Anda di halaman 1dari 11

Analisi Jurnal di bahas dari segi dilema etik “EUTHANASIA”

Makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas Keperawatan Paliatif & Menjelang Ajal
yang dibina oleh Ns. Yeni Fitria.,S.Kep.,M.Kep

Nama Kelompok 1 :
1. ADELIA MIRA AGUSTIN (1614314201001)
2. ARABIA IBA (1614314201080)
3. ELLYA NINGSIH (1614314201014)
4. NISA ARJUNI (1614314201031)
5. M. Tri Wahyudi (1614314201026)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG
2018/2019
JURNAL 1

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 7/Juli/2016

Judul Jurnal : EUTHANASIA DITINJAU DARI ASPEK HAK ASASI MANUSIA


DAN PENGATURAN HUKUM PIDANA
Volume : volume IV, No.7

Tahun : 2016

Penulis : Milithia Ch. Y. Legi

Reviewer : kelompok 1

Tanggal : 27 September 2018

LATAR BELAKANG

Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Belum ada


pengaturan tentang praktek euthanasia secara khusus, baik euthanasia aktif maupun euthanasia
pasif. Namun jika ditinjau dari Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 ayat 1 tentang Hak
Asasi Manusia yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan
meningkatkan taraf kehidupannya”, euthanasia adalah suatu perbuatan yang bertentangan hak
asasi manusia di Indonesia. Karena melanggar hak hidup seseorang dan kematian hanya ada di
tangan Tuhan Yang Maha Esa. 2. Penggunaan pasal-pasal dalam KUHPidana untuk kasus
euthanasia digunakan apabila ditemukan adanya kasus paling tidak mendekati kasus
euthanasia. Menurut hukum pidana, euthanasia di Indonesia adalah perbuatan yang dilarang.
Dalam KUHPidana pengaturan terhadap euthanasia terdapat dalam Pasal 340 dan 344
KUHPidana. Sebabnya euthanasia adalah perbuatan yang belum bisa diterapkan atau
dilegalkan karena bertentangan dengan Hukum Pidana.

TUJUAN

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Euthanasia d


itinjau dari Undang - undang No. 39 tahun 1999 dan bagaimana pengaturan hokum pidana
terhadap euthanasia.
METODOLOGI

metode penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan, yang bersifat yuridis
normatif. Sebagai ilmu normatif,”ilmu hukum memiliki cara kerja yang khas dalam membantu
memecahkan persoalan-persoalan hukum yang dihadapi masyarakat”5dengan sifat penelitian
deskriptif, yang menurut tujuannya adalah melalui penelitian penemuan fakta atau fact finding
sebagaimana yang diterapkan oleh Soejono Soekanto.6Tujuannya adalah untuk mengetahui
fakta dilapangan terhadap aplikasi ketentuan hukum yang ada dan hidup dalam masyarakat.
Dalam penerapannya bahwa penelitian ini pada fokus masalah yaitu penelitian yang
mengaitkan penelitian murni dengan penelitian terapan,7menurut kajian ilmu hukum.

HASIL

A. Euthanasia Ditinjau dari Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999


upaya-upaya penyuluhan tentang hak asasi manusia ini belum maksimal
dilaksanakan oleh pemerintah maupun Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM). Dari kenyataan tersebut maka menimbulkan banyak kasus yang merupakan
pelanggaran hak asasi manusia ditafsirkan secara keliru. Ada yang berpikiran ini
bersifat universal absolute, universal relatif, partikularistik absolute, dan partikularistik
relatif. Banyak pengaduan ke Komnas HAM yang sesungguhnya permasalahan mereka
terletak dalam ruang lingkup Hukum Perdata atau Hukum Pidana, tetapi karena
kekurangan pemahaman maka mereka datang dan minta agar Komnas HAM
menanganinya dengan harapan mendapat penyelesaian
Dalam rangka menjamin hak asasi manusia nampaknya pemerintah bersama-
sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat untuk menerbitkan Undang-undang
tentang hak asasi manusia. Walaupun tidak mungkin semua hak asasi manusia
dimaksud diatur dalam Undang-undang, oleh karenanya UU No. 39 tahun 1999 tentang
hak asasi yang meliputi pada seluruh aspek kehidupan manusia, terbukti dalam Pasal
105 ayat 1 sebagai klausal yang menyatakan “bahwa disamping hak asasi manusia yang
diatur dalam berbagai Konvensi Internasional yang telah diratifikasikanoleh Negara
Republik Indonesia yang sudah menjadi hukum positif bagi rakyat Indonesia.”
Dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999, hak kodrat yang paling utama
diatur adalah hak untuk hidup sebagaimana diatur didalam pasal 9 ayat 1 yaitu: Setiap
orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf
kehidupannya.8Pasal 33 ayat 2 yaitu : Setiap orang berhak untuk bebas dari
pengilangan paksa dan penghilangan nyawa. Sedangkan didalam pengertian hak untuk
hidup tercakup pula di dalamnya hak untuk mati.
Berbicara mengenai hak untuk hidup dan hak untuk mati akan terkait dengan
masalah Hukum Pidana yang disebut dengan euthanasia. Namun masalah hak untuk
mati itu tidaklah bersifat mutlak, jadi masih terbatas dalam suatu keadaan tertentu,
misalnya bagi penderita suatu penyakit yang sudah tidak dapat diharapkan lagi
penyembuhannya dan pengobatannya yang diberikan sudah tidak ada gunanya lagi.
Dalam situasi yang demikian, si penderita boleh menggunakan hak untuk matinya
dengan cara kepada dokter untuk menghentikan pengobatan. Misalnya menjadi
semakin rumit, bila seseorang pasien sudah sekarat dan tidak sadar selama berbulan-
bulan, kemudian mengetahui pula bahwa tidak lama lagi maut akan merenggut
nyawanya. Baik penderita maupun keluarganya telah berkali-kali mendesak dokter
yang merawatnya supaya mengakhiri penderitaan yang tiada terhingga itu dengan jalan
melakukan tindakan euthanasia.
B. Euthanasia Dalam Pengaturan Hukum Pidana Indonesia
Secara yuridis formal dalam hukum pidana positif di Indonesia hanya dikenal 2
bentuk euthanasia, yaitu euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien atau korban
itu sendiri dan euthanasia yang dilakukan dengan sengaja melakukan pembiaran
terhadap pasien atau korban sebagaimana secara eksplisit diatur dalam Pasal 344 dan
304 KUHP. Pasal 344 KUHP secara tegas menyatakan :“Barang siapa merampas
nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan
kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”. dapat
disimpulkan bahwa seseorang tidak diperbolehkan melakukan pembunuhan terhadap
orang lain, walaupun pembunuhan itu dilakukan dengan alasan membiarkan dan atas
permintaan orang itu sendiri.

KELEBIHAN

Jurnal penelitian ini sudah lengkap untuk menyimpulkan tentang Euthansia yang di
tinjau dari aspek HAM dan Pengaturan Hukum Pidana. Dan kesimpulannya yaitu menurut
Hukum Pidan, Euthansia di Indonesia itu di larang.

KEKURANGAN

Masih belum ada pengaturan tentang praktek Euthansia secara khusus, baik
Euthansia aktif maupun pasif yang di jelaskan.
JURNAL 2

Jurnal Filsafat Indonesia, Vol 1 No 2 2018 ISSN: E-ISSN 2620-7982, P-ISSN: 2620-7990

Judul Jurnal : Euthanasia dalam pandangan Etika secara Agama Islam,


Medis dan Aspek Yuridis di Indonesia
Volume : Vol 1 No 2

Tahun : 2018

Penulis : Indrie Prihastuti

Reviewer : kelompok 1

Tanggal : 27 September 2018

LATAR BELAKANG

Euthanasia diartikan sebagai mengakhiri hidup manusia secara tanpa sakit dengan
tujuan menghentikan penderitaan fisik yang berat dan sebagai cara menangani korban-korban
yang mengalami sakit yang tidak mungkin disembuhkan lagi. Euthanasia telah menjadi topik
yang kontroversial, yang telah menimbulkan banyak perdebatan tentang apakah itu harus
disahkan atau tidak. Dari sudut pandang etika, tidak pernah dibenarkan mengorbankan manusia
karena suatu tujuan, apalagi melalui euthanasia yang dapat disamakan dengan pembunuhan.
Dalam pandangan agama Islam, kehidupan dan kematian hanyalah Allah SWT yang berhak
menentukan. Penderitaan yang dialami manusia apapun bentuknya, tidak dibenarkan
seorangpun merenggut kehidupan orang yang menderita tersebut khususnya melalui praktek
euthanasia. Di dalam kode etika kedokteran tersirat bahwa seorang dokter harus mengerahkan
segala kepandaiannya dan kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan memelihara
hidup manusia (pasien), tetapi tidak untuk mengakhirinya. Walaupun secara khusus kasus
euthanasia tidak dijelaskan dalam KUHP, namun tindakan euthanasia adalah perbuatan yang
dilarang dilakukan oleh siapaun termasuk oleh para dokter atau tenaga medis karena termasuk
dalam kategori pembunuhan yang mendapat hukuman pidana. Hasil paparan kajian ini
menyimpulkan bahwa euthanasia tidak dapat diterima secara moral, agama, medis dan hukum
yang berlaku di Indonesia.
TUJUAN

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk membahas secara lebih dalam
bagaimana posisi euthanasia jika dikaitkan dengan etika moral, agama, kedokteran dan dari
segi hukum.

METODOLOGI

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah metode (library research)
melalui penelaahan berbagai sumber ilmiah dalam bentuk buku-buku, literatur-literatur, dan
artikel ilmiah yang sesuai dengan kajian yang dibahas dalam artikel.

HASIL

a. Definisi Euthanasia

euthanasia diartikan sebagai “mengakhiri hidup manusia secara tanpa sakit


dengan tujuan menghentikan penderitaan fisik yang berat dan sebagai cara menangani
korban-korban yang mengalami sakit yang tidak mungkin disembuhkan lagi”.

Ditinjau dari sudut perbuatan yang dilakukan oleh pelakunya, euthanasia terdiri
atas: (1) Euthanasia Pasif (Euthanasia Indirect), adalah euthanasia yang dilakukan
dengan membiarkan seseorang untuk meninggal dengan cara menghentikan atau tidak
memberikan perawatan yang dapat memperpanjang hidupnya, (2) Euthanasia aktif
(Mercy Killing), adalah euthanasia yang dilakukan dengan melakukan suatu tindakan
secara sengaja dimana telah disadari bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkan
kematian seseorang.

Ditinjau dari sudut korban, maka euthanasia dibedakan dalam 3 bentuk, yaitu:
(1) Euthanasia sukarela (Voluntary Euthanasia), merupakan kematian yang diminta
seseorang secara sukarela. Permintaan tersebut biasanya timbul karena korban
menderita penyakit yang menimbulkan nyeri tak tertahankan dan penyakit itu sendiri
tidak dapat disembuhkan. Mereka tidak dapat bunuh diri sehingga meminta kepada
seseorang untuk mengakhiri hidupnya, (2) Euthanasia diandaikan (Non Voluntary
Euthanasia), merupakan kematian yang tidak diminta secara tegas oleh korban. Dalam
hal ini, korban dianggap atau diandaikan akan memilih atau meminta mati jika ia dapat
menyatakan keinginannya, (3) Euthanasia dipaksakan (Involuntary Euthanasia),
merupakan pembunuhan yang dilakukan terhadap pasien yang dalam kondisi sadar
untuk menentukan kemauannya, tetapi pembunuhan tersebut dilakukan tanpa
persetujuannya.

b. Euthanasia dalam Pandangan Etika Agama Islam


euthanasia aktif yang dilakukan hanya berdasar inisiatif dokter sendiri tanpa adanya
persetujuan dari pasien, merupakan pembunuhan dan pelaku dimungkinkan untuk
dihukum sesuai dengan hukum jarimah yang ada. Pendapat demikian didasarkan atas
pertimbangan karena perbuatan itu telah memenuhi syarat-syarat untuk dapat
dilaksanakan dalam qishash (pemberian hukuman), antara lain: Pembunuh adalah orang
yang baligh ,sehat, dan berakal; ada kesengajaan membunuh; Ikhtiyar (bebas dari
paksaan); pembunuh bukan anggota keluarga korban; dan jarimah dilakukan secara
langsung.
c. Euthanasia dalam Kode Etik Kedokteran
Beauchamp and Childress (1994) mengemukakan bahwa untuk mencapai suatu
keputusan etik diperlukan empat kaidah dasar moral dan beberapa aturan di bawahnya.
Keempat kaidah dasar moral tersebut ialah: (1) Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral
yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien. (2) Prinsip
beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan demi
kebaikan pasien. (3) Prinsip non-malficience, yaitu prinsip moral yang melarang
tindakan yang memperburuk keadaan pasien. (4) Prinsip justice, yaitu prinsip moral
yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam mendis-
tribusikan sumber daya.
Berdasarkan kaidah dasar moral tersebut, praktek euthanasia jelas melanggar
kaidah tersebut terutama kaidah nomor 2.
d. Euthanasia ditinjau dari Aspek Yuridis Indonesia
Kejahatan terhadap jiwa manusia terdiri atas 5 jenis yaitu: (1) Pembunuhan
dengan sengaja (doodslag), pasal 338 KUHP, (2) Pembunuhan yang direncanakan
terlebih dahulu (moord), pasal 340 KUHP, (3) Pembunuhan dalam bentuk yang dapat
memperberat hukuman (gequalificeerde doodslag), pasal 339 KUHP, (4) Pembunuhan
yang dilakukan dengan permintaan yang sangat dan tegas oleh korban, pasal 344
KUHP, (5) Tindakan seseorang yang dengan sengaja menganjurkan atau membantu
atau memberi daya upaya kepada orang lain untuk melakukan bunuh diri, pasal 345
KUHP.
Keberadaan pasal-pasal tersebut diatas mengingatkan kepada setiap orang untuk
berhati-hati menghadapi kasus euthanasia. Walaupun secara khusus kasus euthanasia
tidak dijelaskan dalam KUHP, namun mengingat euthanasia dapat menghilangkan
nyawa seseorang secara disengaja maka tindakan euthanasia adalah perbuatan yang
dilarang dilakukan oleh siapaun termasuk oleh para dokter atau tenaga medis.

KELEBIHAN

Dalam jurnal ini sudah banyak di jelaskan bahwa tindakan Euthanasia tidak dapat di
terima secara moral, agama, medis dan hukum yang berlaku di Indonesia. Dan kode Etik dari
segi moral, agama, medis dan hukum

KEKURANGAN

Tidak ada kekurangannya, karena sudah cukup jelas dari materi jurnal yang di
sampaikan tentang kode etik Euthanasia dari segi moral, agama, medis dan hukum.
JURNAL 3

Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Volume V Nomor 2 Juli-Desember 2017

Judul Jurnal : Implementasi penghentian bantuan hidup pada pasien terminal dalam
prespektif perlindungan hak hidup
Volume : Volume V Nomor 2

Tahun : 2017

Penulis : Dewi Septiana, Al Sentot Sudarwanto, Adi Sulistiyono

Reviewer : kelompok 1

Tanggal : 27 September 2018

LATAR BELAKANG

Tindakan euthanasia banyak menjadi pilihan pada pasien terminal. Pasien terminal
merupakan pasien dalam keadaan menderita penyakit dengan stadium lanjut yang penyakit
utamanya tidak dapat diobati dan bersifat progresif (meningkat). Pengobatan yang diberikan
hanya bersifat menghilangkan gejala atau keluhan, memperbaiki kualitas hidup, dan
pengobatan penunjang lainnya. Keaadaan pasien terminal seringkali membuat keluarga
pasien mulai untuk mempertimbangkan perawatanperawatan yang dilakukan terhadap pasien
untuk dilanjutkan atau tidak.
Permintaan euthanasia pada pasien koma ibarat fenomena gunung es yang terlihat
dipermukaan hanya sedikit, yakni tiga kasus. Kasus permintaan euthanasia di Indonesia salah
satunya adalah Ny. A, permintaan euthanasia aktif dari suami pasien dengan alasan ekonomi).
Namun permintaan euthanasia aktif tersebut ditolak.Setelah kurang lebih lima bulan koma,
pasien dapat sadar kembali Meskipun tidak semua kasus koma dapat sadar kembali akan tetapi
pada kasus ini merupakan contoh bahwa tidak semua pasien keadaan koma dapat diprediksikan
tidak akan ada harapan sadar kembali.

TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penghentian bantuan hidup pada pasien terminal
dan perlindungan hak hidup pada pasien terminal.
METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan metode penelitian telaah pustaka yang bersifat yuridis-normatif,
dengan melakukan analisis peraturan perundangundangandan melalui refrensi-refrensi hukum.
Analisis yang digunakan penulis adalah analisis deduktif.

HASIL

a. Hubungan Euthanasia dengan Penghentian Bantuan Hidup


Berdasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 37 Tahun 2014 Tentang
Penentuan Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor disebutkan dalam Pasal 14., pasien
dalam keadaan terminal dapat meminta untuk dihentikan terapi bantuan hidup yang
dapat mengakibatkan kematian pasien dengan segera. Permintaan dapat secara
langsung dari pasien atau perwalian dari keluarga.
Perbedaan dalam pemberian permintaan euthanasia pasif di Indonesia dengan
negara yang telah melegalkan euthanasia baik pasif maupun aktif adalah pada negara
legal euthanasia tersebut pertimbangan euthanasia hanyalah berdasarkan alasan hak
yang dimiliki oleh pasien. Setiap individu berhak hidup bebas dari penderitaan serta
bebas dalam menentukan jalan hidupnya sendiri. Penilaian pengakhiran kehidupan itu
seharusnya tidak datang dari pihak lain terkecuali yang bersangkutan telah
mewasiatkan sebelumnya. Wasiat tersebut harus ditelaah dengan teliti apakah keadaan
yang dimaksud telah sesuai dengan wasiatnya. Jika tidak maka tindakan mengakhiri
kehidupannya tersebut merupakan perampasan terhadap hak hidup pada pasien.
b. Euthanasia Berdasarkan Perlindungan Hak Hidup di Indonesia.
Hak hidup memiliki jaminan penuh dan dilindungi oleh konstitusi). Hal ini
disebutkan pada Undang-Undang Dasar(UUD) 1945 melindungi hak untuk hidup ini
dalam Pasal 28A yang menyebutkan bahwa “setiap orang berhak untuk hidup serta
berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Selain itu Pasal 9 Undang-Undang
No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia “Setiap orang berhak untuk hidup,
mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya”. Hak hidup merupakan
hak kodrati yang tidak dapat dikurangi ataupun dicabut.
Perlindungan hak hidup dalam UUD’45 juga didukung dengan pengaturan
dilarangnya menghilangkan nyawa orang lain dalam KUHP. Larangan menghilangkan
nyawa orang lain terdapat pada KUHP Pasal 338, 340, 344, dan membantu,
memfasilitasi dalam proses bunuh diri pada Pasal 345, Pasal 531 mengabaikan
oranglain yang membutuhkan pertolongan sehingga menyebebkan kematian.

KELEBIHAN

Di dalam jurnal ini sudah sangat di jelaskan bagaimana penghentian bantuan hidup
pada pasien terminal dan perlindungan hak hidup pada pasien terminal.

KEKURANGAN

Tidak ada kekurangannya, karena sudah cukup jelas dari materi jurnal yang di
sampaikan mengenai penghentian bantuan hidup pasien terminal dan perlindungan hak hidup
pasien terminal

Anda mungkin juga menyukai