Anda di halaman 1dari 25

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BAGAN

PERAHU (BOAT LIFT NET) DI PERAIRAN KOLO, KOTA BIMA,


NUSA TENGGARA BARAT

PROPOSAL PENELITIAN (SKRIPSI)

OLEH:
GALILEA CORSEL
26030117130068

DEPARTEMEN PERIKANAN TANGKAP


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020

ABSTRAK
Galilea Corsel. 26030117130068. Analisis Kelayakan Usaha Perikanan Tangkap Bagan
Perahu (Boat Lift Net) di Perairan Kolo, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat.
Kolo merupakan salah satu wilayah di Kota Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat yang
memiliki potensi sumber daya alam khususnya sector perikanan. Alat tangkap bagan perahu
merupakan alat tangkap pasif yang terbuat dari bambu dengan jaring berbahan waring
biasanya dioperasikan malam hari dengan atraktor lampu dan menggunakan perahu sebagai
penyangga bagan dan sarana transportasi bagan menuju fishing ground. Bagan perahu (boat
lift net) merupakan alat tangkap ramah lingkungan, hal ini karena alat tangkap ini tidak
merusak habitat dan tempat berkembang biak ikan atau organisme perairan. Ikan yang
menjadi target buruan alat tangkap bagan adalah ikan-ikan yang memiliki ketertarikan pada
cahaya (fototaksis positif) sehingga pengoperasian bagan biasanya menggunakan alat bantu
lampu. Konstruksi alat tangkap bagan perahu terdiri dari tiang pancang, roller, rumah bagan,
lantai bagan, jaring bagan, pemberat, perahu utama (main boat) berfungsi sebagai
penyangga kerangka bagan, dan perahu penarik (thowing boat) sebagai alat penarik bagan,
dengan alat bantu lampu sebagai atraktor dan serok (scoop net) untuk mengambil hasil
tangkapan. Daerah penangkapan ikan (fishing ground) bagan perahu adalah perairan pantai
yang dasar perairannya pasir, lumpur campur pasir dan daerah yang sering terjadi pasang
surut serta perairan yang agak curam dan agak dalam. Bagan perahu dioperasikan pada
kedalaman sekitar 50-60 meter, dengan kondisi perairan yang tenang dan relatif gelap, oleh
sebab itu nelayan bagan biasanya tidak melakukan operasi penangkapan ikan saat bulan
purnama karna dapat menyebabkan pasang perairan. Target tangkapan bagan perahu adalah
ikan-ikan pelagis kecil yang memiliki fototaksis positif seperti teri (Stelophorus sp.) dan
hasil tangkapan sampingan (by product) cumi-cumi (Loligo sp.), ikan selar (Selaroides
leptolepis), ikan layang (Decapterus sp.), ikan pepetek (Leiognathus sp.) dsb. Hasil
tangkapan bagan perahu di Kolo biasanya langsung dijual kepada bakul atau warga yang
berada dikawasan Pantai Kolo.
Kata kunci: bagan perahu, konstruksi, fishing ground, fish target, dan pemasaran.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................... i

ABSTRAK.......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................... iii

DAFTAR TABEL.............................................................................. vi

I. PENDAHULUAN ................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Pendekatan Masalah ........................................................................... 2
1.3. Tujuan................................................................................................. 2
1.4. Manfaat............................................................................................... 3
1.5. Waktu dan Tempat ............................................................................. 4

II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 5


2.1. Devinisi Alat Tangkap Bagan Perahu (Boat lift net) ......................... 6
2.2. Klasifikasi Alat Tangkap Bagan Perahu (Boat lift net)...................... 6
2.3. Konstruksi Alat Tangkap Bagan Perahu (Boat lift net) ..................... 7
2.4. Metode Pengoperasian Alat Tangkap Bagan
Perahu (Boat lift net) .......................................................................... 8
2.5. Daerah Penangkapan Ikan Alat Tangkap Bagan
Perahu (Boat lift net) .......................................................................... 11
2.6. Musim Penangkapan Alat Tangkap Bagan Perahu (Boat lift net) ..... 12
2.7. Hasil Tangkapan Ikan Bagan Perahu (Boat lift net)........................... 13

III. MATERI DAN METODE ...................................................... 15


3.1. Materi ................................................................................................. 15
3.2. Metode ................................................................................................ 15
3.2.1. Metode Pengambilan Data ....................................................... 16
3.2.2. Jenis Data ................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 23

iii
Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam Paktek Kerja Lapangan ........ 15

Tabel 2. Data Primer ......................................................................................... 18

Tabel 3. Data Sekunder ..................................................................................... 22


I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kota Bima, Nusa Tenggara Barat merupakan daerah yang memiliki potensi
perairan yang begitu melimpah. Kota Bima memiliki batas wilayah utara Kecamatan
Ambalawi, Kabupaten Bima. Batas wilayah timur Kecamatan Wawo, Kabupaten
Bima. Batas wilayah selatan kecamatan Palibelo, Kabupaten Bima. Wilayah barat
berbatasan dengan Teluk Bima. Teluk Bima terdapat Perairan Kolo merupakan
kawasan perairan yang terletak di wilayah Kolo, Bima, Nusa Tenggara Barat. Perairan
Kolo terletak di dekat wilayah Kelurahan Kolo Kecamatan Asakota, Kota Bima.
Perairan Kolo ini memiliki potensi perikanan yang cukup melimpah.

Bagan perahu merupakan alat penangkap ikan berupa susunan kerangka bambu
menggunakan kapal utama (main boat) sebagai penyangga rangka bagan, dan kapal
penarik (thowing boat) sebagai sarana transportasi ke daerah penangkapan (fishing
ground).Konstruksi bagan perahu di bentuk dari bambu, waring/ jaring bagan serta
perahu bermotor yang sekaligus sebagai alat transportasi di laut. Bagan perahu hanyut
memiliki beberapa bagian diantaranya bagan yang tebuat dari bambu berbentuk empat
persegi panjang yang menyatu dengan perahu ditempatkan diatas secara melintang,
Perahu sebagai bagian utama 3 dalam meletakkan bagan, jaring bagan yang terletak
dibawah perahu berukuran persegi sama sisi (Sugihartanto dan Rahmat, 2018).

Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini merupakan studi mengenai alat tangkap
bagan perahu di perairan perairan Kolo, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat. Aspek-
aspek yang dipelajari yaitu aspek teknis yaitu alat tangkap bagan perahu, alat bantu
penangkapan ikan, metode pengoperasian alat tangkap dan daerah penangkapan serta
aspek non teknis seperti sosial ekonomi masyarakat.
1.2. Pendekatan Masalah

Alat tangkap bagan adalah salah satu jenis alat tangkap yang cukup banyak
digunakan di Indonesia. Penggunaan alat tangkap bagan yang cukup banyak tidak
lepas dari perkembangan teknologi, hasil tangkapan yang banyak, dan metode
penangkapan yang bersifat one day fishing. Penggunaan alat tangkap bagan perahu di
perairan Kolo yang cukup banyak menimbulkan persaingan antarnelayan meningkat,
namun tidak diimbangi dengan jumlah ikan yang berada di laut. Dampak yang timbul
yaitu persaingan yang tinggi mengakibatkan jumlah alat tangkap bagan perahu setiap
tahun berkurang. Jumlah alat tangkap bagan perahu di daerah Kolo kurang lebih sekitar
117 buah yang masih beroperasi. Terdapat 5 alat tangkap bagan perahu <5 GT, dan
112 alat tangkap bagan perahu berukuran 5-10 GT. Bagan di perairan Kolo mempunyai
ukuran yang lebih besar di bandingkan dengan daerah-daerah lain, sehingga menarik
untuk dipelajari lebih lanjut mengenai kelayakan usaha penangkapan bagan perahu di
perairan Kolo apakah menguntungkan atau tidak bagi nelayan di wilayah perairan
Kolo, Bima, NTB.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka tujuan dari Penelitian
adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui klasifikasi, konstruksi, metode pengoperasian alat tangkap Bagan


Perahu (Boat lift net);
2. Mengetahui daerah penangkapan serta komposisi hasil tangkapan alat tangkap
Bagan Perahu (Boat lift net);
3. Mengetahui rantai pemasaran hasil tangkapan alat tangkap Bagan Perahu (Boat
lift net);
4. Mengetahui produktivitas alat tangkap bagan perahu (boat lift net);
5. Mengetahui biaya tetap dan biaya variable dalam pelaksaan usaha
penangkapan bagan perahu (boat lift net), dan
6. Mengetahui kelayakan usaha penengkapan bagan perahu (boat lift net).
1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang telah diuraikan, manfaat yang akan diperoleh di


antaranya yaitu sebagai berikut:

1. Sebagai sarana mahasiswa untuk menambah wawasan mengenai cara


pengoperasian, konstruksi, hasil tangkapan, rantai pemasaran dan
kelayakan usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap Bagan Perahu
(Boat lift net) yang dioperasikan di Perairan Kolo, Kota Bima dan
2. Sebagai sarana mahasiswa untuk menambah pengalaman dengan observasi
secara langsung sehingga akan didapatkan data yang bersifat objektif

1.5. Waktu Penelitian

Penelitian (Skripsi) dilaksanakan pada tanggal 11-18 Januari 2021 dan 8- 13


Maret 2021 yang berlokasi di Perairan Kolo yang terletak di Kecamatan Kolo, Kota
Bima, Nusa Tenggara Barat.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Alat Tangkap Bagan Perahu (Boat lift net)

Bagan perahu (boat lift nets) adalah alat penangkap ikan yang dioperasikan
dengan cara diturunkan ke dalam perairan dan diangkat kembali setelah banyak ikan
di atasnya, dalam pengoperasiannya menggunakan perahu untuk berpindah-pindah ke
lokasi yang diperkirakan yang banyak ikannya. Bagan perahu (bagan rambo)
diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat (lift nets) (Subani dan Barus 1989).

Bagan merupakan salah satu jenis alat tangkap yang menggunakan cahaya
sebagai alat bantu penangkapannya. Berdasarkan cara pengoperasiannya bagan dapat
dikelompokkan kedalam jaring angkat (lift net). Sejalan dengan perkembangan
pengetahuan dan teknologi serta kemajuan yang telah dicapai oleh masyarakat maka
desain dan konstruksi bagan semakin berkembang. Komponen dan peralatan bagan
yang penting adalah perahu, jaring, rangka bagan, lampu dan generator sebagai
pembangkit listrik. Bagan rambo merupakan perkembangan paling mutakhir dari alat
tangkap bagan apung yang ada di Indonesia saat ini ber beda dengan bagan apung
lainnya karena ukurannnya yang sangat besar sehingga sering disebut bagan raksasa
atau rambo (Ilhamdi, dan adi 2018).

2.2. Klasifikasi Alat Tangkap Bagan Perahu (Boat lift net)

Bagan perahu (Boat Lift Nets) adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan
yang termasuk dalam klasifikasi jaring angkat (Lift net) dari jenis bagan yang
digunakan nelayan untuk menangkap ikan pelagis kecil (Subani dan barus 1989). Alat
tangkap ini pertama kali diperkenalkan olah nelayan Bugis Makasar pada tahun 1950-
an. Bagan perahu mempunyai bentuk lebih ringan dan sederhana, dapat menggunakan
satu atau dua perahu. Bagan perahu hanyut menggunakan satu perahu saja. Subani dan
Barus (1989) menyebutkan bahwa unit penangkapan bagan terdiri dari bagan tancap
(stationary lift net), bagan rakit (raft lift net) dan bagan perahu (boat lift net).
Perbedaan antara 3 jenis unit penangkapan bagan adalah :
1. Bagan tancap (stationary lift net) Bagan yang posisinya tidak dapat dipindah-
pindahkan, satu kali pembuatan berlaku untuk sekali musim penangkapan.
Bagan tancap mempunyai rumah bagan agar untuk tempat berteduh.
2. Bagan rakit (raft lift net) Bagan rakit adalah jaring angkat yang dalam
pengoperasiannya dapat dipindahpindahkan ke tempat yang sekiranya banyak
ikan. Sebelah kanan dan kiri bagian bawah terdapat rakit dari bambu tang
berfungsi sebagai landasan dan sekaligus sebagai alat apung.
3. Bagan perahu (boat lift net) Bagan perahu berbentuk lebih sederhana
dibandingkan bagan rakit dan lebih ringan sehingga memudahkan dalam
pemindahannya ke tempat yang dikehendaki. Bagan perahu terbagi atas dua
macam, yaitu: bagan yang menggunakan satu perahu dan bagan yang
menggunakan dua perahu. Bagian depan dan belakang bagan dua perahu
dihubungkan oleh dua batang bambu, sehingga berbentu bujur sangkar. Bambu
tersebut berfungsi untuk menggantung jaring atau waring.

2.3. Konstruksi Alat Tangkap Bagan Perahu (Boat lift net)

Konstruksi bagan perahu di bentuk dari bambu, waring/ jaring bagan serta
perahu bermotor yang sekaligus sebagai alat transportasi di laut. Bagan perahu hanyut
memiliki beberapa bagian diantaranya bagan yang tebuat dari bambu berbentuk empat
persegi panjang yang menyatu dengan perahu ditempatkan diatas secara melintang,
Perahu sebagai bagian utama dalam meletakkan bagan, jaring bagan yang terletak
dibawah perahu berukuran persegi sama sisi. Ukuran alat tangkap bagan beragam
mulai dari 13 x 2,5 x 1,2 m hingga 29 x 29 x 17 m. Ukuran mata jaring pada jaring
bagan umumya memiliki diameter sekitar 5 mm ukuran mata jaring ini berkaitan erat
dengan sasaran utama ikan yang akan tertangkap (Sugihartanto, dan Enjah 2018).

Alat tangkap bagan perahu merupakan alat tangkap yang berbentuk persegi
empat yang memiliki panjang dan lebar yang sama. Konstruksi alat tangkap bagan
perahu ini terdiri dari jaring, bambu, pipa besi, tali temali, lampu dan kapal bermesin.
Bagian jaring dari bagan ini terbuat dari bahan waring yang dibentuk menjadi kantong.
Bagian kantong terdiri dari lembaran-lembaran waring yang dirangkai atau dijahit
sedemikian rupa sehingga dapat membentuk kantong berbentung bujur sangkar yang
dikarenakan adanya kerangka yang dibentuk oleh bambu dan pipa besi (Sudirman &
Mallawa, 2004).

2.4. Metode Pengoperasian Alat Tangkap Bagan Perahu (Boat lift net)

Alat tangkap bagan ini dioperasikan pada malam hari dengan menggunakan
sumber cahaya sebagai penarik perhatian ikan. Biasanya nelayan melakukan operasi
penangkapan ini sebanyak dua kali setting dan dua kali 9 hauling dalam 1 trip
penangkapan. Untuk teknik penangkapannya dilakukan dengan cara memutar roller
yang fungsinya untuk menurunkan jaring dan menaikkan jaring. Setting dimulai pada
saat senja hari (pukul 18.00) setelah semua ujung jaring diikatkan pada bingkai jaring
dan selanjutnya dilakukan penyalaan lampu.Sebelum bingkai jaring diturunkan, batu
arus yang berfungsi sebagai penahan jaring diturunkan terlebih dahulu. Pertama-tama
jaring (cang) yang terbuat dari bahan polyetylen (PE) diturunkan secara perlahan-lahan
ke dalam perairan dengan cara mengulurkan tali-tali yang melilit pada badan roller
dimana terdapat tali-tali penghubung ke bingkar jaring tempat penggantungan jaring
di keempat sudut-sudut utamanya. Pada saat rangka menyentuh permukaan air, di
bagian tengah jaring diberi pemberat dari batu (sekitar 30kg) agar jaring cepat turun
ke dasar (Luasunaung, 2011).

Menurut Takril (2008), cara pengoperasian bagan rambo adalah sebagai


berikut.

1. Persiapan menuju fishing ground, biasanya terlebih dahulu dilakukan


pemeriksaan dan persiapan terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan dalam
pengoperasian bagan Rambo. Pemeriksaan dan perbaikan terutama
dilakukan terhadap lampu dan mesin kapal. Persiapan lain yang dianggap
penting adalah kebutuhan perbekalan operasi penangkapan seperti air
tawar, solar, minyak tanah, garam dan bahan makanan;
2. Pengumpulan ikan, ketika tiba di lokasi fishing ground dan hari menjelang
malam, maka lampu dinyalakan dan jaring biasanya tidak langsung
diturunkan hingga tiba saatnya ikan terlihat berkumpul di lokasi bagan atau
ingin masuk 10 ke dalam area cahaya lampu. Namun tidak menutup
kemungkinan ada pula sebagian nelayan yang langsung menurunkan jaring
setelah lampu dinyalakan;
3. Setting, setelah menunggu beberapa jam dan ikan mulai terlihat berkumpul
di lokasi penangkapan, maka jaring diturunkan ke perairan. Jaring biasanya
diturunkan secara perlahan-lahan dengan memutar roller. Penurunan jaring
beserta tali penggantung dilakukan hingga jaring mencapai kedalaman
yang diinginkan. Proses setting ini berlangsung tidak membutuhkan waktu
yang begitu lama. Banyaknya setting tergantung pada keadaan cuaca dan
situasi hasil tangkapan, serta kondisi perairan pada saat operasi
penangkapan;
4. Perendaman jaring (Soaking), selama jaring berada di dalam air, nelayan
melakukan pengamatan terhadap keberadaan ikan di sekitar kapal untuk
memperkirakan kapan jaring akan diangkat. Lama jaring berada dalam
perairan (perendaman jaring) bukan bersifat ketetapan, karena nelayan
tidak pernah menentukan dan menghitung lamanya jaring di dalam perairan
dan kapan jaring akan diangkat namun hanya berdasarkan penglihatan dan
pengamatan adanya ikan yang berkumpul di bawah cahaya lampu.
5. Pengangkatan jaring (lifting), lifting dilakukan setelah kawanan ikan
terlihat berkumpul di lokasi penangkapan. Kegiatan lifting ini diawali
dengan pemadaman lampu secara bertahap. Hal ini dimaksudkan agar ikan
tidak terkejut dan tetap terkosentrasi pada bagian Rambo di sekitar lampu
yang masih menyala. Ketika ikan sudah berkumpul di tengah-tengah jaring,
jaring tersebut mulai ditarik ke permukaan hingga akhirnya ikan akan
tertangkap oleh jaring;
6. Brailing, setelah bingkai jaring naik ke atas permukaan air, maka tali
penggantung pada ujung dan bagian tengah rangka dilepas dan dibawa ke
satu sisi kapal, tali kemudian dilewatkan pada bagian bawah kapal beserta
jaringnya. Tali pemberat ditarik ke atas agar mempermudah penarikan
jaring dan lampu dihidupkan lagi. Jaring kemudian ditarik sedikit demi
sedikit dari salah satu sisi kapal ke atas kapal, dan
7. Penyortiran ikan, setelah diangkat di atas dek kapal, dilakukan penyortiran
ikan. Penyortiran ini biasanya dilakukan berdasarkan jenis ikan tangkapan,
ukuran dan lain-lain. Ikan yang telah disortir langsung dimasukkan ke
dalam wadah atau peti untuk memudahkan pengangkutan.

2.5. Daerah Penangkapan Alat Tangkap Bagan Perahu (Boat lift net)

Daerah penangkapan (fishing ground) alat tangkap bagan perahu adalah


perairan pantai yang dasar perairannya pasir, lumpur campur pasir dan daerah yang
sering terjadi pasang surut serta perairan yang agak curam dan agak dalam. Alat
tangkap bagan perahu di operasikan pada kedalaman sekitar 50-60 meter, seperti di
Pulau Marsala yang kedalaman rata ratanya sekitar 60 meter. Armada penangkapan
bagan perahu atau bagan apung yang dioperasikan oleh masyarakat nelayan di daerah
Sibolga berukuran 28 GT – 30 GT (Hadinata et al.,2015).

Jenis hasil tangkapan bagan perahu adalah kelompok ikan pelagis kecil yang
reaktif terhadap cahaya. Pola kedatangan ikan di sekitar sumber cahaya ada yang
langsung menuju sumber cahaya dan ada juga yang hanya berada di sekitar sumber
pencahayaan. Ikan-ikan yang pola kedatangannya tidak langsung masuk ke dalam
sumber cahaya diindikasikan mendatangi cahaya karena ingin mencari 12 makan.
Selain itu pola kedatangan ikan disekitar sumber cahaya berbeda-beda, tergantung
jenis dan keberadaan ikan di perairan, sehingga sumberdaya ikan mempengaruhi hasil
tangkapan. Selain itu, aktivitas nelayan untuk melakukan penangkapan juga
dipengaruhi oleh periode bulan. Periode hari bulan merupakan salah satu indikasi
untuk menentukan waktu melaut bagi nelayan. Faktor periode hari bulan secara tidak
langsung berdampak pada keberadaan ikan, sehingga nelayan perlu mengetahui
perubahan setiap periode hari bulan tersebut. Perubahan periode hari bulan dapat
mengindikasi waktu yang baik dalam kegiatan operasi penangkapan karena adanya
perbedaan intensitas cahaya pada setiap periode hari bulan dan mempengaruhi ikan
yang memiliki sifat fototaksis positif maupun negatif terhadap cahaya sehingga
perbedaan intensitas akan berpengaruh terhadap volume hasil tangkapan ketika
nelayan beroperasi (Nurlindah et al., 2017).
2.6. Musim Penangkapan Alat Tangkap Bagan Perahu (Boat lift net)

Bulan-bulan bukan musim ikan cenderung terjadi pada bulan Desember sampai
dengan bulan Februari, dimana pada bulan-bulan tersebut bertiupnya angin barat dan
bulan Agustus sampai dengan September dimana pada saat itu biasanya bertiup angin
timur. Pada bulan-bulan bukan musim ikan menyebabkan hasil tangkapan menurun,
yang berarti memberikan kesempatan pada ikan teri untuk memijah (Luasunaung,
2011). Hasil tangkapan ikan teri pada tahun 2006-2009 mengalami fluktuasi dan
cenderung meningkat hingga puncak tertinggi pada tahun 2009 sebesar 6.271,2 ton.
Eksploitasi pada tahun 2009 berpengaruh terhadap penurunan produksi pada tahun
2010 hingga 50% dari hasil tangkapan tahun sebelumnya. Dalam periode 13 tahun
2006-2010, produksi ikan teri pada musim barat (Desember-Februari) relatif lebih
banyak dibandingkan dengan musim sebelumnya. Puncak produksi ikan teri selama
musim barat yaitu bulan Januari. Hasil tangkapan ikan teri cenderung sedikit terdapat
pada musim peralihan timur-barat (September-November). Hasil tangkapan yang
berfluktuasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antara adanya perubahan cuaca
setiap bulannya dan faktor oseanografi (Surbakti, 2012).

2.7. Hasil Tangkapan Bagan Perahu (Boat Lift net)

Usaha perikanan tangkap dengan alat tangkap bagan perahu merupakan usaha
yang potensial dengan hasil tangkapan yang bernilai ekonomis tinggi yaitu Layur
(Trichiurus sp), Teri (Stolephorus sp), Cumi (Lolligo sp) yang memiliki harga jual
tinggi, akan tetapi dengan semakin banyaknya penggunaan alat tangkap bagan perahu
di perairan Kolo maka akan terjadinya persaingan usaha dan pendapatan yang
diperoleh berkurang, semakin banyaknya usaha perikanan tangkap tersebut perlu
adanya pengkajian aspek ekonomis usaha perikanan tangkap dengan menggunakan
alat tangkap bagan perahu seperti modal dan biaya yang diperlukan, tingkat
pendapatan nelayan, dan kelayakan usaha alat tangkap bagan perahu Pelabuhan
Perikanan Pantai Kolo (Ramadhan et al., 2016).

Pengoperasian alat tangkap bagan jarang sekali didapatkan satu jenis spesies
ikan saja tetapi juga beberapa ikan pelagis kecil, seperti: Teri (Stolephorus sp.), Petek
(Leiognathus sp.), Kembung (Ratrelliger spp.), Belanak (Mugil sp.), dan lain-lain.
Selain ikan yang disebutkan ada beberapa jenis ikan yang ikut tertangkap pada waring
seperti Kembung (Rastrelliger sp) dan Udang Putih (Litopeneus vannamei) (Mulyono
(1986) dalam Aliyubi et al., 2015)

Secara umum hasil tangkapan bagan perahu adalah jenis ikan pelagis kecil
yang bersifat fototaksis positif, seperti ikan Teri, ikan Tembang, ikan Japuh, ikan
Peperek, ikan Selar, ikan Ekor kuning, Kerong-kerong, Cumi-cumi (Loligo sp), Sotong
(Sepia officinalis), ikan Kembung (Rastelliger sp.) dan ikan Layur (Trichiurus
lepturus). Hasil tangkapan bagan pada umumnya adalah ikan Teri (Stelephorus sp.),
Tembang (Clupea sp.), Peperek (Leiognathus sp.), Kembung (Rastrelliger sp.), Layur
(Trichiurus sp.), Cumi-cumi (Loligo sp.) dan Sotong (Sepia sp.) (Monintja vide
Effendi (2002) dalam Putra, 2013)
III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi

Materi yang digunakan dalam Penelitian (SKRIPSI) adalah alat tangkap Bagan
perahu (Boat lift net). Pengukuran alat tangkap Bagan perahu (Boat lift net) pada
Penelitian ps (SKRIPSI) ini meliputi pengukuran alat tangkap, komponen penyusun
alat tangkap, alat bantu penangkapan, metode pengoperasian alat tangkap, daerah
penangkapan dan hasil tangkapan. Alat dan bahan yang digunakan dalam Penelitian
(SKRIPSI) tersaji pada tabel 1:

Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam Penelitian (SKRIPSI)


No Materi Ketelitian Kegunaan
1. Bagan Perahu Objek Pengamatan
2. Alat Tulis Untuk mencatat data
Untuk mengukur diameter dan mesh size
3. Jangka sorong 0,05 mm
jaring
4. Meteran Gulung 1 cm Alat ukur panjang
5. Kamera Dokumentasi
6. GPS Alat penanda lokasi
7. Termometer 1 Mengukur suhu
8. Stopwatch 1s Menghitung waktu pengoperasian
9. Timbangan 1gr Menimbang hasil tangkapan
Sumber: Penelitian (SKRIPSI), 2020.

3.2. Metode

Metode yang digunakan dalam Penelitian (SKRIPSI) adalah metode deskriptif.


Metode penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha
menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai dengan apa adanya. Metode
deskriptif atau pengetahuan empiris adalah metode yang paling sering digunakan.
Seperti yang sudah dijelaskan variasi metode tersebut adalah angket, wawancara,
observasi, tes, dan dokumentasi (Arikunto, 2013).

Metode yang digunakan untuk mengambil sampel adalah metode purposive


sampling. Purposive sampling merupakan metode pengambilan sampel berdasarkan
kriteria tertentu yang ditetapkan oleh peneliti secara objektif. Sampel yang diambil
dalam penelitian ini adalah unit usaha penangkapan Bagan Perahu (Boat Lift Net) di
Perairan Kolo, maka jumlah sampel yang didapat menggunakan formula Slovin
dengan tingkat kesalahan 10% . Analisis kelayakan usaha dengan beberapa indikator
yaitu keuntungan, NPV,IRR, R/C Rasio, dan PP (Payback Period) untuk menentukan
layak tidaknya usaha penangkapan ini dimasa sekarang dan masa yang akan dating.
Analisis aspek teknis dilakukan secara deskriptif dengan mengumpulkan data yang
menyangkut aspek teknis masing-masing usaha perikanan tangkap. Analisa ini
menggambarkan kondisi penangkapan secara teknis yang meliputi; konstruksi alat
tangkap, BBM, alat bantu, dan cara pengoperasian.

3.2.1. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data
Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah sebagai berikut:

1. Metode Wawancara Wawancara pada Penelitian (SKRIPSI) dilakukan untuk


memenuhi data hasil Penelitian yaitu dengan cara mewawancarai satu nelayan bagan
perahu, pihak DKP kota Bima, dengan mewawancarai Pelaksana yang diwawancarai
pada Penelitian ini, informasi secara mendalam tentang kondisi umum Perairan Kolo,
masyarakat nelayan sekitar, hasil tangkapan bagan perahu, musim penangkapan,
fishing ground bagan perahu, metode pengoperasian alat tangkap bagan perahu, serta
manajemen operasi penangkapan bagan perahu.

2. Metode Observasi Metode observasi merupakan teknik pengumpulan data,


dimana peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk
melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. Metode observasi yang dilakukan pada
saat Penelitian (SKRIPSI) adalah dengan mengamati langsung kepada nelayan bagan
perahu dengan memperhatikan konstruksi bagan perahu, mengukur kapal bagan
perahu, mengamati pada saat pengoperasian bagan perahu, mengamati dan mengukur
hasil tangkapan bagan perahu, hasil tangkapan serta daerah penangkapan bagan perahu
serta proses lelang di TPI. Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan data langsung
di lapangan baik pada saat operasi penangkapan serta pengamatan di darat yaitu
pengamatan Tempat Pemasaran Ikan (TPI) dan kondisi umum wilayah perairan Kolo,
Bima.

3. Metode Dokumentasi Metode ini bersifat sekunder dan dilaksanakan oleh si


peneliti dengan mendokumentasikan beberapa proses/keadaan saat berlangsungnya
kegiatan Penelitian. Dokumentasi dilakukan sebagai sumber data, karena sumber
dokumentasi digunakan untuk menguji, menafsirkan, bahkan meramalkan banyak hal.
Metode dekomentasi dilakukan dengan mengambil gambar obyek Penelitian dan
kegiatan selama Penelitian berlangsung untuk didokumentasikan. Dokumentasi yang
diambil pada saat Penelitian yaitu : pengukuran panjang kapal, pengukuran mesh size
alat tangkap, pengukuran rumah bagan, proses setting alat tangkap, proses immersing
alat tangkap, proses hauling alat tangkap, penyortiran hasil tangkapan, pengukuran
hasil tangkapan, serta dokumentasi saat wawancara dengan anak buah kapal (ABK).

4. Metode Studi Pustaka Metode studi pustaka ini dilakukan mempelajari teori-
teori yang mendukung Penelitian (SKRIPSI) sehingga diharapkan dengan landasan
teori yang kuat akan diperoleh pemahaman yang baik. Studi pustaka dilakukan dengan
melihat referensi yang relevan mengenai Perairan Kolo, alat tangkap bagan perahu,
alat bantu penangkapan, cara pengoperasian, hasil tangkapan dan semua yang
berkaitan dengan judul Penelitian ini untuk dibandingkan dengan hasil pengamatan
atau observasi secara langsung. Ditambah dengan referensi dari data tahunan di
Perairan Kolo, dan Dinas Kelautan Perikanan (DKP) Kota Bima tahun 2019 yang
meliputi jumlah armada penangkapan, jumlah dan jenis alat tangkap serta produksi
dan nilai produksi ikan. Dimana referensi yang diberikan berdasarkan data lima tahun
lima tahun terakhir dihitung mulai dari tahun 2016 sampai tahun 2020.

3.2.2. Jenis Data

Data adalah sesuatu yang belum mempunyai arti bagi penerimanya dan masih
memerlukan suatu pengolahan. Data bisa berwujud suatu keadaan, gambar, suara,
huruf, angka, matematika, bahasa ataupun simbol - simbol lainnya yang bisa kita
gunakan sebagai bahan untuk melihat lingkungan, objek, kejadian. Jenis data
berdasarkan cara memperolehnya adalah data primer dan data sekunder.
a. Data primer

Data Primer yaitu data yang dulunya belum ada yang diperoleh sendiri oleh
peneliti secara langsung dari wawancara atau dialog, observasi maupun melalui
pengambilan gambar. Pengamatan yang dilakukan meliputi operasi penangkapan, dan
jenis ikan hasil tangkapan serta paguyuban nelayan yang berkembang. Data primer
yang dibutuhkan pada Penelitian (SKRIPSI) tersaji pada tabel 2 sebagai berikut : Tabel
2. Data Primer

No. Kebutuhan Data Sumber Alat Teknik


Pengukur Pengambilan
Data
1. Desain Bagan Perahu Operasi Roll Meter Observasi,
penangkapa Pengukuran
, dan Langsung,
katalog dan
BPPI Wawancara
2. Konstruksi Bagan Perahu
- Jumlah & bahan pemberat Timbangan
(kg)
- Panjang x lebar bagan (m) Roll meter
Observasi,
- Mesh size Waring (Inci) Jangka
Operasi Pengukuran
sorong
penangkapa Langsung,
- Panjang x Lebar Waring -
n dan
(m)
Wawancara
- Kedalaman waring (m) -
- Tinggi lantai bagan dari -
permukaan laut (m)
3. Alat bantu penangkapan Observasi,
a. Lampu Pengukuran
- Jumlah (buah) Operasi - Langsung,
Lanjutan Tabel 2

penangkapan dan
- Jarak terpasang dari -
Wawancara
permukaan laut (m) Nelayan
Observasi,
- Daya lampu (watt) - Pengukuran
a. Roller Penarik jaring Langsung,

- Diameter (m) Roll meter dan


- Panjang roller (m) Operasi Roll meter Wawancara
- Panjang engkol roller (m) penangkapa Roll meter
n

- Tinggi roller dari lantai (m) Roll meter


b. Roller penahan jaring
- Diameter (m) Roll meter
- Panjang roller (m) Roll meter
Operasi
- Panjang engkol roller (m) Roll meter
penangkapa
n

- Tinggi roller dari lantai (m) Roll meter


c. Scup net
- Jumlah (buah) dan -
bahan
Operasi
- Panjang (m) Roll meter
penangkapan
- Diameter (m) Roll meter
- Daya tampung (kg) Nelayan -
d. Tombong / Besek
- Jumlah (buah) dan bahan Operasi -
- Diameter (m) - an penyusun
e. Kapal penarik (Thowing B
boat) a
h
penangkapan Roll meter

-
Operasi

- P x l x t (m) Roll meter


penangkapan
- Jumlah mesin (buah) -
- Daya Nelayan -
4. Metode pengoperasian Observasi,
- Hari/tanggal/jam Nelayan
Pengukuran
- Lama penurunan jaring Operasi Stopwatch
Langsung,
(setting) penangkapa
dan
n
Sumber: Penelitian Skripsi, 2020.
- Lama perendaman jaring Stopwatch Wawancara
(soaking)
- Lama penarikan jaring Stopwatch
(lifting)
5. Kondisi perairan Observasi,
- Kedalama (m) - Pengukuran
- Suhu perairan (C0) Operasi Thermometer Langsung,
- Suhu udara (C0) penangkapan Thermometer dan
Wawancara
6. Posisi bagan Observasi,
- Bujur timur (0) Operasi GPS Pengukuran
penangkapan Langsung
Sumber: Penelitian Skripsi, 2020.

b. Data sekunder

Data Sekunder yaitu data yang dikumpulkan oleh orang lain dan diperoleh dari

dokumen, jurnal, buku, dan pustaka lain yang mendukung. Data sekunder yang dibutuhkan

pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) tersaji dalam tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3. Data sekunder

No. Kebutuhan Data Tahun Sumber

1. Data produksi perikanan 2015-2019 Dinas Kelautan


dan Perikanan
2. Data nilai produksi perikanan 2015-2019
(DKP) Kota
3. Data armada penangkapan, dan 2015-2019 Bima
alat tangkap Dinas Kelautan
dan Perikanan
4. Data jumlah nelayan 2015-2019
(DKP) Kota
Bima
C. Analisis Finansial Usaha Bagan Perahu (Cungkil)

1) R/C Ratio

Dimana : TR = Total revenue (pendapatan)

TC = Total cost (pengeluaran)

Keterangan : Nilai R/C ratio > 1 maka kegiatan tersebut efisien Nilai R/C

ratio < 1 maka kegiatan tersebut tidak efisien

R/C rasio merupakan rasio tingkat keuntungan yang dapat diperoleh

dengan membagi total penerimaan (Revenue) dengan total biaya yang

dikeluarkan (Cost). Keuntungan akan diperoleh apabila total penerimaan lebih

besar dibandingkan dengan total biaya yang dikeluarkan. Artinya jika hasil

analisis R/C rasio < 1 usaha tidak menguntungkan, jika R/C rasio = 1 usaha

berada pada titik impas, dan jika R/C rasio > 1 usaha menguntungkan.

2) Net present value (NPV)

Dimana:

CFt : Aliran kas per tahun pada periode t Co :

Investasi awal pada tahun ke-0

i : Suku bunga (discount factor) t

: Tahun ke-

n : Jumlah tahun
Kriteria penilaian NPV adalah :

o Jika NPV > 0, maka investasi diterima.

o Jika NPV < 0, maka investasi ditolak.

Net Present Value (NPV) diperoleh dengan membandingkan

penerimaan proyek pada tahun ke-t dikurangi biaya proyek pada tahun ke-t

dengan tingkat suku bunga yang berlaku. Tingkat suku bunga yang

digunakan dalam perhitungan NPV adalah 15 %, yakni merupakan tingkat

suku bunga deposito yang berlaku ketika penelitian dilakukan

3) Payback period (PP)

n = Tahun terakhir dimana jumlah arus kas masih belum bisa menutup

investasi mula-mula

a = Jumlah investasi mula-mula

b = Jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke – n

c = Jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke n + 1

Analisis payback period merupakan analisis yang digunakan untuk

mengetahui jangka waktu pengembalian modal. Payback Period dapat

dihitung dengan membandingkan antara modal investasi awal dengan

keuntungan dan dikalikan dengan 1 tahun.

4) Internal rate of return (IRR)

Dimana:

i1 = Tingkat bunga 1 (tingkat discount rate yang menghasilkan NPV 1)


i2 = Tingkat bunga 2 (tingkat discount rate yang menghasilkan NPV 2)

NPV1 = Net Present Value 1

NPV 2 = Net Present Value 2

Kriteria:

IRR > tingkat bunga relevan, maka investasi dikatakan menguntungkan

IRR < tingkat bunga relevan, maka investasi dikatakan merugikan

Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat diskonto yang

menyebabkan NPV investasi sama dengan nol. Sebuah investasi layak jika

nilai IRR melebihi tingkat return yang dipersyaratkan. Dengan mengkaji

IRR yaitu tingkat pengembalian yang menghasilkan NPV sama dengan 0.

Dalam menghitung IRR ditentukan terlebih dahulu nilai NPV kemudian

dicari berapa besar tingkat pengembalian dan apabila hasil perhitungan IRR

lebih besar daripada discount factor yaitu 15 % maka dikatakan usaha

tersebut layak untuk diteruskan, bila sama dengan discount factor berarti

pulang pokok dan di bawah discount factor maka proyek tersebut tidak dapat

diteruskan.
DAFTAR PUSTAKA

Aliyubi,F.K.,H. Boesono, I. Setiyanto . 2015. Analisis Perbedaan Hasil Tangkapan


Berdasarkan Warna Lampu Pada Alat Tangkap Bagan Apung dan Bagan
Tancap di Perairan Muncar, Kabupaten Banyuwangi. Jounal of Fisheries
Resources Utilization Management And Technology. 4(2): 93- 101.

Arikunto, S. 2013. Buku Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Hal: 270- 274.

Hadinata, C., Usman, dan A. Brown. 2015. Produktivitas Alat Tangkap Bagan
Perahu KM Bakti Fortuna 30 GT di Perairan Pantai Barat Sibolga.

Kusuma, C. P. M., H. Boesono., dan A. D. P. Fitri. 2014. Analisis Hasil Tangkapan


Ikan Teri (Stolephorus sp.) Dengan Alat Tangkap Bagan Perahu
Berdasarkan Perbedaan Kedalaman. Journal of Fisheries Resources
Utilization Management and Technology. 3 (4): 102-110.

Luasunaung, A. 2011. Analisis Musim Penangkapan Ikan Teri (Stolephorus sp.) di


Teluk Dodinga, Kabupaten Halmahera Barat. Jurnal Perikanan dan
Kelautan Tropis. 7(I): 6-11.

Putra, R.S.R. 2013. Optimalisasi Operasi Penangkapan Ikan Bagan Apung di Teluk
Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID).
Institut Pertanian Bogor.

Ramadhan, H., D. Wijayanto, dan Pramonowibowo. 2016. Analisis Teknis dan


Ekonomis Perikanan Tangkap Bagan Perahu (Boat Lift Net) di Pelabuhan
Perikanan Pantai Morodemak, Kabupaten Demak. Journal of Fisheries
Resources Utilization Management and Technology. 5 (1): 170-177.

Subani, W. dan H.R. Barus. 1989. Memancing di Perairan Tawar dan Laut.
Penebar Swadaya. Jakarta.

Surbakti, C.N. 2012. Analisis Musim dan Daerah Penangkapan Ikan Teri
(Stolephorus sp.) Berdasarkan Kandungan Klorofil –A di Perairan
Sibolga, Sumatera Utara. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Takril. 2008. Kajian Pengembangan Perikanan Bagan Perahu di Polewali,


Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat [tesis]. Bogor (ID). Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai