Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN MINGGUAN

PRAKTIKUM BIOKIMIA DAN ZAT GIZI PANGAN

ACARA II
STABILITAS EMULSI
ACARA II
STABILITAS EMULSI

Latar belakang

Pangan merupakan campuran dari beberapa bahan menjadi satu. Banyak


campuran tersebut merupakan campuran antara zat cair dengan zat cair lainnya.
Campuran seperti itu biasa disebut emulsi. Menurut Sahin (2006) sebuah emulsi
merupakan system koloid yang mana cairan terdispersi sebagai tetesan pada cairan
lainnya yang mana keduanya tidak dapat bersatu. Emulsi dapat diklasifikasikan
sebagai emulsi minyak dalam air dan emulsi air dalam minyak. Pada emulsi minyak
dalam air, minyak terdispersi pada air sebagai tetesan atau droplets.
Stabilitas emulsi bergantung terhadap beberapa hal antara lain viskositas
fase kontinyu, adanya emulsifier, ukuran tetesan, dan perbandingan antara fase
terdispersi dengan fase kontinyu
. Pada system emulsi diperlukan emulsifier untuk membuatnya stabil. Emulsifier
merupakan surfaktan yang bersifat amphiphilic yang mana memiliki dua sisi yaitu
polar dan non polar. Kedua bagaian tersebut akan menarik kedua zat pada system
emulsi sehingga dapat menyatu. Contoh emulsifier yang biasa digunakan adalah
lesitin, monogliserida polisorbat dan lain-lain. (Sahin, 2006).
Banyak hal yang dapat mempengaruhi stabilitas emulsi seperti yang telah
disebutkan sebelumnya. Stabilitas emulsi dibutuhkan selama penyimpanan. Pada
waktu pencampuran kedua cairan pada system koloid dibutuhkan gerakan seperti
pengocokan untuk mencampur kedua bahan dengan baik. Oleh karena itu, perlu
diketahui apa saja faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi terutama faktor lama
pengocokan dan waktu penyimpanan terhadap kestabilan emulsi.

Tujuan Paktikum

Adapun tujuan dari prkatikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama
pengocokan dan lama simpan terhadap stabilitas emulsi.
TINJAUAN PUSTAKA

Emulsi merupakan system koloid yang mana cairan terdispersi sebagai


tetesan pada cairan lainnya yang mana keduanya tidak dapat bersatu. Emulsi dapat
diklasifikasikan sebagai emulsi minyak dalam air dan emulsi air dalam minyak.
Pada emulsi minyak dalam air, minyak terdispersi pada air sebagai tetesan atau
droplets. Stabilitas emulsi bergantung terhadap beberapa hal antara lain viskositas
fase kontinyu, adanya emulsifier, ukuran tetesan, dan perbandingan antara fase
terdispersi dengan fase kontinyu. Pada sistem emulsi diperlukan emulsifier untuk
membuatnya stabil (Sahin, 2006).

Emulsifier merupakan zat yang dapat mempertahankan disperse lemak di


dalam air atau sebaliknya. Misalnya dalam mayonnaise, lemak da air akan terpisah
tanpa adanya emulsifier. Emulsi mayonnaise dapat dipertahankan dengan adanya
kuning telur. Zat terpenting yang ada pada kuning telur yang dapat
mempertahankan emulsi adalah fosfolipida, diantaranya adalah lesitin. Lesitin
memiliki struktur seperti lemak, tetapi mengandung asam fosfat dan memiliki
muatan polar dan non polar. Muatan polar bersifat hidrofilik dan muatan non polar
bersifat lipofilik (Muchtadi, 2013).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi, salah satunya


adalah viskositas. Hubungan antara viskositas dan stabilitas emulsi adalah semakin
kental suatu emulsi maka stabilitasnya semakin meningkat. Minyak dalam emulsi
merupakan komponen utama dalam proses pembentukan. Densitas yang rendag
dari minyak dapat menimbulkan masala ketidakstabilan emulsi melalui mekanisme
creaming, flocculating dan coalescence. Pada umumnya produk emulsi akan
semakin kental dengan meningkatnya konsentrasi minyak (Fatimah, 2012).

Stabilitas emulsi menunjukkan suatu kestabilan bahan, dimana emulsi yang


terdapat dalam bahan tidak memiliki kecenderungan untuk membentuk suatu
lapisan terpisah. Kestabilan emulsi pada skin lotion dipengaruhi oleh faktor
mekanis, temperature dan proses pembentukan emulsi. Homogenitas system emulsi
dipengaruhi oleh teknik atau cara pencampuran yang dilakukan serta alat yang
digunakan pada proses pembuatan emulsi. Perubahan kimia yan dapat terjadi pada
emulsi yaitu perubahan warna dan bau, sedangkan perubahan fisika yang terjadi
yaitu oemisahan fase dan peretakan (Purwaningsih, 2014).

Protein dapat menstabilkan emulsi dengan menjembatani antara air dan


lemak. Hal ini disebabkan protein memiliki sifat hidrofilik dan hidrofobik. Sifat
emulsifikasi protein ini sangat penting dalam proses pembuatan salad dressing,
sosis saus dan lain sebagainya. Aktivitas emulsi protein adalah kemampuan protein
mengambil bagian dalam pembentukan emulsi dan dalam menstabilkan emulsi
yang baru terbentuk. Kapasitas emulsi adalah kemampuan larutan atau suspense
protein untuk mengemulsikan minyak, sedangkan stabilitas emulsi adalah
kemampuan droplet emulsi untuk tetap terdispersi tanpa mengalami koalesens,
flokulasi dan creaming ( Kusnandar, 2010).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 26 Juni 2018 di


Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan, Fakultas Teknologi Pangan dan
Agroindstri, Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum

a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pipet
tetes, rubber bulb, pipet volum, tabung reaksi, tempat tabung reaksi, dan
labu Erlenmeyer.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah
minyak, cuka, putih telur dan kuning telur.
Prosedur Kerja

Disiapkan alat dan bahan

Dimasukkan bahan-bahan seperti minyak, cuka dan telur


ke dalam abung reaksi sesuai perlakuan

Dikocok tabung reaksi sebanyak 50 kali dan 100 kali

Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi selama t=5,10


dan 15 menit
HASIL PENGAMATAN

Tabel 2.1. Hasil Pengamatan Pengaruh Lama Pengocokan dan Waktu


Penyimpanan Terhadap Kestabilan Emulsi
Perlakuan Waktu Waktu Penyimpanan (Menit) Keterangan
Pengocokan 5 10 15
Tabung 1 + ++ +++ Pemisahan semakin
meningkat
Tabung 2 - + ++ Intensitas pemisahan
meningkat
Tabung 3 50 x - - - Belum terjadi
pemisahan
Tabung 4 + ++ ++++ Pemisahan sangat jelas
Tabung 5 + ++ +++ Pemisahan semakin
meningkat
Tabung 1 + ++ +++ Pemisahan semakin
meningkat
Tabung 2 - - + Mulai terjadi
pemisahan
Tabung 3 100 x - - - Belum terjadi
pemisahan
Tabung 4 + ++ ++++ Pemisahan sangat jelas
Tabung 5 + + ++ Intensitas pemisahan
meningkat
Keterangan:
- = Belum terjadi pemisahan
+ = Mulai terjadi pemisahan
++= Intensitas pemisahan meningkat
+++= Pemisahan semakin meningkat
++++= Pemisahan sangat jelas
PEMBAHASAN

Emulsi merupakan system koloid yang mana cairan terdispersi sebagai


tetesan pada cairan lainnya yang mana keduanya tidak dapat bersatu. Emulsi dapat
diklasifikasikan sebagai emulsi minyak dalam air dan emulsi air dalam minyak.
Pada emulsi minyak dalam air, minyak terdispersi pada air sebagai tetesan atau
droplets (Sahin, 2006). System emulsi membutuhkan kestabilan agar tetap dapat
mempertahankan kondisi fase terdispersi dan pendispersi yang ada. Menurut
Kusnandar (2010), stabilitas emulsi merupakan kemampuan droplet emulsi untuk
tetap terdispersi tanpa mengalami koalesens, flokulasi dan creaming. Dimana
koalesens, flokulasi dan creaming merupakan gangguan kestabilan pada suatu
system emulsi.
Sebuah system emulsi akan melalui proses emulsifikasi untuk membentuk
emulsi. Emulsifikasi merupakan proses terbentuknya emulsi dimana emulsi adalah
campuran antara partikel-partikel suatu zat cair denganzat cair lainnya dan tidak
saling bercampur. Agar saling tercampur dengan baik, dibutuhkan zat yang
bernama emulsifier (Cicilia, 2018). Menurut Sahin (2006), emulsifier merupakan
surfaktan yang bersifat amphiphilic yang mana memiliki dua sisi yaitu polar dan
non polar. Kedua bagaian tersebut akan menarik kedua zat pada system emulsi
sehingga dapat menyatu. Contoh emulsifier yang biasa digunakan adalah lesitin,
monogliserida polisorbat dan lain-lain.
Mekanisme terbentuknya emulsi menurut Kusanandar (2010) adalah
dengan turunnya tegangan interfasial. Emulsifier seperti misalnya protein
merupakan surface-active agents yang efektif karena memiliki kemampuan untuk
menurunkan tegangan interfasial antara komponen hidrofobik dan hidrofilik pada
bahan pangan. Berdasarkan mekanisme hidrofobisitas, protein ampifilik yang
memiliki hidrofobisitas permukaan yang tinggi, diadsorpsi pada permukaan
minyak/air. Protein yang diadsorbsi pada permukaan minyak/air. Protein yang
diadsorpsi ini menurunkan tegangan interfasial yang membantu terbentuknya
emulsi.
Praktikum kali ini melihat pengaruh lama pengocokan dan waktu
penyimpanan terhadap kestabilan emulsi. Perlakuan yang dilakukan adalah sebagai
berikut, untuk tabung reaksi 1 ditambahkan 2 mL minyak dan 2 mL cuka, tabung
reaksi 2 ditambahkan 6 mL minyak dan 2 mL cuka, tabung reaksi 3 ditambahkan 6
mL minyak, 2 mL kuning telur dan 2mL cuka, tabung reaksi 4 ditambahkan 6 mL
minyak, 2 mL putih telur dan 2 mL cuka dan tabung reaksi 5 ditambahkan 6 mL
minyak, 2 mL kuning telur dan 2mL air. Semua tabung dikocok dengan 2 variasi
lama pengocokan yaitu 50 kali dan 100 kali. Setelah dikocok diamati perubahan
yang terjadi selama 5 menit, 10 menit dan 15 menit.
Berdasarkan hasil pengamatan yang didapatkan, pada pengocokan selama
50 kali dan 100 kali pada tabung satu sampai lima hasil dihasilkan sama. Hal
tersebut menunjukkan bahwa lama pengocokan tidak berpengaruh teradap
kestabilan emulsi. Pada tabung reaksi 1 pemisahan yang semakin meningkat antara
cuka dan minyak, pada tabung dua intensitas pemisahan meningkat pada akhir dan
belum terjadi pada awal atau menit ke 5. Hal ini disebabkan karena jumlah minyak
yang lebih banyak dari cuka, jadi emulsi yang terbentuk pada awalnya lebih banyak
sehingga lebih lama terpisah. Pada tabung tiga yang diberi tambahan kuning telur
tidak terjadi pemisahan karena memang pada dasarnya kuning telur mengandung
lesitin yang merupakan suatu jenis protein yang dapa berperan sebagai agen
pengemulsi sehingga dapat menstabilkan emulsi yang terbentuk antara cuka dengan
lemak. Pada tabung keempat dan lima pemisahan terjadi sanagat jelas dan
meningkat. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya bahan penambahan yang bersifat
sesuai. Pada kedua tabung tersebut ditambahkan putih telur yang tidak memiliki
sifat sebagai agen pengemulsi.
Emulsi dasar terbentuk ketika air dan minyak dicampur bersama-sama.
Mengaduk campuran ini dapat membagi minyak menjadi partikel kecil karena
bercampur dengan air. Setelah beberapa waktu, partikel minyak dapat mulai
menggabungkan kembali dan membentuk lapisan di atas molekul air. Perilaku
koloid atau emulsi dalam hal pemisahan atau membentuk beberapa lapisan hanya
karena fakta bahwa dua cairan tidak bisa sama-sama dicampur antara satu sama
lain. Inilah sebabnya mengapa beberapa orang menyebut proses emulsi sebagai
“parsial” atau sementara.
Meurut Sahin (2006), stabilitas emulsi bergantung terhadap beberapa hal
antara lain viskositas fase kontinyu, adanya emulsifier, ukuran tetesan, dan
perbandingan antara fase terdispersi dengan fase kontinyu. Stabilitas emulsi juga
dapat dipengaruhi oleh jumlah protein dalam preparasi. Sedangkan menurut hasil
pengamatan, faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil pengamatan adalah
adanya bahan penambahan, jenis bahan yang ditambahkan atau sifat bahan
penambahnya apakah dapat berperan sebagai agen pengemulsi atau tidak, jumlah
bahan yang ditambahkan, rasio bahan dan lain sebagainya.
Jenis-jenis emulsi yaitu emulsi air dalam minyak (w/o) seperti misalnya
mentega dan margarin. Emulsi minyak dalam air (o/w) seperti misalnya santan dan
susu. Emulsi sangat penting dalam dunia pangan, karena sebagian besar produk
pangan merupakan emulsi yaitu campuran beberapa bahan yang distabilkan oleh
adanya stabilizer dan emulsifier ataupun keduanya. Pada daftar komposisi makanan
yang sering kita jumpai, emulsifier yang digunakan adalah lesitin kedelai.
Pembentukan emulsi akan mengahsilkan produk dengan nilai sensoris yang lebih
baik.
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat ditarik


kesimpulan sebagai berikut :
1. Emulsi merupakan system koloid yang mana cairan terdispersi sebagai
tetesan pada cairan lainnya yang mana keduanya tidak dapat bersatu..
2. Stabilitas emulsi merupakan kemampuan droplet emulsi untuk tetap
terdispersi tanpa mengalami koalesens, flokulasi dan creaming
3. Mekanisme terbentuknya emulsi adalah dengan menurunkan tegangan
interfasial. antara komponen hidrofobik dan hidrofilik pada bahan pangan.
4. Emulsi paling stabil terbentuk pada tabung reaksi 3 yaitu dengan
penambahan kuning telur dan lama pengocokan tidak berpengaruh.
5. Stabilitas emulsi bergantung terhadap beberapa hal antara lain viskositas
fase kontinyu, adanya emulsifier, ukuran tetesan, dan perbandingan antara
fase terdispersi dengan fase kontinyu.
DAFTAR PUSTAKA

Fatimah, F., J.Rorong, S. Gugule, 2012. Stabilitas dan Viskositas Produk Emulsi
Virgin Coconut Oil-Madu. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 23(1): 75-
80.
Kusnandar, F., 2010. Kimia Pangan: Komponen Makro. Dian Rakyat. Jakarta

Muchtadi, T.R., dan Sugiyono, 2014. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan.
Alfabeta. Bandung.

Purwaningsih, S., E. Salamah, T.A., Budiarti, 2014. Formulasi Skin Lotion dengan
Penambahan Karagenan dan Antioksidan Alami dari Rhizophora mucronata
Lamk. Jurnal Akuatika 5(1): 55-62.
Sahin, S., S.G., Sumnu, 2006. Physical Properties of Foods. Springer.New York.

Anda mungkin juga menyukai