Anda di halaman 1dari 11

Partial Least Square (PLS),

Pengertian, Fungsi, Tujuan, Cara

Pengertian Partial Least Square (PLS), Fungsi,


Tujuan, Cara dan Algoritma
Partial least square atau yang biasa disingkat PLS adalah jenis analisis
statistik yang kegunaannya mirip dengan SEM di dalam analisis
covariance. Oleh karena mirip SEM maka kerangka dasar dalam PLS yang
digunakan adalah berbasis regresi linear. Jadi apa yang ada dalam regresi
linear, juga ada dalam PLS. Hanya saja diberi simbol, lambang atau istilah
yang berbeda. Seperti apa? tetap dalam artikel-artikel kami, maka
pertanyaan tersebut akan terjawab dengan sendirinya nanti.

Dalam bahasan tentang PLS, tentunya tidak akan cukup hanya dalam
satu artikel. Maka kami akan buat dalam serangkaian artikel, yang cara
penyampaiannya kami upayakan sederhana dan mudah dipahami serta
berbasis studi kasus atau contoh langsung pengoperasiannya dalam
software misal smartPLS.

Jadi mungkin seperti artikel lainnya dalam statistikian.com, kami coba


memberikan penjelasan yang sederhana, dasar, mudah dipahami dan
praktis agar kiranya para pembaca langsung dapat mempraktekannya
dalam tempo yang sesingkat-singkatnya (kayak teks proklamasi ya).
Dalam beberapa bagian dari serangkaian artikel tersebut, akan kami
ambil dari berbagai tulisan para ahli dalam buku maupun blogger yang
beredar di berbagai blog. (Sebelumnya terima kasih pada para ahli dan
blogger-blogger ya.)
Pengertian Partial least square

Partial least square adalah suatu teknik statistik multivariat yang bisa
untuk menangani banyak variabel respon serta variabel eksplanatori
sekaligus. Analisis ini merupakan alternatif yang baik untuk metode
analisis regresi berganda dan regresi komponen utama, karena metode
ini bersifat lebih robust atau kebal. Robust artinya parameter model tidak
banyak berubah ketika sampel baru diambil dari total populasi (Geladi
dan Kowalski, 1986).

Partial Least Square suatu teknik prediktif yang bisa menangani banyak
variabel independen, bahkan sekalipun terjadi multikolinieritas diantara
variabel-variabel tersebut (Ramzan dan Khan, 2010).

Menurut Wold, PLS adalah metode analisis yang powerfull sebab tidak
didasarkan pada banyak asumsi atau syarat, seperti uji normalitas dan
multikolinearitas. Metode tersebut mempunyai keunggulan tersendiri
antara lain: data tidaklah harus berdistribusi normal multivariate. Bahkan
indikator dengan skala data kategori, ordinal, interval sampai rasio dapat
digunakan. Keunggulan lainnya adalah ukuran sampel yang tidak harus
besar.

Penemu PLS

PLS pertama kali dikembangkan oleh Herman O. A. Wold dalam bidang


ekonometrik pada tahun 1960-an. Kelebihan dari Partial Least Square
yang penting adalah dapat menangani banyak variabel independen,
bahkan meskipun terjadi multikolinieritas diantara variabel-variabel
independen.

Analisis regresi berganda sebenarnya masih dapat digunakan ketika


terdapat variabel prediktor yang banyak. Namun, jika jumlah variabel
tersebut terlalu besar (misal lebih banyak variabel dari pada jumlah
observasi), maka akan diperoleh model yang fit dengan data sampel, tapi
akan gagal memprediksi untuk data baru. Fenomena ini disebut
overfitting.

Dalam kasus overfitting seperti itu, meskipun terdapat banyak faktor


manifes, mungkin saja hanya terdapat sedikit faktor laten yang paling
bisa menjelaskan variasi dalam respon. Maka muncullah ide PLS. Ide
umum dari PLS adalah untuk mengekstrak faktor-faktor laten tersebut,
yang menjelaskan sebanyak mungkin variasi faktor manifes saat
memodelkan variabel respon.

Algoritma PLS

Untuk sub bagian tentang algoritma ini, terus terang jangan diambil hati
ya. Bagi yang kesulitan, silahkan dibaca saja dulu. Perkara paham atau
tidak, tidak jadi masalah. Yang penting pada artikel berikutnya anda bisa
melakukan analisis yang namanya Partial Least Square.

Misalnya X adalah matriks yang berukuran n x p dan Y adalah matriks


berukuran n x q. Maka prosedur PLS akan mengekstraksi faktor dari X
dan Y tersebut berturut-turut sedemikian hingga diantara faktor-faktor
yang terekstrak memiliki kovarian yang maksimal. Metode PLS juga bisa
bekerja dengan variabel respon berganda.

Dengan tekhnik Partial Least Square ini akan dicoba untuk mencari suatu
dekomposisi linier dari X dan Y . Sehingga rumusnya adalah:
Kolom dari T merupakan vektor laten, dan U = TB, yaitu regresi dari vektor laten

t sehingga:

Y = TBQT + F

Vektor laten dapat dipilih dalam berbagai cara. Dalam persamaan di atas,
maka setiap set vektor ortogonal pembentuk ruang kolom dari X bisa
digunakan. Untuk menentukan T, maka diperlukan kondisi tambahan.

Untuk regresi PLS, yaitu mencari dua set bobot yang dinotasikan dengan
w dan c dalam rangka menciptakan suatu kombinasi linier pada kolom-
kolom X dan Y sehingga kombinasi linier ini memiliki kovarian yang
maksimum. Secara khusus, tujuannya adalah memperoleh pasangan
vektor.

t = Xw dan u = Yc
Dengan konstrain wTw = 1, tTt = 1 dan tTu adalah maksimal. Ketika vektor
laten pertama telah dihitung, maka vektor tersebut disubstraksi dari X
maupun Y dan prosedur diulang sampai dengan X menjadi matriks nol.

NIPALS

Algoritma standar untuk menghitung komponen (faktor) PLS adalah


nonlinear iterative partial least square atau disingkat NIPALS yang
pertama kali dikembangkan oleh Herman Wold (1966a). Algoritma
NIPALS merupakan inti paling penting dalam PLS dan mempelajarinya
merupakan kunci untuk memahami metode PLS.

Ide dasar dalam algoritma ini adalah mengestimasi parameter t dan u


dengan suatu proses iteratif dari regresi least square. Berikut ini adalah
langkah-langkah dalam algoritma NIPALS:
Tujuan Partial Least Square
Walaupun Partial Least Square digunakan untuk menkonfirmasi teori,
tetapi dapat juga digunakan untuk menjelaskan ada atau tidaknya
hubungan antara variabel laten. Partial Least Square dapat menganalisis
sekaligus konstruk yang dibentuk dengan indikator refleksif dan indikator
formatif dan hal ini tidak mungkin dijalankan dalam Structural Equation
Model (SEM) karena akan terjadi unidentified model.

PLS mempunyai dua model indikator dalam penggambarannya,


yaitu: Model Indikator Refleksif dan Model Indikator Formatif.
Model Indikator Refleksif

Model Indikator Refleksif sering disebut juga principal factor model


dimana covariance pengukuran indikator dipengaruhi oleh konstruk laten
atau mencerminkan variasi dari konstruk laten.

Di bawah ini adalah contoh model hubungan reflektif:

Model Reflektif PLS

Gambar diatas menunjukkan bahwa: Variabel laten Y diukur dengan blok


X yang terdiri dari 3 indikator. X1, X2 dan X3 secara reflektif.

Model reflektif mencerminkan bahwa setiap indikator merupakan


pengukuran kesalahan yang dikenakan terhadap variabel laten. Arah
sebab akibat ialah dari variabel laten ke indikator dengan demikian
indikator-indikator merupakan refleksi variasi dari variabel laten
(Henseler, Ringle & Sinkovicks, 2009). Dengan demikian perubahan pada
variabel laten diharapkan akan menyebabkan perubahan pada semua
indikatornya.

Pada Model Refleksif konstruk unidimensional digambarkan dengan


bentuk elips dengan beberapa anak panah dari konstruk ke indikator,
model ini menghipotesiskan bahwa perubahan pada konstruk laten akan
mempengaruhi perubahan pada indikator.
Model Indikator Refleksif harus memiliki internal konsistensi oleh karena
semua ukuran indikator diasumsikan semuanya valid indikator yang
mengukur suatu konstruk, sehingga dua ukuran indikator yang sama
reliabilitasnya dapat saling dipertukarkan.

Walaupun reliabilitas (cronbach alpha) suatu konstruk akan rendah jika


hanya ada sedikit indikator, tetapi validitas konstruk tidak akan berubah
jika satu indikator dihilangkan.

Model Indikator Formatif

Model Formatif tidak mengasumsikan bahwa indikator dipengaruhi oleh


konstruk tetapi mengasumsikan semua indikator mempengaruhi single
konstruk. Arah hubungan kausalitas mengalir dari indikator ke konstruk
laten dan indikator sebagai grup secara bersama-sama menentukan
konsep atau makna empiris dari konstruk laten.

Di bawah ini adalah contoh model hubungan formatif:

Model Formatif PLS

Gambar diatas menunjukkan bahwa: Variabel laten Y diukur dengan blok


X yang terdiri dari 3 indikator. X1, X2 dan X3 secara formatif.

Model hubungan formatif ialah hubungan sebab akibat berasal dari


indikator menuju ke variabel laten. Hal ini dapat terjadi jika suatu
variabel laten didefinisikan sebagai kombinasi dari indikator-indikatornya.
Dengan demikian perubahan yang terjadi pada indikator-indikator akan
tercermin pada perubahan variabel latennya.

Oleh karena diasumsikan bahwa indikator mempengaruhi konstruk laten


maka ada kemungkinan antar indikator saling berkorelasi. Tetapi model
formatif tidak mengasumsikan perlunya korelasi antar indikator atau
secara konsisten bahwa model formatif berasumsi tidak adanya hubungan
korelasi antar indikator. Karenanya ukuran internal konsistensi reliabilitas
(cronbach alpha) tidak diperlukan untuk menguji reliabilitas konstruk
formatif.

Kausalitas hubungan antar indikator tidak menjadi rendah nilai


validitasnya hanya karena memiliki internal konsistensi yang rendah
(cronbach alpha), untuk menilai validitas konstruk perlu dilihat variabel
lain yang mempengaruhi konstruk laten.

Jadi untuk menguji validitas dari konstruk laten, peneliti harus


menekankan pada nomological dan atau criterion-related validity.
Implikasi lain dari Model Formatif adalah dengan menghilangkan satu
indikator dapat menghilangkan bagian yang unik dari konstruk laten dan
merubah makna dari konstruk.

Fungsi Partial Least Square

Setelah para pembaca menelaah secara seksama penjelasan yang


lumayan panjang diatas, tentunya bisa jadi malah tambah pusing. Maka
bukan maksud untuk menyepelekan tulisan yang diatas, lupakanlah atau
simpan saja hasil bacaan anda diatas. Secara mudahnya saya coba
simpulkan dari kaca mata orang yang awam ilmu statistik. Yaitu sebagai
berikut:
1. Partial Least Square adalah analisis yang fungsi utamanya untuk
perancangan model, tetapi juga dapat digunakan untuk konfirmasi
teori.
2. PLS tidak butuh banyak syarat atau asumsi seperti SEM. Apa itu SEM
nanti akan saya jelaskan lebih lanjut pada artikel lainnya.
3. Fungsi Partial Least Square kalau dikelompokkan secara awam ada 2,
yaitu inner model dan outer model. Outer model itu lebih kearah uji
validitas dan reliabilitas. Sedangkan inner model itu lebih kearah
regresi yaitu untuk menilai pengaruh satu variabel terhadap variabel
lainnya.
4. Kecocokan model pada Partial Least Square tidak seperti SEM yang ada
kecocokan global, seperti RMSEA, AGFI, PGFI, PNFI, CMIN/DF, dll.
Dalam PLS hanya ada 2 kriteria untuk menilai kecocokan model, yaitu
kecocokan model bagian luar yang disebut dengan outer model dan
kecocokan bagian dalam yang disebut dengan inner model. Sehingga
maksud poin 3 diatas adalah menjelaskan poin 4 ini. Untuk kecocokan
model bagian luar ada 2 yaitu pengukuran reflektif dan pengukuran
formatif, yang sudah dijelaskan diatas.
5. Penilaian kecocokan model bagian luar atau outer model antara
lain: Reliabilitas dan validitas variabel laten reflektif dan validitas
variabel laten formatif.
6. Penilaian kecocokan model bagian dalam antara lain: Penjelasan varian
variabel laten endogenous, ukuran pengaruh yang dikontribusikan dan
relevansi dalam prediksi.

Setelah membaca semua penjelasan partial least square diatas, tentunya


para pembaca bertanya-tanya: seperti apakah sih bentuk nyata dari
penilaian kecocokan model, yang terdiri dari outer dan inner model
tersebut? Untuk itu akan kami bahas dalam artikel selanjutnya
tentang PLS SEM: Pengukuran Kecocokan Model (Inner Model dan Outer
Model).

Demikian diatas sedikit pengantar atau penjelasan dari analisis Partial


Least Square. Kami akan terus membuat berbagai macam artikel yang
berkaitan dengan Partial Least Square ini sampai ke contoh Partial Least
Square dalam pengujiannya menggunakan software seperti smartPLS.
Semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai