Anda di halaman 1dari 9

PENGERTIAN ETIKA POLITIK

A. Latar Belakang

Pancasila sebagai dasar negara pada hakikatnya merupakan sumber dari segala norma, baik
norma hukum, norma moral, maupun norma kenegaraan lainnya. Norma hukum adalah suatu
sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam pengertian inilah maka
Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum di negara Indonesia. Norma
moral berkaitan dengan tingkah laku manusia sebagai manusia untuk mengukur baik atau
buruknya sebagai manusia. Dalam kapasitas inilah nilai-nilai Pancasila telah dijabarkan dalam
normanorma moralitas atau norma-norma etika sehingga Pancasila merupakan sistem etika
dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jadi, sila-sila Pancasila pada hakikatnya
bukanlah merupakan pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praktis melainkan sistem
etika yang menjadi sumber norma moral maupun norma hukum, yang harus dijabarkan lebih
lanjut ke dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaan. Berdasarkan pandangan, keyakinan
dan kesepakatan bersama para bapak pendiri bangsa bahwa Pancasila merupakan dasar negara
(Philosophische grondslag) maka konsekuensinya Pancasila merupakan sumber norma hukum,
norma moral, dan norma kenegaraan lainnya. Dalam konteks Pancasila sebagai sumber norma
moral inilah permasalahan muncul yakermasalahan muncul yakni sejauh mana Pancasila
merupakan etika politik di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan besar ini, permasalahan yang
terkait dengan etika politik yakni tentang pengertian etika, nilai, moral, dan norma akan dibahas
lebih dahulu. Kemudian, dilanjutkan dengan pembahasan pengertian etika politik, Pancasila
sebagai nilai dasar fundamental bagi bangsa dan negara Republik Indonesia, nilai-nilai Pancasila
sebagai sumber etika, dan tulisan akan diakhiri dengan pelaksanaan etika politik Pancasila.

B. Rumusan Masalah
1. Mengapa Pancasila dijadikan dasar dalam berpolitik?
2. Bagaimana Etika Politik yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila?

C. Pembahasan
Pengertian Etika
Etika merupakan suatu pemikiran kritis yang mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-
pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran moral terentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang
bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Etika termasuk
kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi etika khusus yaitu etika yang membahas prinsip
dalam berbagai aspek kehidupan manusia sedangkan etika umum yaitu mempertanyakan prinsip-
prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia (Suseno, 1987).Menurut Kattsoff, 1986 etika
lebih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan
tingkah laku manusia, dan juga berkaitan dengan dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah
laku manusia.

Pengertian politik
Secara etimologis, politik berasal dari kata Yunani polis yang berarti kota atau negara kota.
Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti warganegara, politeia yang berarti
semua yang berhubungan dengan negara, politika yang berarti pemerintahan Negara dan
politikos yang berarti kewarganegaraan.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan
dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari
sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan mengenai apakah yang
menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi terhadap beberapa alternatif dan
penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih. Sedangkan untuk melaksanakan
tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum yang menyangkut pengaturan dan
pembagian atau alokasi dari sumber-sumber yang ada.
Untuk bisa berperan aktif melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, perlu dimiliki
kekuasaan dan kewenangan yang akan digunakan baik untuk membina kerjasama maupun
untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses itu. Cara-cara yang digunakan
dapat bersifat meyakinkan dan jika perlu bersifat paksaan . Tanpa unsur paksaan, kebijakan itu
hanya merupakan perumusan keinginan belaka. Politik merupakan upaya atau cara untuk
memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik
tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan negara atau tindakan-tindakan yang dilaksanakan
oleh penguasa negara. Dalam beberapa aspek kehidupan, manusia sering melakukan tindakan
politik, baik politik dagang, budaya, sosial, maupun dalam aspek kehidupan lainnya.
Demikianlah politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat dan bukan tujuan
pribadi seseorang . Politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai politik dan
kegiatan-kegiatan perseorangan (individu).
C. Pengertian etika politik
Secara substantive pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai
pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan
moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian ‘moral’ senantiasa menunjuk kepada
manusia sebagai subjek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-
kewajiban lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia.
Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat, bangsa maupun Negara, etika politik tetap
meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika
politik bahwa kebaikan senantiasa didsarkan kepada hakekat manusia sebagai makhluk yang
beradab dan berbudaya. Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa maupun negara
bias berkembang kearah keadaan yang tidak baik dalam arti moral. Misalnya suatu negara yang
dikuasai oleh penguasa atau rezim yang otoriter, yang memaksakan kehendak kepada manusia
tanpa memperhitungkan dan mendasarkan kepada hak-hak dasar kemanusiaan.
Dalam suatu masyarakat negara yang demikian ini maka seorang yang baik secara moral
kemanusiaan akan dipandang tidak baik menurut negara serta masyarakat otoriter, karena tidak
dapat hidup sesuai dengan aturan yang buruk dalam suatu masyarakat negara. Oleh karena itu
aktualisasi etika harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia
sebagai manusia (Suseno, 1987:15). Sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok
etika politik seperti :
1. Perpisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan negra (John Locke)
2. Kebebasan berfikir dan beragama (Locke)
3. Pembagian kekuasaan (Locke, Montesque)
4. Kedaulatan rakyat (Roesseau)
5. Negara hukum demokratis/repulikan (Kant)
6. Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb)
7. Keadilan social
Prinsip-prinsip Dasar Etika Politik Kontemporer
1. Pluralisme
Dengan pluralism dimaksud kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup
dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda
pandangan hidup, agama, budaya dan adat. Mengimplikasikan pengakuan terhadap kebabasan
beragama, berfikir, mencari informasi dan toleransi Memerlukan kematangan kepribadian
seseorang dan kelompok orang Terungkap dalam Ketuhanan Yang Maha Esa yang menyatakan
bahwa di Indonesia tidak ada orang yang boleh didiskriminasikan karna keyakinan religiusnya.
Sikap ini adalah bukti keberadaban dan kematangan karakter klektif bangsa.
2. HAM
Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti kemanusiaan yang adil dan beradab, karena hak
asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak
diperlakuakan agar sesuai dengan martabatnya sebagai manusia kontekstual karena baru
mempunyai fungsi dimana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi dan sebaliknya
diancam oleh Negara modern Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena pemberian
Negara, masyarakat, meliankan karena ia manusia, jadi dari tangan pencipta Kemanusiaan yang
adil dan beradab juga menolak kekerasan dan eklusivisme suku dan ras.
3. Solidaritas Bangsa
Solidaritas mengatakan bahwa kita tidak hanya hidup untuk diri sendiri melaikan juga demi
orang lain.Solidaritas dilanggar kasar oleh korupsi, korupsi bak kanker yang mengerogoti
kejujuran, tanggung jawab, sikap obyektif, dan kompetensi orang/kelompok orang yang korup.
4. Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tidak ada manusia atau sebuah elit, untuk
menentukan dan memaksakan bagaimana orang lain harus atau boleh hidup demokrasi
berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan siapa yang memimpin
mereka dan kemana tujuan mereka dipimpin.
Demokrasi adalah kedaulatan rakyat dan keterwakilan. Jadi demokrasi memerlukan sebuah
sistem penerjemah kehendak rakyat kedalam tindakan politik.
Dasar-dasar demokrasi kekuasaan dijalankan atas dasar ketaatan terhadap hukum
pengakuan dan jaminan terhadap HAM.
e. Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat, keadilan
sosial mencegah dari perpecahan tuntutan keadilan sosial tidak boleh dipahami secara ideolodis,
sebagai pelaksana ide-ide, agama-agama tertentu. Keadilan adalah yang terlaksana, keadilan
sosial diusahakan dengan membongkar ketidakadilan dalam masyarakat.

PENERAPAN PANCASILA DALAM KEHIDUPAN POLITIK DI INDONESIA


A. Makna Nilai Dasar Pancasila
Makna nilai dasar pancasila dikaji dalam perspektif filosofis yaitu, Pancasila sebagai dasar
filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu
nilai yang bersifat sistematis. Fungsi filsafat berkaitan dengan Pancasila yaitu mempertanyakan
dan menjawab apakah dasar kehidupan berrpolitik dalam berbangsa dan bernegara.
Sangat tepat kiranya pertanyaan yang diajukan oleh Ketua BPUPKI, Dr. Radjiman
Wediodiningrat di hadapan rapat BPUPKI bahwa negara Indonesia yang akan kita bentuk itu apa
dasarnya? Kemudian Soekarno menafsirkan pertanyaan tersebut sebagai berikut; “Menurut
anggapan saya yang diminta oleh Paduka tuan Ketua yang mulia ialah dalam Bahasa Belanda
yaitu philosiphische grondslag dari pada Indonesia Merdeka. Philosophische grondslag itulah
fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk
di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka”.[8]
Pengertian Pancasila harus dimaknai kesatuan yang bulat, hirarkhis dan sistematis. Dalam
pengertian itu maka Pancasila merupakansuatu sistem filsafat sehingga kelima silanya memiliki
esensi makna yang utuh. Dasar pemikiran filosofisnya yaitu Pancasila sebagai filsafat bangsa dan
negara Republik Indonesia mempunyai makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan,
kemasyarakatan serta kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Titik tolaknya pandangan itu adalah negara adalah suatu
persekutuan hidup manusia atau organisasi kemasyarakatan manusia. Hal demkian dapat
dijelaskan sebagai berikut:

 Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia sebagai
kausa materialis. Nilai-nilai itu sebagai hasil pemikiran, penilaian kritik serta hasil
refleksi filosofis bangsa Indonesia.
 Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia sehingga
merupakan jati diri bangsa, yang diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran, kebaikan,
keadilan dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
 Nilai-nilai Pancasila didalamnya terkandung ketujuh nilai-nilai kerohanian yaitu nilai-
nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, estetis dan religius yang
manifestasinya sesuai dengan budi nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada
kepribadian bangsa.
Oleh karena itu, Pancasila yang diambil dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia pada dasarnya
bersifat religius, kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan keadilan. Disamping itu Pancasila
bercirikan asas kekeluargaan dan gotong royong serta pengakuan atas hak-hak individu.[9]

B. Pancasila Sebagai Etika Politik di Indonesia


1. Pancasila Sebagai Etika dalam Pemilu
Pelaksanaan pemilu merupakan wujud dari negara yang berkedaulatan rakyat (demokrasi).
Plaksanaan pemilu diatur dalam Pasal 22E UUD 1945 Pasca perubahan. Pelaksanaan pemilu,
termasuk pemilu kepala daerah (pemilukada) harus senantiasa didasarkan pada prinsip-prinsip
Pancasila, yaitu proses demokrasi harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi prinsip
kemanusiaan yang beradab sehingga terwujud keharmonisan dan pemerintahan negara yang
demokratis.
Selanjutnya, pencasila mengatur kehidupan berdemokrasi dalam batang tubuh UUD 1945.
Hal yang perlu diperhatikan agar pelaksanaan pemilihan umum yang demokratis yaitu harus
senantiasa memegang teguh prinsip konstitusionalisme sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat
(2) UUD 1945, yaitu “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
Undang Dasar”.
Prinsip demikian merupakan wujud enguatan berdemokrasi dan pembangunan sistem etika,
terutama dalam pelaksanaan pemilu. Artinya, apabila pelaksanaan pemilu telah menyimpang dari
ketentuan sebagaimana diatur dalam UUD 1945 maka pelaksanaan hasil pemilu perlu ditinjau
ulang sehingga sesuai dengan prinsip berdemokrasi yang dibangun dalam UUD 1945 sebagai
generalisasi dari Pancasila yang berkedudukan sebagai hukum tertinggi dalam sistem hukum di
Indonesia. Upaya untuk mengatasi berbagai kecurangan dalam pemilu, UUD 1945 mengatur
pelaksanaan pemilu demokratis, yaitu untuk menjaga konsistensi prinsip konstitusionalisme agar
pelaksanaan pemilu tetap berdasarkan pada koridor hukum yang senantiasa menjunjung tinggi
etika berpolitik, ditangani oleh lembaga peradilan tata negara yaitu Mahkamah Konstitusi (MK)
sebagai lembaga pengawal konstitusi (the guardian of the constitution). Implikasinya,
pelaksanaan pemilu mengarah pada prinsip sebagaimana diatur dalam UUD 1945 termasuk
Pancasila.
2. Implementasi Nilai dan Moral Kehidupan Bermasyarakat
Dalam kehidupan kita akan selalu berhadapan dengan istilah nilai dan norma dan juga moral
dalam kehidupan sehari-hari. Dapat kita ketahui bahwa yang dimaksud dengan nilai sosial
merupakan nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa
yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh, orang menanggap menolong memiliki
nilai baik, sedangkan mencuri bernilai buruk. Demikian pula, guru yang melihat siswanya gagal
dalam ujian akan merasa gagal dalam mendidik anak tersebut. Bagi manusia, nilai berfungsi
sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam segala tingkah laku dan perbuatannya.
Nilai mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup seseorang dalam
masyarakat. Itu adalah yang dimaksud dan juga contoh dari nilai. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa norma sosial adalah patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat
tertentu. Norma sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-
perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya.[14] Keberadaan norma
dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan
aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara
manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan. Tingkat
norma dasar didalam masyarakat dibedakan menjadi 4 (empat) yaitu cara, kebiasaan, tata
kelakuan, dan adat istiadat. Misalnya orang yang melanggar hukum adat akan dibuang dan
diasingkan ke daerah lain.
C. Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Nilai Fundamental Terhadap Sistem Etika Negara
Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan nafas humanisme. Oleh karena
itu, Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saja. Meskipun Pancasila mempunyai
nilai universal tetapi tidak begitu sajadengan mudah diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya
terletak pada fakta sejarah bahwa nilai Pancasila secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi
satu kesatuan yang berfungsi sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa.
Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan Negara Republik Indonesia merupakan nilai yang
tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing silanya. Untuk lebih memahami nilai-nilai
yang terkandung dalam masing-masing sila Pancasila, makadapat diuraikan sebagai berikut:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya. Dalam sila ini
terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah pengejawantahan tujuan manusia
sebagai mahluk Tuhan Yang Maha esa.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Kemanusian berasal dari kata manusia yaitu
mahluk yang berbudaya dengan memiliki potensi pikir, rasa, karsa dan cipta. Potensi itu
yang mendudukkan manusia pada tingkatan martabat yang tinggi yang menyadari nilai-
nilai dan norma-norma. Kemanusiaan terutama berarti hakikat dan sifat-sifat khas
manusia sesuai dengan martabat.
3. Persatuan Indonesia. Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam
corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila
ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan
keamanan. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh wilayah
Indonesia. Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan.
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaaan dalam Per-
musyawaratan/Perwakilan Kerakyatan. Rakyat merupakan sekelompok manusia yang
berdiam dalam satu wilayah negara tertentu. Dengan sila ini berarti bahwa bangsa
Indonesia menganut sistem demokrasi yang menempatkan rakyat di posisi tertinggi
dalam hirarki kekuasaan.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Keadilan sosial berarti keadilan yang
berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual.
Seluruh rakyat Indonesia berarti untuk setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia.

D. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, kiranya dapat disimpulkan beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Pancasila merupakan sebuah nilai dasar Negara Indonesia. Pancasila diambil dari nilai-
nilai luhur bangsa Indonesia pada dasarnya bersifat religius, kemanusiaan, persatuan,
demokrasi dan keadilan. Di samping itu Pancasila bercirikan asas kekeluargaan dan
gotong royong serta pengakuan atas hak-hak individu.
2. Implementasi Pancasila sebagai sistem etika harus senantiasa terwujud prinsip-prinsip
sebagai nilai luhur termasuk sila kedua dari Pancasila, yaitu “Kemanusiaan yang adil dan
beradab”. Eksistensi pancasila sebagai sistem etika dapat ditegakkan dengan
mengimplementasikan prinsip konstitusionalisme dalam penyelenggaraan
pemerintahan Negara Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ali. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory), Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence). Jakarta: Prenada
Media Group
Jazim Hamidi. Kedudukan Hukum Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 dalam Sistem
Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jurnal Konstitusi Volume 3 Nomor 1, Februari 2006:
Setjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi. 2009. Kongres Pancasila: Pancasila dalam Berbagai Perspektif.
Jakarta: Setjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi
Notonagoro. 1971. Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta: Bumi Aksara
Fudyartanto. (1974). Etika, Cetakan Keempat. Yogyakarta: Warawidyani. Hadiwijono, H.
(1990). Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Cetakan Keempat. Yogyakarta: Kanisius. Kaelan. (2004).
Pendidikan Pancasila, Edisi Reformasi. Yogyakarta: Penerbit Paradigma.
Ketetapan MPR Pada Sidang Tahunan MPR 2002. Jakarta: Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai