Anda di halaman 1dari 4

PERGUMULAN DUA AKHLAK

Oleh Gayatri

Ayahnya memberi nama Fadli. Pemuda yang tumbuh menjadi anak yang pandai mengaji
dan hampir tidak pernah keluar rumah. Ya, Fadli adalah anak satu-satunya dari keluarga
Seno Soedarman. Seorang pemilik perkebunan sawit di Kalimantan bagian Tengah.
Namanya tersohor sebagai seorang pengusaha kaya yang sukses, baik dalam membina
usahanya, maupun keluarganya. Pak Seno, begitu Ia akrab disapa. Tidak ingin anak semata
wayangnya terjerumus pada kehidupan masa remaja yang salah. Dari kecil Fadli dididik
menjadi pemuda soleh yang selalu patuh pada orang tuanya. Tidak hanya itu, Fadli bahkan
lebih memilih untuk mondok disebuah pesantren sambil tetap bersekolah. Cita-citanya
sederhana, menjadi guru agama.
Suatu hari kedua orang tua Fadli menyiapkan acara syukuran untuk menyambut Fadli
yang sudah lulus kuliah di pesantren dan berencana untuk mengajar di salah satu pondok
di desanya. Fadli yang datang dengan raut bahagia memeluk kedua orang tuanya tanda
rindu yang selama ini Ia pendam. Akhirnya, keluarga kecil tersebut dapat bersatu kembali.
Kali ini Fadli berjanji untuk membahagiakan dan meneruskan usaha orang tuanya.
Fadli memang pemuda yang pandai. Namun, dirinya tidak menyadari bahwa kepandaian
juga diukur dari tingkat pengalaman terhadap lingkungan. Lingkungan di pesantren yang
sangat dijaga, jauh berbeda dengan lingkungannya sekarang yang serba bebas dan
terbuka. Beberapa kawan seangkatan Fadli bahkan sudah banyak yang terjerumus pada
pergaulan bebas. Fadli yang lugu dan polos tidak mengerti bahwa ancaman akhlak bisa
datang dari mana saja.
Menikmati waktu mengajarnya, Fadli mulai mengenal lawan jenis yang berbeda dengan
masa-masa dia di pesantren. Perempuan di tempatnya mengajar sudah berbeda dari
penampilan dan cara berkomunikasi. Fadli sempat heran dengan kenyataan disana bahwa
tidak semua perempuan menutupi auratnya meski seorang muslim.
Fadli mulai melihat fakta bahwa kehidupan yang bebas sepertinya lebih membahagiakan
bagi mereka yang menjalaninya. Suatu ketika Fadli bertemu dengan teman masa kecilnya
dulu. Sifa namanya. Sifa adalah seorang pegawai bank yang baru saja tamat kuliah.
Berbeda dengan Fadli, Sifa lebih terlihat supel dan mudah bergaul meskipun dengan lawan
jenis. Fadli melihat Sifa dari cara pandang yang sudah tidak seperti dulu lagi. Fadli jatuh
hati pada teman masa kecilnya itu.

Sedikit demi sedikit keduanya pun dekat dan memutuskan untuk menjalin hubungan. Fadli
bahkan ingin segera menjadikan Sifa sebagai istri karena menurut Islam hal tersebut jauh
lebih baik dari pada lama-lama berpacaran. Fadli melamar Sifa pada suatu malam yang
sudah Ia persiapkan dengan berbagai hidangan makan malam di sebuah rumah makan.
Sifa yang melihat Fadli dengan kasihan akhirnya memutuskan untuk menerima pinangan
itu meski dirinya telah memiliki seorang kekasih. Fadli tidak mengetahui jikalau Sifa dan
Sultan sudah berpacaran jauh sebelum Fadli kembali dari pesantren. Hanya saja Sifa
menunggu saat untuk Sultan kembali dari tugasnya di kapal pesiar. Sementara Sifa dengan
keresahannya. Fadli justru tengah berbahagia menyiapkan hari pernikahannya.
Hari berganti hari dan tibalah saatnya esok adalah hari pernikahan keduanya. Tinggal
beberapa jam saja, Sifa akan sah menjadi menantu pengusaha perkebunan terkaya.
Namun, kenyataan pahit justru diterima Fadli dan keluarganya. Tanpa diduga malam
sebelum pernikahan berlangsung, Fadli mendapat kabar bahwa Sifa memutuskan untuk
membatalkan pernikahan tersebut secara sepihak. Yang lebih menyakitkan bagi Fadli
adalah berita kaburnya Sifa dengan pemuda kapal pesiar yang belakangan diketahui
sebagai kekasih Sifa.
Terjadi perubahan yang cukup besar dalam diri Fadli. Dirinya mulai sering marah-marah
dan berkata kasar pada orang tuanya. Tidak hanya itu, Fadli bahkan berani membantah
omongan Ayahnya yang dulu tidak pernah dia lakukan. Semua itu kemungkinan besar
berasal dari peristiwa gagalnya pernikahan dengan wanita yang dicintainya. Sifa sudah
tidak lagi berkabar dan menghilang entah kemana, keluarganya pun tidak tahu kemana
putri sulung mereka pergi.
Fadli mulai bergaul dengan beberapa preman bahkan ikut serta jika ada acara minum-
minum di balai dusun. Kedua orang tuanya tidak berani memarahi Fadli karena takut
dipukul seperti beberapa hari sebelumnya. Fadli bahkan mulai berani mengajak gadis-
gadis yang bekerja di karaoke kerumahnya. Kedua orang tua Fadli terpaksa tega
mengusirnya karena tidak tahan melihat prilaku putranya itu. Fadli semakin beringas dan
memutuskan untuk pergi dari rumahnya tanpa mengakui lagi Pak Seno sebagai ayah
kandungnya.
Hidup Fadli terlunta di luar sana. Dirinya hanya mengandalkan uang dari hasil memeras
beberapa pedagang di pasar tempatnya sering berkumpul bersama teman-teman
premannya. Fadli bahkan sering terlihat tidur di kolong meja dimana meja tersebut
digunakan untuk berjualan pada keesokan harinya. Beberapa pedagang yang tidak
menyukainya melaporkan pemerasan yang dilakukan oleh kelompok Fadli agar mereka
jera. Fadli dicari oleh petugas kepolisian yang menangani kasus preman di pasar-pasar
tradisional.
Sampai pada suatu pagi Fadli kepergok sedang memeras pedagang sayur di sebuah gang
sempit dekat pasar. Petugas yang mengetahui tindakan tersebut segera mengejar Fadli.
Fadli berlari dengan kencangnya hingga tanpa disadari dia menyeberang tanpa melihat
kanan dan kiri. Sebuah truk bermuatan karung beras menabrak Fadli yang seketika
meninggal di lokasi. Petugas yang menangani kasus tersebut mengabarkan kepada Pak
Seno beserta istrinya. Betapa terpukul hati kedua orang tuanya saat tahu kondisi Fadli.
Namun, mereka dengan ikhlas memaafkan sopir truk tanpa menuntut apapun, ikhlas
memaafkan anak mereka Fadli.
Fadli hanya salah menyikapi kenyataan. Pergaulan yang diperolehnya dulu di pesantren
hanya dijadikan sebagai tontonan dan bukan sebagai perbaikan iman. Fadli seolah merasa
merana seorang diri. Dirinya tidak menyadari bahwa kesedihan yang dialaminya itu tidak
ada apa-apanya dibandingkan dengan luasnya lautan.
TAMAT.
KECUPAN DI BATU NISAN
Oleh Gayatri

Fahri, nama pemuda asal Minangkabau yang bekerja sebagai pembuat perahu cadik. Fahri
hanya pemuda desa yang selalu bermimpi dapat membahagiakan kedua orang tuanya.
Fahri berasal dari keluarga miskin yang sederhana. Namun, Fahri sungguh pandai.
Menomorsatukan pendidikan dan spiritualitasnya. Dia dikenal sebagai pemuda yang baik
budi dan pandai membaca Al-Quran. Suaranya sangat indah saat menggema melantunkan
ayat suci tersebut. Jikalau tidak ada pesanan perahu atau perbaikan, Fahri ikut bekerja
sebagai penjaga kebun dirumah seorang saudagar kaya bernama Sultan Mahmud.

Sultan Mahmud memiliki seorang putri yang bernama Siti. Disinilah mereka bertemu dan
akhirnya timbul perasaan cinta antara keduanya. Namun, Fahri mengetahui jalinan
kasihnya hanya bisa diangan-angan saja. Siti adalah putri saudagar kaya yang sudah
melenggang hingga keluar negeri. Tidak mungkin bisa keluarganya mengimbangi Siti.
Tetapi ketika cinta sudah menjadi kuat hingga ke akarnya sepertinya Siti tidak peduli.
Fahri sebagai seorang tukang kebun terkadang juga merangkap sopir dan sebagainya.
Dirumah Sultan Mahmud, dirinya diterima dengan baik. Waktu pun berlalu. Hingga pada
suatu pagi, Sultan Mahmud mendengar kabar tentang hubungan Fahri dengan anaknya.
Sultan Mahmud meminta Fahri untuk pergi jauh dari rumahnya dan mempekerjakannya di
ladang peternakan. Sultan Mahmud tidak tega mengusir Fahri karena kebaikan orang
tuanya dulu. Dia hanya memindahkan Fahri ke ladang ternak sapi miliknya yang jauh dari
tempatnya sekarang. Sultan Mahmud berharap dengan jarak yang jauh tersebut, Siti bisa
mudah melupakan Fahri.

Hari demi hari berlalu, bulan berganti. Siti yang merasa bahwa pemindahan Fahri adalah
karena keinginan ayahnya untuk memisahkan mereka tetap berniat untuk menunggu. Siti
tidak pernah mengetahui bahwa setiap minggunya Fahri selalu berkirim surat. Ya, Fahri
menitipkan surat pada Mbok Gimah. Namun, karena Mbok Gimah yang menaruhnya hanya
di atas meja Siti, surat tersebut diketahui oleh Sultan Mahmud. Akhirnya, Mbok Gimah
selalu menyampaikan surat mingguan Fahri kepada ayahanda Siti itu karena takut dipecat.

Dalam surat yang disampaikannya selama beberapa minggu, Fahri meminta jawaban Siti
untuk mau menikah dengannya setelah Fahri sukses nanti. Fahri yang menunggu balasan
surat tak kunjung mendapatkan jawaban dari Siti, sehingga Ia jatuh sakit. Sakitnya
didiagnosis oleh dokter adalah penyakit paru-paru yang sudah kronis dan membutuhkan
operasi untuk membersihkan organ dalamnya. Sementara disisi lain Siti yang merasa tak
kunjung mendapatkan kabar dari Fahri mulai gundah dan menganggap bahwa Fahri hanya
mempermainkan dirinya. Sultan Mahmud ayahnya, juga telah berniat untuk menikahkan
Siti dengan pengusaha batu bara yang kaya raya. Masih muda, Raffi nama pengusaha itu.
Siti pun tak bisa menolak karena itu keinginan ayahnya. Siti mencoba memberi kabar
kepada Fahri dengan berkirim surat ke rumah orang tua Fahri. Namun, tanpa diketahui
oleh Siti, kedua orang tua Fahri sudah terlebih dulu pindah ke tempat lain untuk merawat
Fahri yang saat itu memang tengah sakit-sakitan. Siti pun menganggap semuanya sia-sia
saja.
Pada akhirnya Siti menerima pinangan Raffi dan menyetujui perjodohan tersebut.

Hari yang dilalui Fahri sungguh memilukan. Beberapa kali dirinya mengalami sakit
dibagian dada, Fahri hanya menahan sakitnya sambil sesekali menyebut nama Siti. Fahri
hanya ingin bertemu dengan Siti untuk terakhir kalinya. Ia ingin bertanya alasan Siti tak
sudi menjawab semua surat yang dikirimkannya setiap minggu. Hingga pada suatu pagi,
Mbok Gimah yang merasa kasihan pada Fahri dan Siti menemui Fahri sesaat menjelang
ajalnya. Mbok Gimah menceritakan bagaimana surat tersebut tidak pernah sampai ke
tangan Siti. Mbok Gimah meminta maaf dan berjanji akan mengakui semuanya meski
sudah terlambat.
Fahri yang mendengar kabar tersebut sangat kecewa. Hanya karena harta mereka
dipisahkan sampai hayat. Fahri memaafkan Mbok Gimah dengan satu syarat yaitu
menyampaikan pesan terakhir Fahri dalam sebuah surat. Surat tersebut ditulis Fahri,
bahkan sesaat sebelum mengakhiri tulisannya Fahri mengeluarkan batuk disertai darah
yang sedikit tumpah pada kertas yang berisi tulisannya. Sesaat kemudian Fahri
menghembuskan napas terakhir disamping kedua orang tuanya dan Mbok Gimah.

Sepanjang perjalanan Mbok Gimah dihantui perasaan bersalah dan menyesal. Apalagi
Fahri berpesan untuk menyampaikan surat itu saat anak dalam kandungan Siti lahir. Ya,
Siti mengandung anak dari Rafii, suaminya yang dijodohkan oleh ayahnya. Meskipun Raffi
termasuk orang yang pemarah dan memiliki akhlak yang buruk, Siti tetap
menghormatinya sebagai suami apalagi dengan anak yang dikandungannya. Siti hanya
ingin menjadi ibu dan istri yang baik.
Enam bulan pun berlalu. Tepat disaat subuh menggema di beberapa masjid, Siti
melahirkan bayi pertamanya yang diberi nama Azzam. Seketika itu pula, Mbok Gimah yang
tengah merawat Siti berniat untuk memberitahukan pesan terakhir dari Fahri. Namun,
karena kondisi Siti yang masih lemah Mbok Gimah mengurungkan niatnya itu.

Pada suatu hari saat Mbok Gimah tengah asik menyuapi Azzam, Siti tidak sengaja masuk ke
kamar Mbok Gimah dan melihat surat yang memang tengah dibawa di genggaman Mbok
Gimah. Surat itu rencananya akan diberikan mengingat kondisi Siti yang sudah pulih. Mbok
Gimah meminta maaf pada Siti, tidak ada yang bisa Siti lakukan selain meratapi surat
terakhir dari Fahri tersebut. Siti nekat pergi ke makam orang yang paling dicintainya itu.
Sang ayah, Sultan Mahmud tidak bisa mencegah keinginan anaknya karena dia pun tahu
Fahri sudah tiada.

Sesampainya di batu nisan makam Fahri Siti bahkan ingin mengakhiri hidupnya dengan
membenturkan kepalanya hingga berdarah-darah. Niat tersebut kemudian dihalangi oleh
Raffi yang menyusulnya ke makam. Raffi yang berjanji ingin berubah sejak kelahiran anak
mereka juga mengungkapkan permohonan maaf diatas nisan Fahri. Kesadaran Siti kembali
seusai membaca ulang surat digenggamannya. Di pesan terakhir Fahri meminta Siti untuk
hidup bahagia dengan keluarga kecilnya. Siti tidak diperbolehkan bersedih demi kisah
mereka. Akhirnya, Siti pun hanya bisa mengecup nisan Fahri untuk yang terakhir dan
berjanji akan memenuhi keinginan Fahri untuk bahagia dengan suami dan anaknya saat
ini.

TAMAT.

Anda mungkin juga menyukai