Anda di halaman 1dari 9

Hambatan mobilitas fisik

Definisi Katerbatasan dalam pergerakan fisik mandiri dan terarah pada


tubuh atau satu ekstremitas atau lebih (sebutkan tingkatannya)
0 mandiri total
1 memerlukan penggunaan peralatan atau perlengkapan
2 memerlukan bantuan dari orang lain untuk membantu
mengawasi atau mengajari
3 memerlukan bantuan dari orang lain dan peralatan
4 ketergantungan total

Factor yang  perubahan metabolism sel


berubungan  indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
 gangguan kognitif
 kepercayaan budaya terkait aktivitas sesuai usia
 penurunan kekuatan kendali atau massa otot
 keadaan alam perasaan depresi atau ansietas
 keterlambatan perkembangan
 ketidaknyamanan
 intoleransi aktivitas danpenurunan kekuatan pertahanan
 kaku sendi atau kontraktur
 defisiensi pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik
 kurang dukungan lingkungan fisik atau sosial
 keterbatasan ketahanan kardiovaskular
 hilangnya integritas struktur tulang
 medikasi
 gangguan musculoskeletal
 gangguan neuromuscular
 nyeri
 program pembatasan pergerakan
 keengganan untuk memulai pergerakan
 gaya hidup yang kurang gerak atau disuse atau melemah
 malnutrisi
 gangguan sensori persepsi
Batasan karakteristik Objektif
 penurunan waktu reaksi
 kesulitan membolak-balik posisi tubuh
 asik dengan aktivitas lain sebagai pengganti gerak
 dispnea saat beraktivitas
 perubahan cara berjalan
 pergerakan menentak
 keterbatasan kemampuan untuk melakukan ketrampilan
motorik halus
 keterbatasan kemampuan melakukan ketrampilan
motorik kasar
 keterbatasan rentang pergerakan sendi
 tremor yang diindikasi oleh pergerakan
 ketidak stabilan poetur tubuh
 melambatnya pergerakan
 gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi
Saran penggunaan Gunakan diagnosis ini untuk menggambarkan individu dengan
keterbatasan kemampuan melakuka pergerakan fisik secara
mandiri, seperti kemampuan untuk menggerakkan lengan atau
tungkai atau kelemahan otot umum atau saat intervensi
keparawatan akan berfokus pada perbaikan mobilitas dan fungsi
lebih lanjut.
Jangan menggunakan diagnosis ini untuk menggambarkan
imobilitas sementara yang tidak dapat diubah oleh perawat atau
paraisis permanen. Dalam hal ini atau situasi lain, diagnosis ini
cocok digunakan sebagai etiologi masalah keperawatan.
Alternative diagnosis  Resiko sindrom disuse
yang disarankan  Resiko cidera
 Hambatan mobilitas ditempat tidur
 Hambatan berkursi roda
 Defisit perawatan diri
 Hambatan kemampuan berpindah
 Hambatan berjalan
Hasil & NOC Hasil NOC:
 Ambulasi; kemampuan untuk berjalan dari satu tempat
ketempat lain secara mandiri atau dengan alat bantu
 Ambulasi: kursi roda; kemampuan untuk berjalan dari satu
tempat ketempat lain dengan kursi roda
 Keseimbangan; kemampuan untuk mempertahankan
keseimbangkan postur tubuh
 Performa mekanika tubuh; tindakan individu untuk
mempertahankan kesejajaran tubuh yang sesuai dan untuk
mencegah peregangan otot skeletal
 Gerakan terkoordinasi; kemampuan otot untuk bekerjasama
secara volunteer dalam menghasilkan suatu gerakan yang
terarah
 Pergerakan sendi: aktif (sebutkan sendinya); rentang
pergerakan sendi……… aktif dengan gerakan atas inisiatif
sendiri
 Mobilitas; kemampuan untuk bergerak secara terarah dalam
lingkungan sendiri dengan atau tanpa alat bantu
 Fungsi skeletal; kemampuan tulang untuk menyokong tubuh
dan memdasilitasi pergerakan
 Performa berpindah; kemmapuan untuk mengubah letak
tubuh secara mandiri atau dengan alat bantu.

Tujuan atau criteria evaluasi


 Memperlihatkan mobilitas, yang dibuktikan oleh indicator
sebagai berikut:
1 gangguan eksterm
2 berat
3 sedang
4 ringan
5 tidak mengalami gangguan

Indikator 1 2 3 4 5
Keseimbangan
Koordinasi
Performa posisi tubuh
Pergerakan sendi dan otot
berjalan
Bergerak dengan mudah

Pasien akan:
 memperlihatkan penggunaan alat bantu secara benar
dengan pengawasan
 meminta bantuan untuk aktivitas mobilitas jika perlu
 melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri
dengan alat bantu menyangga berat badan
 berjalan dengan menggunakan langkah-langkah yang
benar
 berpindah dari dank e kursi atau dari kursi
 menggunakan kursi roda secara efektif
Intervensi NIC  Promosi mekanika tubuh; memfasilitasi penggunaan postur
dan pergerakan dalam aktivitas sehari-hari untuk mencegah
keletihan dan ketegangan atau cedera musculoskeletal
 Promosi latihan fisik; latihan kekuatan; memfasilitasi latihan
otot resistif secara rutin untuk mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan otot
 Terapi latihan fisik: mobilitas sendi; menggunakan gerakan
tubuh aktif atau pasif untuk mempertahankan atau
mengembalikan fleksibilitas sendi
 Terapi latihan fisik: pengendalian otot; menggunakan
aktifitas spesifik atau protocol latihan yang sesuai untuk
meningkatkan atau mengembalikan gerakan tubuh yang
terkendali
 Terapi aktivitas fisik: ambulasi; meningkatkan dan
membantu dalam berjalan untuk mempertahankan fungsi
tubuh otonom
 Terapi latihan fisik: keseimbangan; untuk meningkatkan dan
mempertahankan keseimbangan postur tubuh
 Pengaturan posisi; mengatur penempatan pasien atau bagian
tubuh pasien secara hati-hati untuk meningkatkan
kesejahteraan fisiologis dan psikologis
 Pengaturan posisi; mengatur penempatan pasien atau bagian
tubuh pasien secara hati-hati dikursi roda untuk
meningkatkan kesejahteraan fisiologis dan psikologis
 9. Bantuan perawatan diri: berpindah; memnabtu individu
untuk mengubah posisi tubuhnya
Aktivitas keperawatan Pengkajian merupakan proses yang kontinu untuk menentukan
tingkat performa hambatan mobilitas pasien.

Aktivitas keperawatan tingkat 1


 Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan
dirumah dan kebutuhan terhadap peralatan pengobatan
yang tahan lama
 Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu
mobilitas
 Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah
 Rujuk keahli terapi fisik untuk program latihan
 Berikan penguatan positif selama aktivitas
 Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki antiselip
yang mendukung untuk berjalan
 Pengaturan posisi (NIC):
 Ajarkan pasien bagaimana menggunakan postur dan
mekanika tubuh yang benar pada saat melakukan
aktiivtas
 Pantau ketepatan pemasangan traksi

Aktivitas keperawatan tingkat 2


 Kaji kebutuhan belajar pasien
 Kaji terhadap kehutuhan bantuan layanan kesehatan dari
lembaga kesehatan dirumah dan alat kesehatan yang
tahan lama
 Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif atau
pasif untuk mempertahankan atau meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot
 Instruksikan dan dukung pasien untuk menggunakan
trapeze atau pemberat untuk meningkatkan serta
mempertahankan kekuatan ekstremitas atas
 Ajarkan tehnik ambulasi dan berpindah yang aman
 Instruksikan pasien untuk menyangga berat badannya
 Instruksikan pasien untuk mempertahankan kesejajaran
tubuh yang benar
 Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi sebagai suatu
sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan atau meningkatkan mobilitas
 Berikan penguatan positif selama aktivitas
 Awasi seluruh upaya mobilitas dan bantu pasien, jika
perlu
 Gunakan sabuk penyokong saat memberikan bantuan
ambulasi atau perpindahan

Aktivitas keperawatan tingkat 3 dan 4


 Tentukan tingkat motivasi pasien untuk mempertahankan
atau megambalikan mobilitas sendi dan otot
 Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi sebagai suatu
sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan atau meningkatkan mobilitas
 Dukung pasien dan keluarga untuk memandang
keterbatasan dengan realitas
 Berikan penguatan positif selama aktivitas
 Berikan analgesic sebelum memulai latihan fisik
 Penguatan posisi (NIC):
 Pantau pemasangan alat traksi yang benar
 Letakkan matras atau tempat tidur terapeutik
dengan benar
 Atur posisi pasien dengan kesejajaran tubuh yang
benar
 Letakkan pasien pada posisi terapeutik
 Ubah posisi pasien yang imobilisasi minimal setiap
2 jam, berdasarkan jadwal spesefik
 Letakkan tombol pengubah posisi tempat tidur dan
lampu pemanggil dalam jangkauan pasien
 Dukung latihan ROM aktif datau pasif jika perlu
Perawatan dirumah  Kaji lingkungan rumah terhadap kendala dalam mobilitas
 Rujuk untuk mendapat layanan kesehatan dirumah
 Rujuk ke layanan fisioterapi untuk memperoleh latihan
kekuatan, keseimbangan dan cara berjalan
 Rujuk kelayanan ke terapi okupasi untuk alat bantu
 Anjurkan untuk berlatih bersama anggota keluarga atau teman
 Ajarkan cara bangun dari tempat tidur secara perlahan
Untuk bayi dan anak-  Pantau komplikasi imobilitas
anak  Evaluasi adanya depresi dan gangguan kognisi
 Pantau hipotensi ortostatik; saat membantu klien bangun dari
tempat tidur, minta klien untuk duduk menjuntaikan kakinya
sebelum berdiri
Untuk lansia

Sumber: Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern. Buku Saku DIAGNOSIS


KEPERAWATAN Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC Edisi 9. Alih
Bahasa Ns. Esti Wahuningsih, S.Kep dan Ns. Dwi Widiarti, S,Kep. EGC. Jakarta.
TINGKATAN NYERI
SKALA INTENSITAS NYERI DAN TIPE NYERI
 SKALA NYERI
SKALA
KETERANGAN
NYERI
10 Sangat dan tidak dapat dikontrol oleh klien.
7-9 Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien dengan aktifitas yang
bisa dilakukan.
6 Nyeri seperti terbakar atau ditusuk-tusuk
5 Nyeri seperti tertekan atau bergerak.
4 Nyeri seperti kram atau kaku.
3 Nyeri seperti perih atau mules.
2 Nyeri seperti meliiti atau terpukul.
1 Nyeri seperti gatal,tersetrum atau nyut-nyutan
0 Tidak ada nyeri.

 TIPE NYERI
TIPE
KETERANGAN
NYERI
10 Tipe nyeri sangat berat.
7-9 Tipe nyeri berat.
4-6 Tipe nyeri sedang.
1-3 Tipe nyeri ringan.
(Sumber: Sadurandari Fundamental Of Nursing, Sudiharto, AsuhanKeperawatan pada
Pasien
Nyeri, 1996 ; 23).

DAFTAR NILAI KEKUATAN OTOT

Kekuatan otot dinilai dengan angka 0 (nol) sampai 5 (lima) :

SKALA KETERANGAN
KEKUATAN
KETERANGAN
OTOT
Otot sama sekali tidak mampu bergerak, tampak berkontraksi,
0
bilalengan/ tungaki dilepaskan, akan jatuh 100% pasif.
1 Tampak kontraksi atau ada sedikit gerakan dan ada tahanan sewaktu
jatuh.
Mampu menahan tegak yang berarti mampu menahan gaya gravitasi
2
(saja), tapi dengan sentuhan akan jatuh.
Mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak mampu
3
melawan tekan/ dorongan dari pemeriksa.
4 Kekuatan kurang dibandingkan sisi lain.
5 Kekuatan utuh.
SKALA KEKUATAN OTOT UNTUK MENGETAHUI TINGKAT KELEMAHAN
KEKUATAN
KETERANGAN
OTOT
0 (tidak ada) : tidak ada kontraktilitas
1 (sedikit) : ada sedikit kontraktilitas tanpa adanya gerakan sendi.
2 (buruk) : rentang gerak komplit dengan batasan gravitas.
3 (sedang) : rentang gerak komplit terhadap gravitas
4 (baik) : rentang gerak komplit terhadap gravitas dengan beberapa
resistensi
5 (normal) : rentang gerak komplit terhadap gravita dengan beberapa
resistensi penuh

PENILAIAN NYERI BERDASARKAN PQRST :


(apa kira-kira penyebab timbulkan rasa nyeri? Apakah karena
P : Provokatif / paliatif
terkena benturan / sayatan? dll)
(seberapa berat keluhan nyeri terasa?, bagaimana rasanya?,
Q : Qualitas / quantitas seberapa sering terjadinya? seperti tertusuk, tertekan/tertimpa
benda berat dll)
(lokasi dimana keluhan nyeri tersebut dirasakan/ ditemukan?,
R : Region / radiasi
apakah juga menyebar ke daerah lain/ area penyebaran?)
(skala kegawatan dapat dilihat dengan GCS untuk gangguan
S : Skala seviritas kesadaran, skala nyeri / ukuran lain yang berkaitan dengan
keluhan.
(kapan keluhan nyeri tersebut mulai ditemukan/dirasakan?,
T : Timing seberapa sering keluhan tersebut dirasakan / terjadi?, apakah
terjadi secara mendadak atau bertahap?, akut atau kronik?)

RIWAYAT NYERI
Secara umum pengkajian riwayat nyeri meliputi beberapa aspek, yaitu :
1. Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien menunjukkan area
nyerinya. Pengkajian ini bisa dilakukan dengan bantuan gambar tubuh. Klien bisa
menandai bagian tubuh yang mengalami nyeri. Ini sangat bermanfaat, terutama
untuk klien yang memiliki lebih dari satu sumber nyeri.
2. Intensitas nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan terpercaya untuk
menetukan intensitas nyeri pasien. Skala nyeri yang paling sering digunakan adalah
rentang 0-5 atau 0-10. Angka 0 menandakan tidak nyeri sama sekali dan angka
tertinggi menandakan nyeri yang hebat.
3. Kualitas nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul” atau “ditusuk-tusuk”.
Perawat perlu mencatat kata-kata yang digunakan pasien untuk menggambarkan
nyerinya sebab informasi yang akurat dapat berpengaruh besar pada diagnosis dan
etiologi nyeri serta pilihan tindakan yang diambil.
4. Pola
Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri.
Perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri berlangsung,
apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri terakhir muncul.
5. Gejala yang menyertai
Gejala ini meliputi mual, muntah, pusing, dan diare. Gejala itu bisa disebabkan oleh
awitan nyeri atau oleh nyeri itu sendiri.
6. Factor presipitasi
Terkadang aktifitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri, seperti aktifitas yang
berta dapat menimbulkan nyeri dada. Selain itu factor lingkungan, stressor fisik, dan
emosional juga dapat memicu nyeri.
7. Pengaruh pada aktifitas sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktifitas harian klien akan
membantu perawat memahami perspektif klien tentang nyeri. Beberapa aspek
kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri adalah tidur, nafsu makan, konsentrasi,
pekerjaan, hubungan interpersonal, hubungan pernikahan, aktifitas di rumah,
aktifitas di waktu senggang, serta status emosional.
8. Sumber koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam menghadapi nyeri.
Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau
pengaruh agama atau budaya.
9. Respons afektif
Respons afektif klien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada situasi, derajat dan
durasi nyeri, interpretasi tentang nyeri, dan banyak factor lain. Perawat perlu
mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada
diri pasien.

OBSERVASI RESPONS PERILAKU DAN FISIOLOGIS TERHDAP NYERI


Banyak respons non verbal yang bisa dijadikan indicator nyeri.
Salah satunya yang paling utama adalah ekspresi wajah.
Perilaku seperti menutup mata rapat-rapat atau membuka mata lebar-lebar, mengigiti bibir
bawah, dan seringai wajah dapat mengindikasikan nyeri.
Perilaku lain yaitu vokalisasi,
immobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri, gerakan tubuh tanpa tujuan, dll.
Sedangkan
respons fisiologis bergantung pada durasi dan sumber nyeri.
Pada awal awitan nyeri akut, respons fisiologis dapat meliputi peningkatan tekanan darah,
nadi, dan pernapasan, diaphoresis, serta dilatasi pupil akibat terstimulasinya system saraf
simpatis. Akan tetapi,
jika nyeri berlangsung lama, dan saraf simpatis telah beradaptasi, respons fisiologis
tersebut mungkin akan berkurang atau bahkan tidak ada. Karenanya, perawat penting untuk
mengkaji
lebih dari satu respons fisiologis sebab bisa terjadi respons tersebut merupakan indicator
yang buruk untuk nyeri.

Anda mungkin juga menyukai