Anda di halaman 1dari 13

TUGAS

“Instrumen Evaluasi Bentuk Non-Tes”

Disusun untuk memenuhi mata kuliah Pengembangan Assesmen Pembelajaran SD

Dosen Pengampu : Dr. Mu’jizatin Fadiana, M.Pd

Oleh :

ERLY KUSUMAWATI

IKA WAHYUNI

DESY PERMANA SARI (1121220016)

PROGRAM PASCA SARJANA

MAGISTER PENDIDIKAN DASAR

UNIVERSITAS PGRI RONGGOLAWE TUBAN

2023
EVALUASI
Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan
sebagai pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa (the worth and merit) dari tujuan
yang dicapai, desain, implementasi dan dampak untuk membantu membuat keputusan,
membantu pertanggung jawaban dan meningkatkan pemahaman terhadap fenomena. Menurut
rumusan tersebut, inti dari evaluasi adalah penyediaan informasi yang dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan.
Dapat disimpulkan juga bahwa evaluasi merupakan proses (bukan hasil) yang sistematis dan
berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, mengintepretasikan dan menyajikan
informasi untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan dan atau menyusun
kebijakan. Adapun tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi yang akurat dan
objektif tentang suatu program. Informasi tersebut dapat berupa proses pelaksanaan program,
dampak/hasil yang dicapai, efisiensi serta pemanfaatan hasil evaluasi yang difokuskan untuk
program itu sendiri, yaitu untuk mengambil keputusan apakah dilanjutkan, diperbaiki atau
dihentikan. Selain itu, juga dipergunakan untuk kepentingan penyusunan program berikutnya
maupun penyusunan kebijakan yangterkait dengan program.
Dari rumusan-rumusan diatas sedikitnya ada tiga aspek yang perlu diperhatikan untuk lebih
memahami apa yang dimaksud dengan evaluasi, khususnya evaluasi pembelajaran, yaitu:
1. Kegiatan evaluasi merupakan proses yang sistematis. Ini berarti bahwa evaluasi
merupakan kegiatan terencana dan dilakukan secara berkesinambungan. Evaluasi
bukan hanya merupakan kegiatan akhir ataupenutup dari sebuah program
pembelajaran, melainkan kegiatan yang dilakukan pada permulaan, selama program
berlangsung, dan pada akhir program setelah program pembelajaran itu dianggap
selesai.
2. Di dalam kegiatan evaluasi diperlukan berbagai informasi atau data yang menyangkut
objek yang sedang dievaluasi, hal ini bisa diperoleh melalui tesyang tepat.
3. Setiap kegiatan evaluasi pembelajaran, tidak terlepas dari tujuan pembelajaran yang
hendak dicapai dan proses pembelajaran yang berlangsung.
Menurut Scriven (1967), fungsi evaluasi pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu fungsi formatif dan fungsi sumatif.
Fungsi formatif dilaksanakan apabila hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi diarahkan
untuk memperbaiki bagian tertentu atau sebahagian besar kurikulum yang dikembangkan.
Sedangkan fungsi sumatif dihubungan dengan menyimpulkan mengenai kebaikan dari system
secara keseluruhan, dan fungsi ini baru dapat dilaksanakan apabila pengembangan suatu
kurikulum telah dianggap selesai.
INSTRUMEN EVALUASI NON TES

Alat atau instrument merupakan sesuatu yang dapat digunakan untuk mempermudah


seseorang melaksanakan tugas atau mencapai tujuan dengan lebih efektif dan efisien.
Sedangkan istilah evaluasi merupakan suatu proses untuk memperoleh kualitas tertentu
terutama yang berkenaan dengan nilai dan arti, istilah lain yang memiliki makna yang hampir
sama dengan evaluasi adalah penilaian(assessment) dan pengukuran. Secara sederhana
penilaian dan pengukuran meruapakan komponen yang ada di dalam ruang lingkup evaluasi,
dimana penilaian merupakan proses berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi,
sedangkan pengukuran lebih khusus mengumpulkan informasi yang bersifat kuantitatif atas
sesuatu. Agar pengukuran dapat memberikan suatu informasi, maka diperlukan sebuah alat
atau instrument yang dalam kegiatan evaluasi dibagi menjadi dua jenis yaitu tes dan non tes.
Instrument evaluasi jenis non-tes diartikan sebagai sesuatu yang digunakan
untuk mempermudah pihak-pihak tertentu untuk memperoleh kualitas atas suatu objek.
Penilaian non test adalah “penilaian pengamatan perubahan tingkah laku yang berhubungan
dengan apa yang dapat diperbuat atau dikerjakan oleh peserta didik dibandingkan dengan apa
yang diketahui atau dipahaminya”. Dengan kata lain penilaian non test behubungan dengan
penampilan yang dapat diamati dibandingkan dengan pengetahuan dan proses mental lainnya
yang tidak dapat diamati oleh indera.
Adapun menurut Hasyim, ”Penilaian non test adalah penilaian yang mengukur kemampuan
siswa secara langsung dengan tugas-tugas riil dalam proses pembelajaran. Contoh penilaian
non test banyak terdapat pada keterampilan menulis untuk bahasa, percobaan laboratorium
sains, bongkar pasang mesin, teknik dan sebagainya”.
Adapun jenis-jenis instrument evaluasi non tes adalah dengan observasi, wawancara, angket
dan penilaian diri.
OBSERVASI
Observasi merupakan suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis,
objektif dan rasional mengenati berbagai fenomena yang bertujuan untuk mengumpulkan
data atau informasi dan mengukur faktor-faktor yang diamatikhususnya kecakapan sosial.
Tujuan utama obsevasi adalah untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai suatu
fenomena, baik yang berupa peristiwa maupuntindakan, baik dalam situasi yang
sesungguhnya maupun dalam situasi buatan, untuk mengukur perilaku kelas (baik perilaku
guru maupunperilaku peserta didik).,interaksi antara peserta didik dan guru. Dalam evaluasi
pembelajaran, observasi dapatdigunakan untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik,
seperti tingkah lakupeserta didik pada waktu belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas, dan lain-
lain.Berikut ini beberapa karakteristik dari observasi, yaitu:
1. Mempunyai arah dan tujuan yang jelas, hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan
observasi tidak menyimpang dari permasalahan. Oleh karena itu, guru harus
menggunakan alat yang disebut pedoman observasi.
2. Bersifat ilmiah. Yaitu dilakukan secara sistematis, logis, kritis, objektif dan rasional
3. Terdapat berbagai aspek yang diamati/observasi
4. Praktis penggunaannya
Dilihat dari kerangka kerjanya, observasi dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. Observasi terstruktur, yakni semua kegiatan guru sebagai observer telah ditetapkan
terlebih dahulu berdasarkan kerangka kerja yang berisi faktor yang telah diatur
kategorisasinya. Isi dan luas materi observasi telah ditetapkan dan dibatasi dengan
jelas dan tegas.
2. Observasi tidak terstruktur, yakni semua kegiatan guru sebagai
evaluator tidak dibatasi oleh suatu kerangka kerja yang pasti. Kegiatan observasi
hanya dibatasi oleh tujuan observasi itu sendiri.
Dilihat dari teknis pelaksanaannya, observasi dapat ditempuh melalui tiga cara, yaitu:
1. Observasi langsung, yakni observasi yang dilakukan secara langsung kepada objek
yang diselidiki.
2. Observasi tak langsung, yakni observasi yang dilaksanakan dengan cara melalui
perantara baik teknik maupun alat tertentu.
3. Observasi partisipasi, yakni observasi yang dilakukan dengan cara ikut ambil bagian
atau melibatkan diri dalam situasi objek yangdiamati.
Observasi memiliki beberapa kelemahan dan kelebihan yaitu:
Kelemahan:
1. Pelaksanaannya sering terganggu keadaan cuaca atau kesan yang kurang baik dari
observer maupun observi.
2. Masalah yang sifatnya pribadi sulit diamati.
3. Apabila memakan waktu lama, akan menimbulkan kejenuhan
Kelebihan:
1. Observasi cocok dilakukan untuk berbagai macam fenomena
2. Observasi cocok untuk mengamati perilaku.
3. Banyak aspek yang tidak dapat diukur dengan tes tetapi bisa diukur dengan observasi
Adapun langkah-langkah penyusunan pedoman observasi adalah:
1. Merumuskan tujuan observasi
2. Menentukan indikator dari objek yang diamati
3. Membuat kisi-kisi observasi
4. Menentukan skala penilaian
5. Menyusun pedoman observasi
6. Melakukan uji coba pedoman observasi
7. Merevisi pedoman observasi berdasarkan hasil uji coba
Berikut contoh pengembangan alat evaluasi berupa pedoman observasi :
1. Menentukan tujuan observasi : “Aktivitas Siswa Kelas IV SD N Percontohan Kota
Padang dalam menggunakan Modul Pembelajaran Bilingual Berbasis Komputer
Pokok Bahasan Perangkat Lunak Pengolah Kata”
2. Menentukan indikator dari objek yang diamati :
Tujuan: aktivitas
Indikator aktivitas peserta didik dalam kegiatan pratikum secara berkelompok di
laboratorium adalah sebagai berikut (Djamarah, 2004):
a. Mendengarkan
b. Memandang
c. Meraba
d. Menulis atau mencatat
e. Membaca
f. Membuat ringkasang.
g. Mengamati tabel, diagram dan bagan
h. Menyusun paper/kertas kerja
i. Mengingat 
j. Berfikir
k. Latihan/praktek (sumber : Depdiknas :2004)

3. Membuat kisi-kisi pedoman observasi


No Indikator Jumlah Item
1 Kemandirian 1
2 Keantusiasan 1
3 Perhatian 1
4 Sikap 1
5 Respon 1
6 Tanggung Jawab 1
7 Kepatuhan 1
Total 7

4. Menentukan skala penilaian


Setelah menumuskan indikator yang akan di amati, maka guru harus menentukan
skala penilaian yang akan digunakan.

5. Menyusun pedoman observasi


WAWANCARA
Wawancara merupakan salah satu bentuk alat evaluasi jenis non tes yang dilakukan melalui
percakapan dan Tanya jawab, baik langsung maupun tidak langsung dengan peserta didik.
Pengertian wawancara langsung adalah wawancara yang dilakukansecara langsung antara
pewawancara atau guru dengan orang yang diwawancarai (peserta didik) tanpa melalui
perantara, sedangkan wawancara tidak langsung artinya pewawancara tidak langsung artinya
pewawancara atau guru menanyakan sesuatu kepada pesereta didik melalui perantaraan orang
lain atau media. Jadi, tidak menemui langsung kepada sumbernya.
Tujuan wawancara adalah sebagai berikut :
1. Untuk memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu hal atau situasi
dan kondisi tertentu.
2. Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah
3. Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu
Wawancara mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan wawancara antara lain :
1. dapat berkomunikasi secara langsung kepada peserta didik sehingga informasi yang
diperoleh dapat diketahui objektivitasnya,
2. dapat memperbaiki proses dan hasil belajar,
3. pelaksanaan wawancara lebih fleksibel, dinamis dan personal.
Sementara kelemahan wawancara adalah :
1. jika jumlah peserta didik cukup banyak, maka proses wawancara banyak
menggunakan waktu, tenaga dan biaya,
2. adakalanya terjadi wawancara yang berlarut-larut tanpa arah, sehingga data kurang
dapat memenuhi apa yang diharapkan,
3. sering timbul sikap yang kurang baik dari peserta didik yang diwawancarai dan sikap
overaction dari guru sebagai pewawancara, karena itu perlu adanya adaptasi diri
antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai.
Secara umum yang dimaksud dengan wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan
keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak,
berhadapan muka dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan. 
Ada dua jenis wawancara yang dapat dipergunakan sebagai alat evaluasi, yaitu:
1. Wawancara terpimpin
Yaitu wawancara yang dilakukan dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang
telah disiapkan sebelumnya. Wawancara terpimpin seringkali disebut juga sebagai
wawancara terstruktur. Dalam wawancara terpimpin, evaluator melakukan tanya
jawab lisan dengan pihak-pihak yang diperlukan, misalnya wawancara dengan peserta
didik, dengan orang tua dan lain-lain, dalam rangka menghimpun bahan-bahan
keterangan untuk penilaian terhadap peserta didiknya. Wawancara ini sudah
dipersiapkan dengan matang, yaitu dengan berpegang pada pedoman wawancara yang
butir-butir itemnya terdiri dari hal-hal yang dipandang perlu guna mengungkap
informasi tentang objek yang akan dievaluasi.
2. Wawancara tidak terpimpin
Yaitu wawancara yang susunan pertanyaanya tidak ditentukan terlebih dahuludan
pembicaraannya tergantung kepada suasana wawancara. Wawancara bebas seringkali
juga disebut sebagai wawancara tidak berstruktur karena tidak terikat pada daftar
pertanyaan tertentu.
Wawancara juga harus dilengkapi dengan alat bantu berupa tape recorder (alat
perekam suara) dan pedoman wawancara, sehingga jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan dapat dicatat secara lebih lengkap. Penggunaan pedoman wawancara dan tape
rekorder akan sangat membantu guru sebagai evaluator dalam mengolah data yang pada
akhirnya dapat ditarik kesimpulannya.
Untuk menyusun pedoman wawancara, dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Merumuskan tujuan wawancara
2. Membuat kisi-kisi pedoman wawancara
3. Menyusun pertanyaan sesuai dengan data yang diperlukan dan bentuk pertanyaan
yang diinginkan. Untuk itu perlu diperhatikan kata-kata yang digunakan, cara
bertanya dan jangan membuat peserta didik bersikap defensive
4. Melaksanakan uji coba untuk melihat kelemahan-kelemahan pertanyaan yang
disusun, sehingga adapat diperbaiki lagi
5. Melaksanakan wawancara dalam situasi yang sebenarnya.
Dalam melaksanakan wawancara, ada beberapa hal yang harus diperhatikan :
1. Hubungan baik antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai perlu dipupuk
dan dibina sehingga akan tampak hubungan yang akrab dan harmonis
2. Dalam wawancara jangan terlalu kaku, tunjukan sikap yang bersahabat, bebas, ramah,
terbuka dan adaptasikan diri dengannya
3. Perlakukan responden itu sebagai sesame manusia secara jujur
4. Hilangkan prasangka-prasangka yang kurang baik sehingga pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan bersifat netral
5. Pertanyaan hendaknya jelas, tepat dan bahasa yang sederhana

ANGKET
Angket termasuk alat untuk mengumpulkan dan mencatat data atau informasi, pendapat dan
paham dalam hubungan kausal. Angket mempunyai kesamaan dengan wawancara, kecuali
dalam implementasinya. Angket dilaksanakan secara tertulis, sedangkan wawancara
dilaksanakan secara lisan.
Keuntungan angket antara lain:
1. Responden dapat menjawab dengan bebas tanpa dipengaruhi oleh hubungan
denganpenilai,
2. Informasi atau data terkumpul lebih mudah karena itemnya homogeny,
3. Dapat digunakan untuk mengumpulkan data dari jumlah responden yang besar
yangdijadikan sampel.

Kelemahannya adalah:
1. Ada kemungkinan angket diisi oleh orang lain,
2. Hanya diperuntukan bagi yang dapat melihat saja,
3. Responden hanya menjawab berdasarkan jawaban yang ada.
Angket terdiri atas beberapa bentuk:
1. Bentuk angket berstruktur, yaitu angket yang menyediakan kemungkinan jawabannya.
2. Bentuk angket tak berstruktur, yaitu bentuk angket yang memberikan jawaban secara
terbuka yang respondennya secara bebas menjawab pertanyaan tersebut.
Menurut Sugiyono (2006: 200-203) dalam pembuatan angket sebagai alat evaluasi,
ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh guru, diantaranya:
1. Isi dan tujuan pertanyaan
yang dimaksud disini adalah apakah isi pertanyaan tersebut merupakan
bentuk pengukuran atau bukan? Kalau berbentuk pengukuran, maka dalam membuat
pertanyaan harus teliti, setiap pertanyaan harus disusun dalam skala pengukuran dan
jumlah itemnya mencukupi untuk mengukur objek yang diamati.
2. Bahasa yang digunakan
bahasa yang digunakan dalam penulisan angket harus disesuaikan dengan
kemampuan berbahasa, jenjang pendidikan, keadaan social budaya peserta didik. 
3. Tipe dan bentuk pertanyaan
tipe pertanyaan dalam angket dapat terbuka atau tertutup dan bentuknya dapat
menggunakan kalimat positif atau negative. Pertanyaan terbuka, adalah pertanyaan
yang mengharapkan responden untuk menuliskan jawabannya berbentuk uraian
tentang sesuatu hal. Sebaliknya pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang
mengharapkan jawaban singkat atau mengharapkan responden untuk memilih salah
satu alternatif jawaban dari setiap pertanyaan yang telah tersedia. Setiap pertanyaan
angket yang mengharapkan jawaban berbentuk data nominal, ordinal, interval dan
ratio adalah bentuk pertanyaan tertutup.
4. Pertanyaan tidak mendua
Setiap pertanyaan dalam angket jangan mendua sehingga menyulitkan responden
untuk memberikan jawaban.
Contoh: Bagaimana pendapat anda tentang kualitas dan relevansi media
pembelajaran yang digunakan guru dengan tujuan pembelajaran? Ini adalah contoh
pertanyaan mendua, karena menanyakan tentang dua hal sekaligus, yaitu kualitas dan
relevansi. Sebaiknya pertanyaan tersebut dijadikan menjadi dua pertanyaan.
5. Tidak menanyakan yang sudah lupa
Setiap pertanyaan dalam angket, sebaiknya juga tidak menyanyakan hal-hal yang
sekiranya peserta didik sudah lupa atu pertanyaan yang
memerlukan jawaban dengan berfikir hebat. 
Contohnya: Apa media pembelajaran yang pernah digunakan gurumu sewaktu berada
di Sekolah Dasar (SD)? Jika sekarang peserta didik tersebut berada di tingkat satuan
pendidikan menengah atas, tentu akan sulit baginya untuk menjawab pertanyaan
tersebut
6. Pertanyaan tidak menggiring
Pertanyaan dalam angket sebaiknya juga tidak menggiring ke jawaban yang baik saja
atau ke yang jelek saja.
Contohnya: Bagaimanakah prestasi belajar anda selama berada di Sekolah Dasar?
Jawaban peserta didik tentu cenderung menyatakan baik.
7. Panjang pertanyaan
Pertanyaan dalam angket sebaiknya tidak terlalu panjang sehingga akan membuat
jenuh peserta didik dalam mengisinya. Bila jumlah variabelnya banyak, sehingga
memerlukan instrument yang banyak, maka angket tersebut dibuat bervariasi dalam
penampilan, model, skala pengukuran yang digunakan dan cara pengisiannya.
Disarankan empiric jumlah pertanyaan yang memadai adalah antara 20 s/d 30
pertanyaan.
8. Urutan pertanyaan
Urutan pertanyaan dalam angket, dimulai dari yang umum sampai menuju ke hal yang
spesifik atau dari yang mudah ke hal yang sulit atau diacak. Hal ini perlu
dipertimbangkan karena secara psikologis akan mempengaruhi semangat peserta didik
untuk menjawab.
9. Prinsip pengukuran
Angket yang diberikan kepada peserta didik adalah merupakan alat
untuk memperoleh suatu informasi tentang suatu objek, oleh karena itu angket
tersebut harus dapat digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan reliable
tentang objek yang hendak diukur. Supaya diperoleh data dan informasi yang valid
dan reliable, maka sebelum angket diberikan, perlu diuji validitas dan reliabilitasnya
terlebih dahulu. Angket yang tidak valid dan reliable bila digunakan untuk
mengumpulkan data, akan menghasilkan data yang tidak valid dan reliable pula.
10. Penampilan fisik angket
Penampilan fisik angket sebagai alat pengumpul data akan mempengaruhi respon atau
keseriusan peserta didik dalam mengisi angket. Angket yang dibuat di kertas buram,
akan mendapat respon yang kurang menarik bagi peserta didik, bila dibandingkan
angket yang dicetak dalam kertas yang bagus dan berwarna akan menjadi lebih mahal.

SKALA PENGUKURAN
Dalam membuat pedoman observasi dan angket diperlukan penggunaan skala
pengukuran agar informasi yang diperoleh dapat ditranformasi secara kuantitatif sehingga
menghasilkan informasi sesuai dengan yang diharapkan. Skala pengukuran merupakan
kesepakatan yang digunakan sebagaiacuan untuk menentukan panjang pendeknya interval
yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan
menghasilkan data kuantitatif. Dengan skala pengukuran ini, maka nilai variable yang diukur
dengan instrument tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga akan lebih akurat,
efisien dan komunikatif.
Adapun jenis-jenis skala pengukuran yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
1. Skala likert
Skala likert digunakan untuk mengukur variable sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang suatu objek. Dengan skala likert, maka
variable yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variable. Kemudian indikator
dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrument yang dapat berupa
pernyataan atau pertanyaan. Jawaban setiap item instrument yang menggunakan skala
likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negative, yang dapat
berupa kata-kata antara lain:
A. Sangat setuju A. Selalu
B. Setuju B. Sering
C. Tidak setuju C. Kadang-kadang
D. Sangat tidak setuju D. Tidak pernah

A. Sangat positif A. Sangat baik 
B. Positif B. Baik 
C. Negative C. Tidak baik 
D. Sangat negative D. Sangat tidak baik 
Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor, misalnya:
Alternatif Jawaban Skor
Setuju/sangat baik 4
Setuju/baik 3
Tidak setuju/tidak baik 2
Sangat tidak setuju/sangat tidak baik 1

Instrument yang menggunakan skala likert dapat dibuat dalam bentuk checklist


ataupun pilihan ganda.

2. Skalaguttman
Skala pengukuran dengan tipe ini, akan didapat jawaban yang tegas, yaitu “ya-tidak” ;
“benar-salah” ; “pernah-tidak pernah” dan lain-lain. Data yang diperoleh dapat berupa
data interval atau rasio dikhotomi (dua alternative). Jadi kalau pada skala likert
terdapat 3,4,5,6,7 interval, dari kata “sangat setuju” sampai ”sangat tidak setuju”,
maka pada skala guttman hanya ada dua interval yaitu “setuju” atau “tidak setuju”.
Instrument yang menggunakan skala guttman dilakukan apabila ingin mendapatkan
jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan.
Contoh :
1. Bagaimana pendapat anda tentang metode ceramah yang digunakan guru dalam
mengajar TIK?
a. Baik 
b. Tidak baik 

2. Apakah anda senang belajar dengan menggunakan media pembelajaran berbasis


TIK?
a. Ya
b. Tidak 
Skala guttman selain dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda, juga dapat dibuat dalam
bentuk checklist. Jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan terendah nol. Misalnya untuk
jawaban baik diberi skor 1 dan tidak baik diberi skor 0.
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Alat atau instrument non tes lebih banyak digunakan guru untuk mengevaluasi hasil
belajar peserta didik dari ranah afektif dan ranah psikomotor.
2. Pada prinsipnya setiap melakukan evaluasi pembelajaran, kita dapat menggunakan
teknik tes dan non-tes, sebab hasil belajar atau aspek-aspek pembelajaran bersifat
aneka ragam. Hasil belajar dapat berupa pengetahuan teoretis, keterampilan, dan
sikap. Pengetahuan teoretis dapat diukur dengan menggunakan teknik tes.
Keterampilan dapat diukur dengan menggunakan tes perbuatan. Adapun perubahan
sikap danpertumbuhan anak dalam psikologi hanya dapat diukur dengan teknik non-
tes misalnya observasi, wawancara, skala sikap, dan lain-lain.
3. Instrument evaluasi jenis non-tes diartikan sebagai sesuatu yang digunakan untuk
mempermudah pihak-pihak tertentu untuk memperoleh kualitas atas suatu objek.
Penilaian non test adalah “penilaian pengamatan perubahan tingkah laku yang
berhubungan dengan apa yang dapat diperbuat atau dikerjakan oleh peserta didik
dibandingkan dengan apa yang diketahui atau dipahaminya”. Dengan kata lain
penilaian non test berhubungan dengan penampilan yang dapat diamati dibandingkan
dengan pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak dapat diamati oleh indera.
4. Adapun jenis-jenis instrument evaluasi non tes adalah dengan observasi, wawancara,
angket dan lain-lain.
5. Observasi merupakan suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis,
logis, objektif dan rasional mengenai berbagai fenomena yang bertujuan untuk
mengumpulkan data atau informasi dan mengukur faktor-faktor yang diamati
khususnya kecakapan social. Tujuan utama obsevasi adalah untuk mengumpulkan
data dan informasi mengenai suatu fenomena, baik yang berupa peristiwa maupun
tindakan, baik dalam situasi yang sesungguhnya maupun dalam situasi buatan, untuk
mengukur perilaku kelas (baik perilaku guru maupun perilaku peserta didik), interaksi
antara peserta didik dan guru.
6. Wawancara merupakan salah satu bentuk alat evaluasi jenis non tes yang dilakukan
melalui percakapan dan Tanya jawab, baik langsung maupun tidak langsung dengan
peserta didik.
7. Angket termasuk alat untuk mengumpulkan dan mencatat data atau informasi,
pendapat dan paham dalam hubungan kasual. Angket mempunyai kesamaan dengan
wawancara, kecuali dalam implementasinya. Angket dilaksanakan secara tertulis,
sedangkan wawancara dilaksanakan secara lisan.
8. Dalam membuat pedoman observasi dang angket diperlukan penggunaan skala
pengukuran agar informasi yang diperoleh dapat ditranformasi secara kuantitatif
sehingga menghasilkan informasi sesuai dengan yang diharapkan. Adapun jenis skala
pengukuran yang dapat digunakan adalah skala likert dan skala Guttman.
DAFTAR PUSTAKA

Alfiriani, A. (2016). Buku Ajar Evaluasi Pembelajaran dan Implementasinya. Padang:


SUKABINA Press.

Anda mungkin juga menyukai