Penyelidikan KLB mempunyai tujuan utama yaitu mencegah meluasnya (penanggulangan) dan
terulangnya KLB di masa yang akan datang (pengendalian).
Persiapan lapangan sebaiknya dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam pertama sesudah adanya
informasi. Kelsey., (1986), Greg (1985) dan Bres (1986) dalam Maulani (2010) mengatakan bahwa
persiapan penelitian lapangan meliputi:
Cara diagnosis penyakit pada KLB dapat dilakukan dengan mencocokan gejala/tanda penyakit yang
terjadi pada individu, kemudian disusun distribusi frekuensi gejala klinisnya.
3. Penetapan KLB
Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang tengah berjalan dengan
insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik) pada populasi yang dianggap berisiko, pada tempat
dan waktu tertentu. Adanya KLB juga ditetapkan apabila memenuhi salah satu dari kriteria KLB. Pada
penyakit yang endemis, maka cara menentukan KLB bisa menyusun dengan grafik pola maksimum-
minimum 5 tahunan atau 3 tahunan.
Identifikasi kasus penting dilakukan untuk membuat perhitungan kasus dengan teliti. Hasil perhitungan
kasus ini digunakan selanjutnya untuk mendeskripsikan KLB. Dasar yang dipakai pada identifikasi kasus
adalah hasil pemastian diagnosis penyakit.
Identifikasi paparan perlu dilakukan sebagai arahan untuk indentifikasi sumber penularan. Pada tahap
ini cara penentuan paparan dapat dilakukan dengan mempelajari teori cara penularan penyakit
tersebut. Ini penting dilakukan terutama pada penyakit yang cara penularannya tidak jelas (bervariasi).
Pada KLB keracunan makanan identifikasi paparan ini secara awal perlu dilakukan untuk
penanggulangan sementara dengan segera (CDC, 1979 dalam Maulani, 2010).
5. Deskripsi KLB
Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah (lamanya KLB berlangsung) digambarkan
dalam suatu kurva epidemik. Kurva epidemik adalah suatu grafik yang menggambarkan frekuensi kasus
berdasarkan saat mulai sakit (onset of illness) selama periode wabah. Penggunaan kurva epidemik untuk
menentukan cara penularan penyakit. Salah satu cara untuk menentukan cara penularan penyakit pada
suatu KLB yaitu dengan melihat tipe kurva epidemik, sebagai berikut:
1) Kurva epidemik dengan tipe point common source (penularan berasal dari satu sumber). Tipe
kurva ini terjadi pada KLB dengan kasus-kasus yang terpapar dalam waktu yang sama dan singkat.
Biasanya ditemui pada penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air dan makanan (misalnya: kolera,
typoid).
2) Kurva epidemik dengan tipe propagated. Tipe kurva ini terjadi pada KLB dengan cara penularan
kontak dari orang ke orang. Terlihat adanya beberapa puncak. Jarak antara puncak sistematis, kurang
lebih sebesar masa inkubasi rata rata penyakit tersebut.
3) Tipe kurva epidemik campuran antara common source danpropagated. Tipe kurva ini terjadi
pda KLB yang pada awalnya kasus-kasus memperoleh paparan suatu sumber secara bersama, kemudian
terjadi karena penyebaran dari orang ke orang (kasus sekunder).
b. Deskripsi kasus berdasarkan tempat
Tujuan menyusun distribusi kasus berdasarkan tempat adalah untuk mendapatkan petunjuk populasi
yang rentan kaitannya dengan tempat (tempat tinggal, tempat pekerjaan). Hasil analisis ini dapat
digunakan untuk mengidentifikasi sumber penularan. Agar tujuan tercapai, maka kasus dapat
dikelompokan menurut daerah variabel geografi (tempat tinggal, blok sensus), tempat pekerjaan,
tempat (lingkungan) pembuangan limbah, tempat rekreasi, sekolah, kesamaan hubungan (kesamaan
distribusi air, makanan), kemungkinan kontak dari orang ke orang atau melalui vektor (CDC, 1979;
Friedman, 1980 dalam Maulani, 2010).
Teknik ini digunakan untuk membantu merumuskan hipotesis sumber penularan atau etiologi penyakit.
Orang dideskripsikan menurut variabel umur, jenis kelamin, ras, status kekebalan, status perkawinan,
tingkah laku, atau kebudayaan setempat. Pada tahap dini kadang hubungan kasus dengan variabel orang
ini tampak jelas. Keadaan ini memungkinkan memusatkan perhatian pada satu atau beberapa variabel di
atas. Analisis kasus berdasarkan umur harus selalu dikerjakan, karena dari age spscific rate dengan
frekuensi dan beratnya penyakit. Analisis ini akan berguna untuk membantu pengujian hipotesis
mengenai penyebab penyakit atau sebagai kunci yang digunakan untuk menentukan sumber penyakit
(MacMahon and Pugh, 1970; Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986 dalam Maulani, 2010).
6. Penanggulangan sementara
Kadang-kadang cara penanggulangan sementara sudah dapat dilakukan atau diperlukan, sebelum
semua tahap penyelidikan dilampaui. Cara penanggulangan ini dapat lebih spesifik atau berubah
sesudah semua langkah penyelidikan KLB dilaksanakan.
Menurut Goodman et al. (1990) dalam Maulani (2010), kecepatan keputusan cara penanggulangan
sangat tergantung dari diketahuinya etiologi penyakit, sumber dan cara penularannya, sebagai berikut:
a. Jika etiologi telah diketahui, sumber dan cara penularannya dapat dipastikan maka penanggulangan
dapat dilakukan tanpa penyelidikan yang luas.
Sebagai contoh adanya kasus Hepatitis A di rumah sakit, segera dapat dilakukan penanggulangannya
yaitu memberikan imunisasi pada penderita yang diduga kontak, sehingga penyelidikan hanya dilakukan
untuk mencari orang yang kontak dengan penderita (MMWR, 1985 dalam Maulani, 2010).
b. Jika etiologi diketahui tetapi sumber dan cara penularan belum dapat dipastikan, maka belum
dapat dilakukan penanggulangan. Masih diperlukan penyelidikan yang lebih luas untuk mencari sumber
dan cara penularannya.
Sebagai contoh: KLB Salmonella Muenchen tahun 1971. Pada penyelidikan telah diketahui etiologinya
(Salmonella). Walaupun demikian cara penanggulangan tidap segera ditetapkan sebelum hasil
penyelidikan mengenai sumber dan cara penularan ditemukan. Cara penanggulangan baru dapat
ditetapkan sesudah diketahui sumber penularan dengan suatu penelitian kasus pembanding (Taylor et
al., 1982 dalam Maulani, 2010).
c. Jika etiologi belum diketahui tetapi sumber dan cara penularan sudah diketahui maka
penanggulangan segera dapat dilakukan, walaupun masih memerlukan penyelidikan yang luas tentang
etiologinya.
Sebagai contoh: suatu KLB Organophosphate pada tahun 1986. Diketahui bahwa sumber penularan
adalah roti, sehingga cara penanggulangan segera dapat dilakukan dengan mengamankan roti tersebut.
Penyelidikan KLB masih diperlukan untuk mengetahui etiologinya yaitu dengan pemeriksaan
laboratorium, yang ditemukan parathion sebagai penyebabnya (Etzel et al., 1987 dalam Maulani, 2010).
d. Jika etiologi dan sumber atau cara penularan belum diketahui, maka penanggulangan tidak
dapat dilakukan. Dalam keadaan ini cara penanggulangan baru dapat dilakukan sesudah penyelidikan.
Sebagai contoh: Pada KLB Legionare pada tahun 1976, cara penanggulangan baru dapat dikerjakan
sesudah suatu penyelidikan yang luas mengenai etiologi dan cara penularan penyakit tersebut (Frase et
al., 1977 dalam Maulani, 2010).
Untuk mengetahui sumber dan cara penularan dilakukan dengan membuktikan adanya agent pada
sumber penularan.
Secara umum keadaan penyebab KLB adalah adanya perubahan keseimbangan dari agent, penjamu, dan
lingkungan.
Goodman et al (1990) dalam Maulani, 2010 mengatakan bahwa KLB merupakan kejadian yang alami
(natural), oleh karenanya selain untuk mencapai tujuan utamanya penyelidikan epidemiologi KLB
merupakan kesempatan baik untuk melakukan penelitian.
Mengingat hal ini sebaiknya pada penyelidikan epidemiologi KLB selalu dilakukan:
a. Pengkajian terhadap sistem surveilans yang ada, untuk mengetahui kemampuannya yang ada
sebagai alat deteksi dini adanya KLB, kecepatan informasi dan pemenuhan kewajiban pelaksanaan
sistem surveilans.
b. Penelitian faktor risiko kejadian penyakit KLB yang sedang berlangsung.
9. Penyusunan Rekomendasi
a. Program Pengendalian
Program pengendalian dilakukan oleh institusi kesehatan dalam upaya menurunkan angka kesakitan,
kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan penyakit tidak menular.
1) Perencanaan
Dalam tahap perencanaan dilakukan analisis situasi masalah, penetapan masalah prioritas, inventarisasi
alternatif pemecahan masalah, penyusunan dokumen perencanaan. Dokumen perencaan harus detail
terhadap target/tujuan yang ingin dicapai, uraian kegiatan dimana, kapan, satuan setiap kegiatan,
volume, rincian kebutuhan biaya, adanya petugas penanggungjawab setiap kegiatan, metode
pengukuran keberhasilan.
2) Pelaksanaan
3) Pengendalian (Monitoring/Supervisi)
Supervisi dilakukan untuk memastikan seluruh kegiatan benar-benar dilaksanakan sesuai dengan
dokumen perencanaan.
[Bimantara, dkk. 2014. Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Langkah-Langkah Penyelidikan KLB. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto]
2. Penanggulangan KLB
Penanggulanagn dilakukan melalui kegiatan yang secara terpadu oleh pemerintah, pemerintah
daerah dan masyarakat, meliputi:
1) Penyelidikan epidemilogis
Penyelidikan epidemiologi pada Kejadian Luar Biasa adalah untuk mengetahui keadaan penyebab KLB
dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kejadian tersebut, termasuk aspek
sosial dan perilaku sehingga dapat diketahui cara penanggulangan dan pengendaian yang efektif dan
efisien (Anonim, 2004 dalam Wuryanto, 2009).
2) Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina.
Tujuannya adalah:
a) Memberikan pertolongan medis kepada penderita agar sembuh dan mencegah agar mereka
tidak menjadi sumber penularan.
b) Menemukan dan mengobati orang yang tampaknya sehat, tetapi mengandung penyebab
penyakit sehingga secara potensial dapat menularkan penyakit (carrier).
Merupakan tindakan yang dilakukan untuk memberi perlindungan kepada orang-orang yang belum
sakit, tetapi mempunyai resiko terkena penyakit agar jangan sampai terjangkit penyakit.
Pemusnahan penyebab penyakit terutama pemusnahan terhadap bibit penyakit/kuman dan hewan
tumbuh-tumbuhan atau benda yang mengandung bibit penyakit.
Terhadap jenazah akibat penyebab wabah perlu penanganan secara khusus menurut jenis penyakitnya
untuk menghindarkan penularan penyakit pada orang lain.
Penyuluhan kepada masyarakat, yaitu kegiatan komunikasi yang bersifat persuasif edukatif tentang
penyakit yang dapat menimbulkan wabah agar mereka mengerti sifat-sifat penyakit, sehingga dapat
melindungi diri dari penyakit tersebut dan apabila terkena, tidak menularkannya kepada orang lain.
Penyuluhan juga dilakukan agar masyarakat dapat berperan serta aktif dalam menanggulangi wabah.
Upaya penanggulangan lainya adalah tindakan-tindakan khusus masing-masing penyakit yang dilakukan
dalam rangka penanggulangan wabah.
[Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah
dan Upaya Penanggulangan. Jakarta]
Menetapkan populasi rentan thd KLB penyakit berdasarkan waktu, tempat pada
kelompok masyarakat.
Melakukan upaya pencegahan melalui perbaikan factor risiko yang
menyebabkan timbulnya kerentanan dalam suatu populasi.
Memantapkan pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Diri (SKD) KLB penyakit.
Memantapkan keadaan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan terjadinya KLB.
Penyelidikan dan penanggulangan pada saat terjadi KLB.
UNSUR-UNSUR PENANGGULANGAN KLB:
A. Tempat/sasaran
- Menentukan daerah yang akan ditanggulangi
- Terutama ditujukan pada kelompok penduduk yang paling terancam
B. Metode penanggulangan
- Tergantung pada jenis penyakit yang sedang berjangkit
- Kegiatan penanggulangan:
Pengobatan/perawatan penderita
Penyelidikan epidemiologi di lapangan
Pencegahan perluasan penyakit (imunisasi, fogging, isolasi penderita)
Pemantauan tindakan pencegahan
Penyampaian laporan hasil penanggulangan
- Tim penanggulangan KLBAdalah tim fungsional yang terdiri dari unsur-
unsur / unit-unit baik lintas program maupun lintas sektor yang terkait
(sesuai KLB penyakit) untuk menanggulangi KLB. Tim ini selanjutnya disebut
sebagai Tim Gerak Cepat (TGC)
- Sarana, menyiapkan:
Tenaga sesuai dengan kegiatan penanggulangan
Bahan dan alat (transportasi, obat-obatan dan sarana lainnya)
Biaya
- Waktu
Sesegara mungkin agar KLB tidak cepat meluas.
Nur Nasry Noor. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilakukan secara terpadu oleh
Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Meliputi: penyelidikan
epidemiologi; penatalaksanaan penderita, yang mencakup kegiatan pemeriksaan,
pengobatan, perawatan dan isolasi penderita, termasuk tindakan karantina;
pencegahan dan
pengebalan; pemusnahan penyebab penyakit; penanganan jenazah akibat
KLB/wabah; penyuluhan kepada masyarakat; dan upaya penanggulangan lainnya,
mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor
1501/Menteri/Per/X/2010.
Program Penanggulangan KLB adalah suatu proses manajemen penanggulangan
KLB yang bertujuan agar KLB tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.
DR. Hari Santoso dkk. BUKU PEDOMAN Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa
Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi Penyakit). Kementrian
Kesehatan RI. 2011
1. Epidemi
Merupakan kenaikkan kejadian suatu penyakit yang berlangsung cepat dan dalam jumlah insidens
yang di perkirakan.
Contohnya : Filariasis
b. Propagated (progressive) epidemic, karena adanya banyak sumber penularan akibat person
to person transmission.
2. Endemi
Merupakan penyakit menular yang terus menerus terjadi di suatu tempat atau prevalensi suatu
penyakit yang biasanya terdapat di suatu tempat.
Fenomena endemic :
Penyakit yang umum terjadi pada laju yang konstan namun cukup tinggi pada suatu populasi
disebut sebagai endemik, contoh penyakit endemik adalah DBD.
3. Pandemi
Fenomena Pandemi :
Virus flu A/H1N1 muncul di Meksiko pada bulan Maret, 2009 dan menyebar ke seluruh dunia.
4. Wabah
Merupakan kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah
tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. (UU RI No 4 th. 1984 tentang wabah penyakit menular).
Ataukejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan pada banyak orang.
5. KLB
Teori jaring-jaring sebab akibat ini ditemukan oleh Mac Mohan dan Pugh (1970). Teori ini sering disebut
juga sebagai konsep multi factorial. Dimana teori ini menekankan bahwa suatu penyakit terjadi dari hasil
interaksi berbagai faktor. Misalnya faktor interaksi lingkungan yang berupa faktor biologis, kimiawi dan
sosial memegang peranan penting dalam terjadinya penyakit.
Menurut model ini perubahan dari salah satu faktor akan mengubah keseimbangan antara mereka, yang
berakibat bertambah atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan. Menurut model ini, suatu
penyakit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri melainkan sebagai akibat dari
serangkaian proses sebab dan akibat. Dengan demikian maka timbulnya penyakit dapat dicegah atau
dihentikan dengan memotong mata rantai pada berbagai titik. Model ini cocok untuk mencari penyakit
yang disebabkan oleh perilaku dan gaya hidup individu.
Contoh: Jaringan sebab akibat yang mendasari penyakit jantung koroner (PJK) dimana banyak faktor
yang merupakan menghambat atau meningkatkan perkembangan penyakit.
Beberapa dari faktor ini instrinsik pada pejamu dan tetap (umpama LDL genotip), yang lain seperti
komponen makanan, perokok, inaktifasi fisik, gaya hidup dapat dimanipulasi.
Budiarto, Eko dan Dewi Anggraeni. 2001. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hubungan yang diperlihatkan bagaikan jaringan jala penyebab sehingga populer dikenal
dengan istilah web of causation.
Dengan demikian timbulnya suatu penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan
memotong mata rantai di berbagai faktor. Contoh dari penyebab penyakit yang majemuk (multiple
causation of deseases) dan rangkaian jala penyebab penyakit (web of causation) dapat dilihat dalam
bagan berikut ini:
1. Web of causation dari kurang gizi (model 1)
Konsumsi makanan
Tidak memadai
Produksi bahan
makanan rendah
Fasilitas
dan penyerapan
Kurang pendidikan
Pengetahuan dan
ketrampilan
Wanita
Frustrasi
Pekerja seks
Hubungan seksual
Penyakit AIDS
Iseng/hobi
Laki-laki
[Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei.
Jakarta : Rineka Cipta. 2003.]
C. THE WHEEL (model roda)
Model ini menggambarkan bahwa penyakit timbul akibat hubungan manusia dan lingkungannya
sebagai roda. Terlihat pada gambar berikut :
Inti genetik
Lingkungan Host
Fisik
Lingkungan
Biologis
Lingkungan sosial
Terlihat pada gambar di atas, roda tersebut terdiri atas manusia dengan substansi genetik pada
bagian intinya, dan komponen lingkungan biologi, sosial, fisik mengelilingi manusia. Ukuran
komponen model roda bersifat relatif, tergantung problem spesifik penyakit bersangkutan. Contoh :
pada penyakit herediter proporsi inti genetik relatif besar, sedang pada penyakit campak, status
imunitas penjamu serta lingkungan biologik lebih berperan daripada faktor genetik. Peranaan
lingkungan sosial lebih besar daripada yang lainnya pada stress mental, dan peranan lingkungan
biologis lebih besar daripada yang lainnya pada penyakit malaria.