Anda di halaman 1dari 17

I.

JUDUL
Pembuatan preparat Section Hewan Hepar Marmut (Cavia cobaya)

II. TUJUAN
Untuk mengamati struktur-struktur jaringan hewan dalam bentuk irisan
penampang melintang ataupun membujur

III. METODE
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a) Botol flacon
b) Botol kaca
c) Gelas arloji
d) Kaca benda
e) Kaca penutup
f) Cutter/silet
g) Papan bedah
h) Pipet
i) Mikroskop
j) Oven
k) Kertas alofo
l) Spluit
m) Beaker glass
n) Box parafin dadi alofo

3.1.2 Bahan
a) Organ Oryctolagus curiculus (ginjal, hati, usus, jantung)
b) FAA
c) Formalin
d) Alkohol (50%, 70%, 80%, 100%)
e) Xylol murni
f) Xylol : parafin
g) Alkohol : xylol ( 1 : 3, 1 : 1, 3 : 1)
h) Aquades
i) Pewarna eosin
j) Pewarna Hematoxylin-Eosin (H-E)
k) Enthelen
3.2 Prosedur Kerja
a) Hewan diambil bagian organ (jantung, hati, ginjal, usus)
b) Diiris 0,5 cm dimasukkan ke dalam botol flacon
c) Difiksasi dengan formalin 50% selama 24 jam
d) Formalin dibuang
e) Dehidrasi alkohol 50%, 70%, 80%, 100%, 100% , selama 30 menit
f) Tetesi alkohol : xylol, 3 : 1, 1 : 1, 1 : 3, masing-masing 30 menit
g) Tetesi xylol murni 1 selama 30 menit
h) Tetesi xylol murni 2 selam 30 menit
i) Tetesi xylol : parafin, 1 : 9 selama 24 jam (diletakkan dalam oven suhu
60⁰C)
j) Kemudian diganti parafin murni selama 1 jam dalam oven
k) Block, dibiarkan sampai mengeras
l) Pengirisan dan perekatan
m) Ditetesi xylol 1 selama 3 menit
n) Ditetesi xylol 2 selama 3 menit
o) Tetesi campuran alkohol : xylol. 1 : 3, 1 : 1, 3 : 1, masing-masing 3 menit
p) Dehidrasi alkohol 100%, 80%, 70%, masing-masing 3 menit
q) Cuci dengan aquades
r) Tetesi dengan larutan pewarna eosin selama 1 jam
s) Cuci dengan aquades
t) Dehidrasi alkohol 70%, 80%, 100% masing-masing 3 menit
u) Tetesi campuran alkohol : xylol. 1 : 3, 1 : 1, 3 : 1, masing-masing 3 menit
v) Tetesi xylol 1 3 menit
w) Tetesi xylol 2 sebelum kering di tambahkan enthelen langsung di tutup.

3.3 Skema Prosedur Kerja

Menyiapkan alat dan bahan Mengambil bagian organ

Dehidrasi alkohol Difiksasi dengan formalin

Menetesi alkohol : xylol Menetesi xylol murni


Mencuci Menetesi xylol : parafin

Menetesi pewarna eosin Enthelen


IV. DATA PENGAMATAN
4.1 Foto Preparat Bahan Praktikum
Foto Preparat Hepar Marmut (Cavia cobaya)

Keterangan :
1. Eritrosit

Gambar 4. 1 Preparat Hepar Marmut (Cavia cobaya)

Topik : Preparat Section Hewan Marmut (Cavia cobaya)

Sub Topik : Hepar Marmut (Cavia cobaya)

Potret : Oppo F1s

Perbesaran : 40x10

Tanggal Pengambilan : 18 Maret 2018


4.2 Gambar Literatur

(Sinaga, 2016)

V. HASIL dan PEMBAHASAN


5.1 Klasifikasi Ilmiah

(Firdausi, 2014)

Klasifikasi Marmut

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
SubFilum : Vertebrata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Caviidae
Genus : Cavia
Spesies : Cavia cobaya
(Budiyanto, 2014)
5.2 Preparat Section Hewan Marmut (Cavia cobaya)

Tubuh mamalia bersifat bilateral simetris dengan tulang rangka yang memiliki
tendo oksipital. Pada rahangnya tertanam gigi yang besarnya berbeda untuk setiap
induvidu. Kaki mamlia beradaptasi untuk berjalan, kompak kenyal dan terletak di
rongga dada. Kelenjar mulut mamalia selama masa pertumbuhan embrio sebagai
besar dan mengeser sebagai tempat asalnya menjadi kelenjar monostomatika
(Jasin,1989).

Menurut Herman (2000) Marmut merupakan ternak herbivora yang bukan


ruminansia, kurang mampu untuk mencerna serat kasar, tetapi dapat mencerna
protein dari tanaman berserat dan memanfaatkan dengan efektif. Hal ini
memungkinkan marmut dapat makan dan memanfaatkan bahan-bahan hijau rumput
dan sejenisnya. Marmut mempunyai kebiasaan yang tidak dilakukan pada ternak
ruminansia yaitu kebiasaan memakan fesef yang sudah dikeluarkan yang disebut
dengan coproghagy biasanya terjadi pada malam hari atau pagi hari berikutnya
Metode yang digunakan dalam praktikum adalah metode section hewan, yaitu
salah satu metode yang digunakan untuk pembuatan suatu preparat dengan cara
pengirisan atau metode parafin. Metode section hewan biasanya digunakan untuk
melihat struktur jaringan pada suatu organ hewan (Kurniawan, 2010)
Metode parafin adalah suatu cara pembutan sediaan baik itu tumbuhan
ataupun hewan dengan menggunakan parafin. Kebaikan-kebaikan metode ini ialah
irisan jauh lebih tipis dari pada menggunakan metoda beku atau metoda seloidin.
Dengan metoda beku, tebal irisan rata-rata diatas 10 mkron, tapi dengan metode
parafin tebal irisan dapat mencapai rata-rata 6 mikron. Irisan-irisan yang bersifat seri
dapat dikerjakan dengan mudah bila menggunakan metode ini. Kelemahan dari
metode ini ialah jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah patah. Jaringan-
jaringan yang besar tidak dapat dikerjakaan, bila menggunakan metode ini. Sebagian
besar enzim-enzim yang terdapat pada jaringan akan larut dengan menggunakan
metode ini (Santoso, 2002).
Metode paraffin termasuk metode sayatan yang banyak digunakan, karena
hampir semua jaringan dapat dipotong dengan metode ini. Pengamatan secara
mikroskopis dari suatu jaringan dalam berbagai kondisi dan berbagai elemen jaringan
dapat diamati atau diteliti melalui preparat permanen yang dibuat dengan metode
paraffin. Pembuatan preparat dengan metode paraffin adalah metode yang paling
umum digunakan untuk pembuatan preparat permanen, baik pada tumbuhan ataupun
pada hewan (Dasumiati, 2008).
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa dalam
pembuatan preparat section hewan pada Marmut (Cavia cobaya) ini dilakukan
dengan beberapa tahap , antara lain: proses awal pembuatan preparat yaitu fiksasi.
Fiksasi merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mempertahankan kondisi
jaringan. Tujuan dari fiksasi adalah untuk mempertahankan morfologi sel seperti
semula, untuk mencegah terjadinya otolisis, dan untuk mencegah pertumbuhan
bakteri atau jamus. Beberapa jenis bahan yang biasa digunakan sebagai bahan
penfiksasi suatu jaringan., yaitu formalin, alkohol, larutan carnoi, larutan zenker,
larutan helly, larutan bouin, larutan susa, omium, dan glutaraldehyde (Gunarso,
1986).
Sebelum difiksasi pada Marmut (Cavia cobaya) mengambil bagian organ
seperti: jantung, hati, usus, ginjal, dan paru-paru. Organ merupakan bagian tubuh
yang memiliki satu atau lebih fungsi tertentu. Penyusun organ adalah beberapa jenis
jaringan yang terorganisir dan saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Contoh:
usus halus, berfungsi mencerna dan menyerap sari-sari makanan. Struktur usus halus
terdiri dari jaringan otot, jaringan epitel, jaringan ikat, dan jaringan saraf. Sedangkan
Sistem organ merupakan gabungan dari berbagai organ yang melaksanakan satu
fungsi dalam koordinasi tertentu. Pembesaran dan diferensiasi sel-sel terorganisasi
menjadi jaringan dan kumpulan jaringan membentuk organ-organ, selanjutnya
kumpulan oragan membentuk sistem organ dan menjadi tubuh (Kurniawan, 2010)
Proses kedua yaitu dehidrasi. Dehidrasi adalah proses penarikan air dari dalam
jaringan dengan menggunakan bahan-bahan kimia tertentu. Dehidrasi bertujuan untuk
mengeluarkan air dari dalam jaringan yang telah difiksasi. Perlakuan dehidrasi ini
dilakukan dengan meggunakan larutan alkohol bertingkat yaitu mulai alkohol dengan
konsentrasi 50%, 70%, 80%, 100%, dan 100% dan masing-masing perlakuan
dilakukan selama 10 menit. Dehidrasi alkohol yang baik dilakukan secara bertahap
yaitu mulai dari konsentrasi 70% kemudian berturut-berturut ke dalam alkohol 80%,
90%, 96% dan alkohol absolut. Pada setiap konsentrasi dilakukan pengulangan 3 kali
(Rudyatmi, 2012).
Proses ketiga yaitu pewarnaan Pewarnaan pada preparat dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu pewarnaan umum dan pewarnaan khusus. Pewarnaan umum
yaitu pewarnaan yang hanya untuk membedakan antara bagian inti dan
sitoplasmanya. Jenis bahan yang biasa digunakan dalam pewarnaan umum adalah
hematoksilin-eousin (HE). Pewarnaan khusus adalah pewarnaan yang digunakan
untuk melihat satu macam jenis organel atau untuk membedakan jaringan tertentu.
Beberapa metode yang digunakan dalam pewarnaa khusus adalah gomori, PAS
(periodic acid schiff), imunohistokimia, dan apotag. Prinsip dari pewarnaan jaringan
adalah brdasarkan pada afinitas antara zat warna dengan bahan yang diwarnai
(Sudiana, 2005).
Pewarnaan bertujuan agar dapat mempertajam atau memperjelas berbagai
elemen jaringan, terutama sel-selnya, sehingga dapat dibedakan dan ditelaah dengan
mikroskop. Metoda pewarnaan yang sering dilakukan dalam pembuata preparat
metode parafin adalah metoda pewarnaan Hematoxilin-eosin. Seperti merupakan
peraturan, hamatoxillin digunakan terlebih dahulu dan setelah melalui proses
diferensiasi, maka barulah eosin digunakan. Pertukaran tempat keduanya tampaknya
akan menimbulkan kesukaran, karena pewarna hematoxilin akan mewarnai lebih
cepat dari pada pewarna paduannya yang umumnya berperan sebagai counterstain
yang intensitas pewarnaanya dapat diatur tanpa mempengaruhi pewarnaan
hematoxilin (Handari, 1983)
Proses pembuatan preparat adalah dengan meletakkan bagian pengirisan
organ yang yang telah diberi berbagai macam perlakuan di atas kaca benda, kemudian
mengamati preparat di bawah mikroskop. Jika telah ditemukan bagian anatomi,
selanjutnya diberi enthelen dan meletakkan kaca penutup di atas kaca benda agar bisa
menempel sehingga perlu didiamkan hingga kering agar objek pengamatan tidak
bergeser. Pemberian enthelen yang berfungsi untuk pelekat sebaiknya tidak terlalu
banyak, karena dapat menyebabkan adanya gelembung (Santoso, 2002).
5.3 Analisis Hasil Pengamatan
Menurut Herman (2000) Marmut merupakan ternak herbivora yang bukan
ruminansia, kurang mampu untuk mencerna serat kasar, tetapi dapat mencerna
protein dari tanaman berserat dan memanfaatkan dengan efektif. Hal ini
memungkinkan kelinci dapat makan dan memanfaatkan bahan-bahan hijau rumput
dan sejenisnya. Kelinci mempunyai kebiasaan yang tidak dilakukan pada ternak
ruminansia yaitu kebiasaan memakan fesef yang sudah dikeluarkan yang disebut
dengan coproghagy biasanya terjadi pada malam hari atau pagi hari berikutnya.
Metode paraffin termasuk metode sayatan yang banyak digunakan, karena
hampir semua jaringan dapat dipotong dengan metode ini. Pengamatan secara
mikroskopis dari suatu jaringan dalam berbagai kondisi dan berbagai elemen jaringan
dapat diamati atau diteliti melalui preparat permanen yang dibuat dengan metode
paraffin. Pembuatan preparat dengan metode paraffin adalah metode yang paling
umum digunakan untuk pembuatan preparat permanen, baik pada tumbuhan ataupun
pada hewan (Dasumiati, 2008).
Berdasarkan hasil pengamatan pada organ Hati dengan perbesaran 40x10 pada
anatomi ditemukan inti sel diiris secara melintang. Metode section hewan biasanya
digunakan untuk melihat struktur jaringan pada suatu organ hewan. Metode yang
digunakan dalam praktikum ini adalah dengan cara pengirisan atau metode parafin,
karena pada metode ini agar memudahkan dalam proses pengirisan pada organ
dengan sayatan tipis.
Tujuan dari pembuatan preparat ini yaitu untuk mengetahui struktur-struktur
jaringan hewan dalam bentuk irisan melintang atau membujur. Manfaat dari
pembuatan preparat ini yaitu dapat melihat struktur jaringan pada hewan dalam
bentuk irisan melintang atau membujur.
Mendehidrasi dengan alkohol bertingkat 50%, 70%, 80%, 100%, 100% pada
pembuatan preparat bertujuan umtuk menarik air dari dalam jaringan secara perlahan-
lahan agar jaringan tidak mengalami pengkerutan. Melakukan dealkoholisasi dengan
campuran alkohol : xylol yaitu 3:1, 1:1, 1:3 bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa
alkohol dari organ dan membantu proses penyerapan parafin. Menetesi xylol 1 dan
xylol 2 yang berfungsi sebagai penjernih. Embedding atau pemblokan dilakukan
dengan membuat kotak dari aluminium foil agar bisa membuat arah sayatan dan
menandai jaringan sebelum ditanam, maka terlebih dahulu paraffin dalam kotak harus
membeku pada bagian dasarnya sehingga organ tidak langsung menempel pada dasar
aluminium foil.
Zat warna yang dapat digunakan dalam membuat preparat ini antara lain eosin
dan hematoxilin-eosin. Pewarna hematoxilin dengan pelarut aquades sangat baik
digunakan untuk mewarnai inti yang akan berwarna biru. Pewarna eosin dengan
pelarut alkohol 70% sangat baik untuk mewarnai sitoplasma dengan warna merah,
dan hyaluroidase (Handari,1983). Pada praktikum menggunakan 2 pewarnaan yaitu
eosin dan hematoxilin-eosin, pada pewarnaan eosin tidak ditemukan bagian anatomi
organ Hati dikarenakan pada waktu penyayatan kurang tipis dan waktu pewarnaan
terlalu banyak sehingga pada preparat organ Hati dilihat pada mikroskop tampak
pengeblokan. Sedangkan, pada pewarna hematoxilin-eosin sedikit nampak bagian
organ hati yaitu inti sel. Pada organ hati yang harus ditemukan antara lain: kapsula
bowman, tubulus kontortus dll. Namun pada pengamatan hanya ditemukan bagian
inti sel pada pewarnaan hematoxilin-eosin dikarenakan penyayatan kurang tipis dan
terlalu tebal pewarnaan.
VI. Kesimpulan
Metode yang digunakan dalam praktikum adalah metode section hewan, yaitu
salah satu metode yang digunakan untuk pembuatan suatu preparat dengan cara
pengirisan atau metode parafin. Metode section hewan biasanya digunakan untuk
melihat struktur jaringan pada suatu organ hewan. Metode paraffin termasuk metode
sayatan yang banyak digunakan, karena hampir semua jaringan dapat dipotong
dengan metode ini dengan mudah.
Anatomi organ Hati dengan perbesaran 40x10 hanya ditemukan inti sel
dengan menggunakan pewarnaan hematoxilin-eosin. Faktor yang mempengaruhi baik
buruknya hasil preparat pada section hewan yaitu ketika penyayatan dan pewarnaan.
VII. Daftar Pustaka
Budiyanto. (2014). Klasifikasi Klinci (Online). http://www.
Biologionline.info/2014/09/Klasifikasi-kelinci.html. Diakses
pada tanggal 8 Apeil 2017
Dasumiati. (2008). Diktat Kuliah Mikroteknik. Prodi Biologi Fak.Sains dan
Teknologi. UIN Syarif Hidayatullah : Jakarta
Fidausi, Putri. (2014). Kelinci (Online). http://putrifirdausi.weebly.com.
Diakses pada tanggal 8 April 2017
Gunarso, W. (1986). Pengaruh Dua Jenis Cairan Fiksatif yang Berbeda pada
Pembuatan Preparat dari Jaringan Hewan Dalam Metoda
Mikroteknik Parafin. Bogor: IPB Press
Handari, S. Suntoro. (1983). Metode Pewarnaan..Jakarta : Bhatara Karya
Aksara.
Herman, R. (2000). Produksi Kelinci dan Marmut, Anatomi dan Fisiologi Alat
Pencernaan Serta Kebutuhan Pakan Edisi Ketiga. Fakultas
Peternakan Institut Pertanian : Bogor
Kurniawan, Wahyu. (2010). Pembuatan Sediaan Irisan Jaringan Hewan
Dengan Metode Parafin. Banjarbaru: Universitas Lambung
Mangkurat.
Jasin, M. 1989. Sistematika Hewan Avertebrata dan Vertebrata. Sinar Wijaya
: Surabaya.
Rudyatmi, Ely. (2012). Bahan Ajar Mikroteknik. Semarang: Jurusan Biologi
FMIPA UNNES.
Santoso, H. B. (2002). Bahan Kuliah Teknik Laboratorium. Universitas
Lambung Mangkurat : Banjarbaru.
Sinaga, Lisnawati. (2016). Section Hewan(Online) . http://lisnawatisinaga.
wordpress. co. id/2016_03_01-Hewan/ Diakses pada tanggal 8
April 2017
Sudiana, K. I. (2005). Teknologi Ilmu Jaringan dan Imunohistokimia. Jakarta:
CV.Sagung Seto.
VIII. Lampiran
8.1 Foto Prosedur Kerja

Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3

Memotong organ
Menyiapkan alat jantung,ginjal,
Membedah hati, usus, dan
dan bahan
hewan paru-paru

Gambar 6 Gambar 5 Gambar 4

Memfiksasi Memasukkan
alkohol ke botol Mencuci organ
selama 24 jam
flakon dengan air

Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9

Dehidrasi alkohol
Menetesi Alkohol Menetesi xylol :
(50,70,80,100,10
: Xylol, 1:3, 1:1, paraffin, 1:9
0) % , 30 menit
3:1, 30 menit selama 24 jam
Gambar 12 Gambar 11 Gambar 10

Meletakkan Memotong blok


Mengganti
bahan di cawan paraffin dengan
paraffin murni
petri sangat tipis
selama 24 jam

Gambar 13 Gambar 14 Gambar 15

Menetesi Xylol
selama 6 menit Menetesi alkohol Dehidrasi alkoho
: xylol, 1:3, 1:1, 100,100,80,70 %
3:1 selama 3 selama 3 menit
menit

Gambar 18 Gambar 17 Gambar 16

Menetesi alkohol Dehidrasi alkoho


: xylol, 3:1, 1:1, 70,80,100,100 % Memberi
1:3 selama 3 selama 3 menit pewarna Eosin
menit
Gambar 19 Gambar 20

Menetesi Xylol Mengamati


selama 6 menit preparat
perbesaran 40x10
dan di enthelen

8.2 Teknik Preparat Section Hewan Marmut (Cavia cobaya) Sebagai


Media Pembelajaran
Tingkat Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
/Kelas
SMA kelas KI. 1 Menghayati dan 1.1 Mengagumi keteraturan
XI mengamalkan ajaran agama dan kompleksitas ciptaan
yang dianutnya. Tuhan tentang struktur dan
KI. 2 Menunjukkan perilaku fungsi sel, jaringan, organ
jujur, disiplin, tanggung penyusun sistem dan bioproses
jawab, peduli (gotong royong, yang terjadi pada mahluk
kerja sama, toleran, damai), hidup.
santun, responsif, dan pro- 1.2 Menyadari dan mengagumi
aktif sebagai bagian dari pola pikir ilmiah dalam
solusi atas berbagai kemampuan mengamati
permasalahan dalam bioproses.
berinteraksi secara efektif 1.3 Peka dan peduli terhadap
dengan lingkungan sosial dan permasalahan lingkungan
alam serta menempatkan diri hidup, menjaga dan
sebagai cerminan bangsa menyayangi lingkungan
dalam pergaulan dunia. sebagai manisfestasi
KI. 3 Memahami, pengamalan ajaran agama yang
menerapkan, menganalisis dianutnya.
pengetahuan faktual, 3.4 Menganalisis keterkaitan
konseptual, prosedural antara struktur jaringan, letak
berdasarkan rasa ingin dan fungsi organ pada hewan
tahunya tentang ilmu 4.4 Menyajikan data hasil
pengetahuan, teknologi, seni, pengamatan berbagai bentuk
budaya, dan humaniora sel penyusun jaringan hewan
dengan wawasan untuk menunjukkan
kemanusiaan, kebangsaan, keterkaitannya dengan letak
kenegaraan, dan peradaban dan fungsi dalam bioproses
terkait penyebab fenomena dan aplikasinya dalam
dan kejadian, serta berbagai aspek kehidupan
menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian
yang spesifik sesuai dengan
bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah.
KI. 4 Mengolah, menalar,
dan menyaji dalam ranah
konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan
dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri, dan
mampu menggunakan metoda
sesuai kaidah keilmuan.

Tingkat/se Mata Kuliah Materi


mester
Perguruan Mikroteknik Metode Section Hewan
Tinggi

8.3 Jurnal asli dan analisis jurnal


Nama : Lisdayani
NIM : 201510070311132
Kelas : BIOLOGI VI-C

ANALISIS JURNAL SECTION HEWAN PRAKTIKUM MIKROTEKNIK


A. IDENTITAS JURNAL :
Penulis : Ni Komang Tia Pramesti , Ngurah Intan Wiratmini & Ni Putu AdrianiAstiti

Tahun/ Nomer : 2017/ 9 (ISSN : 2337-7224)


Asal : Program Studi Biologi, FMIPA, Unud Bukit, Jimbaran, Bali

B. JUDUL :
Struktur Histologi Hati Mencit(Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak
Daun Ekor Naga (Rhapidhophora Pinnata Schott)

C. TUJUAN PENELITIAN :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian
ekstrak daun ekor naga(Rhapidhophora pinnata, Schott) terhadap struktur
histologi hati mencit (Mus musculusL).

D. METODE PENELITIAN :
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2015 hingga Februari
2016.Pemeliharaan hewan uji dan pemberian perlakuan dilakukan di ruang
pemeliharaan hewan coba Jurusan Biologi, FMIPA,Universitas Udayana.
Pembuatan preparat histologi hati dilakukan di laboratorium Patologi, Balai
Besar Veteriner, Sesetan, Denpasar, Bali.Daunekor naga yang diambil adalah
daun tua atau berwarna hijau tua yang dipetik daun ke 5 dari ujung daun.
Daun tersebut dicuci bersih lalu diiris dan kemudian dikering anginkan pada
suhu ruang tanpa paparan sinar matahari sehingga diperoleh berat akhir
konstan 500g. Daun ekor naga dihaluskanhinggamenjadi serbuk. Selanjutnya
500 g serbuk daun ekor naga tersebut dimaserasi dengan alkohol 96%
sebanyak 2 liter selama 24 jam, kemudian disaring dengan kertas saring agar
ampas dan ekstrak terpisah.Selanjutnya dievaporasi di Laboratorium
Pengembangan Sumber Daya Genetika dan Biologi Molekuler Universitas
Udayana denganvacuum ratory evaporator hinga diperoleh crude extract
(ekstrak kasar)(Harbone, 1987)

E. KONSEP UTAMA PENELITIAN :


1) Pemberian ekstrak daun ekor naga terhadap hati menunjukkan tidak ada
perbedaan nyata antara kontrol dengan perlakuan
2) Pemberian ekstrak daun ekor naga pada kelompok perlakuan tidak
menyebabkan terjadinya kerusakan degenerasi lemak dan hidropis serta
nekrosis pada hati.
3) Mengindikasikan bahwa pemberian ekstrakdaun ekor naga tidak mengganggu
metabolisme lemak di hati sehingga tidak terjadi degenerasi lemak dan
hidropis serta nekrosis (nilai P>0,05).
4) Organ ekskresi yang berfungsi untuk mendetoksifikasi zat-zat toksik sehingga
adanya kerusakan hati merupakan petunjuk apakah suatu zat itu bersifat toksik
atau tidak.
5) Konsep utama penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan menggunakan 28 ekor mencit betina yang dibagi menjadi 4 kelompok
perlakuan. Kelompok P0 (kontrol) diberikan NaCL dan kelompok P1, P2 dan
P3 diberikan ekstrak daun ekor naga dengan dosis berturut-turut 50, 100 dan
150 mg/KgBB selama 14 hari secara oral (gavage).
6) Mencit dibedah pada hari ke-15 untuk diambil hatinya kemudian diamati
kerusakan berupa degenerasi lemak, degenerasi hidropis dan nekrosis. Data
dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis. Hasil analisis menunjukkan tidak
terdapat perbedaan nyata antara kelompok kontrol dengan perlakuan terhadap
parameter degenerasi lemak, hidropis dan nekrosis, namun ditemukan adanya
hemoragi, kongesti dan infiltrasi sel radang.
F. KRITIK DAN SARAN :
Kritik : Pada jurnal penelitian ini belum dijelaskan secara detail mengenai
metode penelitian yang digunakan. Metode penelitian menggunakan
metode eksrtak daun naga dan tidak dijelaskan fungsinya apa saja.
Saran : Sebaiknya dalam pembuatan jurnal lebih dijelaskan lagi terkait
metodenya dan fungsi masing-masing sampel kenapa harus
dibedakan.

Anda mungkin juga menyukai