Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN TUGAS PELABUHAN

ALUR PELAYARAN

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pelabuhan


sebagai bahan diskusi

ISTN

Disusun oleh:

Natalia Hardi Prastiwi 10114702


Timbul Feryanto 09114758

Dosen Pembimbing:

Ir. Rahardjo Samiono, MT

JURUSAN TEKNIK SIPIL

Institut Sains dan Teknologi Nasional


FTSP - ISTN
2011

0
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang memberi kesempatan kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak Rahardjo
Samiono selaku dosen mata kuliah Pelabuhan yang telah membimbing dan mengarahkan
kami sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini.
Dan kami juga ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan laporan ini.
Laporan ini disusun sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Pelabuhan. Selain itu,
bertujuan juga untuk memahami bangunan pantai sebagai pemecah gelombang. Dengan
adanya laporan ini diharapkan dapat mengetahui manfaat dari alur pelayaran.
Dalam menyusun laporan ini kami menyadari masih banyak kekurangannya. Kepada
semua pihak, penulis mengharapkan koreksi, kritik, dan saran-saran yang sifatnya
membangun demi perbaikan dimasa yang akan datang. Mudah-mudahan, laporan ini dapat
bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi yang membaca dan mempelajarinya.

Jakarta, 20 Juni 2011

PENULIS

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan.........................................................................................................2
1.4. Sistematika Penulisan..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
2.1 Dasar Teori..................................................................................................................3
2.2 KARATERISTIK ALUR PELAYARAN...................................................................7
2.3 Kedalaman Alur Pelayaran..........................................................................................8
2.4 Lebar Alur Pelayaran...................................................................................................9
2.5 Layout Alur Pelayaran..............................................................................................11
BAB III KESIMPULAN..........................................................................................................16
3.1 Kesimpulan................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Pertumbuhan suatu wilayah umumnya ditentukan juga oleh ketersediaan
infrastukturnya. Negara Indonesia memiliki keunggulan di bidang infrastruktur
kelautan, sehingga pertumbuhan masyarakat banyak dimulai dari daerah pantai menuju
darat. Hal ini terlihat dari kebanyakan kota besar di Indonesia terletak di daerah pantai
seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Makasar.
Mengingat hal tersebut maka diperlukan perencanaan yang matang dalam
membangun infrastruktur tersebut. Pelabuhan dan bangunan penunjang lainnya sangat
berperan penting sebagai sarana penunjang transportasi antar pulau.
Selain masalah insfrastruktur, hal lain yang tidak kalah penting adalah masalah
alur pelayaran dalam pelabuhan. Alur pelayaran meliputi sistem rute dan system lalu
lintas perairan. Alur pelayaran dicantumkan dalam peta laut dan buku petunjuk-
pelayaran serta diumumkan oleh instansi yang berwenang. Alur pelayaran digunakan
untuk mengarahkan kapal masuk ke kolam pelabuhan, karena harus melalui suatu
perairan yang tenang terhadap gelombang dan arus yang tidak terlalu kuat.

1.2. RUMUSAN MASALAH


a. Memahami secara umum Karateristik Alur Pelayaran.
b. Menjelaskan Mengenai Kedalaman, Lebar, serta Layout Alur Pelayaran.

1.3. TUJUAN PENULISAN


Laporan ini disusun untuk mengetahui pengertian alur pelayaran dan macam-
macamnya serta pengaruhnya terhadap bangunan pelabuhan.

1.4. SISTEMATIKA PENULISAN


Metoda penulisan yang dilakukan sebagai berikut ;

BAB I PENDAHULUAN

BAB II PEMBAHASAN

1
BAB III KESIMPULAN

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DASAR TEORI


Alur pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas
hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari oleh kapal di
laut, sungai atau danau. Alur pelayaran dicantumkan dalam peta laut dan buku petunjuk
pelayaran serta diumumkan oleh instansi yang berwenang
Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk kolam
pelabuhan. Alur pelayaran harus cukup tenang terhadap pegaruh gelombang dan arus.
Perencanaan alur pelayaran dan kolam pelabuhan ditentukan oleh kapal terbesar yang
akan masuk ke pelabuhan.
Dalam perjalanan masuk ke pelabuhan melalui alur pelayaran, kapal mengurangi
kecepatannya sampai kemudian berhenti di dermaga. Secara umum ada beberapa
daerah yang di lewati selama perjalanan tersebut, yaitu daerah tempat kapal melempar
sauh di luar pelabuhan; daerah pendekatan di luar alur masuk; alur masuk di luar
2
pelabuhan dan kemudian di dalam daerah terlindung; saluran menuju ke dermaga,
apabila pelabuhan berada di dalam daerah daratan; dan kolam putar.
Alur pelayaran ini biasanya ditandai dengan alat bantu pelayaran yang berupa
pelampung dan lampu – lampu. Pada umumnya daerah – daerah tersebut mempunyai
kedalaman yang kecil, sehingga sering diperlukan pengerukan untuk mendapatkan
kedalaman yang diperlukan.

Gambar 1. Tampang Alur Pelayaran

Gambar 2. Layout Alur Pelayaran

3
Daerah tempat kapal melempar sauh di luar pelabuhan digunakan sebagai tempat
penungguan sebelum kapal bisa masuk ke dalam pelabuhan, baik karena keadaan
meteorology dan oseanografi belum memungkinkan (pasang surut) atau karena
dermaga sedang penuh. Daerah ini harus terletak sedekat mungkin dengan alur masuk
kecuali daerah yang diperuntukkan bagi kapal yang mengangkut barang berbahaya.
Dasar dari daerah ini harus merupakan tanah yang mempunyai daya tahanan yang baik
untuk bisa menahan jangkar yang di lepas.
Pada waktu kapal akan masuk ke pelabuhan, kapal tersebut melalui alur
pendekatan. Di sini kapal diarahkan untuk bergerak menuju alur masuk dengan
menggunakan pelampung pengarahan (rambu pelayaran). Sedapat mungkin alur masuk
ini lurus. Tetapi apabila alur terpaksa membelok, misalnya untuk menghindari dasar
karang, maka setelah belokan harus dibuat alur stabilitas yang berguna untuk
menstabilkan gerak kapal setelah membelok. Pada ujung akhir alur masuk terdapat
kolam putar yang berfungsi untuk mengubah arah kapal yang akan merapat ke
dermaga. Panjang alur pelayaran tergantung pada kedalaman dasar laut dan kedalaman
alur yang diperlukan. Di laut/pantai yagn dangkal diperlukan alur pelayaran yang
panjang, sementara di pantai yang dalam (kemiringan besar) diperlukan alur pelayaran
yang lebih pendek.
Alur pelayaran pendekatan biasanya terbuka terhadap gelombang besar dibanding
dengan alur masuk atau saluran. Akibatnya gerak vertical kapal karena pengaruh
gelombang di alur pendekatan lebih besar daripada di alur masuk atau saluran.
Sebelum masuk ke mulut pelabuhan kapal harus mempunyai kecepatan tertentu
untuk menghindari angin, arus, dan gelombang. Setelah masuk ke kolam pelabuhan
kaal mengurangi kecepatan. Untuk kapal kecil, kapal tersebut bisa merapat ke dermaga
dengan menggunakan mesinnya sendiri. Tetapi untuk kapal besar, diperlukan kapal
tunda untuk menghela kapal merapat di dermaga.

4
Gambar 3. Gerak kapal masuk keluar pelabuhan

2.2 KARATERISTIK ALUR PELAYARAN


Alur masuk ke pelabuhan biasanya sempit dan dangkal. Alur – alur tersebut
merupakan tempat terjadinya arus, terutama yang disebabkan oleh pasang surut. Sebuah
kapal yang mengalami/menerima arus dari depan akan dapat mengatur gerakannya

5
(maneuver), tetapi apabila arus berasal dari belakang kapal akan menyebabkan gerakan
yang tidak baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan karateristik alur masuk
ke pelabuhan adalah sebagai berikut :
1. Keadaan trafik kapal.
2. Keadaan geografi dan meteorology di daerah alur.
3. Sifat – sifat fisik dan variasi dasar saluran.
4. Fasilitas – fasilitas atau bantuan – bantuan yang diberikan pada pelayaran.
5. Karateristik maksimum kapal – kapal yang menggunakan pelabuhan.
6. Kondisi pasang surut, arus dan gelombang.

Suatu alur masuk ke pelabuhan yang lebar dan dalam akan memberikan
keuntungan – keuntungan baik langsung maupun tidak langsung seperti :
1. Jumlah kapal yang bergerak tanpa tergantung pada pasang surut lebih besar.
2. Berkurangnya batasan gerak dari kapal – kapal yang mempunyai draft besar.
3. Dapat menerima kapal yang berukuran besar ke pelabuhan.
4. Mengurangi waktu penungguan kapal – kapal yang hanya dapat masuk ke
pelabuhan pada waktu air pasang.
5. Mengurangi waktu transito barang – barang.

Selain keuntungan – keuntungan tersebut, dalam menentukan karateristik alur ini


perlu ditinjau pula biaya pengerukan yang besar apabila alur tersebut lebar dan dalam,
dibanding dengan alur yang sempit dan dangkal.

2.3 KEDALAMAN ALUR PELAYARAN


Untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal kedalaman air di alur masuk harus
besar untuk memungkinkan pelayaran pada muka air terendah dengan kapal bermuatan
penuh. Kedalaman air ini ditentukan oleh berbagai factor seperti yang ditunjukkan
dalam rumus
H=d+G+R+P+S+K
Dimana, d = Draft kapal
G = Gerak vertical kapal karena gelombang dan squat
R = Ruang kebebasan bersih
S = Pengendapan sedimen antara dua pengerukan
K = Toleransi pengerukan

6
Kedalaman air diukur terhadap muka air referensi. Biasanya muka air referensi
ini ditentukan berdasarkan nilai rerata dari muka air surut terendah pada saat pasang
besar (spring tide) dalam periode panjang.
Elevasi dasar alur nominal adalah elevasi di atas mana tidak terdapat rintangan
yang mengganggu pelayaran. Kedalaman elevasi ini adalah jumlah dari draft kapal dan
ruang kebebasan bruto yang dihitung terhadap muka air rencana. Ruang kebebasan
bruto adalah jarak antara sisi terbawah kapal dan elevasi dasar alur nominal, pada draft
kapal maksimum yang diukur pada air diam. Ruang ini terdiri dari ruang gerak vertical
kapal karena pengaruh gelombang dan squat dan ruang kebebasan bersih. Ruang
kebebasan bersih adalah ruang minimum yang tersisa antara sisi terbawah kapal dan
elevasi dasar alur nominal kapal, pada kondisi kapal bergerak dengan kecepatan penuh
dan pada gelombang dan angin terbesar. Ruang kebebasan bersih minimum adalah
0.5m untuk dasar laut berpasir dan 1.0m untuk dasar karang.
Elevasi pengerukan alur ditetapkan dari elevasi dasar alur nominal dengan
memperhitungkan beberapa hal berikut ini :
1. Jumlah endapan yang terjadi antara dua periode pengerukan.
2. Toleransi pengerukan.
Ketelitian pengukuran.

Gambar 4. Kedalaman alur pelayaran

7
Gambar 5. Pengaruh gelombang pada gerak kapal

2.4 LEBAR ALUR PELAYARAN


Lebar alur biasanya diukur pada kaki sisi – sisi miring saluran atau pada
kedalaman yang direncanakan. Lebar alur tergantung pada beberapa faktor,yaitu :
1. Lebar , kecepatan, dan gerakan kapal.
2. Trafik kapal, apakah alur direncanakan untuk satu atau dua jalur.
3. Kedalaman alur.
4. Apakah alur sempit atau lebar.
5. Stabilitas tebing alur.
6. Angin, gelombang, arus, dan arus melintang dalam alur.

Tidak ada rumus yang memuat factor – factor tersebut secara explicit, tetapi
beberapa criteria telah ditetapkan berdasarkan pada lebar kapal dan factor – factor
tersebut secara implisit. Pada alur untuk satu jalur (tidak ada simpangan), lebar alur
adalah tiga sampai dengan empat kali lebar kapal. Jika kapal boleh bersimpangan, lebar
alur adalah 6-7 kali lebar kapal.

Gambar 6. Lebar alur satu jalur

8
Gambar 7. Lebar alur dua jalur

Cara lain untuk menentukan lebar alur diberikan oleh OCDI (1991). Untuk alur di
luar pemecah gelombang, lebar alur harus lebih besar daripada yang diberikan dalam
table tersebut, supaya kapal bisa melakukan gerakan (maneuver) dengan aman di
bawah pengaruh gelombang, arus, topografi, dan sebagainya. Lebar alur untuk dua jalur
diberikan oleh table berikut.

Panjang Alur Kondisi Pelayaran Lebar


Kapal sering bersimpangan 2 Loa
Ralatif Panjang
Kapal tidak sering bersimpangan 1.5 Loa
Kapal sering bersimpangan 1.5 Loa
Selain dari alur di atas
Kapal tidak sering bersimpangan Loa

2.5 LAYOUT ALUR PELAYARAN


Untuk mengurangi kesulitan dalam pelayaran, sedapat mungkin trase alur
pelayaran merupakan garis lurus. Apabila hal ini tidak mungkin, misalnya karena
adanya dasar karang, maka sumbu alur dibuat dengan beberapa bagian lurus yang
dihubungkan dengan busur lingkaran. Faktor – faktor yang berpengaruh pada pemilihan
trase adalah kondisi tanah dasar laut, kondisi pelayaran (angin, arus, gelombang),
peralatan bantu (lampu – lampu, radar) dan pertimbangan ekonomis. Secara garis besar
trase alur ditentukan oleh kondisi local dan tipe kapal yang akan menggunakannya.
Beberapa ketentuan berikut ini perlu diperhatikan dalam merencanakan trase alur
pelayaran :

1. Sedapat mungkin trase alur harus mengikuti garis lurus.


2. Satu garis lengkung akan lebih baik daripada sederetan belokan kecil dengan
interval pendek.

9
3. Garis lurus yang menghubungkan dua kurva lengkung harus mempunyai panjang
minimum 10 kali panjang kapal terbesar.
4. Sedapat mungkin alur tersebut harus mengikuti arah arus dominan, untuk
memperkecil alur melintang.
5. Jika mungkin, pada waktu kapal terbesar masuk pada air pasang, arus
berlawanan dengan arah kapal yang datang.
6. Gerakan kapal akan sulit apabila dipengaruhi oleh arus atau angin melintang. Hal
ini dapat terjadi ketika kapal bergerak dari daerah terbuka ke perairan terlindung.
Untuk itu maka lebar alur dan mulut pelabuhan harus cukup besar.
7. Pada setiap alur terdapat apa yang disebut titik tidak boleh kembali di mana kapal
tidak boleh berhenti atau berputar, dan mulai dari titik tersebut kapal – kapal
diharuskan melanjutkan sampai ke pelabuhan. Titik tersebut harus terletak
sedekat mungkin dengan mulut pelabuhan dengan merencanakan/membuat
tampat keluar yang memungkinkan kapal – kapal yang mengalami kecelakaan
dapatmeninggalkan tempat tersebut, atau dengan membuat suatu lebar tambahan.
Apabila terdapat belokan maka belokan tersebut harus berupa kurva lengkung.
Jari – jari busur pada belokan tergantung pada sudut belokan terhadap sumbu alur.
Apabila arus melintang tidak ada dan kecepatan berkisar antara 7 dan 9 knot, jari – jari
minimum untuk kapal yang membelok tanpa bantuan kapal tunda adalah :
R ≥ 3L untuk  < 25°
R ≥ 5L untuk 25° <  < 35°
R ≥ 10L untuk  > 35° Di mana : R = jari – jari belokan
L = panjang kapal
 = sudut belokan

Gambar 8. Belokan Alur Pelayaran

Alur pelayaran dan rambu rambunya yang ada sekarang ini perlu dilakukan
pemantauan dan pemeliharaan secara rutin untuk menjaga keselamatan dan kelancaran
kapal yang melakukan pelayaran tersebut.

10
Bahaya terjadinya kecelakaan pada pelayaran memberikan dampak yang sangat
luas, bukan hanya faktor nyawa manusia di kapal yang bersangkutan namun pada kapal
yang mengangkut bahan-bahan cair lainnya yang mudah dibawa arus laut, maka
pengotoran/polusi laut akan menyebar luas ketempat lain yang jauh dari tempat
kejadian.
Pemeliharaan alur pelayaran dapat dilakukan dengan
melaksanakan surveyhydrografi secara berkala, Dengan menggunakan alat GPS
memakai metode differensial real time kinematik dapat membantu
kegiatan survey secara cepat dan tepat di bandingkan dengan memakai peralatan yang
konvensional seperti busur sextan, theodolite, dan alat bantu lainnya.
Penggunaan metoda differensial real time kinematik dapat menentukan posisi
kapal secara teliti dalam waktu yang sangat singkat, sekaligus menentukan arah dan
kecepatan kapal untuk melakukan survey. Metode tersebut diantaranya adalah :
1. Busur sextan
Pengukuran dengan metode ini memilik tingkat akurasi sekitar 4 – 7meter,
pelaksanaannya dan pemrosesan data memiliki waktu yang sangat lama,
untuksurvey kolam pelabuhan + 200 M2 saja, membutuhkan waktu kurang lebih 1
bulan, hal ini disebabkan karena pelaksanaannya membutuhkan waktu dengan
perbandingan 50:50 (50% untuk pelaksanaan survey dan 50% untuk pemrosesan
data survey).
2. GPS Navigasi
Metode yang digunakan sudah memiliki tingkat akurasi 3-5 meter, dan
pelaksanaannya dapat dibilang lebih singkat di bandingkan dengan pemakaian busur
sextan tetapi untuk pemrosesan datanya memiliki waktu yang hampir sama pada
pemrosesan dengan metode sextan karena pelaksanaan survey ini masih dikategorikan
semi digital. Untuk survey kolam pelabuhan membutuhkan waktu kurang lebih 20 hari
dengan perbandingan 30:70 (30% untuk pelaksanaan survey dan 70% untuk
pemrosesan data hasil survey).
3. GPS realtime kinematik
Dengan memakai cara ini dapat mempersingkat pelaksanaan dan pemrosesan data
dengan tingkat akurasi 1-3 meter, untuk pelaksanaan survey kolam pelabuhan saja
dapat diselesaikan dengan waktu kurang lebih 7 hari sampai 12 hari dengan syarat tidak
terjadi gangguan koneksi alat. Karena metode ini sudah memakai peralatan yang
koputerisasi, sehingga pemrosesan datanya memiliki waktu yang lebih singkat dari
11
pelaksanaan surveynya, dengan perbandingan 70:30 (70% untuk
pelaksanaan survey dan 30% untuk pemrosesan data).
Seiring perkembangan jaman, metode terakhir sudah dirasa cukup cepat dan tepat
dalam pelaksanaan survey hydrografi, tetapi untuk ketelitian dapat di tingkatkan dengan
menggunakan metode differensial yang terdapat di GPS. Hasil yang di dapat untuk
penggunaan metode ini memiliki ketelitian 3 – 50cm tergantung dari pemrosesan data
akhirnya.
Alur pelayaran mempunyai fungsi untuk memberi jalan kepada kapal untuk
memasuki wilayah pelabuhan dengan aman dan mudah dalam memasuki kolam
pelabuhan. Fungsi lain dari alur pelayaran adalah untuk menghilangkan kesulitan yang
akan timbul karena gerakan kapal kearah atas (minimum ships maneuver activity) dan
gangguan alam, maka perlu bagi perencana untuk memperhatikan keadaan alur
pelayaran (ship channel) dan mulut pelabuhan (port entrance). Alur pelayaran harus
memperhatikan besar kapal yang akan dilayani (panjang, lebar, berat, dan kecepatan
kapal), jumlah jalur lalu lintas, bentuk lengkung alur yang berkaitan dengan besar jari –
jari alur tersebut. Karena perbedaan antara perkiraan dan realisasi sering terjadi, maka
penyediaan alur perlu dilakukan untuk mengantisipasi kehadiran kapal-kapal besar.
Suatu penelitian tentang karakteristik alur perlu di evaluasi terhadap pergerakan trafik
yang ada, pengaruh cuaca, operasi dari kapal nelayan, dan karakteristik alur tersebut.
Dengan semakin meningkatnya perekonomian dunia maka penggunaan transportasi laut
semakin padat, khususnya pada daerah sempit, seperti selat dan kanal, ataupun daerah
yang terkonsentrasi seperti palabuhan dan persilangan lintasan lalu lintas pelayaran.
Sehingga beresiko tinggi untuk terjadinya kecelakaan pelayaran, baik berupa tabrakan
sesama kapal ataupun bahaya pelayaran lainnya seperti bangkai kapal atau kandas di
kedalaman dangkal.
Untuk pemeliharaan alur pelayaran biasanya dilakukan pengerukan secara
berkala, perencanaan pengerukan tersebut memerlukan data-data keadaan permukaan
dasar laut untuk dapat diketahui berapa volume rencana pengerukan. Survey hydrografi
sangat penting peranannya untuk perencanaan pengerukan tersebut, karena
hasil survey tersebut berupa data-data keadaan permukaan dasar laut yang disajikan
berupa peta.

12
BAB III
KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN
Dapat ditarik kesimpulan dari penjelasan di atas mengenai pengertian dan
karakteristik alur pelayaran; serta mengenai kedalaman, lebar, dan layout alur
pelayaran. Yaitu antara lain :
1. Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk kolam
pelabuhan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan karateristik alur masuk ke
pelabuhan antara lain seperti keadan trafik kapal, geografi, dan meteorology di
daerah alur; sifat dan variasi fisik dasar saluran; fasilitas yang diberikan pada
pelayaran; karateristik maksimum kapal yang menggunakan pelabuhan; dan
kondisi pasang surut, arus dan gelombang.
3. Kedalaman alur pelayaran bergantung pada factor seperti draft kapal; gerak
vertical kapal karena gelombang dan squat; ruang kebebasan bersih;
pengendapan sedimen antara dua pengerukan; dan toleransi pengerukan.
4. Lebar alur pelayaran bergantung pada factor seperti lebar, kecepatan, dan gerakan
kapal; trafik kapal, perencanaan alur untuk satu atau dua jalur; kedalaman alur;
lebar alur sempit atau lebar; stabilitas tebing alur; angin, gelombang, arus, dan
arus melintang dalam alur.
Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam merencanakan trase alur
pelayaran seperti trase alur harus lurus dan mengikuti garis arah arus dominan untuk
memperkecil alur melintang. Satu garis lengkung akan lebih baik daripada sederetan
belokan kecil dengan interval pendek. Garis lurus yang menghubungkan dua kurva

13
lengkung harus mempunyai panjang minimum 10 kali panjang kapal terbesar. Dan
terdapat di mana kapal tidak boleh berhenti atau berputar. 

14
DAFTAR PUSTAKA

Bambang Triatmodjo, Prof. Dr. Ir, 1996, Pelabuhan. Beta Offset, Yogyakarta.
http://www.reefnews.com
http://www.geography.learnontheinternet.co.uk
www.acehpedia.org
edublogs.oegsa.wordpress.comrg

iii

Anda mungkin juga menyukai