentu lembaga-lembaga pendidikan
di daerah harus berusaha meningkatkan kualitasnya. Lembaga-lembaga pendidikan dari
tingkat dasar, menengah, dan pendidikan tinggi sebagai pusat ilmu pengetahuan, ilmu
teknologi, dan budaya memiliki posisi yang cukup penting dan strategis (Eko Budihardjo,
2001).

17
Kebanyakan pemerintah daerah (tingkat I dan II) tidak memiliki sumber daya manusia
yang cukup handal untuk mengelola daerahnya secara optimal. Untuk itu, kerja sama yang
lebih erat antara lembaga pendidikan di daerah dengan pemerintah daerah setempat sangat
diperlukan. Hanya saja kesiapan daerah untuk melaksanakan otnonomi pendidikan
sebenarnya masih perlu dipertanyakan. Menurut pakar pendidikan Suyanto --yang juga rektor
Universitas negeri Yogyakarta (Kompas, 16-5-2001)—disebutkan bahwa bukan mustahil
kesiapan tersebut tampaknya masih sebatas pada tahapan kesiapan psikologis. Sementara itu,
kesiapan teknis dan profesionalnya masih diragukan. Misalnya, apakah setiap sekolah
didaerah telah siap melaksanakan manajemen pendidikan berbasis sekolah (MBS), sebab
untuk melaksanakan hal ini ada berbagai persyaratan yang harus dipenuhi, terutama
menyangkut sumber daya manusia, lingkungan sekolah dan masyarakat.

Dalam rangka mengisi format otonomi daerah yang berdaya guna bagi kesejahteraan
masyarakat banyak itulah maka peningkatan kualitas pendidikan diperlukan. Salah satu cara
yang bisa ditempuh dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan adalah dengan cara
meingkatkan profesionalisme para guru.

B. Masalah Profesionalisme Guru


Dalam konteks ini, guru merupakan ujung tombak dari peningkatan kualitas
pendidikan. Hanya saja harus didasari bahwa berbicara masalah kualitas kompetensi dan
kualitas kerjanya tidak bisa dilepaskan dari tingkat kesejahtareaan guru. Sampai saat ini
berbagai keluhan tentang rendahnya pendapatan para guru menjadi salah satu faktor penentu
rendahnya kualitas para pendidik. Bisa demikian karena di luar jam kerjanya ada di antara
para guru masih harus mencari nafkah tambahan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-
hari. Akibatnya ketersediaan waktu untuk meningkatkan kompetensinya menjadi berkurang.
Dibandingkan dengan sesama negara ASEAN maka tingkat kualitas dan kesejahteraan guru
kita tergolong paling memprihatinkan. Kondisi demikian bukan saja telah lama diketahui
pemerintah, tetapi juga masyarakat luas.

Pakar pendidikan Winarno Surachmat (Kompas, 16-5-2001) mengatakan bahwa


kondisi tenaga pendidikan (guru) di darah-daerah masih menyedihkan. Hal ini bukan
saja menyangkut masalah penghasilan, tetapi juga moral dan komitmennya untuk terjun
dalam dunia pendidikan pun tidak utuh atau kurang sungguh-sungguh. Maksudnya, ketika
menjadi guru orang tidak didorong oleh semangat yang benar, tetapi hanya sekedar agar tidak
menganggur. Malahan Suyanto menambahkan bahwa 40-50 % guru yang ada sekarang ini

18
tidak sesuai dengan bidang keahliannya (Kompas, 16-5-2001). Mendiknas Yahya Muhaimin
mengakui bahwa bahwa kualifikasi guru di tingkat SD, SLP, dan SLA masih sangat rendah.
Mengingat guru menjadi kunci utama dalam peningkatan utama mutu pendidikan nasional,
maka kondisi guru yang memprihatinkan itu harus segera diperbaiki (Kompas, 29-1-2001).

Situasi yang demikian jelas sangat menyedihkan mengingat Indonesia sedang


mengejar peningkatan mutu pendidikan. Fakta demikian menjadi diperparah lagi dengan
adanya isu putera asli daerah yang diperbolehkan mengajar di daerah-daerah tertentu. Padahal
sebagaimana diketahui bahwa guru seharusnya bersifat lintas lokasi, lintas, etnis, dan liantas
agama.

Memang upaya peningkatan kompetensi profesional guru telah dilakukan melalui


berbagai kegiatan pendidikan, dan pelatihan seperti penataran, program penyetaraan, dan
menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Tidak bisa ditolak dengan adanya kenyataan bahwa
program penyetaraan dan pendidikan jenjang yang lebih tinggi merupakan program yang
paling menarik minat para guru. Hanya saja program seperti ini memerlukan biaya yang
mahal. Sedangkan program penataran lebih bersifat insidental, dan hasilnya pun bersifat
relatif.

Berbagai fakta yang ada menunjukkan bahwa tidak sedikit kegiatan program
penataran yang ‘gagal’ karena biaya penyelenggaraannya lebih besar dari output yang
diperoleh (Djoko S. Passandaran, 2001). Bisa jadi programnya memang bagus, tetapi
mungkin karena penyelenggaraannya cenderung tidak profesional, maka proyek tersebut
kurang berpengaruh terhadap kinerja guru.

Pendidikan adalah invenstasi kemanusiaan jangka panjang. Persoalan pendidikan


yang menyangkut perangkat keras, yakni sarana dan prasarana proses pembelajaran, serta
perangkat lunaknya (tenaga kependidikan atau guru) perlu mendapatkan perhatian dari
pemerintah. Namun demikian tampaknya banyak penentu kebijakan di negeri ini belum
menyadari pentingnya meningkatkan alokasi anggaran pendidikan secara memadai.

Selanjutnya, guru sebagai komponen penting dalam lembaga pendidikan harus


senantiasa meningkatan profesionalismenya. Guru yang profesional setidaknya harus
memiliki tiga peran dalam pengelolaan kelas. Ketiga peran itu adalah sebagai berikut (Umar
Hadi, tanpa tahun).

19
1. Peran sebagai pengajar atau instruktur

Dalam hal ini, guru harus menyampaikan sejumlah materi pelajaran sesuai dengan
GBPP yang berupa informasi, fakta serta tugas ketrampilan yang harus dikuasai oleh siswa.
Dalam perannya sebagai pengajar, maka seorang guru harus melakukan beberapa hal berikut
ini.

a. Menyusun program pengajaran selama kurun waktu tertentu secara berkelanjutan.

b. Membuat persiapan mengajar atau rencana kegiatan belajar mengajar

c. Menyiapkan alat peraga yang diperlukan

d. Menyiapkan alat evaluasi belajar.

e. Mengatur ruangan kelas.

f. Mengatur tempat duduk siswa sesuai dengan kemampuan dan kondisi

g. fisik siswa.

2. Peran guru sebagai pendidik


Maksudnya ia harus berusaha mengantarkan siswanya agar menjadi manusia dewasa
yang cerdas dan berbudi luhur dengan dititikberatkan pada pembentukan sikap/perilaku
watak dan mental. Selain mengajar, seorang guru berperan sebagai pendidik. Karena itu perlu
keteladanan dari guru. Guru sseolah-olah menjadi orang kedua di sekolah bagi para siswa.
Sehubungan dengan hal tersebut, seorang guru harus memiliki lima kompetensi atau
kemampuan dasar yang antara lain mencakup hal-hal di bawah ini.

a. Menguasai kurikulum GBPP. Maksudnya, guru harus mengetahui batas-batas materi


yang harus disajikan dalam kegiatan belajar mengajar, baik keluasan materi, konsep
maupun tingkat kesulitannya sesuai dengan yang digariskan dalam kurikulum.
b. Mengatahui materi pelajaran.
c. Menguasai metode dan evaluasi belajar.
d. Memiliki komitmen atau setia terhadap tugasnya, yakni dengan kata lain seorang guru
harus mencintai dan setia terhadap tugasnya.
e. Displin, yaitu guru selain melatih sikap disiplin pada anak didiknya, juga harus
mampu mendisiplinkan dirinya.

20
Apabila seorang guru dalam melaksanakan kewajibannya sebagai pendidik
telah melaksanakan kelima kompetensi di atas berarti ia telah menempuh jalan
menuju sikap yang profesional. Kebutuhan guru yang profesional sangat mendesak.
Hal ini berdasarkan fakta sebagaimana dinyatakan Mendiknas Yahya Muhaimin
bahwa secara administratif pada seluruh tingkatan jenjang pendidikan dari SD hingga
SLA masih rendah (Kompas, 29-1-2001). Lebih jauh dinyatakan Yahya Muhaimin
bahwa berdasarkan aturan pemerintah sebenarnya hampir 70% guru SD tidak layak
mengajar, sebab mereka belum mengambil program penyetaraan pendidikan yang
minimal D-2.
Keberadaan guru-guru yang profesional memiliki arti yang signifikan bagi
pengembangan suatu daerah dalam rangka otonomi daerah seperti saat ini. Bisa
demikian karena dengan hadirnya para guru yang profesional kelak akan dilahirkan
sejumlah SDM yang berkualitas. Dengan SDM yang berkualitas maka dengan
sendirinya daerah bisa memenuhi berbagai kebutuhan tenaga ahli yang siap
mengembangkan pembangunan di daerah sesuai dengan bidang yang dibutuhkan.
Karena itu, profesionalisme para guru bukan saja berdampak terhadap
peningkatan kualitas pendidikan. Namun lebih jauh hal itu akan berpengaruh terhadap
pelayanan kesejahteraan masyarakat setempat.

C. Tantangan Otonomi Daerah dalam Era Globalisasi


Pada saat ini, dunia pendidikan di Indonesia sedang menghadapi dua tantangan besar
yang tidak mudah dihadapi. Pada satu sisi, seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah,
maka otonomi dalam bidang pendidikan mau tidak mau harus juga dilaksanakan sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan sumber daya manusia, kebudayaan, dan alam di daerah
setempat. Pada pihak lain, para pengelola pendidikan di negeri ini harus menghadapi
tantangan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang siap bersaing dalam era percaturan
global.

Kedua masalah ini sekarang sama-sama meghantui dunia pendidikan di tanah air.
Berdasarkan penelitian Human Development Index (HDI) pada tahun 2000 disebutkan bahwa
dari penelitian terhadap kualitas sumber daya manusia di 134 negara, maka Indonesia
menduduki peringkat ke-109 (Ali Khomsan, 2000. Sementara itu, peringkat kualitas SDM
negara-negara Asean lain seperti Vietnam peringkat ke-103, malaysia ke-53, Thailand ke-52,
Brunei ke-36, dan Singapura ke-34.

21
Berdasarkan peringkat tersebut kelihatan bahwa kualitas SDM kita jauh di bawah
negara-negara Asean, kecuali dari Vietnam. Dalam kondisi kualitas SDM yang demikian
maka akan sulit bagi bangsa Indonesia untuk menghadapi persaingan lapangan pekerjaan
dalam era perdagangan bebas Asean maupun dunia (World Trade Organization). Kondisi
rendahnya kualitas SDM ini kalau tidak segera diatasi, maka di masa mendatang jabatan-
jabatan penting atau profesi-profesi bergengsi di berbagai bidang pekerjaan akan diduduki
oleh tenaga kerja asing. Pada kondisi demikian generasi muda Indonesia hanya menjadi
penonton dari sepak terjang para pekerja luar negeri yang bekerja di sini.

Memang membangun sektor pendidikan tidak akan pernah selesai dan tuntas
sepanjang peradaban manusia itu masih ada. Ketika sebuah persoalan yang muncul selesai
ditangani, bukan mustahil akan muncul persoalan baru yang lain. Hal ini tentu saja tidak bisa
dilepaskan dari kodrat perkembangan masyarakat yang senantiasa berubah-ubah pula. Untuk
itu, agar bangsa ini memiliki peran yang penting dalam kehidupan umat manusia, baik yang
terjadi dalam skala lokal, nasional, regional, mapun global, maka sistem pendidikan yang ada
harus mampu memberdayakan masyarakat secara luas (Suyanto, 2001). Dalam hal ini, salah
satu ciri masyarakat yang diberdayakan oleh sistem pendidikan adalah dimilikinya unggulan
komparatif dalam konteks global. Artinya, masyarakat kita memiliki keunggulan tertentu
yang bisa bersaing dengan bangsa-bangsa lain.

22
D. Kesimpulan

Berdasarkan sejumlah uaraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam rangka
mensukseskan program otonomi daerah, maka daerah-daerah perlu menyiapkan kualitas
sumber daya manusia yang memadai. Kualitas sumber daya manusia bisa dtingkatkan
apabila berbagai lembaga pendidikan yang ada, dari pendidikan SD, SLP, SLA hingga
perguruan tinggi juga berkualitas. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas lembaga
pendidikan adalah dengan cara meningkatkan kompetensi para guru secara memadai
sehingga para guru menjadi pendidik-pendidik yang profesional. Dengan demikian, ada
hubungan kausalitas atau sebab akibat antara peningkatan kualitas para guru (profesional)
dengan keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah.

Dalam kenyataannya, dunia pendidikan di Indonesia tidak hanya dituntut untuk


menciptakan sumber daya manusia yang bisa memenuhi kebutuhan pelaksanaan program
otonomi daerah. Akan tetapi yang tidak kalah penting adalah untuk melahirkan SDM-SDM
yang kelak bisa bersaing atau berbicara dalam era globalisasi ekonomi di saat
diberlakukannya perdagangan bebas dunia (WTO) maupun perdagangan bebas tingkat Asean.

23
E. Daftar Pustaka
1. Ali Khomsan, “Peringkat SDM Kita”, Kompas, 29-9-200, Jakarta.
2. Djoko S. Passandaran, “Pendidikan Kita Menghadapi Otonomi Daerah”Kedaulatan
Rakyat, 30-1-2001, Yogyakarta.
3. Eko Budiardjo, “Pendidikan Berbasis Potensi Lokal”, Kompas, 28-3-2001, Jakarta.
4. Kompas, “Mutu Guru Terus Ditingkatkan”, 29-1-2001, Jakarta.
5. Kompas, “Disentralisasi Bisa Turunkan Mutu Pendidkan”, 16-5-2001, Jakarta
6. Suyanto, “Tantangan Pendidikan Hadapi Globalisasi, Kompas, 16-5-2001, Jakarta.
7. Umar Hadi, “Pengelolaan Kelas”, Makalah tanpa tahun, tanpa keterangan.

24
RUMUSAN PENDIDIKAN TENTANG HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT

Rudi Hartono
Program Study PAI
STIT Al-Khairiyah Cilegon
Jalan H. Enggus Arja No. 1 Link. Citangkil Cilegon 42443

Abstrak

Dalam rumusan pendidikan tentang hukum, utamunya hukum Islam termasuk juga hukum
kawarisan di Indonesia, terjadi perdebatan sengit antara para ahli hukum mengenai status
hukum adat. Karena itu, timbul 3 (tiga) mengenai hubungan hukum Islam dengan hukum
adat, yaitu: teori receptio a contrario in complexu, dan teori receptie. Berlakunya hukum
kewarisan Islam di Indonesia bukan melalui teori receptio in complexu dan teori receptie
melainkan hukum kewarisan Islam yang berlaku karena kedudukan hukum Islam itu sendiri.
Selain teori receptio a contrario yang disebutkan di atas, juga digunakan rumusan-rumusan
garis hukum di dalam perundang-undangan dan Komplisai Hukum Islam, Qur’an Hadits
Rasulullah, dan pendapat para sahabat Rasulujllah serta ahli hukum Islam.

Kata Kunci: Hukum, Waris, Adat, Islam

25
A. Hukum dalam Pandangan Masyarakat Islam Indonesia

Hukum waris Islam telah berjalan ditengah-tengah masyarakat Islam Indonesia. Pada
tahun 1992, pemerintah Belanda membuat sebuah komisi untuk meninjau kembali wewenang
Priesterraad atau Raad Agama di Jawa dan Madura. Sebelum itu, yakni pada tahun 1882
secara resmi menurut hukum ketatanegaraan Hindia Belanda Pengadilan Agama Berwenang
mengadili perkara kwearisan orang-orang Islam menurut ketentuan hukum Islam. (Ali,
2005:100) namun sesudah tahun 1937 berdasarkan statsbald 1937 No. 166 perselisishan
tentang waris dipindahkan dari pengadilan Agama ke Pengadilan negri dengan menggunakan
hukuman adat. Sedangkan diluar Jawa dan Madura tetap menjadi wewenang Pengadilan
Agama sepanjang hukum waris Islam telah hidup terlebih dahulu dalam masyarakat. Dengan
demikian hukum waris yang berlaku bagi umat Islam di Indonesia adalah hukum waris adat
dan hukum waris Islam.

Sebelum bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaannya kembali, di Indonesia


dikenal serta berlaku aneka ragam hukum waris. Kitab-kitab hukum yang menjadi pegangan
pada saat itu sudah ada. Menurut Moh Daud Ali yang dikutip oleh (Ali, 2005:98). Kitab
hukum yang menjadi pegangan seperti kitab sabilil Muhtadin yaitu suatu kitab yang
menyelesaikan sengketa antara umat Islam di daerah kesultanan Banjar. Demikian juga di
daerah kesultanan Palembang, Banten, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Ngampel, dan
Mataram terdapat kitab hukum Islam yang dijadikan pegangan oleh umat Islam dalam
menyelesaikan berbagai masalah dalam hidup dan kehidupan mereka. Ini dapat dibuktikan
dari karya-karya pujangga yang hidup pada masa itu. Misalnya, Kutaragama, Negara pada
masa penjajahan sebagai berikut:

1. Bagi warga Negara golongan Indonesia asli berlaku hukum adat. Terdapt perbedaan
hukum waris antara suatu daerah dengan daerah lainnya yang disebabkan adanya
perbedaan sistem keturunan. Hukum waris adat di daerah yang sistem keturunannya
Patrilinial berbeda dengan daerah yang sistem keturunannya Matrilinila dan berbeda
dengan daerah yang yang sistem keturunannya Parental (Bilateral).
2. Khsusu bagi warga Negara Indonesia asli yang beragama Islam berlaku dualisme
hukum waris, yaitu hukum waris adat dan hukum waris Islam.
3. Bagi golonga Timur Asing bukan Tioanghoa berlaku hukuman waris adatnya
masing-masing.

26
4. Bagi golongan Tionghoa dan Eropa berlaku hukum waris dari BW II title 12 sampai
dengan 18 pasal 830 sampai dengan 1130

Sehari setelah bangsa Indonesia merdeka, untuk menghindari kekosongan


hukum di Negara Indonesia dalam undang-undang dasarnya ditetapkan bahwa
segala peraturan yang ada termasuk hukum waris adat dan Islam masih langsung
berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar.

Dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yang melengsungkan dan menetapkan:


“segala warga Negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Pasal ini menurut Ismail Suny (Ali, 2005:11) menjamin suatu hak demokarasi yang
fundamental-juga kewajiban warga Negara untuk menjunjung tinggi hukum suatu
persyarat langgengnya Negara hukum. (Ali, 2005:98)

Dengan menganut Negara Hukum, yang demokratis, menurut penuturan


Fazlur Rahman sesuai dengan sila “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan”, karena “Bangsa Indonesia”
berwatak demokratis, maka penafsiran Islam yang betul-betul demokratislah yang
akan berhasil, (Amal, 1990:15) dengan pijakan semangat dan jiwa al-Qur’an dan
Sunnah Rasul, supaya memberikan keleluasan pemahaman dari yang harfiah, (Amal,
1990:15) sehingga forum demokrasi ijtihad kolektif maupun individu dalam Islam
selalu relevan dengan segala keadaan yang berubah, dan menjadi trobosan maupun
alternatif jawaban realitas sosial dan hukum menjadi hukum, sekarang dalam
perspektif (mengantisipasi) yang berporos kepada sumbernya, yang pernah
dilakukan umat Islam yang mula-mula (pada masa awal) itu, karena dorongan dan
petunjuk al-Qur’an lah, selama beberapa abad menjadi umat yang kreatif menurut
Abdul Halim Mahmud. (Ma’arif, 1990:Viii)

Hukum islam hadir ditengah-tengah masyarakat adalah untuk kemaslahatan


manusia itu sendiri, sehingga sumber hukum Islam pun berkembang sampai pada
persoalan hukum adat menjadi sebuah sumber hukum yang bisa dijadikan alat solusi
ditengah-tengah masyarakat. Setiap manusia yang mampu menggali hukum
(mujtahid) akan selalu mendapat penghargaan (pahala) dari Allah SWT, apakah hasil
ijtihad itu benar, atau tidak benar. Kalau ia benar menemukan hukum sebagaimana
yang dikehendaki pencipta syari’at, ia akan mendapatkan dua lipat pahala yaitu pahala

27
terhadap upaya yang telah ia lakukan dan pahala menemukan kebenaran. Namun
apabila Pengertian waris dalam Islam sama dengan yang dinamakan istilah Al-Irts,
Maurus, At-Turats, itu semua artinya pusaka budel, peninggalan harta benda yang
ditinggalkan orang mati (Hassan, 1981:26) “Mauruts ialah harta benda yang
ditinggalkan oleh si mati yang bakal di pusakai oleh para ahli waris setelah diambil
biaya-biaya perawatan si mati, melunasi hutang-hutang dan melaksanakan wasiat.
(Rahman, 1981:36)”ia tidak menemukan kebenaran (salah) dalam upaya menggali
hukum tersebut, maka ia akan mendapatkan satu pahala, yaitu pahala terhadap

upaya yang telah ia lakukan untuk mencari kebenaran tersebut. (Usman,


2002:19)

B. Pengertian Hukum Warisan dan SistemPewarisan Islam


1. Pengertian Hukum Waris Islam

Jadi pengertian hukum waris Islam adalah segala harta benda yang
ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal dunia yang akan diwarisi oleh para ahli
waris yang telah ditentukan syara’ setelah diambil untuk biaya-biaya perawatan si
mayit, melunasi hutang-hutangnya dan melaksanakan wasiatnya jika ada dalam dalam
hal pembagiannya telah ditentukan dalam al-Qur’an dan As-Sunnah.

2. Sistem Pewarisan Islam

Islam mempunyai metode dan sistem pewarisan yang berbeda dengan sistem
pewarisan adat dan sistem pewarisan BW, dimana sistem pewarisan Islam
menggariskan maksud dan tujuan pewarisan tidak saja untuk kepentingan kedudukan
pribadi tetapi lebi luas dari itu dalam pandangan sosial kemasyarakatan,
memperhatikan kerabat lainnya yang tidak mampu atau miskin. Hal ini dinyatakan
dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 7 dan 8.

Dalam sistem individual hukum waris adat, belum ditentukan bagian yang
pasti tentang bnayak sedikitnya bagian setiap ahli waris, akan tetapi sistem hukum
waris Islam sudah ditentukan bagian masing-masing ahli waris dari harta yang
ditinggalkan si mati, setelah dikeluarkan biaya-biaya perawtan, unutk melunasi
hutang-hutangnya dan untuk melaksanakan wasiatnya jika ada. Hal tersebut lebih
jelasnya dinyatakan dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 11, 12, dan 176

28
3. Pewaris atau Mawaris dan Ahli Waris

Pewaris atau Mawaris ialah orang yang meninggal dunia atau mati, baik mati
hakiki maupun mati hukumi dengan meninggalkan harta benda yang akan diwariskan
kepada ahli warisnya. Mati hakimi ialah suatu kematian yang dinyatkan oleh putusan
hakim atas dasar beberapa sebab, meskipun sesungguhnya ia belum mati sejati,
seperti orang yang dinyatakan hilang.

Ahli waris ialah orang yang akan mewarisi atau orang yang akan menerima
harta peninggalan dari orang yang meninggal, lantran mempunyai sebab-sebab untuk
mewarisi yang telah ditentukan oleh syara’, seperti adanya ikatan perkawinan,
hubungan darah dan hubungan hak perwalian dengan orang yang meninggal.
Golongan ahli waris menurut hukum Islam terdiri dari laki-laki dan perempuan yang
jumlah seluruhnya 25 orang, terdiri dari 15 orang laki-laki dan 10 orang perempuan.

Ahli waris laki-laki yang terdiri dari 15 orang adalah sebagai berikut :

a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah
c. Ayah
d. Kakek
e. Saudar laki-laki se-ibu se-ayah
f. Saudara laki-laki se-ayah
g. Saudara laki-lkai se-ibu
h. Kemenakan laki-laki (anak laki-lkai dari nomor 5)
i. Kemenakan laki-laki (anak laki-lkai dari nomor 6)
j. Saudara ayah (paman) yang se-ibu dan se-ayah
k. Saudara ayah (paman) yang se-ayah
l. Anak paman yang se-ibu se-ayah (anak laki-laki dari nomor 10)
m. Anak paman yang se-ayah (anak laki-laki dari nomor 11)
n. Suami
o. Orang laki-laki yang memerdekakannya

29
Adapun ahli waris dari pihak perempuan terdiri dari 10 orang, yaitu:

a. Anak perempuan
b. Anak perempuan dari laki-laki dan seterusnya ke bawah berturut-turut dari jurusan
laki-laki
c. Ibu
d. Nenek perempuan (ibunya ayah) dan seterusnya berturut-turut dari jurusan
perempuan
e. Nenek perempuan (ibunya ayah) dan seterusnya ke atas yang melalui jalur dari
jurusan ayah 9 laki-laki
f. Saudara perempuan yang se-ibu dan se-ayah
g. Saudara perempuan yang se-ayah
h. Saudara perempuan yang se-ibu
i. Istri
j. Orang perempuan yang memerdekakannya. (Anwar, 1981:21-22)

Dari 25 jumlah ahli waris tersebut di atas, dapat dibagi menjadi 2 golongan,
yakni ahli waris dzawul furud dan ahli waris ‘ashabah. Ahli waris dzawul furud ialah
ahli waris yang mendapat bagian tertentu dalam Al-Qur’an dan As-Sunah, sedangkan
ahli waris ‘ashabah ialah ahli waris yang tidak tentu bagiannya. Ahli waris ‘ashabah
ini kalau sendirian tidak bersama-sama dengan ahli waris dzawir furud maka semua
harta warisan menjadi kepunyaanya, sedangkan kalau bersama-sama dengan ahli
waris dzawil furud maka bagiannya adalah sisa harta warisan setelah dikurangi bagian
ahli waris dzawil furud dan kalau tidak ada sisanya sama sekali maka dengan
sendirinya ahli waris ashabah tidak mendapatkan apa-apa.

Ahli waris yang mendapat ‘ashabah, yaitu;

a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki
c. Bapak dari pewaris
d. Kakak dari pewaris
e. Saudara laki-laki se-ibu se-bapak saja atau se-ibu saja
f. Anak laki-laki dari saudar se-ibu se-bapak atau se-bapak saja
g. Anak laki-laki dari paman atau bibi
h. Laki-laki yang memerdekakan pewaris (Hasan, 1981:27)

30
Di samping ahli waris dzawil furud dan ahli waris ‘ashabah, terdapat pula ahli
waris yang disebut dzwail arham, yaitu keluarga yang mempunyai hubungan darah
dengan si mati selain orang-orang di atas. Ahli waris dzawil furud arham tidak
mempunyai bagian tertentu dalam Al-Qur’an. Dalam hal ini terdapat perbedaan
pendapat antara para ulama. Menurut Imam Syafe’i dan Imam Malik dzawul arham
tidak berhak mewarisi, yang berhak ialah ummat Islam, dengan alasan bahwa dalam
soal waris pada dasarnya sesuatu ketentuan yang tidak dapat ditetapkan kecuali
berdasarkan Al-Qur’an, Hadits atau Qiyash.

Sedangkan menurut Imam Hanafi, bahwa dzawul furud berhak mewarisi, atau
lebih berhak dibandingkan dengan umat Islam lainnya, dengan alasan ayat Al-Qur’an
ayat 75 dengan surat An-Nisa ayat 7

Adapun ahli waris dzawul furud arham, yaitu:

a. Cucu dari anak perempuan


b. Kemenakan dari (anak dari) saudara perempuan
c. Kemenakan perempuan dari saudara laki-laki
d. Paman se-Ibu (suadara ayah se-ibu)
e. Paman dari pihak ibu (saudara ibu)
f. Bibi dari pihak ibu (saudara perempuan ibu)
g. Bibi dari pihak ayah (saudar perempuan ayah)
h. Kakek dari pihak ibu (ayahnya ibu)
i. Nenek (perempuan) dari pihak ayah atau pihak ibu (ibunya ayah/ibu)
j. Saudara sepupu perempuan (anak perempuan paman)
k. Kemenakan dari saudara laki-laki yang se-ibu

4. Harta warisan

Harta warisan yang disbut juga Maurus atau tirkah yang menurut Drs. Fatchur
Rahman adalah:

Apa-apa yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia yang dibenarkan
oleh syari’at untuk dipusakai oleh para ahli waris.”” (Rahman, 1981:36)

Apa-apa yang ditinggalkan oleh orang meninggal, meliputi:

31
a. Kebendaan dan sifat-sifat yang mempunyai nilai-nilai kebendaan
b. Hak-hak kebendaan
c. Hak-hak yang bukan kebendaan
d. Benda-benda yang bersangkutan dengan hak orang lain (Rahman, 1981:36)

Jadi harta warisan menurut Islam mencakup segala apa yang ditinggalkn oleh
si mati, baik berupa benda maupun hak-hak, baik hak-hak kebendaan maupun bukan
hak-hak kebendaan yang akan diwariskan kepada para ahli waris setelah dikurangi
ongkos-ongkos penguburan, membayar hutang-hutang jika ada dan melaksanakan
wasiat pewaris sendiri jika ada yang bersangkutan dengan harta peninggalan dengan
ketentuan tidak boleh melebihi sepertiga dari harta peninggalan.

5. Ketentuan Bagian ahli Waris

Ahli waris yang mendapat dua pertiga ada 4 (emapat) orang, yaitu:

a. 2 orang anak perempuan atau lebih, dengan ketentuan bila merka tidak bersama-
sama dengan mu’ashshibnya (orang yang menjadiakn ‘ashobah)
b. 2 orang cucu perempuan pancar laki-laki atau lebih, dengan ketentuan bila mereka
tidak bersama-sama dengan anak perempuan kandung atau mu’ashshibnya
c. 2 orang saudari kandung atau lebih, dengan ketentuan mereka tidka bersam-sama
dengan mu’ashshibnya
d. 2 orang saudari se-ayah atau lebih dengan ketentuan bila si mati tidak mempunyai
anak perempuan kandung, atau cucu perempuan pancar laki-laki atau saudari
kandung.

Ahli waris yang mendapat sepertiga ada 2 (dua) orang, yaitu:

a. Ibu, dengan ketentuan bila ia tidak bersama-sama dengan far’u warits, laki-laki
maupun perempuan-perempuan atau bila ia tidak bersama-sama dengan 2 orang
saudar-saudari sekandung atau se-ayah atau se-ibu saja.
b. Anak-anak ibu (saudara se-ibu bagi si mati) laki-laki maupun perempuan atau tidak
bersama-sama dengan ahlu waris laki-laki (seperti ayah dan kakek shahish).

Ahli waris yang mendapat seperenam ada 7 (tujuh) orang, yaitu:

a. Ayah, dengan ketentuan bila ia bersama-sama dengan far’u warits laki-laki (yaitu
anak laki-laki atau cucu laki-laki pancar laki-laki betapa rendah menurunnya)

32
b. Ibu, dengan ketentuan bila ia mewarisi bersama-sama dangan fur’u warits secara
mutlak atau bersama-sama dengan dua orang tau lebih saudara-saudari secara
mutlak.
c. Kakek shahih, bila ia mewarisi bersama-sama dengan fur’u warits laki-laki
d. Nenenk shahih, bila ia tidak bersama-sama dengan ibu.
e. Saudara se-ibu, laki-laki maupun perempuan bial ia mewarisi bersama-sama
dengan fur’u warits laki-laki maupun perempuan atau mewarisi bersama-sama
dengan ashul warits laki-laki
f. Cucu perempuan pancar laki-laki, bial ia mewarisi bersama-sama dengan dengan
seorang anak perempuan kandung.
g. Seorang saudari se-ayah atau lebih, bila ia bersama-sama dengan saudari kandung.

Ahli waris yang mendapat seperdua ada 3 (tiga) orang, yaitu:

a. Seorang anak perempuan, dengan ketentuan bila ia tidak bersama-sama dengan


anak laki-laki yang menjadi mu’ashshibnya.
b. Seorang cucu perempuan pancar laki-laki, dengan ketentuan bila ia tidak bersama-
sama dengan anak perempuan atau orang laki-laki yang menjadi mu’ashshibnya.
c. Suami, bial ia tidak bersama-sama dengan far’u warits
d. Seorang saudari kandung, bila ia tidak mewarisi bersama-sama dengan
mu’ashshibnya.
e. Seorang suadari se-ayah, bila ia tidak bersama-sama dengan anak perempuan
kandung, atau cucu perempuan pancar laki-laki atau saudara kandung.

Ahli waris yang mendapat seperempat ada 2 (dua) orang, yaitu:

a. Suami, dalam kedaan bila ia mewarisi bersama-sama dengan fur’u warits bagi si
istri baik yang lahir dari perkawinannya dengan suami tersebut, maupun yang lahir
dari perkawinannya dengan suami yang terdahulu.
b. Istri, dengan ketentuan bila ia tidak mewarisi bersma-sama dengan fur’u warits,
baik yang lahir dari perkawianannya dengan istri itu sendiri, maupun yang lahir
dari perkawinannya dengan istri yang terdahulu.

Ahli waris yang mendapat seperdelapan hanya seorang saja, yaitu: Istri, dalam
ketentuan bila ia mewarisi bersama-sama dengan fur’u waritd bagi suami, baik yang

33
lahir dari perkawinannya dengan istri tersebut maupun lahir dari perkawianannya
dengan istri terdahulu. (Rahman, 1981:128-130)

C. Pengertian Hukum warisan dan Sistem Waris Adat


1. Pengertian Hukum Waris Adat

Istilah waris di dalam kelengkapan istilah hukum waris adat diambil alih dari
bahasa Arab yang menjadi bahasa Indonesia, dengan pengertian bahwa di dalam
hukum waris adat tidak semata-mata hanya akan menguraikan tentang waris dalam
hubungannya dengan ahli waris, tetapi lebih luas dari itu. (Hadikusuma, 19)

Sehubungan dengan tidak adanya keseragaman pengertian di dalam hukum


waris ini, dimana ada yang memakai istilah warisan, adapula yang memakai istilah
hukum kewarisan dan ada juga hukum waris, maka di bawah ini akan dikemukakan
beberapa pengertian istilah yang telah diutarakan oleh Hilman Hadikusuma, SH di
dalam bukunya Hukum Waris Adat, diantaranya:

a. Warisan

Istilah ini menunjukkan harta kekayaan dari pewaris yang telah wafat, baik
harta itu telah dibagi atau masih dalam keadaan tidak terbagi-bagi. Istilah ini dipakai
untuk membedakan dengan harta yang didapat seseorang bukan dari peninggalan
pewaris tetapi didapat sebagai hasil usaha pencaharian sendiri di dalam ikatan
perkawinan. Jadi warisan atau harta warisan adalah harta kekayaan seseorang yang
telah wafat.

b. Peninggalan
Istilah ini menunjukkan harta warisan yang telah terbagi-bagi dikarenakan
salah seorang pewaris masih hidup. Misalnya harta peniggalan ayah yang telah wafat
tetapi masih dikuasai ibu yang masih hidup atau sebaliknya ibu yang telah wafat tetapi
masih dikuasai ayah yang masih hidup. Termasuk di dalam harta peninggalan ini ialah
harta pusaka.
c. Pusakah

Istilah ini yang lengkapnya disebut harta pusaka, dapat dibedakan anatara
pusaka tinggi dengan pusaka rendah. Harta pusaka tinggi adalah harta peniggalan dari

34
zaman leluhur, yang dikarenakan kedaannya, kedudukannya dan sifatnya tidak dapat
atau tidak patut dan tidak pantas dibagi-bagi.

Sedangkan harta pusaka rendah adalah harta peninggalan dari beberapa


generasi di atas ayah, misalnya harta peniggalan kakek atau nenek yang keduannya,
kedudukannya dan sifatnya tidak mutlak yang tidak dapt dibagi-bagi, baik
penguasaannya atau pemakainnya atau mungkin juga pemilikannya. Garis batas yang
mana yang mana yang dinamakan pusaka tinggi dan pusaka rendah tidak dapat di
tarik perbedaan yang tegas, tergantung dengan susunan kemasyarakatan adat
bersangkutan.

d. Pewaris

Istilah ini dipakai untuk menunjukkan orang meneruskan harta peninggalan


ketika hidupnya kepada waris atau orang yang setelah wafat meninggalkan harta
peniggalan yang diteruskan atau dibagikan kepad ahli waris. Tegasnya pewaris adalah
empunya harta peniggalan atau ampunya harta warisan.

e. Pewarisan

Istilah ini dipakai untuk menyatakan perbuatan menerusakn harta kekayaan


yang akan ditinggalkan pewaris atau perbuatan melakukan pembagian harta warisan
kepada para warisnya. Jadi ketika pewaris masih hidup pewarisan berarti penerusan
atau penunjukkan, setelah pewaris berarti pembagian harta warisan.

f. Waris

Istilah ini dipakai untuk menunjukkan orang yang mendapat harta warisan,
yang terdiri dari ahli waris yaitu mereka yang berhak menerima warisan atau bukan
ahli waris tetapi kewarisan juga harta warisan. Jadi waris yang ahli waris ialah orang
yang berhak mewarisi, sedangkan yang bukan ahli waris adalah orang yang kewarisan
(Hadikusuma, 21-23) Unutk lebih jelasnya baiklah dikemukakan juga bagaimana
pendapt-pendapat para ahli hukum adat mengenai pengertian hukum waris adat.

Ter Haar memberikan memberikan suatu pengertian tentang hukum waris adat
yang dwdikutip oleh Hilman Hadikusuma, dimana ia menyatakan bahwa “......hukum
waris adat ialah aturan-aturan hukum mengenai cara bagaimana dari abad ke abad

35
penerusan dan peralihan dari harta kekayaan berwujud dan tidak berwujud dari
generasi pada generasi ” (Hadikusuma, 17)

Soepomo memberikan pengertian hukum waris adat sebagai berikut: “Hukum


adat waris membuat peraturan-peraturan yang mengatur proses menerusakn serta
mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud
benda (immateriele goederen) dari satu angkatan manusia (generetie) kepada
turunannya” (Soepomo, 1984:82)

Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan oleh kedua ahli hukum adat
tersebut, maka dapatlah diambil suatu pengertian bahwa hukum waris adat memuat
ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang cara penerusan dan peralihan harta
kekayaan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dari pewaris kepada
generasi berikutnya.

Cara penerusan dan peralihan harta kekayaan, menurut hukum adat dapat
berlaku sejak pewaris masih hidup maupun setelah pewaris meninggal dunia. Menurut
Hilman Hadikusuma, hukum waris adat itu mempunyai corak dan sifat-sifat tersendiri
yang khas Indonesia yang berbeda dengan hukum Islam maupun hukum barat.
Dimana letak perbedaanya terletak pada latar belakang alam fikiran bangsa Indonesia
yang berfalsafah Pancasila dengan masyarakat yang bhineka tunggal ika. Latar
belakang itu pada dasarnya adalah kehidupan bersama yang bersifat tolong- menolong
guna mewujudkan kerukunan, keselarasan dan kedamaian di dalam hidup.
(Hadikusuma, 19)

Sifat hukm waris adat berlainan dengan hukum waris Islam dan hukum waris
barat yang sama-sama berlaku dalam tata hukum Indonesia, perbedaanya nampak
jelas dalam harta warisan, ahli waris dan cara pembagiannya. Menurut halim Halim
Hadikusuma, harta warisan adat tidak merupakan kesatuan yang dapat dinilai
harganya, tetapi merupakan kesatuan yang tidak berbagi atau dapat dibagi menurut
jenis macamnya dan kepentingan para warisnya. (Hadikusuma, 19)

Selanjutnya beliau mengatakan bahwa harta warisan adat tidak boleh dijual
sebagai kesatuan dan uang penjualan itu lalu dibagi-bagikan kepada para waris
menurut ketentuannya yang berlaku. (Hadikusuma, 19). Dengan demikian harta
warisan menurut hukum adat ada dua macam, yaitu harta warisan yang dapat

36
dibagikan kepada ahli waris dan harta yang tidak dapat dibagikan kepada para ahli
waris.

Harta yang tidak dapat diwariskan secara perorangan kepada ahli waris adalah
milik bersama para ahli waris yang dapat dipakai dan dinikmati bersama serta diambil
manfaatnya.

Beberapa daerah di Indonesai, terdapat hukum waris adat yang hartanya


diperoleh dari nenek moyang yang tidak dapat dibagi-bagikan pada masing-masing
ahli waris, harta yang tidak terbagi adalah milik bersama para ahli waris yang
diterimanya secara utuh, yaitu harta pusaka tinggi di Minangkabau, tanah dati di Hitu
Ambon dan tanah kalakeran di Minahasa. Menurut Haliman Hadikusuma, harta
warisan adat yang tidak terbagi, dapat digadaikan jika kedaan sangat mendesak
berdasarkan pesetujuan para tua-tua adat dan para anggota kerabat bersangkutan.
(Hadikusuma, 19).

Harta warisan yang tidak dapat dibagi-bagi ini, menurut Soerojo


Wingjodipoero dapat dapat dibeda-bedakan sebagai berikut:

a. Karena sifatnya memang tidak memungkinkan untuk dibagi-bagi (misalnya


barang-barang milik satu kerabat atau famili).
b. Karena kedudukan hukumnya memang terkait kepada satu tempat jabatan tertentu
(misalnya barang-barang keramat kraton Kesepuhan Cirebon, seluruhnya tepat
jatuh pada para ahli waris yang menjadi Sultan Sepuh serta barang-barang itu tetap
disimpan di keraton Kesepuhan).
c. Karena belum bebas dari kekuasaan persekutuan hukum yang bersangkutan, seperti
tanah kasikepan didaerah Cirebon
d. Karena pembagiannya untuk sementara ditunda, seperti banyak dijumpai di jawa,
misalnya apabila terdapt anak-anak yang ditinggalkan masih belum dewasa, maka
demi kepentingan janda beserta anak-anaknya supaya tetap mendapat nafkah unutk
hidup terus, harta peninggalan tidak dibagi-bagi
e. Karena hanya diwarisi oleh seorang saja (sistem kewarisan mayoritas), sehingga
tidak perlu dibagi-bagi. (Wignjodipoero, 1984:166)

Adapun harta warisan yang terbagi pada para ahli warisnya, menurut Haliman
Hadikusuma, apabila si ahli waris tersebut akan menghilangkannya atau menjualnya,

37
harus dimintakan pendapat diantara para anggota kerabat, agar tidak melanggar hak
ketetanggaan (naastingsrecht) dalam kerukunan kekerabatan. (Hadikusuma, 19)
Dengan demikian perbedaan hukum waris adat dengan hukum waris barat dan hukum
waris Islam adalah sebagai berikut:

Hukum waris adat tidak mengenal asas “Legitime protie” atau bagian mutlak
sebagaimana hukum waris Islam. Hukum waris adat tidak mengenal adanya hak bagi
ahli waris untuk menuntut swaktu-waktu agar harta warisan dibagi-bgaikan,
sebagaimana hukum waris berat dan hukum waris Islam merupakan suatu ketentuan
bahwa apabila seorang meninggal dunia, maka agar segera dilakukan pembagian
warisan agar yang meninggal dunia dapat tentram karena segal hutang-hutangnya
telah terselesaikan, disamping agar tidak timmbul perselisihan dikemudian hari antara
ahli waris.

Meskipun menurut hukum waris adat tidak mengenal hak bagi ahli waris
untuk menuntut sewaktu-waktu agar harta warisan dibagi-bagikan, namun menurut
Halima Hadikusuma jika ahli waris mempunyai kebutuhan atau kepentingan maka ia
dapat saja mengajukan permintaannya untuk dapat menggunakan harta warisan
dengan cara musyawarah dan bermufakat dengan para waris lainnya. (Hadikusuma,
20)

2. Sistem Pewarisan Adat

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, hukum waris adat adalah waris yang
memuat garis-garis ketentuan yang berbeda-beda antara daerah dengan daerah lainnya
dalam sistem hukum warisnya sesuai dengan kedaan masyarakat Indonesia yang
Bhineka yang mempunyai bentuk-bentuk kekerabatan dengan sistem keturunan yang
berbeda-beda. Sistem keturunan yang berbeda-beda ini, nampak pengaruhnya dalam
sistem pewarisan adat. Secara teoritis menurut Halima Hadikusuma sistem keturnan
ada tiga macam, yaitu:

a. Sistem Patrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak,
dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita di
dalam pewarisan (gayo, Alas, batak, Nias, Lampung, Buru, Seram, Nusa Tengara,
Irian).

38
b. Sistem Matrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis Ibu, dimana
kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria di dalam
pewarisan (Minangkabau, enggono, Timor)
c. Sistem Parental atau Bilateral, yautu sistem keturunan yang ditarik menurut garis
orang tua, atau menurut garis dua sisi (bapak-ibu), dimana kedudukan pria dan
wanita tidak dibeda-bedakan di dalam pewarisan (Aceh, Sumatra Timur, Riau,
Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lain) (Hadikusuma, 33)

Dalam masyarakat yang kekeluargaannya bersifat kebapakan, bila seorang


perempuan kawin maka menurut Soerjono Soekanto mengakibatkan si istri tersebut
masuk ke dalam clan keluarga suaminya. Sebagai konsekwensinya, anak-anak yang
lahir dari perkawinan itu juga masuk ke dalam clan ayahnya. (Soekanto, 1983:264)

Kekeluargaan yang bersifat keibuan, menurut Soerjono Soekanto bila terjadi


suatu perkawinan, si sitri tetap tinggal dalam clan atau golongan familinya
(keluarganya), sedangkan si suami tidak masuk ke dalam caln si istri, melainkan tetap
tinggal dalam clannya sendiri. Si sumai diperkenankan bergaul dalam lingkungan
kerabat si istri sebagai urang semendo (ipar). Anak-anak yang lahir dari perkawinan
itu termasuk dalam caln ibunya. (Soekanto, 1983:267)

Dalam masyarakt yang menganut sistem kekeluargaan yang bersifat ke ibu


bapakan, menurut Wirjono Projodikoro pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara
suami dan istri prihal kedudukannya dalam keluarga masing-masing. Bahkan dengan
adanya perkawinan, masing-masing keluarga bertambah, baik keluarga suami maupun
keluarga istri sebab disamping masing-masing tetap dalam lingkungan kekeluargaan
semula, juga sudah dianggap menjadi keluarga pihak suami maupun istri. Dengan
demikian anak-anak yang lahir dari perkawinan itu masuk dalam kekeluargaan ayah
dan ibunya. (Prodjodikoro, 1983)

Sistem kekeluargaan yang berbeda-beda ini, nampak sekali pengaruhnya


dalam sistem pewarisan adat yang akan diuraikan di bawah ini. Menurut Halima
Hadikusuma, sistem pewarisan adat tersebut dapat dibagi sebagai berikut:

a. Sistem pewarisan Individual, yaitu sistem pewarisan adat, dimana setiap ahli waris
akan mendapat bagiannya msing-masing untuk dimiliki dan dikuasai sepenuhnya.
Dengan pemilikan tersebut ia dapat mengusahakan, menikmati ataupun dialihkan

39
kepada ahli waris lainnya, kerabat, tetangga, maupun orang lain. Sistem individual
ini, banyak berlaku dikalangan masyarakat yang sistem kekeluargaanya bersifat
bilateral, seperti di Jawa
b. Sistem pewarisan Kolektif, yaitu suatu sistem pewarisan yang mengandung
kebersamaan dalam pemilikan dan penguasaan harta warisan yang ditinggalkan,
dimana harta warisan ini merupakan kesatuan yang tidak terbagi-bagi penguasaan
dan pemilikannya, melainkan setiap ahli waris berhak untuk mengusahakan,
menggunakan atau untuk mendapatkan hasil dari harta peninggalan itu yang diatur
bersama berdasarkan atas dasar musyawarah dan mufakat oleh semua anggota
kerabat yang berhak atas harta peninggalan itu di bawah bimbingan kepala kerabat.
Sistem pewarisan kolektif ini, misalnya dianut didaerah Minangkabau yang
menganut sistem kekeluargaan matrilinial.
c. Sistem Pewarisan Mayorat, yaitu suatu sistem pewarisan yang sebenarnya sama
dengan sistem pewarisan kolektip, hanya penerusan dan pengalihan hak
penguasaan atas harta yang tidak terbagi-bagi itu dilimpahkan kepada anak tertentu
yang bertugas sebagai pemimpin rumah tangga atau kepala keluarga yang
menggantikan kedudukan ayah atau ibu yang sudah meninggal. Anak tertentu
dalam kedudukannya sebagai penerus tanggung jawab orang tua yang meniggal
berkewajiban mengurus dan memelihara saudara-saudara yang lain terutama
bertanggung jawab atas harta warisan dan adik-adiknya yang masih kecil sampai
mereka mereka dapat berumah tangga dan berdiri sendiri dalam suatu wadah
kekerabatan yang turun temurun. Seperti di Bali, dimana terdapat hak mayorat
anak laki-laki tertua dan ditanah Semendo Sumatra Selatan, dimana terdapat hak
mayorat anak perempuan tertua (Hadikusuma, 34-38)

Ketiga sistem pewarisan tersebut di atas, masing-masing tidak langsung


menunjuk kepada suatu bentuk susunan masyarakat tertentu dalam sistem
pewarisan itu berlaku. Namun sistem pewarisan tersebut dapat juga ditemukan
dalam berbagai bentuk susunan masyarakat ataupun dalam suatu bentuk susunan
masyarakat dapat pula dijumpai beberapa sistem pewarisan.

Dalam hal ini, Prof. Dr. Hazairin SH. Mengemukakan bahwa: sistem
kewarisan yang individual bukan saja dapat dijumpai dalam masyarakat bilateral,
tetapi juga dapat dijumpai dalam masyarakat patrilinial, seperti di Batak, malahan
di Batak itu disana sini mungkin pula dijumpai sistem mayorat dan sistem kolektifp

40
yang terbats demikian juga sistem mayorat (hak anak perempun yang tertua) itu,
selain terdapat dalam masyarakat Patrilinila yang beralih-alih di tanah Semendo,
dijumpai pula pada masyarakat bilateral orang Dayak di Kalimantan Barat,
sedangkan sistem kolektif itu di dalam masyarakat bilateral, seperti di Minahasa
sulawesi Uatara. (Hazairin, 1982:15) Sedangkan waris menurut BW dan sistem
pewarisannya akan berbeda, sedikit penulis akan mambahas sekedar pengetahuan
saja.

D. Pengertian Hukum warisan dan Sistem Pewarisan BW


1. Pengertian Hukum Waris BW

Suruni Ahlan Syarif SH, hukum waris BW adalah hukum harta kekayaan
yang dalam lingkungan keluarga karena karena wafatnya seseorang, maka akan ada
pemindahan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati akibat dari pemindahan
ini bagi orang-orang yang memperolehnya baik dalam hubungan antara mereka
maupun antara mereka dengan pihak ketiga (Syarif, 1983:15)

Sedangkan menurut Prof. Subekti SH, hukum waris BW adalah mengatur hal
ihwal tentang benda atau kekayaan seseorang jikalau ia meninggal. Juga dapat
dikatakan bahwa hukum waris itu mengatur akibat-akibat keluarga terhadap harta
peninggalan seseorang. (Subekti, 1980:17)

Dengan demikian, hukum waris BW menurut garis-garis ketentuan yang


mengatur tentang pemindahab harta kekayaan seseorang setelah meninggal dunia.
Dalam hal mana pemindahan tersebut hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban
dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan atau
hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dapat dinilai dangan uang.

2. Sistem Pewaris BW

Sistem pewarisan BW yang diatur dalam KUH Perdata, menurut Haliman


Hadikusuma mengatur sistem pewarisan individual, dimana harta warisan harus
selekas mungkin dibagikan kepada semua ahali waris setelah pewaris meninggal
dunia. (Hadikusuma, 42)

Sandi pokok hukum waris BW menurut Wirjono Projodikoro adalah pasal


1066 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:

41
a. Dalam hal seseorang mempunyai hak atas sebagian dari sekumpulan harta benda,
seseorang itu tidak dipaksa memberikan harta benda itu tetap tidak dibagi-bagi
diantara orang-orang yang bersama-sama berhak atasnya.
b. Pembagian harta benda ini selalu dapat dituntut, meskipun ada suatu perjanjian
yang betentangan dengan itu.
c. Dapat diperjanjikan, bahwa pembagian harta benda itu dipertangguhkan selama
waktu tertentu.
d. Perjanjian semacam ini hanya dapat berlaku selama lima tahun tetapi dapat
diadakan lagi, kalau tenggang waktu lima tahun itu berlalu. (Prodjodikoro, 20)

Dari konsep di atas dapatlah diambil pengertian bahwa menurut hukum


waris BW begitu pewaris meninggal dunia, harta warisan segera dibagi-bagikan
kepada ahli waris. Para ahli waris mempunuai hak untuk menuntut agar harta
waris segera dibagikan meskipun ada perjanjian yang bertentangan dengan itu,
namun tidak menutup kemungkinan untuk menahan atau menangguhkan
pembagian harta warisan tersebut karena adanya satu dan lain hal dapat berlaku
atas persetujuan dan kesepakatan para hali waris. Akan tetapi penangguhan itu
tidak boleh melebihi waktu lima tahun. bila waktu penangguhan itu sudah habis,
tapi ada suatu hal dalam kedaan luar biasa, penagguhan itu dapat diperpanjang
dengan suatu perjanjian baru.

3. Pewarisan dan Ahli Waris

Pewaris adalah setiap orang yang meninggal dunia dengan meninggalkan


harta benda atau meninggalkan hak-hak dan kewajiban yang dapat dinilai dangan
uang. Ahli waris adalah bedasarkan kedudukannya sendiri sebagai penerima warisan
terhadap si meninggal. Misalnya seorang ayah meninggal, maka sekalian anak-
anaknya tampil sebagai hali waris. Disamping ahli waris yang tampil dalam
kedudukannya sendiri, KUH Perdata mengenal juga ahli waris dimana sebenarnya
orang lain yang berhak atas sesuatu bagian warisan, tetapi orang itu telah meninggal
lebih dulu dari pada orang yang meninggalkan warisan, yang disebut dengan “Bij
Plaatsvervulling” artinya pergantian tempat (pasal 844 BW).

Adapun ahli waris yang berdasarkan kedudukannya sendiri KUH Perdata


menggolongkan sebagai berikut:

42
Golongan Pertama

Adalah anak-anak si mati beserta turunan-turunannya dalam garis lancang ke


bawah, dengan tidak membedakan laki-laki atau perempuan dan dengan tidak
membedakan urutan kelahirannya. Termasuk juga dalam golongan ini suami istri
sebagaiman termaktub dalam pasal 852 KUH Perdata.

Golongan Kedua

Adalah orang tua dan saudara-saudara pewaris, dimana bagi orang tua
disamakan dengan bagian saudara-saudara pewaris, namun ada jaminan bagi orang
tua yang tidak kurang dari seperempat dari harta peninggalan, sebagaimana
termaktub dalam pasal 854, 855 dan 856 KUH Perdata.

Golongan Ketiga

Adalah para anggota keluarga pihak ayah dan para anggota keluarga pihak
ibu dalam hal tidak ada golongan pertama dan kedua. Dalam hal ini harta di bagi dua
yang sama (kloving) dan masing-masing golongan ini mengadakan pembagian
sendiri seolah-olah telah terbuka suatu warisan sendiri, namun tidak dimungkinkan
terjadi suatu kali saja, sebagaimana termaktub dalam pasal 853 jo pasal 859 KUP
Perdata.

Golongan Keempat

Adalah saudara / saudari se kakek buyut dan saudara / saudari si pewaris


dalam garis simpang sampai derajat keenam. Di samping itu diluar perkawinan
(anak zina) yang diakui anak sah, menurut KUH Perdata juga berhak mewarisi. Di
dalam BW ada dua macam anak diluar perkawinan, yaitu anak alami yang diakui
selaku anak dan anak alami yang tidak diakui. Diantara dua macam anak alami
tersebut, maka anak alami yang diakui sebagai anak saja yang berhak mewarisi,
sedangkan anak alami yang tidak diakui tidak berhak mewarisi.

3. Harta Warisan

Pada hakikatnya harta warisan yang diwarisi oleh ahli waris itu, menurut
BW tidaklah hanya hal-hal yang bermanfaat saja bagi mereka, melainkan juga

43
hutang-hutang dari si peninggal warisan, dalam arti bahwa kewajiban membayar
hutang-hutang itu pada hakekatnya beralih juga kepada para ahli waris.

Dalam pasal 833 BW ditentukan, bahwa para ahli waris dengan sendirinya
sejak waktu wafatnya si peninggal warisan dianggap memiliki segala barang-barang,
hak-hak dan piutang milik si wafat. Jadi seolah-olah para ahli waris melanjutkan
kedudukan si wafat dalam masyarakat terhadap kekayaannya. Dengan demikian,
hak-hak dan kewajiban-kewajiban si peninggal warisan mengenai kekayaannya
sejak wafatnya dengan sendirinya beralih pada ahli waris.

4. Ketentuan Bagian Ahli Waris

Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, bahwa ahli waris menurut BW


di bagi empat golongan dengan bagian yang berbeda-beda satu sama lain.

Golongan I (pasal 852)

Yaitu terdiri dari anak beserta keturunannya dalam garis lurus ke bawah
dengan tidak membedakan laki-lakai atau perempuan serta janda atau duda, maka
harta warisan seluruhnya harus dibagi sebagai berikut :

Apabila anak-anak dari si mati masih hidup, maka anak-anak itu serta janda
mendapat masing-masing satu bagian yang sama, jadi apabila ada misalnya 4 anak
dan janda, maka mereka masing-masing mendapat 1/5 bagian.

Apabila salah seorang anak sudah meninggal lebih dahulu dan ia mempunyai
anak (cucu dari si peninggal warisan), maka menurut pasal 842 BW cucu tersebut
mendapat 1/5 bagian selaku pengganti ahli waris dari bapaknya yang meninggal
lebih dahulu.

Golongan II (pasal 654 BW)

Apabila golongan ke I tidak ada, maka harta warisan berilah ke golongan ke


II. Golongan ke II ini terdiri dari orang tua dan saudara-saudara kandung dari yang
meninggal dunia.

Pembagian harta warisan untuk ahli waris dari golongan ke II ini, diatur
dalam pasal 854, 855, dan pasal 856 BW. Menurut pasal-pasal ini apabila ahli waris
terdiri dari ayah, ibu dan beberapa saudara kandung dari si mati, maka mereka

44
masing-masing menadapat bagian yang sama, akan tetapi bagian dari ayah dan ibu,
masing-masing tidak boleh kurang dari ¼ bagian dari seluruh harta warisan.

Jadi kalau misalnya ahli waris terdiri dari ayah, ibu dan seorang suadara,
maka mereka masing-masing mendapat 1/3 bagian. Apabila ad dua saudara, maka
mereka masing-masing mendapat ¼ bagian dari sisinya ½ bagian dibagi rata antara
tuga saudara,maka masing-masing dari mereka mendapat 1/6 bagian. Dalam pasal
855 BW disebutkan bahwa jika yang masih hidup hanya seorang bapak atau ibu saja,
maka bagiannya adalah sebagai berikut:

a. ½ bagian bila bersama-sama dengan seorang saudara


b. 1/3 bagian bila bersama-sama dengan dua orang saudara
c. ¼ bagian bila bersama-sama dengan lebih dari dua orang saudara.

Dalam pasal 856 BW menjelaskan bahwa pembagian antara saudara –


saudara adalah sama, kalau mereka itu mempunyai bapak ibu sama (sekandung).
Jika mereka itu berasal dari lain perkawinan (bapak sama tapi lain ibu, ibu sama lain
bapak) maka harta warisan dibagi dua. Bagian yang kesatu adalah bagian bagi garis
bapak dan bagian yang ke dua adalah adalah bagian dari garis ibu.

Saudara-saudara yang mempunyai bapak dan ibu yang sama, mendapat


bagian dari garis bapak. Saudara-saudara yang hanya se bapak saja atau hanya se ibu
saja, mendapat bagian dari bagian bagi garis bapak atau bagi garis ibu saja.

Golongan III (pasal 853 dan pasal 859 BW)

Apabila golongan ke I dengan golongan ke II tidak ada, maka menurut pasal


853 dan pasal 859 BW harta warisan dibagi dua yang sama (kloving) dan masing-
masing golongan ini mengadakan pembagian sendiri-sendiri seolah-olah telah
terbuka suatu warisan sendiri. Bagian yang separoh diperuntukan bagi keluarga
sedarah dalam garis bapak lurus ke atas dan separoh bagian yang lain diperuntukkan
bagi keluarga sedarah dalam garis ibu lurus ke atas.

Ahli waris yang terdekat derajatnya dalam garis lurus ke atas mendapat ½
bagian dari harta warisan. Kalau derajatnya sama, maka para ahli waris pada tiap
garis mendapat bagian yang sama, kalau dalam satu garis ada keluarga yang
terdekat, maka ia mengenyampingkan keluarga dengan derajat yang lebih jauh.

45
Golongan IV (pasal 858 ayat 2 BW).

Dalam pasal 858 ayat 2 di jelaskan bahwa apabila ahli waris dari golongan ke
III tidak ada, maka tiap-tiap bagian separoh dari garis ayah atau dari ibu tadi jatuh
pada saudara-saudara sepupu dari si mati, yaitu yang sekakek atau yang se-nenek
dengan si mati (keluarga tingkat ke-4) secara sama rata.

Kalau inipun tidak ada, maka harta warisan jatuh pada sanak keluarga yang
sekakek buyut atau senenek buyut dengan si mati (keluarga tingkat ke 6). Dalam
pasal 861 BW diterangkan bahwa dalam garis menyimpang keluarga yang pertalian
keluarganya berada dalam suatu derajat yang lebih tinggi dari derajat ke 6 tidak
mendapat harta warisan. Kalau hal ini terjadi pada salah satu garis, maka bagian
yang jatuh pada garis itu, menjadi haknya keluarga yang ada dalam garis yang lain,
kalau ia mempunyai hak kekeluargaan dalam derajat yang tidak melebihi derajat ke
6.

Dalam pasal 873 BW diterangkan bahwa kalau semua orang yang berhak
mewarisi tidak ada lagi, maka seluruh harta warisan dapat dituntut oleh anak diluar
kawin yang diakui. Dalam pasal 832 ayat 2 BW diterangkan bahwa apabila semua
ahli waris seperti yang disebut diatas tidak ada lagi, maka seluruh harta warisan
jatuh pada negara.

46
E. Daftar Pustaka

1. A. Hassan, “Al-Fara’id”, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1990)


2. A. Syafii Ma’arif et al, “Alquran dan Tantangan Modernitas”, (Yogyakarta:
Sipress, 1990 )
3. Fatchur Rahman, “Ilmu Waris”, (Bandung: PT. Almaarif, 1981)
4. Moh. Anwar Bc. Hk, “Hukum Waris dalam Islam dan Masalah-Masalahnya”,
(Surabaya: Al-Ikhlas, 1981)
5. Halim Hadikusuma, “Hukum Waris Adat”, (Bandung: Alumni, 1980)
6. Moh. Anwar, “Hukum Waris dalam Islam dan Masalah-Masalahnya”
7. Soerjono Soekanto,. Sleman B. Taneko, “Hukum Adat Indonesia”, (Jakarta:
Rajawali, 1983)
8. Hazairin, “Hukum Waris Bilateral Menurut Al-Qur’an dan Hadits”, (Jakarta:
Tintamas, 1982)
9. Soepomo, “Bab-Bab Tentang Hukum Adat”, (Jakarta: Pradya Pramita, 1984)
10. Wirjono Prodjidikoro, “Hukum Warisan d Indonesia”, (Bandung: Sumur, 1983)
11. Prof. Subekti SH, “Pokok-Pokok Hukum Perdata”, (Jakarta: Intermas, 1980)
12. Soserojo Wignjodipoero, “Pengantar dan Asas-Asas dan Hukum Adat”, (Jakarta:
Gunung Agung, 1984)
13. Suparman Usman, “Hukum Islam”, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002)
14. Surini Ahlan Syarif, “Intisari Hukum Waris Menurut Burgelijk Wetboek”,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983)
15. Taufik Adnan Amal, “Islam dan Tantangan Moderinitas”, (Bandung: Mizan,
1990)
16. Zainuddin Ali, “Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia”
(Palu:YAMIBA, 2005)

47
STRATEGI PEMBELAJARAN EYL
(ENGLISH FOR YOUNG LEARNERS) DI SEKOLAH DENGAN METODE SONG
AND GAMES

Mutiara Sofa
Program Study PAI
STIT Al-Khairiyah Cilegon
Email: mutiarasofa83@gmail.com

Abstrak

Tulisan ini menjelaskan tentang pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dengan


menggunakan metode song and games. Pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dirancang
untuk mengembangkan kemampuan berbahasa Inggris (speaking, writting, listening, and
reading) secara bersama-sama dengan kegiatan yang sangat bervariasi, menyenangkan dan
kreatif. Metode Song and Games, adalah salah satu strategi yang bisa digunakan dalam
pembelajaran bahasa Inggris khususnya untuk EYL (English for Young Learners). Rasa senang
siswa dalam mempelajari bahasa Inggris tidak lepas dari peran guru, metode dan strategi yang
dipakai dan bahan yang menunjang. Berdasarkan kurikulum yang berlaku, selalu diharapakan
dapat mengakomodasi semua materi dengan sederhana, komunikatif, mengaktifkan pola berfikir
dasar siswa, memudahkan guru dalam menggunakan metode Song and Games ini, serta membuat
siswa senang belajar bahasa Inggris. Song (Nyanyian) adalah serangkaian kata-kata yang
dilagukan dengan irama dan nada tertentu. Dengan menyanyikan lagu, guru mengajak siswa
untuk melakukan kegiatan yang ada hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Games
(permainan) adalah aktivitas yang dilakukan berdasarkan aturan tertentu. Anak belajar
melalui permainan, pada saat mereka bermain bersama, anak berinteraksi satu dengan yang
lain. Dalam interaksi tersebut keterampilan berbahasa dapat dibangun, terutama menyimak
(listening) dan berbicara (speaking). Strategi pembelajaran bahasa Inggris sanngat efektif
dilakukan untuk pemula (english for young learner)

Kata Kunci: Strategi pembelajaran, aktifitas belajar, bahasa Inggris, Song and Games.

48
A. Pendahuluan

Pentingnya peran bahasa Inggris dalam proses belajar dan mengajar memerlukan
sebuah metode yang tepat untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris siswa dengan
aktifitas belajar yang menyenangkan dan diminati siswa. Kemampuan guru untuk
menciptakan berbagai aktivitas belajar yang bisa berinteraksi dengan benda dan lingkungan
sekitar mereka untuk meningkatkan pondasi berfikir, berbahasa, visi, dan perilaku mereka
dan dapat mendorong kemauan siswa untuk belajar menjadi peranan penting dalam proses
belajar mengajar. Hal ini diungkapkan pada teori Piaget (1963: 34) “Young learner’s
foundation of thinking, language, vision, attitudes, and other characteristics develop through
the direct interaction with things and environment around them. In this case, foreign
language learning must consider the needs and characteristics of young learners in order to
be successful in learning.”
Berbagai metode pembelajaran menawarkan aktifitas belajar yang mampu
mengakomodir kebutuhan siswa dalam berintaksi dengan benda, teman dan lingkungan
sekitar mereka dengan karakter siswa yang berbeda-beda, sebut saja metode Song and
Games. Metode ini diperkenalkan oleh Kasihani K.E Suyanto pada tahun 2007 dalam
bukunya yang berjudul English For Young Learners. Dalam metode Song and Games
diterangkan bahwa song (nyanyian) adalah serangkaian kata-kata yang dilagukan dengan
irama dan nada tertentu, sedangkan Games (permainan) menurut Kasihani yang mengutip
dari Khan (1991) menyatakan, permainan adalah aktivitas yang dilakukan berdasarkan aturan
tertentu.
Metode pembelajaran Song and Games pada siswa menjadi sebuah fenomena atau
trend di sekolah-sekolah. Sekolah-sekolah internasional yang menerapkan metode
pembelajaran dalam pengajaran bahasa Inggris menjadi daya tarik orang tua untuk
mempercayakan pendidikan anak mereka. Masalah penelitian dibatasi pada strategi
pembelajaran dan aktifitas belajar bahasa Inggris dengan menggunakan metode Song and
Games di sekolah. Tulisan ini bertujuan untuk menggali informasi tentang strategi
pembelajaran dan aktifitas belajar bahasa Inggris dengan menggunakan metode Song and
Games di Sekolah.
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang
melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan
guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar
(BSNP, 2006: 6)

49
Pembelajaran pada hakikatnya memiliki pengertian sebagai suatu proses yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan, sebuah interaksi dengan lingkungan
sekitar yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan,
prosedur yang saling mempegaruhi dalam mencapai tujuan. Hal ini didukung teori yang
diungkapkan oleh Surya (2003) “Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan individu
untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari
pengalaman individu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”. Sementara Hamalik
(1995) mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, prosedur yang paling
mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan beberapa teori diatas,
disimpulkan bahwa suatu pembelajaran membutuhkan suatu proses untuk mencapai tujuan
pembelajaran itu sendiri.
Proses pembelajaran mempunyai makna dan pengertian yang lebih luas daripada
pengertian mangajar. Tujuan pembelajaran menurut Depdiknas (2003: 19) adalah pencapaian
kompetensi pembelajaran. Tingkat kemahiran berbahasa seseorang tidak hanya dipengaruhi
oleh faktor usia tapi juga faktor-faktor lainnya, seperti tipe program dan kurikulum, lamanya
pembelajaran, teknik dan aktivitas yang digunakan (David, 2000). Oleh karena itu,
pendekatan, metode, strategi, teknik mengajar, dan media serta aktifitas belajarnya
diserahkan kepada pengelola pengajaran sesuai dengan kapasitas dan sumber-sumber yang
ada dengan syarat kompetensi yang ditetapkan dapat dicapai disamping didukung oleh sarana
dan prasarana sekolah. Demikian pula keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran bahasa
Inggris sangat ditentukan oleh komponen-komponen tersebut.
Sementara itu tujuan pembelajaran bahasa Inggris adalah agar siswa dapat
berkomunikasi dalam bahasa Inggris secara lisan maupun tulisan secara lancar dan sesuai
dengan konteks sosialnya (Depdiknas, 2003: 15). Kompetensi bahasa Inggris siswa
mencakup keterampilan: mendengar, membaca, berbicara, dan menulis. Mendengar berarti
memahami berbagai makna (antar-perseorangan, pendapat, buku pelajaran) berbagai teks
lisan yang memiliki tujuan komunikatif, struktur teks, dan linguistik tertentu.
Berbicara berarti mengungkapkan berbagai makna (antar-perseorangan, pendapat,
buku pelajaran) melalui berbagai teks lisan yang memiliki tujuan komunikatif, struktur teks,
dan linguistik tertentu. Membaca berarti memahami berbagai makna (antar-perseorangan,
pendapat, buku pelajaran) dalam berbagai teks tulis yang memiliki tujuan komunikatif,
struktur teks, dan linguistik tertentu. Menulis berarti mengungkap berbagai makna (antar-

50
perseorangan, pendapat, buku pelajaran) dalam berbagai teks tulis yang memiliki tujuan
komunikatif, struktur teks, dan linguistik tertentu.
Berkomunikasi secara lisan dan tulisan dengan menggunakan ragam bahasa secara
lancar dan akurat merupakan tujuan utama pembelajaran bahasa Inggris (Depdiknas, 2003:
16). Keterampilan berbahasa merupakan kewajiban yang harus dimiliki oleh siswa setelah
belajar bahasa Inggris. Oxford (1990: 8) memberikan definisi yang lebih rinci mengenai
strategi belajar sebagai "specific actions taken the learner to make learning easier, faster,
more enjoyable, more self-directed, more effective, and more transferable to new situations”.
Menurut Sanjaya (2006) strategi pembelajaran didefinisikan sebagai rencana tindakan
(rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber
daya/kekuatan dalam pembelajaran. Kemp (1995) mengatakan strategi pembelajaran adalah
suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan oleh guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Sementara Dick dan Carey (1985)
mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu set materi dan prosedur
pembelajaran yang digunakan bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan ketiga teori tersebut dapat ditarik satu pengertian bahwa strategi pembelajaran
merupakan sebuah set atau rangkaian kegiatan pembelajaran yang direncanakan oleh guru
dan diikuti oleh siswa dengan menggunakan metode, materi, sumber daya dan prosedur yang
disusun secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Aktivitas belajar merupakan hal yang sangat penting bagi siswa, karena memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan obyek yang sedang dipelajari seluas-
luasnya, karena dengan demikian proses pemerolehan pengetahuan yang terjadi akan lebih
baik. Aktivitas belajar merupakan sebuah rangkaian kegiatan pembelajaran (Sardiman, 2003:
95). Berdasarkan uraian diatas dapat diambil pengertian aktivitas belajar adalah keterlibatan
siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dalam kegiatan belajar guna menunjang
keberhasilan proses pembelajaran dan untuk memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.
Metode Song and Games, adalah salah satu metode yang bisa digunakan dalam
pembelajaran bahasa Inggris khususnya untuk EYL (English for Young Learners). Rasa
senang siswa dalam mempelajari bahasa Inggris tidak lepas dari peran guru, metode yang
dipakai dan bahan yang menunjang. Saat ini sudah banyak buku yang diterbitkan untuk anak
sekolah. Berdasarkan kurikulum yang berlaku, selalu diharpakan dapat mengakomodasi
semua materi dengan sederhana, komunikatif, mengaktifkan berfikir dasar siswa,
memudahkan guru dalam menggunakan metode Song and Games ini, serta membuat siswa
senang belajar bahasa Inggris.

51
B. Strategi Pembelajaran Bahasa Inggris
1. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “instruction” yang dalam
bahasa Yunani disebut instructus atau “intruere” yang berarti menyampaikan pikiran,
dengan demikian arti instruksional adalah menyampaikan pikiran atau ide yang telah
diolah secara bermakna melalui pembelajaran.
Dalam pengertian lain, pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana
dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri
peserta didik (sadiman, dkk., 1986:7). Pembelajaran disebut juga kegiatan
pembelajaran (instruksional) adalah usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar
seseorang membentuk diri secara positif tertentu dalam kondisi tertentu (Miarso,
2004: 528). Jadi inti dari pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh
pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik.
2. Pengertian Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah suatu cara atau seperangkat cara atau teknik yang
dilakukan dan ditempuh oleh seorang guru atau peserta didik dalam melakukan upaya
terjadinya suatu perubahan tingkah lauk atau sikap. Oleh karena itu strategi
pembelajaran merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan
peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien (Kemp,
1995).
3. Pembelajaran Bahasa Inggris
Kebijakan mengenai mata pelajaran muatan lokal di Sekolah Dasar, yaitu
kebijakan Depdikbud Republik Indonesia Nomor: 0487/14/1992 Bab VIII yang
menyatakan bahwa Sekolah Dasar dapat menambah mata pelajaran dalam
kurikulumnya, dengan syarat mata pelajaran itu tidak bertentangan dengan tujuan
pendidkan nasional. Kebijakan tentang program bahasa Inggris disekolah Dasar
ditindaklanjuti oleh bebarap propinsi dengan menanggapi dalam bentuk kebijakan
yaitu dengan mengeluarkan surat keputusan dan mengembangkan kurikulum muatan
lokal.
Dalam proses pengembangannya bahasa Inggris yang semula sebagai mata
pelajaran muatan lokal pilihan menjadi mata pelajaran muatan lokal wajib. Menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, perlu mengetahui bagaimana posisi mata pelajaran bahasa
Inggris di Sekolah Dasar. Dari kerangka dasar dan Struktur Kurikulum yang ada saat

52
ini dapat dilihat ada pasal 7 ayat 7 bahwa pelajaran bahasa Inggris di SD/MI termasuk
kelompok mata pelajaran estetika.
Kebijakan tahun 2006 yang berkaitan dengan mata pelajaran muatan lokal
adalah peraturan menteri Nomor 22 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa mata
pelajaran muatan lokal dialokasikan dua jam, berarti 2x35 menit. Selain itu juga jelas
dalam peraturan menteri bahwa mata pelajaran muatan lokal diprogramkan di kelas 4,
5 dan 6 Sekolah Dasar.
Kebijakan berikutnya adalah peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
23 Tahun 2006, yaitu tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan
dasar dan menengah. Standar kompetensi luusan satuan pendidikan (SKLSP)
dikembangkan berdasrkan tujuan setiap satuan pendidikan. Untuk mata pelajaran
bahasa Inggris sebagai muatan di SD/MI sebagai berikut:
a. Mendengarkan
Memahami instruksi, informasi, dan cerita sangat sederhana yang disampaikan
secara lisan dalam konteks kelas, sekolah, dan lingkungan sekitar.
b. Berbicara
Mengungkapkan makna secara lisan dalam wacana interpersonal dan
transaksional sangat sederhana dalam bentuk instruksi dan informasi dalam
konteks kelas, sekolah dan lingkungan sekitar.
c. Membaca
Membaca nyaring dan memahami makna dalam instruksi, informasi teks
fungsional pendek, dan teks deskriptif bergambar sangat sederhana yang
disampaikan secara tertulis dalam konteks kelas, sekolah, lingkungan sekitar.
d. Menulis
Menuliskan kata, ungkapan, dan teks fungsional pendek sangat sederhana dengan
ejaan dan tanda baca yang tepat.
4. Materi
Materi yang digunakan untuk mengajar merupakan materi yang diambil dari
berbagai sumber selain sumber utama berupa buku teks dan berhubungan dengan
konsep pembelajaran yang tertuang dalam kurikulum. Materi pembelajaran diberikan
dengan didukung media yang menunjang berupa media otentik, gambar, video
maupun benda-benda yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini
mengacu pada prinsip metode bahwa materi pembelajaran harus mampu untuk
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pengetahuan sesuai

53
dengan kecerdasan yang mereka miliki tanpa ada batasan; bisa digunakan untuk
mengembangkan semua kecerdasan yang dimiliki siswa; mampu memberikan ruang
kepada siswa untuk belajar secara mandiri dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-
hari; mampu membantu siswa untuk melakukan evaluasi diri dan mengembangkan
pelajaran.
5. Proses Pembelajaran
Materi kurikulum disampaikan melalui kegiatan-kegiatan yang berorientasi
interaktifitas, kreativitas dan nuansa senang dengan memanfaatkan sarana belajar
dalam ruang (in-door) dan luar ruang (out-door). Memberikan perhatian khusus,
selain pada aspek kognitif (konseptual), Aspek Afektif (emosi dan sikap) dan
psikomotorik (praktek dan pembiasaan). Hal ini tidak hanya terbatas pada proses
pembelajaran, melainkan juga pada penilaian (assessment) atas pencapaian siswa.
Suasana kelas yang diatur sesuai kesepakatan antara guru dan siswa, membuat proses
kegiatan belajar mengajar menjadi lebih santai dan siswa dapat dengan mudah
menerima materi yang disampaikan oleh guru.

C. Metode Songs ands Games


1. Nyanyian (Songs)
Menurut Kasihani (1983) dalam bukunya English For Young Learners. Song
(Nyanyian) adalah serangkaian kata-kata yang dilagukan dengan irama dan nada
tertentu. Dengan menyanyikan lagu, guru mengajak siswa untuk melakukan kegiatan
yang ada hubungannya dengan kehidupan sehari-hari.
Lagu diciptakan dengan dua tujuan, yaitu:
a. Lagu diciptakan hanya untuk sekedar dinikmati, dan
b. Lagu yang diciptakan untuk tujuan pembelajaran, misalnya mengajarkan kosakata,
frasa, atau pola kalimat tertentu. Maka guru perlu memilih dan menentukan lagu
yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran yang harus dicapai.
Song dipilih sebagai salah satu teknik yang ampuh untukbelajar bahasa Inggris
bagi anak? Lagu dan irama merupakan bagian penting dari kehidupan anak-anak dan
juga merupakan alat atau media pembelajaran bahasa untuk anak. Pengajaran dan
pembelajaran terutama bahasa asing, akan lebih menarik bila dikemas dalam
serangkaian kegiatan yang menarik pula. Belajar bahasa melalui nyayian membuat
anak-anak merasa senang belajar karena mereka menikmati lagu, sambil bernyayi
merekapun sebenarnya belajar bahasa Inggris.

54
Lagu yang diciptakan untuk pembelajaran anak-anak dikelas biasanya
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Berisi kata, frasa, atau kalimat dengan tema tertentu.
b. Unsur bahasa diulang-ulang
c. Umumnya nyayian berkonteks sehingga mudah dihafal.
d. Lagu dinyanyikan dengan gerakan-gerakan anggota badan (action songs).
e. Lagu bisa dinyanyikan oleh anak diluar kelas.
f. Bernada gembira dan cepat.
Ketika mengajar bahasa Inggris dengan lagu, guru perlu memperhatikan
beberapa hal penting, antara lain sebagai berikut
a. Pilihlah lagu yang sesuai dengan karakteristik siswa dan tingkat perkembangan
bahasa.
b. Lirik lagu janganlah terlalu panjang supaya tidak sulit untuk dihafal.
c. Lagu sebaiknya menarik, dinamis, dan bernada gembira.
d. Untuk tujuan tertentu, misalnya guru ingin mengajar butir bahasa tertentu maka
pilihlah lagu yang berisi pengulangan butir bahasa tersebut.
e. Dalam memilih lagu, perlu dipertimbangkan penggunaan kata-kata sederhana dan
mudah diucapkan.
f. Nyanyian pendek dengan kata-kata sederhana dan bernada gembira akan cepat
dihafal.
Banyak cara untuk mengajarkan bernyayi. Biasanya sebelum menyanyi guru
memberi contoh melafalkan lirik lagu tersebut. Setelah kata-kata diperkenalkan, siswa
diminta menirukan gurunya.
Teknik listen and repeat dapat diterapkan saat ini. Guru harus melafalkan
dengan benar dan jelas agar siswa dapat menyimak dan kemudian menirukan dengan
benar. Cara lain, guru dapat menggunakan bantuan kaset apabila dia tidak menguasai
melodi lagu tersebut. Putarkan kaset 2-3 kali dan siswa diminta menyimak. Kemudian
guru menyanyi dan siswa menirukan. Apabila tanpa kaset guru atau siswa dapat
memainkan alat musik., misalnya gitar atau harmonika.
Lagu dapat dinyanyikan secara bersama-sama dahulu. Kemudian jika sudah
lancar dilakukan secara berkelompok. Setelah itu bila ada waktu dilakukan secara
berpasangan dan mungkin individual
2. Permainan (Games)

55
Sewlh Games menurut Khan (1991) menyatakan, permainan adalah aktivitas
yang dilakukan berdasrkan aturan tertentu. Anak bermain karena mereka senang.
Anak belajar melalui permainan, pada saat mereka bermain bersama, anak
berinteraksi satu dengan yang lain. Dalam interaksi tersebut keterampilan berbahasa
dapat dibangun, terutama menyimak (listening) dan berbicara (speaking).
Menurut beberapa pengalaman para ahli permainan bahasa yang komunikatif
memiliki 6 ciri, yaitu:
 Pemain harus saling berinteraksi
 Pemain harus memahami aturan yang ada dalam permainan
 Permainan itu memiliki tujuan yang jelas
 Konteks kegiatannya jelas
 Pemain harus terlibat secara aktif
 Pemain mendapat aturan khusus dalam bermain
Berikut ini contoh permainan yang dapat dilakukan untuk anak lower classes:
a. Simon Says
Berikut ini merupakan contoh simon says. The teacher asks the students to
perform actions
Teacher : “Simon says sit down”.
(siswa duduk)
“Simon says put your hands on your head.”
(siswa meletakkan tangan dikepalanya)
“Simon, clap your hands”.
(siswa bertepuk tangan)
Simon says ..........
(siswa melakukan apa yang dikatakan guru)
b. Question-Answer
Berikut ini merupakan contoh question-answer. Permainan ini melatih pola
kalimat tertentu dan ada unsur bersaing dengan siswa dari kelompok lain.
Misalnya, pola kalimat what is it? Dan It’s a ... atau it’s adjective. Siswa dibagi
menjadi dua kelompok, berlomba memberi jawaban yang benar.
Contoh: Guess what fruit!
Teacher: it’s yellow. It’s long. It’s sweet.
What i it”Students: it is .... (a banana)
Teacher: it’s red, it’s round. It’s sweet.

56
What is it?
Students: it is a ....
Selanjutnya, bila sudah lancar posisi guru dapat diperankan oleh siswa.
Dapat juga siswa dan satu kelompok menyiapkan pertanyaan untuk kelompok
lainmereka menggunakan pola kalimat yang sudah mereka pelajari atau sedang
mereka pelajari dengan menggunakan kosa kata yang sudah dikenal.
This is ....
Diteruskan oleh siswa berdasarkan gambar yang ada .
This is a (bird)
Etc.
c. Guessing Games
Berikut ini merupakan contoh pembelajaran dengan guessing Games. Guru
menunjukkan bungkusan kecil dan meminta siswa untuk menerka apa yang ada
dalam bungkusan tersebut. Ini baik untuk melatih yes/no question.
Students (S) : Is it a toy?
Teacher (T) : No, it isn’t
(S) : Is it some chocolate:
(T) : No, it isn’t
(S) : Can you eat?
(T) : Yes, it can
d. Find differences
Kegiatan untuk melatih ketelitian siswa dapat dilakukan secara berpasangan
atau kelompok, dua gambar diberikan pada siswa dan mereka diminta mencari
beberapa perbedaan (find differences) yang ada pada gambar tersebut dengan
menggunakan kosakata bahasa Inggris yang sudah dikenal. Mereka juga dapat
bertanya pada guru atau mencari di kamus.

57
e. Whisper game
Berikut ini merupakan contoh whisper game.
 Siswa duduk berderet atau melingkar
 Guru membisikkan sesuatu (word or phrase) kepada siswa pertama. Misalnya
are you hungry?
 Siswa tersebut melanjutkan dengan membisikkan ungkapan yang sama kepada
temannya untuk diteruskan membisikkan kepada yang lain
 Bisikan hanya dilakukan satu kali dan tidak boleh diulangi
 Siswa terakhir akan menyatakan kata atau ungkapan tersebut dengan suara
keras. Siswa pertama juga mengatakan dengan suara keras untuk mengetahui
apakah ungkapan yang didengar siswa terakhir sama.
 Situasi akhir akan membuat siswa tertawa jika kalimat yang diucapkan siswa
terakhir sangat berbeda dengan kalimat yang di dengar siswa pertama.

D. Tujuan Metode Song and Games


Tujuan dari metode pembelajaran bahasa Inggris dengan metode Song and Games
diantaranya yaitu:
1. Menyebutkan beberapa kegiatan yang disenangi anak-anak.
2. Menjelaskan bagaimana mengajarkan anak-anak bernyanyi.
3. Melakukan permainan untuk kelas EYL (English for Young Learners)
4. Memberikan contoh kegiatan lain yang disukai.

58
E. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Metode pembelajaran bahasa Inggris English for Young Learners dengan metode
Song and games dapat diterapkan pada proses pembelajaran bahasa Inggris di
sekolah Dasar. Aktifitas belajar bahasa Inggris dengan metode song and games di
Sekolah Dasar dilaksanakan dengan kegiatan yang bervariasi dan mampu
mengakomodasi pengembangan kemampuan berbicara, membaca, menulis, dan
mendengar selain mengembangkan kecerdasan majemuk yang dimiliki siswa itu
sendiri.

2. Nyanyian (Songs) adalah serangkaian kata-kata yang dilagukan dengan irama dan
nada tertentu. Dengan nyanyian lagu tersebut, guru dapat mengajak siswa untuk
melakukan kegiatan yang berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari anak. Lagu
diciptakan dengan tujuan utama yaitu untuk dinikmatai dan lagu diciptakan dengan
tujuan pembelajaran.

3. Permainan (games) adalah aktivitas yang dilakukan berdasarkan aturan tertentu. Anak
bermain karena mereka senang. Anak belajar melalui permainan. Pada saat mereka
bermain bersama, anak berinteraksi satu dengan yang lainnya. Dalam interaksi
tersebut keterampilan berbahasa Inggris dapat dibangun, terutama dalam menyimak
dan berbicara.

4. Beberapa contoh permainan bahasa Inggris yang dapat dilakukan adalah:

a. Simon says
b. Question and answer
c. Guessing games
d. Find differences
e. Whisper game

59
F. Daftar Pustaka

1. Arikunto, Suharsimi.1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


PT. Rineka Cipta.
2. Depdiknas. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdagri.
3. Hamalik, Oemar. 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jemmars.
4. _____________. 2011. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
5. Kasihani K. E. 2010. English For Young Learners. Melejitkan Potensi Anak Melalui
English Class yang Fun, Asyik, dan Menarik. Ed. 1, Cet. 3. Jakarta: Bumi Aksara.
6. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk Satuan Pendidikan Dasar
SD/MI (Semester I&II) (Panduan untuk Penjabaran Kompetensi Dasar ke Dalam
Indikator dan Materi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ). 2007. Jakarta:
BP. Cipta Jaya
7. Oxford Learner’s Pocket Dictionary. 2003. Third Edition. Oxford:Oxford University
Press
8. Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Kencana,
9. ____________ Strategi Pembelajran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Ed. 1,
Cet. Ke-6. Jakarta: Kencana.
10. Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya,
Jakarta: Rineka Cipta
11. Abdulabdullah. 2015. Makalah Bahasa Inggris Tentang Metode Permainan
dan Nyanyian Dalam Mengajar Bahasa Inggris, [Online]
12. http://adulabdullah.blogspot.com/2015/11/makalah-bahasa-inggris-tentang-
metode.html diakses pada tanggal 12 Juli 2018
13. Jurnal Unsiyah, Metode Pembelajaran Bahasa Inggris, [Online],
http://www.jurnal.unsiyah.ac.id/PEAR/article/download/7974/6521. diakses pada
tanggal 12 Juli 2018

60
PENGGUNAAN APLIKASI MULTIKEY SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN
KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENULIS HURUF
HIJAIYYAH BERBASIS KOMPUTER
(Studi pada Kegiatan Pendampingan Guru PAI SMP Kota Cilegon
Semester Genap Tahun Pelajaran 2016/2017)

H. Ahmad Syukri
Program Study PAI
STIT Al-Khairiyah Cilegon
Jalan H. Enggus Arja No. 1 Link. Citangkil Cilegon 42443

Abstrak
Kemampuan menulis huruf Hijaiyyah (Huruf Arab) merupakan keharusan bagi seorang Guru
Pendidikan Agama Islam (GPAI) di tingkatan manapun, mulai dari Taman Kanak-kanak
sampai Sekolah Menengah dan merupakan salah satu indikator profesional guru PAI. Di sisi
lain seiring dengan zaman digital, seorang guru juga dituntut beradaptasi dengan komputer.
Guru PAI dituntut mampu menggunakan komputer untuk membantu tugas dan perannya
sebagai pendidik profesional, termasuk di dalamnya kemampuan menulis huruf Hijaiyyah
berbasis komputer. Berkaitan dengan hal ini bukanlah suatu hal yang sulit bagi seorang
GPAI yang telah mengenal tata-cara mengoperasikan komputer, yaitu tinggal memindahkan
menu dari Latin ke Arab. Namun ternyata permasalahannya tidak sesederhana itu, karena ia
harus beradaptasi dengan keyboard yang pada umumnya menggunakan huruf Latin di mana
terdapat perbedaan yang sangat mencolok (bahkan 100% berbeda) antara huruf Latin dan
Arab. Dalam kegiatan pendampingan Guru PAI SMP Kota Cilegon, penulis memperkenalkan
cara menulis huruf Arab yang praktis dengan menggunakan aplikasi Multikey, sebuah
produk putra Indonesia yang belum banyak dikenal orang.
Pengumpulan data dilakukan penulis melalui kajian pustaka, wawancara, dan pengamatan
langsung penulis dalam kegiatan pendampingan guru PAI SMP Kota Cilegon. Sedangkan
pengolahan data melalui analisa deskriptif, pengambilan kesimpulan melalui metode deduktif
dan induktif.
Kesimpulan dari makalah ini adalah (1) Problematika utama guru PAI SMP Kota Cilegon
dalam menulis huruf Hijaiyyah berbasis komputer adalah berbedanya huruf-huruf pada
keyboard, antara Latin dan Arab, sementara keyboard yang tersedia hanya Latin; (2)
Program aplikasi multikey adalah program praktis menulis huruf Hijaiyyah yang memiliki
ciri adanya kesamaan huruf antara Arab dan Latin dalam keyboard Latin; (3) Tata cara
mengoperasikan program aplikasi multikey sangat mudah karena dilengkapi dengan tutorial
yang sederhana; dan (4) Guru PAI SMP Kota Cilegon 81,5% merasa terbantu dengan
program aplikasi Multikey karena tidak perlu lagi menghafalkan posisi huruf Hijaiyyah pada
keyboard. Sisanya yang 18,5% belum tertarik mengaplikasikan multikey dalam komputer
mereka karena kemampuan komputer mereka secara umum belum mendukung.

Kata Kunci : Kemampuan menulis huruf Hijaiyyah, program aplikasi multikey, keyboard
Arab, keyboard Latin. Microsoft XP.

61
A. Pendahuluan
Dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
dinyatakan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah (UUD No. 14 Tahun 2005). Sebagai pendidik profesional, guru
dituntut memiliki keahlian dalam bekerja untuk memaksimalkan produktivitas. Keahlian
itu bernama kompetensi, yang meliputi kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian,
dan kompetensi social (Peraturan Pemerintah, No.74 Tahun 2008). Keempat kompetensi
tersebut diperoleh guru melalui pendidikan profesi.
Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) dalam segala tingkatan dan jenjang
hendaknya memiliki sejumlah kompetensi yang dipersyaratkan untuk menjadi pendidik
profesional. Salah satu indikator profesionalisme GPAI adalah mumpuni dalam
kemampuan akademik Pendidikan Islam. Dalam buku “Standar Kompetensi Guru
Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum dan Madrasah” dijelaskan bahwa salah
satu kompetensi utama seorang GPAI adalah memiliki kemampuan akademik, antara lain
adalah memahami dengan baik tujuan agama Islam (maqashidu al syari’ah))
(Departemen Agama RI, 13). Memahami dengan baik sudah barang tentu bukan sekedar
pemahaman ala kadarnya, tetapi pemahaman yang didasarkan atas sumber agama Islam
yang pokok (al mashdar al awwal), yaitu Al Qur’an dan Al Hadits yang keduanya
berbahasa Arab dan ditulis dengan menggunakan huruf Hijaiyyah. Oleh karenanya
kemampuan GPAI dalam memahami bahasa Arab dan huruf Hijaiyyah menjadi sesuatu
yang mutlak diperlukan, sebab bagaimana mungkin dapat memahami Al Qur’an dan Al
Hadits tanpa memahami dasar kemampuan bahasa Arab.
Dasar kemampuan bahasa Arab meliputi 4 (empat) hal, yaitu kemampuan
membaca (qira’ah), mendengar (istima’), mengungkapkan (ta’bir), dan kemampuan
menulis (kitabah) (Kordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah I, 2002:vi). Dalam
penelitian ini yang akan diangkat oleh penulis adalah kemampuan guru PAI dalam
kitabah (menulis) huruf Hijaiyyah. Fakta yang didapatkan penulis dalam melaksanakan
supervisi klinis ke salah satu SMP Negeri di Cilegon terkadang dijumpai
kekurangtelitian sebagian guru PAI dalam menulis huruf Hijaiyyah (baik berupa ayat Al
Qur’an maupun potongan hadits nabi). Kekurangtelitian itu kadang berupa kelebihan
atau kekurangan huruf, dan terkadang dalam pemberian syakl (harakat).

62
Dalam hal kelebihan huruf yang pernah penulis dapatkan adalah ketika guru
PAI menulis billahi tertulis (seharusnya ), Contoh kekurangan huruf
terjadi ketika GPAI menuliskan hadits “uthlubul ilma”, tertulis 
(seharusnya  ). Contoh kekeliruan dalam memberi syakl (harakat)
terjadi pada penulisan ayat ke-5 surat At Takatsur, tertulis
 (seharusnya
).. Kekeliruan yang nampak sepele bisa jadi bukan
diakibatkan oleh kekurangtelitian GPAI yang bersangkutan, tetapi bisa jadi diakibatkan
karena kelemahan kemampuan dasar bahasa Arab.
Tiga contoh temuan penulis dalam kegiatan supervisi terhadap GPAI di kelas
terjadi dalam manual letter error, dalam arti kekeliruan dalam tulisan tangan, asli dari
GPAI yang bersangkutan, tanpa bantuan komputer maupun alat digital lainnya.
Permasalahan ini bisa berkembang menjadi permasalahan yang kompleks, ketika GPAI
dihadapkan dengan teknologi canggih (computerized). Di satu sisi GPAI dituntut
mampu menulis huruf Hijaiyyah untuk menulis teks al Qur’an maupun al Hadits, tetapi
di sisi lain dituntut mampu beradaptasi dengan dunia komputer. Di sinilah guru PAI
harus dapat menggunakan teknologi tepat guna untuk mendukung tugas profesinya.
(Departemen Agama RI, 13).
Kombinasi kedua kemampuan (menulis dan menggunakan komputer) ternyata
dapat dicapai jika GPAI terus-menerus meningkatkan kompetensi mengoperasikan
komputer, karena dalam system komputer tersedia program Arab dengan berbagai
pilihan, antara lain program Arab Saudi. Pengguna (user) tinggal mengarahkan pilihan
saja. Program ini cukup praktis, karena produk tulisan dengan menggunakan Arabic
Windows ini bersifat universal (mendunia), sehingga pengeditan huruf (dari segi jenis
font maupun ukuran) dapat dilakukan dengan leluasa. Program ini juga cocok untuk
menulis teks Arab berbaris-baris, berparagrap, berbab-bab, bahkan sampai dalam bentuk
kitab (buku) dapat dilakukan dengan mudah. Hanya saja, bagi guru PAI, pilihan Arabic
Windows ini bukan merupakan pilihan yang menarik. Uci Fauzi, salah satu guru PAI
SMP di Kota Cilegon menuturkan bahwa menggunakan Arabic Windows memang
mudah, tetapi kesulitannya adalah ketika kita harus menghafalkan letak/posisi huruf
Hijaiyyah di dalam keyboard. Salah satu strategi yang ditempuh Uci GPAI SMP
Fatahillah adalah membuat tempelan huruf Hijaiyyah pada keyboard untuk membantu
mencari huruf yang dimaksud. (Wawancara dengan Uci Fauzi, Cilegon,13: 2017)

63
Apa yang dilakukan oleh Uci merupakan solusi, agar sebagai GPAI ia mampu
mengiplementasikan kemampuan menulis huruf Hijaiyyah ke dalam teknologi komputer,
sehingga tulisan yang dihasilkannya adalah berupa tulisan Arab digital yang
digunakannya dalam menulis ayat Al Qur’an maupun Al hadits. Kemampuan yang
dimiliki Uci menjadi “kebutuhan pokok” GPAI saat ini terutama ketika dihadapkan
kepada tugas membuat kisi-kisi dan naskah soal, baik untuk Penilaian Akhir Semester
(PAS)/Ulangan Akhir Semester (UAS), Penilaian Akhir Tahun (PAT)/Ulangan Kenaikan
Kelas (UKK), maupun Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) mata pelajaran PAI.
Dalam kenyataannya dari 22 GPAI binaan penulis yang tersebar di 13 SMP
Kota Cilegon, tidak semua guru memiliki kemampuan yang diharapkan. 20% masih
memiliki problem kelemahan penguasaan dasar bahasa Arab dan belum mahir
mengoperasikan komputer, 70% memiliki dasar kompetensi menulis huruf Hijaiyyah
namun belum mampu mengoperasikan Arabic Windows, dan sisanya 10% memiliki
kompetensi dasar bahasa Arab dan mampu menulis huruf Hijaiyyah dengan Arabic
Windows.
Melihat data di atas, prosentase terbesar dari GPAI binaan adalah guru yang
sebenarnya telah mempunyai kemampuan menulis huruf Hijaiyyah dengan baik, namun
baru sebatas manual. Ketika mereka dihadapkan dengan komputer mereka mengalami
kesulitan, terutama tidak mau dipusingkan dengan adanya keyboard Latin dan Keyboard
Arab. Pertanyaannya adalah bagaimana memberikan solusi kepada mereka?
Pengalaman penulis sebelum diangkat sebagai Pengawas PAI sangat berharga
dan diharapkan mampu memberikan solusi terhadap permasalahan ini. Pada era 2003 an,
ketika penulis masih berstatus sebagai guru MTsN Cilegon, penulis diperkenalkan oleh
seseorang tentang program aplikasi praktis menulis huruf Hijaiyyah, yaitu Program
Multikey. Ciri yang menonjol dari program aplikasi ini adalah user tidak dipusingkan
dengan mengingat-ingat huruf Arab dalam keyboard latin alias tidak perlu lagi membuat
tempelan huruf Hijaiyyah seperti yang dilakukan Uci. 80% huruf yang dihasilkan oleh
keyboard latin adalah sama dengan huruf hijaiyyah yang jumlahnya 28 itu. Misalnya
ketika akan mengetik huruf “mim”, maka cukup menekan tombol huruf “M”, huruf “sin”
(cukup menekan S), huruf “jim” (cukup menekan huruf J) pada keyboard latin.
Sedangkan untuk huruf “syin” (cukup menekan huruf S disertai shift), “dzal” (huruf D
disertai shift) dan seterusnya.
Dari latar belakang masalah ini penulis berasumsi bahwa dengan dikuasainya
program aplikasi multikey oleh GPAI maka guru PAI dapat dengan mudah menggunakan

64
teknologi komputer untuk menulis huruf Hijaiyyah. Namun untuk memberikan jawaban
terhadap asumsi ini penulis akan memaparkan dalam bentuk makalah best practice
dengan judul “Penggunaan Aplikasi Multikey Sebagai Upaya Meningkatkan Kompetensi
Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menulis Huruf Hijaiyyah Berbasis Komputer “
(Studi pada Kegiatan Pendampingan Guru PAI SMP Kota Cilegon Semester Genap
Tahun Pelajaran 2016/2017).

B. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam


1. Pengertian Kompetensi Guru PAI
Sebagai tenaga profesional, guru PAI dituntut memiliki sejumlah
kompetensi dasar keguruan. Poerwadarminta dalam “Kamus Umum Bahasa
Indonesia” mengartikan “kompetensi” sebagai kewenangan (kekuasaan) untuk
menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi
(competency) yakni kemampuan atau kecakapan. (WJS Poerwadaminata,
1995:518). Senada dengan Poerwadarminta, Echol dan Shadily mengartikan
“competence” sebagai kecakapan, kemampuan, dan juga kewenangan.
Competent berarti cakap, mampu, tangkas. (John M Echol, 2003:132). Dari
tinjauan para ahli bahasa di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan
kemampuan, keterampilan, ketangkasan dan kecakapan yang dimiliki oleh
seseorang untuk dapat melakukan sesuatu yang memerlukan keahlian.
Jika dikaitkan dengan kompetensi guru, Broke dan Stone (sebagaimana
dikutip oleh Wijaya dan Rusyan, 1992) mengatakan bahwa kompetensi guru
merupakan gambaran hakikat kualitatif dan perilaku guru atau tenaga
kependidikan yang nampak sangat berarti. (Cece Wijaya, 1992:7). Usman
(mengutip pendapat Mc Leod) mengatakan bahwa kompetensi guru merupakan
kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara
bertanggung jawab dan layak. (Moh. Uzer Usman, 1996:14).
Dari dua pandangan ahli tentang kompetensi guru maka dapat disimpulkan
bahwa kompetensi guru merupakan gambaran kualitas guru dalam menyelesaikan
tugasnya secara profesional sesuai dengan standar ilmu keguruan.

2. Kompetensi Guru PAI dalam Menulis Huruf Hijaiyyah


Meminjam pengertian di atas tentang batasan kompetensi guru, maka
kompetensi guru PAI berarti gambaran kualitas guru PAI dalam menyelesaikan

65
tugasnya secara profesional sesuai dengan standar ilmu keguruan. Terkait dengan
kualitas guru PAI, Syukri (2007) merumuskan adanya 5 (lima) indikator
kompetensi guru PAI, yaitu sebagai model dalam berakhlakul karimah,
pemahaman materi pelajaran PAI, pemahaman peserta didik, penguasaan
metodologi pembelajaran PAI dan hubungan interpersonal guru. (Ahmad Syukri,
2007:54).
Kompetensi Guru PAI dalam menulis huruf Hijaiyyah mutlak merupakan
salah satu kompetensi yang merupakan keharusan bagi seorang guru PAI. Hal ini
karena salah satu indicator kompetensi GPAI adalah memiliki pemahaman yang
baik terhadap materi pelajaran PAI. Untuk memiliki kualitas pemahaman yang
baik terhadap materi pelajaran PAI, maka seorang guru harus mampu memahami
sumber pokok ajaran Islam, yaitu Al Qur’an dan Al Hadits yang keduanya ditulis
dengan bahasa Arab berhuruf Hijaiyyah. Kemampuan memahami Al Qur’an dan
Al Hadits artinya mampu membaca, menulis, dan dapat menjelaskan isi
kandungan sesuai dengan kaidah yang benar.
Terkait dengan kompetensi menulis huruf Hijaiyyah diperlukan
pembiasaan, ketelitian, dan pemahaman terhadap kosa kata bahasa Arab.
Penulisan huruf Hijaiyyah dimulai dari kanan dan bergerak ke arah kiri, berbeda
180 derajat dengan pola menulis huruf Latin, sehingga diperlukan pembiasaan. Di
samping itu dalam penulisan huruf Hijaiyyah dikenal ada 28 huruf hijaiyyah yang
memiliki karakter yang berbeda-beda, yaitu perubahan bentuk berdasarkan posisi
(awal, tengah dan akhir). Ke-28 huruf itu dapat dilihat pada table berikut :

66
Tabel 1
HURUF HIJAIYYAH BENTUK DASAR DAN PERUBAHANNYA
Bentuk Perubahan
Bentuk
No Nama
Dasar Awal Tengah Akhir

1  Alif - - 

2  Ba   

3  Ta   

4  Tsa   

5  Jim   

6  Ha   

7  Kha   

8  Dal   

9  Dzal   

10  Ra   

11  Za   

12  Sin   

13  Syin   

14  Shad   

15  Dlad   

16  Tha   

17  Dza   

18  ‘ain   

19  Ghain   

20  Fa   

21  Qaf   

22  Kaf   

67
Bentuk Perubahan
Bentuk
No Nama
Dasar Awal Tengah Akhir

23  Lam   

24  Mim   

25  Nun   

26  Wau   

27  Hha   

28  Ya   

Dari 28 huruf di atas, ada huruf yang dapat disambung (connector) dan
sebagian lainnya tidak dapat disambung dalam penulisan (nonconnector). Jumlah
huruf yang dapat disambung ada 6 (enam) huruf, yaitu alif, dal, dzal, ra, za, dan
wau. Sedangkan sisanya (22 huruf) dapat bersambungan dalam penulisan.
(Ahmad Izzan, 2011:156).

3. Kompetensi Guru PAI Menulis Huruf Hijaiyyah Berbasis Komputer


Saat ini penggunaan komputer telah merambah ke segenap sektor
kehidupan. Komputer dan internet yang pada mulanya hanya digunakan dalam
bidang ekonomi dan bisnis, kini digunakan dalam layanan birokrasi pemerintah,
media sosial, termasuk di bidang pendidikan.
Penggunaan komputer dalam dunia pendidikan termasuk hal yang penting
dipelajari dan diaplikasikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam
teknologi pembelajaran. Bagi seorang guru (termasuk guru PAI), penguasaan
komputer adalah sangat penting bukan hanya ketika dihadapkan kepada
penyelesaian tugas-tugas menulis soal ujian untuk peserta didik, namun juga
ketika harus menyusun perangkat pembelajaran, bahkan lebih dari itu komputer
sangat membantu guru dalam melakukan analisis hasil ulangan/ujian.
Dikaitkan dengan kompetensi guru PAI dalam menulis huruf Hijaiyyah,
komputer juga sangat dibutuhkan keberadaannya. Di sinilah guru PAI dituntut
memiliki kompetensi untuk beradaptasi dengan teknologi pembelajaran. Di

68
Indonesia, penggunaan komputer untuk penulisan huruf Hijaiyyah menemui
berbagai kendala, di antara ketersediaan keyboard Arab.
Pada umumnya komputer di Indonesia menggunakan keyboard Latin,
dengan urutan hurf : Q W E R T Y U I O P dan seterusnya. Masalah seperti ini
sebenarnya dapat di atasi dengan dua cara, yaitu labeling huruf Arab di keyboard
Latin dengan huruf yang sesuai. Cara ini cukup memakan waktu, karena posisi
huruf Arab berbeda dengan Latin. Cara kedua yaitu dengan memunculkan
keyboard Arab dalam kotak dialog. Namun cara kedua nampaknya lebih rumit
lagi, karena user menulis huruf Hijaiyyah seperti menulis symbol, sehingga tidak
dapat dilakukan dengan cepat.
Dari dua cara di atas ternyata kurang memenuhi kebutuhan manusia modern
yang ingin serba cepat dalam melakukan setiap pekerjaan. Untuk memenuhi
kebutuhan ini guru membutuhkan system aplikasi yang dapat membantu
mempercepat pekerjaan dalam menulis huruf Hijaiyyah tanpa labeling maupun
memunculkan kotak dialog huruf Hijaiyyah.
4. Kegiatan Pembimbingan Pengawas kepada Guru PAI untuk Meningkatkan
Kompetensi Guru PAI Menulis Huruf Hijaiyyah
Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 12 tahun 2012 tentang “Pengawas
Madrasah dan Pengawas PAI pada Sekolah” menjelaskan bahwa Pengawas PAI
memiliki 4 (empat) fungsi, yaitu : a) Penyusunan program pengawasan PAI; b)
Pembinaan, pembimbingan, dan pengembangan profesi guru PAI; c) Pemantauan
penerapan standar nasional PAI; d) Penilaian hasil pelaksanaan program
pengawasan; dan e) Pelaporan pelaksanaan tugas kepengawasan. (Peraturan
Mentri Agama No. 12 Tahun 2012).

Berkaitan dengan fungsi kedua, yaitu Pembinaan, pembimbingan, dan


pengembangan profesi guru PAI; kehadiran pengawas sangat dibutuhkan oleh
guru untuk peningkatan profesionalitas guru PAI. Termasuk di dalamnya
profesionalitas guru PAI dalam menulis huruf Hijaiyyah berbasis komputer. Jenis
kompetensi yang terakhir ini memerlukan perhatian khusus dari pengawas, karena
rata-rata guru PAI tidak dibekali secara praktis penggunaan komputer untuk
menulis huruf Hijayyah.

C. Aplikasi Multikey dalam Penulisan Huruf Hijaiyyah Berbasis Komputer

69
1. Pengertian Program Aplikasi Multikey
Multikey adalah sebuah keyboard-mapping-program yang bisa digunakan
untuk menulis dari kanan ke kiri ketika kita bekerja di program lain, karena itu
cocok digunakan untuk menulis Arab di Windows Latin (Jajang Kurniawan).
Program aplikasi Multikey merupakan program yang unik, karena aplikasi ini
dapat mengatasi problem keyboard yang selama ini menjadi kendala bagi siapa
saja yang menggunakan keyboard latin untuk menulis Arab (huruf Hijaiyyah).
Program aplikasi ini dirancang oleh putra Indonesia yang bernama Jajang
Kurniawan dengan alamat virtual email: e8826474@studbimb.tuwien.ac.at.
Email: jajang_k@yahoo.de http://studbimb.tuwien.ac.at/~e8826474. Beliau
tinggal di lingkungan Ciceri Kota Serang. Penulis pernah berkirim surat melalui
email untuk berkonsultasi tentang pengembangan program ini, sayang, beliau
tidak menekuni lagi pengembangan aplikasi ini. Namun demikian beliau
memberikan apresiasi kepada penulis atas pemanfaatan program multikey untuk
pendidikan.

2. Cara Meng-install Program Aplikasi Multikey.


Setiap program aplikasi tentu membutuhkan aktivitas installing, artinya
memasukkan program aplikasi yang dikehendaki ke dalam komputer pengguna.
Demikian juga program aplikasi Multikey harus diinstall terlebih dahulu sebelum
dipergunakan. Sebelum diinstall pastikan bahwa komputer menggunakan
Windows XP atau generasi sebelumnya.
Penjelasan cara menginstall dapat dibaca pada lampiran 1

3. Tata Cara Penggunaan Program Aplikasi Multikey


Penggunaan program aplikasi Multikey tergolong sederhana, namun
sesuatu yang sederhana tidak boleh dianggap ringan, sebab tanpa mempelajari
tata cara menjalankan program aplikasi ini tentu akan menghadapi sejumlah
kesulitan, terutama bagi para pemula di dunia komputer.
Tata cara penggunaan program aplikasi Multikey secara lengkap dapat
dibaca pada Tutorial dan Tips sebagaimana lampiran 2

4. Kelebihan dan Kelemahan Program Aplikasi Multikey

70
Setiap program aplikasi komputer pasti memiliki kelebihan dan
kekurangan, karena tidak ada satupun hasil karya manusia yang sempurna.
Menurut penulis, program aplikasi juga memiliki sejumlah kelebihan dan
kekurangan.
a. Kelebihan program aplikasi multikey
1) Sederhana cara menginstal, artinya mudah difahami oleh para pemula;.
2) Tidak membutuhkan storage memori yang banyak (hanya 154,4 KB dari 3
file);
3) Petunjuk install dan cara pemakaian diberikan dalam bahasa Indonesia
dan dilengkapi dengan tutorial;
4) Tidak perlu mengganti keyboard Latin ke keyboard Arab, karena huruf
Arab yang dibutuhkan memiliki 80% kesamaan dengan Latin, sehingga
pengguna mampu menulis huruf Hijaiyyah dengan cepat.
b. Kekurangan program multikey
1) Program ini hanya memungkinkan dapat diinstall ke komputer windows
XP atau generasi sebelumnya, sedangkan untuk generasi sesudahnya
seperti win 7, 8 dan seterusnya program aplikasi ini tidak support. Hal ini
cukup menyulitkan karena multikey tidak mengikuti perkembangan
zaman;
2) Menulis huruf Hijaiyyah dengan aplikasi multikey lebih cocok untuk
kalimat per kalimat, sedangkan untuk menulis paragraph per paragraph
agak mengalami kesulitan karena harus menggunakan “enter” untuk baris
selanjutnya.
3) Numbering dan Bullet tidak dapat digunakan, kalau dipaksakan nomor dan
bullet akan berada di belakang kata/kalimat yang ditulis.
4) Ada beberapa angka Arab (angka 4 dan 6) serta huruf (kaf) yang belum
popular di kalangan muslim Indonesia (Lihat Lampiran 3, Tabel Huruf)

D. Penggunaan Aplikasi Multikey Sebagai Upaya Meningkatkan Kompetensi


Guru Pendidikan Agama Islam dalam Menulis Huruf Hijaiyyah Berbasis
Komputer
1. Kebutuhan Guru PAI terhadap Penguasaan Komputer
Komputer merupakan media yang hampir selalu dibutuhkan kehadirannya
untuk membantu setiap pekerjaan manusia. Penggunaan komputer dalam

71
kehidupan manusia terlah merambah ke segenap aspek kehidupan, baik dalam
bidang keuangan dan ekonomi, maupun dalam bidang sosial dan pendidikan.
Sebagai “pekerja” profesional di bidang pendidikan, guru sangat membutuhkan
komputer untuk membantu tugas-tugas profesionalnya, mulai dari membuat
perencanaan pembelajaran (planning), mengorganisasikan pembelajaran
(organizing), melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas maupun di luar kelas
(actuating), maupun mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran (evaluating).
Dalam menyusun perencanaan pembelajaran, penggunaan komputer sangat
diperlukan, khususnya dalam membuat program tahunan, program semester,
pengembangan silabus, maupun penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP). Dalam penyusunan program pembelajaran yang menggunakan Kurikulum
2013 urgensi penggunaan komputer adalah sangat tinggi karena antara program
harus ada sinkronisasi, ada penulisan kompetensi inti (KI) dan Kompetensi Dasar
(KD) yang berulang-ulang sehingga ketersediaan dan kemampuan menggunakan
komputer sangat diperlukan.
Demikian juga dalam kegiatan pengorganisasian pembelajaran, komputer
sangat membantu. Keberadaan komputer diperlukan untuk membantuk kegiatan
pengelompokan peserta didik dan pembagian materi diskusi, demikian juga untuk
membantu mengendalikan waktu kegiatan pembelajaran, antara kegiatan awal,
kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Komputer juga sangat membantu dalam
pencatatan progress (kemajuan) peserta didik dalam pelaksanaan tugas belajar.
Dalam kegiatan proses pembelajaran (actuating), komputer berfungsi
sebagai media, bahkan multi media. Dikatakan multimedia karena komputer bisa
menghasilkan suara (audio aid), gambar (visual aid), maupun suara dan gambar
secara sekaligus (Audio and Visual Aid). Azhar mengatakan bahwa pengunaan
komputer untuk pendidikan dikenal dengan pembelajaran berbantuan komputer
(CAI = Computer Aid Instruction) yang dikembangkan dalam beberapa format
pembelajaran, antara lain drill and practice, tutorial, simulasi, permainan
dan discovery. Komputer juga telah digunakan untuk mengadministrasikan tes
dan pengelolaan administrasi sekolah. (Azhar Arsyad, 2006:54).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komputer sangat dibutuhkan
oleh guru dalam berbagai aspek pekerjaan profesionalnya.

2. Kompetensi Menulis Huruf Hijaiyyah sebagai Kompetensi Wajib bagi Guru PAI

72
Secara umum, guru yang profesional minimal memiliki 4 (empat)
kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi
kepribadian, dan kompetensi sosial. Secara khusus, guru PAI harus memiliki
kompetensi menulis huruf Hijaiyyah dan merupakan salah satu indikator dari
kompetensi profesional, karena sumber pokok pembelajaran PAI adalah Al
Qur’an dan Al Hadits yang keduanya berbahasa Arab dan ditulis dengan huruf
Hijaiyyah.
Keterampilan menulis huruf Hijaiyyah bagi guru PAI merupakan bagian
yang tidak dapat dipisahkan bagi seorang guru PAI dalam upaya memahami
tujuan dari maqashid al syari’ah. (Departeman Agama RI).

3. Program Aplikasi Multikey untuk Memenuhi Kebutuhan Guru PAI


Zaman modern memuntut manusia untuk menyelesaikan pekerjaan dalam
hitungan waktu yang cepat. Oleh karenanya dibutuhkan system aplikasi komputer
yang dapat memenuhi kebutuhan manusia modern.
Dalam menulis huruf Hijaiyyah, guru PAI membutuhkan alat (tool) berupa
komputer yang dilengkapi dengan system aplikasi yang sederhana, mudah,
praktis, dan dapat membantu menyelesaikan pekerjaan menulis ayat Al Qur’an
maupun hadits Nabi dalam waktu yang cepat.

4. Peluang dan Tantangan Guru PAI dalam Menggunakan Program Aplikasi


Multikey
a. Peluang Guru PAI dalam Menggunakan Program Aplikasi Multikey
1) Pada umumnya guru PAI SMP memiliki fasilitas komputer, minimal setiap
sekolah telah memilikinya sehinga memungkinkan Guru PAI ikut
memanfaatkannya.
2) Aplikasi multikey sederhana dalam penginstalan dan tidak membutuhkan
kapasitas memori yang besar;
3) Pengoperasian aplikasi multikey menarik, karena ada kesamaan huruf
antara keyboard Latin dan Arab.
b. Tantangan Guru PAI dalam Menggunakan Program Aplikasi Multikey
1) Aplikasi multikey hanya cocok untuk Microsoft XP dan generasi
sebelumnya, sehingga user direpotkan menginstal XP terlebih dahulu;

73
2) Penggunaan multikey terbatas untuk menulis kalimat berbahasa Arab baris
per baris, sedangkan untuk menulis paragraph perlu mengedit beberapa kali.

E. Hasil Analisis Penggunaan Aplikasi Multikey Sebagai Upaya Meningkatkan


Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam SMP Kota Cilegon dalam Menulis
Huruf Hijaiyyah Berbasis Komputer
1. Penyajian Data
Berikut ini hasil analisis terhadap peryebaran angket tertutup terhadap 22
guru PAI SMP binaan di kota Cilegon. Angket menggunakan skala Likert dengan
5 option, yaitu Selalu (Sl) = skor 5, Sering (Sr) = skor 4, Kadang-kadanf (K) =
skor 3, Jarang (J) = skor 2, dan Tidak Pernah (TP) = skor 1. Hal tersebut berlaku
untuk pernyataan positif, sedangkan pernyataan negatif berlaku sebaliknya.

Angket dimaksud untuk mengukur dengan 5 indikator , yaitu :

a. Kebutuhan Guru PAI terhadap Penguasaan Komputer


b. Kompetensi Menulis Huruf Hijaiyyah sebagai Kompetensi Wajib bagi Guru
PAI
c. Program Aplikasi Multikey untuk Memenuhi Kebutuhan Guru PAI
d. Peluang Guru PAI dalam Menggunakan Program Aplikasi Multikey
e. Tantangan Guru PAI dalam Menggunakan Program Aplikasi Multikey
Adapun hasil skor perolehan dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 2

SKOR PEROLEHAN PERSEPSI GURU PAI KOTA CILEGON TERHADAP


PENGGUNAAN APLIKASI MULTIKEY
Skor Perolehan
No Nama untuk Indikator Jml %

1 2 3 4 5
1 Oon Jahrotunnufus, S.Ag. 4 4 4 4 4 20 80

2 Qurrotul Aini, S.Ag. 5 4 3 4 4 20 80

3 Drs. Matin 4 4 4 4 3 19 76

74
Skor Perolehan
No Nama untuk Indikator Jml %

1 2 3 4 5
4 Mahfud, S.Ag. 4 4 4 4 4 20 80

5 Eli Suryati, S.Ag 4 4 4 3 4 19 76

6 Samsul Basar, S.Ag. 4 4 4 4 4 20 80

7 Muinudin, S.Pd.I 4 4 4 4 4 20 80

8 Hatib, S.Ag 5 5 5 4 4 23 92

9 Siti Faihah, S.Hi 5 4 5 4 5 23 92

10 Mu'tilah, S.Pd.I 4 5 4 4 4 21 84

11 Hj. Sukriyah, S.Pd.I 4 4 4 4 4 20 80

12 Hm. Darif, S.Ag.,Ma. 5 4 5 3 4 21 84

13 Fuad Zen, S.Ag 5 5 4 4 4 22 88

14 Hanafi, S.Pd.I 5 5 4 4 4 22 88

15 Mabruri, S.Ag 5 5 3 3 3 18 76

16 Sanubi, S.Pd.I 4 4 4 4 4 20 80

17 Umaidah, S.Ag. 4 4 4 4 4 20 80

18 Tatu Nasuhah, S.Pd.I 4 4 4 4 3 19 76

19 Rohmiyati, S.Ag 4 4 4 4 4 20 80

20 Aan Niswati, S.Pd.I 5 4 4 4 4 21 84

21 Nurul Jihad, S.Pd.I 4 4 4 4 3 19 76

22 Uci Fauzi. S.Pd.I 4 4 4 4 4 20 80

Jumlah skor 96 93 89 85 85 81.5%

75
Skor Perolehan
No Nama untuk Indikator Jml %

1 2 3 4 5
Nilai rata-rata (skala 100) 87 84 80 77 77

2. Analisis
Berdasarkan perolehan prosentase setiap indicator dapat diperoleh
informasi bahwa :
a. Kebutuhan Guru PAI SMP Kota Cilegon terhadap Penguasaan Komputer
ternyata sangat tinggi, yaitu mencapai 87% guru menganggap butuh;
b. Anggapan bahwa kemampuan menulis huruf Hijaiyyah bagi Guru PAI
merupakan sesuatu yang wajib mencapai 84%. Hal ini menunjukkan bahwa
penguasaan menulis huruf hijaiyyah merupakan sesuatu yang sangat penting
bagi GPAI;
c. 80% Guru PAI SMP Kota Cilegon berpendapat bahwa aplikasi multikey
sangat membantu GPAI dalam menulis huruf Hijaiyyah berbasis komputer.
d. Guru PAI SMP Kota Cilegon melihat peluang dan tantangan penggunaan
multikey adalah sama besar, yaitu 77%.
Selanjutnya, jika diambil rata-rata prosentase terhadap 5 (lima) indikator
diperoleh angka sebesar 81,5% GPAI memberikan respons positif tentang upaya
meningkatkan kemampuan menulis huruf Hijaiyyah berbasis komputer dengan
menggunakan aplikasi Multikey.

F. Kesimpulan
Berdasarkan kajian pustaka dan analisis data angket tentang Penggunaan
Aplikasi Multikey Sebagai Upaya Meningkatkan Kompetensi Guru Pendidikan Agama
Islam dalam Menulis Huruf Hijaiyyah Berbasis Komputer dapat disimpulkan sebagai
berikut:

a. Problematika utama guru PAI SMP Kota Cilegon dalam menulis huruf Hijaiyyah
berbasis komputer adalah berbedanya huruf-huruf pada keyboard, antara Latin
dan Arab, sementara keyboard yang tersedia hanya Latin;

76
b. Program aplikasi Multikey adalah program praktis menulis huruf Hijaiyyah yang
memiliki ciri adanya kesamaan huruf antara Arab dan Latin dalam keyboard
Latin;
c. Tata cara mengoperasikan program aplikasi multikey sangat mudah karena
dilengkapi dengan tutorial yang sederhana; dan
d. Guru PAI SMP Kota Cilegon 81,5% merasa terbantu dengan program aplikasi
Multikey karena tidak perlu lagi menghafalkan posisi huruf Hijaiyyah pada
keyboard. Sisanya yang 18,5% belum tertarik mengaplikasikan multikey dalam
komputer mereka karena kemampuan komputer mereka secara umum belum
mendukung

77
G. Daftar Pustaka
1. Arsyad, Azhar Media Pembelajaran. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2006.
2. Echol, John M dan Hasan Shadily, Kamus Inggris – Indonesia, Jakarta : PT
Gramedia, 2003,
3. Izzan, Ahmad M.Ag., Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung :
Penerbit Humaniora, 2011,
4. Koordinator Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta Wilayah I/DKI Jakarta, Al
Arabiyyah Li Thullab al Jami’ah Juz 2, Jakarta : Darul Ulum Press, 2002
5. Kurniawan, Jajang, Multikey,tt
6. Peraturan Pemerintah RI No. 74 tahun 2008 tentang Guru
7. Peraturan Menteri Agama RI No. 12 Tahun 2012 tentang Pengawas Madrasah
dan Pengawas PAI pada Sekolah
8. Poerwadarminata, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka,
1995,
9. Syukri, Ahmad, Hubungan antara Supervisi Pengawas dan Kompetensi Guru
dengan Kinerja Guru Pendidikan Agama Islam, Tesis, Jakarta : PPs Uhamka,
2007
10. Tim Penyusun Departemen Agama RI, Standar Kompetensi Guru Pendidikan
Agama Islam pada Sekolah Umum dan Madrasah, Jakarta : Departemen Agama
RI, 2008
11. Undang-undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
12. Usman, Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung : CV Remaja
Rosdakarya, 1996,
13. Wawancara dengan Uci Fauzi, S.Pd.I, Guru PAI SMP Fatahillah Cilegon, 13
Februari 2017
14. Wijaya, Cece dan A Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses
Belajar Mengajar, Bandung : PT Ramaja Rosdakarya, 1992,

78
Lampiran 1

PETUNJUK MENG-INSTAL PROGRAM MULTIKEY

Multikey adalah sebuah keyboard-mapping-program yang bisa digunakan untuk menulis dari
kanan ke kiri ketika kita bekerja di program lain, karena itu cocok digunakan untuk menulis
Arab di Windows Latin.

Paket ini berisi files sbb.:


multikey.exe program

multikey.ini INI-file
multikyb.dll DLL-file
multikey.doc DOC-file bagi yang ingin membuat MULTIKEY.INI sendiri
anjuria.ttf sebuah font Arab true type
bacadulu.txt yang sedang dibaca
tutorial.doc petunjuk step by step menulis Arab dengan Multikey
tabel.doc tabel keystroke untuk alif, ba, ta, dst.
tips.doc tip atas masalah yang mungkin muncul
tabel.rtf
tutorial.rtf
tips.rtf

Ketiga file dalam format DOC ditulis dengan Word for Windows 95. Beberapa rekan yang
menggunakan Word 97 melaporkan bahwa files ini tidak bisa dibaca. Kalau ini terjadi,
gunakan files dalam format RTF (tabel.rtf, tutorial.rtf dan tabel.rtf).

===========

Cara instal
1. Copy MULTIKEY.INI dan MULTIKYB.DLL ke windows-directory (biasanya
C:\WINDOWS).
2. Copy font Arab ke fonts-directory (biasanya C:\WINDOWS\FONTS).
3. File lainnya, termasuk MULTIKEY.EXE, boleh dicopy ke mana saja.

===========

File tutorial.doc tabel.doc dan tips.doc, semuanya dalam bahasa Indonesia, berisi petunjuk
penggunaan Multikey. Bagi yang tidak suka membaca manual (seperti saya) dan ingin
langsung terjun dengan try and error, maka baca dulu "kursus kilat" berikut ini:

1. Jalankan text processor anda (WinWord, Word Pro, Wordpad atau apa saja).
2. Jalankan pula Multikey.
3. Tekan tombol Ctrl-Alt-H sekaligus untuk mengaktifkan menulis dari kanan ke kiri.
4. Aktifkan word processor anda dan cobalah mengetik sembarang. Anda akan melihat huruf-
hurufnya berjalan dari kanan ke kiri.
5. Sekarang pilihlah di word processor font Arab yang dikirim dalam paket ini kemudian
cobalah ketik 3 huruf ini: bsm a@.

===========

79
Terakhir: MULTIKEY dari paket ini mempunyai menu "Jawi" untuk menulis Jawi. Ini hanya
bisa berjalan dengan font Jawi, tidak dengan font Arab, karena font Arab tidak mempunyai
huruf ca, nga, pa, ga, nya serta va. Untuk mendownload font Jawi, lihat
http://www.crosswinds.net/~tulisarab/jawi

===========

Selamat mencoba!
Pertanyaan, kritik, perbaikan, usul, teguran, dsb. kirimkan ke
Jajang Kurniawan
email: e8826474@studbimb.tuwien.ac.at
email: jajang_k@yahoo.de
http://studbimb.tuwien.ac.at/~e8826474 (di sini terdapat lebih dari 90 font Arab lainnya)
http://www.crosswinds.net/~tulisarab (di sini juga)

Dalam mengajukan pertanyaan harap disertakan data:


- sistem operasi yang digunakan (Windows 95/98/CE/2000 ?)
- program yang dijalankan (Word 95/97/2000, WordPro, ... ?)
- font yang dipakai

80
Lampiran 2



Menulis Arab di Windows Latin dengan program Multikey

File ini adalah semacam petunjuk step by step untuk menulis Arab di Windows Latin, dengan
bantuan program Multikey. Tapi sebenarnya menggunakan Multikey mudah. Anda bisa
mencobanya dengan prinsip try and error, tanpa mengikuti tutorial ini.
Penting:
1. Apabila di atas ini tidak tertulis kalimat basmalah dalam huruf Arab, maka font "Arab
Naskh Juria" belum diinstal, dan tutorial ini tidak akan jalan. Installah dulu font tsb.
2. Apabila kata basmalah-nya terputus-putus, misalnya
 maka pengolah kata anda tidak
mendukung pemakaian glyph font yang mempunyai lebar=0. Ini terjadi misalnya pada
Wordpad dari paket Windows 98. Gunakanlah pengolah kata lain.
3. Dalam mengikuti tutorial ini anda akan mengubah file ini, karena itu simpanlah dulu file
ini dengan nama lain, pilihlah menu File/Save as ….

Langkah 1: Jalankan program pengolah kata anda (WinWord, Wordpad, WordPro, … ).


Catatan: Langkah ini tentu sekarang tidak perlu dilakukan lagi, karena dengan membaca file
ini, pengolah kata anda sudah jalan.
Apabila program anda mempunyai fungsi AutoText, AutoCorrect dan semacamnya,
nonaktifkan fungsi-fungsi ini.
Di MS-Word 97 misalnya dengan memilih menu Tools/Autocorrect. Di Autocorrect
kosongkan check box
Correct TWo INitial CApitals
Capitalize first letter of sentences
Di Autoformat As You Type kosongkan check box
"Straight quotes" with "smart quotes"
Lakukan hal yang sama di Autoformat.

Langkah 2: Jalankan program Multikey. Tekanlah simbol Multikey di tray (biasanya di


bawah) dengan tombol mouse kanan, kemudian pilih menu "Right to Left > Umum: harkat
tinggi sejajar".

81
Penting: Selama tutorial ini, di simbol Multikey harus terbaca "Multikey - Umum: harkat
ti…".Apabila karena satu dan lain hal kembali muncul "Multikey - Latin default", pilihlah
menu "Right to Left" sekali lagi.

Langkah 3: Pilihlah salah satu font Arab di pengolah kata anda, ambillah ukuran yang agak
besar. Akan lebih bagus pula kalau dalam menulis Arab kita memilih paragraf rata kanan.
Catatan 1: Langkah ini tidak perlu dilakukan di turorial ini, karena sudah disiapkan.
Catatan 2: Beberapa program, misalnya MS-Office 97, menampilkan nama-font dengan font
itu sendiri. Karena font Arab Naskh Juria mempunyai latin coding maka di menu font akan
ditampilkan secara keliru



Untuk mencegah ini, non-aktifkan fungsi ini. Di MS-Word 97 misalnya melalui menu
Tools/Customize/Options/List font names in their font. Apabila ini tidak aktif, maka di menu
font akan tampil dengan benar dalam huruf Latin
Arab Naskh Juria

Langkah 4: Mengetik huruf


Tempatkan cursor di antara dua tanda kurung di atas ini. Kemudian ketiklah:
b [space] s [space] m

Apabila semuanya ok, anda akan melihat huruf ba , sin , dan mim .

Catatan: Lihat file Tabel.doc untuk melihat bagaimana cara mengetik huruf Arab lainnya.

Langkah 5: Mengetik huruf sambung


Tempatkan cursor di antara dua tanda kurung di atas ini. Sekarang ketiklah (tanpa space!):
bsm

Anda akan melihat bahwa huruf ba, sin, dan mim berubah bentuk sesuai dengan letaknya,
apakah di awal, tengah, atau akhir. Hasil akhir: . Cobalah teruskan dengan

[space]a@ [space]alrhmn [space]alrhym

Langkah 6: Memberi tanda vokal

82

Tempatkan cursor di antara ba dan sin di atas ini, kemudian ketiklah i, posisikan cursor di
antara sin dan mim kemudian ketiklah o, posisikan cursor di setelah mim kemudian ketiklah i.
Sekarang anda bisa membaca bismi:.

Seperti anda lihat, pengetikan kasra dan sukun ini tidak mengubah huruf ba, sin, dan mim
yang sudah diketik sebelumnya.
Catatan: Lihat file Tabel.doc untuk melihat bagaimana cara mengetik tanda harkat lainnya.

Langkah 7: Memberi tanda harkat secara langsung


Tempatkan cursor di antara dua tanda kurung merah di atas ini. Kemudian ketiklah:
bisomi
Jangan kaget apabila huruf mim ternyata menjadi salah. Sekarang tempatkan cursor di antara
dua tanda kurung hijau, dan ketiklah (awas huruf I besar!):
bisomI
Sebagaimana kita lihat, pengetikan tanda harkat mengubah bentuk huruf, kecuali kalau kita
menggunakan huruf besar.
Catatan: Lihat file Tabel.doc untuk melihat bagaimana cara mengetik tanda harkat lainnya
yang tidak mengubah bentuk huruf.

Langkah 8: Perbedaan menu umum dan naskhi


Tempatkan cursor di antara dua tanda kurung merah di atas ini. Kemudian ketiklah:
kutibE [space] 'eleyokumU
Klik-lah simbol program Multikey dengan mouse kanan, pilih menu "Right to Left > Naskhi:
harkat bergelombang", kembali ke file ini, tempatkan cursor di antara dua tanda kurung hijau
dan ketiklah teks yang sama:
kutibE [space] 'eleyokumU
Kita lihat, dengan cara umum kita mendapatkan posisi tanda harkat yang sejajar, jauh dari
huruf; sementara dengan cara naskhi posisi tanda harkat berubah tergantung hurufnya. Cara
mana yang akan anda gunakan, itu terserah anda.

Langkah 9: Mengubah posisi harkat secara manual

83

Tempatkan cursor di antara ba dan sin di atas ini, kemudian ketiklah i dan langsung ketik key
minus [-] berulang-ulang. Bisa kita perhatikan, posisi kasra bisa naik turun. Langkah ini
dimaksudkan agar anda bisa mengubah posisi tanda harkat sekehendak hati. Cobalah
lanjutkan dengan sukun dst.
Cara ini bisa juga dilakukan dalam memberi tanda harkat secara langsung. Cobalah ketik di
bawah ini:


ku [tanda minus berkali-kali] ti [tanda minus berkali-kali] bE [tanda minus berkali-kali]

Demikianlah secara ringkas cara menulis Arab di Windows latin. Tentu cara ini juga bisa
dilakukan bukan hanya di program pengolah kata, tapi (teoretis) di hampir semua program
yang bisa menerima input teks dan menampilkannya dengan font true type.

Langkah 10:
Untuk selanjutnya lihatlah file Tabel.doc atau Tabel.rtf untuk melihat cara mengetik huruf-
huruf Arab dan tanda-tanda harkat lainnya, dan Tips.doc atau Tips.rtf untuk melihat beberapa
tips.

Selamat mencoba!
Jajang Kurniawan
email: e8826474@studbimb.tuwien.ac.at
email: jajang_k@yahoo.de
http://studbimb.tuwien.ac.at/~8826474
http://www.crosswinds.net/~tulisarab
Lampiran 3
TIPS

Perhatian: file ini ditulis dalam format "Word for Windows 95". Apabila anda menggunakan
"Word for Windows 97" ada kemungkinan file ini tidak ditampilkan dengan benar. Sebagai
gantinya, gunakan file bernama "Tips.rtf".
File ini berisi masalah-masalah yang mungkin timbul dalam pengoperasian Multikey, berikut
tip untuk mengatasinya.

84
1. Mengapa WinWord terkadang tidak mau menampilkan font Arab, padahal sudah dipilih?
Ini kadang-kadang terjadi, bukan hanya di WinWord, dan bukan hanya dengan font Arab.
Beberapa text processor akan kembali ke standard font (misalnya: Times New Roman ukuran
10) kalau kita setelah memilih font tidak mengetik apa-apa, misalnya hanya memainkan
cursor atau menu. Dalam mengetik dari kanan ke kiri, dan posisi kanan kosong, mungkin
WinWord menginterpretasikannya sebagai NIL, karena itu kembali ke Times New Roman
10.
Tip: nonatifkan dulu Multikey, pilih di WinWord font Arab, ketiklah misalnya 2 space,
kemudian tempatkan cursor di antara 2 space tsb, aktifkan lagi Multikey, dan cobalah
mengetik Arab. Kedua space tadi bisa dihapus lagi.

2. Mengapa dalam mengoreksi misalnya ba-tengah dengan qaf, huruf qaf tidak otomatis
berubah menjadi qaf-tengah?
Multikey hanyalah sebuah keyboard remapping program, bukan sesuatu yang membuat
WinWord atau Windows menjadi versi Arab. Karena itu WinWord kita tetap WinWord latin,
dan tidak tahu cara menulis Arab.
Tip: di paket yang didownload dari http://www.oeaw.ac.at/kvk/cte/multik~1.htm terdapat 3
DOT-file untuk WinWord 6.0, 95, dan 97 dengan makro yang bisa membuat WinWord
menjadi lebih cerdik dalam mengoreksi huruf Arab.
Tip: kalau dalam menulis Arab kita salah ketik huruf, jangan stop kemudian menekan
backspace, tapi teruskan dengan mengetik huruf yang benar sampai kata-nya selesai. Baru
setelah itu hapus huruf yang keliru.

3. Mengapa line break tetap di kanan, bukan di kiri?


Alasannya lihat nomer 2 di atas. Jadi kita harus membuat line break manual. Atau membuat
makro untuk itu. (Saya kira prinsipnya tidak susah. Saya sendiri karena tidak punya atau
menggunakan WinWord, belum berpikir ke arah sana. Barangkali ada yang bisa bantu?)

4. Dalam menghapus/mengganti tanda harkat, mengapa yang diganti/dihapus huruf di sebelah


kanan?
Hati-hati, tanda harkat adalah glyph font yang mempunyai lebar=0, karena itu posisinya
persis di ujung kanan huruf sebelumnya. Jadi tumpang tindih.
Tip: Kalau anda belum yakin apakah posisi cursor di ujung harkat atau huruf, cobalah tekan
key panah kiri. Kalau cursor bergerak berarti dia tadi di ujung harkat, kalau diam berarti dia
tadi di ujung huruf.

5. Adakah short cuts untuk Multikey?

85
Tip: Ctrl-Alt-h mengaktifkan menulis dari kanan ke kiri; Ctrl-Alt-f mengubah menu Umum ke
Nakshi dan sebaliknya; Ctrl-Alt-x menonaktifkan Multikey.

6. Bagaimana cara menulis "lillaahi", di mana posisi kasra yang pertama?

Tip: Ketik saja i@i maka akan keluar: .

7. Bagaimana cara menulis lam-alif yang mempunyai 2 harkat?

Tip: Untuk sukun dan kasra misalnya dicukup


laoi. Meski o (sukun) ditulis setalah la (lam-alif), dia akan loncat ke sebelum lam-alif.
Untuk kasra dan kasra sayang tidak bisa seperti ini. Jadi untuk misalnya untuk

 kita harus mengetik Ilai.

8. Mengapa dalam menulis "yaasiin" dan "thaasiin" dengan menulis harkat langsung huruf sin
ditulis keliru?

Ini masalah keterbatasan tempat di sebuah font file.

Tip: Tulislah gundul dulu atau , baru berikan harkatnya atau .

Tip: Untuk fawatihu-sh-shuwar lainnya kita bisa menulis langsung:

'~s~q~ hAm~pAs~m~pAH|
k~HAyA'~c~al~mv~rA al~rA
al~mv~c~ al~mv~ n~ q~ c~

9. Apakah file multikey.ini ini disusun dengan asumsi bahwa  hanya muncul di
akhir sebuah kata?
Ya, dan asumsi ini tidak sepenuhnya benar. Jadi apabila ada dari tanda-tanda harkat ini
berada di tengah sebuah kalima masukkanlah tanda ini belakangan, jangan langsung.

10. Di mana saya bisa memperoleh font-font Arab untuk Multikey?


Lihat di http://studbimb.tuwien.ac.at/~e8826474/ atau di
http://www.crosswinds.net/~tulisarab

11. Mengapa di MS-Word 97/2000 huruf Arab tidak bisa diprint?

86
Tampaknya anda menggunakan font Arab yang bercoding Latin. Dalam hal ini hubungi saya
melalui email adress di bawah ini.

Apabila ada pertanyaan, masalah, tip, ide lain, silakan bagi-bagi ke:
Jajang Kurniawan
email: e8826474@studbimb.tuwien.ac.at
email: jajang_k@yahoo.de
http://studbimb.tuwien.ac.at/~8826474
http://www.crosswinds.net/~tulisarab

TOLONG dalam menyampaikan pertanyaan juga disertakan data:


- sistem operasi yang digunakan (Windows 95/98/CE/2000 ?)
- program yang dijalankan (Word 95/97/2000, WordPro, … ?)
- font yang dipakai

87
Lampiran 4

TABEL HURUF

Perhatian: file ini ditulis dalam format "Word for Windows 95". Apabila anda menggunakan
"Word for Windows 97" ada kemungkinan file ini tidak ditampilkan dengan benar. Sebagai
gantinya, gunakan file bernama "Tips.rtf".

Tabel berikut ini berisi petunjuk tombol mana yang harus ditekan di keyboard untuk huruf
Arab tertentu. Untuk bisa membaca teks ini lengkap, font "Arab Naskh Juria" harus sudah
diinstal.

1. Huruf-huruf dasar
huruf key nama huruf key nama huruf key nama

 @ Allah  a alif  b ba

 t ta  Z tsa  j jim

 h ha  K kha  d dal

 D dzal  r ra  z zay

 s sin  S syin  c shad

 C dhad  p tha  P zha

 ' 'ain  g ghain  f fa

 q qaf  k kaf  l lam

 m mim  n nun  w wau

 H ha  x hamza  y ya

2. Huruf-huruf lanjutan

huruf key nama huruf key nama huruf key nama

 a+ alif hamza atas  a- alif hamza bawah  H+ ta marbutha

 w+ wau hamza  y+ ya hamza  y- alif maksura

88
 la lam-alif  la+ lam-alif hamza atas  la- lam-
alif hamza bawah

3. Tanda-tanda harkat

harkat key nama harkat key nama harkat key nama

 e fatha  i kasra  u dhamma

 ee fathatain  ii kasratain  uu dhammatain

 A fatha-alif  Y kasra-alif  W dhamma terbalik

 v tasydid  o sukun  ~ madda

Tanda-tanda harkat lainnya adalah kombinasi dari yang di atas:

 ve  vu  vee  vuu  vA

PENTING!!!
a. Tanda-tanda harkat di atas mengubah huruf-sendiri menjadi huruf-awal, dan huruf akhir
menjadi huruf tengah, dan juga berpengaruh atas huruf yang akan diketik sesudahnya. Apabila
efek ini tidak diinginkan, misalnya memberi tanda harkat pada huruf akhir atau huruf sendiri,
maka tekanlah tombol shift ketika menekan key yang pertama (sekali lagi: yang pertama saja!).
Jadi:

 E  I  U  O  Ee

 Ve  Vu  | (key garis tegak)

dantidak mengubah huruf, sementara  hanya mengubah di fawaatihu-sh-shuwar saja


(lihat file Tips.doc)

b. Untuk huruf-huruf yang tidak mempunyai bentuk tengah:


penggunaan huruf besar ini tidak perlu dilakukan.

c. Apabila masih ada kekeliruan dalam penulisan tanda harkat secara langsung, tulislah tanpa
harkat dulu, baru diberi tanda harkat (lihat Langkah 4. Lain-lain

Angka … dan tanda-tanda lain seperti  diketik seperti biasa. Tanda kutip 
(misalnya untuk hadits) diketik dengan < dan >, sementara  (misalnya untuk ayat) diketik
dengan { dan }. Tatwil (misalnya untuk memanjangkan huruf) ditulis dengan _ (garis bawah).
Contoh .

6 dalam file Tutorial.doc). Dengan cara ini kita tidak perlu pusing dengan huruf besar atau kecil.

89
Selamat menulis Arab!
Jajang Kurniawan
email: e8826474@studbimb.tuwien.ac.at
email: jajang_k@yahoo.de
http://studbimb.tuwien.ac.at/~8826474
http://www.crosswinds.net/~tulisarab

90

Anda mungkin juga menyukai