Anda di halaman 1dari 15

Pemodelan 3D reservoir statik

Pemodelan 3D reservoir statik diawali dengan pembuatan model struktur. Model


struktur inilah yang akan menjadi kerangka dasar untuk melanjutkan ketahap
pemodelan fasies dan pemodelan petrofisika.

Pemodelan struktural
Pembuatan model struktural dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu pembuatan
model patahan, pembuatan pillar gridding, dan pembuatan zonasi serta model
lapisan (Gambar XX). Hasil akhir dari model ini harus divalidasi dengan
melakukan pengecekan terhadap volume sel yang dihasilkan. Volume sel yang
dibuat tidak boleh bernilai negatif yang berarti tidak ada sel yang terlipat.

Gambar XX. Bagan alir pembuatan model struktur pada Lapangan Cilamaya

Pemodelan patahan
Pemodelan patahan diawali dengan mengubah hasil interpretasi patahan (fault
picking) pada penampang seismik menjadi bentuk model patahan. Dalam
pembuatan model patahan tersebut sesuai dengan model hasil analisis RMS(?).
Model patahan yang dipakai untuk pemodelan lapisan-lapisan horizon Formasi
Cibulakan, Formasi Baturaja dan Formasi Talangakar di lapangan Cilamaya
adalah mengikuti patahan-patahan yang sudah dibuat pada masing-masing
formasi. Patahan-patahan yang memotong tiap-tiap formasi adalah berbeda sesuai
dengan kondisi geologi berdasarkan hasil analisis atribut RMS seperti pada
pembahasan bab sebelumnya (Gambar XX sampai dengan Gambar XY).

Gambar XX. Pemodelan patahan pada Formasi Talangakar Lapangan Cilamaya


Gambar XX. Pemodelan patahan pada Formasi Baturaja Lapangan Cilamaya

Gambar XX. Pemodelan patahan pada Formasi Cibulakan Lapangan Cilamaya


Pillar Griding
Pillar gridding adalah tahapan pembuatan pilar-pilar model. Pilar-pilar ini dibuat
dengan jarak XY tertentu dan menggunakan trend vertikal hasil model patahan.
Hasil griding ini kemudian diekstrapolasi kebagian atas dan bawah model
patahan.

Model tiga dimensi lapangan Cilamaya menggunakan jarak grid 50 x 50 meter.


Jarak ini diasumsikan sudah mencukupi dalam pembuatan model grid karena
sudah merepresentasikan minimal terdapat dua sel diantara dua sumur dengan
jarak terdekat. Dengan jarak terdekat antar sumur di lapangan ini sekitar 500
meter akan ada minimal delapan sel diantara dua sumur (Gambar XX).

Gambar XX. Pembuatan pilar griding

Pembuatan horizon dan layer


Pembahasan pemodelan lapangan Cilamaya adalah pemodelan terhadap beberapa
reservoir di tiga Formasi berbeda. Formasi Cibulakan dengan satu model zona
reservoir, Formasi Baturaja dengan satu model zona reservoir, sementara Formasi
Talangakar dengan sebelas model zona reservoar. Dalam hal ini zonasi-zonasi
tersebut ada yang berfungsi sebagai reservoar dan ada yang berfungsi sebagai non
reservoar (impermeable barrier). Adapun dasar pembuatan zonasi ini adalah
berdasarkan hasil laporan uji kandungan lapisan dari beberapa sumur yang
kemudian divalidasi dengan log sinar gamma, log neutron-densitas, log resitivitas
dan hasil interpretasi batuan inti.

Metode yang digunakan adalah proporsional, dalam hal ini software akan
membagi ketebalan zona reservoar secara proporsional sesuai dengan marker
yang sudah ditentukan di sumur-sumur yang dikorelasi. Tiap zona reservoar
dibuatkan layer-layernya. Jumlah layer ini dibuat sesuai dengan pertimbangan
besarnya jumlah grid yang dihasilkan.

Untuk zona non reservoar layering hanya dibuat satu layer, sedangkan untuk zona
reservoar layering dibuat secara proporsional dengan mempertimbangkan
ketebalan dimasing-masing zona reservoar tersebut. Gambar XX menjelaskan
contoh proses zonasi dan layering reservoar pada Formasi Talangakar bagian atas.

(a) (b)
Gambar XX. Proses zonasi reservoar pada Formasi Talangakar bagian atas; (a)
proses pembuatan enam zonasi (Z.2210, Z.2190a, Z.2190, Z.2170,
Z.2160, Z.2150), (b) model grid tiga dimensi enam zonasi dan
layering reservoar
Pengecekan kualitas tiga dimensi
Sebelum memasuki tahap berikutnya, dilakukan kontrol kualitas terhadap hasil
pemodelan tiga dimensi. Kontrol kualias tiga dimensi meliputi beberapa hal.
Pertama, tidak adanya sel-sel yang terlipat. Sel-sel yang terlipat ini bisa dilihat
dari nilai volume totalnya yang bernilai negatif. Kedua, diusahakan agar bentuk
sel-sel yang dihasilkan mempunya bentuk se-ortogonal mungkin. Sel-sel yang
berbentuk segitiga, sangat pipih, atau bentukan lain yang tidak ortogonal
diminimalisir. Hasil pemodelan sudah baik ditunjukkan dengan tidak adanya data
nilai negatif pada sel-sel yang telah dibuat (Gambar III.38).

Gambar XX. Pemeriksaan kualitas hasil pemodelan geometrik tiga dimensi


(contoh pada model zona reservoir Formasi Baturaja)
menunjukkan nilai volume total (bulk) terkecil adalah 0 (tidak
negatif)

Proses Upslace data log


Proses upscale adalah proses mengubah data continous sumur ke dalam bentuk
data grid sumur sesuai dengan grid yang telah dibuat pada pemodelan struktural.
Data grid sumur ini nantinya bisa digunakan untuk menyebarkan data sumur ke
seluruh area 3D grid model.

Hasil model upscale yang dibuat diasumsikan sudah bisa merepresentasikan data
sebenarnya. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan histogram data asli sumuran
(warna merah) dengan data hasil upscale (warna hijau) pada Gambar XX sampai
Gambar XX, dimana kedua data tersebut menunjukkan pola penyebaran yang
sama dan perbedaan keduanya dibawah 5%.
Pemodelan fasies
Lapangan Cilamaya dibagi menjadi beberapa asosiasi fasies berdasarkan hasil
analisis pada masing-masing formasi. Formasi Cibulakan: dibatasi pada zona
Z1800, terdiri dari fasies shoreface, inner shelf bar dan shale. Formasi Baturaja
pembahasana hanya pada zona reservoir SB2-MSF4, yang terdiri dari fasies back
reef, reef core, fore reef, tidal flat dan lagoon. Fasies tidal flat dan lagoon
dimasukkan ke dalam impermeable barrier/shale/background. Untuk Formasi
Talangakar pembuatan sebelas zonasi reservoir juga merujuk pada hasil uji
kandung lapisan pada beberapa sumur. Formasi Talangakar bagian atas terdiri dari
enam zona reservoir Z.2150, Z.2160, Z.2170, Z.2190, Z.2190a dan Z.2210
merupakan sistem endapan sedimen yang secara dominan dipengaruhi lingkungan
laut terdiri fasies mixed flat, estuarine mud, marine shale, sand flat, bioclastic
channel, bioclastic bar. Sementara Formasi Talangakar bagian bawah terdiri dari
lima zona reservoir Z.2230, Z.2250, Z.2260, Z.2260a, dan Z.2270 merupakan
sistem endapan sedimen yang dipengaruhi lingkungan pasang-surut (tidal) -
transisi terdiri fasies mixed flat, estuarine mud, marine shale, sand flat, tidal
channel, tidal bar. Fasies Formasi Talangakar di Lapangan Cilamaya
diinterpretasikan sebagai endapan sedimen lingkungan delta estuarine (lihat
pembahasan pada bab sebelumnya). Fasies-fasies mixed flat, estuarine mud,
marine shale, dimasukkan ke dalam sedimen berbutir halus karenanya
dimodelkan sebagai shale/background. Fasies sand flat tidak dimodelkan karena
hanya berupa interpretasi konseptual fasies pada lingkungan estuarine. Setiap
zona reservoar pada masing-masing formasi mempunyai model asosiasi fasies.
Asosiasi fasies yang telah tentukan pada setiap sumur kemudian disebarkan ke
seluruh Lapangan Cilamaya dengan menggunakan metode deterministik dan
transisi antar asosiasi fasies dibuat menggunakan metode geostatistik truncated
gaussian simulation yang dikombinasikan dengan memasukkan penyebaran
shale/background (Gambar XX). Pemilihan penggunaan metode geostatistik
truncated gaussian simulation bertujuan untuk menggambarkan batas antar fasies
yang lebih jelas. Pemodelan fasies reservoar pada Formasi Cibulakan dan Formasi
Talangakar secara kuantitatif dibatasi hanya dilakukan pada poligon fasies yang
melewati sumur-sumur saja. Sementara untuk pemodelan fasies reservoar pada
Formasi Baturaja dapat dilakukan pada seluruh poligon konsep fasies reservoar,
berkaitan dengan hasil validasi dengan atribut A.I.

Gambar III.1. Proses pemodelan fasies menggunakan metode deterministik.


Gambar XX. Hasil pemodelan fasies zona reservoir Formasi Talangakar

Gambar XX. Hasil pemodelan fasies zona reservoir Top BRF/MSF4


Gambar XX. Hasil pemodelan fasies zona reservoir Z.1800 Formasi Cibulakan

Pemodelan petrofisika
Pemodelan petrofisika meliputi pemodelan NTG (nett to gross) atau hasil dari
perhitungan (1-volume shale), porositas efektif, dan saturasi air. Properti NTG,
porositas efektif, dan saturasi air dimodelkan dengan menggunakan metode
geostatistik berdasarkan batasan cut-off yang sudah dibuat sebelumnya.
Pemodelan yang menggunakan geostatistik dilakukan dengan memakai metode
Sequential Gaussian Simulation (SGS). Metode SGS adalah suatu metode statistik
untuk membuat model data diskrit petrofisika tiga dimensi dengan menggunakan
distribusi normal (normal score) dan analisa variogram data sumur. Dalam
prosesnya, metode ini akan membuat simulasi pendistribusian data diantara data
yang diobservasi (sumur) menggunakan metode standar geostatistik yaitu metode
kriging. Pemodelan petrofisika diawali dengan melakukan analisis variogram dan
selanjutnya hasil analisis variogram ini akan digunakan dalam menyebarkan
properti reservoir ke seluruh bagian Lapangan Cilamaya.
Analisis Variogram
Variogram merupakan gambaran kuantitatif dari adanya variasi pada nilai properti
sebagai fungsi dari jarak antara dua data. Variogram digunakan untuk membuat
model yang menghubungkan dua titik pada skala ruang dan waktu. Analisis
variogram meliputi penentuan azimut serta range major, minor dan vertical,
nugget, dan anisotrop rasio.

Analisis variogram dilakukan pada setiap properti reservoir hasil analisis


petrofisika. Pembuatan variogram khususnya untuk properti NTG dan porositas
juga dibagi setiap masing-masing asosiasi fasies. Gambar XX. menunjukkan
contoh proses analisis variogram properti porositas untuk fasies reef core pada
zona reservoir Formasi Baturaja interval SB2-MSF4. Rangkuman hasil analisis
variogram lainnya untuk setiap lapisan pada ditunjukan oleh Tabel XX sampai
tabel XX
Gambar XX. Contoh analisis variogram pada properti porositas efektif untuk
asosiasi fasies reef core pada zona reservoir Formasi Baturaja
Tabel III.3. Hasil analisis variogram volume shale

Tabel III.4. Hasil analisis variogram untuk porositas

Tabel III.5. Hasil analisis variogram untuk saturasi air


Pembuatan model 3D
Metode Sequential Gaussian Simulation digunakan untuk mendistribusikan
properti NTG, porositas efektif, dan saturasi air. Pemodelan properti pada Formasi
Cibulakan dan Formasi Talangakar melibatkan hasil analisis atribut seismik RMS.
Sementara pemodelan properti pada Formasi Baturaja hanya melibatkan hasil
analisis atribut seismik AI dikalibrasi dengan peta struktur kedalaman hasil
interpretasi seismik stratigrafi dan karakter sebaran batuan karbonat (seismic
internal character). Distribusi properti saturasi air sementara belum menggunakan
trend data sekunder hasil perhitungan J-function. Hasil dari pemodelan zona
reservoir pada ketiga formasi dapat dilihat pada gambar XX sampai XX.

Gambar XX. Hasil pemodelan properti reservoir pada Formasi Talangakar


Gambar III.2. Hasil pemodelan properti reservoir pada Formasi Baturaja

Gambar III.3. Hasil pemodelan properti reservoir pada Formasi Cibulakan

Anda mungkin juga menyukai