Anda di halaman 1dari 18

SEPUTARAN KESEHATAN

Selasa, 14 November 2017

asuhan keperawatan hipermetropia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipermetropia merupakan penyebab kebutaan nomor satu di dunia. Indonesia memiliki angka penderita
Hipermetropi tertinggi di Asia Tenggara. Dari sekitar 234 juta penduduk, 1,5 persen atau lebih dari tiga
juta orang menderita Hipermetropi. Sebagian besar penderita Hipermetropi adalah lansia berusia 60
tahun ke atas. Lansia yang mengalami kebutaan karena Hipermetropi tidak bisa mandiri dan bergantung
pada orang yang lebih muda untuk mengurus dirinya.

Berdasarkan survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996, menunjukkan
angka kebutaan di Indonesia sebesar 1,5%, dengan penyebab utama adalah Hipermetropi (0,78%);
glaukoma (0,20%); kelainan refraksi (0,14%); dan penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan lanjut
usia (0,38%).

Dibandingkan dengan negara-negara di regional Asia Tenggara, angka kebutaan di Indonesia adalah yang
tertinggi (Bangladesh 1%, India 0,7%, Thailand 0,3%). Sedangkan insiden Hipermetropi 0,1% (210.000
orang/tahun), sedangkan operasi mata yang dapat dilakukan lebih kurang 80.000 orang/ tahun.
Akibatnya timbul backlog (penumpukan penderita) Hipermetropi yang cukup tinggi. Penumpukan ini
antara lain disebabkan oleh daya jangkau pelayanan operasi yang masih rendah, kurangnya pengetahuan
masyarakat, tingginya biaya operasi, serta ketersediaan tenaga dan fasilitas pelayan kesehatan mata yang
masih terbatas.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar hipermetropi ?

2. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Hipermetropi ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada
pasien dengan hipermetropi.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Hipermetropia adalah suatu kondisi ketika kemampuan refraktif mata terlalu lemah yang menyebabkan
sinar yang sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan di belakang retina. Gangguan ini
terjadi pada diameter anteroposterior bola mata yang pendek sehingga jarak antara lensa dan retina
juga pendek dan sinar difokuskan di belakang retina. Hal ini menyebabkan kesulitan melihat objek dekat
dan disebut farsightedness atau hyperopia (Indriani Istiqomah, 2004 : 205).

2. Etiologi

Penyebab timbulnya hipermetropi ini diakibatkan oleh empat hal yaitu:

a. Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek.

b. Daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah

c. Kelengkungan Kornea dan Lensa tidak Adekuat

d. Perubahan posisi lensa.

3. Patofisiologi

Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek, daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah,
kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuat perubahan posisi lensa dapat menyebapkan sinar yang
masuk dalam mata jatuh di belakang retina sehingga penglihatan dekat jadi terganggu. (Sidarta Ilyas,
2010 : 78-79).
4. Manifestasi Klinis

Sakit kepala frontal, memburuk pada waktu mulai timbul gejala hipermetropi dan makin memburuk
sepanjang penggunaan mata dekat. Penglihatan tidak nyaman (asthenopia) ketika pasien harus focus
pada suatu jarak tertentu untuk waktu yang lama, misalnya menonton pertandingan bola. Akomodasi
akan lebih cepat lelah ketika terpaku pada suatu level tertentu dari ketegangan.

5. Pengobatan

Hipermetropia bisa diatasi dengan pemberian lensa koreksi (kacamata atau lensa kontak) berkekuatan
positif di depan sistem optis bola mata, atau bisa juga dengan tindakan operatif (Keratektomi & LASIK).

Pada hipermetropia fakultatif, pemberian lensa koreksi akan memberikan kenyamanan penglihatan,
meskipun tanpa lensa koreksi ia masih memiliki ketajaman penglihatan yang normal.

Pada hipermetropia absolut, pemberian lensa koreksi (atau dengan tindakan operatif) adalah hal yang
sudah sangat diperlukan.

6. Komplikasi

Penyulit yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah esotropia dan glaukoma. Esotropia
atau juling ke dalam dapat terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder
terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata (Sidarta
Ilyas, 2010 : 81).

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada pasien hipermetropia adalah sebagai berikut :

a. refraksi subjektif, metode “trial and error” dengan menggunakan kartu snellen, mata diperiksa satu
persatu, ditentukan visus masing-masing mata, pada dewasa dan visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa
sferis positif. Pada anak-anak dan remaja dengan dengan visus 6/6 dan keluhan astenopia akomodasi
dikoreksi dengan sikloplegik.

b. Refraksi objektif, retinoskop dengan lensa kerja S +2.00 pemeriksa mengawasi reaksi fundus yang
bergerak berlawanan dengan gerakan retinoskop (agains movement) kemudian dikoreksi dengan lensa
sferis positif sampai tercapai netralisasi, autorefraktometer (computer). (Indriani Istiqomah, 2004 : 209).
8. Pencegahan

a. Duduk dengan posisi tegak ketika menulis.

b. Istirahatkan mata setiap 30-60 menit setelahmenonton TV, komputer atau setelah membaca.

c. Aturlah jarak baca yang tepat (> 30 cm).

d. Gunakan penerangan yang cukup

e. Jangan membaca dengan posisi tidur.

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERMETROPI

A. Pengkajian

1. Pengumpulan data

a. Data Demografi

1) Biodata

Nama : Mr. A

Usia : 30 Thn

Jenis kelamin : Laki – Laki

Alamat : Sigli

Suku / bangsa : Bugis,Muna/INA

Status pernikahan : Menikah

Agama / keyakinan : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Diagnosa medik : Hipermetropi

2) Penanggung jawab
Nama : Ny. H

Usia : 27 Thn

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Wiraswasta

Hubungan dengan klien : Istri

b. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

- Keluhan Utama

Klien mengeluh susah membaca pada jarak dekat.

- Riwayat Keluhan Utama

Pada saat dilakukan pengkajian klien susah membaca pada jarak dekat, keluhan ini dirasakan sudah
lama, makin hari penglihatanya makin menurun, klien juga tidak mengetahui penyebap matanya kabur.
Dan Upaya yang dilakukan klien untuk mengurangi keluhannya yaitu menjauhkan bahan bacaan, dan
yang memperberat yaitu ketika membaca dalam waktu yang lama klien mengalami pusing dan sakit
kepala, dengan skala 3 (0-5).

2) Riwayat kesehatan lalu

- Klien tidak ada riwayat alergi terjadap makanan dan obat - obatan.

- Klien tidak pernah mengkonsumsi minuman beralkohol dan klien tidak merokok.

3) Riwayat kesehatan keluarga

- Menurut klien tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan klien.

c. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum klien : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda vital :

Suhu : 37,50 c

Nadi : 100 X/Menit

Pernafasan : 20 X/Menit
Tekanan darah : 120/80 mmHg

2) Sistem pernafasan

Bentuk hidung simetris, tidak terdapat sekret, mukosa hidung kering, tidak ada nyeri tekan pada hidung,
tidak ada pernapasan cuping hidung, bentuk leher simetris, tidak ada benjolan atau massa, bentuk dada
simetris, pernapasan 20 X/Menit, tidak terdengar suara napas tambahan, tidak ada retraksi otot - otot
dada.

3) Sistem kardiovaskuler

Bunyi jantung reguler, perkusi jantung pekak, palpasi denyut nadi terdengar atau teraba jelas 100
X/Menit, tekanan darah 120/80 mmHg CRT<2 detik, tidak ada pembesaran area jantung.

4) Sistem perncernaan

Bentuk lembap, tidak ada stomatitis, jumlah gigi lengkap (32), lidah bebas bergerak, refleks menelan
baik, terdengar peristaltik usus 8x/menit, tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak teraba pembesaran
hepar dan lien, terdengar bunyi timpani.

5) Sistem indra

- Mata

Kesulitan membaca tulisan dengan huruf yang kecil, menjauhkan bacaan pada saat membaca, mampu
membedakan warna, bisa menggerakan bola mata kesegala arah, mata tampak bersih, tidak ada nyeri
tekan.

- Hidung

Mampu membedakan berbagai macam aroma.

Tidak ada sekret.

- Telinga

Tampak simetris, tidak terdapat udem telinga, tidak ada sekret dan bau pada telinga, mampu
membedakan bunyi, Telinga tampak bersih, tidak ada nyeri tekan pada telinga.

6) Sistem saraf

- Nervus I (olvactorius) : Fungsi penciuman baik.

- Nervus II ( Optikus ) : Penglihatan kabur saat melihat dekat.

- Nervus III, IV, VI (Okulomotorius, troklearis, abdusen) : fungsi kontraksi terhadap cahaya baik.

- Nervus V (Trigeminus) : Dapat merasakan usapan


- Nervus VII (fasialis) : Mampu merasakan rasa asin, manis dan pahit.

- Nervus VIII (Auditorius) : Klien mengatakan tidak bisa mendengar dengan baik.

- Nervus IX (Glasofaringeus) : Mampu menelan

- Nervus X (Vagus) : Mampu bersuara

- Nervus XI (Assesorius) : Mampu menoleh dan mengangkat bahu.

- Nervus XII (Hipoglosus) : Mampu menggerakan lidah.

7) Sistem muskuloskeletal

- Ekstremitas Atas

Bentuk simetris kiri dan kanan, pergerakan bebas, kekuatan otot 4/4

- Ekstremitas Bawah

Bentuk simetris kiri dan kanan, pergerakan bebas, kekuatan otot 4/4

8) Sistem integumen

Warna rambut hitam, penyebaran merata, bersih, tidak mudah rontok, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
udema, kuku bersih, suhu 37,5o c.

9) Sistem endokrin

Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, ginjal tidak teraba.

10) Sistem perkemihan

Tidak teraba adanya pembesaran ginjal, tidak ada distensi kandung kemih.

d. Aktivitas Sehari-Hari

1) Nutrisi

Pola makan teratur, frekuensi makan 3 kali sehari, tidak ada makanan pantang.

2) Cairan

Klien mengonsumsi air putih sebanyak 5 – 6 gelas/hari.

3) Eliminasi ( BAB & BAK )

BAB 1-2X/hari dan BAK tidak menentu.


4) Istirahat Tidur

Klien cepat tidur dan rutin.

5) Olahraga

Klien sering main bola tapi sejak sakit klien belum berolahraga lagi.

6) Rokok / alkohol dan obat-obatan

Klien tidak merokok dan mengonsumi alkohol atau obat – obat terlarang lainya.

7) Personal hygiene

Klien mandi teratur 2x sehari, gosok gigi setiap kali mandi dan keramas 3 kali seminggu.

e. Data psikososial

Klien hidup rukun dengan sesama anggota masyarakat di lingkunganya dan saling membutuhkan satu
sama yang lain.

f. Data psikologis

Klien tampak cemas dan gelisah. Klien sering menanyakan tentang penyakitnya.

g. Data spritual

Klien beragama Islam dan taat beribadah.

2. Pengelompokan data

Data subyektif :

- Klien mengatakan susah membaca huruf pada jarak dekat

- Klien mengatakan apabila lama membaca dia sering pusing dan sakit kepala.

- Klien sering menanyakan tentang penyakitnya.

Data obyektif :

- Klien tampak cemas dan gelisah

- Gangguan nervus II (Optikus)

- Kesulitan membaca huruf pada jarak dekat

- Menjauhkan bacaan pada saat membaca


- Fungsi penglihatan menurun pada jarak dekat

- Skala nyeri 3 (0-5)

3. Analisa data

No

Data

Etiologi

Problem

1.

Ds :

- Klien mengatakan apabila lama membaca dia sering pusing dan sakit kepala.

Do :

- Skala nyeri 3 (0-5)

- Ekspresi wajah tampak meringis

Tidak bisa melihat pada jarak dekat

Lensa berakomodasi terus menerus

Kelelahan otot-otot penggerak lensa

Nyeri
Nyeri

Ds :

- Klien mengatakan susah membaca huruf pada jarak dekat

Do :

- Kerusakan nervus II (Optikus)

- Kesulitan mebaca tulisan

- Menjauhkan bacaan pada saat membaca

- Fungsi penglihatan menurun pada jarak dekat

44

Adanya faktor penyebap

(Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek, daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah,
kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuat perubahan posisi lensa)

Penurunan retraksi lensa

Cahaya masuk yang melewati lensa jatuh dibelakang retina

Tidak bisa melihat dekat

Penurunan penglihatan

Gangguan persepsi sensori : Penglihatan

Gangguan persepsi sensori : penglihatan

Ds :
- Klien sering menanyakan tentang penyakitnya

Do :

- Klien tampak cemas dan gelisah

Penurunan fungsi penglihatan

Perubahan status kesehatan

Merupakan stresor psikologis

Ansietas

Ansietas

B. Diagnosa Keperawatan

1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kelelahan otot – otot penggerak lensa

2) Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan penurunan retraksi lensa

3) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

C. Perencanaan

No.

DX

Tujuan

Intervensi

Rasional

1.
1

Tupan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama satu minggu, Kelelahan otot – otot penggerak lensa
berkurang.

Tupen :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama tiga hari, nyeri berangsur-angsur berkurang dengan
criteria :

- Klien mengatakan nyeri berkurang

- Ekspresi wajah tenang

- Nyeri skala 2 (0-5

a. Observasi keadaan, intensitas nyeri dan tanda-tanda vital

b. Ajarkan Klien untuk mengalihkan suasana dengan melakukan metode relaksasi saat nyeri yang
teramat sangat muncul, relaksasi yang seperti menarik nafas panjang.

c. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik

d. Kolaborasi untuk pemeriksaan kemampuan otot - otot penggerak lensa.

a. Dapat membantu dalam menentukan intervensi selanjutnya

b. Metode pengalihan suasana dengan melakukan relaksasi bisa mengurangi nyeri yang diderita
klien.

c. Analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada pasien untuk mengurangi sensasi nyeri dari
dalam.

d. Penyebap nyeri adalah kelelahan otot – otot penggerak lensa, dengan mengetahui kemampuanya
dapat menentukan tindakan selanjutnya.

Tupan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama satu minggu, penggunaan retraksi lensa dapat
dimaksimalkan
Tupen :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama tiga hari, sedikit demi sedikit gangguan penglihatan
klien teratasi, dengan kriteria :

- Klien bisa membaca lagi

- Penglihatan Jelas

a. Kaji kemampuan penglihatan dan jarak pandang klien

b. Anjurkan klien untuk tidak membaca terlalu lama

c. Berikan penerangan yang cukup

d. Kolaborasi untuk penggunaan alat bantu penglihatan seperti kacamata

a. Dapat membantu untuk menentukan intervensi selanjutnya.

b. Membaca terlalu lama dapat menyakiti mata

c. Membantu memperjelas objek

d. Kacamata membantu memfokuskan bayangan obyek agar tepat jatuh di retina

Tupan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dua hari, status kesehatan klien meningkat

Tupen :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama satu hari, ansietas berangsur-angsur berkurang dengan
criteria:

- Klien dapat mengerti tentang penyakit yang dideritanya.

- Wajah klien tampak tenang

- Klien tidak gelisah

1. Observasi tingkat kecemasan klien

2. Dengarkan dengan cermat apa yang di katakan klien tentang penyakit dan tindakanya.
3. Berikan penyuluhan tentang penyakit klien

1. Dapat membantu dalam menentukan intervensi selanjutnya

2. Mendengar memungkinkan deteksi dan koreksi mengenai kesalahpahaman dan kesalahan


informasi.

3. Menambah pengetahuan klien tentang penyakit yang dideritanya

4. Implementasi Dan Evaluasi

No. Dx

Implementasi

Evaluasi

1. Mengobservasi keadaan, intensitas nyeri dan tanda-tanda vital

Hasil : Skala nyeri 3 (0-5)

2. Mengajarkan Klien untuk mengalihkan suasana dengan melakukan metode relaksasi saat nyeri
yang teramat sangat muncul, relaksasi yang seperti menarik nafas panjang.

Hasil : Klien mau melakukan saat nyeri datang

3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesic

Hasil : Paracetamol 500 mg 3 kali satu hari

4. Kolaborasi dalam pemeriksaan kemampuan otot - otot penggerak lensa.

S:

- Klien mengatakan nyeri agak berkurang

O:

- Ekspresi wajah tenang

- Nyeri skala 3 (0-5)

A:

- Masalah belum teratasi tetapi ada kemajuan


P:

- Lanjutkan semua intervensi 1,2,3, ,4

1. Mengkaji kemampuan penglihatan dan jarak pandang klien

Hasil : klien tidak bisa membaca pada jarak dekat.

2. Menganjurkan klien untuk tidak membaca terlalu lama

Hasil : Klien mengerti

3. Memberikan penerangan yang cukup

Hasi: menyediakan lampu khusus untuk klien membaca

4. Berkolaborasi untuk penggunaan alat bantu penglihatan seperti kacamata

Hasil : kacamata lensa Positif

S:

- Klien mengatakan bisa membaca dari jarak dekat saat memakai kacamata

O:

- Bisa membaca pada jarak dekat setelah memakai kacamata

A:

- Masalah teratasi

P:

- Hentikan intervensi

1. Mengobservasi tingkat kecemasan klien

Hasil : Cemas ringan

2. Mendengarkan dengan cermat apa yang di katakan klien tentang penyakit dan tindakanya.

Hasil : Klien bercerita tentang penyakitnya

3. Memberikan penyuluhan tentang penyakit klien


Hasil : Klien mengerti dengan keadaanya dan mau menerima

S:

- Klien mengatakan sudah mengerti tentang penyakit yang dideritanya

O:

- Tidak gelisah

- Ekspresi wajah tenang

A:

- Masalah teratasi

P:

- Hentikan intervensi

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hipermetropia adalah suatu kondisi ketika kemampuan refraktif mata terlalu lemah yang menyebabkan
sinar yang sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan di belakang retina. Gangguan ini
terjadi pada diameter anteroposterior bola mata yang pendek sehingga jarak antara lensa dan retina
juga pendek dan sinar difokuskan di belakang retina. Hal ini menyebabkan kesulitan melihat objek dekat
dan disebut farsightedness atau hyperopia (Indriani Istiqomah, 2004 : 205).

Penyebab timbulnya hipermetropi ini diakibatkan oleh empat hal yaitu:

a. Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek.

b. Daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah

c. Kelengkungan Kornea dan Lensa tidak Adekuat

d. Perubahan posisi lensa.


Sakit kepala frontal, memburuk pada waktu mulai timbul gejala hipermetropi dan makin memburuk
sepanjang penggunaan mata dekat. Penglihatan tidak nyaman (asthenopia) ketika pasien harus focus
pada suatu jarak tertentu untuk waktu yang lama, misalnya menonton pertandingan bola. Akomodasi
akan lebih cepat lelah ketika terpaku pada suatu level tertentu dari ketegangan.

B. Saran

Demikian makalah yang bisa saya sampaikan. Sekiranya isi dalam makalah ini dapat memberika
pemahaman dalam khazanah intelektual kita.Mohon ma’af apabila ada kesalahan penyampaian dalam
makalah ini dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Amin

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Sidarta. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI

Istiqomah, Indriani N. 2004. ASKEP Klien Gangguan Mata. Jakarta : EGC.

Pearce, Evelyn C. 2010. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT. Gramedia

Vaughan dan Asbury. 2009. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta : EGC.

Munirwan di November 14, 2017

Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda

Lihat versi web

Contributors

Munirwan

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai