Anda di halaman 1dari 18

KASUS Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT.

Kimia Farma tbk


PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada
audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan a d a n y a l a b a
bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut
d i a u d i t o l e h H a n s Tuanakotta & Mustofa (HTM).Akan tetapi,
K e m e n t r i a n B U M N d a n B a p e p a m m e n i l a i bahwa laba bersih tersebut terlalu
besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002
laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan
kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang
disajikan hanyasebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7%
dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu
kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral
berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar
Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar
Rp 10,7 miliar. Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai
yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur
produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1
dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan
dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001.
Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya
pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang
tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan
Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah
mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain
itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.

Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal Kimia Farma,Tbk


Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan Pemeriksaan atau penyidikan baik atas
manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk ataupun terhadap akuntan publik
HansTuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa)
harus bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun
buku 31 Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002. Pada saat audit 31
Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan atas laporan keuangan.
Tapi setelah audit intertim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta Mustofa (HTM)
menemukan kesalahan pencatatan atas laporan keuangan. Sehingga Bapepam sebagai
lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai
Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi
para akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam
kesalahan pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia Farma, Tbk untuk tahun buku 2001.
Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka
adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam
pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan
adanya kesalahan, selambat-lambatnya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah
melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor
tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi
akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran
peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT.
Kimia Farma, Tbk dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi
kebanyakan auditor mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar
profesional akuntan publik.Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam
manipulasi laporan keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans
Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu
apakah berdasarkan laporan fiktif atau tidak.
Dampak Terhadap Profesi Akuntan (Keterkaitan dengan Etika Profesi )
Kode Etik Profesi Ke-3 Menyebutkan bahwa Prinsip Kompetensi serta Sikap Kecermatan
dan Kehati-hatian Profesional harus dimiliki oleh profesi. Prinsip ini Mewajibkan Praktisi
untuk :

1.

Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan untuk menjamin


pemberian jasa profesional yang kompeten kepada klien 2.

Menggunakan kemahiran Profesionalnya dengan seksama sesuai dengan standar profesi dan
kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya. Penjabaran maksud
dari prinsip diatas adalah : Pemberian jasa profesional yang kompeten membutuhkan
pertimbangan yang cermat dalam menerapkan pengetahuan dan keahlian profesional
sehingga kesalahan sekecil apapun yang berdampak terhadap opini bisa diminimalkan.
Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi dua tahap yang terpisah sebagai berikut:
Pencapaian kompetensi profesional; dan Pemeliharaan kompetensi profesional. Sikap
kecermatan dan kehati-hatian profesional mengharuskan setiap Praktisi untuk bersikap dan
bertindak secara hati-hati, menyeluruh, dan tepat waktu, sesuai dengan persyaratan
penugasan. Dalam kasus kimia farma dikatakan bahwa akuntan gagal mendeteksi adanya
kecurangan yang dilakukan oleh manajemen sehingga opini yang diterbitkan oleh auditor
menjadi sebuah informasi yang menyesatkan bagi publik. Seperti telah disebutkan diatas
bahwa berdasarkan kode etik profesi akuntan publik disebutkan Kompetensi serta Sikap
Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional merpakan salah satu kewajiban bagi seorang
profesi di dalam melaksanakan penugasan. Kegagalan mendeteksi kecurangan oleh
manajemen saat audit dilakukan menyiratkan bahwa auditor tidak cermat dan tidak memiliki
sikap kehati-hatian profesional dalam melaksanakan penugasannya sehingga hal ini
melanggar kode etik profesi yang telah ditetapkan di dalam SPAP. Akuntan yang melakukan
hal tersebut memberikan informasi yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak
menerima informasi yang fair. Akuntan sudah melanggar etika porfesinya. Ketidakmampuan
akuntan dalam mendeteksi kecurangan yang dilakukan manajemen kimia farma dapat
mempengaruhi citra profesi di mata publik. Hal ini bisa menurunkan predikat kredibilitas
seorang profesional akuntan publik.
BAB III

PEMBAHASAN MASALAH

Berdasarkan landasan teori mengenai etika manajemen keuangan, berikut

adalah contoh kasus pelanggaran etika yang terjadi di Indonesia dari suatu organisasi

perusahaan maupun intansi pemerintahan yang terbukti melanggar etika serta kode

etik dalam laporan ataupun manajemen keuangan yang ditemui melalui redaksi koran

adalah sebagai berikut :

3.1 Tujuh PNS Kementerian Keuangan suap CPNS Rp 30 Triliun

Berdasarkan lampiran, contoh kasus pelanggaran etika yang dikutip melalui

redaksi koran Batam pos adalah keterbuktian pelanggaran adanya praktek suap-

menyuap yang dilakukan sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam perekrutan Calon

Pegawai Negeri Sipil (CPNS) mencapai Rp 30 Triliun dalam setahun. Para CPNS harus

membayar besar untuk menduduki posisi maupun jabatan yang lebih tinggi dengan

cara singkat untuk mendapatkannya.

Tidak hanya itu bahkan PNS Kementerian Keuangan itu memasang tarif suap

sesuai dengan jabatan PNS yang diinginkan.

TARIF SUAP CPNS/JABATAN PNS

1. CPNS Rp 150 juta-Rp 200 juta

2. Kadis/Ka BUMD Rp 300 juta-Rp 400 juta

3. Seka Rp 700 juta

Sungguh sangat mencengagkan yang terjadi, lalu yang patut dijadikan pertanyaan,

kemanakah aliran uang suap itu? Apakah untuk kesejahteraan serta pembagunan rakyat

di negeri ini atau uang suap itu hanya untuk keuntungan pribadi. Namun berdasarkan
keterangan uang suap masuk ke kepala daerah (Gubernur/Wako/Bupati).
Dalam kasus pelanggaran ini termasuk bentuk korupsi suatu tindakan

penyimpangan dan penyalahgunaan dana suap-menyuap yang termasuk suatu tindak

pidana atas nama pejabat maupun pegawai negeri hanya untuk memperkaya diri.

Mereka yang sebagai Pegawai Negeri dan pejabat negara yang seharusnya memberi

contoh justru melanggar kode etik yang dapat mencoreng citra sebagai Pegawai Negeri

Sipil di mata masyarakat itu sendiri. Ini perlu ada tindak lanjut serta pengawasan yang

lebih maksimal dari kemenkeu dan KPK itu sendiri agar kasus ini tidak berkelanjutan

dan terus-menerus terjadi di Indonesia apabila tidak ada inisiatif untuk memberantas

kasus ini yang dari ke tahun semakin meningkat dan pelaku-pelaku pelanggaran

semakin licik dan pintar seiring kemajuan teknologi yang semakin canggih. Sebagai

CPNS (korban dari suap) pun tidak bisa berbuat apa-apa ketika dimintai uang untuk

memperoleh jabatan tersebut karena itulah ketentuan, dan tanggungjawabnya agar bisa

memperoleh jabatan yang tinggi dengan menghalalkan berbagai cara agar keinginan

serta pekerjaan yang bisa menjamin kehidupan serta keluarganya dengan melalui

proses suap tersebut. Tindakan CPNS pun tidak baik untuk di contoh karena di dalam

bekerja tidak ada sistem suap-menyuap ataupun sogok-menyogok apabila ingin

memperoleh posisi atau jabatan yang tinggi. Dengan didasari kemampuan dan skill yang

kita punya siapa pun bisa mencapainya. Dan selalu yakin dan berpikir positif dengan

apa yang kita yakini dan selalu percaya Tuhan YME lah yang menentukan kehidupan

kita. Karena tanpa di dasari keimanan yang kuat untuk mencapai dan melakukan

sesuatu akan sia-sia. Untuk apa kekayaan dan jabatan apabila melakukannya dengan
cara yang kotor dan keji tanpa mendasari keimanan di dalam dirinya.

Tujuh PNS kementerian keuangan pelaku suap sudah di tindak lanjuti oleh

kemenkeu dan telah atau dalam proses pemberhentian dengan tidak hormat sebagai

Pegawai Negeri Sipil (PNS) ada pula yang telah dalam proses secara hukum. Karena

setelah ditelusuri terdapat 33 laporan yang terbukti terdapat penyimpangan dan

penyalahgunaan dalam pelaksanaan tugas, berupa pengenaan hukuman disiplin

pegawai. Ini merupakan hal positif agar praktek ini tidak berkembang dan merajalela di
lingkungan pejabat negara atau pegawai sipil.
Ini sudah nyata adanya di negeri ini, kejadian demi kejadian serta pelanggaran-

pelanggaran belum sepenuhnya tertangani dengan baik oleh oknum atupun aparat yang

bertugas menangani kasus ini. Sepertinya hukum sudah tidak lagi bekerja dengan baik

mengenai kasus ini, namun uang lah yang dapat memberhentikan sistem hukum atau

aturan undang-undang di Indonesia ini khususnya. Tidak ada keterbukaan mengatasi

kasus ini, semua sengaja menutup-nutupi oleh lembaga-lembaga terkait. Ini merupakan

kasus pelanggaran besar yang tergolong korupsi yang harus tertangani dengan baik

sampai ke akar-akarnya. Diperlukan peran aktif pemerintah agar semua kasus

pelanggaran di indonesia seperti korupsi, suap-menyuap, ataupun segala bentuk tindak

penyalahgunaan lainnya dalam manajemen keuangan ini tidak merajalela

keberadaanya.

Dalam kasus pelanggaran ini berdasarkan teori etika manajemen keuangan

termasuk pelanggaran etika dalam Whistle Blowing menyangkut tindakan yang

dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang karyawan untuk membocorkan suatu

kecurangan, yang dalam kasus ini adalah kecurangan atau tindakan penyalahgunaan

PNS dengan menyuap CPNS, dengan tujuan masyarakat pada umumnya tahu tentang

keburukan, yang dapat merusak nama baik pegawai ataupun intansi pemerintahan di

mata masyarakat apabila tidak di bongkar dan tindak lanjuti sumber permasalahan

dari kasus suap ini. Harapan, semoga hukum di negari ini dapat berjalan sebagaimana
mestinya. Ini perlu adanya ikut serta peran pemerintah, masyarakat, serta lembaga-

lembaga yang khusus menangani kasus suap-menyuap atau tindakan korupsi lainnya

yang dapat merugikan negeri ini.

Sebagai warga negara yang baik, taat hukum, dan takut tuhan. Tidak akan

melalukan pelanggaran yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Mulai

dari dari sendiri, Mari berantas segala macam bentuk korupsi.

3.2 Kasir Tilep Uang Perusahaan Rp80 juta


Berdasarkan Lampiran, contoh dari kasus pelanggaran ini yang dikutip melalui

redaksi koran Batampos, mengenai pelanggaran seorang kasir dari perusahaan

distributor makanan di Batam yang membawa kabur uang perusahaan. Akibat yang

dilakukan kasir itu perusaahaan mangalami kerugian sebesar Rp80 juta. Modus yang

dilakukakan dengan memanipulasi uang setoran dalam laporan yang dibuatnya.

Dari pihak manajemen perusahaan sudah melaporkan perbuatan kasir

tersebut ke Pihak berwajib untuk menelusuri serta mencari keberadaannya. Karena

dari pihak keluarga, termasuk suaminya tidak sama sekali mengetahui keberadaan kasir

itu. Namun dari pihak manajemen pun masih akan memaafkan jika pelaku yang

bersangkutan mampu megembalikan uang perusahaan serta menyelesaikan masalah

dengan cara baik-baik.

Dari kasus ini sudah termasuk dalam pelanggaran kode etik perusahaan

sebagai karyawan yag terlibat dalam suatu organisasi. Dan melanggar norma-norma

akuntansi secara umun dengan menyalahgunaan penjurnalan laporan keuangan kasus

ini sudah sangat melawan hukum yang ada dalam peundang-undangan mengenai

prinsip-prinsip akuntansi secara umum. Apalagi pelaku dengan sengaja melakukan

penggelapan tersebut yang dapat merugikan perusahaan itu sendiri. Kasus ini termasuk

pelanggaran dalam Fraud Auditing yang merupakan suatu tindakan kecurangan dalam

laporan keuangan. Karena pelaku cukup cerdik dalam memanfaat sebuah peluang

tersebut serta mencari kelemahan dari perusaahan. Sehingga dengan mudah dan

menghalalkan berbagai cara melakukan penyalahgunaan tersebut hanya untuk

menguntungkan serta memperkaya diri sendiri. Karena ada factor dorongan serta

kesempatan tersebut, misalkan factor dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidup

serta kehidupan mewah dan glamour hanya untuk memperkaya diri sendiri . karena

penggelapan uang sama saja suatu tindakan korupsi. Di situ titik kelemahan suatu

prusahaan atau suatu organisasi di butuhkan suatu strategi dalam meningkatkan mutu,

kualitas serta jaminan para pekerja/karyawan. Serta d tanamkan kepribadian moral


dan kepercayaan. Agar menciptakan wujud karyawan yang handal dan
bertanggungjawab di butuhkan hubungan formal yang baik antara pihak perusahaan

dan karyawan yang di suatu organisasi tersebut.

Ini hanya salah satu contoh kejadian pelanggaran etika yang di lakukan

karyawan dengan penyelewengan dana dan penyalahgunaan prinsip akuntansi laporan

keuangan yang sebenarnya masih banyak lagi lainnya yang tidak d tindak lanjuti,

karena dengan ini juga dapat mencemarkan nama baik perusahaan itu sendiri di mata

masyarakat.

Perlu adanya pengawasan dan penanggulan segala macam bentuk korupsi.

Serta di butuhkan penelitian factor-faktor peyebab para pelaku melanggar hukum

dalam suatu pelanggaran etika dalam manajemen keuangan.

3.3 DPR TERIMA MILIRIAN DARI AGGARAN

Berdasarkan Lampiran, contoh dari kasus pelanggaran ini yang dikutip melalui

redaksi koran Batampos, mengenai pelanggaran yang dilakukan sejumlah anggota

DPR di Jakarta yang terbukti menerima milirian dari anggaran maupun pembelanjaan

pengeluaran Negara yang tidak dapat dibantah lagi ada permainan mafia anggaran di

DPR. Misalkan contoh yang terbukti dilakukan salah satu anggota DPR yang telah

menerima uang Rp 2,7 miliar karena berdasarkan laporan dari pengaduan yang masuk,

menyebutkan 10 anggota DPR. Ini sungguh sangat mencengangkan tidak di sangka

modus praktek terjadi pada anggota pemerintahan itu sendiri. Karena seharusnya

anggaran tersebut digunakan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kebutuhan dan


keperluan pembelanjaaan yang dikeluarkan tidak dengan mengelapkan uang anggaran

tersebut untuk kepentingan pribadi karena dalam pelaporan anggaran tersebut harus

sesuai dengan system informasi akuntansi dan system pengendalian manajemen yang

berlaku.

Terkait dengan masalah tersebut, yang perlu diperhatikan adalah sebelum

menyetujui taksiranj pengeluaran, hendaknya terlebih dahulu diulakukan penaksiran

pendapatan secara lebih akurat. Selain itu, harus disadari adanya masalah yang cukup
berbahaya jika anggaran pendapatan diestimasi pada saat bersamaan drengan
pembuatan keputusan tentang angggaran pengeluaran. Anggaran harus menunjukkan

semua penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu, adanya dana yang

tidak wajar pada dasarnya menyalahi prinsip anggaran yang bersifat komprehensif dan

sudah menyalahi aturan hukum dan perundang-undangan.

 Contoh Kasus: Kasus Mulyana W Kusuma tahun 2004. Menjabat sebagai sebagai
seorang anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan
audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Dalam kasus ini ICW
melaporkan tindakan Mulyana W Kusuma kepada Majelis Kehormatan Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis
terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan
 Perusahaan PT. ABC lebih menggunakan metode FIFO dalam metode arus
persediaannya. Karena dari sisi FIFO akan menghasilkan profit lebih besar
dibandingkan LIFO, atau Average. Hal ini dilakukan karenaAsumsi Inflasi Besar.
FIFO dapat dianggap sebagai sebuah pendekatanyang logis dan realistis terhadap arus
biaya ketika penggunaan metodeidentifikasi khusus tidak memungkinkan atau tidak
praktis.
FIFO mengasumsikan bahwa arus biaya yang mendekati parallel dengan arus fisik
yang terjual. Beban dikenakan pada biaya yang dinilai melekat pada barang Jika
perusahaan dengan tingkat persediaan yang tinggi sedang mengalami kenaikan biaya
persediaan yang signifikan, dan kemungkinan tidak akan mengalamipenurunan
persediaan di masa depen, maka LIFO memberikan keuntungan arus kas yang
substansial dalam hal penundaan pajak.
Ini adalah alasan utama dari penerapan LIFO oleh kebanyakan perusahaan. Bagi
banyak perusahaan dengan tingkat persediaany ang kecil atau dengan biaya
persediaan yang datar atau menurun, maka LIFO hanyamemberikan keuntungan kecil
dari pajak. Perusahaan seperti ini memilih untuk tidak menggunakan LIFO.

CONTOH KASUS
Sembilan KAP yang Diduga Melakukan Koalisi dengan Kliennya
Jakarta, 19 April 2001 .Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian
mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank
yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada
wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari
sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak
melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit.
Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas
bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan
usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT
& M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain,
kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor
akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan
laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan
memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya
tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan.
ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam
penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai
penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi.
Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif
meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW
mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu
tidak ringan. “Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga
menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan
bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita
mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin
kantor akuntan publik itu,” tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan
dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar
kode etik profesi akuntan.
ANALISIS KASUS
Dalam kasus diatas, akuntan yang bersangkutan banyak melanggar kode etik profesi akuntan.
• Kode etik pertama yang dilanggar yaitu prinsip pertama tentang tanggung jawab profesi.
Prinsip tanggung jawab profesi ini mengandung makna bahwa akuntan sebagai pemberi jasa
professional memiliki tanggung jawab kepada semua pemakai jasa mereka termasuk
masyarakat dan juga pemegang saham.Dalam kasus ini, dengan menerbitkan laporan palsu,
maka akuntan telah menyalahi kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada mereka selaku
orang yang dianggap dapat dipercaya dalam penyajian laporan keuangan.
• Kode etik kedua yang dilanggar yaitu prinsip kepentingan publik.
Prinsip kepentingan publik adalah setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak
dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukkan komitmen atas profesionalisme.Dalam kasus ini, para akuntan dianggap telah
menghianati kepercayaan publik dengan penyajian laporan keuangan yang direkayasa.
• Kode etik yang ketiga yang dilanggar yaitu prinsip integritas.
Prinsip integritas yaitu untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap
anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya, dengan integritas setinggi
mungkin.Dalam kasus ini, sembilan KAP tersebut tidak bersikap jujur dan berterus terang
kepada masyarakat umum dengan melakukan koalisi dengan kliennya.

• Kode etik keempat yang dilanggar yaitu prinsip objektifitas.


Prinsip objektifitas yaitu setiap anggota harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari
benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.Dalam kasus ini, sembilan
KAP dianggap tidak objektif dalam menjalankan tugas. Mereka telah bertindak berat sebelah
yaitu, mengutamakan kepentingan klien dan mereka tidak dapat memberikan penilaian yang
adil, tidak memihak, serta bebas dari benturan kepingan pihak lain. Sumber
(http://melaniaisny.blogspot.com/2013/10/etika-dalam-akuntansi-keuangan-dan.html, Selasa,
01 Oktober 2013, Etika Dalam Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen, Melania
Isny)
PEMBAHASAN
3.1 Kasus
Manipulasi laporan keuangan PT KAI
Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005,
perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp 6,9 Miliar. Padahal apabila
diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp 63
Miliar. Komisaris PT. KAI, Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan
Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan,
laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap
laporan keuangan PT. KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh
Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan direksi PT. KAI untuk disetujui sebelum
disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan komisaris PT. KAI yaitu Hekinus
Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT. KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh
akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan
dari laporan keuangan PT. KAI tahun 2005.
Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan
itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT. KAI untuk
membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2
Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam
laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya
menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart Akuntansi, pajak pihak ketiga
yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT. KAI ada kekeliruan
direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang
diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai
kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo
penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang
seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai
komulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar oleh
manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari
hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus
disajikan sebagai bagian dari modal perseroan.
Manajemen PT. KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan
tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada
saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara komisaris dan auditor akuntan
publik terjadi karena PT. KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan
tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT. KAI baru bisa dibuka
akses terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah
mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan
Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau
pencabutan izin praktek.
3.2 Pembahasan Kasus
Tujuan dibuatnya laporan keuangan adalah selain untuk alat pertanggungjawaban
manajemen juga sebagai bahan pertimbangan yang mendukung dalam pengambilan
keputusan, tetapi dalam kasus ini manajemen telah memanipulasi laporan keuangan, sehingga
laporan keuangan yang dihasilkan tidak menunjukkan kinerja perusahaan yang
sesungguhnya.
Dalam kasus di atas, terdapat banyak kejanggalan yang ada pada laporan
keuangan yang menjadi hasil pekerjaan akuntan public tersebut. Kasus PT. KAI bermuara
pada perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris, khususnya Komisaris yang
merangkap sebagai Ketua Komite Audit dimana Komisaris tersebut menolak menyetujui dan
menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal. Dan komisaris
meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat disajikan secara
transparan dan sesuai dengan fakta yang ada.
Dari kasus diatas, jika dikaitkan dengan teori etika ada beberapaa teori yang sudah
dilanggar yaitu :
1. Egoisme etis. Manajemen melakukan manipulasi terhadap laporan keuangan perusahaan
demi memajukan dirinya sendiri agar dilihat bahwa dia telah sukses mengatur perusahaan.
Manajemen telah menyalah gunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya. Tindakannya
tersebut tidak hanya merugikan dirinya sendiri yang mungkin saja ia akan dipecat dari
perusahaan tapi juga bagi perusahaan dan orang lain. Bagi perusahaan berdampak pada
menurunnya kepercayaan para investor dan calon investor serta merusak citra perusahaan.
Sehingga akibatnya perusahaan kekurangan modal karena menurunnya jumlah invetor yang
mau menanamkan modal ke perusahaan tersebut.
2. Utilitarianisme. Tujuan dari laporan keuangan tidak hanya sebagai alat pertanggung
jawaban manajemen tapi juga sebagai alat untuk pengambilan keputusan. Dengan
dimanipulasinya laporan keuangan oleh manajemen maka keputusan yang diambil pun akan
tidak tepat dan bisa merugikan orang banyak (orang yang berkepentingan).
3. Deontologi. Manajemen tidak menjalankan kewajibannya sebagai manajemen perusahaan
dengan semestinya. Seharusnya seorang manajer yang memiliki kedudukan tinggi
diperusahaan memberikan contoh yang baik kepada bawahaan agar menjalankan
kewajibannya diperusahaan sesuai dengan etika-etika yang diberlakukan.
4. Hak. Teori etika ini berkaitan dengan teori deontologi. Dalam prinsip-prinsip etika profesi
seseorang dituntut untuk profesional dalam profesinya. Dalam kasus ini manajemen telah
merugikan hak dan kepentingan orang lain seperti karyawan dan para investor. Yakni seperti
para karyawan dan para investor mempunyai hak untuk mengetahui informasi-informasi
mengenai kinerja perusahaan
5. Keutamaan. Sikap keutamaan yang diperlukan dalam dunia bisnis yakni seperti kejujuran.
Pada kasus ini manajemen tidak bersikap jujur dalam menyusun laporan keungan.
Manajemen melakukan beberapa manipulasi seperti data mengenai pendapatan, utang dan
cadangan kerugian piutang. Padahal seorang manajer harus mempunyai sikap jujur karena,
kejujuran merupakan etika yang harus dimiliki oleh seorang manajer.

Sedangkan prinsip etika profesi yang dilanggar yakni:


1. Prinsip Otonomi
PT KAI yang memiliki kebebasan dan kewenangan untuk mengambil keputusan yang
dianggap baik hanya untuk PT KAI sendiri tetapi tidak bertanggung jawab terhadap
pemerintah. Hal tersebut ditunjukkan dari tindakan PT KAI yang mengakui PPN terutang
pihak ketiga sebagai piutang yang tidak sesuai dengan regulasi.
Dari pihak KAP sendiri tidak bertanggung jawab dalam menjalankan kebebasannya.
KAP S. Manao tidak menunjukkan dan menyatakan adanya kesalahan material pada laporan
keuangan PT KAI.
2. Prinsip Keadilan
Terjadi pelanggaran prinsip keadilan oleh PT KAI karena mengistimewakan beberapa
pihak yang berhubungan dengan PT KAI dengan tidak segera menarik PPN.
mengistimewakan beberapa pihak yang berhubungan dengan PT KAI dengan tidak segera
menarik PPN.
Di dalam standar kode etik Akuntan Manajemen, ada beberapa yang dilanggar oleh
manajemen yakni:
1. Competensi. Akuntan manajemen tidak kompetensi karena tidak memelihara
pengetahuan dan keahlian yang dimilikinya dengan sepantasnya, selain itu tidak
mengikuti hukum, peraturan dan standar teknis, dan tidak membuat laporan yang
jelas dan lengkap berdasarkan informasi yang dapat dipercaya dan relevan
melainkan dengan memanipulasi data.
2. Creative Accounting. Akuntan manajemen telah menyimpang dari praktek
akuntansi yang mengikuti peraturan dan undang-undang. Manajemen perusahaan
melakukan banyak maanipulasi dalam menyajikan laporan keuangan.
3. Fraud. Manajemen telah sengaja melakukan kecurangan dengan menyajikan
laporan keuangan tidak dengan data yang sebenarnya.

Jika dikaitkan dengan earning management dan agency theory timbulnya


kasus tersebut karena ;
1. Adanya campur tangan manajemen dengan menggunakan judgement dalam proses
penyusunan dan pelaporan keuangan dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri
2. Dalam kasus manipulasi laporan keuangan oleh PT KAI, telah terjadi erning management
dengan pola Income Maximization yaitu dengan tujuan untuk melaporkan net income yang
tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Dengan perencanaan bonus yang didasarkan pada
data akuntansi mendorong manajer untuk memanipulasi data akuntansi tersebut guna
menaikkan laba untuk meningkatkan pembayaran bonus tahunan.
Adanya konflik antara kepentingan manajemen (Agent) dan pihak komite audit (principal)
yang timbul karena setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertimbangkan tingkat
kemakmuran yang dikehendakinya.
3. Dalam agency theory diasumsikan bahwa masing-masing individu semata-mata
termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan
antara principal dan agent. Dari kasus ini pihak manajemen (agent) mempunyai lebih banyak
informasi baik mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara
keseluruhan, sehingga manajemen lebih mempunyai kesempatan dalam memanipulasi
laporan keuangan yang dihasilkannya, dan konflik kepentingan semakin meningkat terutama
karena principal tidak dapat memonitor aktivitas manajemen sehari-hari untuk memastikan
bahwa manajemen bekerja sesuai dengan keinginan pemegang saham.
Dalam hal kecurangan yang dilakukan oleh akuntan publik yang mengaudit laporan
keuangan perusahaan ada beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan terjadinya
kesalahan pada hasil laporan keuangan PT. KAI yaitu pada saat proses lelang, Komite
Audit seharusnya ikut untuk melihat apakah auditor eksternal layak dipilih dan
melihat keadilan proses pemilihan. Pada kenyataannya, komite audit tidak ikut dalam proses
penunjukan auditor sehingga tidak terlibat dalam proses audit. Kesalahan tersebut
mengakibatkan terjadinya kesalahan yang lain, yaitu tidak adanya atau sangat minimnya
komunikasi antara pihak Komite Audit dengan Auditor Eksternal (akuntan publik). Karena
Komite Audit tidak menunjuk auditor yang akan diberi penugasan, maka komunikasi yang
terjadi antara komite audit dengan auditor bisa diperkirakan sangat sedikit bahkan tidak
efektif.
Akibat komunikasi yang kurang intens, maka tugas komite audit untuk melaksanakan
kewajibannya untuk mengajak auditor untuk mendiskusikan masalah audit saat audit
berlangsung tidak dipenuhi dengan baik. Kesalahan ini menimbulkan kesalahan berikutnya,
yaitu Komite Audit tidak mereview laporan keuangan dan laporan auditor dengan
auditor eksternal menjelang selesainya penugasan audit. Dalam kasus ini, Komite Audit
justru tidak mau menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit, setelah laporan
audit diterbitkan. Padahal seharusnya Komite Audit melakukan review
bersama dengan auditor eksternal menjelang selesainya penugasan audit, yang
artinya sebelum laporan auditor diterbitkan, sehingga laporan keuangan tersebutlangsung bisa
dilakukan audit investigasi dan koreksi apabila terjadi kesalahan pencatatan. Komite
Audit juga tidak perlu berbicara kepada publik. Karena komunikasi yang buruk antara
Komite Audit dengan auditor, maka hal seperti itu bisa terjadi.
Selain auditor eksternal dan komite audit yang melakukan kesalahan dalam hal
pencatatan laporan keuangan, akuntan internal (manajemen) di PT. KAI juga belum
sepenuhnya menerapkan 8 prisip etika akuntan. Dari kedelapan prinsip akuntan yaitu
tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektifitas, kompetensi dan kehati-
hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis, prinsip-prinsip etika
akuntan yang dilanggar antara lain :
1. Tanggung jawab profesi, dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara
professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang
bertanggung jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan
memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan
keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
2. Kepentingan Publik, dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka
yang berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus
ini akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja
memanipulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian
namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja
sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin
besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian
tersebut.
3. Integritas, dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus
ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi
laporan keuangan.
4. Objektifitas, dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak
memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena diduga
telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu
yang berada di PT. KAI.
5. Kompetensi dan kehati-hatian professional, akuntan dituntut harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai
kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat
yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian
profesional sehingga terjadi kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang
seharusnya menderita kerugian namun dalam laporan keuangan mengalami keuntungan.
6. Perilaku profesional, akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku
konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku
profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melakukan pencatatan laporan keuangan,
dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.
7. Standar teknis: akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan
mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya
dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas.
Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak malaporkan
laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT
Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam
laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal,
berdasarkan standar akuntansi keuangan tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk
pendapatan atau asset.
Auditor eksternal yang dipercayai harus benar-benar memiliki integritas serta prosesnya
harus terlaksana berdasarkan kaidah-kaidah yang telah diakui validitasnya. Selain itu, sebagai
auditor eksternal wajib melakukan komunikasi secara baik dan benar dengan komite audit
yang ada pada PT Kereta Api Indonesia untuk membangun kesepahaman (understanding)
diantara seluruh unsur lembaga. Kemudian, hubungan antar lembaga diharapkan tercipta
dengan baik, sehingga mempermudah penerapan sistem pengendalian manajemen yang ada
di dalamnya. Secara tidak langsung, upaya ini menunjang perwujudan tanggung jawab sosial
perusahaan kepada masyarakat luas sebagai salah satu pengampu kepentingan.
Berdasarkan kaitannya dengan kasus manipulasi laporangan keuangan PT KAI auditor
eksternal dinyatakan ada mempunyai hubungan dengan kasus manipulasi tersebut. Menteri
Keuangan terhitung sejak tanggal 6 juli 2007, membekukan izin Akuntan Publik (AP ) Drs.
Salam Manao, yang merupakan pemimpin rekan pada Kantor Akuntan Publik (KAP ) S.
Manao, Sofwan, Adnan dan Rekan yang merupakan pemimpin rekan pada Kantor Akuntan
Publik (KAP ) S. Manao, Sofwan, Adnan dan Rekan Pembekuan izin yang berlaku selama
sepuluh bulan itu dituangkan melalui Keputusan Menkeu Nomor 500/KM.1/2007 Pembekuan
izin yang berlaku selama sepuluh bulan itu dituangkan melalui Keputusan Menkeu Nomor
500/KM.1/2007.
Perlu diketahui juga akan pentingnya kejujuran dalam membuat laporan keuangan. Hal
tersebut bukan hanya penting sebagai tanggung jawab perusahaan terhadap publik maupun
investor. Akan tetapi hal tersebut juga penting bagi perusahaan sendiri karena dari laporan
keuangan biasanya perusahaan menganalisis bagaimana perkiraan tahun mendatang dan
menjadi dasar pengambilan keputusan. Apabila laporan keuangan yang menjadi dasar hal
tersebut sudah tidak layak, tentu hasil akan jauh dari yang diharapkan dan bahkan bisa
berimbas pada perusahaan.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perusahaan agar kecurangan seperti ini bisa
diantisipasi yakni
1. Menerapkan Good Corporate goernance (GCG). Dalam Surat Keputusan Menteri BUMN
No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002. Pada surat tersebut BUMN dituntut
untuk menerapkan GCG tujuannya untuk mendorog pengelolaan BUMN secara profesional,
efisien dan efektif. Selain itu juga mendorong agar perusahaan menjalankan tindakan dengan
dilandasi nilai moral yang tinggi dan patuh terhadap peraturan dan perundang-undangan.
Dengan diterapkannya GCG maka para pelaku dunia usaha dituntut untuk bertanggung
jawab, akuntabilitas, adil dan transparan.
2. Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang
salah tidak boleh dipertahankan. Kesalahan-kesalahan sudah terakumulasi dari tahun-tahun
sebelumnya sehingga terdapat dua alternatif, yaitu di restatement atau dikoreksi. Keputusan
mengenai opsi yang dipilih sepenuhnya tergantung dari Badan Peradilan Profesi Akuntan
Publik (BP2AP), karena kasus PT. Kereta Api sedang diproses disana.
3. Komite Audit tidak berbicara kepada publik, karena esensinya Komite Audit adalah organ
Dewan Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada
Dewan Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit namun
Komite Audit tetap pada pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada
laporan komite audit yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan.
4. Komite Audit berperan aktif dalam mengkoordinasikan seluruh tahapan proses auditing,
mulai dari penunjukan, pembuatan program, mengevaluasi dan memberikan hasil evaluasi
kepada Dewan Komisaris, yang akan mengkomunikasikannya kepada Direksi.
5. Manajemen menyusun laporan keuangan secara tepat waktu, akurat dan full disclosure.
6. Memperbaiki komunikasi antara auditor dengan pihak-pihak yang berinteraksi, yaitu
manajemen, Komite Audit, dan auditor intern. Dengan komunikasi yang efektif, maka data
dan bukti yang terkumpul akan semakin akurat dan memadai, juga menghindari perselisihan
dengan Komite Audit.
7. Membangun pengawasan yang efektif di tubuh perusahaan.
8. Perbaikan sistem akuntansi dan konsistensi penerapan Prinsip Akuntansi yang Berlaku
Umum di perusahaan.
9. Memilih auditor yang benar-benar kompeten dan profesional.

Sumber : (http://tthebeginning.blogspot.com/2013/09/pelanggaran-etika-bisnis-pada-
akuntansi.html, Selasa, 17 September 2013, Pelanggaran Etika Bisnis Pada Akuntansi
Manajemen di PT. KAI, Tthe beginning )

Anda mungkin juga menyukai