Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara yang terkenal dengan kekayaan sumber daya alam yang
tersedia, namun di lihat secara nyata, rakyat Indonesia banyak yang menderita. Penderitaan
ini seperti: kemiskinan, kelaparan, dan kesengsaraan. Penderitaan yang di jalani rakyat tidak
lain dan tidak bukan adalah dampak dari otonomi daerah yang kurang tersruktur. Hal ini di
karenakan rendahnya moral- moral para pejabat yang memegang kekuasaan di Indonesia.
Rendahnya moral para pejabat yang ada di Indonesia menyebabkan Indonesia menempati
rangking ke-3 dalam Negara terkorub di dunia. Hal ini sangat mencoreng nama bangsa
Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan lebih.
Di era reformasi sekarang ini, Indonesia mengalami banyak perubahan. Perubahan sistem
politik, reformasi ekonomi, sampai reformasi birokrasi menjadi agenda utama di negeri ini.
Yang paling sering dikumandangkan adalah masalah reformasi birokrasi yang menyangkut
masalah-masalah pegawai pemerintah yang dinilai korup dan sarat dengan nepotisme.
Reformasi birokrasi dilaksanakan dengan harapan dapat menghilangkan budaya-budaya
buruk birokrasi seperti praktik korupsi yang paling sering terjadi di dalam instansi
pemerintah. Reformasi birokrasi ini pada umumnya diterjemahkan oleh instansi-instansi
pemerintah sebagai perbaikan kembali sistem remunerasi pegawai. Anggapan umum yang
sering muncul adalah dengan perbaikan sistem penggajian atau remunerasi, maka aparatur
pemerintah tidak akan lagi melakukan korupsi karena dianggap penghasilannya sudah
mencukupi untuk kehidupan sehari-hari dan untuk masa depannya. Namun pada
kenyataannya, tindakan korupsi masih terus terjadi walaupun secara logika gaji para pegawai
pemerintah dapat dinilai tinggi. Korupsi dari yang bernilai jutaan hingga miliaran rupiah yang
dilakukan para pejabat pemerintah terus terjadi sehingga dapat disinyalir negara mengalami
kerugian hingga triliunan rupiah. Tentunya ini bukan 2 angka yang sedikit, melihat kebutuhan
kenegaraan yang semakin lama semakin meningkat. Jika uang yang dikorupsi tersebut benar-
benar dipakai untuk kepentingan masyarakat demi mengentaskan kemiskinan dan
meningkatkan kualitas pendidikan, mungkin cita-cita tersebut bisa saja terwujud. Dana-dana
sosial akan sampai ke tangan yang berhak dan tentunya kesejahteraan masyarakat akan
meningkat.
Saat ini, korupsi di Indonesia sudah mencapai puncaknya, setiap pejabat tinggi yang di
periksa, pasti terlibat korupsi. Jika hal ini tidak di tanggapi dengan serius maka negara
Indonesia tidak akan mencapai puncak emas seperti yang di cita-citakan dalam penbukaan
Undang-undang Dasar 1945. Permasalahannya adalah apakah korupsi di Indonesia dapat
teratasi. Maka dengan penyusunan makalah ini, kami akan mengungkap strategi nasional
pencegahan dan pemberantasan korupsi dan upaya percepatan reformasi birokrasi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi?
2. Apa saja upaya percepatan reformasi birokrasi?

C. Tujuan
1. Untuk dapat mengetahui strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi
2. Untuk dapat mengetahui upaya percepatan reformasi birokrasi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi


Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional
(Stratanas) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK), diimplemen-tasikan ke
dalam 6 (enam) strategi nasional yang telah dirumuskan, yakni:
1. Melaksanakan Upaya-upaya Pencegahan Korupsi masih terjadi secara massif dan
sistematis. Praktiknya bisa berlangsung dimanapun, dilembaga Negara, lembaga
privat hingga dikehidupan sehari-hari. Melihat kondisi seperti itu, maka
pencegahan menjadi layak didudukkan sebagai strategi perdananya. Melalui
strategi pencegahan, diharapkan muncul langkah berkesinambungan yang
berkontribusi bagi perbaikan ke depan. Strategi ini merupakan jawaban atas
pendekatan yang lebih terfokus pada pendekatan represif. Paradigma dengan
pendekatan represif yang berkembang karena diyakini dapat memberikan efek
jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi (tipikor). Sayangnya, pendekatan
represif ini masih belum mampu mengurangi perilaku dan praktif koruptif secara
sistematis-massif. Keberhasilan strategi pencegahan diukur berdasarkan
peningkatan nilai Indeks Pencegahan Korupsi, yang hitungannya diperoleh dari
dua sub indicator yaitu Control of Corruption Index dan peringkat kemudahan
berusaha (ease of doing business) yang dikeluarkan oleh World Bank. Semakin
tinggi angka indeks yang diperoleh, maka diyakini strategi pencegahan korupsi
berjalan semakin baik.
2. Melaksanakan Penegakan Hukum Masih banyak kasus korupsi yang belum tuntas,
padahal animo dan ekspektasi masyarakat sudah tersedot sedemikian rupa hingga
menanti-nanti adanya penyelesaian secara adil dan transparan. Penegakan hukum
yang inkonsisten terhadap hukum positif dan prosesnya tidak transparan, pada
akhirnya berpengaruh pada tingkat kepercayaan (trust) masyarakat terhadap
hukum dan aparaturnya. Dalam tingkat kepercayaan yang lemah, masyarakat
tergiring kearah opini bahwa hukum tidak lagi dipercaya sebagai wabah
penyelesaian konflik. Masyarakat cenderung menyelesaikan konflik dan
permasalahan mereka melalui caranya sendiri yang celakanya acap berseberangan
dengan hukum. Belum lagi jika ada pihak-pihak lain yang memanfaatkan
inkonsistensi penegakan hukum demi kepentingannya sendiri, keadaan bisa
makin runyam. Absennya kepercayaan ditengah-tengah masyarakat, tak ayal
menumbuhkan rasa tidak puas dan tidak adil terhadap lembaga hukum beserta
aparaturnya. Pada suatu tempo, manakala ada upaya-upaya perbaikan dalam
rangka penegakan hukum di Indonesia, maka hal seperti ini akan menjadi
hambatan tersendiri. Untuk itu, penyelesaian kasus-kasus korupsi yang menarik
perhatian masyarakat mutlak perlu dipercepat. Tingkat keberhasilan strategi
penegakan hukum ini diukur berdasarkan Indeks Penegakan Hukum Tipikor yang
diperoleh dari persentase penyelesaian setiap tahapan dalam proses penegakan
hukum terkait kasus Tipikor, mulai dari tahap penyelesaian pengaduan Tipikor
hinggan penyelesaian eksekusi putusan Tipikor. Semakin tinggi angka Indeks
Penegakan Hukum Tipikor, maka diyakini strategi penegakan hukum berjalan
semakin baik.
3. Melaksanakan Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan
Meratifikasi UNCAC, adalah bukti konsistensi dari komitmen Pemerintah
Indonesia untuk mempercepat pemberantasan korupsi. Sebagai konsekuensinya,
klausal-klausal didalam UNCAC harus dapat diterapkan dan mengikat sebagai
ketentuan hukum di Indonesia. Beberapa klausal ada yang merupakan hal baru,
sehingga perlu diatur/ diakomodasi lebih lanjut dalam regulasi terkait
pemberantasan korupsi selain juga merevisi ketentuan didalam regulasi yang
masih tumpang-tindih menjadi prioritas dalam strategi ini.
Tingkat keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan persentase kesesuaian
regulasi anti korupsi Indonesia dengan klausal UNCAC. Semakin mendekati
100%, maka peraturan perundang-undangan terkait pencegahan dan
pemberantasan korupsi di Indonesia semakin lengkap dan sesuai dengan
common practice
yang terdapat pada Negara-negara lain.

4. Melaksanakan Kerjasama Internasional dan Penyelamatan Aset Hasil Tipikor


Berkenaan dengan upaya pengembalian asset hasil tipikor, baik didalam
maupun diluar negeri, perlu diwujudkan suatu mekanisme pencegahan dan
pengembalian asset secara langsung sebagaimana ketentuan UNCAC. Peraturan
perundang-undangan Indonesia belum mengatur pelaksanaan dari putusan
penyitaan (perampasan) dari negara lain, lebih-lebih terhadap perampasan asset
yang dilakukan tanpa adanya putusan pengadilan dari suatu kasus korupsi
(Confiscation without a criminal conviction).
Penyelamatan aset perlu didukung oleh pengelolaan asset negara yang
dilembagakan secara professional agar kekayaan negara dari aset hasil tipikor
dapat dikembalikan kepada negara secara optimal. Keberhasilan strategi ini diukur
dari persentase pengembalian asset tipikor ke kas negara berdasarkan putusan
pengadilan dan persentasi tingkat keberhasilan (Success rate) kerjasama
internasional terkait pelaksanaan permintaan dan penerimaan permintaan Mutual
Legal Assistance (MLA) dan ekstradisi. Semakin tinggi pengembalian asset ke
kas Negara dan keberhasilan kerjasama internasional, khususnya dibidang tipikor,
maka strategi ini diyakini berjalan dengan baik.
5. Meningkatkan Pendidikan dan Budaya Antikorupsi
Praktik-praktik korupsi yang kian massif memerlukan itikad kolaboratif dari
pemerintah beserta segenap pemangku kepentingan. Wujudnya bisa berupa upaya
menanamkan nilai budaya integritas yang dilaksanakan secara kolektif dan
sistematis, baik melalui akivitas pendidikan anti korupsi dan internalisasi budaya
anti korupsi dilingkungan public maupun swasta.
Dengan kesamaan cara pandang pada setiap individu di seluruh Indonesia
bahwa korupsi itu jahat, dan pada akhirnya para individu tersebut berperilaku aktif
mendorong terwujudnya tata-kepemerintahan yang bersih dari korupsi diharapkan
menumbuhkan prakarsa-prakarsa positif bagi upaya PKK pada khususnya, serta
perbaikan tata- kepemerintahan pada umumnya.
Tingkat keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan Indeks Perilaku Anti
Korupsi yang ada dikalangan tata-kepemerintahan maupun individu diseluruh
Indonesia. Semakin tinggi angka indeks ini, maka diyakini nilai budaya anti
korupsi semakin terinternalisasi dan mewujud dalam perilaku nyata setiap
individu untuk memerangi tipikor.

6. Meningkatkan Mekanisme Pelaporan Pelaksanaan Upaya Pemberantasan Korupsi.


Strategi yang mengedepankan penguatan mekanisme di internal Kementerian/
Lembaga, swasta dan masyarakat, tentu akan memperlancar aliran data/ informasi
terkait progress pelaksanaan ketentuan UNCAC. Konsolidasi dan publikasi
informasi di berbagai media, baik elektronik maupu cetak, termasuk web portal
PKK, akan mempermudah pengaksesan dan pemanfaatannya dalam penyusunan
kebijakan dan pengukuran kinerja PKK. Keterbukaan dalam pelaporan kegiatan
PKK akan memudahkan para pemangku kepentingan berpartisipasi aktif
mengawal segenap upaya yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga public
maupun sector swasta.
Keberhasilan diukur berdasarkan indeks tingkat kepuasan pemangku
kepentingan terhadap laporan PKK. Semakin tinggi tingkat kepuasan pemangku
kepentingan, maka harapannya semua kebutuhan informasi dan pelaporan terkait
proses penyusunan kebijakan dan penilaian progress PKK dapat semakin
terpenuhi sehingga upaya PKK dapat dikawal secara berkesinambungan dan tepat
sasaran.
Komisi Pemberantasan Korupsi dalam bukunya mengenai panduan memberantas
korupsi dengan mudah dan menyenangkan, mengelompokkan strategi pemberantasan
korupsi tersebut ke dalam 3 strategi berikut:
1. Strategi Represif
Strategi ini adalah strategi penindakan tindak pidana korupsi dimana
seseorang diadukan, diselidiki, disidik, dituntut dan di eksekusi berdasarkan saksi-
saksi dan alat bukti yang kuat.
2. Strategi Perbaikan Sistem
Perbaikan system dilakukan untuk mengurangi potensi korupsi. Caranya
dengan kajian system, penataan layanan public melalui koordinasi, supervise,
pencegahan serta mendorong transparansi penyelenggara negara.
3. Strategi Edukasi dan Kampanye
Strategi ini merupakan bagian dari upaya pencegahan yang memiliki peran
strategis dalam pemberantasan korupsi. Melalui strategi ini akan dibangun perilaku
dan budaya antikorupsi. Edukasi dilakukan pada segenap lapisan masyarakat sejak
usia dini.
B. Upaya Pecepatan Reformasi Birokrasi
Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang
Strategi Nasional (Stratanas) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK),
Kementerian Kesehatan telah melaksanakan upaya percepatan reformasi birokrasi
melalui berbagai cara dan bentuk, antara lain:
1. Disiplin kehadiran menggunakan system fingerprint, ditetapkan masuk pukul
7.30 dan pulang kantor pukul 16.00, untuk mencegah pegawai melakukan korupsi
waktu.
2. Setiap pegawai negeri Kemenkes harus mengisi Sasaran Kinerja Pegawai (SKP),
dan dievaluasi setiap tahunnya, agar setiap pegawai mempunyai tugas pokok dan
fungsi yang jelas, dapat diukur dan di pertanggung jawabkan kinerjanya.
3. Melakukan pelayanan kepada masyarakat yang lebih efisien dan efektif, ramah
dan santun, diwujudkan dalam pelayanan prima.
4. Penandatanganan fakta integritas bagi setiap pelantikan pejabat di kementrian
kesehatan. Hal ini untuk mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi (WBK), Wilayah
Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).
5. Terlaksananya Strategi Komunikasi pendidikan dan Budaya Anti-Korupsi melalui
sosialisasi dan kampanye antikorupsi di lingkungan internal/ seluruh Satker
Kementerian Kesehatan.
6. Sosialisasi tentang larangan melakukan gratifikasi, sesuai dengan pasal 12 b ayat
(1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, menyatakan “Setiap gratifikasi
kepada pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap,
apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan kewajiban atau
tugasnya”.
7. Pemberlakuan Sistem Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik
(LPSE).
8. Layanan Publik Berbasis Teknologi Informasi seperti seleksi pendaftaran
pegawai melalui online dalam rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
Pegawai Tidak Tetap (PTT).
9. Pelaksanaan LHKPN di lingkungan Kementerian Kesehatan didukung dengan
Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 03. 01/ Menkes /066/I/2010,
tanggal 13 Januari 2010.
10. Membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi, berdasarkan Surat Keputusan
Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan Nomor 01. TPS. 17. 04. 215. 10.
3445, tanggal 30 Juli 2010.
11. “Tanpa Korupsi”, “ Korupsi Merampas Hak Masyarakat untuk Sehat”, “Hari Gini
Masih Terima Suap”, dan lain-lain
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Program kementerian kesehatan dalam upaya pencegahan korupsi Peraturan
Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional (Stratanas) Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi (PPK), diimplementasikan ke dalam 6 (enam) strategi
nasional yang telah dirumuskan, yakni:
1. Pencegahan
2. Penegakan Hukum
3. Harmonisasi peraturan perundang-undangaN
4. Kerjasama Internasional dan penyelamatan asset hasil tipikor
5. Pendidikan dan budaya antikorupsi
6. Mekanisme pelaporan pelaksanaan upaya pemberantasan korupsi.
B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat dijadikan suatu referensi atau informasi bagi
mahasiswa keperawatan khususnya, maupun kalangan umum. Mohon maaf bila
banyak kekurangan dalam makalah ini, mohon kritik dan saran

Anda mungkin juga menyukai