Anda di halaman 1dari 16

BEDAH KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS DAN ETIKA KELOMPOK

PROFESI (Studi Kasus: Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk.) 8
Anggota:

Indah Aprilia Lestari (19041015)


Yulania Mokoginta (19041016)
Ravena Artamevia Abubakar (19041025)
DIII-AKUNTANSI SEMESTER V
Latar Belakang
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang
dilayaninya, yaitu termasuk jasa akuntan. Auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit
yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang terdiri dari Standar Umum, Standar Pekerjaaan Lapangan, dan
Standar Pelaporan guna menunjang profesionalisme (Hery dan Agustiny Merrina, 2007).
Profesi di bidang akuntansi memiliki kaitan yang erat dengan etika. Seorang auditor harus memiliki kejujuran,
integritas serta keahlian dalam melaksanakan pekerjaan profesionalnya. Untuk dapat meningkatkan sikap profesionalisme
dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan, hendaknya akuntan publik juga memiliki
pemahaman yang memadai mengenai kode etik profesi akuntan yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
yang digunakan sebagai pedoman bagi para anggota Institut Akuntan Publik Indonesia untuk betugas
secara bertanggung jawab dan objektif.
Namun faktanya terdapat beberapa kasus akuntansi yang membuktikan pelanggaran kode etik oleh akuntan. Pada
banyak kasus, yang sering terjadi adalah manipulasi pada laporan keuangan karena perusahaan kerap kali ingin menampilkan
laporan keuangan yang terlihat lebih baik. Hal ini dapat terjadi karena adanya dorongan kepentingan pribadi ataupun
kelompok.
Pada awalnya Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah
Hindia Belanda tahun 1817. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan
Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero). Pada audit tanggal 31 Desember 2001,
manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans
Tuanakotta & Mustofa (HTM).
Latar Belakang
Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung
unsur rekayasa. Dari Latar belakang tersebut akan membahas mengenai kasus pelanggaran kode etik profesi akuntan pada PT.
Kimia Farma. Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keuangan yang dilakukan manajemen tidak terlepas dari bantuan
akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut, memberikan informasi yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak
menerima informasi yang fair. Dalam kasus ini, Akuntan sudah melanggar etika profesinya sehingga diharapkan menemukan
solusi yang tepat untuk permasalahan tersebut.
Rumusan Masalah
1 3

Bagaimana awal mula Bagaimana


kasus pelanggaran kode penyelesaian kasus
etik yang dilakukan pelanggaran kode etik
KAP HTM? 2 tersebut?

Apa saja unsur


pelanggaran kode etik
PT. Kimia Farma
Tbk. Menurut
pengamatan
Bapepam?
Landasan Teori
Etika profesi adalah kode etik atau sikap hidup profesi tertentu yang memiliki dan
menerapkan nilai-nilai etika yang berlaku di lingkungan profesi tertentu.

Suraida (2005) menjelaskan bahwa dalam kode etik Ikatan Akuntan Indonesia
memiliki delapan prinsip etika profesi sebagai berikut :
1. Tanggung Jawab Professional
2. Kepentingan Publik
3. Integritas
4. Objektifitas
5. Kompetensi dan Kehati-Hatian Professional
6. Kerahasiaan
7. Perilaku Professional
8. Standar Teknis
Kronologi
Kasus
• 31 Desember 2001
laporan keuangan PT Kimia Farma di audit oleh
Kantor Akuntan Publik (KAP) Hans Tuanakotta
dan Mustofa (HTM) yang diwakilkan oleh Sdr.
Ludovicus Sensi W. selaku partner dari
HTM. Manajemen Kimia Farma melaporkan adanya
laba bersih sebesar Rp 132,3 milyar dan tidak
terdeteksi adanya kecurangan

• Kementerian BUMN dan Bapepam


selaku pemegang saham mayoritas PT Kimia Farma
menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan
mengandung unsur rekayasa.
Unsur Pelanggaran Kode Etik Akuntan Menurut

Bapepam
Pada 3 Oktober 2002

Setelah dilakukan audit ulang,


kesalahan pencatatan
ditemukan bernilai total Rp 32,558 • Dalam restated laporan keuangan 2001
miliar atau lebih rendah 24,7%. Dengan
dari Rp 52,891 miliar Kesalahan tersebut terdapat pada unit-unit sebagai
koreksi beban pajak
berikut:
menjadi Rp 39,017 miliar, laba
• Unit Industri Bahan Baku
menjadi hanya Rp 99,594 bersih
 Kesalahan berupa overstated pada penjualan
sebelumnya Rp 132,263 miliar. miliar
sebesar Rp 2,7 miliar.
dari
• Unit Logistik Sentral
 Kesalahan berupa overstated pada persediaan barang
sebesar Rp 23,9 miliar Unit Pedagang Besar Farmasi
(PBF)
 Kesalahan berupa overstated pada persediaan
barang sebesar Rp 8,1 miliar.
 Kesalahan berupa overstated pada penjualan
sebesar Rp 10,7 miliar.
Pihak Yang Terlibat

kesalahan penyajian tersebut, dilakukan oleh mantan Direksi produksi periode 1998–Juni
2002 dengan cara:
• Membuat 2 daftar harga persedian (master prices) yang berbeda masing-masing
diterbitkan pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002, per 3 Februari 2002 merupakan
masterprices yang telah disesuaikan nilainya (penggelembungan) dan dijadikan dasar
sebagai penentuan nilai persediaan pada unit distribusi PT KAEF per 31 Desember
2001.
• Melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada unit PBF dan unit Bahan Baku.
Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh
Akuntan.
Pihak Yang Terlibat
Pada saat audit 31 Desember 2001
Akuntan KAP HTM belum menemukan kesalahan pencatatan atas Laporan
01 Keuangan. Lalu pada audit interm 2002 akuntan menemukan kesalahan pencatatan
atas Laporan Keuangan. Namun tidak melaporkan kepada pihak berwenang.

Bapepam
Dirjen Lembaga Keuangan mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan
02 publik dalam kesalahan pencatatan Laporan Keuangan pada PT. Kimia
Farma untuk tahun buku 2001

KAP Hans Tuanakotta & Mustafa


Auditor HTM terbukti tidak ikut terlibat secara langsung
dalam manipulasi Laporan Keuangan yang dilakukan
03 oleh manajemen.
Namun sebagai auditor independen KAP HTM seharusnya
mampu mendeteksi adanya ketidakwajaran penyajian
laporan keuangan klien
Akuntan publik (Hans Tuanakotta dan
Mustofa) harus bertanggung jawab,
karena masalah penggelembungan laba
PT Kimia Farma dan ketidakmampuan
KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa
menemukan kesalahan tersebut,
menimbulkan masalah etis dan masalah kesalahan dari Sdr. Ludovicus
hukum bagi kasus tersebut. Sensi W. selaku partner dari HTM
sudah membuat nama HTM
kemungkinan HTM memasukkan orang menjadi kurang baik di mata
yang tidak berpengalaman untuk masyarakat. Risiko yang mungkin
membawa nama HTM dalam terjadi dalam kasus ini adalah
pekerjaannya. risiko deteksi
Penyebab
Hal yang menyebabkan kasus manipulasi tersebut, yaitu:
• Pihak direksi lama PT. Kimia Farma memiliki tendensi untuk meningkatkan laba perusahaan
dengan praktik yang tidak sehat dan melanggar peraturan (mark up)
• Lalainya pihak auditor KAP HTM dalam mendeteksi terjadinya kecurangan dan rekayasa dalam
Laporan Keuangan PT. Kimia Farma

Akibat
Akibat yang didapatkan kasus manipulasi tersebut, yaitu:
• Laporan Keuangan PT. Kimia Farma tahun 2001 overstated
• Pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair
• Citra dan reputasi auditor KAP HTM menurun
• Pemegang saham PT. Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak memakai jasa HTM sebagai
akuntan publik
Berdasarkan pemeriksaan oleh Bapepam, KAP HTM memang sudah melakukan audit sesuai dengan
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan dalam
membantu PT Kimia Farma dalam melakukan rekayasa laporan keuangan. Akan tetapi karena
kelalainnya HTM tetap dijatuhi sanksi administratif.
Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal maka:

 Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar
sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena
melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001;

 Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT
Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta
rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi
adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut,
meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.

— Penyelesaian Kasus
Kesimpulan dan Saran
• Kesimpulan :
Berdasarkan kasus yang terjadi pada PT. Kimia Farma dapat disimpulkan
bahwa. HTM terbukti melanggar SPAP SA 110 – Tanggung Jawab & Fungsi
Auditor Independen dan kualitas audit yang dihasilkan HTM sangat kurang
sehingga mampu meloloskan kecurangan yang berbentuk penggelembungan
laba yang nilainya sangat material dan mampu menyesatkan para pembaca
laporan keuangannya. Kasus ini berakhir dengan sanksi denda Rp 1 Miliar
diberikan kepada direksi lama Kimia Farma periode 1998 - Juni 2002 dan Rp
100 juta untuk Ludovicus Sensi W sebagai auditor dari Hans Tuanakotta &
Mustafa (HTM). Sementara perusahaan Kimia Farma mendapat denda Rp 500
juta.
• Saran :

1. Sebaiknya proses laporan keuangan selalu di kontrol, dilakukan


pemeriksaan, dan evaluasi di setiap bulannya
2. Tidak hanya proses laporan keuangannya saja, namun pihak-
pihak
yang terlibatnya pun selalu dikontrol setiap proses laporan keuangan
tersebut
3. Dibuatnya struktur organisasi yang jelas, agar tugas-tugas yang
dilakukan setiap anggota organisasi lebih terarah dengan baik
4. Mengawasi setiap kinerja karyawan baik akuntan, auditor, dan
organisasi perusahaan lainnya
5. Adanya hukuman dan sanksi yang tegas baik para organisasi
perusahaan yang melakukan pelanggaran, dan kecurangan yang
merugikan berbagai pihak di perusahaan.
Thank
You!
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,
including icons by Flaticon, infographics & images by Freepik and
illustrations by Storyset
Drop Some Money

Anda mungkin juga menyukai