Anda di halaman 1dari 14

STUDI KASUS

Menjaga Business Sustainability pada


Bengkel Motor X dengan
Melakukan Business ProcessReengineering

1. Abstrak
Perusahaan X adalah perusahaan skala kecil yang memfokuskan pada kegiatan usaha
di bengkel sepeda motor yang menjual suku cadang sepeda motordan menyediakan
layanan untuk sepeda motor.Perusahaan ini menghadapi persaingan ketat yang
memaksa perusahaan untuk mengurangi margin keuntungan, hasil ini ada pada
dampak negatif terhadapprofitabilitas perusahaan dan pangsa pasar.

Data internal perusahaan menunjukkan bahwa ada kecenderungan penurunan


penjualan suku cadangdari bisnis ke bisnis selama 10 tahun terakhir. Kekhawatiran
bahwa tren penurunan akan terus berlanjut dan mengancam kelangsungan usaha,
Perusahaan X melakukan rekayasa ulang proses bisnis untuk memperkuat keunggulan
kompetitif.

Rekayasa ulang proses bisnis mengubah proses bisnis pada proses penjualan suku
cadang, pergudangan, dan perencanaan persediaan. Rata-rata waktu pelayanan
pelanggan sebelum
menerapkan rekayasa ulang proses bisnis adalah sekitar 30 menit, setelah proses
rekayasa ulang waktu tereduksi menjadi kurang dari 15menit.

Ketersediaan produk juga meningkat dari 70% menjadi 90%.Peningkatan kinerja


dalam proses penjualan, dikombinasikan dengan peningkatan ketersediaan produk
yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan sehingga perusahaan dapat
merebutpangsa pasar yang telah hilang dan mempertahankan kelangsungan usahanya.

2. Pendahuluan
Perusahaan X adalah perusahaan skala kecil yang terletak di sebuah kota kecil di Jawa
Barat. Perusahaan ini berfokus pada perbaikan sepeda motor dan mesin. Bisnis
bengkel sepeda motor mengatur penjualan suku cadang sepeda motor dan
menyediakan layanan untuk sepeda motor. Sedangkan, bisnis lokakarya
mesinmenyediakan layanan pembangunan mesin otomotif, layanan mesin perbaikan,
dan dukungan teknis untuk berbagai industri kecil dan menengah di daerah sekitarnya.
Perusahaan ini merupakan toko tertua dan terbesar di daerah itu.

Perusahaan ini merupakan bisnis milik keluargadengan sekitar 50 pekerja. Perusahaan


inidipimpin oleh seorang direktur yang juga pendiri dan pemilik perusahaan. Dalam
prakteknya, keterlibatan anggota keluarga dalam bisnisrelatif besar dimana dapat
dilihat dari berbagai posisi kunci yang ada di perusahaan diduduki oleh anggota
keluarga.

Perusahaan menerapkan gaya manajemen otokratis di mana direktur mengambil


sebagian besar keputusan strategis perusahaan. Selama lima belas tahun terakhir,
perusahaan tidak melakukan perubahan strategi yang ditandai dengan tidak adanya
perubahan signifikan dalam cara melakukan bisnis.

Selama sepuluh tahun terakhir, telah terjadi perubahan dalam lingkungan bisnis yang
ditandai dengan munculnya banyak perusahaan baru. Dalam bisnis lokakarya mesin,
perusahaan dilindungi oleh jumlah modal yang dibutuhkan untuk membangun sebuah
lokakarya sebagai penghalang yang signifikan untuk masuk.Hal ini mengakibatkan
hanya pesaing kecil yang bermunculan sehingga tidak ada pesaing potensial yang
merugikan eksistensi perusahaan dan hanya menyebabkan sedikit penurunan pangsa
pasar perusahaan.
Berbeda dengan bisnis perbaikan mesin, bisnis bengkel sepeda motor menghadapi
situasi yang lebih buruk dengan pembentukan banyak bengkel sepeda motor dari skala
kecil kecil hingga skala besar yang tersebar di berbagai lokasi di kota.

Dalam bisnis ini, perusahaan melayani duasegmen usaha yaitu: Business to Business
(B2B) dan Business to Customer (B2C). Perusahaan ini menghadapi persaingan ketat
yang mengarah ke harga perang yang terluka parah profitabilitas perusahaan dan
pangsa pasar.

Catatan data internal perusahaan menunjukkan kecenderungan penurunan penjualan


suku cadang business-to-business selama 10 tahun terakhir. Kekhawatiran bahwa tren
saat ini akan terus dan mengancam kelangsungan usaha, Perusahaan X menghadapi
tekanan yang meningkat untuk meningkatkan kinerja strategis dan operasional untuk
keberlanjutan bisnis.

3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menerapkan konsep rekayasa ulang proses
bisnis dalam perusahaan bengkel sepeda motor X. Penelitian ini memberikan solusi
bagi perusahaan X untuk secara signifikan meningkatkan kinerja bisnis usaha bengkel
sepeda motor dalam rangka mempertahankan keberadaan bisnis.

4. Landasan Teori
Proses bisnis didefinisikan sebagai satu set tugas logis yang saling berkaitan yang
dilakukan untuk mencapai hasil bisnis(Davenport dan Short, 1990).

Rekayasa Ulang Proses Bisnispemikiran ulang fundamental dan pendesainan ulang


radikal
proses bisnis untuk menghasilkan perbaikan dramatis dalam ukuran kinerja kritis
seperti biaya, kualitas, pelayanan dan kecepatan (Hammer dan Champy, 1993).
Prinsip-prinsip proses rekayasa ulang adalah (Hammer, 1993):

o Mengatur kisaran hasil, bukan merupakan tugas;


o Sudahkah mereka yang menggunakan output dari proses melakukan
prosesnya?;
Menggolongkan proses informasi ke dalam karya nyata yang menghasilkan
informasi tersebut;
o Memperlakukan sumber daya secara geografis meskipun terpusat;
o Mentautkan kegiatan paralel, bukan mengintegrasikan hasilnya;
o Meletakkan titik keputusan dimana pekerjaan dilakukan, dan membangun
kontrol ke dalam proses;
o Menangkap sekali informasi dan pada sumbernya.

Siklus Perbaikan Proses:


Davenport ( 1990) melakukan penelitian dan menemukan bahwa Teknologi Informasi
( IT ) juga dapat memiliki peran yang kuat dalam mendesain ulang proses bisnis. IT
dan BPR memiliki hubungan rekursif:

o Berpikir tentang teknologi informasi harus berada dalam hal bagaimana


mendukung proses bisnis baru atau mendesain ulang, daripada fungsi bisnis
atau badan organisasi lain.
o Berpikir tentang proses bisnis dan proses perbaikan harus berada dalam hal
kemampuanyang dapat teknologi informasi berikan.

BPR bersumber dari berbagai disiplin ilmu.Empat bidang utama dapat diidentifikasi
sebagai sasaran perubahan BPR:
o Organisasi
o Teknologi
o Strategi
o Orang dimana pandangan proses digunakan sebagai kerangka kerja untuk
mempertimbangkan dimensi-dimensi ini.
5. Metode dan Aplikasi
Reengineering proses bisnis di perusahaan X dilakukan dengan mengikuti langkah-
langkah yang sistematis seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Model ini
dikembangkan dari model process improvement cycle dar Hammer (1996)
dikombinasikan dengan model five steps in process redesign oleh Davenport (1990).

5.1.Analysis of Current Business Processes


5.1.1. Overview of Motorcycle Workshop Business
Bisinis service motor pada dasarnya menyediakan layanan after sales kepada
konsumen yang membeli sepeda motor. Bengkel sepeda motor secara umum dapat
diklasifikasikan ke dalam bengkel resmi dan tidak resmi. Bengkel resmi adalah
bengkel sepeda motor yang merupakan bagian resmi dari jaringan pemeliharaan
sepeda motor merek tertentu yang berfungsi hanya untuk satu merek tertentu. Contoh
bengkel resmi adalah Astra Honda Authorized Service Station (AHASS) dan YSS
(YSS). Bengkel tidak resmi adalah bengkel sepeda motor yang bukan merupakan
bagian resmi dari jaringan merek perawatan sepeda motor yang spesifik dan umumnya
menerima berbagai merek sepeda motor.

Unit bisnis sepeda motor perusahaan X dapat diklasifikasikan sebagai bengkel resmi
dan menyediakan jasa pemeliharaan dan suku cadang untuk berbagai merek sepeda
motor. Bengkel X terdaftar sebagai bagian dari jaringan spare part penjualan resmi
yang menyediakan suku cadang asli untuk Honda, Yamaha, Suzuki, dan Kawasaki.
Pelanggan perusahaan dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori umum:

o Pengguna jasa pemeliharaan sepeda motora dan / atau pembeli suku cadang
sepeda motor untuk tujuan konsumsi sendiri (Segmen B2C)
o Pembeli suku cadang untuk dijual kembali yang biasanya bengkel sepeda motor
lain. (Segmen B2B)

5.1.2. Business Process


Proses bisnis yang difokuskan dalam penelitian ini adalah bisnis spare part sepeda
motor dari Bengkel X. Secara umum, proses bisnis yang terjadi di bengkel X dapat
dikelompokkan menjadi empat, yaitu:

a) Administrasi
Proses transaksi pembelian pencatatan dan penjualan suku cadang, rekaman layanan
mekanik dari jasa pemeliharaan sepeda motor, dan penggajian.

b) Keuangan
Proses bisnis yang mengatur aliran penerimaan dan pengeluaran kas.

c) Penjualan dan layanan


Proses bisnis yang terkait dengan penjualan suku cadang sepeda motor dan layanan
kepada konsumen.

d) Gudang dan pembelian


Proses yang terkait dengan memesan suku cadang dari pemasok, menerima,
mengembalikan, mencatat dan menyimpan stok suku cadang di gudang.

Analisis proses bisnis saat ini dan pengamatan langsung di lapangan menunjukkan
bahwa proses bisnis memiliki beberapa kelemahan. Titik lemah yang diidentifikasi
dalam proses bisnis adalah:
o Proses bisnis yang melayani penjualan suku cadang untuk segmen B2B dan
B2C adalah segmen proses bisnis yang sama.
o Waktu rata-rata layanan bagi pelanggan yang melakukan pembelian lebih dari
10 jenis barang adalah 30-60 menit.
o Pencatatn penjualan dilakukan secara manual.
o Stock out rate yang dialami oleh perusahaan adalah sekitar 70%.
5.2.Determine Customer Needs and Identify Performance Gap
Metode untuk mengidentifikasi kebutuhan konsumen adalah melalui focus group
discussion dengan beberapa perusahaan pelanggan. FGD dilakukan dengan
melibatkan sepuluh pelanggan setia dan mantan pelanggan yang tidak lagi melakukan
bisnis dengan bengkel X. Hasil diskusi ditampilkan dalam tabel di bawah.

Analisis gap kemudian dilakukan untuk menentukan apakah kebutuhan tersebut


terpenuhi dalam proses bisnis saat ini atau tidak (Penelitian ini difokuskan pada
kesenjangan yang terjadi di segmen B2B yang dilayani oleh bengkel X sehingga
analisis kesenjangan hanya dilakukan pada kebutuhan pelanggan dari segmen B2B).
Kesenjangan yang terjadi dikelompokkan menjadi tiga kelompok: tidak ada
kesenjangan, kesenjangan kinerja, dan kesenjangan proses. Tidak ada kesenjangan
adalah suatu kondisi di mana kebutuhan konsumen sudah bertemu, kesenjangan
kinerja adalah suatu kondisi di mana kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi oleh
proses saat ini, dan kesenjangan proses adalah suatu kondisi di mana tidak ada proses
yang difasilitasi kebutuhan tersebut pada proses bisnis saat ini.

5.3.Develop The Business Vision and Process Objectives


Setelah mengidentifikasi kesenjangan, proses reenginering dilakukan di bengkel X.
Tujuan dari proses ini adalah untuk meningkatkan kinerja bisnis perusahaan secara
keseluruhan. Sasaran dari proses reenginering ini adalah:

o Peningkatan volume penjualan


Penjualan suku cadang di segmen B2B meningkat tiga kali lipat setelah roses
reenginering.
o Meningkatkan layanan
Waktu rata-rata untuk layanan penjualan suku cadang di segmen konsumen B2B
berkurang dari rata-rata 30-60 menit sebelumnya menjadi kurang dari 15 menit setelah
proses reengineering.

5.4.Identify The Processes To Be Redesigned


Identifikasi proses yang harus dirancang ulang dilakukan dengan melihat kebutuhan
konsumen yang tidak puas dengan baik dalam proses bisnis saat ini. Pemilihan proses
ini didasarkan pada upaya untuk meningkatkan kemampuan proses untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan. Proses yang dipilih adalah proses penjualan dan proses
pengendalian persediaan.

5.5.Understand and Measure The Existing Processes


Davis (1990) menyatakan bahwa perusahaan memiliki dua alasan utama untuk
memahami dan mengukur proses yang ada sebelum mendesain ulang proses mereka.
Pertama, masalah dengan proses yang ada perlu dipahami sehingga mereka tidak perlu
di desain ulang. Kedua, adalah penting untuk mengukur proses yang ada untuk
menetapkan dasar menuju perbaikan yang lebih lanjut. Proses yang dipilih yang harus
direkayasa ulang adalah penjualan dan proses pengendalian persediaan seperti yang
disebutkan dalam bagian sebelumnya.

5.5.1. Sales Process


Hasil pengamatan yang dilakukan di bengkel X menunjukkan bahwa waktu pelayanan
untuk pembelian spare part di segmen B2B dapat dianggap buruk. Waktu pelayanan
rata-rata di segmen B2C, yang merupakan waktu rata-rata konsumen melakukan
pembelian kurang dari 5 item, adalah 5-10 menit. Sementara di segmen B2B, rata-rata
layanan konsumen melakukan pembelian lebih dari 10 item adalah 30-60 menit.
Analisis proses dilakukan dengan mengukur waktu yang dihabiskan pelanggan dalam
setiap tahap dari proses seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.

Dari pemetaan komponen dalam proses penjualan ( Gambar 5 ) , terlihat bahwa


komponen terbesar dari waktu pelayanan adalah proses mendapatkan barang di
gudang (15-25 menit) dan proses dari memeriksa harga dan membuat tanda terima
penjualan (10-25 menit). Proses ini memakan waktu yang relatif lama karena :

o Segmen pelanggan B2B dilayani oleh proses bisnis yang sama dengan segmen
B2C . Akibatnya petugas penjualan tidak bisa fokus pada melayani konsumen
dari segmen B2B karena petugas juga harus melayani pembelian suku cadang
dalam jumlah kecil oleh konsumen B2C .
o Proses mendapatkan barang di gudang melibatkan aktivitas pencarian di gudang
semenjak item tidak disimpan dengan cara yang terorganisir . Bahkan kadang-
kadang item sudah habis .
o Proses pembuatan nota penjualan dilakukan secara manual dengan bantuan
kalkulator yang sering membutuhkan pengecekan ulang untuk memastikan
tidak ada kesalahan .
Proses pengecekan harga barang dilakukan dengan melihat kode dan menemukan
harga pada daftar harga yang ditetapkan buku (masing-masing merek tertentu atau
pemasok biasanya memiliki buku daftar harga sendiri ) .
5.5.2. Procurement and Inventory Control
Proses pengendalian persediaan yang dilakukan oleh Bengkel X saat ini adalah proses
yang sangat sederhana. Proses ini pada dasarnya adalah proses dari perhitungan item
stok di gudang dan pemesanan kepada pemasok. Masalah yang sering dihadapi
dengan proses bisnis saat ini adalah kekurangan barang pada jenis tertentu dari barang
satu dan kelebihan stok di barang-barang lainnya. Proses ini diilustrasikan pada
Gambar 6.

Proses pembelian barang di bengkel dibuat untuk pemasok X yang mengirim mereka
ke perusahaan karyawan. Karyawan akan memeriksa jumlah stok yang akan dibeli di
tempat dan membuat perintah untuk karyawan. Kelemahan yang ditemukan dalam
proses bisnis saat ini adalah:

o Berdasarkan pengamatan, tingkat ketersediaan stok sekitar 70%.


o Tidak ada proses yang jelas dalam menentukan jumlah barang yang akan
dipesan
o Tidak ada pemeriksaan periodik stok di gudang.
o Perseroan tidak memiliki catatan persediaan sehingga perusahaan perlu
melakukan cek persediaan setiap waktu untuk memesan untuk pemasok.
o Stok yang tidak terkendali yang ditandai dengan terjadinya kelebihan stok pada
item tertentu dan kurangnya stok pada item lainnya.
o Perusahaan tidak dapat mengetahui dalam hal hilangnya barang
o Sering memesan barang yang sama dengan pemasok yang berbeda
5.6.Identify IT Levers & Modify Process
IT dapat memainkan peran yang sangat penting dalam keberhasilan proses BPR.
Davenport (1990) menyatakan bahwa titik peran IT di BPR ada dua: IT alat yang
begitu kuatdan layak melangkah sendiri dalam proses desain dan IT dapat benar-benar
membuat pilihan desain proses daripada hanya mendukung mereka. Proses BPR
dilakukan oleh menggunakan IT sebagai enabler dari proses perbaikan. Identifikasi
potensi penggunaan IT dalam proses bisnis di Bengkel X yang mengikuti oleh analisis
dari tujuh kemampuan IT yang dibuat oleh Davenport (1990).

5.7.Design And Build A Prototype Process


5.7.1. Sales Process
Proses mendesain ulang penjualan dilakukan untuk meningkatkan kinerja pelayanan
di segmen B2B. Tujuannya adalah untuk mengurangi waktu pelayanan dari 30-60
menit menjadi kurang dari 15 menit dan menyediakan pengiriman untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan. Proses intensif penjualan baru menggunakan komputer untuk
mempercepat kegiatan dalam bisnis penjualan proses. Perbedaan utama dengan proses
awal adalah:

o Sistem baru dapat memfasilitasi pemesanan melalui SMS / Telepon / Fax


o Persiapan pesanan pelanggan lebih cepat dengan bantuan komputer dan
pemrosesan paralel dari beberapa tahapan
o Ketersediaan fasilitas pengiriman
5.7.2. Inventory Control
Telsang ( 2002) mendefinisikan pengendalian persediaan sebagai pendekatan yang
direncanakan untuk menentukan apa yang akan dipesan , kapan harus memesan dan
berapa banyak stok sehingga tidak mempengaruhi keoptimalan biaya yang terkait
dengan pembelian dan penyimpanan produksi dan penjualan . Dari definisi tersebut ,
tampak bahwa saat ini proses pengendalian persediaan memiliki banyak kelemahan
karena tidak melaksanakan fungsi yang diperlukan dalam proses pengendalian
persediaan .Proses baru dirancang untuk memiliki fungsi untuk menentukan apa yang
akan dipesan , kapan harus memesan dan berapa banyak stok yang dibutuhkan.

Fungsi kontrol pendesainan ulang persediaan dilakukan untuk meningkatkan


ketersediaan dan kelengkapan stok untuk memenuhi kebutuhan konsumen . Selain itu,
proses baru yang telah dimodifikasi untuk mengatasi kelemahan dalam proses
sebelumnya dapat lebih efisien dalam hal proses dan biaya . Perbedaan utama dengan
proses sebelumnya adalah bahwa ada proses pengecekan stok , ada tingkat kebijakan
persediaan untuk setiap kategori produk , ada proses pemilihan supplier , dan
membuat daftar pembelian . Proses ini dibantu oleh komputer untuk mengotomatisasi
, memberikan informasi dan membantu proses pengambilan keputusan.
5.8.Measure and Assess Process
Pelaksanaan proses reenginering membutuhkan biaya investasi awal dan peningkatan
kebutuhan tenaga kerja untuk pengoperasian sistem baru. Proses baru ini juga akan
memberikan penghematan yang diperoleh dari lebih efisiennya proses dan
meningkatkan penjualan. Keseluruhan aktivitas dalam proses reenginering diadakan
dalam waktu 3 bulan untuk sosialisasi, implementasi, dan perbaikan. Perbandingan
kinerja sebelum proses reenginering dan setelah proses reenginering (perkiraan
jumlah) adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.

6. Diskusi dan Kesimpulan


Mengubah landscape bisnis yang dihadapi oleh perusahaan memaksa perusahaan
untuk membuat perbaikan signifikan dalam proses bisnis. Metode BPR digunakan
karena secara dramatis dapat meningkatkan kinerja perusahaan dibandingkan dengan
metode lain. Davenport (1990) menunjukkan perbedaan utama antara BPR dan
pendekatan lain untuk pengembangan organisasi, terutama perbaikan terus-menerus
atau gerakan TQM, ketika ia menyatakan: “Hari ini perusahaan harus mendapatkan
tidak adanya fractional, tetapi tingkat perkalian perbaikan 10x lebih dari 10%”.
Masalah utama yang dihadapi perusahaan adalah: kinerja proses penjualan dan
persediaan miskin control. Setelah proses reenginering, waktu pelayanan rata-rata
dapat dikurangi dari maksimal 60 menit sampai maksimum 15 menit (penurunan
sebesar 75% dari waktu rata-rata). Tingkat ketersediaan produk juga meningkat secara
signifikan dari 70% menjadi 90%. Peningkatan kinerja dalam proses penjualan,
dikombinasikan dengan peningkatan ketersediaan produk dapat meningkatkan kualitas
pelayanan sehingga bengkel X dapat merebut pangsa pasar yang telah hilang dan
mempertahankan kelangsungan usahanya.

Anda mungkin juga menyukai