Anda di halaman 1dari 23

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mobilisasi adalah suatu usaha mengkoordinasikan sistem mukuloskeletal
dan sistem saraf dalam mempertahankan keseimbangan, postur, dan kesejajaran
tubuh selama mengangkat, membungkuk, bergerak, dan melakukan aktivitas
sehari-hari. Penggunaan mobilisasi yang tepat dapat mengurangi risiko cedera
sistem muskuloskeletal. Mobilisasi yang tepat juga memfasilitasi pergerakan
tubuh, yang memungkinkan mobilisasi fisik tanpa terjadi ketegangan otot dan
penggunaan energi otot yang berlebihan. Mobilisasi pada dasarnya adalah
bagaimana menggunakan tubuh secara efisien, terkoordinasi, dan aman, sehingga
menghasilkan gerakan yang baik dan memelihara keseimbangan selama
beraktivitas. Mobilisasi yang baik bukan hanya untuk olahragawan, tetapi juga
sangat penting bagi tiap individu termasuk klien dan perawat.
Individu yang sakit atau mengalami cedera sering kali harus menjalani
tirah baring atau harus membatasi aktivitasnya. Masalah-masalah sering berkaitan
dengan imobilitas termasuk melemahnya otot-otot, kontraktur sendi, dan
deformitas. Setiap sendi tubuh mempunyai rentang gerak yang normal. Jika
rentang gerak tersebut terbatas, fungsi sendi dan otot yang menggerakkan sendi
mengalami kerusakan dan dapat terjadi deformitas yang sangat nyeri. Perawat
harus mengidentifikasi pasien yang berisiko terhadap komplikasi tersebut. Pasien
dengan ketidakmampuan mungkin tidak mampu untuk berjalan secara mandiri
atau tanpa bantuan baik secara temporer atau permanen. Perawat mengkaji
mobilitas pasien dan merancang asuhan yang meningkatkan mobilitas yang
mandiri dalam batas terapeutik yang ditentukan.
2

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yaitu sebagai berikut.
1. Bagaimana fisiologi gerak?
2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi!
3. Sebut dan jelaskan latihan gerak yang dapat diberikan kepada pasien!
4. Sebut dan jelaskan manfaat mobilisasi terhadap sistem tubuh!
5. Sebut dan jelaskan efek imobilisasi terhadap sistem tubuh!
6. Risiko apa yang berhubungan dengan latihan gerak yang diberikan?
7. Apakah peran perawat dalam konsep aktivitas?
8. Bagaimanakah prosedur tindakan latihan gerak?

1.3 Tujuan
Tujuan makalah ini yaitu:
1. mengetahui fisiologi gerak;
2. mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi;
3. mengetahui latihan gerak yang dapat diberikan kepada pasien;
4. mengetahui manfaat mobilisasi terhadap sistem tubuh;
5. mengetahui efek imobilisasi terhadap sistem tubuh;
6. mengetahui risiko yang berhubungan dengan latihan gerak yang
diberikan;
7. mengetahui peran perawat dalam konsep aktivitas; dan
8. mengetahui prosedur tindakan latihan gerak.
3

BAB 2. ISI

2.1 Fisiologi gerak


Gerak merupakan suatu kegiatan yang memindahkan sesuatu dari satu
tempat ke tempat yang lainnya. Hal ini disebabkan karena manusia memiliki otot
yang sangat peka terhadap rangsangan, sehingga saat impuls-impuls dari otak
memberikan sinyal untuk bergerak, maka secara otomatis tubuh juga ikut bergerak.
Fisiologi gerak terbentuk dari sebaran sinyal dari otak dan medulla spinalis yang
menyalurkan impuls melalui sistem saraf perifer yang tepatnya pada bagian
referen, setelah itu impuls tersebut dibagi menjadi 2 jalur yaitu menuju saraf
motorik dan somatik. Pada saraf motorik, alur impuls menuju menjadi simpatis
dan parasimpatis yang nantinya akan memberikan rangsangan pada otot polos,
otot jantung, dan otot lurik. Sedangkan pada saraf somatik, alur impuls menuju
otot rangka yang dapat dilihat pada saat manusia berjalan, makan, ataupun
melakukan kegiatan lainnya.

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi


Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan
dengan bebas. Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas,
mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting
untuk kemandirian (Kozier, 1995). Beberapa faktor yang mempengaruhi
mobilisasi yaitu sebagai berikut.
1. Gaya hidup
Gaya hidup seseorang tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin
tinggi tigkat pendidikan seseorang akan diikuti oleh perilaku yang
dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan
4

pengetahuan kesehatan tentang mobilitas seseorang akan senantiasa


melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat.
2. Proses penyakit dan injury
Seseorang yang menderita penyakit tertentu akan mempengaruhi
mobilitasnya, misalnya seseorang yang mengalami patah tulang pada
kaki atau tangannya akan kesulitan untuk mobilisasi secara bebas. Ini
juga dirasakan oleh seseorang yang baru menjalani operasi, karena
adanya rasa sakit atau nyeri yang membuat mereka cenderung
bergerak lebih lamban.
3. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan
aktifitas, misal ada kepercayaan pada pasien yang setelah operasi
untuk tidak bergerak karena jika banyak bergerak dapat
mengakibatkan luka atau jahitan tidak jadi.
4. Tingkat energi
Energi atau tenaga jelas dibutuhkan seseorang untuk mobilisasi.
Orang yang sedang sakit akan berbeda mobilitasnya dibandingkan
dengan orang dalam keadaan sehat.
5. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny
dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam
masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya
dibandingkan dengan anak yang sering sakit.

2.3 Latihan gerak

Bagian Tipe Rentang


Tipe Gerakan Otot-otot utama
Tubuh Sendi (Derajat)
Leher Pivotal Fleksi:Menggerakk 45 Sternocleidomastoid
spina (putar) an dagu menempel
servikal ke dada
Ekstensi: 45 Trapezius
5

mengembalikan
kepala ke posisi
tegak
Hiperekstensi: 10 Trapezius
menekuk kepala ke
belakang sejauh
mungkin
Fleksi lateral: 40-45 Sternocleidomastoid
memiringkan
kepala sejauh
mungkin ke arah
setiap bahu
Rotasi: memutar 180 Sternocleidomastoid,
kepala sejauh Trapezius
mungkin dalam
gerakan sirkuler
Bahu Bail and Fleksi: menaikkan 180 Korakobrakhialis,
socket lengan dari posisi bisep brakhii, deltoid,
di samping tubuh pektoralis mayor
ke depan ke posisi
di atas kepala Latissimus dorsi, teres
Ekstensi: 180 mayor, trisep brakhii
mengembalikan
lengan ke posisi di Latissimus dorsi, teres
samping tubuh mayor, deltoid
Hiperekstensi: 45-60
menggerakkan
lengan ke belakang
tubuh, siku tetap
lurus
Abduksi: 180 Deltoid, supraspinatus
Menaikkan lengan
ke posisi samping
di atas kepala
dengan telapak
tangan jauh dari Pektoralis mayor
kepala 320
Adduksi:
Menurunkan
lengan ke samping
dan menyilang
tubuh sejauh
mungkin
Rotasi dalam 90 Pektoralis mayor,
dengan siku fleksi, latissimus dorsi, teres
memutar bahu mayor, subskapularis
6

dengan
menggerakkan
lengan sampai ibu
jari menghadap
kedalam dan Infraspinatus, teres
kebelakang 90 mayor, deltoid
Rotasi luar: dengan
siku fleksi,
menggerakkan
lengan sampai ibu
jari ke atas dan
samping kepala
Sirkum Duksi: 360 Deltoid,
Menggerakkan korakobrakhialis,
lengan dengan latissimus dorsi, teres
lingkaran penuh mayor
(sirkumduksi
adalah kombinasi
semua gerakan
sendi ball-and-
socket)
Siku Hinge Fleksi: menekuk 150 Bisep brakhii,
siku sehingga brakhialis,
lengan bawah brakhioradialis
bergerak ke depan
sendi bahu, dan
tangan sejajar bahu
Ekstensi: 150 Trisep brakhii
meluruskan siku
dengan
menurunkan tangan
Lengan Pivotal Supinasi: memutar 70-90 Supinator, bisep
(Putar) lengan bawah dan brakhii
tangan sehingga
telapak tangan
menghadap ke atas
Pronasi: memutar 70-90 Pronator teres,
lengan bawah pronator quadratus
sehingga telapak
tangan menghadap
ke bawah
Pergelan Kondiloid Fleksi: 80-90 Fleksor karpi ulnaris,
gan menggerakkan fleksor carpi radialis,
Tangan telapak tangan ke
sisi bagian dalam
lengan bawah
7

Ekstensi: 80-90 Ekstensor karpi


mengerakkan jari- ulnaris, ekstensor
jari sehingga jari- karpi radialis brevis,
jari, tangan, dan ekstensor karpi
lengan bawah radialis longus
berada dalam arah
yang sama.
Hiperekstensi: 89-90 Ekstensor karpi
membawa radialis brevis,
permukaan tangan ekstensor karpi
dorsal ke belakang radialis longus,
sejauh mungkin ekstensor karpi
ulnaris
Abduksi (fleksi Sampai 30 Fleksor karpi radialis,
radial): menekuk ekstensor karpi
pergelangan tangan radialis brevis,
miring (medikal) ekstensor karpi
ke ibu jari radialis longus
Abduksi (fleksi 30-50 Fleksor karpi ulnaris,
ulnar): menekuk ekstensor carpi ulnaris
pergelangan tangan
miring (lateral) ke
arah lima jari
Jari-jari Condyloid Fleksi: membuat 90 Lumbrikales,
tangan Hinge genggaman Interosseus volaris,
interosseus dorsalis
Ekstensi: 90 Ekstensor digiti quinti
meluruskan jari-jari proprius
tangan 30-60 Ekstensor digitorum
Hiperekstensi: kommunis, ektensor
menggerakkan jari- indicis proprius
jari tangan ke
belakang sejauh
mungkin
Abduksi: 30 Interosseus Dorsalis
merenggangkan
jari-jari tangan
yang satu dengan
yang lain 30 Interosseus Volaris
Adduksi:
merapatkan
kembali jari-jari
tangan
Ibu jari Pelana Fleksi: 90 Fleksor polisis brevis
menggerakkan ibu
jari menyilang
8

permukaan telapak
tangan
Ekstensi: 90 Ekstensor polisis
menggerakkan ibu longus, ekstensor
jari lurus menjauh polisis, brevis
dari tangan.
Abduksi 30 Abduktor polisis
menjauhkan ibu brevis
jari ke samping
(biasa dilakukan
ketika jari-jari
tangan berada
abduksi dan 30 Abduktor polisis
adduksi) obliquus, adduktor
Adduksi: polisis transversus
menggerakkan ibu Opponeus pollisis,
jari ke depan opponeus digiti
tangan minimi
Oposisi:
menyentuhkan ibu
jari ke setiap jari-
jari tangan pada
tangan yang sama
Pinggul Ball and Fleksi 90-120 Psoas mayor, iliaktus,
socket menggerakkan iliopsoas, sartorius
tungkai ke depan Gluteus maksimus,
dan atas 90-120 semi tendinosus,
Ekstensi: semimembranosus
menggerakkan
kembali ke
samping tungkai
yang lain
Hiperekstensi: 30-50 Gluteus maksimus,
menggerakkan semitendonosus,
tungkai ke semimembranosus
belakang tubuh
Abduksi: 30-50 Gluteus Medius,
menggerakkan gluteus minimus
tungkai ke samping
menjauhi tubuh
Adduksi: 30-50 Adduktor longus,
menggerakkan adduktor brevis,
tungkai kembali ke adduktor magnus
posisi medial dan
melebihi jika
mungkin
9

Rotasi dalam: 90 Gluteus medius,


memutar kaki dan gluteus minimus,
tungkai ke arah tensorfasciae latae
tungkai lain
Rotasi Luar: 90 Obturatorius internus,
memutar kaki dan obturatorius eksternus
tungkai menjahui
tungkai lain
Sirkumduksi: - Psoas mayor, gluteus
menggerakkan maksimus, gluteus
tungkai melingkar madius, adduktor
magnus
Lutut Hinge Fleksi: 120-130 Biseps femoris,
menggerakkan semitendonosus,
tumit kearah semimembranosus,
belakang paha sartorius
Ekstensi: 120-130 Rektus femoris,
mengembalikan vastus lateralis,
tungkai ke lantai vastus medialis,
vastus intermedius
Mata Hinge Dorsifleksi: 20-30 Tibialis anterior
kaki menggerakkan kaki
sehingga jari-jari
kaki menekuk ke
atas 45-50 Gastroknemus, soleus
Plantarfleksi:
mengerakkan kaki
sehingga jari-jari
kaki menekuk ke
bawah
Kaki Glidding Inversi: memutar 10 atau Tibialis anterior,
telapak kaki ke kurang tibialis posterior
samping dalam
(medial)
Eversi: memutar 10 atau Peroneus longus,
telapak kaki ke kurang` peroneus brevis
samping luar
(lateral)
Jari-jari Condyloid Fleksi: 30-60 Fleksor digitorum,
kaki melengkungkan lumbrikalis pedis,
jari-jari kaki fleksor hallusis brevis
kebawah
Ekstensi: 30-60 Ekstensor digitorum
meluruskan jari-jari longus, ektensor
kaki digitorum brevis,
ekstensor hallusis
10

longus
Abduksi: 15 atau Abduktor halluis
merenggangkan kurang interoseus dorsalis
jari-jari kaki satu
dengan yang lain
Adduksi: 15 atau Adduktor halluis,
merapatkan kurang interosseus plantaris
kembali bersama-
sama

2.4 Manfaat mobilisasi terhadap sistem tubuh


Apabila dilakukan dengan baik dan benar, mobilisasi atau gerak tubuh
sangat bermanfaat bagi seseorang. Manfaat tersebut antara lain:
1. gerak tubuh secara teratur dapat membuat tubuh menjadi segar;
2. gerak tubuh secara teratur dapat memperbaiki tonus otot dan sikap
tubuh, mengontrol berat badan, mengurangi stres, serta dapat
meningkatkan relaksasi;
3. gerak tubuh merangsang peredaran darah ke otot dan organ tubuh
yang lain sehingga dapat meningkatkan kelenturan tubuh; dan
4. gerak tubuh pada anak dapat merangsang pertumbuhan badan.
Beberapa tujuan dari mobilisasi menurut Susan J. Garrison (2004), antara
lain:
1. mempertahankan fungsi tubuh;
2. memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat penyembuhan
luka;
3. membantu pernafasan menjadi lebih baik;
4. mempertahankan tonus otot;
5. memperlancar eliminasi;
6. mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali
normal dan atau dapat memenuhi kebutuhan gerak harian; dan
7. memberi kesempatan perawat dan pasien untuk berinteraksi atau
berkomunikasi.
11

Dalam kaitannya dengan keperawatan, prinsip mengenai mobilisasi


diantaranya sebagai berikut.
1. Penggunaan tubuh secara tepat dan benar dapat meningkatkan fungsi
muskuloskeletal, serta mencegah terjadinya penyakit dan kecelakaan.
Hal tersebut kemudian dapat menyebabkan peningkatan kesehatan
tubuh.
2. Mobilisasi yang baik dapat memberikan penampilan serta fungsi
tubuh yang baik.
3. Mobilisasi yang baik dicapai melalui pengetahuan sebagai pedoman
dalam bertindak.
4. Mobilisasi menyangkut berbagai usaha pencegahan cedera atau cacat
pada sistem muskuloskeletal.

2.5 Efek imobilisasi terhadap sistem tubuh


Imobilisasi adalah ketidakmampuan untuk bergerak bebas yang
disebabkan oleh kondisi di mana gerakan terganggu atau dibatasi secara terapeutik
(Potter dan Perry 2006). Dalam hubungannya dengan perawatan klien, maka
imobilisasi adalah keadaan di mana klien berbaring lama di tempat tidur.
Imobilisasi pada klien tersebut dapat disebabkan oleh penyakit yang dideritanya,
trauma, atau menderita kecacatan.
1. Efek imobilisasi terhadap fisik
a. Perubahan metabolik
Imobilisasi mengganggu fungsi metabolik normal, antara lain
laju metabolik; metabolisme, lemak dan protein;
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; ketidakseimbngan
kalsium; dan gangguan pencernaan. Keberadaan proses
infeksius pada klien imobilisasi mengalami peningkatan laju
metabolik basal diakibatkan karena demam atau penyembuhan
luka. Demam dan penyembuhan luka meningkatkan kebutuhan
oksigen.
12

b. Perubahan sistem neurosensoris


Dampak terhadap sistem neurosensoris tampak nyata pada klien
imobilisasi yang dipasang gips akibat fraktur. Pemasangan gips
pada ekstremitas dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan
menimbulkan gangguan saraf pada bagian distal dari gips. Hal
tersebut menyebabkan klien tidak dapat menggerakkan bagian
anggota tubuh yang distal dari gips, mengeluh terjadi sensasi
yang berlebihan atau berkurang, dan timbul rasa nyeri yang
hebat.
c. Perubahan sistem respiratori
Klien pasca operasi dan imobilisasi berisiko tingi mengalami
komplikasi paru. Komplikasi paru-paru yang paling umum
adalah atelektasis dan pneumonia hipostatik. Pada atelektasis,
bronkiolus menjadi tertutup oleh adanya sekresi dan kolaps
alveolus distal karena udara yang diabsorbsi, sehungga
menghasilkan hipoventilasi. Bronkus utama atau beberapa
bronkiolus kecil dapat terkena. Pneuomonia hipostatik adalah
peradangan paru-paru akibat stasisnya sekresi. Atelektasis dan
pneumonia hipostatik keduanya sama-sama menurunkan
oksigen, memperlama penyembuhan dan menambah
ketidaknyamanan klien.
d. Perubahan sistem kardiovaskuler
Dampak imobilisasi terhadap sistem kardiovaskuler di antaranya
adalah sebagai berikut.
1) Penurunan kardiak reserve
Imobilisasi mengakibatkan pengaruh simpatis atau sistem
adrenergik lebih besar daripada sistem kolinergik atau
sistem vagal. Hal ini menyebabkan peningkatan denyut
jantung. Konsekuensi dari peningkatan denyut jantung
menyebabkan waktu pengisian diastolik memendek dan
13

terjadi penurunan kapasitas jantung untuk merespons


terhadap kebutuhan metabolisme tubuh (Kozier dkk, 1995).
2) Hipotensi ortostatik
Hipotensi ortostatik merupakan manifestasi umum yang
terjadi pada sistem kardiovaskuler sebagai akibat dari
bedrest yang lama.
3) Peningkatan beban kerja jantung
Pada kondisi bedrest yang lama, jantung bekerja lebih keras
dan kurang efisien, disertai curah kardiak yang turun
selanjutnya akan menurunkan efisiensi jantung dan
meningkatkan beban kerja jantung.
4) Pembekuan trombus.
e. Perubahan sistem Muskuloskeletal
Pengaruh imobilisasi pada sistem muskuloskeletal meliputi
gangguan mobilisasi permanen. Keterbatasan mobilisasi
mempengaruhi otot klien melalui kehilangan daya tahan,
penurunan masa otot, atrofi, penurunan stabilitas, gangguan
metabolisme kalsium, dan gangguan mobilisasi sendi.
f. Perubahan sistem integumen
Imobilisasi yang lama dapat menyebabkan kerusakan integritas
kulit, seperti abrasi dan dekubitus. Hal tersebut disebabkan oleh
karena pada mobilitas terjadi gesekan, tekanan, jaringan
bergeser satu dengan yang lain, dan penurunan sirkulasi darah
pada area yang tertekan, sehingga terjadi terjadi iskemia pada
jaringan yang tertekan. Kondisi yang ada dapat diperburuk
dengan adanya infeksi, trauma, kegemukan, berkeringat, dan
nutrisi yang buruk. Selain itu, sirkulasi darah yang lambat
mengakibatkan kebutuhan oksigen dan nutrisi pada area yang
tertekan menurun sehingga laju metabolisme jaringan menurun.
Bila berlangsung terus-menerus, dapat mengakibatkan
terjadinya atrofi otot dan perubahan turgor kulit. Kerusakan
14

integritas kulit mempunyai dampak yang bermakna pada tingkat


kesejahteraan, asuhan keperawatan, dan lamanya perawatan di
rumah sakit.
g. Perubahan eliminasi urin
Eliminasi urin klien berubah oleh adanya imobilisasi. Sejalan
dengan masa imobilisasi yang baik yang berlanjut, asupan cairan
yang terbatas, dan penyebab lain, seperti demam, akan
meningkatkan resiko dehidrasi. Akibatnya haluaran urin
menurun sekitar pada hari ke-5 atau ke-6. Pada umunya urin
yang diproduksi berkonsentrasi tinggi. Urin yang pekat ini
meningkatkan risiko terjadi batu dan infeksi. Perawatan perineal
yang buruk setelah defikasi, terutama pada wanita,
meningkatkan resiko kontaminasi saluran perkemihan oleh
bakteri Escherechia coli. Penyebab lain infeksi saluran
perkemihan pada klien imobilisasi adalah pemakaian kateter
urin menetap.
2. Efek imobilisasi terhadap psikososial
Imobilisasi menyebabkan respon emosional, intelektual, sensori, dan
sosiokultural. Perubahan status emosional biasa terjadi bertahap.
Perubahan emosional paling umum adalah depresi, perubahan
tingkah laku, perubahan siklus bangun tidur, dan penurunan
kemampuan pemecahan masalah.
a. Depresi
Klien imobilisasi dapat menjadi depresi karena perubahan dalam
konsep diri dan kecemasan tentang kondisi kesehatannya,
keuangan, masalah keluarga, serta faktor lain seperti masalah
menurunnya kemandirian dan otonomi dalam melakukan
aktivitas hidup sehari-hari. Depresi merupakan emosional
abnormal yang ditandai dengan perasaan sedih, patah hati,
merasa tidak berguna, perasaan kosong, dan tidak ada harapan
yang sesuai dengan kenyataannya.
15

b. Perubahan tingkah laku


Pada klien imobilisasi, perubahan tingkah laku sangat bervariasi
dan bersifat individual. Perubahan tingkah laku yang biasa
terjadi pada klien imobilisasi antara lain sikap permusuhan, suka
bertengkar, mudah marah, perasaan pusing, menarik diri,
bingung, dan cemas. Terjadinya perubahan perilaku pada klien
imobilisasi dapat disebabkan karena kehilangan peran dalam
keluarga, tempat kerja, dan ketergantungan yang tinggi terhadap
orang lain. Kondisi ini menyebabkan harga diri klien rendah,
perasaan tidak berguna, dan berbagai penilaian negatif terhadap
dirinya.
c. Perubahan siklus bangun tidur
Posisi berbaring yang tidak berubah dalam jangka waktu yang
lama dapat menimbulkan ketidaknyamanan dalam istirahat dan
tidur, sehingga pola tidur klien menjadi terganggu. Klien
imobilisasi tidak dapat tidur tanpa perubahan posisi sehingga
pola tidur klien menjadi terganggu. Selain itu, tidak adanya
aktivitas, kurangnya rangsangan sensori, dan kesendirian di
tempat tidur menyebabkan klien tidak produktif di siang hari
sehingga klien sering tidur saat tersebut, dan dampaknya pada
malam hari klien tidak bisa tidur.
d. Penurunan kemampuan pemecahan masalah
Imobilisasi yang lama menyebabkan kemampuan klien untuk
mengembangkan aktivitas intelektual dapat menurun, sehingga
kemampuan untuk memecahkan masalah juga menurun.
Penurunan kemampuan tersebut diakibatkan oleh kurangnya
stimulus intelektual dan stres terhadap penyakit yang dialaminya
dan kondisi tubuhnya yang tidak berdaya.
16

2.6 Risiko yang berhubungan dengan latihan gerak


Latihan gerak merupakan suatu kegiatan yang dapat meningkatkan massa
otot. Dalam latihan gerak tidak selalu memiliki manfaat dari tiap latihan-latihan
yang dilakukan, tetapi juga ada beberapa risiko akibat latihan gerak yaitu sebagai
berikut.
1. Cedera otot, merupakan suatu kejadian yang dapat terjadi akibat
terlalu besar kuantitas dalam latihan. Tiap sel tubuh khususnya otot
memiliki batasan dalam berkembang, sehingga perlu sekali adanya
pemantauan dalam melakukan latihan gerak.
2. Kram otot, merupakan gejala kejang otot akibat adanya henti aliran
darah yang terjadi secara mendadak. Hal ini disebabkan oleh
melakukan latihan gerak tanpa adanya pemanasan otot sebelumnya.
Maka dari itu, perlu diperhatikan sebelum melakukan latihan gerak.

2.7 Peran perawat dalam konsep aktivitas


Peran perawat terhadap klien yang bermasalah dalam mobilisasi yang
aktual maupun berisiko yaitu merencanakan terapi sesuai dengan derajat risiko
klien, dan perencanaan bersifat individu disesuaikan perkembangan klien, tingkat
kesehatan, dan gaya hidup. Perencanaan perawat juga termasuk pemahaman
kebutuhan klien untuk mempertahankan fungsi motorik dan kemandirian. Klien
berisiko bahaya dikaitkan ketidaktepatan kesejajaran tubuh dan gangguan
mobilisasi, membutuhkan rencana keperawatan langsung melalui pemberian
posisi secara aktual atau potensial serta kebutuhan mobilisasi. Rencana
keperawatan didasari oleh satu atau lebih tujuan berikut ini:
1. mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat;
2. mencapai kembali kesejajaran tubuh yang tepat ataupun pada tingkat
optimal;
3. mengurangi cedera pada sistem kulit dan muskuloskeletal dari
ketidaktepatan mekanika atau kesejajaran;
4. mencapai ROM penuh atau optimal;
17

5. mencegah kontraktur;
6. mempertahankan kepatenan jalan napas;
7. mencapai ekspansi paru dan pertukaran gas optimal;
8. memobilisasi sekresi jalan napas;
9. mempertahankan fungsi kardiovaskuler;
10. meningkatkan toleransi aktivitas;
11. mencapai pola eliminasi normal;
12. mempertahankan pola tidur normal;
13. mencapai sosialisasi;
14. mencapai kemandirian penuh dalam aktivitas perawatan diri; dan
15. mencapai stimulasi fisik dan mental.

2.8 Prosedur tindakan latihan gerak


Salah satu prosedur latihan gerak yaitu ROM atau Range of Motion.
1. Pengertian :
Range of Motion (ROM) adalah segenap gerakan yang dalam keadaan
normal dapat dilakukan oleh sendi yan g bersangkutan
2. Tujuan :
1. Untuk memelihara fungsi dan mencegah kemunduran.
2. Untuk memelihara dan meningkatkan pergerakan sendi.
3. Untuk merangsang sirkulasi darah.
4. Untuk mencegah kelainan bentuk (deformitas).
5. Untuk memelihara dan meningkatkan kekuatan otot
3. Persiapan Pasien :
1. Memberikan salam, memperkenalkan diri, dan mengidentifikasi
pasiendengan memeriksa identitas pasien secara cermat.
2. Menjelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan,
memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya dan menjawab
seluruh pertanyaan pasien.
3. Meminta pengunjung untuk meninggalkan ruangan, memberi privasi
pasien.
4. Mengatur posisi pasien sehingga merasa aman dan nyaman.
4. Persiapan Alat :
1. Handuk kecil
18

2. Lotion/ baby oil


3. Minyak penghangat bila perlu (misal: minyak telon)
5. Cara Bekerja :
1. Beritahu pasien bahwa tindakan akan segera dimulai
2. Tinggikan tempat tidur sampai ketinggian kerja yang nyaman
3. Periksa alat-alat yang akan digunakan
4. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur
5. Posisikan pasien senyaman mungkin
6. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
A. Fleksi Bahu
1. Tempatkan tangan kiri perawat di atas siku pasien, kemudian
tangan kanan memegang tangan pasien.
2. Angkat tangan ke atas dari sisi tubuh.
3. Gerakan tangan perlahan-lahan, lemah lembut ke arah kepala sejauh
mungkin.
4. Letakkan tangan di bawah kepala dan tahan untuk mencegah
dorongan fleksi, tekuk tangan dan siku.
5. Angkat kembali lengan ke atas kembali ke posisi semula.
6. Ulangi latihan lebih kurang sampai 3 kali.
B. Abduksi dan Adduksi Bahu
1. Tempatkan tangan kiri perawat di atas siku pasien, tangan kanan
memegang tangan pasien.
2. Pertahankan posisi tersebut, kemudian gerakkan lengan sejauh
mungkin dari tubuh dalam keadaan lurus.
3. Tekuk dan gerakkan lengan segera perlahan ke atas kepala sejauh
mungkin.
4. Kembalikan pada posisi semula.
5. Ulangi latihan lebih kurang sampai 3 kali.
C. Rotasi Interna dan Eksterna Bahu
1. Tempatkan lengan pasien pada titik jauh dari tubuh, bengkokkan
siku. Pegang lengan atas, tempatkan pada bantal.
2. Angkat lengan dan tangan.
3. Gerakkan lengan ke bawah dan tangan secara perlahanl-lahan ke
belakang sejauh mungkin.
4. Kembalikan lengan pada posisi semula.
5. Ulangi latihan lebih kurang 3 kali.
D. Penyilangan Adduksi Bahu
1. Tempatkan tangan kiri perawat di bawah siku dan tangan lain
memegang tangan pasien.
2. Angkat lengan pasien.
19

3. Posisi lengan setinggi bahu, gerakkan tangan menyilang kepala


sejauh mungkin.
4. Kembalikan lengan pada posisi semula.
5. Ulangi latihan lebih kurang 3 kali.
E. Supinasi dan Pronasi Lengan
1. Permulaan posisi: pegang tangan pasien dengan kedua tangan,
posisi telunjuk pada telapak tangan, kedua ibu jari di punggung
tangan.
2. Tekuk telapak tangan pasien menghadap wajah pasien.
3. Kemudian tekukkan telapak tangan bagian punggung ke muka
pasien.
4. Ulangi latihan lebih kurang 3 kali.
F. Ekstensi dan Fleksi Pergelangan Tangan dan Jari
1. Pegang pergelangan tangan pasien dengan satu tangan pasien dan
tangan pasien bergengaman dengan tangan perawat.
2. Tekuk punggung tangan ke belakang sambil mempertahankan
posisi jari lurus.
3. Luruskan tangan.
4. Tekuk tangan ke depan sambil jari-jari menutup membuat
genggaman, kemudian buka tangan.
5. Ulangi latihan lebih kurang 3 kali.
G. Fleksi dan Ekstensi Ibu Jari
1. Pegang tangan pasien, tekuk ibu jari ke dalam telapak tangan
pasien.
2. Dorong ibu jari ke belakang pada titik terjauh dari telapak tangan
pasien. Ulangi lebih kurang 3 kali.
3. Gerakan ibu jari pasien memutar/sirkulasi pada satu lingkaran.
H. Fleksi dan Ekstensi Panggul dan Lutut
1. Tempatkan salah satu tangan perawat dibawah lutut pasien, tangan
lain di atas tumit dan menahan kaki pasien.
2. Angkat tungkai kaki dan tekukan pada lutut, gerakan tungkai
kebelakang sejauh mungkin.
3. Luruskan lutut di atas permukaan kaki, kembalikan pada posisi
semula.
4. Ulangi latihan lebih kurang 3 kali.
I. Rotasi Interna dan Eksterna Panggul
1. Tempat satu tangan perawat di bawah lutut pasien, tangan lain di
atas tumit kaki pasien.
2. Angkat tungkai dan tekuk membuat sudut yang besar di atas lutut.
3. Pegang lutut dan kaki pasien mendorong ke hadapan perawat.
20

4. Gerakkan kaki ke posisi semula.


5. Dorong kaki sejauh mungkin dari perawat, gerakkan ke posisi
semula.
6. Ulangi latihan lebih kurang sampai 3 kali.
J. Abduksi dan Adduksi Panggul
1. Tempatkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien, letakkan
tangan lain di bawah tumit.
2. Pegang tungkai dalam keadaan lurus, kemudian angkat ke atas
setinggi 5 cm dari kasur.
3. Tarik kaki kearah luar, ke hadapan perawat.
4. Dorong tungkai ke belakang dan kembalikan ke posisi semula.
5. Ulangi latihan lebih kurang 3 kali.
K. Dorso dan Plantar Fleksi Pergelangan Kaki
1. Pegang tumit pasien dengan tangan perawat, biarkan istirahat pada
tangan perawat.
2. Tekan lengan perawat pada telapak kaki, gerakkan menghadap
tungkai.
3. Pindahkan tangan perawat pada posisi semula.
4. Pindahkan tangan ke ujung kaki dan bagian bawah kaki, dorong
kaki ke bawah pada titik maksimal secara bersamaan, kemudian
dorong kembali ke atas pada tumit.
5. Ulangi latihan berikut lebih kurang 3 kali.
L. Eversi dan Inversi Kaki
1. Putar kaki satu persatu ke arah luar.
2. Kemudian kembali ke arah dalam.
3. Ulangi latihan lebih kurang 3 kali.
M. Ekstensi dan Fleksi Jari-jari Kaki
1. Mulai dengan menarik ujung jari kaki ke atas.
2. Ujung-ujung jari kaki di dorong ke bawah.
3. Ulang latihan lebih kurang 3 kali.
7. Rapihkan pasien ke posisi semula
8. Beritahu bahwa tindakan sudah selesai
9. Bereskan alat-alat yang telah digunakan dan melepaskan sarung tangan
10. Buka kembali tirai atau pintu dan jendela
11. Kaji respon pasien (subyektif dan obyektif)
12. Beri reinforcement positif kepada pasien
13. Buat kontak pertemuan selanjutnya
14. Akhiri kegiatan dengan baik
15. Cuci tangan
6. Hasil :
21

Dokumentasikan nama tindakan/tanggal/jam tindakan, hasil yang diperoleh,


respon pasien selama tindakan, nama dan paraf perawat pelaksana.
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. Pegang ekstermitas pada sendi-sendi seperti: elbow, wrist, knee.
Gerakkan sendi secara perlahan-lahan, selanjutnya teruskan. Jika tidak
nyaman/agak nyeri pada sendi, misalnya : adanya arthritis (dukung
ekstermitas pada daerah tersebut).
2. Gerakan setiap sendi melalui ROM lebih kurang 3 kali terus menerus
secara teratur dan perlahan-lahan. Hindarkan pergerakan yang
berlebihan dari persendian pada saat latihan ROM. Hindarkan pada
tekanan yang kuat pada saat pergerakan yang kuat.
3. Hentikan pergerakan bila ada nyeri.
4. Catat adanya ketidak nyamanan (nyeri, kelelahan),
kontraktur/kekakuan sendi, kekuatan otot dan adanya atrofi otot.
5. Apabila ada perasaan nyeri akibat kekejangan/spasme otot, gerakkan
sendi secara perlahan-lahan, jangan berlebihan. Gerakkan dengan
lemah lembut secara bertahap sampai terjadi relaksasi.
6. Aktifitas fungsional untuk menguji lengkap gerak sendi dapat
dilakukan pada pasien yang sudah dapat melakukan pergerakan sendiri
tanpa bantuan.
7. Pergerakkan diuji/diperiksa oleh terapis untuk menentukan adanya
pergerakan daerah sendi. Pergerakan sendi pasien sangat dipengaruhi
oleh kondisi fisik, faktor penyakit dan faktor genetik. Latihan
disesuaikan dengan keadaan klinis pasien.
8. Setiap sendi tubuh mempunyai suatu lingkup pergerakan yang normal.
9. Sendi-sendi akan kehilangan lingkup pergerakan sendi ynag normal.
Kekuan akan mengakibatkan suatu keadaan ketidakmampuan yang
menetap. Hal ini sering pada kondisi Neuromuskuler (Hemiplegia).
10. Latihan ROM direncanakan dengan individu, lingkup pergerakan
bervariasi sesuai dengan perbedaan tubuh dan kemampuan serta
golongan umur.
11. Latihan ROM dapat dilakukan kapan saja, dimana keadaan fisik tidak
aktif.
22

BAB 3. KESIMPULAN

Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan


dengan bebas. Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas,
mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting
untuk kemandirian (Kozier, 1995). Mobilisasi membuat seseorang salah satunya
menjadi sehat dan segar. Gangguan mobilisasi atau imobilisasi dapat terjadi pada
tiap individu. Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA),
Imobilisasi sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau berisiko
mengalami keterbatasan gerak fisik. Efek imobilisasi terhadap tubuh diantaranya
pada fisik tubuh dan psikososial. Pasien dengan imobilisasi dapat melatih gerak
tubuhnya dengan latihan gerak. Latihan gerak merupakan suatu kegiatan yang
dapat meningkatkan massa otot. Pasien diharapkan dapat kembali bergerak atau
mobilisasi setelah melakukan latihan gerak.
23

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.

Potter, Patricia A. Dan Perry Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fundaental
Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi Empat Volume Dua.
Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. Dan Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan


Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Edisi delapan Volume satu. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai