Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN TETAP

KIMIA HASIL PERTANIAN

Nama : Pipit Savitri Tanggal : 05 September 2022


NIM : 05031382126082 Asisten :
1. Nyimas Sinta Satia
(05031182025001)
2. Alifia Anggraini
(05031282025042)
Judul : Kristal Es dalam Bahan Nilai :
Pangan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendinginan dan pembekuan bahan pangan yang mudah rusak (perishable
food) merupakan proses yang penting untuk dapat menjaga kualitas bahan pangan.
Proses pendinginan dan pembekuan diperlukan untuk menghambat proses
kimiawi dan biologis dalam bahan pangan yang dapat menyebabkan terjadinya
penurunan mutu bahan pangan. Proses pendinginan dan pembekuan diharapkan
dapat memperpanjang shelf life dari bahan pangan yang memiliki sifat perishable
seperti daging, ikan, sayuran, dan buah-buahan (Asiah et al., 2020).
Pendinginan terjadi akibat lepasnya panas pada bahan ke lingkungan ruang
pendingin dan lepasnya panas dari lingkungan ruang pendingin ke luar sistem
pendingin hingga mencapai suhu tertentu yang diinginkan. Pembekuan
merupakan metode pengawetan pangan, dimana produk pangan diturunkan
suhunya hingga bahan berada di bawah suhu bekunya. Suhu pembekuan
umumnya dibawah -2°C (28 °F). Selama pembekuan, sebagian dari air berubah
wujud dari fase cair ke fase padat dan membentuk kristal es (Asiah et al., 2020).

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari sifat-sifat pangan setelah
terbentuknya kristal es pada pangan tersebut.

1 Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kadar Air


Kadar air merupakan persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah atau berdasarkan berat kering. Kadar air
berat basah mempunyai batas maksimum sebesar 100%. Kadar air yang terlalu
tinggi akan menyebabkan resiko pertumbuhan jamur semakin cepat dan
menyebabkan terjadinya perubahan fisik serta cita rasa (Saleh, 2020). Kadar air
adalah salah satu metode uji laboratorium kimia yang sangat penting dalam
industri pangan untuk menentukan kualitas dan ketahanan pangan terhadap
kerusakan yang mungkin terjadi.Semakin tinggi kadar air suatu bahan pangan,
akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas
biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. Pengurangan
kadar air bahan pangan akan berakibat berkurangnya ketersediaan air untuk
menunjang kehidupan mikroorganisme dan juga untuk berlangsungnya reaksi
–reaksi fisikokimiawi. Dengan demikian baik pertumbuhan mikroorganisme
maupun reaksi fisikokimiawi keduanya akan terhambat, bahan pangan akan dapat
bertahan lebih lama dari kerusakan. Pengaturan kadar air merupakan salah satu
basis dan kunci terpenting dalam teknologi pangan (Daud et al., 2019).

2.2. Kristal Es
Menurut Khomsom (2013) dalam Adriyanto et al., (2019), Secara normal
pembesaran kristal-kristal es pada proses pembekuan dimulai di ruang ekstra
seluler, yang disebabkan karena viskositas. Salah satu cara yang dipakai agar
bahan pangan dapat awet adalah dilakukanya pengawetan, salah satunya dengan
pembekuan. Pengawetan dengan metode pembekuan relative memiliki cairan
yang lebih rendah. Bila pembekuan berlangsung secara lambat, maka volume
ekstra seluler lebih besar sehingga terjadi pembentukan kristal-kristal es yang
besar di tempat tersebut. Kristal es yang besar akan menyebabkan kerusakan
pada dinding sel. Kadar air bahan makin rendah, maka akan terjadi denaturasi
protein terutama pada bahan nabati. Proses ini bersifat irreversible.

2 Universitas Sriwijaya
3

2.3 Pembekuan Cepat


Pembekuan cepat terjadi jika waktu pembekuan kurang dari 20 menit untuk
membekukan 1 cm bahan pangan. Pembekuan cepat menghasilkan kristal yang
kecil-kecil di jaringan pangan. Jika dicairkan, kristal-kristal yang mencair diserap
kembali dan hanya sejumlah kecil yang lolos sebagai drip (Thanos et al., 2019).
Kecepatan waktu pembekuan memberikan dampak pada pembentukan kristal es,
struktur produk pangan, mutu produk beku, energi dan biaya. Pembekuan cepat
menyebabkan kristal es yang terbentuk berukuran kecil dan tersebar merata
melapisi permukaan produk sehingga dapat digunakan untuk meminimalisir
kerusakan tekstur produk. Penggunaan suhu di bawah -30℃ akan memberikan
pengaruh berupa terhentinya proses biokimia (Ristyanti dan Mashitah, 2021).
Pembekuan akan memperlambat kerusakan biologis, kimia, dan fisik makanan,
serta penurunan kualitas makanan seperti warna, tekstur, aktivitas enzimatik
dan oksidasi lipid, namun kerusakan struktur akibat pembentukan kristal es
masih dapat terjadi. Pembekuan cepat menghasilkan nukleasi es yang cepat dalam
area intraseluler. Produk makanan yang dibekukan secara cepat menciptakan
kristal es yang lebih kecil dan lebih seragam yang menyebabkan kerusakan
struktural lebih sedikit pada produk (Fahimah dan Syamsuar, 2021).

2.4 Pembekuan Lambat


Suhu pembekuan dapat berpengaruh terhadap rasio rehidrasinya. Proses
pembekuan lambat dapat membentuk kristal es yang lebih besar dibandingkan
dengan pembekuan cepat sehingga membuat sifat porous bahan menjadi lebih
tinggi. Pembekuan lambat menghasilkan produk menjadi lebih porous (berpori)
sehingga rasio rehidrasi yang dihasilkan jugasemakin tinggi (Lestari, 2019).
Selain itu, proses pembekuan juga dapat berpengaruh terhadap drips yang
dihasilkan. Pembekuan lambat akan menghasilkan kristal es dengan ukuran yang
besar. Contohnya pembekuan lambat pada produk daging, kristal es yang besar
akan meningkatkan drips yang keluar dari daging saat dithawing sehingga
akan mengurangi kandungan protein yang ada didalam daging. Pembekuan
lambat juga akan menghasilkan drips yang lebih banyak sehingga akan
mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan (Fahruzaky et al., 2020).

Universitas Sriwijaya
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil
Hasil dari praktikum ini adalah :
No Jenis Perlakuan Bentuk tekstur Warna Pori-
sampel kristal pori
Suhu ruang Tidak ada Keras Coklat Tidak
kristal ada pori-
pori
1. Singkong Suhu dingin Tidak ada Keras Coklat Tidak
kristal ada pori-
pori
Suhu beku Ada kristal Keras Putih Tidak
kecil kecoklata ada pori-
n pori
Suhu ruang Tidak ada Semi Putih Pori-pori
kristal keras kecoklata kecil
n
2. Tahu Suhu dingin Tidak ada Lunak Putih Pori-pori
kristal kekuninga kecil
n
Suhu beku Ada kristal Keras Putih Tidak
kecil pucat ada pori-
pori
Suhu ruang Tidak ada Lunak Merah Tidak
kristal terang ada pori-
pori
3. Tomat Suhu dingin Tidak ada Semi Merah Pori-pori
kristal keras terang kecil
Suhu beku Ada kristal Keras Orange Pori-pori
kecil kecil
Suhu ruang Tidak ada Semi Hijau Tidak
kristal keras pucat ada pori-
pori
4. Kangkung Suhu dingin Tidak ada Keras Hijau Tidak
kristal ada pori-
pori
Suhu beku Tidak ada Lunak Hijau tua Pori-pori
kristal kecil

4 Universitas Sriwijaya
5

3.2. Pembahasan
Praktikum ini membahas tentang kristal es yang terbentuk dalam bahan
pangan. Sampel yang digunakan yaitu, tahu, singkong, tomat dan sayur kangkung.
Perlakuan yang diberikan pada sampel yaitu dengan menyimpan masing-masing
sampel di dalam show case (lemari pendingin), freezer, dan di suhu ruang.
Sampel kemudian diamkan selama semalaman di tempat penyimpanan masing-
masing bahan. Ketiga bahan pangan setelah dikeluarkan dari freezer dan lemari es
dibiarkan mencair pada suhu ruang. Hasil pengamatan menujukkan bahwa tahu,
kangkung, singkong dan tomat mengalami perubahan warna selama penyimpanan
baik di suhu dingin, freezer maupun di suhu ruang. Tekstur dari keempat sampel
yang diamati juga mengalami perubahan dari yang semula keras menjadi lunak
ataupun semi lunak. Kristal yang terbentuk pada masing-masing sampel berbeda.
Nilai kekerasan buah tomat menurun seiring dengan proses pematangan dan hal
ini menyebabkan terjadinya penurunan mutu buah tomat selama penyimpanan.
Tomat, singkong dan tahu yang disimpan didalam freezer setelah dicairkan
terbentuk kristal es, sedangkan penyimpanan di dalam freezer tidak
mempengaruhi adanya kristal yang terbentuk pada kangkung. Proses pembekuan
dapat menyebabkan terbentuknya Kristal es pada pangan. Terbentuknya kristal es
yang berbeda pada ketiga sampel disebabkan karena pembekuan pada bahan
terjadi secara lambat. Pembekuan pada bahan pangan dapat berlangsung secara
cepat dan lambat. Pembekuan cepat menghasilkan kristal es pada bahan pangan
dengan ukuran kristal es yang terbentuk seragam (sama). Pembekuan lambat pada
bahan pangan menyebabkan kristal es pendinginan tidak seragam, Hal itu
dikarenakan kristal es pada pendinginan lambat membentuk kristal yang dimulai
dari luar bahan kedalam bahan sehingga terjadi pembengkakan air pada sel bahan.
Penyimpanan pada sampel juga dapat beroengaruh terhadap pori-pori bahan. Tahu
dan tomat memiliki pori yang kecil setelah disimpan di dalam freezer maupun
lemari pendingin. Pendinginan dan pembekuan tidak mempengaruhi pori-pori
pada kangkung dan singkong yang diamati. Pendinginan tidak menyebabkan
terbentuknya kristal setelah pendinginan pada semua sampel yang telah dilakukan
penyimpanan mengalami perubahan warna menjadi lebih pucat serta terbentuk
kristal es yang kecil pada penyimpanan didalam freezer.

Universitas Sriwijaya
BAB 4
KESIMPULAN

4.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Pembekuan cepat pada bahan menyebabkan kristal es yang tebentuk menjadi
lebih kecil dan seragam
2. Tekstur tomat, kangkung, tahu dan singkong mengalami penurunan setelah
disimpan pada freezer.
3. Pembekuan menyebabkan tomat dan tahu menjadi berpori, sedangkan tidak
berpengaruh terhadap kangkung dan singkong.
4. Penyimpanan bahan pada freezer lebih berpengaruh terhadap perubahan sifat
fisik bahan dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu dingin dan suhu
ruang.
5. Penyimpanan pada suhu ruang tidak berpengaruh terhadap tekstur bahan
namun menyebabkan perubahan warna yang signifikan pada sampel

5 Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA

Adriyanto, A., Budiman, B., dan Amalinda, F. 2019. Uji Perbandingan Kemasan
Berpori dan Tidak Berpori pada Bahan Pangan Buah dan Sayur. Jurnal
Kolaboratif Sains, 2 (1), 38-45.

Asiah, N., Cempaka, L., Ramadhan, K., dan Matatula, S. H. 2020. Prinsip Dasar
Penyimpanan Pangan Pada Suhu Rendah. Makassar: Nasmedia. [Available
at:
http://repository.bakrie.ac.id/4409/1/eBook-
PRINSIP%20DASAR%20PENYIMPANAN%20BAHAN%20PANGAN
%20SUHU%20RENDAH.pdf] [Accesed 18 Oktober 2022].

Fahruzaky, S., Dwiloka, B., Pramono, Y. B., dan Mulyani, S. 2020. Pengaruh
Berbagai Metode Thawing Terhadap Kadar Protein dan Kadar Mineral
Bakso dari Daging Ayam Petelur Afkir Beku. Jurnal Teknologi Pangan, 4
(2), 82-87.

Daud, A., Suriati, S., dan Nuzulyanti, N. 2019. Kajian Penerapan Faktor yang
Mempengaruhi Akurasi Penentuan Kadar Air Metode
Thermogravimetri. Lutjanus, 24 (2), 11-16.

Lestari, B. P. 2019. Karakteristik Fisik dan Sensoris Cendol Instan dengan


Penambahan Cincau Hijau (Cyclea barbata L.). Jurnal Pendidikan Kimia,
3 (1), 65-80.

Meindrawan, B., N. E. Suyatma., T. R. Muchtadi dan E. S. Iriani. 2017. Aplikasi


Pelapis Bionanokomposit Berbasis Karagenan untuk Mempertahankan
Mutu Buah Mangga Utuh. Jurnal Keteknikan Pertanian. 5 (1) : 89-96.

Saleh, S. 2020. Identifikasi Kadar Air, Tingkat Kecerahan dan Citarasa Kopi
Robusta dengan Variasi Lama Perendaman. Jurnal Teknologi Pangan Dan
Ilmu Pertanian (Jipang), 2 (1), 41-48.

Tatontos, S. J., Harikedua, S. D., Mongi, E. L., Wonggo, D., Montolalu, L. A.,
Makapedua, D. M., dan Dotulong, V. 2019. Efek Pembekuan-Pelelehan
Berulang Terhadap Mutu Sensori Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis
L). Media Teknologi Hasil Perikanan, 7 (2), 32-35.

Ristyanti, E., dan Masithah, E. D. 2021. Penerapan SSOP (Sanitation Standard


Operating Procedure) pada Proses Pembekuan Cuttlefish (Sepia officinalis)
di PT. Karya Mina Putra, Rembang, Jawa Tengah. Journal of Marine and
Coastal Science, 10 (1), 1-17.

Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN GAMBAR

Bahan Suhu Ruang Suhu Dingin Freezer


Singkong

Kangkung

Tomat

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai