Anda di halaman 1dari 22

30

5 HASIL PENELITIAN

5.1 Keragaan Unit Penangkapan Bagan Perahu


5.1.1 Aspek Teknis
1) Konstruksi dan metode penangkapan ikan bagan perahu di PPN
Karangantu
Bagan perahu merupakan alat tangkap dengan menggunakan jaring
angkat. Perbedaan bagan perahu dengan bagan apung adalah digunakannya
perahu sebagai bagian utama dari alat tangkap ini. Penggunaan perahu ini
memungkinkan bagan perahu berpindah-pindah fishing ground dengan lebih
mudah dan lebih jauh, tidak seperti bagan apung.

2m

15 m 3m

3m

5m
5m
Sumber: Data lapang, 2011
Gambar 3 Gambar desain unit penangkapan ikan bagan perahu di PPN
Karangantu
Bagan perahu yang beroperasi di PPN Karangantu merupakan bagan
perahu dengan satu perahu dan posisi jaring angkatnya berada di kiri atau kanan
perahu. Perahu yang digunakan untuk bagan perahu rata-rata berukuran 23 GT.
Perahu tersebut memiliki ukuran panjang x lebar x dalam: 15m x 3m x 2m. Agar
dapat berpindah-pindah, perahu ini menggunakan mesin inboard 33 PK. Mesin
yang biasa digunakan adalah mesin Yanmar dan terkadang ada yang
menggunakaan mesin bekas truk seperti menggunakan mesin Mitsubishi PS 100.
31

Jaring atau waring pada bagan perahu bahan PA monofilament berwarna


gelap, seperti hitam atau biru tua, dengan mesh size berkisar antara 0,3-0,5 cm.
jaring itu berbentuk balok dengan ukuran panjang x lebar x tingginya 5m x 5m x 3
m. Ukuran jaring biasanya disesuaikan dengan ukuran perahu yang digunakan.
Supaya jaring dapat terbentang dengan baik, maka dibentuk kerangka yang
terbuat dari bambu yang berlubang atau pipa besi pada bagian atas jaring dekat
permukaan air. Bingkai jaring dari bambu waga berdiameter sekitar 8-10 cm dan
panjang masing-masing bambu 6m dimaksudkan agar jaring dapat terbentang
dengan baik. Panjang bambu tersebut biasanya disesuaikan dengan lebar waring
yang digunakkan. Bingkai bambu juga dilengkapi dengan bingkai besi berdiamter
kurang lebih 6,25 cm. Ujung pada bambu waga diberi lubang untuk mengkaitkan
tali agar dapat menghubungkan bambu dengan pipa besi, berfungsi sebagai
pembuka mulut jaring dan pemberat agar bambu waga dapat tenggelam.
Sebagai pengumpul ikan hasil tangkapan digunakan lampu. Lampu
tersebut dipasang di sisi kanan dan kiri perahu. Lampu yang digunakan adalah
lampu merkuri dan lampu set. Lampu merkuri tersebut memiliki daya sebesar
200 watt sedangkan lampu set memiliki daya sebesar 1.000 watt. Tidak semua
nelayan bagan perahu menggunakan lampu set. Hal tersebut dikarenakan karena
harganya yang mahal yaitu mencapai Rp 4.000.000,- per perangkat lampu set.
Sebagai sumber listrik untuk menyalakan lampu-lampu tersebut, perahu ini
menggunakan mesin tambahan. Ukuran dan tenaga mesin yang digunakan sangat
bergantung pada total tenaga yang dibutuhkan oleh lampu bagan. Semakin daya
lampu yang digunakan, maka akan semakin besar pula mesin bantu yang
digunakan.
Pengoperasian bagan perahu, biasanya terdapat 5-6 orang nelayan, satu
bertugas sebagai nahkoda sedangkan sisanya sebagai pandega. Pandega tersebut
bertugas mengoperasikan waring bagan perahu. Nahkoda selain bertugas untuk
mengemudikan kapal, dia juga bertugas mengatur nyala dan matinya lampu. Hal
dikarenakan posisi sakelar lampu terdapat di ruang kemudi.
Pengoperasian bagan perahu dimulai dengan persiapan. Persiapan operasi
penangkapan dilakukan sebelum menuju fishing ground. Persiapan tesebut antara
lain mempersiapkan perbekalan berupa makanan, air bersih, rokok dan lain-lain.
32

Kemudian juga mempersiapkan bahan bakar serta memeriksa kondisi waring,


lampu bagan perahu, keranjang dan mesin kapal. Waktu yang digunakan untuk
mencapai fishing ground berkisar antara 1-4 jam perjalanan, tergantung pada jarak
fishing ground dari fishing base. Biasanya, saat dirasa hasil tangkapan di fishing
ground tidak banyak, nelayan bagan perahu akan berpindah lokasi fishing ground.
Setibanya di fishing ground yang dituju, seorang pandega segera menurunkan
jangkar dan dipastikan kapal tidak terbawa arus, kemudian bingkai lampu bagan
perahu di turunkan sehingga menghadap ke perairan. Setelah itu, dilakukan
pemasangan waring pada bingkai bambu, dan secara perlahan waring diturunkan
ke dalam perairan. Kedalaman posisi pemasangan waring ditentukan oleh
kedalaman perairan. Setelah waring ditenggelamkan, barulah lampu bagan
dinyalakan. Waring ditenggelamkan hingga dirasa ikan sudah cukup banyak
berkumpul di atas waring. Sembari menunggu ikan berkumpul, nelayan bagan
perahu biasanya memancing menggunakan pancing ulur atau menyerok rajungan,
layur, cumi-cumi, sotong dan ikan lainnya yang berenang mendekati perahu.
Setelah ikan dirasa cukup banyak berkumpul di atas waring, dimulailah
pengangkatan waring tersebut, dimulai dengan mematikan lampu pada sisi dimana
waring tidak dipasang. Kemudian secara perlahan waring diangkat. Saat
mendekati permukaan penarikan waring dipercepat dan satu persatu lampu
dimatikan dan disisakan beberapa lampu sehingga ikan terpusat pada satu titik.
Ketika mencapai permukaan, bingkai bambu ditarik dan dilepaskan dari waring
dan waring diangkat ke atas permukaan laut. Kemudian salah satu pendega
menyerok ikan hasil tangkapan. Salah satu keberhasilan operasi penangkapan
dengan bagan perahu adalah kecepatan pengangkatan waring pada saat mendekati
permukaan.
Berdasarkan hasil penelitian, tampak bahwa unit penangkapan bagan
perahu yang diteliti masih belum optimal karena tingkat teknologi yang masih
kalah dengan nelayan asing. Rendahnya tingkat teknologi ini berpengaruh kepada
jumlah hasil tangkapan. Nelayan asing atau pun nelayan lokal yang teknologinya
sudah tinggi, menggunakan lampu set, hasil tangkapannya lebih banyak dari pada
nelayan lokal yang hanya menggunakan lampu merkuri walaupun mereka melaut
dengan jumlah setting alat tangkap yang sama.
33

2) Evaluasi faktor internal (IFE) dan faktor eksternal (EFE) bagan perahu
pada aspek teknis
Faktor-faktor internal dan eksternal didapatkan dari analisis keragaan
terhadap aspek teknis. Berdasarkan hasil analisis keragaan terhadap aspek teknis
bagan perahu, maka didapatkan enam faktor internal berupa kekuatan dan
kelemahan bagan perahu di PPN Karangantu. Kekuatan yang dimiliki terdiri dari:
(1) nelayan bagan perahu yang rajin dalam hal pengoperasian alat tangkap; (2)
pengalaman nelayan bagan perahu dalam hal kegiatan melaut; (3) kepemilikan
pribadi atas unit penangkapan bagan perahu. Sementara faktor internal berupa
kelemahan unit penangkapan bagan perahu, yaitu: (1) rendahnya tingkat teknologi
yang digunakan; (2) kesulitan modal untuk mengembangkan usaha; (3) kurangnya
pengetahuan mengenai peraturan terkait kegiatan penangkapan ikan. Dari enam
faktor internal unit penangkapan bagan perahu dalam hal aspek teknis kemudian
dibuat matriks IFE untuk peyusunan strategi optimasi pada aspek teknis dapat
dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Matriks IFE strategi optimasi unit penangkapan bagan perahu pada aspek
teknis

Rata-rata
Faktor Strategi Internal
Bobot Rating Skor
Kekuatan
1 Nelayan bagan perahu yang rajin dalam hal 0,1778 2,33 0,4148
pengoperasian alat tangkap
2 Pengalaman nelayan bagan perahu dalam hal kegiatan 0,1611 2,33 0,3759
melaut
3 Kepemilikan pribadi atas unit penangkapan bagan perahu 0,1667 2,33 0,3889
Kelemahan
1 Rendahnya tingkat teknologi yang digunakan 0,1833 2,67 0,4889
2 Kesulitan modal untuk mengembangkan usaha 0,1778 2,67 0,4741
3 kurangnya pengetahuan mengenai peraturan terkait 0,1333 3,33 0,4444
Kegiatan penangkapan ikan
JUMLAH 1,0000 2,5870

Berdasarkan hasil perhitungan matriks IFE pada Tabel 9 maka dapat


disimpulkan bahwa kondisi internal unit penangkapan bagan perahu di PPN
34

Karangantu pada dapat mengatasi permasalahan yang ada terkait aspek teknis.
Hal ini dapat dilihat dari nilai total skor sebesar 2,5870.
Selanjutnya, didapatkan empat faktor eksternal berupa peluang dan
ancaman yang dimiliki nelayan bagan perahu. Peluang yang dimiliki oleh nelayan
bagan perahu terhadap aspek teknis terdiri dari: (1) target peningkatan produksi
PPN Karangantu; (2) program minapolitan oleh pemerintah. Sementara ancaman
yang dimiliki terdiri dari: (1) persaingan yang tinggi; (2) gangguan nelayan luar
daerah. Dari enam faktor eksternal unit penangkapan bagan perahu dalam hal
aspek teknis kemudian dibuat matriks EFE untuk peyusunan strategi optimasi
pada aspek teknis dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Matriks EFE strategi optimasi unit penangkapan bagan perahu pada
aspek teknis

Rata-rata
Faktor Strategi Eksternal
Bobot Rating Skor
Peluang
1 target peningkatan produksi PPN Karangantu 0,2222 2,67 0,5926
2 program minapolitan oleh pemerintah 0,2361 2,67 0,6296
Ancaman
1 persaingan yang tinggi 0,2639 1,67 0,4398
2 gangguan nelayan luar daerah 0,2778 1,67 0,4630
JUMLAH 1,0000 2,1250

Berdasarkan hasil perhitungan matriks EFE di atas maka dapat


disimpulkan bahwa unit penangkapan bagan perahu di PPN Karangantu tidak
dapat merespon peluang dan ancaman terkait aspek teknis dengan baik. Hal ini
dapat dilihat dari nilai total skor sebesar 2,1250.

2) Analisis SWOT terhadap aspek teknis bagan perahu


Setelah mengidentifikasi dan mengevaluasi faktor internal dan eksternal
pada bagan perahu terkait aspek teknis selanjutnya di susun strategi untuk
mengoptimalkan unit penangkapan bagan perahu terkait dengan aspek teknis.
Berdasarkan hasil evaluasi faktor internal (IFE) dan evaluasi faktor eksternal
(EFE) tampak bahwa unit penangkapan bagan perahu di PPN Karangantu
berdasarkan aspek teknis sudah cukup optimal tetapi tidak dapat merespon
peluang dan ancaman yang ada dengan baik. Sehingga strategi yang dilakukan
35

lebih ke arah meminimalkan kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada


(strategi WO) dan meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman yang
ada (strategi WT).
Berdasarkan hasil analisis SWOT terhadap aspek teknis bagan perahu
maka diperoleh strategi sebagai berikut:
a) Pemberian pinjaman modal untuk pengembagan unit penangkapan bagan
perahu agar dapat meningkatkan produktivitas bagan perahu.
b) Peningkatan teknologi agar dapat bersaing baik dengan nelayan lokal maupun
dengan nelayan luar daerah.

5.1.2 Aspek biologi


1) Komposisi hasil tangkapan
Usaha penangkapan ikan menggunakan bagan perahu memiliki sasaran
utama ikan-ikan yang bersifat fototaksis positif dengan cahaya. Ikan-ikan seperti
teri merupakan hasil tangkapan utama alat tangkap bagan perahu. Selain ikan teri,
ikan yang tertangkap oleh bagan perahu adalah ikan layur, ikan pepetek, ikan
layaran, ikan selar kuning, ikan tetengkek, ikan tongkol, ikan lemuru, cumi-cumi,
sotong serta ikan-ikan lainnya yang memangsa ikan teri dan ikan kecil lainnya
yang berkumpul akibat cahaya lampu bagan.

Tabel 11 Jumlah hasil tangkapan bagan perahu bulan Agustus 2011


Jumlah Pi (n/jumlah
Jenis Ikan
Bobot (n) total bobot)
Ikan Layaran 105 0,0145
Tongkol krai 17 0,0024
Cucut botol 79 0,0109
Selar Kuning 41 0,0057
Tetengkek 109 0,0151
Teri 1188 0,1644
Lemuru 3361 0,4650
Alu-alu 2 0.0003
Manyung 39 0,0054
Pepetek 76 0,0105
Kuniran 17 0,0024
36

Tabel 11 Jumlah hasil tangkapan


t bagan perahu bulan Agustus 2011 (Lanjutan)
Jumlah Pi (n/jumlah
Jenis Ikan
Bobot (n) total bobot)
Kakap Putih 2 0,0003
Buntal Duren 24 0,0033
Cumi-cumi
cumi 865 0,1197
Sotong 23 0,0032
Tembang 913 0,1263
Kembung Perempuan 367 0,0508
Jumlah 7228
Sumber: Laporan Bulanan TPI Karangantu
Karangantu, 2011

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, diketahui bahwa selama


tahun 2011 ini terdapat penurunan jumlah hasil tangkapan akibat cuaca buruk. Hal
tersebut membuat nelayan takut untuk melaut sehingga hasil tangkapan
berkurang. Kemudian perubahan cuaca yang tiba
tiba-tiba
tiba selama proses penangkapan
ikan menyebabkan timbulnya jelly pada perairan. Hal itu membuat jumlah hasil
tangkapan berkurang akibat waring bagan dipenuhi oleh jelly tersebut.

2) Keragaman hasil tangkapan


Analisis keragaman hasil tangkapan bagan perahu bertujuan untuk
mengetahui keragaman hasil
hasil tangkapan bagan perahu serta seberapa selektifnya
alat tangkap ini. Selain itu dengan menggunakan analisis ini dapat diketahui pula,
spesies apa saja yang tertangkap oleh alat tangkap bagan perahu.

7000
6040
6000
5000
4000
3000
2000 1188
1000
0
Perbandingan hasil tangkapan

Ikan Teri (kg) HTS (kg)

Gambar 4 Perbandingan jumlah ikan teri


t dan hasil tangkapan sampingan
ampingan pada
hasil tangkapan bagan perahu
p
37

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan indeks keragaman


Shannon-Wiener, didapatkan indeks keragaman bagan perahu sebesar 1,6693
(dapat dilihat pada Lampiran 2). Hal ini menunjukkan bahwa alat tangkap bagan
perahu memiliki keanekaragaman hasil tangkapan yang tinggi tetapi memiliki
selektivitas yang rendah. Seperti yang terlihat pada Gambar 4. Terlihat bahwa
hasil tangkapan bagan perahu cukup beragam. Hal ini menunjukkan banyaknya
hasil tangkapan sampingan yang tertangkap. Hasil tangkapan sampingan tersebut
merupakan ikan-ikan predator yang memangsa ikan teri yang merupakan hasil
tangkapan utama bagan tangkap. Berdasarkan Gambar 5 menunjukkan bahwa
ikan teri sebagai hasil tangkapan utama, proporsinya hanya sebesar 16% pada
total jumlah hasil tangkapan. Sementara, ikan-ikan selain ikan teri tertangkap
84% dari total jumlah hasil tangkapan bagan perahu. Contoh perhitungannya
dapat dilihat di Lampiran 3.

3) Evaluasi faktor internal (IFE) dan faktor eksternal (EFE) bagan perahu
pada aspek biologi
Faktor-faktor internal dan eksternal didapatkan dari analisis keragaan
terhadap aspek biologi. Berdasarkan hasil analisis keragaan terhadap aspek
biologi bagan perahu, maka didapatkan faktor internal berupa kekuatan dan
kelemahan bagan perahu di PPN Karangantu serta faktor eksternal berupa peluang
dan ancaman. Faktor internal berupa kekuatan pada aspek biologi pada unit
penangkapan bagan perahu adalah kearifan nelayan bagan yang perahu
melepaskan hasil tangkapan yang tidak layak jual. Sementara itu faktor internal
berupa kelemahan terdiri dari: (1) tingkat keragaman yang tinggi dengan tingkat
selektivitas bagan perahu yang rendah; (2) jumlah hasil tangkapan yang fluktuatif;
(3) tingginya persentase hasil tangkapan sampingan dibandingkan hasil tangkapan
utama. Berdasarkan tiga faktor internal tersebut selanjutnya di evaluasi dengan
matriks IFE seperti yang ditampilkan pada Tabel 12.
38

Tabel 12 Matriks IFE strategi optimasi unit penangkapan bagan perahu pada
aspek biologi

Rata-rata
Faktor Strategi Internal
Bobot Rating Skor
Kekuatan
1 Kearifan nelayan bagan perahu yang melepaskan hasil 0,2639 3,00 0,7917
tangkapan yang tidak layak jual
Kelemahan
1 Tingkat keragaman tinggi dan selektivitas yang rendah 0,2083 2,33 0,4861
2 Jumlah hasil tangkapan yang fluktuatif 0,3333 1,33 0,4444
3 Tingginya persentase hasil tangkapan sampingan 0,1944 2,67 0,5185
JUMLAH 1,0000 2,2407

Berdasarkan hasil perhitungan matriks IFE pada Tabel 12 maka dapat


disimpulkan bahwa kondisi internal unit penangkapan bagan perahu di PPN
Karangantu pada tidak dapat mengatasi permasalahan yang ada terkait aspek
biologi. Hal ini dapat dilihat dari nilai total skor sebesar 2,2407.
Faktor eksternal aspek biologi pada bagan perahu terdiri peluang dan
ancaman. Peluang tersebut adalah masih cukup tingginya potensi perikanan di
Provinsi Banten. Sementara itu ancaman pada aspek biologi unit penangakapan
bagan perahu adalah kondisi overfishing pada pesisir Teluk Banten. Berdasarkan
dua faktor eksternal tersebut selanjutnya di evaluasi dengan matriks EFE seperti
yang ditampilkan pada Tabel 13.

Tabel 13 Matriks EFE strategi optimasi unit penangkapan bagan perahu pada
aspek biologi

Rata-rata
Faktor Strategi Eksternal
Bobot Rating Skor
Peluang
1 masih cukup tingginya potensi perikanan di Provinsi 0,3333 3,33 1,1111
Banten
Ancaman
1 kondisi overfishing pada pesisir Teluk Banten 0,6667 1,00 0,6667
JUMLAH 1,0000 1,7778

Berdasarkan hasil perhitungan matriks EFE di atas maka dapat


disimpulkan bahwa unit penangkapan bagan perahu di PPN Karangantu tidak
dapat merespon peluang dan ancaman terkait aspek biologi dengan baik. Hal ini
dapat dilihat dari nilai total skor sebesar 1,7778.
39

4) Analisis SWOT terhadap aspek biologi


Setelah mengidentifikasi dan mengevaluasi faktor internal dan eksternal
pada bagan perahu terkait aspek biologi selanjutnya di susun strategi untuk
mengoptimalkan unit penangkapan bagan perahu terkait dengan aspek biologi.
Berdasarkan hasil evaluasi faktor internal (IFE) dan evaluasi faktor eksternal
(EFE) tampak bahwa unit penangkapan bagan perahu di PPN Karangantu
berdasarkan aspek biologi belum cukup optimal dan dapat merespon peluang dan
ancaman yang ada dengan baik. Kondisi internal bagan perahu secara aspek
biologi pun belum dapat mengatasi permasalahan yang ada yang terkait dengan
aspek biologi seperti rendahnya tingkat selektivitas dan persentase hasil
tangkapan sampingan yang tinggi.
Berdasarkan analisis SWOT terhadap aspek biologi bagan perahu maka
didapatkan strategi sebagai berikut:
a) Mengembangkan unit penangkapan bagan perahu agar dapat melaut lebih jauh
karena potensi perikanan Banten di laut lepas masih tinggi.
b) Mensosialisasikan kepada nelayan bagan perahu untuk lebih selektif dalam
sortasi hasil tangkapan untuk mengurangi tingkat overfishing di pesisir Teluk
Banten.
c) Mengadakan penelitian untuk mengembangkan alat tangkap bagan perahu
dengan tingkat selektivitas yang lebih baik untuk menghindari bertambah
parahnya kondisi overfishing di pesisir Teluk Banten.

5.1.3 Aspek ekonomi


1) Analisis keragaan ekonomi unit penangkapan bagan perahu
Nelayan bagan perahu rata-rata merupakan nelayan yang melaut dengan
cara one day fishing. Mereka melaut lebih dari dua hari biasanya saat musim
puncak dimana mereka melaut lebih jauh dan lebih lama karena hasil tangkapan
yang melimpah. Lamanya mereka melaut tidak menentukan apakah mereka akan
lebih beruntung atau tidak. Hal tersebut dikarenakan dengan makin lama mereka
melaut tentu biaya yang mereka keluarkan untuk kebutuhan melaut semakin
tinggi. Tetapi hal tersebut tidak dibarengi dengan kepastian bahwa hasil
40

tangkapan mereka akan lebih banyak. S


Saat
aat musim paceklik biasanya mereka akan
melaut tidak terlalu jauh untuk mengurangi konsumsi BBM.
Keuntungan usaha penangkapan ditentukan oleh besarnya ko
komponen
mponen input
dan output.. Komponen output dalam usaha penangkapan bagan perahu terdiri
dari biaya pembelian BBM, pelumas, es batu, air bersih serta perbekalan lainnya
seperti
rti makanan dan kopi. Sementara itu komponen input dalam usaha
penangkapan bagan perahu
perahu terdiri dari semua hasil tangkapan yang diperoleh
dalam operasi penangkapan ikan.
Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian (Lampiran 44-8)
terdapat perbedaan penerimaan pada saat musim puncak dan pada saat musim
paceklik. Pada saat musim paceklik,
paceklik, nelayan bagan perahu yang menjadi
responden penelitian ini semuanya mengalami kerugian. Total pengeluaran yang
dibutuhkan mereka untuk melaut lebih besar daripada total pendapatan yang
diperoleh dari penjualan hasil tangkapan yang mereka peroleh (TC > TR). Pada
saat musim paceklik nilai pengeluaran
pe rata-rata mencapai Rp 5.748.166,67
sedangkan penerimaan
aan rata-rata
rata hanya mencapai Rp 4.375.083,33 sehingga usaha
penangkapan ikan bagan perahu
perah mengalami kerugian sebesar Rp 1.373.083,33.
Namun pada saat mus
musim
im puncak total pengeluaran untuk kebutuhan
melaut lebih kecil daripada total penerimaan dari penjualan hasil tangkapan (TC <
TR). Nilai rata-rata
rata pengeluaran nelayan bagan perahu pada saat musim puncak
adalah sebesar Rp 7.024.833,00 sedangkan nilai rata
rata-rata
rata penerimaan nelayan
bagan perahu pada
da saat musim puncak sebesar Rp 10.589.667,00 sehingga usaha
penangkapan bagan perahu pada saat musim puncak mengalami keuntungan
sebesar Rp 3.564.833,00.

15000000
10000000
5000000

0
Puncak Paceklik
-5000000
5000000

TR TC Keuntungan

Gambar 5 Perbandingan pendapatan usaha bagan perahu


p pada setiap musim
penangkapan
enangkapan
41

Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa terdapat perbedaan jumlah TR dan


TC serta perbedaan keuntungan pada musim puncak dan musim paceklik.
Terjadinya perbedaan nilai keuntungan dari usaha penangkapan ikan bagan
perahu membuat nelayan bagan perahu harus memikirkan cara agar mereka dapat
tetap melaut pada saat musim paceklik. Hal ini dikarenakan pada musim paceklik
mereka merugi karena total nilai pendapatannya tidak dapat menutupi total nilai
pengeluaran untuk kebutuhan melaut.

2) Evaluasi faktor internal (IFE) dan faktor eksternal (EFE) bagan perahu
pada aspek ekonomi
Faktor-faktor internal dan eksternal didapatkan dari analisis keragaan
ekonomi bagan perahu. Berdasarkan hasil analisis keragaan terhadap aspek
ekonomi bagan perahu, maka didapatkan faktor internal berupa kekuatan dan
kelemahan bagan perahu di PPN Karangantu serta faktor eksternal berupa peluang
dan ancaman. Faktor internal berupa kekuatan pada aspek ekonomi pada unit
penangkapan bagan perahu adalah: (1) kemudahan untuk menjual hasil
tangkapan; (2) kemudahan mendapatkan pinjaman untuk biaya melaut.
Semenntara itu faktor internal berupa kelemahan terdiri dari: (1) nilai pendapatan
yang tidak menentu; (2) hanya sebagai price taker terhadap harga jual ikan.
Berdasarkan empat faktor internal tersebut selanjutnya di evaluasi dengan matriks
IFE seperti yang ditampilkan pada Tabel 14.

Tabel 14 Matriks IFE strategi optimasi unit penangkapan bagan perahu pada
aspek ekonomi

Rata-rata
Faktor Strategi Internal
Bobot Rating Skor
Kekuatan
1 Kemudahan untuk menjual hasil tangkapan 0,2361 3,00 0,7083
2 Kemudahan mendapatkan pinjaman untuk biaya 0,3194 3,67 1,1713
melaut
Kelemahan
1 Nilai pendapatan yang tidak menentu 0,2639 2,00 0,5278
2 Hanya sebagai price taker terhadap harga jual ikan 0,1806 2,67 0,4815
JUMLAH 1,0000 2,8889

Berdasarkan hasil perhitungan matriks IFE pada Tabel 14 maka dapat


disimpulkan bahwa kondisi internal unit penangkapan bagan perahu di PPN
42

Karangantu pada dapat mengatasi permasalahan yang ada terkait aspek ekonomi.
Hal ini dapat dilihat dari nilai total skor sebesar 2,8889.
Faktor eksternal aspek ekonomi pada bagan perahu terdiri peluang dan
ancaman. Peluang tersebut terdiri dari: (1) program minapolitan oleh pemerintah;
(2) peningkatan status pelabuhan menjadi PPN Karangantu. Sementara itu
ancaman pada aspek ekonomi bagan perahu terdiri dari: (1) terus meningkatnya
biaya kebutuhan melaut; (2) rencana kenaikan harga BBM oleh pemerintah; (3)
fasilitas pelabuhan yang kurang memadai; (4) harga ikan yang rendah dan
fluktuatif. Berdasarkan lima faktor eksternal tersebut selanjutnya di evaluasi
dengan matriks EFE seperti yang ditampilkan pada Tabel 15.

Tabel 15 Matriks EFE strategi optimasi unit penangkapan bagan perahu pada
aspek ekonomi

Rata-rata
Faktor Strategi Eksternal
Bobot Rating Skor
Peluang
1 Program minapolitan oleh pemerintah 0,1167 2,00 0,2333
2 Peningkatan status pelabuhan menjadi PPN
Karangantu 0.1167 2.00 0,2333
Ancaman
1 Terus meningkatnya biaya kebutuhan melaut 0,2167 2,00 0,4333
2 Rencana kenaikan harga BBM oleh pemerintah 0,2278 2,00 0,4556
Tabel 15 Matriks EFE strategi optimasi unit penangkapan bagan perahu pada
aspek ekonomi (Lanjutan)
Rata-rata
Faktor Strategi Eksternal
Bobot Rating Skor
Ancaman
2 Fasilitas pelabuhan yang kurang memadai 0,1667 3,00 0,5000
4 Harga ikan yang rendah dan fluktuatif 0,1556 2,67 0,4148
JUMLAH 1,0000 2,2704

Berdasarkan hasil perhitungan matriks EFE di atas maka dapat


disimpulkan bahwa unit penangkapan bagan perahu di PPN Karangantu tidak
dapat merespon peluang dan ancaman terkait aspek ekonomi dengan baik. Hal ini
dapat dilihat dari nilai total skor sebesar 2,2704.
43

3) Analisis SWOT terhadap aspek ekonomi


Setelah mengidentifikasi dan mengevaluasi faktor internal dan eksternal
pada bagan perahu terkait aspek ekonomi selanjutnya di susun strategi untuk
mengoptimalkan unit penangkapan bagan perahu terkait dengan aspek ekonomi.
Berdasarkan hasil evaluasi faktor internal (IFE) dan evaluasi faktor eksternal
(EFE) tampak bahwa kondisi internal unit penangkapan bagan perahu dapat
mengatasi permasalahan ekonomi yang ada di internal unit penangkapan bagan
pearhu. Tetapi secara unit penangkapan bagan perahu tidak dapat merespon
peluang dan ancaman yang ada dengan baik seperti kenaikan harga BBM dan
biaya kebutuhan melaut serta harga hasil tangkapan yang rendah dan tidak stabil.
Berdasarkan hasil analisis SWOT terhadap aspek ekonomi bagan perahu
maka diperoleh strategi sebagai berikut:
a) Pengembangan PPN Karangantu menjadi pusat kegiatan perekonomian
berbasis perikanan dengan mengoptimalkan masyrakat sekitar terutama
masyarakat nelayan (S1, S2, O1, O2).
b) Mengoptimalkan kinerja TPI sehingga nelayan mendapatkan harga jual
ikan yang lebih baik (W1, W2, O1, O2).
c) Pemberdayaan masyarakat nelayan bagan perahu dengan pelatihan
ketrampilan untuk dapat menambah pendapatan keluarga (W1, O1).
d) Pelatihan nelayan dan wanita nelayan untuk mengolah hasil tangkapan
agar bernilai tambah (S2, T1, T2, T3).

5.1.4 Aspek sosial


1) Analisis keragaan sosial unit penangkapan bagan perahu
Nelayan lokal bagan perahu yang tedapat di PPN Karangantu pada
umumnya adalah nelayan dari suku Bugis. Mereka telah menetap di daerah
Kaseman selama puluhan tahun dan membentuk komunitas yang ditandai adanya
kampung Bugis. Selain nelayan Bugis, juga terdapat nelayan lokal tetapi
jumlahnya yang tidak terlalu banyak.
Saat ini nelayan Bugis tersebut harus bersaing dengan pendatang lainnya
yaitu nelayan Indramayu yang menetap di seberang kampung Bugis dan
membentuk komunitas kampung Indramayu. Nelayan Indramayu tersebut
44

memiliki tingkat penghidupan yang lebih baik serta teknologi penangkapan yang
lebih baik daripada nelayan Bugis yang telah puluhan tahun melaut di sekitar
Teluk Banten. Hal ini menyebabkan terdapat kesenjangan sosial serta persaingan
antara nelayan Bugis dengan nelayan Indramayu.
Selain itu, nelayan lokal yang terdapat di PPN Karangantu juga harus
bersaing dengan nelayan dari Lampung yang terkadang menangkap ikan hingga
ke Teluk Banten. Bagi nelayan lokal, keberadaan nelayan dari Lampung cukup
mengganggu usaha penangkapan mereka karena pada umumnya nelayan
Lampung menggunakan lampu “set” dalam jumlah banyak. Hal itu menyebabkan
pada pengoperasian bagan perahu, ikan-ikan akan lebih banyak berkumpul pada
kapal bagan nelayan Lampung.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, mereka mengakui bahwa
mereka sangat mencemaskan keberadaan nelayan asing. Hal tersebut dikarenakan
mereka datang dengan teknologi yang lebih baik daripada yang dimiliki oleh
nelayan lokal. Hal itu membuat hasil tangkapan mereka semakin berkurang saat
datang nelayan asing yang beroperasi di Teluk Banten.
Hal yang menyebabkan mengapa nelayan lokal tidak dapat bersaing
dengan nelayan asing adalah modal yang dimiliki mereka tidak sebanyak nelayan
asing. Sehingga mereka tidak dapat menyamai teknologi yang digunakan oleh
nelayan asing. Oleh karena itu keberadaan nelayan asing cukup meresahkan bagi
nelayan bagan perahu lokal.
Hal yang menarik dari nelayan bagan perahu di PPN Karangantu adalah
para tengkulak yang menjerat nelayan bagan perahu adalah para istri atau mertua
dari nelayan bagan perahu tersebut. Hal ini disebabkan karena umumnya usaha
perikanan bagan perahu merupakan usaha keluarga dan mereka membeli kapal
atau melanjutkan usaha bagan perahu dari orang tua sang istri. Nelayan-nelayan
tersebut meminjam uang jika kekurangan biaya melaut kepada mertua mereka dan
harus menjualnya ke kios milik mertua mereka.
Tingkat kesejahteraan nelayan bagan perahu diukur dengan menggunakan
indikator-indikator seperti yang dituliskan pada tinjauan pustaka. Berdasarkan
hasil pengamatan tampak bahwa nelayan bagan perahu di PPN Karangantu belum
sejahtera. Pendapatan rumah tangganya jika melihat pada hasil aspek ekonomi
45

terlihat bahwa pendapatan dari melaut belum dapat memenuhi kebutuhan sehari-
hari. Hal itu juga diperkuat dengan terdapatnya warung di rumah nelayan bagan
perahu untuk menambah pendapatan keluarga. Begitupun dengan konsumsi
rumah tangganya, nelayan bagan perahu hanya membeli barang-barang kebutuhan
sehari-hari seperti sembako serta membeli untuk kebutuhan melaut. Nelayan
bagan perahu mulai membeli peralatan seperti perabotan rumah tangga saat
musim puncak di mana mereka mengalami keuntungan dari usaha bagan perahu
tersebut.
Keadaan tempat tinggal nelayan bagan perahu sebagai salah satu indikator
kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) (2003) juga cukup
memprihatinkan. Rumah mereka hanya terbuat dari kayu-kayu serta tampak tidak
terawat. Hal berbeda tampak pada rumah-rumah nelayan pendatang di mana
rumah nelayan pendatang berdinding tembok dan jauh lebih baik dari pada
nelayan lokal.
Berdasarkan tingkat pendidikan dalam keluarganya, nelayan bagan perahu
yang diwawancarai cukup memperhatikan tingkat pendidikan. Nelayan ini
memiliki tujuh orang anak dan semuanya pernah merasakan bangku sekolah
minimal sampai tingkat SLTP. Salah satu anaknya bahkan ada yang pernah
kuliah walaupun akhirnya berhenti di tengah jalan karena permasalahan biaya.

2) Evaluasi faktor internal (IFE) dan faktor eksternal (EFE) bagan perahu
pada aspek sosial
Faktor-faktor internal dan eksternal didapatkan dari analisis keragaan
sosial bagan perahu. Berdasarkan hasil analisis keragaan terhadap aspek sosial
bagan perahu, maka didapatkan faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan
bagan perahu di PPN Karangantu serta faktor eksternal berupa peluang dan
ancaman. Faktor internal berupa kekuatan pada aspek sosial pada unit
penangkapan bagan perahu adalah: (1) adanya kelompok nelayan bagan perahu;
(2) kelompok nelayan bagan perahu merupakan kelompok nelayan yang terbuka
dengan keluar masuknya informasi; (3) tingkat pendidikan keluarga (anak) cukup
terpelihara; (4) keluarga merupakan pihak pemberi pinjaman untuk biaya
kebutuhan melaut. Sementara itu faktor internal berupa kelemahan terdiri dari:
46

(1) kesenjangan sosial dengan nelayan pendatang dalam hal ini nelayan
Indramayu; (2) berdasarkan indikator kesejahteraan BPS, nelayan bagan perahu
kurang sejahtera; (3) hampir tidak adanya alternatif pilihan kerja lainnya.
Berdasarkan tujuh faktor internal tersebut selanjutnya di evaluasi dengan matriks
IFE seperti yang ditampilkan pada Tabel 16.

Tabel 16 Matriks IFE strategi optimasi unit penangkapan bagan perahu pada
aspek sosial

Rata-rata
Faktor Strategi Internal
Bobot Rating Skor
Kekuatan
1 Adanya kelompok nelayan bagan perahu 0,1310 1,67 0,2183
2 Kelompok nelayan yang terbuka dengan keluar masuknya 0,1548 2,00 0,3095
informasi
3 Tingkat pendidikan keluarga (anak) cukup terpelihara 0,1944 2,67 0,5185
4 Keluarga merupakan pihak pemberi pinjaman untuk biaya 0,1429 1,67 0,2381
kebutuhan melaut
Kelemahan
1 Kesenjangan sosial antara nelayan dengan nelayan 0,1151 3,00 0,3452
pendatang
2 Kurang sejahteranya nelayan bagan perahu 0,1230 3,00 0,3690
3 Hampir tidak adanya alternatif pilihan kerja lainnya 0,1389 3,00 0,4167
JUMLAH 1,0000 2,4153

Berdasarkan hasil perhitungan matriks IFE pada Tabel 16 maka dapat


disimpulkan bahwa kondisi internal unit penangkapan bagan perahu di PPN
Karangantu pada dapat mengatasi permasalahan yang ada terkait aspek sosial.
Hal ini dapat dilihat dari nilai total skor sebesar 2,4153.
Faktor eksternal aspek sosial pada bagan perahu terdiri peluang dan
ancaman. Peluang tersebut terdiri dari: (1) program minapolitan oleh pemerintah;
(2) peningkatan status pelabuhan menjadi PPN Karangantu; (3) lokasi yang dekat
dengan ibukota provinsi. Sementara itu ancaman pada aspek sosial bagan perahu
terdiri dari: (1) persaingan dengan pendatang terlebih jika PPN Karangantu
semakin maju; (2) perkembangan zaman yang semakin maju. Berdasarkan lima
faktor eksternal tersebut selanjutnya di evaluasi dengan matriks EFE seperti yang
ditampilkan pada Tabel 17.
47

Tabel 17 Matriks EFE strategi optimasi unit penangkapan bagan perahu pada
aspek sosial

Rata-rata
Faktor Strategi Eksternal
Bobot Rating Skor
Peluang
1 Program minapolitan oleh pemerintah 0.1667 2.33 0.3889
2 Peningkatan status pelabuhan menjadi PPN 0.1917 2.67 0.5111
Karangantu
3 Lokasi yang dekat dengan ibukota provinsi 0.2417 3.00 0.7250
Ancaman
1 Persaingan dengan pendatang 0.2250 2.00 0.4500
2 Perkembangan zaman yang semakin maju 0.1750 2.33 0.4083
JUMLAH 1.0000 2.4833

Berdasarkan hasil perhitungan matriks EFE di atas maka dapat


disimpulkan bahwa unit penangkapan bagan perahu di PPN Karangantu tidak
dapat merespon peluang dan ancaman terkait aspek sosial dengan baik. Hal ini
dapat dilihat dari nilai total skor sebesar 2,4833.

3) Analisis SWOT terhadap aspek sosial


Setelah mengidentifikasi dan mengevaluasi faktor internal dan eksternal
pada bagan perahu terkait aspek ekonomi selanjutnya di susun strategi untuk
mengoptimalkan unit penangkapan bagan perahu terkait dengan aspek sosial.
Berdasarkan hasil evaluasi faktor internal (IFE) dan evaluasi faktor eksternal
(EFE) tampak bahwa kondisi internal unit penangkapan bagan perahu tidak dapat
mengatasi permasalahan sosial yang ada di internal unit penangkapan bagan
pearhu. Selain itu, unit penangkapan bagan perahu pun tidak dapat merespon
peluang dan ancaman yang ada dengan baik seperti kalah bersaing dengan para
pendatang baik kelompok nelayan maupun pedangan.
Berdasarkan hasil analisis SWOT terhadap aspek sosial bagan perahu
maka diperoleh strategi sebagai berikut:
a) Pemberdayaan kelompok nelayan dan wanita nelayan dengan program
seperti PNPM Mandiri dan RFLP (Regional Fisheries Livelihoods
Programme) (S1, S2, O1).
b) Membuat sentra kuliner laut dengan memaksimalkan nelayan lokal sebagai
pemasok ikan segar (S1, O1, O2, O3).
48

c) Memberikan pelatihan ketrampilan kepada nelayan bagan perahu agar


mereka dapat memiliki ketrampilan yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan memiliki kesempatan kerja lainnya (W2,
W3, O1, O3).
d) Pemberdayaan kelompok nelayan untuk mengatasi tingginya persaingan
dengan pendatang baik nelayan pendatang maupun dengan pedagang
pendatang (S1, S2, T1).
e) Memberdayakan nelayan dan masyarakat lokal agar dapat mengurangi
kesenjangan sosial antara nelayan lokal dengan nelayan pendatang (W1,
W2, T1, T2).

5.2 Strategi pengembangan bagan perahu


Strategi pengembangan nelayan bagan perahu dilakukan untuk
menentukan strategi apa yang dapat dilakukan sehingga nelayan bagan perahu di
PPN Karangantu dapat lebih berkembang dengan baik. Sebelumnya telah
dianalisis keragaan unit penangkapan bagan perahu dari aspek teknis, biologi,
ekonomi dan sosial. Kemudian dari analisis keragaan tersebut tampak aspek
mana saja yang belum optimal dan harus disusun strategi untuk pengoptimalannya
dengan menggunakan analisis SWOT untuk tiap aspek keragaan bagan perahu
yang diteliti.

Berdasarkan hasil analisis SWOT pada tiap aspek maka didapatkan


rumusan strategi sebagai berikut:
1) Aspek teknis
(1) Pemberian pinjaman modal untuk pengembangan unit penangkapan
bagan perahu agar dapat meningkatkan produktivitas bagan perahu
(W2, O).
(2) Peningkatan teknologi agar dapat bersaing baik dengan nelayan lokal
maupun dengan nelayan luar daerah (W1, W2, T).
2) Aspek biologi
(1) Mengembangkan unit penangkapan bagan perahu agar dapat melaut
lebih jauh karena potensi perikanan Banten di laut lepas masih tinggi
(W2, O).
49

(2) Mensosialisasikan kepada nelayan bagan perahu untuk lebih selektif


dalam sortasi hasil tangkapan untuk mengurangi tingkat overfishing di
pesisir Teluk Banten (S, T).
(3) Mengadakan penelitian untuk mengembangkan alat tangkap bagan
perahu dengan tingkat selektivitas yang lebih baik untuk menghindari
bertambah parahnya kondisi overfishing di pesisir Teluk Banten (W1,
W3, T).
3) Aspek ekonomi
(1) Pengembangan PPN Karangantu menjadi pusat kegiatan
perekonomian berbasis perikanan dengan mengoptimalkan masyrakat
sekitar terutama masyarakat nelayan (S1, S2, O1, O2).
(2) Mengoptimalkan kinerja TPI sehingga nelayan mendapatkan harga
jual ikan yang lebih baik (W1, W2, O1, O2).
(3) Pemberdayaan masyarakat nelayan bagan perahu dengan pelatihan
ketrampilan untuk dapat menambah pendapatan keluarga (W1, O1).
(4) Pelatihan nelayan dan wanita nelayan untuk mengolah hasil tangkapan
agar bernilai tambah (S2, T1, T2, T3).
4) Aspek sosial
(1) Pemberdayaan kelompok nelayan dan wanita nelayan dengan program
seperti PNPM Mandiri dan RFLP (Regional Fisheries Livelihoods
Programme) (S1, S2, O1).
(2) Membuat sentra kuliner laut dengan memaksimalkan nelayan lokal
sebagai pemasok ikan segar (S1, O1, O2, O3).
(3) Memberikan pelatihan ketrampilan kepada nelayan bagan perahu agar
mereka dapat memiliki ketrampilan yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan memiliki kesempatan kerja lainnya
(W2, W3, O1, O3).
(4) Pemberdayaan kelompok nelayan untuk mengatasi tingginya
persaingan dengan pendatang baik nelayan pendatang maupun dengan
pedagang pendatang (S1, S2, T1).
50

(5) Memberdayakan nelayan dan masyarakat lokal agar dapat mengurangi


kesenjangan sosial antara nelayan lokal dengan nelayan pendatang
(W1, W2, T1, T2).

5.2.1 Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)


Tahap akhir dari analisis untuk merumuskan strategi optimalisasi nelayan
bagan perahu berbasis masyarakat adalah pemilihan strategi terbaik menggunakan
analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Bobot yang digunakan
pada masing-masing faktor internal dan eksternal sama dengan bobot yang
digunakan pada matriks IFE dan EFE. Pemberian nilai Attractiveness Score (AS)
pada QSPM menunjukkan kemenarikan relatif satu strategi dengan strategi
lainnya. Selanjutnya nilai AS dikalikan dengan bobot untuk menghasilkan total
nilai daya tarik atau Total Attractiveness Score (TAS). Nilai ini menunjukkan
total nilai daya tarik relatif dari setiap strategi alternatif yang dihasilkan dari
analisis SWOT
Berdasarkan hasil analisis menggunakan QSPM terhadap strategi-strategi
yang dihasilkan dalam analisis SWOT, maka dirumuskan strategi optimalisasi
nelayan bagan perahu sebagai berikut:
Tabel 18 Hasil perumusan strategi pengoptimalan unit penangkapan bagan
perahu di PPN Karangantu, Banten dengan QSPM
Total
No. Strategi
TAS
1 Pemberdayaan kelompok nelayan dan wanita nelayan dengan 23,4666
program seperti PNPM Mandiri dan RFLP (Regional Fisheries
Livelihoods Programme)
2 Mengembangkan unit penangkapan bagan perahu agar dapat melaut 23,2476
lebih jauh karena potensi perikanan Banten di laut lepas masih tinggi
3 Pemberian pinjaman modal untuk pengembangan unit penangkapan 22,3335
bagan perahu agar dapat meningkatkan produktivitas bagan perahu
4 Peningkatan teknologi agar dapat bersaing baik dengan nelayan lokal 21,7876
maupun dengan nelayan luar daerah
5 Pemberdayaan kelompok nelayan untuk mengatasi tingginya 21,7740
persaingan dengan pendatang baik nelayan pendatang maupun dengan
pedagang pendatang
6 Memberikan pelatihan ketrampilan kepada nelayan bagan perahu agar 21,4958
mereka dapat memiliki ketrampilan yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan memiliki kesempatan kerja lainnya
51

Tabel 18 Hasil perumusan strategi pengoptimalan unit penangkapan bagan


perahu di PPN Karangantu, Banten dengan QSPM (Lanjutan)

Strategi Total
No.
TAS
7 Pelatihan nelayan dan wanita nelayan untuk mengolah hasil 21,1305
tangkapan agar bernilai tambah
8 Mengoptimalkan kinerja TPI sehingga nelayan mendapatkan harga 20,7101
jual ikan yang lebih baik
9 Memberdayakan nelayan dan masyarakat lokal agar dapat 20,3587
mengurangi kesenjangan sosial antara nelayan lokal dengan nelayan
pendatang
10 Mensosialisasikan kepada nelayan bagan perahu untuk lebih selektif 20,1679
dalam sortasi hasil tangkapan untuk mengurangi tingkat overfishing
di pesisir Teluk Banten
11 Pengembangan PPN Karangantu menjadi pusat kegiatan 19,8870
perekonomian berbasis perikanan dengan mengoptimalkan masyrakat
sekitar terutama masyarakat nelayan
12 Mengadakan penelitian untuk mengembangkan alat tangkap bagan 19,6695
perahu dengan tingkat selektivitas yang lebih baik untuk menghindari
bertambah parahnya kondisi overfishing di pesisir Teluk Banten
13 Pemberdayaan masyarakat nelayan bagan perahu dengan pelatihan 19,6142
ketrampilan untuk dapat menambah pendapatan keluarga
14 Membuat sentra kuliner laut dengan memaksimalkan nelayan lokal 19,1402
sebagai pemasok ikan segar

Hasil pada Tabel 18 tampak urutan prioritas dari strategi-strategi


pengoptimalan yang telah dirumuskan dari analisis keragaan di setiap aspek yang
diteliti. Pembuatan prioritas ini dimaksudkan untuk memudahkan para
stakeholder dalam menentukan strategi mana yang akan dijalankan.

Anda mungkin juga menyukai