Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan penelitian bahwa 5%-15% dari populasi di Amerika
Serikat mengalami ulkus, tetapi hanya kira-kira setengahnya yang diketahui,
kejadian ini telah menurun sebanyak 50% selama 20 tahun terakhir. Ulkus
duodenum terjadi 5 sampai 10 klai lebih sering dari pada ulkus lambung.
Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara usia 40 –
60 tahun dan tetapi relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah
dionservasi pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkena tiga kali
lebih banyak dari pada wanita, tetapi terdapat beberapa bukti bahwa incident
pada wanita meningkat setelah menopause.
Di Indonesia juga terjadi hal demikian hampir sama dengan bahkan lebih banyak
dari pada Negara luar seperti amerika karena Negara Indonesia merupakan
Negara berkembang.
Dari data di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam
tentang ulkus dan mengapa ulkus kerap terjadi di setiap individu serta
bagaimana cara mengatasinya. Maka dari itu penulis mengangkat sebuah
makalah dengan judul Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Ulkus Peptikum.

B. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Ulkus Peptikum
2. Untuk mengetahui bagaimana proses tindakannya dan bagaimana
penatalaksanaan serta pengobatannya

C. Manfaat

1
1. Penulis semakin terlatih dalam membuat makalah dan asuhan
keperawatan.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya tentang
penyakit ulkus peptikum.
3. Dapat menambah referensi bagi pembaca tentang konsep penyakit
dan askep pada Ulkus Peptikum.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
a. Pengertian
Pada tahun 350 SM, Diocles Of Carystos dipercaya sebagai orang yang
menyebutkan kondisi Ulkus Peptikum lambung pertama kali. Marcellus Donatus
Mantua pada tahun 1586 menjadi orang pertama yang mendeskripsikan
Ulkus Peptikum lambung melalui autopsi, pada tahun 1688, Muralto
mendeskripkan Ulkus Duodonal secara autopsi. Pada tahun 1737 , Morgagni juga
menyebutkan kondisi Ulkus pada lambung dan duodenum secara autopsy.
(Angel, 2006).
Ulkus Peptikum atau Ulkus Peptikumum adalah keadaan dimana kontinuitas
mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel.kerusakan mukosa
yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun sering kali
dianggap juga sebagai Ulkus. (Fry, 2005).menurut definisi, Ulkus Peptikum
dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam
lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, jejunum dan telah tindakan
gastroenterostomi. Ulkus Peptikum diklasifikasikan atas Ulkus akut dan Ulkus
Kronik, hal tersebut menggambarkan tingkat kerusakan pada lapisan mukosa yang
terlibat. (Aziz, 2008)
Walaupun aktivitas pencernaan peptik oleh getah lambung merupakan
etiologi yang penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu dari
banyak faktor yang berperan dalam pathogenesis Ulkus Peptikum. (lewis,
2000).oleh karena banyaknya persamaan serta perbedaan dalam keperawatan
antara Ulkus Lambung dan Ulkus duodenum, maka pada proses keperawatan ini
akan dibahas bersamaan agar memudahkan dalam asuhan keperawatan.
Ulkus Peptikum adalah eksvasi (area) yang terbentuk dalam dinding mukosa
lambung, pylorus, duodenum atau esophagus. Ulkus Peptikum sering disebut
sebagai Ulkus lambung ,duodenal atau esophagea tergantung pada lokasinya.
(Suddarty & Burnner.2002. hal .1064).

3
Ulkus Peptikum adalah ulkus yang terjadi pada mukosa, sub mukosa dan kadang-
kadang sampai lapisan muskularis, dari traktus gastroinestinalis yang selalu
berhubungan dengan asam lambung yang cukup mengandung HCI. Termasuk
ini ialah Ulkus (Tukak) yang terdapat pada bagian dari esophagus ,
lambung dan duodenum bagian atas (first portion of the duodenum).
Mungkin juga dijumpai di tukak jejunum yaitu penderita yang
mengalami gastrojejenostomi. (Hadi Sujono.2002.Hal.204)
Menurut definisi, Ulkus Peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran
cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung,
duodenum dan setelah gatroenterostom, juga jejunum. (Syvia,A,2006).
b. Anatomi Fisiologis
Saluran gastrointestinal (GI) adalah jalur (panjang totalnya 23-26 kaki) yang
berjalan dari mulut melalui esofagus, lambung dan usus sampai anus. Fungsi
esophagus, yaitu: saluran pencernaan yang menjadi distensi bila makanan
melewatinya. Fungsi lambung, yaitu sebagai sekresi yang mengandung
enzim pepsin yang penting untuk memulai pencernaan protein, untuk memecah
makanan menjadi komponen yang lebih dapat diabsorpsi dan membantu destruksi
kebanyakan bakteri pencernaan. Fungsi usus halus, yaitu mengubah makanan
yang dicerna, yang pada awalnya dicerna dalam bentuk lemak, protein, dan
karbohidrat dan dipecahkan menjadi nutrisi unsur pokoknya melalui
proses pencernaan. Fungsi kolon, adalah membantu mengabsorpsi cairan
dan elektrolit (Suddarth & Brunner. 2002. hal. 984).

4
B. Etiologi
Sebab-sebab yang pasti dari Ulkus Peptikum yang belum diketahui.
Beberapa teori yang menerangkan tentang tukak peptik, antara lain sebagai
berikut:
1. Asam getah lambung terhadap resistensi mukosa
Tukak peptik kronia tidak mungkin terjadi lama adanya getah lambung.Sebagai
contoh berdasarkan penyelidikan yang mengumpulkan banyak penderita
dengan anemia pernisiosa disertai dengan alkorida.
2. Golongan darah
Penderita dengan golongan darah O lebih banyak menderita tukak duodeni
jika dibandingkan dengan pada tukak lambung. Adapun sebabnya belum
diketahui dengan benar. Dan hasil penelitian dilaporkan bahwa pada penderita
dengan golongan darah O kemungkinan terjadinya tukak duodenum
adalah 38% lebih besar dibandingkan golongan lainnya. Kerusakan di
daerah piepilorus dapat dihubungkan .dengan golongan darah A, baik berupa
tukak yang biasa ataupun pada korpus lambung
3. Susunan saraf pusat
Teori nerogen pada tukak peptik telah dibicarakan tahun 1959.
Berdasarkan pengalaman dari Chusing, erosi akut dan tukak pada esofaghus,
lambung dan duodenum dapat dihubungkan dengan kerusakan intrakaranial,
termasuk neoplasma primer atau sekunder dan hipertensi maligna faktor
kejiwaan dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik. Misalnya pada mereka
yang psikisnya sangat labil, pada ketegangan jiwa, emosi, mempunyai ambisi
besar dan lain-lainya yang menyebabkan untuk tidak wajar.

4. Inflamasi non bacterial


Dari dasar tukak telah dibakkan untuk menyelidiki mikroorganisme yang diduga
sebagai penyebabnya, tetapi tidak ditemukan satu macam bakteri pun.
Selanjutnya pada hasil pemeriksaan didapat bahwa inflamasi non bakterial

5
inflamasi khemis lebih besar dari pada inflamasi bekterial. Tukak yang
spesifiknya misanya pada TBC dan sifilis sebagai penyebab spesifik
mikroorganisme.
Teori yang menyatakan bahwa inflamasi non bakterial sebagai penyebab
didasarkannya inflamasi dan kurvatura minor, antrum dan bullus duodenum yang
mana dapat disebutkan juga antaral gasthroritis, sering dikemukan dengan
tukak. Dan sebagai penyebab dari gasthristis sendiri belum jelas. Tukak
yang kronis ialah sebagai dari tukak yang akut .berdasarkan
pemeriksaan histology ditemukan perubahan yang nyata dari erosi akut ke
tukak yang akut.
5. Infark
Teori infark yang berdasarkan timbulnya kerusakan semacam kawah, sering
ditemukan pada otopsi. Adanya defek pada dinding serta timbulnya infark,
karena asam getah lambung dan dapat pula ditunjukan adanya jaringan trombosit.
6. Faktor hormonal
Banyak teori yang menerangkan adanya pengaruh –pengaruh hormonal yang
dapat menimbulkan tukak peptik.
7. Obat –obat (drug induced peptic ulcer).
Aspirin, alkohol, tembakau dapat menyebabkan kerusakan sawar mukosa
lambung. Dari sekian banyak obat-obatan, yang paling sering menyebabkan
adalah golongan salisat hanya akan menyebabkan kelainan pada mukosa
lambung. Plenylbutazon juga dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik,
seperti halnya histamine, reseprin akan merangsang sekresi lambung. Berdasarkan
peanyelidikan ternyata golongan salisar hanya akan menyebabkan erosi
lokal.
8. Herediter
Berdasarkan penelitian didalam keluarga ternyata bahwa tukak peptik ini ada
pengaruhnya dengan herediter. Terbuktinya bahwa dengan orang tua
/family yang menderita tukak, jika dibandingkan dengan mereka yang
orangtuanya sehat. Oleh sebab itu, family anamnesa perlu ditegakkan.
9. Berhubungan dengan penyakit lain :

6
a. Hernia diafrakmitika
Pada hernia diafrakmatia, mukosa pada lingkungan hernia mungkin
merupakan tempat timbulnya erosi atau tukak.
b. Sirosis hati
Tukak peptik ditemukan juga pada penderita penyakit hepar terutama pada
kaum wanita dengan orang normal. Tukak duodenum pada kaum wanita dengan
sirosis biliaris ternyata bertambah, jika neutralialis dari isi duodenum berkurang
c. Penyakit paru-paru
Frekuensinya dari tukak yang kronis dengan TBC paru-paru sering
ditemukan .bertambahnya emifisema dan corpulmonale.
10. Faktor daya tahan tubuh jaringan
Penurunan daya tahan tubuh jaringan mempermudah timbulnya ulkus. Daya
tahan tubuh jaringan dipengaruhi oleh banyaknya suplai darah dan cepatnya
regenerasi.

C. Manifestasi Klinis
Secara umum pasien tukak gaster biasanya mengeluh dispesia. Dispesia adalah
suatu sindroma klinik / kumpulan keluhan, beberapa penyakit saluran cerna
seperti, mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa/terapan, rasa terbakar,
rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang. Dispesia secara klinis dibagi atas :
1) Dispesia akibat gangguan motilitas
2). Dispesia akibat tukak
3). Dispesia akibat refluks
4). Dispesia tidak spesifik.
Pasien tukak peptik memberikan ciri-ciri keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa
tidak nyaman/discomfort, disertai muntah. Pada tukak duodeni rasa sakit
timbul waktu pasien merasa lapar, rasa sakit bisa membangunkan pasien

7
tengah malam, rasa sakit hilang setelah pasien makan dan minu obat antasida.
(Hunger pain Food Relief = HPFR). Rasa sakit tukak gaster yang timbul setelah
makan, berbeda dengan tukak duodeni yang merasa enak setelah makan, rasa sakit
gaster sebelah kiri dan rasa sakit tukak gaster sebelah kanan, garis tengah perut.
Rasa sakit bermula pada satu titik (pointing sign) akhirnya difus bisa
menjalar ke punggung. Ini kemungkinan disebabkan penyakit bertambah berat
atau mengalami komplikasi berupa penetrasi tukak ke organ pankreas.
Walaupun demikian rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis tukak
gaster karena dipepsis nontukak juga gak bisa menimbulkan rasa sakit yang sama,
juga tidak dapat digunakan lokasi sakit sebelah kiri atau kanan tengah perut.
Adapun tukak akibat obat OAINS dan tukak pada usia lanjut/manula
biasanya tidak menimbulkan keluhan, hanya diketahui melalui komplikasinya
berupa perdarahan dan perporasi. Muntah kadang timbul pada tukak peptic
disebabkan edema dan spasme seperti tukak kanal pilorik (obstruksi gastric
outlet). Tukak prepilorik dan duodeni bisa menimbulkan gastric outlet
obstruction melalui terbentuknya fibrosis/oedem dan spasme;
a) Pemeriksaan fisik mungkin ditemukan adanya nyeri, nyeri epigastrik,dan
nyeri tekan abdomen
b) Bising usus mungkin tidak ada
c) Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dpat menunjukkan
adanya ulkus, namun endoskopi adalah pemeriksaan diagnostic pilihan
d) Endoskopi atas digunakan untuk mengidentifikasikan perubahan
inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung
dilihat dn biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi
beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karenaukuran atau
lokasinya.
e) Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah
negative terhadap darah samar.
f) Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang
menentukan dalam mendiagnosis aklorhidria (tidak terdapat asam
hidroklorida dalam getah lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri

8
yang hilang dengan makanan atau antasida dan tidak adanya nyeri yang
timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus.
g) Adanya H. Pylori dapat ditemukan dengan biopsy dan histiologi melalui
kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. Serta tes
serologis terhadap antibody pada antigen H. pylori.

9
D. Patofisiologi
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini
tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidrochlorida dan
pepsin). Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan
kerja asam peptin, atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari
mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mukus yang cukup bertindak
sebagai barier terhadap asam klorida.
Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :
a. Sefalik
Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau rasa
makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya
merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan
menimbulkan sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan
makanan sering secara konvensional diberikan pada pasien dengan
ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli gastroenterology menyetujui bahwa diet
saring mempunyai efek signifikan pada keasaman lambung atau penyembuhan
ulkus. Namun, aktivitas vagal berlebihan selama malam hari saat lambung
kosong adalah iritan yang signifikan.
b. Fase lambung
Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan
kimiawi dan mekanis terhadap reseptor dibanding lambung. Refleks vagal
menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh
makanan.
c. Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon(dianggap
menjadi gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung.
Pada manusia, sekresi lambung adalah campuran mukokolisakarida dan
mukoprotein yang disekresikan secara kontinyu melalui kelenjar mukosa. Mucus
ini mengabsorpsi pepsin dan melindungi mukosa terhadap asam. Asam
hidroklorida disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena

10
mekanisme neurogenik dan hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung dan
usus. Bila asam hidroklorida tidak dibuffer dan tidak dinetralisasi dan bila lapisan luar
mukosa tidak memberikan perlindungan asam hidroklorida bersama dengan pepsin akan
merusak lambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan sebagian kecil permukaan
lambung. Kemudian menyebar ke dalamnya dengan lambat. Mukosa yang tidak dapat
dimasuki disebut barier mukosa lambung. Barier ini adalah pertahanan untama
lambung terhadap pencernaan yang dilakukan oleh sekresi lambung itu sendiri.
Factor lain yang mempengaruhi pertahanan adalah suplai darah, keseimbangan asam
basa, integritas sel mukosa, dan regenerasi epitel. Oleh karena itu, seseorang
mungkin mengalami ulkus peptikum karena satu dari dua factor ini :
1) hipersekresi asam pepsin
2) kelemahan barier mukosa lambung
Apapun yang menurunkan yang mukosa lambung atau yang merusak mukosa
lambung adalah ulserogenik, salisilat dan obat antiinflamasi non steroid lain,
alcohol, dan obat antiinflamasi masuk dalam kategori ini. Sindrom
Zollinger-Ellison (gastrinoma) dicurigai bila pasien datang dengan ulkus peptikum berat
atau ulkus yang tidak sembuh dengan terapi medis standar. Sindrom ini diidentifikasi
melalui temuan berikut : hipersekresi getah lambung, ulkus duodenal, dan
gastrinoma(tumor sel istel) dalam pancreas. 90% tumor ditemukan dalam gastric triangle
yang mengenai kista dan duktus koledokus, bagian kedua dan tiga dari duodenum,
dan leher korpus pancreas. Kira-kira ⅓ dari gastrinoma adalah ganas (maligna).
Diare dan stiatore (lemak yang tidak diserap dalam feces)dapat ditemui. Pasien
ini dapat mengalami adenoma paratiroid koeksisten atau hyperplasia, dan
karenanya dapat menunjukkan tanda hiperkalsemia. Keluhan pasien paling utama
adalah nyeri epigastrik. Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa
akut dari duodenal atau area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara
fisiologis. Kondisi stress seperti luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma dengan organ
multiple dapat menimbulkan ulkus stress. Endoskopi fiberoptik dalam 24 jam setelah
cedera menunjukkan erosi dangkal pada lambung, setelah 72 jam, erosi lambung
multiple terlihat. Bila kondisi stress berlanjut ulkus meluas.

Bila pasien sembuh, lesi sebaliknya.Pola ini khas pada ulserasi stress. Pendapat lain yang
berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa. Biasanya ulserasi mukosa dengan
syok ini menimbulkan penurunan aliran darah mukosa lambung. Selain itu jumlah
11
besar pepsin dilepaskan. Kombinasi iskemia, asam dan pepsin menciptakan suasana
ideal untuk menghasilkan ulserasi. Ulkus stress harus dibedakan dari ulkus cushing
dan ulkus curling, yaitu dua tipe lain dari ulkus lambung. Ulkus cushing umum terjadi
pada pasien dengan trauma otak. Ulkus ini dapat terjadi pada esophagus, lambung,
atau duodenum, dan biasanya lebih dalam dan lebih penetrasi daripada ulkus stress.
Ulkus curling sering terlihat kira-kira 72 jam setelah luka bakar luas.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik, dapat menunjukkan adanya nyeri tekan pada bagian yang
terserang usus
2. Pemeriksaan endoskopis GI digunakan untuk mengidentifikasi perubahan
inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopis mukosa dapat secara langsung dilihat
dan biopsy di dapatkan.
3. Pemeriksaan laboratorium, pengambilan sample feses dapat mendeteksi negative
terdapat darah samar
4. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam
mendiagnosisaklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah
lambung). Dan sindrom zollinger-ellison.
5. Pemeriksaan biopsy, untuk mendeteksi adanya bakteri h.phlory

F. Penatalaksaaan
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk
perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.
1) Penurunan stress dan istirahat
2) Penghentian merokok
3) Modifikasi diet, air jeruk yang asam, coca cola, bir, kopi, tidak mempunyai
pengaruh userogenik pada mukosa lambung tapi dapat menambah sekresi asam
lambung
4) Obat-obatan
5) Intervensi bedah

Penatalaksanaan Farmakologis
- Antagonis Reseptor H2/ARH2.

12
Struktur homolog dengan histamine. Mekanisme kerjanya memblokir efek
histaminàsel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam
lambung.Inhibisi bersifat reversible.
Dosis terapeutik :
1. Simetidin : 2 x 400 mg/800 mg malam hari,dosis maintenance 400 mg
2. Ranitidine : 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg
3. Nizatidine : 1 x 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg
4. Famotidine : 1 x 40 mg malam hari
5. Roksatidine : 2 x 75 mg / 150 mg malam hari,dosis maintenance 75 mg malam
hari.
contoh-contoh obat anti ulkus
a) Antasida: Antasida mengurangi keasaman lambung, bereaksi dengan asam
hidroklorik,membentuk garam dan air untuk menghambat aktivitas peptik dengan
meningkatkan pH.
b) ACITRIL (Interbat)
Komposisi: Tiap tablet/5ml, suspensi: Magnesium hidroksida 200 mg, Almunium
hidroksida 200 mg, Simetikon 20 mg, Gel 200 mg. Indikasi: Tukak Peptik,
hiperasiditas saluran cerna, kembung, dispepsia, gastritis. Perhatian: Hati-hati
pada kerusakan fungsi ginjal, diet rendah fosfat. Efek samping: Gangguan saluran
cerna: diare, sembelit. Interaksi obat: Mengurangi absorpasi tetraksilin, Fe, antagonis
H2, kuinidin, warfarin. Kemasan: Tablet 100 tablet, Suspensi 120 ml.
c) ACTAL PLUS ( Valeant/Combiphar)
Komposisi:Almunium hidroksida 200 mg, Magnesium hidroksida 152 mg, Simetikon
25 mg. Indikasi: Tukak peptik, hiperasiditas lambung, pirosis dan “heartburn” pada
kehamilan. Dosis: Tukak peptik : 2-4 tablet dapat diulang sesuai kebutuhan.
Hiperaditas lambung : 1-2 tablet, ½ jam setelah makan atau sesuai kebutuhan.
Pirosis dan “heartburn” pada kehamilan : 1-2 tablet sebelum sarapan pagi dan
½ jam setelah makan atau sesuai kebutuhan.Efek samping: sembelit, diare, pada
dosis tinggi dapat menimbulkan obstruksi usus. Kemasan: Tablet : 10 strip @ 10 tablet,
50 strip @ 10 tablet.
d) ANTASIDA DOEN (Medipharma)
Komposisi :Tiap tablet kunyah atau tiap 5 ml suspensi mengandung : Gel Aluminium
Hidroksida kering 258,7 mg (setara dengan Aluminium Hidroksida) 200
mg, Magnesium Hidroksida 200 mg. Indikasi :Untuk mengurangi gejala-gejala
13
yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung, gastritis, tukak lambung, tukak pada
duodenum dengan gejala-gejala.

G. Komplikasi
Komplikasi ulkus peptikum adalah ulkus yang “membandel” (intraktibilitas), perdarahan,
perforasi, dan obstruksi pylorus. Setiap komplikasi ini merupakan indikasi
pembedahan. (Price, 1996).
a) Intraktibilitas.
Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah “intraktibilitas”, yang berarti
bahwa terapi medis telah gagal mengatasi gejala-gejala secaa adekuat. Pasien dapat
tergangu tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja, memerlukan perawatan
di rumah sakit, atau hanya tidak mampu mengikuti program terapi, intraktibilitas
merupakan alasan tersering untuk anjuran pembedahan.
Perubahan menjadi ganas tidak perlu terlalu dipertimbangkan baik untuk ulkus lambung
maupun untuk ulkus duodenum. Ulkus ganas sejak semula sudah bersifat ganas,
paling tidak menurut pengetahuan mutakhir. Ulkus yang memulai perjalanan dengan
jinak akan tanpa mengalami degenerasi ganas.
b) Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering terjadi,
sedikitnya ditemukan pada 25% kasus selama perjalanan penyakit (Guyton, 1996).
Walaupun ulkus pada setiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun yang tersering
adalah di dinding posterior bulbus duodenum, karena pada tempat ini dapat
terjadi erosi arteria pankretiduodenalis atau arteria gastroduodenalis. Gejala-gejala
yang dihubungkan dengan perdarhan ulkus tergantung pada kecepatan kehilangan
darah. Kehilangan darah yang ringan dan kronik dapat mengakibatkan anemia defisiensi
besi. Feses dapat positif dengan darah samara tau mungkin hitam dan seperti ter
(melena). Perdarahan massif dapat mengakibatkan hematemesis (muntah darah),
menimbulkan syok, dan memerlukan transfuse darah serta pembedahan darurat.
c) Perporasi
Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalaminperporasi, dan komplikasi ini
bertanggung jawab atas sekitar 65% kematian akibat ulkus peptikum (Price, 1995).
Ulkus biasanya terjadi pada dinding anterior duodenum atau lambung karena
daerah ini hanya diliputi oleh peritoneum. Pada kondisi klinik, pasien dengan

14
komplikasi perporasi datang dengan keluhan nyerimendadak yang parah pada abdomen
bagian atas.
Dalam beberapa menit, timbul peritonitis kimia akibat keluarnya asam lambung,
pepsin, dan makanan yang menyebabkan nyeri hebat. Kondisi nyeri tersebut yang
menyebabkan pasien takut bergerak atau bernafas.
Auskultasi abdomen menjadi senyap dan pada saat palpasi, abdomen mengeras
seperti papan. Perporasi akut biasanya dapat didiagnosis berdasarkan gejala-gejala
saja diagnosis dipastika melalui adanya udar bebas dalam rongga peritoneal, dinyatakan
sebagai bulan sabit translusen anatara bayangan hati dan diafragma. Udara tentu
saja masuk rongga peritoneal melalui ulkus yang mengalami perporasi (Azis, 2008).
d) Obstruksi
Obstruksi pintu keluar lambng akibat peradangan dan edema, pilospasme,
atau jaringan parut terjadi pada sekitar 5% pasien ulkus peptikum. Obstruksi
timbul lebih sering pada pasien ulkus duodenum, tetapi kadang terjadi pada ulkus
lambung terletak dekat dengan sfingter pylorus.
Anoreksia mual dan kembung setelah makan merupakan gejala-gejala yang sering
timbul kehilangan berat badan juga sering terjadi. Bila obstruksi bertambah berat,
dapat timbul nyeri dan muntah (Mineta,1983).

15
H. Masalah yang Lazim Muncul
1. Nyeri b.d iritasi mukosa lambung, perporasi mukosa, kerusakan jaringan
lunak pasca operasi.
2. Resiko Tinggi syok hipovolemik b.d penurunan volume darah sekunder
akibat hematemesis dan melena massif.
3. Resiko injuri b.d pasca prosedur bedah gastrektomi.
4. Resiko ketidakefektifan jalan nafas b.d penurunan kemampuan batuk,
nyeri pasca operasi.
5. Resiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
b.d intake makanan yang tidak adekuat.
6. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d keluarnya cairan akibat muntah
berlebihan, respon perubahan pasca bedah gastreoktomi.
7. Kecemasan b.d prognosis penyakit, kesalahan interprestasi terhadap
informasi dan rencana pembedahan.

I. Asuhan Keperawatan
1. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama : Tn. A
Umur : 49
Tanggal Lahir : 07 februari 1969
Agama : Islam
Alamat : Plered
Nomor Medrek : -
Tanggal Masuk RS : 2 Mei 2018
Tanggal Pengkajian : 2 Mei 2018
Diagnosa Medis : Ulkus Peptikum
2. Identitas Orang tua / Keluarga
1) Istri
Nama : Ny. A
Umur : 35 tahun
Agama : Islam
Suku Bangsa : -

16
Pendidikan : -
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Plered
2) Anak/Saudara terdekat
Nama :
Umur :
Agama :
Suku Bangsa :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
2. Keluahan Utama
Px datang ke RS dengan keluhan nyeri perut pada hypocondriaca bagian kiri.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Px mengatakan nyeri perut, mual muntah lebih dari 3x.
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Px mengatakan sebelumnya mempumyai penyakit maagh atau gastritis.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Px mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama seperti px.
6. Riwayat Kesehatan Sosial
Kesehatan sosial pasien baik terlihat dari banyaknya kerabat yang menjenguk
7. Riwayat Kesehatan Spiritual
Klien mengatakan bahwa penyakit yang dideritanya saat ini sebagai bentuk cobaan dari
Allah SWT.
8. Pemeriksaan Umum
Berat Badan : -
Tinggi Badan : -
Tingkat Kesadaran : Compos Metis
Eyes : 4 Verbal : 5 Motorik : 6
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Pulse Rate : 115 kali/menit
Respiration Rate : 24 kali/menit
Suhu : 35˚C

17
SPO² : 93%
GDS : 149
9. Pendekatan Pengkajian Fisik
a. Blood (B1/Sistem Kardiovaskuler)
Inspeksi : - Kulit lembab, pucat namun tidak terdapat
adanya lesi atau jaringan parut
- Denyut apex tidak terlihat.
- Bentuk kuku normal namun terlihat
ikterus
Palpasi : - Tidak ada nyeri pada bagian IC
- Turgor kulit elastic
- Nadi perifer berkurang
- CRT > 3 detik
Perkusi : - Bunyi jantung normal, tidak menandakan
adanya pembesaran batas jantung
Auskultasi : - Suara jantung normal S1 dan S2
terdenganr jelas
b. Breath (B2/Sistem Respirasi)
Inspeksi : - Bentuk hidung normal, tidak ada lesi
- Lubang hidung tampak bersih
- Bentuk dada normal
- Gerakan pernapasan cepat
Palpasi : - Tidak ada nyeri pada daerah sinus
Perkusi : - Bunyi nafas resonan
Auskultasi : - Suara paru normal vesikular
c. Brain (B3/Sistem Neurologi)
Kepala dan Leher : - Bentuk kepala normal, rambut berwarna
hitam tampak beruban, kulit kepala bersih, tidak
menunjukan adanya lesi.
- Bentuk leher normal, tidak ada lesi atau
pembengkakan limfa.
Raut Wajah : - Wajah tampak pucat, lesu, meringis
Mata : - Bentuk mata normal

18
- Konjungtiva anemis
- Sclera mata putih
- Pergerakan bola mata normal (isikor)
Mulut : - Bentuk bibir normal
- Gigi bersih,
- Fungsi pengecapan normal
- Tidak ada secret dalam rongga mulut
Neurosensori : - Olfaktori normal
- Tochlear normal
- Trigeminal normal
- Opticus normal
d. Bowel (B4/Sistem Gastrointestinal)
Inspeksi : - Bentuk abdomen normal tidak ada lesi
Perkusi : - Perkusi abdomen tymphani pada bagian
hipokondria sinistra (kuadran II)
Auskultasi - Tidak terdengar adanya gerakan peristaltik
usus (penurunan tonus otot)
Palpasi : - Nyeri tekan dan hilang timbul pada bagian
hipokondria sinistra selama ± 5menit
e. Bladder (B5/Sistem Urinary)
- Area genital tampak bersih,
- Bentuk organ genital tampak normal
- Tidak ada nyeri tekan pada midepigastrik (ginjal)
- Warna urine normal
f. Bone (B6/Sistem Muskuloskeletal)
- Bentuk tulang, sendi dan otot tampak normal, tidak menandakan adanya kelainan
- Tidak adanya nyeri pada bagian sendi
- Refleks sendi dan otot normal dengan ROM 5
10. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
-

19
A. Analisa Data
No. Data Fokus Etiologi Diagnosa
Keperawatan
1. DS : ULKUS PEPTIKUM Nyeri b.d iritasi
 pasien mukosa lambung,
mengatakan sakit pada Kerusakan Jaringan perporasi mukosa,
bagian abdomen bagian kerusakan jaringan
atas Kerusakan Sel-Sel lunak pasca operasi
DO:
 pasien terlihat Iritasi dinding mukosa
kesakitan sambil
memegangi bagian Pelepasan mediator nyeri
abdomennya (histamin,bradikinin,prostaglandin,serotonin)
 pasien terlihat
memegangi perut bagian Merangsang Noosiseptor
atas
Persepsi nyeri

Nyeri
2. DS : klien merasa cemas ULKUS PEPTIKUM Resiko Ansietas b.d
dan panik krisis situasional
Erosi vena/arteri usus akibat terjadinya
DO: wajah klien tampak hematemasis
pucat Pendarahan

Tekanan Darah : Hematemesis


120/80 mmHg
Pulse Rate : Krisis situasional
115 kali/menit
Respiration Rate : Ansietas
24 kali/menit

20
B. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri b.d iritasi mukosa lambung, perporasi mukosa, kerusakan jaringan
lunak pasca operasi.
2) Resiko ketidakefektifan jalan nafas b.d kemampuan batuk menurun, nyeri
pasca operasi

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi Rasional


Kriteria Hasil
1. Nyeri b.d iritasi -secara subjektib -Jelaskan dan bantu pendekatan
pasien dengan menggunakan tehnik
mukosa lambung, melaporkan
memberikan dan terapi
nyeri berkurang
perporasi mukosa, pereda nonfarmakologi
atau dapat
nyeri non telah menunjukkan
kerusakan jaringan diadaptasi.
farmakologi keefektifan
-Skala nyeri 0-1
lunak pasca operasi dan noninvasive mengurangi nyeri.
(0-4).
-lakukan 1). istirahat secara
Dapat
manajemen akan menurunkan
mengidentifikasi
nyeri. kebutuhan
aktifitas yang
1). Istirahatkan oksigen yang
meningkatkan
pasien diperlukan
atau
pada saat nyeri untuk memenuhi
menurunkan
muncul kebutuhan
nyeri.
2). Ajarkan teknik metabolism basal.
-pasien tidak
relaksasi nafas 2). Meningkatkan
Gelisah
pada oksigen sehingga
saat nyeri menurunkan nyeri
3). Ajarkan tehnik dari iskemia
distraksi pada saat intestinal
nyeri 3). Distraksi
4). Manajemen (pengalihan
Lingkungan: Panggilan )
Lingkungan menurunkan internal.
tenang,
21
batasi pengunjung, Lingkungan tenang
dan
menurunkanstimulus
istirahatkan pasien.
5).
lakukanManajemen
Sentuhan
Kolaborasi dengan
tim
medis untuk
pemberian:
a. Pemakaina
penghambat H2
( seperti Simetidin
/Ranitidin).
b. Antasida
2. Resiko -jalan napas -Kaji dan monitor Deteksi awal untuk
jalan intervensi
ketidakefektifan jalan bersih dan tidak
napas. slnjutnya. Salah- satu
ada akumulasi
nafas b.d kemampuan -Beri oksigen 3 melihat pasien
darah.
liter/menit. bernafas/ adalah
batuk menurun, nyeri - Suara nafas
dengan meletakkan
pasca operasi
normal, tidak -bersihkan sekresi telapak tangan
ada bunyi nafas
pada mulut/hidung pasien.
tambahan seperti
jalan napas dan Pemenuhan oksigen
stridor. lakukan membantu
suctioning apabila meningkatkan paO2
- tidak ada
kemampuan di cairan otak akan
penggunaan otot
mengevakuasi mempengaruhi
bantu
secret pengaturan
pernafasan.
tidak efektif. pernafasan.
- RR dalam
-Instruksikan -kesulitan napa
batas normal 12-
pasien sdapat apabila sekresi
20x/menit. mucus berlebihan.
untuk melakukan
napas -pada pasien
dalam dan batuk pascabedah
efektif. dengan toleransi
-Lakukan yang pernafasan
fisioterapi difragma
dada. meningkatkan
paO2 di cairan otak ekspansi untuk
akan memperbesar dada
mempengaruhi dan pertukaran
pengaturan contohnya meminta
pernafasan. menguap atau
-kesulitan napa maksimal.
-memfasilitasi
sdapat apabila pembersihan
sekresi mucus jalan napas dari

22
berlebihan. secret tidak
dikeluarkandengan
efektif.
1) Lakukan
auskultasi dapat
menentukan area
dengan bunyi napas
ronkhi.
2) apabila tingkat
dari pasien tidak
perawat mencegah
menjaga trauma
sekunder intervensi
seperti memasang
pagar pengaman.

D. Implementasi

No Hari/Tanggal Jam Tindakan Diagnosa


Keperawatan
1. Kamis, 03 Mei 2018 08.00 - Menjelaskan Nyeri b.d iritasi
dan bantu pasien mukosa lambung,
dengan memberikan perporasi mukosa,
pereda nyeri kerusakan jaringan
nonfarmakologi dan lunak pasca operasi
noninvasive
- Istirahatkan
pasien pada saat nyeri
muncul
- mengajarkan
teknik relaksasi nafas
pada saat nyeri
2. Kamis, 03 Mei 2018 10.00 - mengkaji dan Resiko Ansietas
monitor jalan napas. b.d krisis
- memberi situasional akibat

23
oksigen 3 liter/menit. terjadinya
- Membersihkan hematemasis
sekresi pada jalan
napas dan lakukan
suctioning apabila
kemampuan
mengevakuasi
secrettidak efektif.

E. Evaluasi
No Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evalusi
1. Kamis, 03 Mei 2018 Nyeri b.d iritasi mukosa lambung, S: pasien
perporasi mukosa, kerusakan mengatakan sakit
jaringan lunak pasca operasi pada bagian
abdomen bagian
atas
O: -pasien terlihat
kesakitan sambil
memegangi bagian
abdomennya
-pasien terlihat
memegangi perut
bagian atas.
A:- masalah belum
teratasi
P:intervensi
dilanjutkan

2. Kamis, 03 Mei 2018 Resiko Ansietas b.d krisis S:- klien merasa
situasional akibat terjadinya lebih baik, klien
hematemasis mengetahui proses

24
perjalanan penyakit
O:- raut wajah dan
gestur tubuh klien
mengalami progres
yang lebih baik.
A: masalah teratasi
P: tetap monitor
status psikis klien.

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, jejunum,dan setelah
tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum diklasifikasikan atas ulkus akut dan ulkus
kronik, hal tersebut menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada lapisan mukosa yang
terlibat. (Aziz, 2008).
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk
perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan. Penurunan stress dan
istirahat, penghentian merokok, modifikasi diet, Air jeruk yang asam, coca-cola, bir, kopi,
tidak mempunyai pengaruh userogenik pada mukosa lambung tapi dapat menambah
sekresi asam lambung, obat-obatan, dan intervensi bedah.

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah
masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan
maupun dalam pengonsepan materi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua
pembaca mahasiswa khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang
akan datang.

26
DAFTAR PUSTAKA

1.Arief Mansjoer,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Penerbit: Media Aesculapius
FKUI. Jakarta.
2.Corwin,Elizabeth J. 2009. Buku saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
3.Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
4.Guyton, Arthur C., dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC
5.Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC
6.Santosa, Budi. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta: Prima Medika
7.Smeltzer, Suzanne C. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

27

Anda mungkin juga menyukai