PROFESI (Studi Kasus: Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk.) 8
Anggota:
Suraida (2005) menjelaskan bahwa dalam kode etik Ikatan Akuntan Indonesia
memiliki delapan prinsip etika profesi sebagai berikut :
1. Tanggung Jawab Professional
2. Kepentingan Publik
3. Integritas
4. Objektifitas
5. Kompetensi dan Kehati-Hatian Professional
6. Kerahasiaan
7. Perilaku Professional
8. Standar Teknis
Kronologi
Kasus
• 31 Desember 2001
laporan keuangan PT Kimia Farma di audit oleh
Kantor Akuntan Publik (KAP) Hans Tuanakotta
dan Mustofa (HTM) yang diwakilkan oleh Sdr.
Ludovicus Sensi W. selaku partner dari
HTM. Manajemen Kimia Farma melaporkan adanya
laba bersih sebesar Rp 132,3 milyar dan tidak
terdeteksi adanya kecurangan
kesalahan penyajian tersebut, dilakukan oleh mantan Direksi produksi periode 1998–Juni
2002 dengan cara:
• Membuat 2 daftar harga persedian (master prices) yang berbeda masing-masing
diterbitkan pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002, per 3 Februari 2002 merupakan
masterprices yang telah disesuaikan nilainya (penggelembungan) dan dijadikan dasar
sebagai penentuan nilai persediaan pada unit distribusi PT KAEF per 31 Desember
2001.
• Melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada unit PBF dan unit Bahan Baku.
Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh
Akuntan.
Pihak Yang Terlibat
Pada saat audit 31 Desember 2001
Akuntan KAP HTM belum menemukan kesalahan pencatatan atas Laporan
01 Keuangan. Lalu pada audit interm 2002 akuntan menemukan kesalahan pencatatan
atas Laporan Keuangan. Namun tidak melaporkan kepada pihak berwenang.
Bapepam
Dirjen Lembaga Keuangan mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan
02 publik dalam kesalahan pencatatan Laporan Keuangan pada PT. Kimia
Farma untuk tahun buku 2001
Akibat
Akibat yang didapatkan kasus manipulasi tersebut, yaitu:
• Laporan Keuangan PT. Kimia Farma tahun 2001 overstated
• Pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair
• Citra dan reputasi auditor KAP HTM menurun
• Pemegang saham PT. Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak memakai jasa HTM sebagai
akuntan publik
Berdasarkan pemeriksaan oleh Bapepam, KAP HTM memang sudah melakukan audit sesuai dengan
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan dalam
membantu PT Kimia Farma dalam melakukan rekayasa laporan keuangan. Akan tetapi karena
kelalainnya HTM tetap dijatuhi sanksi administratif.
Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal maka:
Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar
sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena
melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001;
Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT
Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta
rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi
adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut,
meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.
— Penyelesaian Kasus
Kesimpulan dan Saran
• Kesimpulan :
Berdasarkan kasus yang terjadi pada PT. Kimia Farma dapat disimpulkan
bahwa. HTM terbukti melanggar SPAP SA 110 – Tanggung Jawab & Fungsi
Auditor Independen dan kualitas audit yang dihasilkan HTM sangat kurang
sehingga mampu meloloskan kecurangan yang berbentuk penggelembungan
laba yang nilainya sangat material dan mampu menyesatkan para pembaca
laporan keuangannya. Kasus ini berakhir dengan sanksi denda Rp 1 Miliar
diberikan kepada direksi lama Kimia Farma periode 1998 - Juni 2002 dan Rp
100 juta untuk Ludovicus Sensi W sebagai auditor dari Hans Tuanakotta &
Mustafa (HTM). Sementara perusahaan Kimia Farma mendapat denda Rp 500
juta.
• Saran :