A. Latar Belakang
Mobilitas bukan merupakan sesuatu yang absolut dan statis dalam menentukan
kemampuan untuk berjalan, tetapi mobilitas optimal merupakan sesuatu yang individualistis,
relatif dan dinamis yang tergantung pada interaksi antara faktor-faktor lingkungan dan sosial,
afektif dan fungsi fisik.
Mobilitas didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang kurang dari mobilitas
optimal. Studi-studi tentang insidens diagnosis keperawatan yang digunakan untuk lansia yang
berada di institusi perawatan mengungkapakan bahwa hambatan mobilitas fisik adalah diagnosis
pertama atau kedua yang paling sering muncul.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa (i) mampu memahami dan melaksanakan asuhan keperawatan pada lansia
dengan gangguan mobilisasi.
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa (i) mampu melakukan pengkajian pada lansia dengan gangguan mobilisasi.
b. Agar mahasiswa (i) mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada lansia dengan gangguan
mobilisasi.
c. Agar mahasiswa (i) mampu melaksanakan intervensi pada lansia dengan gangguan mobilisasi.
d. Agar mahasiswa (i) mampu melaksanakan implementasi pada lansia dengan gangguan
mobilisasi.
e. Agar mahasiswa (i) mampu malakukan evaluasi pada lansia dengan gangguan mobilisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Gangguan mobilitas fisik yaitu suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik
secara mandiri yang dialami seseorang.
C. Program Terapeutik
Program penanganan medis memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas dan
kuantitas pergerakan pasien.
Lansia sangat rentan terhadap konsekuensi fisiologis dan psikologis dari imobilitas,
perubahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit kronis menjadi predisposisi
bagi lansia untuk mengalami komplikasi-komplikasi ini imobilitas mempengaruhi tubuh yang
telah terpengaruh sebelumnya.
Kompetensi fisik seseorang lansia mungkin berada atau dekat dengan tingkat ambang
batas untuk aktivitas mobilitas tertentu. Perubahan lebih lanjut atau kehilangan dari imobilitas
dapat membuat seseorang menjadi tergantung. Semakin besar jumlah penyebab imobilitas,
semakin besar potensial untuk mengalami efek-efek akibat imobilitas.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi,
disgnosa keperawatan yang dihubungkan dengan pencegahan sekunder adalah: gangguan
mobilitas fisik.
c. Pencegahan Tersier
Upaya-upaya rehabilitatif untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia melibatkan upaya
multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi dan terapi okupasi seseorang ahli
gizi, aktivis sosial, dan keluarga serta teman-teman.
A. Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat:
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada
pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.
2. Kardiovaskular:
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada
jari sebelum warna kembali normal).
3. Integritas Ego:
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor
hubungan, keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan ), ancaman pada konsep
diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain).
4. Makanan/Cairan:
Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual,
anoreksia, kesulitan untuk mengunyah.
5. Hygiene:
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi, ketergantungan.
6. Neurosensori:
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Tanda : Pembengkakan sendi simetris.
7. Nyeri/Kenyamanan:
Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).
8. Keamanan:
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam
menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada mata
dan membran mukosa.
9. Interaksi Sosial:
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.
Rasional : Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program.
- Berikan matras/kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan.
Rasional : Matras yang lembut/empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh
yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur
menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri.
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan
perasaan sehat.
Rasional : Sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan
mobilitas.
Rasional : Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut.
- Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan
periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu.
Rasional : Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting
untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan.
- Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan.
- Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada
toilet, penggunaan kursi roda.
Rasional : Berguna dalam memformulasikan program latihan/aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan
individual dan dalam mengidentifikasikan alat.
Rasional : Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada
keterbatasan saat ini.
- Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi/rencana untuk modifikasi
lingkungan.
Rasional : Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian yang akan meningkatkan harga diri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mobilitas bukan merupakan sesuatu yang absolut dan statis dalam menentukan
kemampuan untuk berjalan, tetapi mobilitas optimal merupakan sesuatu yang individualistis,
relatif dan dinamis yang tergantung pada interaksi antara faktor-faktor lingkungan dan sosial,
afektif dan fungsi fisik.
Pengkajian pada pasien gangguan mobilisasi dapat ditemukan adanya atrofi otot,
mengecilnya tendon, ketidakadekuatnya sendi, nyeri pada saat bergerak, keterbatasan gerak,
penurunan kekuatan otot, paralisis, serta kifosis.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangguan mobilisasi adalah :
Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan destruksi sendi, Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot, dan Kurang perawatan diri berhubungan dengan nyeri pada
waktu bergerak.
B. Saran
Pada kesempatan ini kelompok akan mengemukakan beberapa saran sebagai bahan
masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang
akan datang, diantaranya :
- Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat mengetahui atau mengerti tentang rencana
keperawatan pada pasien dengan gangguan mobilisasi, pendokumentasian harus jelas dan dapat
menjalin hubungan yang baik dengan klien dan keluarga.
- Dalam rangka mengatasi masalah resiko injuri pada klien dengan gangguan mobilisasi maka
tugas perawat yang utama adalah sering mengobservasi akan kebutuhan klien yang mengalami
gangguan mobilisasi.
- Untuk perawat diharapkan mampu menciptakan hubungan yang harmonis dengan keluarga
sehingga keluarga diharapkan mampu membantu dan memotivasi klien dalam proses
penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Wahyudi. (1996). Perawatan Lanjut Usia. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
Stanley, Mickey, dkk. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. EGC. Jakarta.