OLEH:
GALILEA CORSEL
26030117130068
ABSTRAK
Galilea Corsel. 26030117130068. Analisis Kelayakan Usaha Perikanan Tangkap Bagan
Perahu (Boat Lift Net) di Perairan Kolo, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat.
Kolo merupakan salah satu wilayah di Kota Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat yang
memiliki potensi sumber daya alam khususnya sector perikanan. Alat tangkap bagan perahu
merupakan alat tangkap pasif yang terbuat dari bambu dengan jaring berbahan waring
biasanya dioperasikan malam hari dengan atraktor lampu dan menggunakan perahu sebagai
penyangga bagan dan sarana transportasi bagan menuju fishing ground. Bagan perahu (boat
lift net) merupakan alat tangkap ramah lingkungan, hal ini karena alat tangkap ini tidak
merusak habitat dan tempat berkembang biak ikan atau organisme perairan. Ikan yang
menjadi target buruan alat tangkap bagan adalah ikan-ikan yang memiliki ketertarikan pada
cahaya (fototaksis positif) sehingga pengoperasian bagan biasanya menggunakan alat bantu
lampu. Konstruksi alat tangkap bagan perahu terdiri dari tiang pancang, roller, rumah bagan,
lantai bagan, jaring bagan, pemberat, perahu utama (main boat) berfungsi sebagai
penyangga kerangka bagan, dan perahu penarik (thowing boat) sebagai alat penarik bagan,
dengan alat bantu lampu sebagai atraktor dan serok (scoop net) untuk mengambil hasil
tangkapan. Daerah penangkapan ikan (fishing ground) bagan perahu adalah perairan pantai
yang dasar perairannya pasir, lumpur campur pasir dan daerah yang sering terjadi pasang
surut serta perairan yang agak curam dan agak dalam. Bagan perahu dioperasikan pada
kedalaman sekitar 50-60 meter, dengan kondisi perairan yang tenang dan relatif gelap, oleh
sebab itu nelayan bagan biasanya tidak melakukan operasi penangkapan ikan saat bulan
purnama karna dapat menyebabkan pasang perairan. Target tangkapan bagan perahu adalah
ikan-ikan pelagis kecil yang memiliki fototaksis positif seperti teri (Stelophorus sp.) dan
hasil tangkapan sampingan (by product) cumi-cumi (Loligo sp.), ikan selar (Selaroides
leptolepis), ikan layang (Decapterus sp.), ikan pepetek (Leiognathus sp.) dsb. Hasil
tangkapan bagan perahu di Kolo biasanya langsung dijual kepada bakul atau warga yang
berada dikawasan Pantai Kolo.
Kata kunci: bagan perahu, konstruksi, fishing ground, fish target, dan pemasaran.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................... i
ABSTRAK.......................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.............................................................................. vi
I. PENDAHULUAN ................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Pendekatan Masalah ........................................................................... 2
1.3. Tujuan................................................................................................. 2
1.4. Manfaat............................................................................................... 3
1.5. Waktu dan Tempat ............................................................................. 4
iii
Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam Paktek Kerja Lapangan ........ 15
Bagan perahu merupakan alat penangkap ikan berupa susunan kerangka bambu
menggunakan kapal utama (main boat) sebagai penyangga rangka bagan, dan kapal
penarik (thowing boat) sebagai sarana transportasi ke daerah penangkapan (fishing
ground).Konstruksi bagan perahu di bentuk dari bambu, waring/ jaring bagan serta
perahu bermotor yang sekaligus sebagai alat transportasi di laut. Bagan perahu hanyut
memiliki beberapa bagian diantaranya bagan yang tebuat dari bambu berbentuk empat
persegi panjang yang menyatu dengan perahu ditempatkan diatas secara melintang,
Perahu sebagai bagian utama 3 dalam meletakkan bagan, jaring bagan yang terletak
dibawah perahu berukuran persegi sama sisi (Sugihartanto dan Rahmat, 2018).
Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini merupakan studi mengenai alat tangkap
bagan perahu di perairan perairan Kolo, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat. Aspek-
aspek yang dipelajari yaitu aspek teknis yaitu alat tangkap bagan perahu, alat bantu
penangkapan ikan, metode pengoperasian alat tangkap dan daerah penangkapan serta
aspek non teknis seperti sosial ekonomi masyarakat.
1.2. Pendekatan Masalah
Alat tangkap bagan adalah salah satu jenis alat tangkap yang cukup banyak
digunakan di Indonesia. Penggunaan alat tangkap bagan yang cukup banyak tidak
lepas dari perkembangan teknologi, hasil tangkapan yang banyak, dan metode
penangkapan yang bersifat one day fishing. Penggunaan alat tangkap bagan perahu di
perairan Kolo yang cukup banyak menimbulkan persaingan antarnelayan meningkat,
namun tidak diimbangi dengan jumlah ikan yang berada di laut. Dampak yang timbul
yaitu persaingan yang tinggi mengakibatkan jumlah alat tangkap bagan perahu setiap
tahun berkurang. Jumlah alat tangkap bagan perahu di daerah Kolo kurang lebih sekitar
117 buah yang masih beroperasi. Terdapat 5 alat tangkap bagan perahu <5 GT, dan
112 alat tangkap bagan perahu berukuran 5-10 GT. Bagan di perairan Kolo mempunyai
ukuran yang lebih besar di bandingkan dengan daerah-daerah lain, sehingga menarik
untuk dipelajari lebih lanjut mengenai kelayakan usaha penangkapan bagan perahu di
perairan Kolo apakah menguntungkan atau tidak bagi nelayan di wilayah perairan
Kolo, Bima, NTB.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka tujuan dari Penelitian
adalah sebagai berikut:
Bagan perahu (boat lift nets) adalah alat penangkap ikan yang dioperasikan
dengan cara diturunkan ke dalam perairan dan diangkat kembali setelah banyak ikan
di atasnya, dalam pengoperasiannya menggunakan perahu untuk berpindah-pindah ke
lokasi yang diperkirakan yang banyak ikannya. Bagan perahu (bagan rambo)
diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat (lift nets) (Subani dan Barus 1989).
Bagan merupakan salah satu jenis alat tangkap yang menggunakan cahaya
sebagai alat bantu penangkapannya. Berdasarkan cara pengoperasiannya bagan dapat
dikelompokkan kedalam jaring angkat (lift net). Sejalan dengan perkembangan
pengetahuan dan teknologi serta kemajuan yang telah dicapai oleh masyarakat maka
desain dan konstruksi bagan semakin berkembang. Komponen dan peralatan bagan
yang penting adalah perahu, jaring, rangka bagan, lampu dan generator sebagai
pembangkit listrik. Bagan rambo merupakan perkembangan paling mutakhir dari alat
tangkap bagan apung yang ada di Indonesia saat ini ber beda dengan bagan apung
lainnya karena ukurannnya yang sangat besar sehingga sering disebut bagan raksasa
atau rambo (Ilhamdi, dan adi 2018).
Bagan perahu (Boat Lift Nets) adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan
yang termasuk dalam klasifikasi jaring angkat (Lift net) dari jenis bagan yang
digunakan nelayan untuk menangkap ikan pelagis kecil (Subani dan barus 1989). Alat
tangkap ini pertama kali diperkenalkan olah nelayan Bugis Makasar pada tahun 1950-
an. Bagan perahu mempunyai bentuk lebih ringan dan sederhana, dapat menggunakan
satu atau dua perahu. Bagan perahu hanyut menggunakan satu perahu saja. Subani dan
Barus (1989) menyebutkan bahwa unit penangkapan bagan terdiri dari bagan tancap
(stationary lift net), bagan rakit (raft lift net) dan bagan perahu (boat lift net).
Perbedaan antara 3 jenis unit penangkapan bagan adalah :
1. Bagan tancap (stationary lift net) Bagan yang posisinya tidak dapat dipindah-
pindahkan, satu kali pembuatan berlaku untuk sekali musim penangkapan.
Bagan tancap mempunyai rumah bagan agar untuk tempat berteduh.
2. Bagan rakit (raft lift net) Bagan rakit adalah jaring angkat yang dalam
pengoperasiannya dapat dipindahpindahkan ke tempat yang sekiranya banyak
ikan. Sebelah kanan dan kiri bagian bawah terdapat rakit dari bambu tang
berfungsi sebagai landasan dan sekaligus sebagai alat apung.
3. Bagan perahu (boat lift net) Bagan perahu berbentuk lebih sederhana
dibandingkan bagan rakit dan lebih ringan sehingga memudahkan dalam
pemindahannya ke tempat yang dikehendaki. Bagan perahu terbagi atas dua
macam, yaitu: bagan yang menggunakan satu perahu dan bagan yang
menggunakan dua perahu. Bagian depan dan belakang bagan dua perahu
dihubungkan oleh dua batang bambu, sehingga berbentu bujur sangkar. Bambu
tersebut berfungsi untuk menggantung jaring atau waring.
Konstruksi bagan perahu di bentuk dari bambu, waring/ jaring bagan serta
perahu bermotor yang sekaligus sebagai alat transportasi di laut. Bagan perahu hanyut
memiliki beberapa bagian diantaranya bagan yang tebuat dari bambu berbentuk empat
persegi panjang yang menyatu dengan perahu ditempatkan diatas secara melintang,
Perahu sebagai bagian utama dalam meletakkan bagan, jaring bagan yang terletak
dibawah perahu berukuran persegi sama sisi. Ukuran alat tangkap bagan beragam
mulai dari 13 x 2,5 x 1,2 m hingga 29 x 29 x 17 m. Ukuran mata jaring pada jaring
bagan umumya memiliki diameter sekitar 5 mm ukuran mata jaring ini berkaitan erat
dengan sasaran utama ikan yang akan tertangkap (Sugihartanto, dan Enjah 2018).
Alat tangkap bagan perahu merupakan alat tangkap yang berbentuk persegi
empat yang memiliki panjang dan lebar yang sama. Konstruksi alat tangkap bagan
perahu ini terdiri dari jaring, bambu, pipa besi, tali temali, lampu dan kapal bermesin.
Bagian jaring dari bagan ini terbuat dari bahan waring yang dibentuk menjadi kantong.
Bagian kantong terdiri dari lembaran-lembaran waring yang dirangkai atau dijahit
sedemikian rupa sehingga dapat membentuk kantong berbentung bujur sangkar yang
dikarenakan adanya kerangka yang dibentuk oleh bambu dan pipa besi (Sudirman &
Mallawa, 2004).
2.4. Metode Pengoperasian Alat Tangkap Bagan Perahu (Boat lift net)
Alat tangkap bagan ini dioperasikan pada malam hari dengan menggunakan
sumber cahaya sebagai penarik perhatian ikan. Biasanya nelayan melakukan operasi
penangkapan ini sebanyak dua kali setting dan dua kali 9 hauling dalam 1 trip
penangkapan. Untuk teknik penangkapannya dilakukan dengan cara memutar roller
yang fungsinya untuk menurunkan jaring dan menaikkan jaring. Setting dimulai pada
saat senja hari (pukul 18.00) setelah semua ujung jaring diikatkan pada bingkai jaring
dan selanjutnya dilakukan penyalaan lampu.Sebelum bingkai jaring diturunkan, batu
arus yang berfungsi sebagai penahan jaring diturunkan terlebih dahulu. Pertama-tama
jaring (cang) yang terbuat dari bahan polyetylen (PE) diturunkan secara perlahan-lahan
ke dalam perairan dengan cara mengulurkan tali-tali yang melilit pada badan roller
dimana terdapat tali-tali penghubung ke bingkar jaring tempat penggantungan jaring
di keempat sudut-sudut utamanya. Pada saat rangka menyentuh permukaan air, di
bagian tengah jaring diberi pemberat dari batu (sekitar 30kg) agar jaring cepat turun
ke dasar (Luasunaung, 2011).
2.5. Daerah Penangkapan Alat Tangkap Bagan Perahu (Boat lift net)
Jenis hasil tangkapan bagan perahu adalah kelompok ikan pelagis kecil yang
reaktif terhadap cahaya. Pola kedatangan ikan di sekitar sumber cahaya ada yang
langsung menuju sumber cahaya dan ada juga yang hanya berada di sekitar sumber
pencahayaan. Ikan-ikan yang pola kedatangannya tidak langsung masuk ke dalam
sumber cahaya diindikasikan mendatangi cahaya karena ingin mencari 12 makan.
Selain itu pola kedatangan ikan disekitar sumber cahaya berbeda-beda, tergantung
jenis dan keberadaan ikan di perairan, sehingga sumberdaya ikan mempengaruhi hasil
tangkapan. Selain itu, aktivitas nelayan untuk melakukan penangkapan juga
dipengaruhi oleh periode bulan. Periode hari bulan merupakan salah satu indikasi
untuk menentukan waktu melaut bagi nelayan. Faktor periode hari bulan secara tidak
langsung berdampak pada keberadaan ikan, sehingga nelayan perlu mengetahui
perubahan setiap periode hari bulan tersebut. Perubahan periode hari bulan dapat
mengindikasi waktu yang baik dalam kegiatan operasi penangkapan karena adanya
perbedaan intensitas cahaya pada setiap periode hari bulan dan mempengaruhi ikan
yang memiliki sifat fototaksis positif maupun negatif terhadap cahaya sehingga
perbedaan intensitas akan berpengaruh terhadap volume hasil tangkapan ketika
nelayan beroperasi (Nurlindah et al., 2017).
2.6. Musim Penangkapan Alat Tangkap Bagan Perahu (Boat lift net)
Bulan-bulan bukan musim ikan cenderung terjadi pada bulan Desember sampai
dengan bulan Februari, dimana pada bulan-bulan tersebut bertiupnya angin barat dan
bulan Agustus sampai dengan September dimana pada saat itu biasanya bertiup angin
timur. Pada bulan-bulan bukan musim ikan menyebabkan hasil tangkapan menurun,
yang berarti memberikan kesempatan pada ikan teri untuk memijah (Luasunaung,
2011). Hasil tangkapan ikan teri pada tahun 2006-2009 mengalami fluktuasi dan
cenderung meningkat hingga puncak tertinggi pada tahun 2009 sebesar 6.271,2 ton.
Eksploitasi pada tahun 2009 berpengaruh terhadap penurunan produksi pada tahun
2010 hingga 50% dari hasil tangkapan tahun sebelumnya. Dalam periode 13 tahun
2006-2010, produksi ikan teri pada musim barat (Desember-Februari) relatif lebih
banyak dibandingkan dengan musim sebelumnya. Puncak produksi ikan teri selama
musim barat yaitu bulan Januari. Hasil tangkapan ikan teri cenderung sedikit terdapat
pada musim peralihan timur-barat (September-November). Hasil tangkapan yang
berfluktuasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antara adanya perubahan cuaca
setiap bulannya dan faktor oseanografi (Surbakti, 2012).
Usaha perikanan tangkap dengan alat tangkap bagan perahu merupakan usaha
yang potensial dengan hasil tangkapan yang bernilai ekonomis tinggi yaitu Layur
(Trichiurus sp), Teri (Stolephorus sp), Cumi (Lolligo sp) yang memiliki harga jual
tinggi, akan tetapi dengan semakin banyaknya penggunaan alat tangkap bagan perahu
di perairan Kolo maka akan terjadinya persaingan usaha dan pendapatan yang
diperoleh berkurang, semakin banyaknya usaha perikanan tangkap tersebut perlu
adanya pengkajian aspek ekonomis usaha perikanan tangkap dengan menggunakan
alat tangkap bagan perahu seperti modal dan biaya yang diperlukan, tingkat
pendapatan nelayan, dan kelayakan usaha alat tangkap bagan perahu Pelabuhan
Perikanan Pantai Kolo (Ramadhan et al., 2016).
Pengoperasian alat tangkap bagan jarang sekali didapatkan satu jenis spesies
ikan saja tetapi juga beberapa ikan pelagis kecil, seperti: Teri (Stolephorus sp.), Petek
(Leiognathus sp.), Kembung (Ratrelliger spp.), Belanak (Mugil sp.), dan lain-lain.
Selain ikan yang disebutkan ada beberapa jenis ikan yang ikut tertangkap pada waring
seperti Kembung (Rastrelliger sp) dan Udang Putih (Litopeneus vannamei) (Mulyono
(1986) dalam Aliyubi et al., 2015)
Secara umum hasil tangkapan bagan perahu adalah jenis ikan pelagis kecil
yang bersifat fototaksis positif, seperti ikan Teri, ikan Tembang, ikan Japuh, ikan
Peperek, ikan Selar, ikan Ekor kuning, Kerong-kerong, Cumi-cumi (Loligo sp), Sotong
(Sepia officinalis), ikan Kembung (Rastelliger sp.) dan ikan Layur (Trichiurus
lepturus). Hasil tangkapan bagan pada umumnya adalah ikan Teri (Stelephorus sp.),
Tembang (Clupea sp.), Peperek (Leiognathus sp.), Kembung (Rastrelliger sp.), Layur
(Trichiurus sp.), Cumi-cumi (Loligo sp.) dan Sotong (Sepia sp.) (Monintja vide
Effendi (2002) dalam Putra, 2013)
III. MATERI DAN METODE
3.1. Materi
Materi yang digunakan dalam Penelitian (SKRIPSI) adalah alat tangkap Bagan
perahu (Boat lift net). Pengukuran alat tangkap Bagan perahu (Boat lift net) pada
Penelitian ps (SKRIPSI) ini meliputi pengukuran alat tangkap, komponen penyusun
alat tangkap, alat bantu penangkapan, metode pengoperasian alat tangkap, daerah
penangkapan dan hasil tangkapan. Alat dan bahan yang digunakan dalam Penelitian
(SKRIPSI) tersaji pada tabel 1:
3.2. Metode
3.2.1. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data
Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah sebagai berikut:
4. Metode Studi Pustaka Metode studi pustaka ini dilakukan mempelajari teori-
teori yang mendukung Penelitian (SKRIPSI) sehingga diharapkan dengan landasan
teori yang kuat akan diperoleh pemahaman yang baik. Studi pustaka dilakukan dengan
melihat referensi yang relevan mengenai Perairan Kolo, alat tangkap bagan perahu,
alat bantu penangkapan, cara pengoperasian, hasil tangkapan dan semua yang
berkaitan dengan judul Penelitian ini untuk dibandingkan dengan hasil pengamatan
atau observasi secara langsung. Ditambah dengan referensi dari data tahunan di
Perairan Kolo, dan Dinas Kelautan Perikanan (DKP) Kota Bima tahun 2019 yang
meliputi jumlah armada penangkapan, jumlah dan jenis alat tangkap serta produksi
dan nilai produksi ikan. Dimana referensi yang diberikan berdasarkan data lima tahun
lima tahun terakhir dihitung mulai dari tahun 2016 sampai tahun 2020.
Data adalah sesuatu yang belum mempunyai arti bagi penerimanya dan masih
memerlukan suatu pengolahan. Data bisa berwujud suatu keadaan, gambar, suara,
huruf, angka, matematika, bahasa ataupun simbol - simbol lainnya yang bisa kita
gunakan sebagai bahan untuk melihat lingkungan, objek, kejadian. Jenis data
berdasarkan cara memperolehnya adalah data primer dan data sekunder.
a. Data primer
Data Primer yaitu data yang dulunya belum ada yang diperoleh sendiri oleh
peneliti secara langsung dari wawancara atau dialog, observasi maupun melalui
pengambilan gambar. Pengamatan yang dilakukan meliputi operasi penangkapan, dan
jenis ikan hasil tangkapan serta paguyuban nelayan yang berkembang. Data primer
yang dibutuhkan pada Penelitian (SKRIPSI) tersaji pada tabel 2 sebagai berikut : Tabel
2. Data Primer
penangkapan dan
- Jarak terpasang dari -
Wawancara
permukaan laut (m) Nelayan
Observasi,
- Daya lampu (watt) - Pengukuran
a. Roller Penarik jaring Langsung,
-
Operasi
b. Data sekunder
Data Sekunder yaitu data yang dikumpulkan oleh orang lain dan diperoleh dari
dokumen, jurnal, buku, dan pustaka lain yang mendukung. Data sekunder yang dibutuhkan
pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) tersaji dalam tabel 3 sebagai berikut:
1) R/C Ratio
Keterangan : Nilai R/C ratio > 1 maka kegiatan tersebut efisien Nilai R/C
besar dibandingkan dengan total biaya yang dikeluarkan. Artinya jika hasil
analisis R/C rasio < 1 usaha tidak menguntungkan, jika R/C rasio = 1 usaha
berada pada titik impas, dan jika R/C rasio > 1 usaha menguntungkan.
Dimana:
: Tahun ke-
n : Jumlah tahun
Kriteria penilaian NPV adalah :
penerimaan proyek pada tahun ke-t dikurangi biaya proyek pada tahun ke-t
dengan tingkat suku bunga yang berlaku. Tingkat suku bunga yang
n = Tahun terakhir dimana jumlah arus kas masih belum bisa menutup
investasi mula-mula
Dimana:
Kriteria:
menyebabkan NPV investasi sama dengan nol. Sebuah investasi layak jika
dicari berapa besar tingkat pengembalian dan apabila hasil perhitungan IRR
tersebut layak untuk diteruskan, bila sama dengan discount factor berarti
pulang pokok dan di bawah discount factor maka proyek tersebut tidak dapat
diteruskan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2013. Buku Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Hal: 270- 274.
Hadinata, C., Usman, dan A. Brown. 2015. Produktivitas Alat Tangkap Bagan
Perahu KM Bakti Fortuna 30 GT di Perairan Pantai Barat Sibolga.
Putra, R.S.R. 2013. Optimalisasi Operasi Penangkapan Ikan Bagan Apung di Teluk
Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID).
Institut Pertanian Bogor.
Subani, W. dan H.R. Barus. 1989. Memancing di Perairan Tawar dan Laut.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Surbakti, C.N. 2012. Analisis Musim dan Daerah Penangkapan Ikan Teri
(Stolephorus sp.) Berdasarkan Kandungan Klorofil –A di Perairan
Sibolga, Sumatera Utara. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.