Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN KOCH PULMONAL

1. Pengertian
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium Tuberculosis, jalan masuk untuk organisme Mycobacterium
Tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada
kulit (Sylvia, 2006).
Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Mansjoer,
2001).
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
TB yang dapat mengenai organ tubuh lain (Depkes RI, 2003).
Tuberkulosis paru adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara
(Asih, 2004).
2. Etiologi
Penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberculosis jenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian
besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid) yang mengakibatkan kuman lebih tahan
terhadap gangguan fisik dan kimia, kuman ini dapat hidup pada udara kering
maupun dalam keadaan dingin.
Pada suasana lembab dan kuman dapat bertahan dalam lemari es dapat bertahan
bertahun-tahun. Kuman ini menyerangi jaringan yang tinggi oksigen, tekanan
oksigen bagian apikal paru lebih tinggi dari pada bagian lain. Di dalam jaringan,
kuman hidup intra seluler yaitu di dalam sitoplasma makrofag. Faktor lain yang
menyebabkan yaitu infeksi HIV, campak pada anak AIDS (menurut Anang dalam
Mansjoer Arif, 2001).
3. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang dijumpai pada penderita TB paru adalah :
a. Gejala umum : Batuk terus-menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih.
b. Demam : Menyerupai demam influenza, kadang-kadang panas badan
mencapai 40-41 . serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar tetapi kemudian dapat timbul kembali, begitulah
seterusnya. Sehingga pasien tidak bebas dari serangan demam,
keadaan ini dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat
ringannya infeksi kuman Tuberkulosis yang masuk.

6
c. Batuk darah : Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar.
Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum).
d. Sesak nafas : Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru.
e. Nyeri dada : Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napas.
f. Malaese : Malaese sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu
makan, badan makin kurus (berat badan turun), meriang,
berkeringat malam. Dan gejala ini hilang timbul secara tidak
teratur.
(Wasp adji, 2001).

4. Patofisiologi
Kuman Mycobacterium Tuberculosis masuk ke seluruh pernapasan, saluran
pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu
melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang
berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai permukaan
alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil.
Gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan diseluruh hidung dan cabang
besar bronkus tidak menyebabkan penyakit, setelah berada dalam ruang alveolus,
biasanya dibagian bawah lobus atas paru atau dibagian bawah lobus bawah. Basil
tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonukler tampak
pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme
tersebut sesudah hari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofak. Makrofak yang
mengadakan infiltrasi menjadi panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk
sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya
membutuhkan waktu 10-20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran
yang relatif padat dan seperti keju disebut nekrosis kaseosa. Jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa. Membentuk jaringan parut kolagenosa yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru disebut fokus
Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer

7
disebut kompleks Ghon. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan. Bahan cair lepas ke dalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan
kavitas. Proses ini dapat berulang kembali dibagian lain dari paru. Bila peradangan
mereda, lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup. Oleh jaringan parut yang
terdapat dekat dengan bronkus dan rongga. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala
dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi
tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau
pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai
aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada
berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfo
hematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu
fenomena akut yang biasanya menyebabkan TB milier (Sylvia, 2006).
5. Penyimpangan KDM
Micobakterium

Invasi melalui saluran pernapasan

Perjalanan melalui system linfe dan Meningkatnya


Perubahan paru-paru
hematogen aktivitas seluler
pertahanan terhadap
Membentuk tuberkel-tuberkel Metabolisme
mikroorganisme
berlebihan
Pengumpulan sekret pada Jika tuberkel-tuberkel pecah
Pemecahan protein
jalan nafas
Mengeluarkan oksidasi Anoreksia
bersihan jalan nafas tidak BB menurun
efektif Fibrosis jaringan perut
Pemenuhan nutrisi
Menurunnya luas permukaan paru kurang dari
Iskemia jaringan paru Daya
pemenuhan tubuh tahan
Menurunnya difusi O2 dan CO2 tubuh
Merangsang reseptor saraf
sekelilingnya atau Peningkatan suhu
menyalurkan mediator Oksigenasi darah berkurang tubuh
nyeri
Kompensasi tubuh Energy berkurang

Nyeri dada Meningkatkan reflek nafas dan kerja kelemahan


organ-organ pernapasan
Mengaktifkan ras Intelorensi
Gangguan rasa aktivitas
nyaman nyeri Dispnu
Rem menurun
Pola nafas tidak efektif Resiko tinggi
Pasien terjaga penyebaran
terhadap infeksi
Gangguan pertukaran gas

Gangguan pemenuhan
istirahat tidur

8
Sumber : Silvia (2006)

6. Jenis Tuberculosis
Jenis Tuberculosis yaitu ada 2 :
a. Tuberculosis primer
Penularan Tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersihkan keluar menjadi droplet nucle, dalam udara. Fartikel infeksi ini
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam. Tergantung ada tidaknya sinar
ultraviolet, dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari
sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan
menempel pada jalan napas atau paru-paru, dan masuk ke alveolar dan ukuran
partikel <5 micrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil
kemudian baru oleh makrofag.
Bila kuman menetap di jaringan paru, ia tumbuh dan berkembang biak
dalam sitoplasma makrofag disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh
lainnya. Kuman bersarang di jaringan paru-paru akan berbentuk sarang
Tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau
sarang (fokus) Ghon menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura.
Kuman juga dapat masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe,
orofaring dan kulit bila kuman masuk ke erteri pulmonalis maka terjadi
perjalanan ke seluruh bagian paru menjadi TB milier. Dari sarang primer akan
timbul peradangan saluran getah bening dan juga di ikuti pembesaran kelenjar
getah bening dan proses ini memakan waktu 3-8 minggu.
b. Tuberculosis post primer
Kuman dorman pada Tuberculosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi Tuberculosis post primer.
Tuberculosis post primer ini mulai muncul dengan sarang dini yang
berlokalisasi di regional atau paru (bagian apikal posterior lobus atau inferior).
Investasinya adalah ke daerah parenkim paru, dan tidak kenodus hilus paru.
Sarang dini 3-10 minggu sarang ini menjadi Tuberkelen yaitu suatu granuloma
yang terdiri sel-sel histiosit dan sel dari langerhans yang dikelilingi oleh sel-sel
limfosit dan bermacam-macam jaringan.
Tergantung dari jumlah kuman virulensinya dan imunitas penderita sarang dini
dapat terjadi :
1) Direabsorbsi kembali dan sembuh Tampa meninggalkan cacat.
2) Sarang mula-mula meluas, tetapi segera menyembah dengan serbukan
jaringan fibrosis.

9
3) Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang yang
menghamburkan jaringan sekitarnya dan sebagian tengah mengalami
necrosis dan menjadi lembek membentuk jaringan keju, bila jaringan keju
dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas dapat meluas kembali
dan menimbulkan sarang pnemonia baru, memadat dan membungkus,
sehingga menjadi Tubekuloma bersih dan menyembuh disebut Open
Healed Cavity (Waspadji, 2001)
7. Faktor predisposisi
Faktor resiko tinggi Tuberculosis paru adalah :
a. Berasal dari negara berkembang
b. Anak dibawah umur 5 tahun atau orang tua
c. Pecandu alkohol dan narkotik
d. Infeksi HIV
e. Penghuni rumah beramai-ramai
f. Hubungan intim dengan pasien yang mempunyai sputum (+)
g. Kemiskinan dan malnutrisi
h. Tidak mematuhi aturan pengobatan
(Kemas Ari, 2001)
8. Komplikasi
Penyakit Tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut :
a. Komplikasi dini
1) Pleuritis
2) Efusi pleura
3) Empiema
4) Laringitis
5) Menjalar ke organ lain seperti usus
b. Komplikasi lanjut
1) Obstruksi jalan napas
2) Kerusakan parenkim berat
3) Amiloidosis
4) Karsinoma paru
5) Sindrom gagal napas dewasa
(Waspadji, 2001)

10
9. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Lokasi lesi Tuberculosis umumnya pada daerah apek paru segmen apikal
lobus atau segmen apikal lobus bawah. Tapi juga dapat mengenai lobus bawah
bagian inferior atau daerah hilus. Pada awal penyakit dimana lokasi lesi masih
merupakan sarang-sarang pneumonia gambaran radiologi adalah berupa
bercak-bercak seperti awan dengan batas yang tidak jelas bila telah berlanjut.
Bercak-bercak awan jadi lebih padat dan batasnya jadi lebih jelas, bila lesi telah
diliputi jaringan ikat dan terlihat bayangan berupa bulatan dengan batas yang
jelas dan lesi ini dikenal dengan Tuberkuloma.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah : Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena
hasilnya kadang-kadang meragukan pada saat Tuberkulosis
paru baru muali aktif akan didapatkan jumlah limfosit
masih dibawah normal, LED meningkat, bila penyakit
mulai sembuh jumlah leukosit kembali normal. Dan jumlah
limfosit masih dibawah normal LED mulai turun ke arah
yang normal.
2) Sputum : pemeriksaan sputum penting karena dengan
ditemukannya kuman BTA diagnosis Tuberkulosis sudah
dapat dipastikan dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum
pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air
sebanyak ± 2 liter dan dianjurkan melakukan refleks batuk.
Bila lain sputum sudah didapat kuman BTA pun kadang-
kadang sulit ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila
bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka keluar,
sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah
keluar.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-
kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu
sediaan dengan kata lain diperlikan 5000 kuman dalam 1
ml sputum.
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah :
1) Periksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa
2) Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop
fluoresens (pewarnaan khusus)

11
3) Pemeriksaan dengan biakan (kultur)
4) Pemeriksaan terhadap resistensi obat.
3) Tes Tuberkulin : Periksakan ini masih banyak dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis Tuberkulosis terutama pada anak-
anak (balita)
(Waspadji, 2001)
10. Penatalaksanaan
 Keperawatan
Pengobatan Tuberculosis terutama berupa pemberian obat antimikrobia dalam
jangka waktu lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya
penyakit klinis pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi.
Untuk pengobatan Tuberculosis diberikan paduan obat anti Tuberculosis
untuk menyembuhkan penyakitnya berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis
dahak sebelum pengobatan, riwayat pengobatan sebelumnya dengan obat anti
Tuberculosis dengan tingkat keparahan penyakitnya.
Paduan OAT terdiri dari dua bagian yaitu (fase awal yang harus diminum
secara intensif setiap hari dan fase selanjutnya yang diminum secara berselang atau
intermiten). Fase awal untuk penderita baru BTA positif adalah 2-3 bulan dengan
pemberian obat secara rawat jalan dengan pengawasan yang ketat.
 Medis
Kalnex 1 Ampl/IV
Kodein 3x ½
Dextrometropan 3x1
Diazepam 2x1
Penentuan Kategori Obat
a. Kategori 1 (2 HRZE/4H3R3)
Panduan obat ini diberikan kepada :
1) Penderita baru Tuberculosis Paru dengan BTA positif
2) Penderita sakit berat dengan Tuberculosis Paru BTA negatif yang telah
mengenai pula jaringan di luar paru secara luas dan Tuberculosis,
pericarditis, peritonitis, pleuritis berat, Tuberculosis usus, Tuberculosis
saluran kemih).
a) Fase Awal
Pada fase awal harus diminum tiap hari secara intensif selama 2 bulan
(60 hari) dan diberikan paduan OAT dalam bentuk Kambipak II suatu
kemasan blister obat dosis harian yang terdiri dari (Isoniasid +

12
Rifampisin + Pyrazinamid + Ethambutol). Paduan OAT dengan
menggunakan 4 macam obat esensial dimaksudkan untuk dapat sedapat
mungkin mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Setelah
akhir bulan kedua (akhir fase awal), fase lanjutan hanya akan dimulai
bila hasil pemeriksaan dahak memberikan hasil BTA negatif.
Bila hasil pemeriksaan dahak memberikan hasil BTA positif pada akhir
bulan kedua dengan Kombipak II setiap hari, maka pengobatan fase
awal harus dilanjutkan selama 1 bulan (30 hari) lagi dengan
memberikan paket obat sisipan (HRZE). Jika ternyata setelah diberikan
obat sisipan hasil pemeriksaan dahak menjadi BTA negatif maka mulai
dengan fase lanjutan. Jika hasil pemeriksaan dahak tetap BTA positif,
maka penderita dinyatakan gagal dan pengobatan dimulai awal dengan
OAT kategori 2.
b) Fase Lanjutan
Pada fase lanjutan, penderita harus minum obat 3 kali seminggu selama
4 bulan dan mendapat panduan OAT dalam bentuk Kombipak III suatu
kemasan blister obat dosis harian yang terdiri dari (Isoniasid +
Rifampisin). Bila pada pemeriksaan dahak ulang bulan ke 5 didapatkan
hasil pemeriksaan dapat BTA positif, maka penderita dinyatakan gagal,
pengobatan pindah ke kategori 2 mulai dari awal.
b. Kategori 2 (2 HRZES/HRZE/5 H3 R3 E3)
Paduan obat ini diberikan pada penderita :
1) Kambuh
2) Gagal
a) Fase Awal
Pada fase awal obat harus diminum tiap hari secara intensif selama 3
bulan (90 hari) dan diberikan paduan OAT dalam bentuk kombipak II
suatu kemasan blister obat dosis harian yang terdiri dari (Isoniasid +
Rifampisin + Pyrazinamid + Ethambutol), di samping itu pada 2 bulan
pertama (60 hari) diberikan pula suntikan streptomisin kecuali pada ibu
hamil. Setelah akhir bulan ke 3 (akhir fase awal), fase lanjutan hanya
akan dimulai bila hasil pemeriksaan dahak memberikan hasil BTA
negatif.
Bila hasil pemeriksaan dahak tetap memberikan hasil BTA positif pada
akhir bulan ke 3, maka pengobatan fase awal harus dilanjutkan selama
1 bulan (30 hari) lagi dengan memberikan paket obat sisipan (HRZE)

13
jika ternyata setelah diberikan obat sisipan hasil pemeriksaan dahak
menjadi BTA negatif maka penderita akan mulai dengan fase lanjutan.
Jika hasil pemeriksaan dahak tetap BTA positif, maka penderita
dinyatakan gagal, kemudian tetap diteruskan dengan fase lanjutan.
b) Fase lanjutan
Pada fase lanjutan penderita harus minum obat 3 kali seminggu selama
5 bulan dan diberikan paduan OAT dalam bentuk Kombipak IV suatu
kemasan blister obat dosis harian yang terdiri dari (Isoniasid +
Rifampisin + Ethambutol). Bila pada pemeriksaan dahak ulang bulan
ke 7 didapatkan hasil pemeriksaan dahak BTA positif, maka penderita
dinyatakan gagal dan disebut kronis.
c. Kategori 3 (2 HRZ / 2 H3R3) atau 2 HRZ / 4 H3R3
Paduan obat ini diberikan kepada :
1) Penderita Tuberculosis Paru BTA negatif
2) Penderita Tuberculosis ekstra paru
a) Fase awal
Pada fase awal obat harus diminum tiap hari secara intensif selama 2
bulan (60 hari) dan diberikan paduan OAT dalam bentuk Kombipak I
suatu kemasan blister obat dosis harian yang terdiri dari (Isoniasid +
Rifampisin + Pyrazinamid). Setelah akhir bulan ke 2 (akhir fase awal),
fase lanjutan hanya akan dimulai bila hasil pemeriksaan dahak
memberikan hasil BTA negatif.
Bila pada fase awal hasil pemeriksaan dahak BTA positif, maka
penderita dikatakan gagal dan mulai dengan pengobatan kategori 2 dan
awal.
b) Fase lanjutan
Pada fase lanjutan penderita minum obat 3 kali seminggu sekali selama
2 bulan dan mendapat paduan OAT dalam bentuk Kombipak III suatu
kemasan blister obat dosis harian yang terdiri (Isoniasid + Rifampisin).
Dalam fase lanjutan penderia dengan pengobatan kategori 3 tidak
diperiksa ulang dahak, demikian pula pada akhir pengobatan.

14
d. Paket Sisipan (HRZE)
Paduan ini diberikan pada:
1) Penderita Tuberculosis BTA positif dengan pengobatan kategori 1 pada
pemeriksaan dahak ulang akhir fase awal (akhir bulan ke 2) tetap BTA
positif (tidak terjadi konvensi dari BTA positif menjadi BTA negatif).
2) Penderita Tuberculosis BTA positif dengan pengobatan kategori 2 pada
pemeriksaan dahak ulang akhir fase awal (akhir bulan ke 3) tetap BTA
positif (tidak terjadi konvensi dari BTA positif menjadi BTA negatif).
A. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Proses sistematis dari pengumpulan data dan komunikasi data tentang klien.
(Potter and Perry, 2005).
b. Tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001).
2. Tujuan
Menetapkan dasar data tentang kebutuhan, masalah kesehatan, pengalaman yang
berkaitan dengan praktik kesehatan, tujuan nilai dan gaya hidup yang dilakukan
klien.
3. Tahap-tahap pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Tipe data
Ada 2 tipe data dalam pengkajian yaitu data subjektif dan objektif:
a) Data subjektif
Data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu
situasi dan kejadian. Data subjektif sering didapatkan dari riwayat
keperawatan termasuk persepsi klien, perasaan dan ide tentang status
kesehatannya.

b) Data objektif
Data yang dapat diobservasikan dan diukur data tersebut biasanya di
peroleh selama pemeriksaan fisiknya.
b. Karakteristik Data
Dalam pengumpulan data klien memiliki karakteristik, lengkap, akurat, nyata
dan relevan.
1) Lengkap

15
Seluruh data diperlukan untuk mengidentifikasi masalah keperawatan klien.
Data yang terkumpul harus lengkap guna membantu mengatasi masalah
klien yang adekuat.
2) Akurat dan nyata
Dalam pengumpulan data ada kemungkinan terjadi salah paham. Untuk
mencegah hal tersebut maka perawat harus berpikir akurasi dan nyata untuk
membuktikan benar tidaknya apa yang telah didengar, dilihat dan diawasi
dan diukur melalui pemeriksaan ada tidaknya validasi terhadap semua data
yang sekiranya menggunakan.
3) Relevan
Pencatatan data yang komprehensif biasanya banyak sekali data yang harus
dikumpulkan, sehingga menyita waktu untuk mengidentifikasi.
4) Sumber data
a) Klien
Klien merupakan sumber utama data dan perawat dapat menggali
informasi yang sebenarnya mengenali masalah kesehatan klien.
b) Orang terdekat
Informasi dapat diperoleh dari orang tua, suami dan istri, anak atau
teman klien, jika klien mengalami gangguan keterlambatan
berkomunikasi ataupun kesadaran menurun.
c) Catatan klien
Catatan klien ditulis oleh anggota tim kesehatan dapat dipergunakan
sebagai sumber informasi di dalam riwayat keperawatan.
d) Riwayat penyakit
Pemeriksaan fisik dan catatan perkembangan merupakan riwayat
penyakit yang diperoleh dari krapis.
e) Konsultasi
Kadang-kadang terapis memerlukan konsultasi dengan anggota tim
kesehatan spesialis khususnya dalam menentukan diagnosa medis atau
dalam merencanakan dan melakukan tindakan medis.
f) Hasil pemeriksaan diagnostik
Hasil-hasil pemeriksaan laboratorium dan tes diagnostik dapat
digunakan perawat sebagai data objektif yang dapat disesuaikan dengan
masalah kesehatan klien.

16
g) Catatan medis dan anggota tim kesehatan lainnya
Anggota time kesehatan lain, adalah para perawat yang berhubungan
dengan klien dan memberikan tindakan, mengevaluasi dan mencatat
hasil pada status pasien.
h) Perawat lain
Jika klien adalah rujukan dari pelayanan kesehatan lain, maka perawat
harus meminta informasi kepada perawat yang telah merawat klien
sebelumnya.
i) Kepustakaan
Untuk memperoleh data dasar klien yang komprehensif, perawat dapat
membaca literatur yang berhubungan dengan masalah klien.
5) Metode Pengumpulan data
Ada tiga metode pengumpulan data pada tahap pengkajian yaitu:
komunikasi/wawancara, observasi, pemeriksaan fisik :
a) Wawancara
Menanyakan atau tanya jawab yang berhubungan dengan masalah yang
dihadapi klien dan merupakan suatu komunikasi yang direncanakan
untuk itu kemampuan komunikasi kepada klien sangat dibutuhkan dalam
memperoleh data klien yang diperlukan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan wawancara dengan
melakukan wawancara dengan pasien adalah :
(1) Menerima keberadaan pasien sebagaimana adanya.
(2) Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menyampaikan
keluhan-keluhannya/pendapatnya secara bebas.
(3) Belum melakukan wawancara harus dapat menjamin rasa nyaman
dan nyaman bagi pasien.
(4) Perawat harus bersikap tenang, sopan dan penuh perhatian.
(5) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
(6) Tidak bersifat menggurui.
b) Observasi
Mengamati perilaku dan keadaan pasien untuk memperoleh data tentang
masalah kesehatan dan keperawatan pasien. Observasi dilakukan dengan
menggunakan penglihatan dan diet indra lainnya, melalui rabaan,
sentuhan dan pendengaran.
c) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara diantaranya adalah:

17
(1) Inspeksi
Inspeksi adalah suatu proses observasi yang dilaksanakan secara
sistematik, observasi dilaksanakan dengan menggunakan indra
penglihatan, pendengaran dan penciuman. Sebagai alat untuk
mengumpulkan data. Inspeksi di mulai pada saat berinteraksi dengan
klien dan dilanjutkan dan digunakan pemeriksaan lebih lanjut.
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi :
(a) Ukuran tubuh.
(b) Warna.
(c) Bentuk.
(d) Posisi.
(e) Simetris.
(2) Palpasi
(a) Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indra peraba,
tangan, dan jari-jari adalah suatu instrumen yang sensitif dan
digunakan untuk mengumpulkan data tentang:
(b) Temperatur.
(c) Turgor.
(d) Bentuk.
(e) Kelembaban.
(f) Vibrasi.
(g) Ukuran.
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama palpasi:
(a) Menciptakan lingkungan yang kondusif, nyaman dan santai.
(b) Tangan perawat harus dalam keadaan yang kering dan hangat
serta kuku jari-jari harus dipotong pendek.
(c) Semua bagian yang nyeri dilakukan palpasi yang paling akhir.
(3) Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan dengan jalan mendengarkan suara
yang dihasilkan oleh tubuh dengan menggunakan stetoskopo
(Nursalam, 2001).
Ada empat ciri-ciri yang perlu dikaji dengan auskultasi:
(a) Pitch (dari suara tinggi ke rendah).
(b) Keras (dari suara yang halus ke suara keras).
(c) Kualitatif (meningkat sampai melemah).
(d) Lama (pendek – menengah – panjang).

18
Suara tambahan atau tidak normal yang dapat di auskultasi pada
jantung dan napas meliputi :
(a) Rales : Bunyi yang dihasilkan oleh exudat lengket
saat saluran-saluran halus pernapasan
mengembang pada inspirasi (rales halus,
sedang, pasar) sering terjadi pada
peradangan jaringan paru (pneumonia
TBC).
(b) Ronchi : Media rendah dan sangat kasar terdengar
baik pada inspirasi maupun pada ekspirasi,
ciri khas ronchi adalah akan hilang bila
klien batuk sering di jumpai pada klien
dengan odema paru.
(c) Wheezing : Bunyi musical terdengar “ngiiii..ik” atau
pendek “ngik” bisa dijumpai pada fase
inspirasi dan ekspirasi, sering dijumpai
pada klien dengan bronchitis akut.
(d) Pleural friction Rub : Bunyi yang terdengar “kering” persis
seperti suara gosokan oplas pada kayu.
Sering terjadi pada klien dengan
peradangan plural.
Adapun pemeriksaan secara rinci adalah sebagai berikut :
(a) Keadaan umum klien dan tingkat kesadaran.
(b) Tanda-tanda vital, suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah.
c. Pemeriksaan Anggota tubuh
1) Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala, keadaan ubun-ubun, keadaan rambut, warna dan
kebersihannya dan keadaan kulit kepala.
Palpasi : adanya massa atau bekas-bekas luka.
2) Mata
Inspeksi : Bentuk bola mata, keadaan kelopak mata, keadaan konjungtiva,
sclera, keadaan pupil serta ketajaman penglihatan.
Palpasi : Adanya massa dan peningkatan tekanan bola mata.
3) Telinga
Inspeksi : Daun telinga, keadaan liang telinga, tanda-tanda peradangan,
pengeluaran cairan, dan fungsi pendengaran.

19
Palpasi : Nyeri tekan pada kartilago.
4) Hidung
Inspeksi : Keadaan septum, peradangan, pengeluaran sekret, epitaksis
atau cairan, polip dan kelainan yang terjadi pada hidung.
Palpasi : Adanya tekanan dan massa.
5) Mulut dan tenggorokan
Inspeksi : Keadaan bibir, gusi, gigi, lidah, selaput lendir dan tonsil.
Palpasi : Palatum dan lidah.
6) Leher
Inspeksi : Bentuk leher, adanya pembengkakan, jaringan parut, warna
kulit.
Palpasi : Pembesaran kelenjar limfe, kelenjar tiroid, trakea.
7) Dada
Inspeksi : Bentuk dada, keadaan kulit, retraksi dinding dada, dan buah
dada (Mamae).
Palpasi : Vokal fremitus, getaran dinding dada sewaktu pasien
mengucapkan kata-kata berulang-ulang.
Perkusi : Suara atau bunyi paru-paru.
Auskultasi : Mengkaji aliran udara untuk mengkaji kondisi paru-paru dan
rongga pleura dengan menggunakan stetoskop.
8) Abdomen
Inspeksi : Bentuk warna kulit, keadaan permukaan perut, dan adanya
asites.
Palpasi : Pembesaran hepar, keadaan ginjal, keadaan kandung kemih dan
turgor kulit.
Perkusi : Thympani/pekak adanya penimbunan udara atau cairan.
Auskultasi : Peristaltik usus, bising usus.
9) Ekstremitas
Atas : Keseimbangan ekstremitas, jumlah jari-jari, kekuatan otot, dan
keadaan lain.
Bawah : Keseimbangan ekstremitas, jumlah jari-jari, kekuatan otot, dan
keadaan lain.
10) Genetalia
Kebersihan anus dan alat kelamin. (Priharjo, 2007).
d. Perkusi

20
Suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran,
bentuk dan sebagai alat untuk menghasilkan suara:
Suara-suara yang dijumpai pada pasien perkusi :
1) Sonor : Suara perkusi jaringan yang normal.
2) Redup : Suara perkusi yang lebih padat atau konsolidasi paru-paru seperti
pneumonia.
3) Pekat : Suara perkusi yang pada seperti dada, adanya cairan di rongga
plaura, perkusi daerah jantung dan perkusi daerah hepar.
4) Hiper sonor atau timpani
Suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong seperti daerah
cavum-cavum paru, klien asma kronik terutama bentuk dada akan terdengar
seperti kutukan benda-benda kosong, bergema.
(Nursalam, 2001).
1. Menurut Doengoes (2000), pengkajian keperawatan pada penyakit TB Paru adalah
sebagai berikut :
a. Aktivitas/istirahat
gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, napas pendek karena kerja,
kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari menggigil atau
berkeringat.
Tanda : Tacikardi, dispnea pada kerja, kelemahan otot, nyeri dan sesak.
b. Integritas ego
Gejala : Adanya/faktor lama, masalah keuangan, rumah, pernapasan tak
berdaya/tak ada harapan.
Tanda : Menyangkal, ansietas, ketakutan
c. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan napsu makan, penurunan berat badan
Tanda : Turgor kulit buruk, keringat/kulit bersisik, kehilangan otot/ hilang
lemak subkutan.
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
e. Pernapasan
Gejala : Batuk produktif atau tidak produktif, napas pendek, riwayat
tuberkulosis.

21
Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan, pengembangan pernapasan tidak
simetris, karakter sputum hijau/purulen, mukoid kuning atau bercak
darah.
f. Keamanan
Gejala : Adanya kondisi penekanan imun
Tanda : Demam rendah atau sakit demam akut
g. Interaksi sosial
Gejala : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular
2. Pemeriksaan diagnostik
a. Kultur sputum : Positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif
penyakit.
b. Foto torax : Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas.
Simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan.
Perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk
rongga, area fibrosa.
c. Tes kulit : (PPD. Montoux Potongan Voolmer), reaksi positif area
indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48 – 72 jam setelah
injeksi interdermal antigen, menunjuk infeksi masa lalu
adanya antibody tetapi tidak berarti menunjukkan penyakit
aktif.
(Doengoes, 2000).
3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan tentang masalah
ketidaktahuan atau ketidakmampuan pasien baik dalam memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari maupun dalam penanggulangan masalah kesehatan tersebut
berhubungan dengan penyebab/gejala.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus TB paru yaitu :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental / sekret
darah, kelemahan upaya batuk buruk
b. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak
adekuat, penurunan kerja sillian / statis sekret
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan paru kerusakan
membran alveolar-kapiler.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan
anorexia

22
e. Kebutuhan pembelajaran berhubungan dengan kurang terpasang pada / salah
interprestasi informasi, tidak lengkap informasi yang ada (Doengoes, 2000).
4. Perencanaan/intervensi
a. Pengertian
Rencana keperawatan merupakan mata rantai antara penetapan kebu tuhan
pasien dan pelaksanaan tindakan keperawatan. Dengan demikian rencana
asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat
mengenai rencana tindakan yang dilakukan terhadap pasien sesuai dengan
kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan.
Dalam tahap perencanaan keperawatan ini, perawat menggunakan
keterampilan pemecahan masalah dan menentukan masalah khusus klien.
1) Tujuan
Adapun tujuan perencanaan keperawatan adalah :
a) Sebagai alat komunikasi antara sesama anggota perawatan dan antara
tim kesehatan lainnya.
b) Untuk meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan terhadap
pasien
c) Mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan yang
akan dicapai.
2) Langkah-langkah dalam perencanaan keperawatan terdiri dari 3 bagian:
a) Menetapkan urutan prioritas diagnosa keperawatan
Dalam menyusun prioritas masalah pasien, prioritas tertinggi
diberikan kepada diagnosa keperawatan yang mengancam kehidupan
atau keselamatan pasien. Penentuan prioritas dilakukan karena tidak
semua masalah dapat diatasi dalam waktu bersamaan.
b) Menentukan tujuan asuhan keperawatan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan rencana
keperawatan pasien adalah :
(1) Berdasar masalah/diagnosa keperawatan yang telah dirumuskan.
(2) Merupakan hasil akhir yang ingin dicapai.
(3) Harus objektif atau merupakan tujuan operasional langsung dari
kedua belah pihak (pasien – perawat).
(4) Tujuan perawatan hendaknya sejalan dengan tujuan pasien.
(5) Mencakup tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang.
(6) Mencakup kriteria keberhasilan sebagai dasar evaluasi.
(7) Menjadi pedoman dari perencanaan tindakan keperawatan.

23
c) Menentukan rencana intervensi keperawatan
Adalah langkah-langkah menentukan rencana tindakan keperawatan
yang akan dikerjakan oleh perawat dalam rangka menolong untuk
mencapai suatu tujuan keperawatan. Yang perlu dipertimbangkan hal-hal
sebagai berikut :
(1) Mengidentifikasi alternatif tindakan.
(2) Menetapkan tehnik prosedur keperawatan yang akan digunakan.
(3) Melibatkan pasien dalam menyusun rencana tindakan.
(4) Melibatkan anggota tim kesehatan lainnya.
(5) Mengetahui latar belakang, budaya dan agama pasien.
(6) Mempertimbangkan lingkungan, sumber daya dan fasilitas yang
tersedia.
(7) Memperhatikan kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku.
(8) Tindakan keperawatan yang akan dilakukan harus dapat menjamin
rasa aman pasien.
(9) Mengarah kepada tujuan yang akan dicapai.
(10) Tindakan keperawatan yang dilakukan harus bersifat realistis.
(11) Tindakan keperawatan disusun secara berurutan.
b. Menurut Doengoe (2000) intervensi keperawatan pada kasus TB paru adalah :
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental / sekret
darah, kelemahan upaya batuk buruk
Tujuan : Bersihan jalan nafas tidak efektif dapat teratasi
Intervensi
(1) Kaji fungsi pernafasan seperti : bunyi nafas, kecepatan, irama dan
kedalaman.
Rasional : Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan etelektasis,
ronchi, menunjukkan akumulasi sekret / ketidaknyamanan
untuk membersihkan jalan nafas yang tidak dapat
menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan
meningkatkan kerja pernafasan
(2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif, catat
karakter, jumlah sputum.
Rasional : Pengeluaran sulit, bila sekret sangat tebal, sputum berdarah
kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan paru.

24
(3) Beri posisi semi fowler
Rasional : Posisi semi fowler membantu memaksimalkan ekspansi
paru dan menurunkan upaya pernapasan.
(4) Bersihkan sekret dari mulut dan trachea, penghisapan sesuai keperluan
Rasional : Mencegah obstruksi / aspirasi, pengasapan dapat
diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
(5) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontra
indikasi.
Rasional : Pemasukan tinggi cairan dapat membantu untuk
mengencerkan sekret
(6) Kolaborasi
Rasional : Lembabkan udara / O2 inspirasi
Beri obat-obatan sesuai indikasi
2) Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak
adekuat, penurunan kerja sillian / statis sekret
Tujuan : Resiko terjadinya infeksi, dapat terjadi
Intervensi
(1) Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet
udara selama batuk, bersin, meludah, berbicara, tertawa, menyanyi
Rasional : Membantu pasien menyadar/menerima perlunya
memahami program pengobatan untuk mencegah
pengaktifan berulang / komplikasi
(2) Identifikasi orang lain yang beresiko contoh anggota rumah, teman,
Rasional : Orang-orang yang terajam ini perlu program terapi obat
untuk mencegah penyebaran / terjadinya infeksi
(3) Anjurkan pasien untuk membantu atau bersih dan mengeluarkan pada
tissu dan menghindari meludah.
Rasional : Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran
infeksi
(4) Kaji tindakan, kontrol infeksi sementara seperti masker atau isolasi
pernapasan.
Rasional : Dapat memantau, menurunkan rasa terisolasi pasien dan
membuang stigma sosial berhubungan dengan penyakit
menular
(5) Awasi suhu sesuai indikasi
Rasional : Reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut

25
(6) Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
Rasional : Periode singkat berakhir 2 – 3 hari setelah kemoterapi
awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas sedang,
resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
(7) Kolaborasi tentang pemberian obat anti infeksi isomiazid (inti),
etambutol (myambutal), rifampisin.
Rasional : Kombinasi obat agen anti infeksi di gunakan 2 obat primer
atau satu primer tambah 1 dan sekunder INH dan
rifampisin (selama 9 bulan) dengan ethambutol (selama 2
bulan pertama). Pengobatan cukup untuk TB Paru.
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan paru kerusakan
membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Gangguan pertukaran gas dapat teratasi
Intervensi :
(1) Kaji dispnea, takipnea, tidak normalnya/ menurunnya bunyi nafas,
peningkatan upaya pernapasan
Rasional : TB Paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian
kecil bronchopneumonia sampai inflamasi difus luas,
nekrosis, efusi plural dan fibrosis luas, efek pernapasan
dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai distress
pernapasan.
(2) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catatan sianosis/ perubahan
warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku.
Rasional : Akumulasi sekret / pengaruh jalan nafas dapat
mengganggu aksigenasi organ vital dan jaringan

(3) Tunjukan / dorong bernafas bibir selama eskalasi, khususnya pasien


dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional : Bernafas bibir selama ekhalasi membuat tahanan melawan
udara luar untuk mencegah kolaps/penyempitan jalan nafas
sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan
menghilangkan / menurunkan beratnya gejala.
(4) Tingkatan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan dan
sesuai keperluan
Rasional : Menurunkan konsumsi O2/kebutuhan selama periode
penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.

26
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan
anorexia
Tujuan : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat terpenuhi
Intervensi :
(1) Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit BB dan
derajat kekurangan BB, integritas mukosa oral
Rasional : Berguna dalam mendefinisikan derajat / luasnya masalah
pilihan intervensi yang tepat
(2) Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukasi/tidak disukai
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan / kekuatan
khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat
memperbaiki masukan diet
(3) Awasi masukan / pengeluaran dan berat badan secara periodik
Rasional : Bangunan dalam mengukur keefektifan nutrisi dan
dukungan cairan
(4) Dorong dan berikan periodik istirahat sering.
Rasional : Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan
metabolik meningkat saat demam
(5) Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan
Rasional : Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum atau obat
untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah
(6) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat
Rasional : Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang
tidak perlu/kebutuhan energi dari makan-makanan yang
banyak dan menurunkan iritasi gaster.
(7) Kolaborasi : Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet, awasi
pemeriksaan laboratorium, seperti BUN, protein serum dan albumin
Rasional : Dengan kolaborasi rujuk ke ahli diet memberikan bantuan
dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk
kebutuhan metabolic dan diet
5) Kebutuhan pembelajaran berhubungan dengan kurang terpasang pada / salah
interpretasi informasi, tidak lengkap informasi yang ada
Tujuan : Kebutuhan pembelajaran dapat terpenuhi

27
Intervensi :
(1) Kaji kemampuan pasien untuk belajar seperti : tingkat takut, masalah,
kelemahan, tingkat partisipasi, lingkungan terbaik dimana pasien dapat
belajar
Rasional : Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan
ditingkatkan pada tahapan individu
(2) Tekankan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan diet
karbohidrat dan pemasukan cairan adekuat
Rasional : Memenuhi kebutuhan metabolic membantu meminimalkan
kelemahan dan meningkatkan penyembuhan. Cairan dapat
mengencerkan / mengeluarkan sekret.
(3) Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk
rujukan seperti jadwal obat
Rasional : Informasi tertulis menurunkan hambatan pasien untuk
mengingat sejumlah besar informasi, mengingat
pengulangan belajar
(4) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan
alasan pengobatan lama.
Rasional : Meningkatkan kerjasama program pengobatan dan
mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi
pasien
(5) Tekankan kebutuhan untuk tidak minum alkohol sementara minum INH
Rasional : Kombinasi INH dan alkohol telah menunjukkan
peningkatan insiden hepatitis.
(6) Kaji bagaimana TB dapat ditularkan dan bahaya reaktivasi
Rasional : Pengetahuan dapat menurunkan resiko penularan
/reaktivasi ulang. Komplikasi sehubungan dengan
reaktivasi termasuk kavitasi, pembentukan abses
hemophisis, fistula bronco pleural
Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan adalah:
 Tindakan Keperawatan
a. Tahap persiapan
1) Memahami rencana asuhan keperawatan.
2) Memanfaatkan kemampuan dalam melaksanakan tindakan keperawatan.
3) Menguasai keterampilan teknis keperawatan.
4) Mengetahui standar praktek asuhan keperawatan untuk mengukur keberhasilan.

28
5) Mengetahui efek samping dan komplikasi yang mungkin timbul.
b. Tahap pelaksanaan
1) Sikap yang meyakinkan.
2) Memperhatikan keselamatan pasien.
3) Memperhatikan keamanan dan kenyamanan pasien.
4) Pencegahan komplikasi.
5) Pertimbangan nilai dan etika.
6) Peka terhadap respon klien.
7) Bertanggung jawab.
5. Implementasi
Implementasi adalah melaksanakan rencana tindakan sesuai dengan rencana
pada masing-masing diagnosa keperawatan yang telah ditetapkan dengan maksud
untuk memenuhi kebutuhan dasar klien.
6. Evaluasi
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian ulang
rencana keperawatan atau mengukur keberhasilan dan rencana dan pelaksanaan
tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasien secara
optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
a. Tujuan
a. Menentukan kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yang ditentukan.
b. Menilai keefektifan rencana keperawatan/strategi asuhan keperawatan.
b. Hal-hal yang dievaluasi
1) Apakah askep tersebut efektif.
2) Apakah tujuan keperawatan dapat dicapai dalam tingkat tertentu.
3) Adakah perubahan perilaku pasien seperti yang diharapkan.
4) Strategi manakah yang efektif.
c. Penafsiran hasil evaluasi
1) Tujuan tercapai.
2) Tujuan sebagian tercapai.
3) Tujuan sama sekali tidak tercapai.
4) Timbul masalah baru.
7. Dokumentasi
Asuhan keperawatan perlu didokumentasikan untuk menghindari
pemutarbalikan dan mencegah kehilangan informasi dan agar dapat dipelajari
perawat lain.

29
Semua tahap dalam proses keperawatan harus didokumentasikan di dalam format
yaitu :
a. Data-data yang dikumpulkan.
b. Diagnosa keperawatan.
c. Tujuan yang dapat diukur.
d. Rencana perawatan.
e. Intervensi.
f. Respon klien.
g. Perbaikan dalam diagnosa akhir. (Nursalam, 2001).

30
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI

AHMAD MUSHAWWIR
4113069

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN X


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2014

31
LAPORAN PENDAHULUAN
KOCH PULMONAL

ISMAYANI SYARIF
4113069

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN X


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2014

32
33

Anda mungkin juga menyukai