Anda di halaman 1dari 17

Konsep Prosedur Keperawatan Sistem Muskuloskeletal

1. Body Mechanics / Mekanika Tubuh

Mekanika Tubuh adalah suatu usaha mengkoordinasikan sistem


muskuloskeletal dan sistem syaraf dalam mempertahankan keseimbangan, postur
dan kesejajaran tubuh selama mengangkat, membungkuk, bergerak, dan
melakukan aktivitas sehari-hari ( Potter & Perry, 2005).

1. Body Mekanik meliputi 3 elemen dasar yaitu :

1. Body Alignment (Postur Tubuh) Susunan geometrik bagian-bagian


tubuh dalam hubungannya dengan bagian tubuh yang lain.
2. Balance / Keseimbangan Keseimbangan tergantung pada interaksi
antara pusat gravity, line gravity dan base of support.
3. Koordinated body movement (gerakan tubuh yang terkoordinir)
Dimana body mekanik berinteraksi dalam fungsi muskuloskeletal
dan sistem syaraf.
2. Pergerakan dasar yang digunakan dalam Body Mekanik
1. Walking / berjalan
Kestabilan berjalan, sangat berhubungan dengan ukuran base of
support.
2. Squating / jongkok
Squating mempertinggi atau meningkatkan keseimbangan tubuh,
ketika seseorang mengangkat obyek yang terletak dibawah pusat
grativitas tubuh.
3. Pulling / menarik
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menarik benda,
diantaranya ketinggian, letak benda, posisi kaki dan tubuh sewaktu
menarik (seperti condong ke depan dari panggul), sodorkan telapak
tangan dan lengan atas dibawah pusat gravitasi pasien, lengan atas
dan siku diletakkan pada permukaan tempat tidur, pinggul, lutut
dan pergelangan kaki ditekuk dan lalu lakukan penarikan.
4. Pivoting / berputar
Pivoting adalah suatu tehnik dimana tubuh dibungkukkan dalam
rangka menghindari terjadinya resiko keseleo tulang.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi body mekanik.
1. Status kesehatan
2. Kondisi kesehatan seseorang akan berpengaruh terhadap
keseimbangan tubuh sehingga aktivitasnya menjadi terganggu.
3. Nutrisi
4. Pemenuhan kebutuhan tubuh akan nutrisi sangat penting karena
mempengaruhi produksi energi yang digunakan untuk mobilisasi.
5. Emosi
6. Situasi dan kebiasaan
7. Gaya hidup
8. Pengetahuan
4. Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan aktivitas:
1. Tulang
Tulang merupakan organ yang mempunyai berbagai fungsi, fungsi
mekanis untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai
otot, fungsi sebagai tempat menyimpan mineral kususnya kalsium
dan fosfor yang bisa dilepaskan setiap saat sesuai kebutuhan,
fungsi tempat sumsum tulang dalam membentuk sel darah, dan
fungsi pelindung organ-organ dalam.
2. Otot dan tendon
Tubuh memiliki mempunyai kemampuan berkontraksi yang
memungkinkan tubuh bergerak sesuai keinginan. Otot memiliki
origo dan insersinya tulang, serta dihubungkan dengan tulang
melalui tendon, yaitu suatu jaringan ikat yang melekat sangat kuat
pada tempat insersinya tulang.
3. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan
tulang. Ligamen pada lutut merupakan penjaga stabilitas.
4. Sistem syaraf
Syaraf terdiri dari syaraf pusat (otak dan medula spinalis) dan
syaraf tepi (percabangan dari syaraf pusat). Bagian somatis
memiliki fungsi sensorik dan motorik. Kerusakan pada syaraf pusat
seperti kerusakan tulang belakang akan menyebabkan kelemahan
umum, sedangkan kerusakan saraf tepi menyebabkan terganggunya
daerah yang diinervasi dan kerusakan pada saraf radial akan
menyebabkan drop hand atau gangguan sensorik di daerah radial
tangan.
5. Sendi
Sendi merupakan tempat dua atau lebih tulang bertemu.
5. Macam-macam bodi mekanik
1. Body aligment
a Membantu pasien berdiri
Suatu tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien yang
imobilisasi atau klien lemah untuk memberikan bantuan berdiri.
b Membantu pasien duduk
Suatu tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien yang
imobilisasi atau klien lemah untuk memberikan bantuan duduk
ditempat tidur.
c Mengatur berbagai posisi klien
1) Posisi fowler

Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk,


dimana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau
dinaikkan setinggi 15°- 90°. Tujuannya untuk
mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi
kenyamanan pasien, Melakukan aktivitas ttu, Mengatasi
kesulitan pernafasan & KV pernafasan pasien. Fowler :
45° – 90° dan Semi fowler : 15° – 45°.
2) Posisi dorsal recumbent

Dimana posisi kepala dan bahu pasien sedikit mengalami


elevasi diatas bantal, kedua lengan berada di samping
sisi tubuh, posisi kaki fleksi dengan telapak kaki datar
diatas tempat tidur. Tujuannya untuk memeriksa daerah
genetalia, pasang cateter, serta pada proses persalinan.
3) Posisi tredelenburg

Posisi pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian


kepala lebih rendah daripada bagian kaki yang bertujuan
untuk melancarkan peredaran darah ke otak.
4) Posisi antitredelenburg

Posisi pasien berbaring di tempat tidur dengan kaki lebih


tinggi dari kepala yang bertujuan untuk menurunkan
tekanan intrakranial pada pasien trauma kapitis.
5) Posisi pronasi/ tengkurap

Dimana posisi pasien berbaring diatas abdomen dengan


kepala menoleh kesalah satu sisi. Kedua lengan fleksi
disamping kepala. Posisi ini memiliki beberapa tujuan
diantaranya memberikan ekstensi penuh pada persendian
pinggul dan lutut, mencegah terjadinya fleksi kontraktur
dari pinggul dan sendi dan membantu drainase dari mulut.
6) Posisi lateral

Seorang tidur diatas salah satu sisi tubuh, dengan


membentuk fleksi pada pinggul dan lutut bagian atas dan
meletakkannya lebih depan dari bagian tubuh yang lain
dengan kepala menoleh kesamping. Tujuan posisi ini :
Mengurangi lordosis & meningkatkan kelurusan
punggung, baik untuk posisi tidur & istirahat, membantu
menghilangkan tekanan pada sakrum.
7) Posisi supine/ terlentang

Ini biasanya disebut berbaring telentang, datar dengan


kepala dan bahu sedikit elevasi dengan menggunakan
bantal. Posisi pasien harus di tengah-tengah tempat tidur,
sekitar tiga inci di bawah kepala tempat tidur. Tujuan :
Klien pasca operasi dengan anestesi spinal, Mengatasi
masalah yg timbul akibat pemberian posisi pronasi yg
tidak tepat.
8) Posisi sim’s

Posisi dimana tubuh miring kekiri atau kekanan. Tujuan


posisi ini :
 Untuk memberikan kenyamanan dan memberikan
obat per anus (supositoria).

 Memfasilitasi drainase dari mulut pada klien tidak


sadar.

 Mengurangi penekanan pada sakrum & trokanter


mayor pada klien paralisis.

 Memudahkan pemeriksaan perineal dan untuk


tindakan pemberian enema.
9) Posisi genu pectoral/ knee chest position

posisi pasien berbaring dengan kedua kaki ditekuk dan


dada menempel pada bagian alas tempat tidur bertujuan
untuk memeriksa daerah rectum & sigmoid.
10) Posisi litotomi
posisi pasien berbaring terlentang dengan mengangkat
kedua kaki dan menariknya keatas bagian perut
bertujuan untuk merawat atau memeriksa genetalia pada
proses persalinan, memasang alat kontrasepsi.
11) Posisi orthopneik

Posisi adaptasi dari fowler tinggi. Klien duduk di timpat


tidur atau tepi tempattidur dengan meja yang menyilang
diatas tempat tidur (90°) Tujuan : membantu mengatasi
masalah kesulitan bernafas dg ekspansi dada maksimum,
membantu klien yg mengalami inhalasi.

2. Ambulasi Dini

Membantu pasien untuk berjalan atau turun dari tempat tidur agar
menggerak-gerakkan anggota tubuh sejak dini. Tujuan untuk membantu pasien
berjalan dengan seimbang dan memberikan bantuan terhadap kelemahan fisik.
Alat yang sering digunakan ambulasi yaitu kursi roda, kruk, walker,dll.
Tindakan Keperawatan :
1. Persiapan Pasien
 Jelaskan prosedur dan tujuan yang akan dilakukan
 Putuskan bersama pasien seberapa jauh dan kemana pasien akan
berjalan
2. Persiapan Petugas
 Menggunaka APD yang terdiri dari sarung tangan bersih
3. Pelaksanaan Tindakan
 Perawat memperkenalkan diri kepada pasien dan keluarga serta
menjelaskan mengenai prosedur yang akan dilakukan
 Perawat meminta persetujuan tindakan secara lisan kepada
pasien/keluarganya
 Perawat menjaga privacy pasien dengan cara memasang tirai
 Perawat membantu pasien untuk menggeser kaki ke samping tempat
tidur
 Perawat meminta pasien untuk duduk disamping tempat tidur dan
meminta pasien untuk menggerakkan kakinya
 Perawat membantu pasien untuk menggunakan alas kaki
 Perawat membantu pasien turun dari tempat tidur/berdiri dengan
kedua tangan pasien memegang pundak kiri dan kanan perawat
kemudian berdiri untuk keseimbangan
 Perawat memegang pasien dari samping tempat tidur menuju kursi
dengan cara : Perawat dan pasien berjalan berdampingan (tangan
pasien merangkul pundak perawat dan tangan perawat memegang
pinggang pasien)
 Perawat mendudukkan pasien di atas kursi
 Perawat melihat respon pasien apabila ditemukan kelelahan pasien
dianjurkan istirahat sebentar sebelum dilanjutkan untuk kembali ke
tempat tidur
 Perawat merapikan alat yang telah diberikan dan membuang sampah
sesuai dengan prosedur
 Perawat menjelaskan kepada pasien/keluarga bahwa tindakan selesai
dilakukan dan mohon undur diri
 Perawat melepas APD sesuai dengan prosedur
 Perawat melakukan kebersihan tangan sesuai prosedur
 Perawat melakukan dokumentasi pelaksanaan tindakan di dalam
catatan terintegrasi

3. ROM ( Range of Motion)


Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa
otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).
Latihan rentang gerak terbagai menjadi dua, yaitu ROM aktif dan ROM
pasif. ROM aktif adalah kemampuan klien dalam melakukan pergerakan secara
mandiri, sedangkan ROM pasif adalah pergerakan yang dilakukan dengan bantuan
orang lain, perawat atau alat bantu. Latihan gerakan ROM ( Range of Motion )
biasa dilakukan di daerah sendi : leher, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan
pergelangan kaki.
1) Gerakan Leher
Ambil bantal di bawah kepala klien.
 Fleksi dan ekstensi leher.
Letakkan satu tangan di bawah kepala klien, dan tangan yang lainnya di
atas dagu klien.
Fleksi : Gerakkan kepala ke depan sampai menyentuh dada (45º).
Ekstensi : kembalikan ke posisi semula tanpa disangga oleh bantal (45º).
 Fleksi lateral leher.
Letakkan kedua tangan pada pipi klien.
Gerakkan kepala klien ke arah kanan dan kiri (40-45º).
2) Gerakan Bahu
 Mulai masing-masing gerakan dari lengan klien.
Pegang lengan di bawah siku dengan tangan kiri perawat dan pegang
pergelangan tangan klien dengan tangan kanan perawat.
 Fleksi dan ekstensikan bahu.
Fleksi : Menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke
atas (180°). Ekstensi : Mengembalikan lengan klien ke posisi di samping
tubuh (180°).
 Abduksikan bahu dan adduksikan bahu.
Abduksi : Gerakkan lengan menjauhi tubuh dan menuju kepala klien
sampai tangan di atas kepala (180°).
Adduksi : Menurunkan lengan klien ke samping tubuhnya sampai tangan
yang bersangkutan menyentuh tangan pada sisi sebelahnya (320°).
 Rotasikan bahu internal dan eksternal.
Rotasi internal : Letakkan lengan di samping tubuh klien sejajar denga
bahu, siku membentuk sudut 90º dengan kasur. Gerakkan lengan ke bawah
hingga telapak tangan menyentuh kasur
Rotasi eksternal : Kemudian gerakkan lengan ke atas hingga punggung
tangan menyentuh tempat tidur (90 º).
3) Gerakan Siku
 Fleksi dan ekstensikan siku
Fleksi : Bengkokkan siku hingga jari-jari tangan menyentuh dagu
(150º).
Ekstensi : Luruskan kembali ke tempat semula (150 º).
 Pronasi dan supinasikan siku.
Genggam tangan klien seperti orang yang sedang berjabat tangan.
Supinasi : Memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan
menghadap ke atas (70-90º).
Pronasi : Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap
ke bawah (70-90 º).
4) Gerakan Pergelangan Tangan
 Fleksi pergelangan tangan .
Genggam telapak dengan satu tangan, tangan lainnya menyangga lengan
bawah.
Bengkokkkan pergelangan tangan ke depan (80-90 º).
 Ekstensi pergelangan tangan.
Dari posisi fleksi, tegakkan kembali pergelangan tangan keposisi semula
(80-90º ).
 Fleksi radial/radial deviation (abduksi).
Bengkokkan pergelangan tangan secara lateral menuju ibu jari (30º).
 Fleksi ulnar/ulnar deviation (adduksi).
Bengkokkan pergelangan tangan secara lateral ke arah jari kelima (30-
50º).
5) Gerakan Jari – Jari Tangan
 Fleksi.
Bengkokkan jari-jari tangan dan ibu jari ke arah telapak tangan (tangan
menggenggam).
 Ekstensi.
Dari posisi fleksi, kembalikan ke posisi semula (buka genggaman tangan).
 Hiperektensi.
Bengkokkan jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin (30-60º).
 Abduksi.
Buka dan pisahkan jari-jari tangan (30º).
 Adduksi.
Dari posisi abduksi, kembalikan ke posisi semula (30º).
 Oposisi.
Sentuhkan masing-masing jari tangan ke ibu jari.
6) Gerakan Pinggul dan Lutut
Untuk melakukan gerakan ini, letakkan satu tangan di bawah lutut klien
dan tangan yang lainnya di bawah mata kaki klien.
 Fleksi dan ekstensi lutut dan pinggul.
Fleksi : Angkat kaki dan bengkokkan lutut. Gerakkan lutut ke atas
menuju dada sejauh mungkin (90-120º).
Ekstensi : Kembalikan lutut ke bawah, tegakkan lutut, rendahkan kaki,
rendahkan kaki sampai pada kasur (90-120º).
 Abduksi dan adduksi kaki.
Abduksi : Gerakkan kaki ke samping menjauhi tubuh klien (30-
50º).
Adduksi : Mengeerakkan kaki kembali ke posisi medial dan
melebihi jika mungkin (30-50º).
 Rotasikan pinggul internal dan eksternal.
Rotasi internal : Putar kaki dan tungkai ke arah dalam (90º).
Rotasi eksternal : Putar kaki dan tungkai ke arah luar (90º).
7) Gerakan Kaki dan Pergelangan Kaki
 Dorsofleksi telapak kaki.
Letakkan satu tangan di bawah tumit.
Tekan kaki klien dengan lengan anda untuk menggerakkannya ke arah
kaki (120-130º).
 Fleksi plantar telapak kaki
Letakkan satu tangan pada punggung telapak kaki dan tangan lainnya
berada pada tumit.
Dorong telapak kaki menjauh dari kaki (120-130º).
 Fleksi dan ekstensi jari-jari kaki.
Letakkan satu tangan pada punggung kaki klien, letakkan tangan lainnya
pada pergelngan kaki.
Fleksi : Bengkokkan jari-jari kaki ke bawah (30-60º).
Ekstensi : Kembalikan lagi pada posisi semula (30-60º).
 Inversi dan eversi tlapak kaki.
Letakkan satu tangan di bawah tumit, dan tangan yang lainnya di atas
punggung kaki.
Inversi : Putar telapak kaki ke samping dalam (medial).
Eversi : Putar telapak kaki ke samping luar (lateral).
8) Gerakan Hiperektensi
Bantu klien untuk berubah pada posisi pronasi di sisi tempat tidur dekat
dengan perawat.
 Hiperektensi leher.
Letakkan satu tangan di atas dahi, tangan yang lainnya pada kepala bagian
belakang.
Gerakkan kepala ke belakang (10º).
 Hiperekstensi bahu.
Letakkan satu tangan di atas bahu klien dan tangan yang lainnya di bawah
siku klien.
Tarik lengan ke atas dan ke belakang.
 Hiperekstensi pinggul.
Letakkan satu tangan di atas pinggul. Tangan yang lainnya menyangga
kaki bagian bawah.
Gerakkan kaki ke belakang dari persendian pinggul (30-50º).
4. Fiksasi dan Imobilisasi
Imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pergeseran fragmen dan mencegah
pergerakan yang dapat mengancam union. Untuk mendapatkan hasil
penyembuhan fraktur yang baik, fragmen- fragmen tulang harus terikat dengan
kuat pada posisi anatomi semula. Adanya pergerakan antar fragmen tulang dapat
mengganggu proses penyembuhan dan meningkatkan resiko terjadinya fibrous
union. Fiksasi yang baik menghasilkan terbentuknya kalus pada proses
penyembuhan fraktur dimana terjadi remodeling tulang secara perlahan sehingga
terbentuk kontur tulang yang normal.
1. Pembalutan
Tujuannya:
 Untuk mengurangi atau menghentikan perdarahan
 Untuk meminimalkan kontaminasi
 Untuk stabilisasi benda yang menancap
Kapan dilakukan:
 Pada luka terbuka yang memungkinkan terkontaminasi dengan lingkungan
luar
 Ada perdarahan eksternal, sehingga darah mengalir melalui luka yang ada
 Ada luka tusuk dengan benda yang masih menancap, dengan kemungkinan
benda tersebut menembur arteri atau pembuluh darah besar
Alat balut:
 Kassa atau kain, banyak tenaga medis yang menggunakannya dalam
kondisi kegawatan
 Elastic bandage, mudah penggunaannya dan juga elastis sehingga hasil
balutan juga bagus
2. Pembidaian
Tujuannya:
 Immobilisasi sehingga membatasi pergerakan antara 2 bagian tulang
yang patah saling bergesekan
 Mengurangi nyeri
 Mencegah kerusakan jaringan lunak, pembuluh darah dan syaraf di
sekitarnya
Kapan dilaksanakan:
 Pasien dengan multiple trauma
 Jika terdapat tanda patah tulang pada ekstremitas
Jenis Bidai :
 Bidai Kaku/Rigid Splint (bahan apapun, kayu, logam)
 Bidai Lunak/Soft Splint (air splint, bantal)
 Bidai Traksi/Traction Splint (Thomas splint, hare traction splint)

3. Pemasangan Traksi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk
menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot.
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan
untuk meminimalkan spame otot, untuk mereduksi, mensjajarkan, dan
mengimubilisasi fraktur; untuk mengurangi deformitas, dan untuk menambah
ruangan di antara kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan
arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik. Faktor-
faktor yang mengganggu keefektifan tarikan traksi harus dihilangkan.
Jenis-jenis Traksi :
 Traksi kulit
Traksi kulit menggunakan plaster lebar yang direkatkan pada kulit dan
diperkuat dengan perban elastis. Berat maksimum yang dapat diberikan
adalah 5 kg yang merupakan batas toleransi kulit.
Beberapa jenis traksi kulit, yaitu :
a Traksi ekstensi dari Buck adalah traksi kulit dimana
plaster melekat secara sederhana dengan memakai katrol.
b Traksi dari Dunlop, dipergunakan pada fraktur suprakondiler
humeri anak-anak.
c Traksi dari Gallow atau traksi dari Brayant, dipergunakan pada
fraktur femur anak-anak usia di bawah 2 tahun .
d Traksi dari Hamilton Russel, digunakan pada anak-anak usia
lebih dari 2 tahun.
Indikasi penggunaan traksi kulit adalah:
a Traksi kulit merupakan terapi pilihan pada fraktur femur dan
beberapa fraktur suprakondiler humeri anak-anak.
b Pada reduksi tertutup dimana manipulasi dan imobilisasi tidak
dapat dilakukan.
c Merupakan pengobatan sementara pada fraktur sambil
menunggu terapi definitif.
d Fraktur-fraktur yang sangat bengkak dan tidak stabil misalnya
fraktur suprakondiler humeri pada anak-anak.
e Untuk traksi pada spasme otot atau pada kontraktur sendi
misalnya sendi lutut dari panggul.
f Untuk traksi pada kelainan-kelainan tulang belakang
seperti hernia nukleus pulposus(HNP) atau spasme otot-otot
tulang belakang.
 Traksi pada tulang

Traksi pada tulang biasanya menggunakan kawat Krischner ( K-wire) atau


batang dari Steinmann lokasi-lokasi tertentu,yaitu :

a Proksimal tibia.
b Kondilus femur.
c Olekranon.
d Kalkaneus (jarang dilakukan karena komplikasinya).
e Traksi pada tengkorak.
f Trokanter mayor.
g Bagian distal metakarpal.

Jenis-jenis traksi tulang :


a Traksi tulang dengan menggunakan kerangka dari Bohler Braun
pada fraktur orang dewasa
b Thomas splint dengan pegangan lutut atau alat traksi dari
Pearson
c Traksi tulang pada olekranon, pada fraktur humerus
d Traksi yang digunakan pada tulang tengkorak misalnya Gradner
Well Skull Calipers, Crutchfield cranial tong
Indikasi penggunaan traksi tulang :
a Apabila diperlukan traksi yang lebih berat dari 5 kg.
b Traksi pada anak-anak yang lebih besar.
c Pada fraktur yang bersifat tidak stabil, oblik atau komunitif.
d Fraktur-faktur tertentu pada daerah sendi.
e Fraktur terbuka dengan luka yang sangat jelek dimana fiksasi
eksterna tidak dapat dilakukan.
f Dipergunakan sebagai traksi langsung pada traksi yang sangat
berat misalnya dislokasi panggul yang lama sebagai persiapan
terapi definitif.
4. GIPS
Gips merupakan suatu bahan kimia yang pada saat ini tersedia
dalam lembaran dengan komposisi kimia (CaSO4)2 H2O + 3 H2O = 2
(SaSO42H2O) dan bersifat anhidrasi yang dapat mengikat air sehingga
membuat kalsium sulfat hidrat menjadi solid/keras. Pada saat ini sudah
tersedia gips yang sangat ringan.Pemasangan gips merupakan salah satu
pengobatan konservatif pilihan (terutama pada fraktur) dan dapat
dipergunakan di daerah terpencil dengan hasil yang cukup baik bila cara
pemasangan, indikasi, kontraindikasi serta perawatan setelah pemasangan
diketahui dengan baik.
Indikasi :
 Untuk pertolongan pertama pada faktur (berfungsi sebagai bidal).
 Imobilisasi sementara untuk mengistirahatkan dan mengurangi nyeri
misalnya gips korset pada tuberkulosis tulang belakang atau pasca operasi
seperti operasi pada skoliosis tulang belakang.
 Sebagai pengobatan definitif untuk imobilisasi fraktur terutama pada anak-
anak dan fraktur tertentu pada orang dewasa.
 Mengoreksi deformitas pada kelainan bawaan misalnya pada talipes
ekuinovarus kongenital atau pada deformitas sendi lutut oleh karena
berbagai sebab.
 Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis.
 Imobilisasi untuk memberikan kesempatan bagi tulang untuk menyatu
setelah suatu operasi misalnya pada artrodesis.
 Imobilisas setelah operasi pada tendo-tendo tertentu misalnya setelah
operasi tendo Achilles.
 Dapat dimanfaatkan sebagai cetakan untuk pembuatan bidai atau protesa.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :
 Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan.
 Gips patah tidak bisa digunakan.
 Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien.
 Jangan merusak atau menekan gips.
 Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips/ menggaruk.
 Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.

Anda mungkin juga menyukai