Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kompetensi Sosial


2.1.1 Pengertian Kompetensi Sosial
Chaplin (2001) menyatakan bahwa kompetensi adalah kelayakan kemampuan atau
pelatihan untuk melakukan satu tugas, sedangkan Kartono (1990) memberi pengertian
bahwa kompetensi adalah kemampuan atau segala daya, kesanggupan, kekuatan,
kecakapan dan keterampilan teknis maupun sosial yang dianggap melebihi dari
kesanggupan anggota biasa.

Hughes (Topping dkk, 2000) menyatakan bahwa kompetensi sosial meliputi seperangkat
kemampuan pokok, sikap, kepandaian dan perasaan yang diberi arti secara fungsional
oleh konteks budaya, lingkungan dan situasi. Kompetensi sosial tidak lepas dari pengaruh
situasi sosial, kondisi kelompok sosial, tugas sosial serta keadaan individu untuk
beradaptasi dalam berbagai keadaan dan lingkungan. Waters dan Sroufe (Gullotta dkk,
1999) menyatakan bahwa individu yang memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan
lingkungan dan diri pribadi sebagai sumber untuk meraih hasil yang optimal dalam
hubungan interpersonal. Gullota (Gullota dkk, 1999) menyimpulkan bahwa kompetensi
sosial adalah kemampuan, kecakapan atau keterampilan individu dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan dan memberi pengaruh pada orang lain demi mencapai
tujuan dalam konteks sosial tertentu yang disesuaikan dengan budaya, lingkungan, situasi
yang dihadapi serta nilai yang dianut oleh individu. Ford (1982,) memberikan definisi
yang lebih terarah dengan mengartikan kompetensi sosial sebagai tindakan yang sesuai
dengan tujuan dalam konteks sosial tertentu, dengan menggunakan cara-cara yang tepat
dan memberikan efek positif bagi perkembangan. Selanjutnya, dapat dinyatakan bahwa
orang yang memiliki kompetensi sosial yang tinggi mampu mengekspresikan perhatian
sosial lebih banyak, lebih simpatik, lebih suka menolong dan lebih dapat mencintai.
Individu dengan kompetensi sosial melalui pikiran dan perasaannya akan mampu
menyeleksi dan mengontrol perilaku mana yang sebaiknya dinampakkan dan yang
sebaiknya ditekan pada situasi tertentu yang dihadapi guna menerima tujuan yang
diinginkan dirinya sendiri atau orang lain. Setiap individu setidaknya memiliki
kompetensi sosial pada satu situasi dan tidak seorang pun yang memiliki kompetensi
sosial pada semua situasi, berarti setiap individu pernah melakukan kesalahan dalam satu
situasi yang dihadapi sehingga tidak dapat mencapai tujuan. Individu dengan kompetensi
sosial secara umum ialah yang dapat mengatur dirinya dan beradaptasi dengan banyak
kelompok dan terhadap banyak situasi (Topping dkk, 2000).

Asher dan Parker (Durkin, 1995) mendefinisikan kompetensi sosial sebagai komponen
lengkap dari suatu hubungan, kompetensi sosial dibutuhkan pada pertemuan awal untuk
membuat hubungan dan berfungsi untuk memudahkan dan mengembangkan ke arah
pertemanan. Individu dengan kompetensi sosial diharapkan dapat berkomunikasi secara
efektif, dapat memahami diri mereka sendiri dan orang lain, memperoleh peran gender
yang tepat, mengamati tugas moral dalam kelompok yang dihadapi, mengatur emosi,
menyesuaikan tingkah laku mereka dalam memberi respon sesuai tingkat usia dan norma
yang ada. Berdasarkan uraian para ahli, dapat disimpulkan bahwa kompetensi sosial
adalah kemampuan, kecakapan atau keterampilan individu dalam berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan dan memberi pengaruh pada orang lain demi mencapai tujuan
dalam konteks sosial tertentu yang disesuaikan dengan budaya, lingkungan, situasi yang
dihadapi serta nilai yang dianut oleh individu.

2.1.2 Aspek-aspek Kompetensi Sosial


Gullotta dkk (1990), menyebutkan aspek-aspek kompetensi sosial terdiri dari:
a. Kapasitas kognitif, merupakan hal yang mendasari keterampilan sosial dalam
menjalin dan menjaga hubungan interpersonal yang positif.
Kapasitas kognitif meliputi :
1. Harga diri yang positif; adalah penghormatan atau penghargaan dari diri sendiri,
dan penghargaan dari orang lain. Individu yakin bahwa dirinya berharga, mampu
mengatasi segala tantangan dalam hidupnya, serta memperoleh penghargaan atas
apa yang dilakukannya. Harga diri yang positif memberikan kepercayaan diri
untuk menjalin hubungan yang lebih baik dengan lingkungan sosialnya.
2. Kemampuan memandang sesuatu dari sudut pandang sosial; merupakan
kemampuan untuk memahami lingkungan dan menjadi lebih peka terhadap orang
lain.
3. Keterampilan memecahkan masalah interpersonal; adalah sebuah proses perilaku
yang menyediakan sejumlah respon alternatif yang potensial bagi pemecahan
masalah yang dihadapi, serta meningkatkan kemungkinan pemilihan respon yang
paling efektif dari bermacammacam kemungkinan pemecahan masalah yang
dihadapi.
b. Keseimbangan antara kebutuhan bersosialisasi dan kebutuhan akan privacy, meliputi :
1. Kebutuhan bersosialisasi, merupakan kebutuhan individu untuk terlibat dalam
sebuah kelompok dan menjalin hubungan dengan orang lain.
2. Kebutuhan akan privacy, adalah keinginan untuk menjadi individu yang unik,
berbeda, dan bebas melakukan tindakan tanpa pengaruh orang lain.
c. Keterampilan sosial dengan teman sebaya adalah kecakapan individu dalam menjalin
hubungan dengan teman sebaya sehingga tidak mengalami kesulitan dalam
menyesuaikan diri dengan kelompok dan dapat terlibat dalam kegiatan kelompok.

Berdasarkan penjelasan beberapa ahli maka dapat disimpulkan bahwa aspek kompetensi
sosial yang digunakan dalam penelitian ialah aspek yang dikemukakan oleh Gullota dkk,
yaitu harga diri positif, kemampuan memandang sesuatu dari sudut pandang sosial,
keterampilan memecahkan masalah interpersonal, kebutuhan bersosialisasi, kebutuhan
akan privacy, dan keterampilan sosial dengan teman sebaya. Aspek kompetensi sosial
digunakan karena Gullota dkk secara spesifik dan terperinci mendeskripsikan aspek-
aspek serta telah memenuhi ranah kognitif, tingkah laku dan afektif.

2.2 Emosi
2.2.1 Pengertian Emosi

Emosi berasal dari kata ”Emotus” atau ”emovere” yang artinya mencerca yaitu sesuatu
yang mendorong terhadap sesuatu, misalnya emosi gembira akan mendorong perubahan
suasana hati seseorang sehingga menyebabkan individu tersebut tertawa, atau marah
dapat mendorong seseorang untuk menyerang atau mencerca sesuatu (Dirgagunarsa,
1996).

Dalam makna harfiah, Oxford English Dictionary mendefinisikan emosi sebagai ”setiap
kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau
meluap-luap” (Daniel Goleman, 1998). Dalam Ensiklopedia Indonesia, emosis berasal
dari bahasa latin ”emovere” yang berarti menggoncangkan. Emosi juga berarti perasaan;
serangkaian pengalaman yang berbeda-beda seperti marah, cinta, benci dan sebagainya,
tidak terkendali oleh akar atau rasio. Keadaan kompleks yang mencakup pengamatan dari
objek atau situasi , perubahan badaniah yang menyebar, penilaian dari perasaan tertarik
atau fisik, dan tingkah laku ke arah pendekatan atau penarikan diri (Shadily, 1982).

Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa emosi adlah suatu reaksi
komplek yang dialami oleh individu yang memeprlihatkan ciri-ciri kognitif, reaksi
fisiologis dan faktor perilaku yang merupakan komponen-komponen yang penting dari
emosi.

2.2.2 Macam-macam Emosi

Davidoff (1991) menyatakan bahwa hampir seluruh ahli psikologi membagi emosi
menjadi dua bagian, yaitu emosi yang menyenangkan dan emosi yang tidak
menyenangkan. Kedua jenis emosi tersebut merupakan potensi yang ada pada semua
manusia yang pada suatu waktu tertentu akan muncul dalam pikiran serta tingkah laku.
Contoh ragam emosi yang tidak menyenangkan adalah takut, marah, sedih. Sedangkan
yang termasuk ke dalam emosi yang menyenangkan misalnya gembira dan cinta.

a. Takut
Takut adalah perasaan yang mendorong individu untuk menjauhi sesuatu dan sedapat
mungkin menghindari kontak dengan hal itu (Goleman, 1998). Emosi takut ini adalah
salah satu emosi yang penting dalam kehidupan manusia. Sebab memelihara manusia dari
bahaya-bahaya yang mengancamnya, sehingga membantunya dalam melestarikan
kehidupannya (Azhari, 1996).

Manfaat takut tidak hanya terbatas pada perlindungan bagi manusia dari bahaya-bahaya
yang mengancamnya dalam kehidupan duniawi, akan tetapi juga dapat mendorong
seorang mukmin kepada perasaan takut terhadap azab Allah swt dalam kehidupan akhirat
kelak (Najati, 1997). Seperti yang disebutkan dalam Alqur’an surat Al-anfal ayat 2:

Yang artinya: ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila
disebut nama Allah, maka bergetarlah hati mereka. Dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayat-Nya, bertambahalah iman mereka (karenanya). Dan kepada allahlah mereka
bertawakal”. (QS. Al-Anfal:2)

b. Marah
Marah merupakan salah satu ekspresi manusiawi yang dapat diekspresikan dengan kata-
kata makian, menjatuhkan benda dan merusaknya, hingga mogok makan atau
mengisolasi diri (Awwad, 1997). Marah juga merupakan emosi penting yang mempunyai
fungsi esensial bagi kehidupan menusia, yakni membantunya dalam menjaga diri.

Pada waktu seseorang marah, energinya guna melakukan upaya fisik yang kerasa makin
meningkat. Hal ini memungkinkannya untuk mempertahankan diri atau menaklukan
segala hambatan yang menghadang dijalan dalam upaya untuk merealisasikan tujuan-
tujuannya (Najati, 1997).

c. Sedih
Sedih adalah bentuk yang lebih ringan dari trauma psikis yang disebabkan oleh hilangnya
sesuatu yang dicintai. Sedangkan dalam bentuk berat disebut depresi.
Perbedaan antar sedih atau duka cita, dan depresi adalah rasa sedih atau duka cita
biasanya tidak menhalangi individu untuk menjalankan tugas sehari-hari. Sedangkan
depresi dapat terlihat dengan ciri khasnya seperti cara berpikir yang tidak realistis, sering
merasa tidak berharga, merasa bersalah atas hal yang bukan menjadi tanggung jawabnya,
tidak mampu untuk memusatkan pikiran, ada kemungkinan untuk melukai dirinya sendiri
dan mengakhiri hidupnya (Albin, 1998).

d. Gembira

Gembira adalah ekspresi dari kelegaan, yaitu perasaan terbebas dari ketegangan.
Biasanya kegembiraan disebabkan oleh sesuatu yang bersifat tiba-tiba (surprise) dan
kegembiraan biasanya melibatkan orang-orang disekitarnya (Azhari, 1996).

e. Cinta
Cinta memainkan perasaan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sebab ia
merupakan landasan perkawinan, pembentukan keluarga, dan pemeliharaan anak-anak.
Cinta adalah landasan hubungan yang erat di masyarakat dan pembentukkan hubungan-
hubungan manusiawi yang akrab. Cinta adalah pengikat yang kokoh dalam hubungan
antara sesama manusia dengan Tuhannya dan membuatnya ikhlas dalam menyembahNya,
mengikuti jalan-Nya dan berpegang teguh pada syariatNya (Najati, 1997).

2.2.3 Fungsi Emosi


Fungsi emosi secara umum diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Memberi arti pada seluruh perjalanan hidup manusia. Misalnya ada perasaan
menyenangkan, kita tertawa gembira. Sebaliknya rasa sedih yang membuat hati
gundah gulana meneteskan air mata. Senang, takut, dan gelisah adalah kekuatan
emosi yang memberi arti pada pengalaman hidup.
b. Memberi perlindungan kesejahteraan dalam bentuk rasa aman dan kepuasan hidup.
Misalnya emosi takut berguna agar anda bersikap hati-hati terhadap objek tertentu,
sehingga kita bisa terhindar dari sesuatu yang tidak diinginkan.
c. Memperkaya dan memberikan variasi pada kehidupan sehingga dapat dinikmati.
Misalnya emosi senang dan sedih akan datang berselang seling. Emosi takut dan
emosi berani akan datang bergantian. (Budiman dan Baradja, 1998)

Adapun secara khusus fungsi dari emosi-emosi tersebut adalah sebagai berikut:
Emosi takut berfungsi untuk mendorong kita untuk menghindari diri dari berbagai bahaya
yang mengancam, juga bagi orang beragama berfungsi sebagai pemeliharaan diri dari
azab dan siksa pada kehidupan akhirat nanti.
Emosi marah mendorong kita untuk membantu menjaga diri . mempertahankan diri, dan
berjuang untuk menjaga kelangsungan hidup dengan menghadang segala hambatan yang
menghadang.
Cinta adalah landasan keterpautan hati antara dua jenis dan keterikatan anatar satu sama
lainnya, guna tetap terpeliharanya kelangsungan hidup manusia (Budiman dan Baradja,
1998).

2.3 Kematangan Emosi


2.3.1 Pengertian Kematangan Emosi
Istilah kematangan menunjukkan adanya proses menjadi (becoming). Individu yang
dianggap telah memenuhi persyaratan untuk disebut matang juga masih akan terus
berkembang, sehingga pada tiap-tiap individu mungkin memiliki taraf kematangan yang
berbeda pada waktu yang lalu maupun masa yang akan datang.

Menurut Katkovsky dan Gorlow seperti dikutip oleh Pramono (2003) kematangan emosi
merupakan suatu proses dimana kepribadian secara terus menerus berusaha mencapai
keadaan emosi yang sehat baik secara intrafisik maupun secara interpersonal.

Kematangan emosi tidak terjadi begitu saja tetapi melalui tahap yang harus dilalui secara
berkesinambungan. Individu yang emosianya matang tidak berarti akan selalu bertindak
kompeten, tetapi gaya hidup mereka cenderung lebih banyak menunjukkan tingkah laku
yang matang.
Hal ini berarti naik turunnya keadaan emosi dan hubungan interpersonal merupakan hal
yang normal. Akan tetapi juga naik turunnya ini menjadi suatu pola yang terus menerus
berlangsung dan menjadi suatu cara hidup, maka dikatakan bahwa keadaan tersebut
mencerminkan ketidakmatangan emosi.

Scheineders seperti dikutip oleh Muzaeni (2002) menyatakan bahwa kematangan emosi
menuntut adanya perkembangan emosi yang memadai nantinya akan menjadi dasar
penyesuaian diri dengan baik, dan akan mampu memberikan reaksi secara emosiaonal
sesuai dengan tingkat kematangan perkembangan kepribadian individu. Kematangan
emosi memerlukan tiga kualitas, yaitu:
a. Rentang dan kedalaman emosi, berarti seseorang yang perasaannya dangkal dan
dibuat-buat atau yang apatis tidak matang emosinya.
b. Kontrol emosi, berarti bahwa seseorang dianggap tidak matang emosinya jika terus-
menerus menjadi korban rasa cemas, marah, cemburu, dan kebenciannya sendiri.
c. Respon emosi yang adekuat, berarti respon harus sesuai dengan tingkat
perkembangan.

Menurut Pikunas seperti dikutip Sukardi (1999) menyatakan, individu pada masa remaja
memiliki emosi yang sangat labil dan cepat sekali berubah. Namun demikian diferensiasi
emosi terjadi terutama pada masa remaja awal. Sebelum periode berakhir, individu telah
mengalami kondisi afeksi dewasa. Suasana hati yang sering berubah dan berlawanan
(senang - sedih) lebih sering terjadi pada pertengahan remaja. Pada remaja akhir, reaksi
emosi menajdi lemah tetapi lebih matang dan dewasa.

Kematangan emosi dibutuhkan oleh remaja agar ia dapat menyesuaikan diri dengan
segala tuntutan sikap, nilai dan peran yang berbeda dengan masa sebelumnya. Ketika
seorang anak mencapai masa remaja, muncul berbagai tuntutan dan tugas-tugas
perkembangan baru yang harus dipenuhi. Dengan kematangan emosi remaja memiliki
kapasitas untuk bereaksi sesuai dengan tuntutan yang ada remaja berkesempatan lebih
besar untuk mengatasi masalah frustasi dan konflik secara efektif.
Hurlock (1996) menyatakan bahwa remaja dikatakan sudah mencapai kematangan emosi
bila pada akhir masa remaja tidak segera melampiaskan emosinya dihadapan orang lain
melainkan menunggu pada saat dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya
dengan cara-cara yang lebih tepat, dan dengan cara-cara yang dapat diterima.

2.3.2 Karakteristik Kematangan Emosi


Smitson dalam Katsovsky dan Garlow seperti dikutip Kurniawan (1994) mengatakan
tujuh ciri kematangan emosi:
a. Berkembang ke arah kemandirian (Toward Independence)
Kemandirian merupakan kapasitas seseorang untuk mengatur kehidupannya sendiri.
Individu lahir ke dunia dalam keadaan tergantung pada orang lain. Namun dalam
perkembangannya, mereka belajar untuk mandiri dan mengendalikan dorongan yang
bersifat pleasure-oriented. Artinya mereka mampu memutuskan apa yang
dikehendaki dan bertanggung jawab terhadap keputusan itu.

b. Mampu menerima kenyataan (ability to accept reality)


Mampu menerima kenyataan bahwa dirinya tidak selalu sama dengan orang lain,
mempunyai kesempatan, kemampuan, serta tingkat intelegensi yang berbeda dengan
orang lain. Seorang yang matang bisa menerima kenyataan hidup yang positif
maupun negatif, tidak menyangkal atau lari darinya. Ia menggunakan apa yang ada
pada dirinya untuk menghadapi kenyataan tersebut, dan secara efektif
mengembangkan pola tingkah laku dan pola hubungan dengan orang lain.

c. Mampu beradaptasi (adaptability)


Menurut Smitson (1976) aspek ini merupakan yang terpenting dalam kematangan
emosi. Orang yang matang emosinya mampu beradaptasi dan menerima beragam
karakteristik orang serta mampu menghadapi situasi apapun. Maksudnya, ia dapat
dengan fleksibel berhubungan dengan orang atau situasi tertentu secara produktif.

d. Mampu berespon dengan tepat (readiness to responed)


Individu yang matang emosinya memiliki kepekaan untuk berespon terhadap
kebutuhan emosi orang lain, baik yang diekspresikan maupun tidak diekspresikan.
Hal ini melibatkan kesadaran bahwa setiap individu unik, memiliki hak dan persaan
sendiri.

e. Kapasitas untuk seimbang (Capacity to balance)


Seorang yang kurang matang memandang segala sesuatu dengan pertimbangan: apa
yang akan ia dapatkan dari situasi atau orang tersebut. Sedangkan pada individu yang
matang emosinya, mereka akan menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan sendiri dan
orang lain. Mereka mempertimbangkan pula hal-hal apa yang mampu mereka
berikan. Orang yang tingkat kematangan emosi yang cukup tinggi menyadari bahwa
sebagai makhluk sosial ia memiliki ketergantungan pada orang lain.

f. Mampu berempati (Empathic understanding)


Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain dan
memahami apa yang mereka pikir atau rasakan. Dengan kemampuan ini, individu
tidak hanya mengetahui apa yang dirasakan orang lain, tetapi juga memahami hal-hal
dibalik munculnya perasaan tersebut. Empati dapat dikembangkan jika individu tidak
lagi memusatkan perhatian pada diri sendiri.

g. Mampu menguasai amarah (Controlling anger)


Menerima rasa marah serta kesadaran akan adanya perasaan-perasaan lain yang
mendasari kemarahan tersebut, akan membantu mengatasi rasa marah dan
menyalurkannya dengan cara yang konstruktif. Individu yang matang emosinya dapat
mengetahui hal-hal apa saja yang dapat membuatnya marah, maka ia dapat
mengendalikan perasaan marahnya.

Blood. B dan M. Blood seperti dikutip oleh kurniawan (1994) menyatakan ada beberapa
ciri yang menandai seseorang yang matang emosinya, yaitu:
a. Mampu mempertahankan hubungan
Individu yang matang emosinya memiliki kemampuan untuk memberi, menerima dan
mengasihi orang lain. Dengan kata lain, individu memiliki kemampuan untuk
mengasihi.
b. Mampu mempersepsikan orang lain
Seseorang yang matang emosinya akan belajar untuk menghargai identitas orang lain.
c. Kerelaan bertanggung jawab terhadap orang lain.
Seseorang yang matang emosinya tidak bertindak altruistik, dan memiliki komitmen
jangka panjang. Keadaan tersebut dikarenakan minatnya yang terus berubah-ubah,
sehingga komitmen akan mengganggu kesenangannya.
d. Harapan yang realistik
Individu yang matang emosinya mempunyai harapan yang realistik, dapat menerima
dirinya dan orang lain sebagaimana adanya.

Hurlock (1973) menyebutkan tiga kriteria emosi yang matang adalah:


1. Remaja dapat melakukan pengendalian emosi yang dapat diterima secara sosial.
2. Remaja dapat memahami seberapa banyak pengendalian emosi yang dibutuhkan
untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat.
3. Remaja dapat menilai situasi secara kritis sebelum merespon dan memutuskan cara
bereaksi terhadap situasi tersebut.

Berdasarkan uraian karakteristik kematangan emosi dari berbagai tokoh di atas, maka
dalam penelitian ini akan digunakan 7 aspek kematangan emosi menurut pendapat dari
Smithson (1976) yang terdiri dari:
a. Berkembang kearah kemandirian
Remaja dapat berkembang kearah kemandirian tanpa bergantung kepada orang lain,
ia dapat mengatur kehidupannya sendiri dan mampu memutuskan apa yang
dikehendakinya.
b. Mampu menerima kenyataan
Remaja yang matang emosinya bisa menerima kenyataan hidup yang positif maupun
negatif, tidak menyangkal atau lari darinya. Ia menggunakan apa yang ada pada
dirinya untuk menghadapi kenyataan tersebut.
c. Mampu beradaptasi
Remaja yang matang mampu menerima dan beradaptasi dengan beragam orang dan
situasi. Dengan kata lain individu dapat dengan fleksibel dan produktif berhubungan
dengan orang atau situasi tertentu.
d. Kepekaan untuk merespon
Remaja yang matang emosinya memiliki kepekaan untuk merespon terhadap
kebutuhan emosi orang lain, baik yang diekspresikan maupun yang tidak
diekspresikan.
e. Kapasitas untuk seimbang
Remaja yang matang emosinya, mereka akan menyeimbangkan pemenuhan
kebutuhan sendiri dan orang lain. Mereka mempertimbangkan pula hal-hal apa yang
mampu mereka berikan.
f. Mampu berempati
Dengan kemampuan ini, remaja tidak hanya mengetahui apa yang dirasakan orang
lain, tetapi juga memahami hal-hal dibalik munculnya perasaan tersebut.
g. Mampu menguasai amarah
Menerima rasa marah dan menyalurkannya dalam cara yang konstruktif dan tidak
merugikan lingkungan masyarakat.

Dari uraian yang telah dikemukakan diatas, maka yang dimaksud dengan kematangan
emosi dalam penelitian ini adalah suatu proses dimana kepribadian secara terus-menerus
berusaha mencapai keadaan emosi yang sehat. Hal ini ditunjukkan dengan sikap dan
arahnya menunjukkan tingkah laku yang matang dalam menghadapi situasi tertentu dan
bertindak secara mandiri, menerima realitas, mampu beradaptasi, kesiapan berespon,
kapasitas untuk seimbang, berempati, mampu menguasai amarah.

2.4 Remaja
2.4.1 Pengertian Remaja

Dalam perkembangan kepribadian seseorang remaja mempunyai arti yang khusus, namun
begitu masa remaja mempunyai tempat yang tidak jelas dalam rangkaian proses
perkembangan seseorang. Remaja tidak termasuk golongan anak, tetapi tidak pula
termasuk golongan orang dewasa atau golongan tua. Remaja ada diantara anak dan orang
dewasa. Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi fisik dan psikisnya
(Monks, Knoers dan Haditono, 1992).

Ausubel (1965) menyebutkan status orang dewasa sebagai status primer, artinya status itu
diperoleh berdasarkan kemampuan dan usaha sendiri. Status anak adalah diperoleh
(derived) artinya tergantung dari pada apa yang diberikan oleh orang tua dan masyarakat.
Remaja ada dalam status interim sebagai akibat dari posisi yang sebagian diberikan oleh
orang tua dan sebagian diperoleh melalui usaha sendiri yang selanjutnya memberikan
prestasi tertentu padanya.

Menurut Monks, Knoers dan Haditono (1992) secara global mengenai semua aspek
perkembangan dalam masa remaja berlangsung antara 12-21 tahun, dengan pembagian
sebagai berikut:
 Masa remaja awal dengan batas usia 12-15 tahun
 Masa remaja tengah dengan batas usia 15-18 tahun
 Masa remaja akhir dengan batas usia 18-21 tahun
Sedangkan menurut hurlock, awal masa remaja kira-kira dari tiga belas tahun sampai
enam belas atau tujuh belas tahun. Dan akhir masa remaja bermuda dari usia enam belas
atau tujuh belas tahun sampai delatan belas tahun, yaitu usia matang secara hukum.
Dengan demikian akhir masa remaja merupakan periode yang sangat singkat.

2.4.2 Tugas-tugas Perkembangan pada Masa Remaja

Havighurts mengemukakan bahwa perjalanan hidup seseorang ditandai oleh adanya


tugas-tugas yang harus dipenuhi. Tugas ini dalam batas tertentu bersifat khas untuk setiap
masa seseorang. Havighurts menyebutnya sebagai tugas perkembangan (developmental
task) yaitu tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa hidup tertentu sesuai
dengan norma masyarakat dan norma kebudayaan.
Sedang tugas-tugas perkembangan pada masa remaja itu sebagai berikut:
a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria
maupun wanita
b. Mencapai peran sosial baik pria dan wanita
c. Menerima keadaan fisik dan menggunakan tubuhnya secara efektif
d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya
f. Mempersiapkan karis ekonomi
g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
h. Memperoleh perengkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk diperlakukan
pengembangan ideologi (Moks, Knoers dan Haditono, 1992)

Tugas-tugas perkembangan tersebut bukan suatu yang mudah diselesaikan. Bagi remaja
sendiri, tugas-tugsa ini merupakan masalah yang harus dihadapi dan harus dipecahkan,
sehingga remaja memerlukan informasi, kawan diskusi, model atau figur yang dapat
diteladani dan pengarahan secara bimbingan yang tidak menggurui.

2.4.3 Ciri-ciri Umum Remaja


Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang kehidupan, masa
remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan
sesudahnya. Menurut Harlock (1992) ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:

a. Masa remaja adalah periode yang penting


Kendatipun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting, namun kadar
kepentingannya berbeda-beda. Pada periode remaja, baik akibat langsung maupun
jangka panjang tetap penting. Ada periode yang penting karena akibat fisik dan ada
lagi karena akibat psikis.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan
Peralihan tidak berarti terputus dengan atau perubahan dari apa yang telah terjadi
sebelumnya. Akan tetapi berarti apa yang telah terjadi sebelumnya akan
meningkatkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan
tingkat perubahan fisik. Ada empat perubahan yang sama dan hampir bersifat
universal, yaitu:
 Meningkatnya emosi, yang intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik
dan psikis yang terjadi.
 Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk
dipesankan menimbulkan masalah baru. Remaja akan tetap merasa ditimbuni
masalah, sampai ia sendiri menyelesaikannya menurut kepuasannya.
 Dengan perubahan minat dan pola perilaku maka nilai juga berubah. Apa yang
ada pada masa kanak-kanak dianggap penting, sekarang setelah hampir dewasa
tidak penting lagi.
 Sebagian remaja bersifat ambivien terhadap setiap perubahan. Mereka
menginginkan dan menentukan kebebasan.
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Setiap periode mempunyai masalah sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja
sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki dan perempuan.
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Pada tahun-tahun awal remaja, penyesuaian diri dengan kelompok tetap penting.
Tetapi lambat laun dia mulai mendambakan identitas diri dan tidak pas lagi dengan
menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti sebelumnya.
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
Anggapan dari masyarakat, kurang rapi dan dekat dengan hal-hal yang negatif,
membuat remaja menjadi takut.

Monks (1984) menyebutkan bahwa masalah-masalah yang berhubungan dengan diri


remaja dapat dibedakan menurut sumbernya menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Masalah-masalah yang berhubungan dengan diri remaja sendir. Seperti misalnya:
 Dasar yang lemah, masa kanak-kanak yang telah dialaminya tidak
menguntungkan perkembangan pada masa tersebut ini kurang memperoleh
kesempatan dan latihan untuk mempertimbangkan kemampuan yang ada padanya.
 Jejak-jejak atau akibat-akibat dari peristiwa pada masa kanak-kanak seperti
halnya kekecewaan, kegagalan, peristiwa yang memberikan pukulan datin
menyebabkan anak kehilangan kegairahan dan semangat berjuang dalam
menyambut masa remaja.
2. Masalah yang berkaitan dengan pergaulan
Masalah penampilan fisik dapat mengakibatkan masalah dalam pergaulan, sehingga
remaja tidak berani bergaul atau bahkan over acting bertingkah laku dan mengalami
hambatan dalam bergaul.
3. Masalah yang berhubungan dengan interaksi antara orang tua dan remaj. Tingkah
laku remaja yang sering menjadi masalah bersumber pada konflik dengan orang tua,
misalnya:
 Orang tua yang kurang mengerti mengenai perkembangan remaja dan usaha-
usaha pelepasan dirinya.
 Kekurang pahaman remaja akan harapan orang tua yang menghendakinya agar
dapat bertingkah dewasa dan bertanggung jawab.
 Adanya jurang pemisah antara generasi orang tua dan generasi remaja yang
dilatarbelakangi oleh pendidikan dan perkembangan jaman yang berbeda.

Dari uraian di atas, tampaklah dengan jelas bahwa kunci yang pokok adalah hubungan
yang akrab antara orang tua dengan anak-anaknya yang menginjak usia remaja.
Hubungan yang akrab itu tidak didasarkan pada landasan kebendaan saja, akan tetapi
senantiasa harus diselsaikan dengan landasan spiritual.

2.5 Kerangka Berfikir

Chaplin (2001) menyatakan bahwa kompetensi adalah kelayakan kemampuan atau


pelatihan untuk melakukan satu tugas, sedangkan Kartono (1990) memberi pengertian
bahwa kompetensi adalah kemampuan atau segala daya, kesanggupan, kekuatan,
kecakapan dan keterampilan teknis maupun sosial yang dianggap melebihi dari
kesanggupan anggota biasa.
Asher dan Parker (Durkin, 1995) mendefinisikan kompetensi sosial sebagai komponen
lengkap dari suatu hubungan, kompetensi sosial dibutuhkan pada pertemuan awal untuk
membuat hubungan dan berfungsi untuk memudahkan dan mengembangkan ke arah
pertemanan. Individu dengan kompetensi sosial diharapkan dapat berkomunikasi secara
efektif, dapat memahami diri mereka sendiri dan orang lain, memperoleh peran gender
yang tepat, mengamati tugas moral dalam kelompok yang dihadapi, mengatur emosi,
menyesuaikan tingkah laku mereka dalam memberi respon sesuai tingkat usia dan norma
yang ada. Berdasarkan uraian para ahli, dapat disimpulkan bahwa kompetensi sosial
adalah kemampuan, kecakapan atau keterampilan individu dalam berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan dan memberi pengaruh pada orang lain demi mencapai tujuan
dalam konteks sosial tertentu yang disesuaikan dengan budaya, lingkungan, situasi yang
dihadapi serta nilai yang dianut oleh individu.

Istilah kematangan menunjukkan adanya proses menjadi (becoming). Individu yang


dianggap telah memenuhi persyaratan untuk disebut matang juga masih akan terus
berkembang, sehingga pada tiap-tiap individu mungkin memiliki taraf kematangan yang
berbeda pada waktu yang lalu maupun masa yang akan datang. Menurut Katkovsky dan
Gorlow seperti dikutip oleh Pramono (2003) kematangan emosi merupakan suatu proses
dimana kepribadian secara terus menerus berusaha mencapai keadaan emosi yang sehat
baik secara intrafisik maupun secara interpersonal.

Kematangan emosi tidak terjadi begitu saja tetapi melalui tahap yang harus dilalui secara
berkesinambungan. Individu yang emosianya matang tidak berarti akan selalu bertindak
kompeten, tetapi gaya hidup mereka cenderung lebih banyak menunjukkan tingkah laku
yang matang.

Kematangan emosi dibutuhkan oleh remaja agar ia dapat menyesuaikan diri dengan
segala tuntutan sikap, nilai dan peran yang berbeda dengan masa sebelumnya. Ketika
seorang anak mencapai masa remaja, muncul berbagai tuntutan dan tugas-tugas
perkembangan baru yang harus dipenuhi. Dengan kematangan emosi remaja memiliki
kapasitas untuk bereaksi sesuai dengan tuntutan yang ada remaja berkesempatan lebih
besar untuk mengatasi masalah frustasi dan konflik secara efektif.

Hurlock (1996) menyatakan bahwa remaja dikatakan sudah mencapai kematangan emosi
bila pada akhir masa remaja tidak segera melampiaskan emosinya dihadapan orang lain
melainkan menunggu pada saat dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya
dengan cara-cara yang lebih tepat, dan dengan cara-cara yang dapat diterima.

SKEMA ...
Makasih ameelll. 

Anda mungkin juga menyukai