Referat Forensik Kebakaran
Referat Forensik Kebakaran
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
langsung berbahaya terhadap kehidupan atau kesehatan adalah 1500
ppm (0,15%). Paparan dari 1000 ppm (0,1%) selama beberapa menit
dapat menyebabkan 50% kejenuhan dari karboksi hemoglobin dan
dapat berakibat fatal.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kebakaran ?
2. Apa saja yang menjadi penyebab kematian dari kebakaran ?
3. Bagaimana gambaran post mortem pada kasus kematian akibat
kebakaran ?
C. Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah :
a. Sebagai persyaratan mengikuti ujian akhir stase Forensik dan
medikolegal di RSUD IBNU SINA GRESIK.
b. Menjelaskan pengertian dari kebakaran.
c. Menjelaskan jenis-jenis penyebab kematian pada kasus kebakaran.
d. Menjelaskan gambaran post mortem pada kasus kematian akibat
kebakaran.
D. Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan
wawasan kepada dokter muda yang sedang menjalani stase forensik
dan medikolegal mengenai kematian pada kasus kebakaran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Trauma Thermik
2
Trauma thermic dapat dibagi atas 2 macam
1. Hyperthemis
2. Hypothermis
Sejak zaman dahulu di dalam kehidupannya, manusia tidak
dapat dipisahkan dengan panas. Pada zaman modern ini banyak
fasilitas yang tercipta yang berhubungan dengan panas, tetapi
sesuai kegunaannya pada manusia tidak jarang pula terjadi efek
samping negative sehingga terjadi korban yang meninggal akibat
luka bakar oleh panas.
Hyperthermis
3
Korban dengan luka bakar, akan mengalami
beberapa kemungkinan antara lain :
4
g. Udara panas / sangat panas yang terhirup dapat
menyebabkan larynx oedema yang mengakibatkan
asphyxia.
h. Dapat terjadi keracunan akut gas CO ataupun gas
toksik lainnya.
b. Permukaan dada 9%
c. Permukaan punggung 9%
d. Permukaan perut 9%
e. Permukaan pinggang 9%
5
i. Permukaan extremitas bawah kiri 18%
1. Kritis.
a. Anak-anak : - Luka bakar Tk. II > 15%
- Luka bakar Tk. III > 10%
6
2. Sedang.
a. Anak-anak : - Luka bakar Tk. II (10-15)%
3. Ringan.
a. Anak-anak : - Luka bakar Tk. II < 10%
7
Apabila korban masih hidup, maka segera diberikan
pertolongan. Dan bilamana korban sudah meninggal, maka
sebaiknya pemeriksaan selanjutnya jangan dilakukan dengan
terburu-buru.
Pada luka bakar yang dalam dan total seluruh tubuh, data-
data tersebut diatas mungkin agak sukar diperoleh :
8
- Tumpahan air ceret pada anak-anak dan lain
sabagainya.
9
korban sebelum dibakar, bahkan dapat pula korban telah terbunuh
sebelum dibakar.
10
- Berat Badan
- Jenis Kelamin
- Umur
- Warna Kulit
- Warna Mata
- Rambut
2. Catat tanda-tanda pengenal khusus pada tubuh, seperti
jaringan parut luka, tato, kelainan-kelainan kongenital.
3. Simpan potongan pakaian yang tidak hangus terbakar.
4. Catat dan simpan barang pribadi milik korban, misalnya
gantungan kunci, uang, KTP, dan identitas lainnya, surat-
surat berharga serta perhiasan yang dikenakan korban.
5. Kumpulkan dari sampel rambut yang tidak terbakar.
6. Buat pemeriksaan gigi dan bila mungkin buat sidik jarinya.
7. Buat pemeriksaan radiologi
8. Tentukan golongan darah korban.
Pada kasus luka bakar yang berat, terjadi kelainan yang luas
pada tubuh dan sering kali tubuh menjadi hangus, sehingga dapat
mempersulit proses penyidikan. Pada kasus-kasus seperti ini,
autopsi dapat memberikan informasi yang penting.
a. Kulit
11
Perubahan-perubahan pada kulit sesuai dengan derajat luka
bakarnya, oleh karena itu, pada pemeriksaan luar perlu
ditentukan :
1. Keadaan luka
2. Luas luka dan dalamnya
Pada pemeriksaan luka ini adanya tanda-tanda reaksi vital
berupa daerah yang berwarna merah pada perbatasan antara
daerah yang terbakar. Tanda reaksi vital ini penting untuk
membedakan apakah korban masih hidup atau sudah mati pada
saat terbakar. Bila ada pemeriksaan makroskopik kita tidak
menemukan tanda-tanda reaksi vital, maka perlu dilakukan
pemeriksaan mikroskopik, untuk menemukan daerah kongesti
dengan perdarahan dan infiltrasi leukosit.
b. Heat Stiffening
Pada korban yang meninggal akibat luka bakar, dapat
ditemukan kekakuan postmortem pada otot-ototnya yang
disebabkan oleh karena terjadinya koagulasi protein-protein
otot yang terkena panas. Pada keadaan ini tidak terjadi rigor
mortis dan keadaan ini berlangsung sampai proses pembusukan
terjadi. Pada tubuh yang terbakar, akan terjadi fleksi pada
siku, lutut, dan paha , sehingga posisi korban dapat menyerupai
orang yang tertinju yang disebut Pugillistic Attitude.
c. Lebam Mayat
Pada kematian akibat luka bakar, lebam mayat yang
terjadi kadang-kadang sukar dilihat. Bila masih ada sebagian
dari tubuh yang tidak terbakar, maka lebam mayat masih dapat
ditemukan pada daerah tersebut.
Pemeriksaan dalam :
1. System pernapasan
12
Pada pemeriksaan mikroskopik, paru-paru menjadi
lebih berat dan mengalami kosnsolidasi. Kelainan yang sering
ditemukan antara lain :
a. Oedema laryngopharynx
b. Tracheochitis
c. Pneumonia
d. Kongesti Paru
e. Oedema paru interstitial
f. Ptechiae pada pleura
g. Adanya pigmen korban melekat pada mukosa saluran
napas. Adanya pigmen korban menunjukan bahwa korban
telah menghirup asap dan masih hidup saat terbakar
2. Jantung
Oedema interstitial dan fragmentasi miokardium dapat
terjadi pada penderita luka bakar termis, tetapi perubahan-
perubahan ini tidak khas dan dapat ditemukan pada keadaan-
keadaan lain. Pada penderita dengan septicaemia, ditemukan
adanya metastase focus-fokus septik pada miokardium dan
endocardium. Perubahan lain berupa gambaran pteciae pada
pericardium dan endocardium.
3. Hati
Pada korban yang meninggal karena luka bakar
superfisial, ditemukan adanya perlemakan hati, bendungan,
nekrosis dan hepatomegali. Hal ini merupakan tanda yang non
spesifik.
13
Sedangkan hepatomegaly sering ditemukan pada keadaan
hipoalbuminemia.
5. Ginjal
Organ ini tidak terpengaruh langsung pada luka bakar
termik. Perubahan yang terjadi pada organ ini biasanya
merupakan akibat dari komplikasi yang terjadi. Pada korban
yang mengalami komplikasi berupa syok yang lama, dapat
terjadi akutubular nekrosis pada tubular proksimal dan distal
serta trombosis vena. Akutubular nekrosis ini diduga
disebabkan oleh adanya heme cast pada medulla yang bisa
ditemukan pada pemeriksaan mikroskopik.
6. Saluran pencernaan
Pada penderita luka bakar dapat dijumpai curling’s
ulcer, yang kadang-kadang mengalami perforasi. Kelainan-
kelainan ini dapat sebagai ancaman bagi penderita luka bakar
karena bisa terjadi pendarahan profuse dan perforasi dari
mukosa saluran pencernaan yang biasanya berakibat fatal.
7. Kelenjar Endokrin
- Thyroid
Berat dan aktifitas kelenjar tiroid meningkat pada penderita
dengan luka bakar.
14
- Timus
Perubahan pada organ ini adalah terjadi infolusi yang diduga
disebabkan oleh hiperaktifitas kelenjar adrenal sebagai respon
terhadap stress yang non-spesifik.
- Adrenal
Kenaikan kadar steroid dalam darah dan urin pada
penderita luka bakar termik ialah penimbunan lemak dan
bendungan sinusoid-sinusoid pada korteks dan medulla.
Perubahan-perubahan ini bersamaan dengan autolysis da dapat
menyebabkan perdarahan vocal pada kelenjar.
9. Sistem Muskuloskeletal
Otot-otot, tendon, dan tulang jarang sekali terpengaruh
oleh luka bakar termik, kecuali pada kebakaran luar. Perubahan
yang dapat terjadi adalah fraktur patologis, yaitu pada tulang
kepala. Hal ini dapat disebabkan oleh karena kenaikan tekanan
intracranial yang mendadak, sedangkan pada anggota gerak
disebabkan oleh pemendekan otot-otot yang berlebihan,
sehingga terjadi tarikan yang berlebihan pada tendon dan
tulang.
15
Hipotermis
16
sampai terjadi hipotensi dan biasanya tekanan darah menjadi
tidak terukur pada suhu 290C.
1. Berkurangnya absorbsi
2. Vasokonstriksi perifer sehingga meningkatkan aliran
darah pada organ dalam
Keadaan yang berlawanan pada keadaan diatas, yaitu
oligouria, terjadi pada paparan suhu dingin (sekitar 300C
tubuh) pada waktu yang lebih lama, terutama pada orang tua.
17
plasma keruangan ekstraselular yang dikenal sebagai “cold
oedema”. Disamping hal tersebut, pada suhu lingkungan yang
dingin sel darah merah mengikat 02 lebih kuat, sehingga pada
akhirnya menyebabkan sistemik anoxia. Pada local
hypothermi, beratnya kerusakan dibagi beberapa derajat, antara
lain :
18
terbentuk lebih stabil dibandingkan dengan
oksihemoglobin.
2. Sumber
19
Karbon monoksida tidak mengiritasi tetapi sangat
berbahaya (beracun) maka gas CO dijuluki sebagai “silent
killer” (pembunuh diam-diam). Jumlah CO yang
diabsorbsi oleh tubuh tergantung pada ventilasi semenit,
durasi paparan, dan konsentrasi relatif karbon monoksida
di lingkungan ikatan CO dengan haemoglobin
menimbulkan terjadinya penurunan kapasitas oksigen
terhadap haemoglobin dan penurunan pengiriman oksigen
ke sel.
20
CO adalah karena injuri reperfusi dimana peroksidasi lipid
dan pembentukan radikal bebas yang menyebabkan
mortalitas dan morbiditas.
21
oksigen dapat menurunkan waktu paruh menjadi 30 – 90
menit, sedangkan dengan hiperbarik oksigen pada tekanan
2,5 atm dengan oksigen 100% dapat menurunkan waktu
paruh sampai 15-23 menit.
22
35%, dia menunjukan sakit kepala disertai denyutan dan
perasaaan penuh di kepala.
<10 -
23
gejala. Pada orang tua dan pada mereka yang menderita
penyakit berat seperti penyakit arteri koroner atau penyakit
paru obstruktif kronik, kadar COHb 20-30% sudah dapat
bersifat fatal. Selain itu, pada studi yang dilakukan
terhadap binatang, tranfusi darah dengan kadar COHb
yang tinggi namun dengan kadar CO bebas yang minimal
tidak menghasilkan gejala klinis atau gejalanya minimal.
Hal ini mengindikasikan bahwa adanya CO bebas yang
terlarut dalam plasma berperan penting dalam
menimbulkan gejala pada intoksikasi karbon monoksida.
24
5. Cara Kejadian Keracunan Gas CO (kaitannya dalam
menentukan sebab kematian)
a. Kecelakaan
Penyebab utama dari kematian monoksida karena
struktur kebakaran dirumah atau gedung lain, penyebab
terbesar kematian pada kebakaran rumah tidak disebabkan
karena terbakar tapi karena menghirup asap. Keadaan fatal
ini disebabkan karena keracunan CO, walaupun gas-gas
lain seperti sianida, phosgene dan acrolein sebagian turut
berperan. Kebanyakan korban dari kebakaran rumah, mati
jauh dari pusat api, yang mungkin terdapat pada ruangan
berbeda atau lantai yang berbeda, karbon monoksida pada
jarak jauh dapat membunuh manusia walaupun sedang
tidur atau terperangkap pada saat didalam gedung.
b. Bunuh Diri
Sering di pakai untuk bunuh diri misalnya yaitu gas
dapur, gas hasil pembakaran kendaraan bermotor.Untuk
keperluan ini biasanya dikombinasikan dengan obat tidur.
Di Maio dan Dana melaporkan tiga kasus kematian akibat
menghirup karbon monoksida dari gas knalpot mobil
ketika berada di luar ruangan. Konsentrasi
karboksihemoglobin korban berkisar dari 58% (pada
karbon yang sudah membusuk) sampai 81%. Seluruh
25
korban ditemukan bergeletak dekat dengan pipa knalpot
mobil. Dua meninggal karena bunuh diri. Kasus ini
menggambarkan kenyataan bahwa meskipun di luar
ruangan, kematian karena menghirup karbon monoksida
dapat terjadi jika seseorang dekat dengan sumber karbon
monoksida dalam jangka waktu yang lama.
c. Pembunuhan
Kasus keracunan CO karena pembunuhan jarang
terjadi namun sebaiknya jangan diabaikan. Karena korban
sebelumnya dapat dibuat tidak sadar atau mabuk lalu
dibunuh oleh ibu yang memberi gas pada anaknya dan
kemudian bunuh diri. Pola kematian pada kasus CO harus
dievaluasi dengan perhatian penuh karena tindakan bunuh
diri dapat dianggap sebagai kematian akibat kecelakaan atau
kematian yang wajar.
6. Pemeriksaan TKP
26
% selama kurang lebih 4 jam berikutnya untuk
mengatasi cerebral odema.
- Analgetika, antibiotika, antikonvulsi.
3. Mencari sumber-sumber gas karbon monoksida (bila
memungkinkan diambil contoh udara untuk test isolasi gas).
4. Membantu mengumpulkan barang bukti (untuk
pemeriksaan toksologi melalui analisis bahan yang
terbakar).
5. Membuat catatan tentang lingkungan di TKP, mencari
informasi dari orang-orang terdekat korban atau yang berada
di sekitar TKP.
6. Menentukan apakah keracunan tersebut sesuatu yang wajar
atau tidak.
7. Apabila korban telah meninggal dan ada permintaan visum
et repertum (SPVR), maka jenasah segera diangkut ke
rumah sakit untuk dilakukan otopsi.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas,
diharapkan pemeriksaan di TKP dapat membantu dalam
pemeriksaan toksikologi yang akan dilakukan.
7. Pemeriksaan Jenazah
a. Pemeriksaan luar
Khas warna lebam mayat merah terang (cherry red)
baik permukaan tubuh, membran mukosa, kuku jari, namun
warna ini tidak sama di seluruh tubuh misal tubuh bagian
depan, leher dan paha berwarna lebih terang dibanding
dengan yang lain. Warna cherry red ini khususnya terdapat
di daerah hipostasis post mortem dan menunjukkan
kejernihan kadar COHb telah melampaui 30%. Pada
pemeriksaan warna cherry red ini dibutuhkan pencahayaan
yang baik karena tidak semua warna cherry red yang
ditemukan dalam pemeriksaan luar jenasah sebagai
indikator pasti untuk menentukan adanya keracunan gas
karbon monoksida. Warna cherry red tidak akan ditemukan
pada jenasah yang diawetkan.
27
dengan pelepuhan barbiturat, misal pada betis, pantat,
sekitar pergelangan tangan dan lutut merupakan hasil
edema kulit akibat koma yang lama, dimana terdapat
immobilitas total serta tidak adanya darah vena yang
kembali dari gerakan otot. Hal ini merupakan tanda
spesifik pada keracunan gas CO akan tetapi karena
sebagian besar kematian karena gas CO relatif cepat maka
pelepuhan ini jarang terjadi.
b. Pemeriksaan dalam
Tidak ditemukan perdarahan di rongga pleura pada
keracunan CO, walau hal ini sering dihubungkan dengan
asfiksia. Inilah membedakan keracunan CO dan kehilangan
oksigen.
28
Perubahan yang dapat terjadi antara lain:
c. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan PA menunjukkan adanya area nekrotik
dan perdarahan mikrokospis di seluruh tubuh juga terjadi
edema dan kongesti hebat pada otak, hati, ginjal dan limpa.
29
dari konsentrasi karbon dioksida di atmosfer, ia akan terasa
asam di mulut dan menyengat di hidung dan tenggorokan.
BAB III
KESIMPULAN
30
perkiraan saat kematian, menentukan sebab/akibat dari luka
bakar, membantu mengumpulkan barang bukti, cara kematian
pada luka bakar, sebab kematian pada luka bakar, identifikasi
korban, autopsi pada korban yang meninggal karena luka bakar
thermik.
3. Pemeriksaan luar yang dilakukan meliputi kulit yaitu keadaan
luka dan luas luka, Heat Stiffening dan, lebam mayat
4. Pemeriksaan dalam yang dilakukan meliputi, system
pernapasan, jantung, hati, limpa dan kelenjar getah bening,
ginjal, saluran pencernaan, kelenjar endokrin, susunan saraf
pusat, sistem muskuloskeletal.
5. Karbon monoksida merupakan suatu gas yang tidak berwarna,
tidak berbau, tidak berasa yang berbahaya bagi manusia.
6. Karbon monoksida merupakan hasil pembakaran yang tidak
sempurna dari senyawa karbon dan oksigen.
7. Jumlah CO yang diabsorbsi oleh tubuh tergantung pada
ventilasi semenit, durasi paparan dan konsentrasi relatif karbon
monoksida di lingkungan. Ikatan CO dengan hemoglobin
menimbulkan terjadinya penurunan kapasitas oksigen tergadap
hemoglobin dan penurunan pengiriman oksigen ke sel
berdasarkan tiga mekanisme, yaitu berkaitan dengan
hemoglobin, berkaitan dengan kompleks sitokrom oksidase
sehingga terjadi penurunan respirasi efektif intra sel, berikatan
dengan mioglobin membentuk karboksi mioglobin (COHb).
8. Kadar karboksihemoglobin pada seseorang yang meninggal
karena keracunan CO dapat sangat bervariasi, tergantung pada
sumber CO, keadaan sekitar tempat kematian, dan kesehatan
atau penyakit parut obstruktif kronik.
9. Waktu paruh karbon monoksida, jika menghirup udara ruangan
yang rata dengan air laut, yaitu sekitar 4-6 jam. Tetapi oksigen
mengurangi eliminasi waktu paruh, tergantung pada
konsentrasi oksigennya. Eliminasi waktu paruh dengan terapi
oksigen dipendekkan menjadi 40-80 menit dengan menghirup
oksigen 100% pada 1 atm, dan menjadi 15-30 menit dengan
menghirup oksigen hiperbarik.
10. Keracunan gas karbon monoksida gejala didahului dengan
sakit kepala, mual, muntah, rasa lelah, berkeringat banyak,
pyrexia, pernapasan meningkat, confusion, gangguan
penglihatan, kebingungan, hipotensi, takikardi, kehilangan
31
kesadaran dan sakit dada mendadak juga dapat muncul pada
orang yang menderita nyeri dada.
11. Pada korban yang mati tidak lama setelah keracunan CO,
ditemukan lebam mayat berwarna merah terang (cherry pink
color) yang tampak jelas bila kadar COHb menempati 30%
atau lebih, dan berbeda dengan lebam mayat pada kasus
kematian CO yang tertunda. Pada mayat yang didinginkan dan
pada keracunan CN, penampang ototnya berwarna biasa, tidak
merah terang. Juga pada mayat yang didinginkan warna merah
terang lebam mayatnya tidak merata selalu masih ditemukan
daerah yang keunguan (livid). Sedangkan pada keracunan CO,
jaringan otot, visera dan darah juga berwarna merah terang.
Kadang-kadang dapat ditemukan ptekiae di substansia alba bila
korban dapat bertahan hidup lebih dari ½ jam.
12. Kematian bisa disebabkan bunuh diri dan kecelakaan.
DAFTAR PUSTAKA
32
Homan CS, Brogan GX. Carbon Monoxide Poisoning dalam : Viccellio P
(Editor). Handbook of Medical Toxicology, First edition, Little
Brown and Co, Boston.1993
Olson, KR, Cargbon Monoxide, Poisoning & Drug Overdose, Fourth edition,
Mc. Graw Hill, Singapore, 2004.
Tomaszewksi Christian. Carbon Monoxide Poisoning, Earl Awareness and
Intervention can save live. Postgraduate Medicine online Vol. 105
No. 1 (online) January 1999.
POWER POINT /
SLIDE
PRESENTATION
33
34