Referat Stroke Iskemik
Referat Stroke Iskemik
STROKE ISKEMIK
Pembimbing :
Dr. Maria Inggris, Sp.S
Disusun Oleh :
Rabie’ah
11-2014-061
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum,
lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas
medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah
mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris
berakhir sebagai sepasang cabang arteri serebri posterior.7 Arteri vertebralis
memberikan vaskularisasi pada batang otak dan medula spinalis atas. Arteri basilaris
memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri serebri posterior memberikan
vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis, sebagian kapsula interna, talamus,
hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan batang otak
bagian atas. 7
4
III. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
3.1 ETIOLOGI
Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik yaitu
trombosis serebri atau emboli serebri.11
1. Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya,
biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama
tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa
timbul progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau
hari.11
2. Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya
oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti
bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya
akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi di atasnya di sertai trombus yang
tumpang tindih atau pelepasan materi ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme
serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala
berdenyut.11
5
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah,
dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun,
meningkatkan risiko terkena stroke.13
4. Rasa atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih.
Data sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada
suku Jawa (khususnya Yogyakarta).12
6
mengidap hipertensi.12
5. TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan
singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan
dan tingkat penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam. Satu dari seratus
orang dewasa di perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA
seumur hidup mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien
ini akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan
sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama.15,16
6. Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak
bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai
makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam
plasma sehingga lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor
dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu
kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas
rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo
protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar
trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia
menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas
normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko
stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit
jantung koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL
<40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk
plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di otak.12,16
7. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat,
dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan
karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding
pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi darah sehingga
mempermudah terjadinya proses gumpalan darah.12
IV. KLASIFIKASI
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular
serebral, dapat di bagi dalam :
7
4.1 Stroke non hemoragik, yang mencakup16 :
a. TIA (Transient Ischemic Attack)
b. Stroke in-evolution
c. Stroke trombotik
d. Stroke embolik
e. Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti
tumor, abses, granuloma.
4.2 Berdasarkan subtipe penyebab :
a. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik atau hialin lipid salah satu dari cabang-cabang
penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan
basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini
menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna.
Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman
pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.
Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai :
Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior
Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna
Stroke sensorik murni akibat infark thalamus
Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang
canggung akibat infark pons basal.17
b. Stroke trombotik pembuluh besar
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, sat pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke
iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di
jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi
aterosklerotik.17,18
Hipertensi non simptomatik pada pasien berusia lanjut harus diterapi secara
hati-hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat
memicu stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.
8
c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang
terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak
dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat
pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko
besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari.18
d. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa
penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan
evaluasi klinis yang ekstensif.
V. PATOFISIOLOGI
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu
pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan
dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung, dan
kemudian dibawa melalui sistem aretri ke otak sebagai suatu embolus.17,18
Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab stroke
pada orang usia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di
pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis
interna (tempat arteri karotis komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan
eksterna) merupakan tempat tersering terbentuknya aterosklerosis.18
Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupaka
respon vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan araknoid
dan piamater meninges.19
9
vertebralis dan basilaris. Tidak seperti trombosis arteri koronaria yang oklusi
pembuluh darahnya cenderung terjadi mendadak dan total, trombosis pembuluh darah
otak cenderung memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang dalam beberapa hari.
Pola ini menyebabkan timbulnya istilah “stroke-in-evolution”.
Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan sebagian
besar tergantung pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem anastomosis arterial pada
dasar otak ini dapat berfungsi normal, maka sumbatan arteri karotis tidak akan
memberikan gejala, seperti yang terjadi pada kebanyakan penderita. Sirkulasi pada
bagian posterior tidak memiliki derajat perlindungan anastomosis yang sama, dan
penyumbatan aterosklerotik dari arteri basilaris selalu mengakibatkan kejadian yang
lebih berat, dan biasanya fatal. Penyumbatan arteri vertebralis, boeh jadi tidak
memberikan gejala.17,19
Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis parsial
adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau
tekanan darah sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik intraarteri, aliran darah
mungkin bergantung pada tekanan intravaskular yang tinggi. Penurunan mendadak
tekanan tersebut dapat menyebabkan penurunan generalisata CBF, iskemia otak, dan
stroke. Dengan demikian, hipertensi harus diterapi secara hati-hati dan cermat, karena
penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu stroke atau iskemia arteri
koronaria atau keduanya.17
10
ditimbulkannya bergantung pada bagian mana dari sirkulasi yang tersumbat dan
seberapa dalam bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum tersangkut.17
Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah
sehingga gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di sebelah hilir
dan menimbukan gejala-gejala fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki
resiko yang lebih besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari, saat terjadi
perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di jaringan yang mengalami infark
beberapa jam atau mungkin hari setelah proses emboli pertama. Penyebab perdarahn
tersebut adalah bahwa struktur dinding arteri sebelah distal dari oklusi embolus
melemah atau rapuh karena kekurangan perfusi. Dengan demikian, pemulihan
tekanan perfusi dapat menyebabkan perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh
tersebut.17
11
Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi ini adalah
dengan meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah
masalah adalah proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan
neurotransmitter eksitatorik glutamat yang berlebihan. Glutamat yang
dibebaskan ini merangsang aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak lain
dengan melekat ke suatu molekul di neuron lain, reseptor N-metil-D-aspartat
(NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim nitrat oksida
sintase (NOS), yang menyebabkan terbentuknya gas nitrat oksida (NO).
Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah besar sehingga
terjadi pengurian dan kerusakan struktur-struktur yang vital. Proses ini terjadi
melalui perlemahan asam deoksiribnukleosida (DNA) neuron.
NO dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dan kematian
neuron. Obat yang dapat menghambat NOS atau produksi NO mungkin akan
bermanfaat untuk mengurangi kerusakan otak akibat stroke.
Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang
mencerna protein sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang
mencerna membran sel), dan radikal bebas yang terbentuk akibat jejas
iskemik.17
12
6.1 Gangguan pada sistem karotis
Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat terjadi
gejala :
1) Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di lengan
dan tungkai sesisi.
2) Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada lengan
dan tungkai sesisi (hemiparesis/hemiplegi)
3) Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau sulit
mengerti pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia)
4) Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh lapangan
pandang (hemianopsia)
5) Mata selalu melirik ke satu sisi
6) Kesadaran menurun
7) Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya
Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat
terjadi gejala:
1) Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa
2) Ngompol (inkontinensia urin)
3) Penurunan kesadaran
4) Gangguan mengungkapkan maksud
Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior), dapat
memberikan gejala :
1) Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan pandang
pada satu sisi atau separuh lapangan pandang pada kedua mata. Bila bilateral
disebut cortical blindness.
2) Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh sisi
tubuh.
3) Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba
atau mendengar suaranya.
13
Selain itu juga dapat menyebabkan :
Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan
sempoyongan
Kehilangan keseimbangan
Vertigo
Nistagmus.11
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan sensorik
kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang disertai
kejang. Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai
sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka
lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai hemiplegi, ini berarti
terdapat lesi pada kapsula interna.9
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans, tanda-tanda
serebelar, nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga dapat terjadi
gangguan sensoris, disartri, gangguan menelan, dan deviasi lidah.9
VII. DIAGNOSIS
1. DIAGNOSIS
Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan
gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda
yang sesuai dengan daerah pendarahan pembuluh darah otak tertentu.9-11
7.1 Anamnesis
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat, onset,
nyeri kepala/tidak, kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran menurun, serangan pertama
atau berulang. Juga bisa didapatkan informasi mengenai faktor resiko stroke. Faktor
resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, ras, dan genetik.
Sementara faktor resiko yang dapat diubah adalah hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung, riwayat TIA/ stroke sebelumnya, merokok, kolesterol tinggi dalam
darah, dan obesitas.10,12
14
Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan untuk melihat apakah ada deficit neurologis,
tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda peningkatan TIK, ataupun tanda-tanda ransang
meninges.10,12
SKOR HASANUDDIN
Kesadaran Menurun
Menit - 1 jam = 10
1 jam - 24 jam = 7,5
Sesaat tapi pulih kembali = 6
≥ 24 jam = 1
Tidak beraktifitas = 1
Sakit Kepala
Sangat hebat = 10
Hebat = 7,5
Ringan = 1
Tidak ada = 0
Muntah Proyektil
Menit - 1 jam = 10
1 jam - 24 jam = 7,5
> 24 jam = 1
Tidak ada = 0
15
1. Gula darah
Tabel 7.1. Kadar glukosa darah.9
Kriteria diagnostik DM
Bukan DMBelum pasti DMDM (mg/dl)
(mg/dl) (mg/dl)
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma Vena <110 110 – 199 >200
Darah kapiler <90 90 – 199 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena <110 110 – 125 >126
Darah <90 90 – 109 >110
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat hipertensi.
Gatler menyatakan bahwa penderita stroke aterotrombotik di jumpai 30% dengan
diabetes mellitus. Diabetes melitus mampu menebalkan pembuluh darah otak yang
besar, menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit diameter pembuluh
darah otak dan akan mengganggu kelancaran aliran darah otak di samping itu,
diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh
darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke.5
2. Profil lipid
Tabel 7.2. Kadar Lipid Serum Normal.20
Kolesterol Total (mg/dl)
Optimal < 200
Diinginkan 200 –239
Tinggi ≥240
LDL
Optimal < 100
Mendekati optimal 100 –129
Diinginkan 130 –159
Tinggi 160 –189
Sangat tinggi ≥190
HDL
Rendah < 40
Tinggi ≥ 60
Trigliserida
Optimal < 150
Diinginkan 150 –199
Tinggi 200 –449
Sangat tinggi ≥500
16
LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. LDL
merupakan komponen utama kolesterol serum yang menyebabkan peningkatan risiko
aterosklerosis, HDL berperan memobilisasi kolesterol dari ateroma yang sudah ada
dan memindahkannya ke hati untuk diekskresikan ke empedu , oleh karena itu kadar
HDL yang tinggi mempunyai efek protektif dan dengan cara inilah kolesterol dapat di
turunkan, namun penurunan kadar HDL merupakan faktor yang meningkatkan
terjadinya aterosklerosis dan stroke.20
Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik
pencitraan diantaranya yaitu :
1. CT scan
Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang
terjadi. Pada stroke non-hemoragik, ditemukan gambaran lesi hipodens dalam
parenkim otak. Sedangkan dengan pemeriksaan MRI menunjukkan area hipointens.12
17
4. Angiografi otak
Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke
dalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan
pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.18
2. DIAGNOSIS BANDING
1) Stroke Hemoragik
2) Ensefalopati toksik/metabolik
3) Ensefalitis
4) Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural, tumor
otak)
5) Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)
6) Trauma kepala
7) Ensefalopati hipertensif
8) Migren hemiplegik
9) Abses otak
18
10) Sklerosis multipel.11,12
VIII. PENATALAKSANAAN
Stroke adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya jenjang
perubahan metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan lama bervariasi
setelah terhentinya aliran darah kesuatu bagian otak. Dengan demikian, untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas perlu dilakukan intervensi secara cepat. Salah
satu tugas terpenting dokter sewaktu menghadapi devisit neurologik akul, fokal, dan
non konvulsif adalah menentukan apakah kausanya perdarahan atau iskemia-infark.
Terapi darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena terapi untuk
pembentukan trombus dapat memicu perdarahan pada stroke hemoragik.
19
Posisi kepala diangkat 20-30 derajat.
Udem otak dan kejang harus dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari
keadaan penderta yang mengantuk, adanya bradikardi, atau dengan pemeriksaan
funduskopi.3
3. Blood
Jantung harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG.
Tekanan darah dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai
menurunkan perfusi otak.
Kadar Hb harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak
Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis,
lebih-lebih pada penderita dengan diabetes mellitus lama.
Keseimbangan elektrolit dijaga.3,10
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan
setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien tidak sadar,
dianjurkan melalui pipa nasogastrik.10
5. Bladder
Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter intermiten
steril atau kateter tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti, disertai latihan
buli-buli.10
Penatalaksanaan komplikasi :
1) Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv sesuai protokol yang
ada, lalu diturunkan perlahan.
2) Ulkus stres : diatasi dengan antagonis reseptor H2
3) Peneumoni : tindakan fisioterapi dada dan pemberian antibiotik spektrum luas
4) Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan pemberian Mannitol
bolus : 1 g/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg
BB setiap 6 jam selama maksimal 48 jam. Steroid tidak digunakan secara rutin.10
20
Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada dua kali pengukuran
selang 30 menit
Disertai infark miokard akut/gagal jantung
Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi keempat,
diturunkan sampai batas hipertensi ringan.
Obat yang direkomendasikan: golongan beta bloker, ACE inhibitor, dan antagonis
kalsium.10
2. Hipotensi
Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin drips dan diobati
penyebabnya.10
3. Hiperglikemi
Hiperglikemi harus diturunkan hingga GDS: 100-150 mg% dengan insulin
subkutan selama 2-3 hari pertama.10
4. Hipoglikemi
Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal dan
penyebabnya diobati,10
5. Hiponatremi
Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%.10
Penatalaksanaan spesifik :
1. Fase Akut
Pada fase akut dapat diberikan :
Pentoksifilin infus dalam cairan ringer laktat dosis 8mg/kgbb/hari
Aspirin 80 mg per hari secara oral 48 jam pertama setelah onset
Dapat dipakai neuroprotektor: piracetam, cithicolin, nimodipin.10
2. Fase Pasca Akut
Pada fase paska akut dapat diberikan:
Pentoksifilin tablet: 2 x 400 mg
ASA dosis rendah 80-325 mg/hari
Neuroprotektor.10
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya strok.9
Rehabilitasi :
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka
paling penting pada masa ini ialah upaya membetasi sejauh mungkin kecacatan
penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, ‘terapi wicara’ dan psikoterapi.
Rehabilitasi segera dimulai begitu tekanan darah, denyut nadi, dan pernafasan
penderita stabil.9
Tujuan rehabilitasi ialah :
Memperbaiki fungsi motoris, bicara, dan fungsi lain yang terganggu
21
Adaptasi mental, sosial dari penderita stroke, sehingga hubungan
interpersonal menjadi normal
Sedapat mungkin harus dapat melakukan aktivitas sehari-hari.9
Prinsip dasar rehabilitasi :
Mulai sedini mungkin
Sistematis
Ditingkatkan secara bertahap
Rehabilitasi yang spesifik sesuai dengan defisit yang ada.9
Terapi Preventif :
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru. Ini
dapat dicapai dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor risiko
strok :
1. Pengobatan hipertensi
2. Mengobati diabetes mellitus
3. Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
4. Berolahraga teratur.
22
Seseorang yang pernah terserang stroke mempunyai kecenderungan lebih
besar akan mengalami serangan stroke berulang, terutama bila faktor risiko yang ada
tidak ditanggulangi dengan baik. Karena itu perlu diupayakan prevensi sekunder yang
meliputi gaya hidup sehat dan pengendalian faktor risiko, yang bertujuan mencegah
berulangnya serangan stroke pada seseorang yang sebelumnya pernah terserang
stroke.
Dengan pertimbangan hal-hal di atas perlu dilakukan penelitian tentang
beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kejadian stroke berulang, meliputi faktor
risiko yang dapat diubah dan tidak dapat diubah.
Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan dalam
peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus atau faktor risiko dari
beberapa penyakit vaskuler. Selain itu, adanya perubahan produksi protasiklin dan
penurunan aktivitas plasminogen dalam pembuluh darah dapat merangsang terjadinya
trombus.13
Diabetes mellitus akan mempercepat terjadinya aterosklerosis pembuluh darah
kecil maupun besar di seluruh tubuh termasuk di otak, yang merupakan salah satu
organ sasaran diabetes mellitus. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat stroke
akan memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena terbentuknya asam
laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang merusak jaringan otak.13
Menurut Broderick, dkk (1992), kelainan jantung yang sering berhubungan dengan
stroke berulang adalah :
Aterosklerosis,
Disritmia jantung khususnya fibrilasi atrium,
Penyakit jantung iskemik,
Infark miokard, dan
Gagal jantung.13
23
Banyak studi sebelumnya yang terbukti bahwa penggunaan aspirin
mengurangi kejadian stroke berulang hingga kira-kira 25%. Pada penelitian tiklopidin
dapat menurunkan 21% risiko relatif terjadinya stroke berulang dalam 3 tahun
pemberian. Sementara itu klopidogrel lebih efektif dibanding dengan aspirin dalam
menurunkan risiko stroke iskemik, infark miokard, kematian karena faktor vaskuler
pada pasien dengan penyakit aterotrombotik, atau untuk mencegah terjadinya stroke
sekunder.12
IX. PENCEGAHAN
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, upaya yang
dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:
24
makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan susu rendah lemak
serta dianjurkan berolah raga secara teratur.
a. Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat membantu
proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu yang pertama
adalah fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita
seperti masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan
25
serta mobilitas di tempat tidur. Terapi yang kedua adalah terapi okupasional
(Occupational Therapist atau OT), diberikan untuk melatih kemampuan penderita
dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai baju, makan dan buang
air. Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih
kemampuan penderita dalam menelan makanan dan minuman dengan aman serta
dapat
berkomunikasi dengan orang lain.
b. Rehabilitasi Mental
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang dapat
mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak
bahagia, murung dan depresi. Masalah emosional yang mereka alami akan
mengakibatkan penderita kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi.
Oleh sebab itu, penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan
konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi klinis.
c. Rehabilitasi Sosial
Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu penderita stroke
menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi perubahan gaya hidup, hubungan
perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial akan
memberikan informasi mengenai layanan komunitas lokal dan badan-badan bantuan
sosial.
X. PROGNOSIS
Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergantung berat stroke dan
komplikasi yang timbul.12
Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran status
neurologik setelah dirawat. Sebagian disebakan edema otak dan iskemi otak. Sekitar
10% pasien dengan stroke iskemik akan membaik dengan fungsi normal. Prognosis
lebih buruk pada pasien dengan kegagalan jantung kongestif dan penyakit jantung
koroner.9
26
BAB III
KESIMPULAN
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi
sistem saraf pusat fokal atau global yang berkembang cepat ( dalam detik atau
menit). Gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian,
berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun
infeksi
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular
serebral, dapat di bagi dalam :
1 Stroke non hemoragik yang mencakup
TIA (Transient Ischemic Attack)
Stroke in-evolution
Stroke trombotik
Stroke embolik
Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti tumor,
abses, granuloma.
2 Berdasarkan subtipe penyebab
Stroke lacunar
27
Stroke trombotik pembuluh besar
Stroke embolik
Stroke kriptogenik
Jika terbentuk trombus pada aliran darah cepat, dan trombus ini melewati
permukan kasar seperti plaque arteria maka akan terbentuk white clot (gumpalan
platelet dengan fibrin). Obat yang bermanfaat adalah aspirin untuk mengurangi
agregasi platelet ditambah tiklodipin untuk mengurangi daya pelekatan dari fibrin.
Bila kemudian hal ini diikuti oleh stenosis dan pelambatan aliran darah yang
progresif, maka terapi adalah antikoagulan sampai penyebab dapat dihilangkan atau
sampai buntu total dan aliran darah hanya dari kolateral saja baru antikoagulan
dihentikan dan diganti dengan aspirin.
DAFTAR PUSTAKA
2. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical neurologi. 8 th edition. New
York: McGraw-Hill; 2012. P. 2276.
3. Corwin EJ. Patofisiologi : buku saku ; alih bahasa, Subekti NB; editor Yudha
EK. 3rd edition. Jakarta: EGC; 2009. P. 251
28
7. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology. 2nd edition.
Editor: Harsono. Yogyakarta: Gadjah Mada university press; 2005. P. 81-3.
Diunduh dari pubmed pada tanggal 9 Desember 2014
8. Widjaja L. Stroke patofisiologi dan penatalaksanaan. Surabaya: Bagian Ilmu
Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo; 1993. P. 20. Diunduh dari
pubmed pada tanggal 9 Desember 2014.
9. Gilroy J. Cerebrovascular Disease. In: Gilroy J Basic Neurology, 3rd edition.
New York: McGraw Hill; 2000. P. 225-8.
10. Misbach J. Stroke in Indonesia: a first Large Prospective Hospital-Based
Study of Acute Stroke in 28 Hospitals in Indonesia. Journal of Clinical
Neurosciences 8; 2000. P. 245-9.
11. Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa
kedokteran. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h.761-2
12. Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada
Usia Muda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11.
13. Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006.
14. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
jilid 2. EGC. Jakarta. 2006: 1110-19
16. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi , Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
jilid 1. EGC. Jakarta. 2006: 580-81.
18. Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar
patologi. Volume 2. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2002.
h.474-510.
29
19. Smith WS, English JD, Johnston SC. Cerebrovascular diseases in harrison’s
neurology in clinical medicine. 3rd edition. New York: Mcgraw Hill; 2013. P.
261.
20. Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009.FK USU.medan.2010.
diunduh dari http://repository.usu.ac.id pada tanggal 10 desember 2014
30