1. Kolik abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal. (Nettina,
2001).
2. Collic abdomen adalah nyeri perut yang kadang timbul secara tiba-tiba dan kadang hilang dan
merupakan variasi kondisi dari yang sangat ringan sampai yang bersifat fatal. (Ilmu Penyait Dalam, 2001 :
92).
3. Colic Abdomen adalah rasa nyeri pada perut yang sifatnya hilang timbul dan bersumber dari organ
yang terdapat dalam abdomen (perut). (Sandra, 2001).
B. Etiologi
2. Kelainan mukosa viseral : tukak peptik, inflamatory bowel disease,kulitis infeksi, esofagitis
3. Obstrukti viseral : ileus obstruksi, kolik bilier atau renal karena batu.
A. Definisi
Kolik abdomen merupakan salah satu keadaan darurat non trauma, dimana seorang penderita oleh
karena keadaan kesehatannya memerlukan pertolongan secepatnya untuk dapat mencegah
memburuknya keadaan penderita (Nettina, 2012). Kolik abdomen adalah suatu keadaan yang sangat
membutuhkan pertolongan secepatnya tetapi tidak begitu berbahaya, karena kondisi penderita yang
sangat lemah jadi penderita sangat memerlukan pertolongan dengan segera (Bare, 2011).
Kolik abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal, obstruksi
terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltik
normal (Reeves, 2011)
B. Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab dari kolik abdomen yaitu :
1. Secara mekanis
b. Karsinoma.
c. Volvulus (penyumbatan isi usus karena terbelitnya sebagian usus di dalam usus).
a. Ileus paralitik (Keadaan abdomen akut berupa kembung distensi usus tidak dapat bergerak).
b. Lesi medula spinalis (Suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas).
c. Enteritis regional.
e. Uremia (Kondisi yang terkait dengan penumpukan urea dalam darah karena ginjal tidak bekerja
secara efektif) (Reeves, 2011).
C. Manifestasi klinis
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah empedu awal, peningkatan
bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi terdengar pada interval singkat), nyeri tekan difus
minimal.
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat,muntah – sedikit atau tidak ada – kemudian
mempunyai ampas, bising usus dan bunyi “hush” meningkat, nyeri tekan difus minimal.
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian terjadi muntah
(fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal.
5. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan terlokalisir; distensi sedang; muntah
persisten; biasanya bising usus menurun dn nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi
berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar (Reeves, 2011).
D. Klasifikasi
1. Kolik abdomen visceral adalah berasal dari organ dalam, visceral di mana intervasi berasal dari saraf
memiliki respon terutama terhadap distensi dan kontraksi otot, bukan karena iritasi lokal, robekan atau
luka karakteristik nyeri visceral diantaranya sulit terlokalisir, tumpul, samar, dan cenderung beralih ke
area dengan struktur embrional yang sama.
2. Kolik abdomen alih adalah nyeri yang dirasakan jauh dari sumber nyeri akibat penjalaran serabut
saraf(Reeves, 2011).
E. Komplikasi
2. Kolik biliaris.
3. Kolik intestinal ( obstruksi usus, lewatnya isi usus yang terhalang ) (Reeves, 2011).
F. Pemeriksaan penunjang
3. Pemeriksaan rectal.
6. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid yang
tertutup.
7. Penurunan kadar serium natrium, kalium dan klorida akibat muntah, peningkatan hitung SDP
dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi
pannkreas oleh lipatan khusus.
8. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik (Reeves, 2011).
G. Penatalaksanaan
c. Hiperalimentasi untuk mengoreksi defesiensi protein karena obstruksi kronik, ileus paralitik atau
infeksi.
e. Ostomi barrel ganda jika anastomisis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.
f. Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan mendekompresi usus yang di lakukan
sebagai prosedur kedua.
d. Dekompresi selang nasoenternal yamg panjang dari proksimal usus ke area penyumbatan selang
dapat dimasukkan sengan lenih efektif dengan pasien berbaring miring ke kanan.
f. Antihistamine (adalah obat yang berlawanan kerja terhadap efek histamine) (Reeves, 2011).
1. Pengkajian
a. Umum
Anoreksia dan malaise, demam, takikardia, diaforesis, pucat, kekakuan abdomen, kegagalan untuk
mengeluarkan feses atau flatus secara rektal, peningkatan bising usus (awal obstruksi), penurunan bising
usus (lanjut), retensi perkemihan dan leukositosis.
b. Khusus
1) Usus halus.
b) Distensi ringan.
c) Mual.
d) Muntah : pada awal mengandung makanan tak dicerna dan kim; selanjutnya muntah air dan
mengandung empedu, hitam dan fekal.
e) Dehidrasi.
2) Usus besar.
b) Distensi berat.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau diforesis.
Kriteria hasil :
Intervensi :
1) Pantau tanda vital dan observasi tingkat kesadaran dan gejala syok.
4) Posisikan pasien pada miring kanan; kemudian miring kiri untuk memudahkan pasasse ke dalam
usus; jangan memplester selang ke hidung sampai selang pada posisi yang benar.
6) Kateter uretral indwelling dapat dipasang; laporkan haluaran kurang dari 50 ml/jam.
10) Bila pembedahan tidak dilakukan, kolaborasikan pemberian cairan per oral juga dengan mengklem
selang usus selama 1 jam dan memberikanjumlah air yang telah diukur atau memberikan cairan setelah
selang usus diangkat.
11) Buka selang, bila dipasang, pada waktu khusus seusai pesanan, untuk memperkirakan jumlah
absorpsi.
13) Auskultasi bising usus, 1 jam setelah makan; laporkan tak adanya bising usus.
16) Observasi feses pertama terhadap warna, konsistensi dan jumlah; hindari konstipasi.
Kriteria hasil : pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada tingkat
dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.
Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman; jangan menyangga lutut.
3) Kaji keefektifan dan pantau terhadap efek samping anlgesik; hindari morfin.
4) Berikan periode istirahat terencana.
5) Kaji dan anjurkan melakukan lathan rentang gerak aktif atau pasif setiap 4 jam.
6) Ubah posisi dengan sering dan berikan gosokan punggung dan perawatan kulit.
7) Auskultasi bising usus; perhatikan peningkatan kekauan atau nyeri; berikan enema perlahan bila
dipesankan.
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen dan atau kekakuan.
Kriteria hasil : pasien menunjukkan kemampuan melakukan latihan pernafasan, pernafasan yang dalam
dan perlahan.
Intervensi :
4) Kaji dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap 4 jam dan napas dalam setiap jam.
Kriteria hasil : pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan mendemonstrasikan
keterampilan kooping positif dalam menghadapi ansietas.
Intervensi :
1) Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu.
2) Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut; berikan penenangan.
3) Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit, tindakan dan
prognosis.
4) Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres.
DAFTAR PUSTAKA
Mudjiastuti, Diktat Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Masalah Pencernaan Makanan, Surabaya, Tidak
dipublikasikan.
R. Sjamsuhidajat, Wim dc Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 2007.
2. Etiologi
· Mekanis :
Ø Karsinoma
Ø Volvulus
Ø Intususepsi
Ø Obstipasi
Ø Polip
Ø Striktur
Ø Ileus paralitik
Ø Enteritis regional
Ø Ketidakseimbangan elektrolit
Ø Uremia
3. Klasifikasi
Pada garis besarnya sakit perut dapat dibagi menurut datangnya serangan dan lamanya serangan, yaitu
akut atau kronik (berulang), yang kemudian dibagi lagi atas kasus bedah dan non bedah (pediatrik).
Selanjutnya dapat dibagi lagi berdasarkan umur penderita, yang di bawah 2 tahun dan di atas 2 tahun,
yang masing-masing dapat dikelompokkan menjadi penyebab gastrointestinal dan luar gastrointestinal.
Konsep yang klasik membagi sakit perut berulang ke dalam 2 golongan: organik (fungsional) dan
psikogenik (psikosomatik). Biasanya harus dicari dulu penyebab organik, bila tidak ditemukan bisa
dipikirkan kemungkinan penyebab psikogenik . Cara pendekatan seperti ini tentu akan banyak memakan
waktu dan biaya.
Barr mengajukan konsep yang agak berbeda. Sakit perut berulang digolongkan atas 3 kelompok, yaitu:
organik, disfungsional, dan psikogenik. Nyeri organik disebabkan oleh suatu penyakit, misalnya infeksi
saluran kemih . Nyeri disfungsional disebabkan oleh berbagai variasi fisiologi normal dan dibagi dalam
dua kategori, yaitu sindrom nyeri spesifik (yang mekanisme penyebab nyerinya diketahui, misalnya
defisiensi laktase dan konstipasi) dan sindrom nyeri nonspesifik (mekanisme penyebab nyeri tidak jelas
atau tidak diketahui). Nyeri psikogenik disebabkan oleh tekanan emosional atau psikososial tanpa adanya
kelainan organik atau disfungsi.
Untuk memastikan diagnosis kelompok nyeri psikogenik maka ada tiga kriteria yang harus dipenuhi
yaitu3:
· Ada bukti yang cukup kuat untuk menghilangkan penyebab kelainan organik
· Ada bukti positif bahwa ada gangguan emosional dan ada kaitan waktu antara timbulnya sakit perut
dengan periode meningkatnya stress yang dialami anak
· Sakit perut ini akan bereaksi langsung dengan hilangnya ketegangan emosional meskipun
kemungkinan hal ini tidak selalu terjadi
Konsep ketiga diajukan oleh Levine dan Rappaport (1984) yang menekankan adanya penyebab
multifaktor. Sakit perut berulang merupakan perpaduan dari empat faktor, yaitu:
Faktor-faktor tersebut berperan meningkatkan atau meredakan rasa sakit. Dengan demikian dapat
diterangkan mengapa beberapa anak menderita konstipasi tanpa sakit perut berulang. Demikian pula
halnya dengan kondisi psikososial yang buruk akan menimbulkan sakit perut berulang pada anak
tertentu, tetapi tidak pada anak lain.
5. Manifestasi klinis
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah empedu awal, peningkatan
bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi terdengar pada interval singkat), nyeri tekan difus
minimal.
3. Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat,muntah – sedikit atau tidak ada – kemudian
mempunyai ampas, bising usus dan bunyi “hush” meningkat, nyeri tekan difus minimal.
5. Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian terjadi muntah
(fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal.
7. Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram nyeri abdomen,
distensi ringan dan diare.
8. Strangulasi
9. Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan terlokalisir; distensi sedang;
muntah persisten; biasanya bising usus menurun dn nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus
menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar.
6. Pemeriksaan diagnostic
2. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid yang tertutup.
3. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah; peningkatan hitung SDP dengan
nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh
lipatan usus.
7. Komplikasi
Usus buntu (peradangan appnedix)
Sembelit kronis
Divertikulitis
Makanan Alergi
Intussusepsi – meskipun jarang, ini adalah penyebab yang serius pada bayi.
Iskemik usus
Batu ginjal
Intoleransi Laktosa
Infark atau insufisiensi mesenterika (kurangnya cukup pasokan darah ke usus, kadang-kadang
mengakibatkan kegagalan atau kematian bagian dari usus)
Ulkus
8. Penatalaksanaan medis
5) Dekompresi selang nasoenteral yang panjang dari proksimal usus ke area penyumbatan; selang dapat
dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien berbaring miring ke kanan.
7) Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik, ileus paralitik atau
infeksi.
10) Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan mendekompresi usus dengan
reseksi usus yang dilakukan sebagai prosedur kedua.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed. 1. Jakarta : EGC;
2001
2. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung
Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.