BAB II
BAB 1
PENDAHULUAN
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang
ilmu yang berbeda. Bagi insinyur metalurgi nilai kekerasan adalah ketahanan
material terhadap penetrasi sementara untuk para insinyur disain nilai tersebut
adalah ukuran dari tegangan alir, untuk insinyur. Lubrikasi kekerasan berarti
ketahanan terhadap mekanisme keausan, untuk para insinyur mineralogi nilai
itu adalah ketahanan terhadap goresan, dan untuk para mekanik work-shop
lebih bermakna. Kepada ketahanan material terhadap pemotongan dari alat
potong. Begitu banyak konsep kekerasan mater ial yang dipahami oleh
kelompok ilmu, walaupun demikian konsep-konsep tersebut dapat
dihubungkan pada satu mekanisme yaitu tegangan alir plastis dari material
yang diuji.
Uji keras merupakan pengujian yang paling efektif karena dengan
pengujian ini, kita dapat dengan mudah mengetahui gambaran sifat mekanis
suatu material. Meskipun pengukuran hanya dilakukan pada suatu titik, atau
daerah tertentu saja, nilai kekerasan cukup valid untuk menyatakan kekuatan
suatu material. Dengan dengan melakukan uji keras, material dapat dengan
mudah di golongkan sebagai material ulet atau getas.
Uji keras juga dapat digunakan sebaagai salah satu metode untuk
mengetahui pengaruh perlakuan panas atau dingin terhadap material.
Material yang teah mengalami cold working, hot working, dan heat
treatment, dapat diketahui gambaran perubahan kekuatannya, dengan
mengukur kekerasan permuakaan suatu material. Oleh sebab itu, dengan uji
keras kita dapat dengan mudah melakukan quality control terhadap material.
1.2 TujuanPraktikum
BAB II
2. DASAR TEORI
2.1 Pengertian Kekerasan
Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical
properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui
khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami
pergesekan (frictional force), dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan
penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy
Engineering). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material
untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didunia teknik,
umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian
kekerasan, yakni :
1. Brinnel (HB / BHN)
2. Rockwell (HR / RHN)
3. Vikers (HV / VHN)
4. Micro Hardness (Namun jarang sekali dipakai-red)
Pemilihan masing-masing skala (metode pengujian) tergantung pada :
a. Permukaan material
b. Jenis dan dimensi material
c. Jenis data yang diinginkan
d. Ketersedian alat uji
10 3000 96-600
10 1500 48-300
10 500 16-100
[1]
2. Metode Rockwell
Metode pengujian kekerasan Rockwell merupakan metode yang
paling sering digunakan unutk mengukur kekerasan karena metode ini
mudah dipraktekkan dan tidak membutuhkan keahlian khusus. Beberapa
skala yang berbeda dapat digunakan unutk kombinasi yang mungkin dari
bermacam – macam indenter dan beban yang berbeda-beda. Indenter (
penekan) terdiri dari bola baja yang dikeraskan mempunyai diameter
antara 1/16, 1/8, ¼, dan ½ in (1.588, 3.175, 6.350, dan 12.70 mm), dan
penekan intan yang berbentuk kerucut yang digunakan untuk material
yang sangat keras.
Dengan metode ini, angka kekerasan dapat ditentukan melalui
perbedaan kedalaman dari hasil penekanan dari penerapan beban awal
minor dan diikuti oleh beban mayor, penggunaan beban minor dapat
mempertinggi akurasi dari pengujian. Berdasarkan besar beban dari minor
maupun mayor, ada dua tipe pengujian yaitu Rockwell dan Superficial
Rockwell. Untuk Rockwell, beban minor adalah 10kgf, dimana beban
mayor adalah 60, 100, dan 150 kgf. Masing – masing skala diwakili oleh
huruf –huruf alphabet yang ada di tabel. Untuk Superficial Rockwell,
beban minornya 3 kgf dan beban mayornya 15, 30, dan 45 kgf. Skala ini
diidentifikasi dengan 15, 30, atau 45 (berdasarkan beban) diikuti dengan
N, T, W, X, atau Y, tergantung pada penekan. Pengujian Superficial
biasanya digunakan untuk spesimen tipis.
3. Metode Vickers
Metode ini mirip dengan metode Brinell tetapi penetrator yang
dipakai berupa intan berbentuk piramida dengan dasar bujur sangkar dan
sudut puncak 1360. Beban yang digunakan biasanya 1 s/d 120 kg [6].
d1 d 2
d
2
P
HV 1,854
L2
dimana: P = Beban yang ditetapkan
L = Panjang diagonal rata-rata
5. Metode Meyer
Metode Meyer hampir sama dengan Metode Brinell, yang
membedakan adalah pada Meyer yang diperhatikan adalah projected area
pada bekas indentasi sedangkan pada Brinell adalah pada luas area
permukaan. Rata – rata tekanan antara permukaan indentor dan
indentasinya sama dengan beban dibagi projected area dari bekas
indentasi.
P
P
r 2
Cara menghitung kekerasan dengan metode Meyer atau MHN V: [3]
4P
MHN
d 2
dimana MHN = nilai kekerasan Meyer
P = Beban yang diberikan
d = diameter penekanan
8. Metode Peluru
Pada dasarnya metode ini sama dengan metode kerucut, hanya
pada metode ini menggunakan penetrator sebuah peluru baja yang
dikeraskan dengan diameter 1/16 inci menggunakan beban tertentu
dalam bahannya. Skala yang dipakai adalah 30 s/d 130, dengan skala 30
dianggap beban yang lunak dan 130 adalah beban yang paling keras.
Prinsip kerjanya mula-mula peluru ditekan pada bahan dengan
beban awal sebesar 10 kgf, kemudian ditambahkan beban utama sebesar
90 kgf. Setelah beberapa lama beban utama diambil dan pengukur
menunjukkan beberapa mm peluru ke dalam bahan.
Pada metode ini kelebihan dan kekurangannya sama dengan
metode kerucut, karena ketelitiannya tidak akurat, maka metode ini
hampir tidak dipakai.
a. b. c.
Gambar 2.11 Penetrator a.) steel ball 1/8” b.) steel ball 1/16” c.) intan
[1]
American society for testing and materials dengan spesifikasi C-866 yang
merupakan material untuk mesin mesin penguji yang merupakan paduan atau
campuran dari carbon, chromium, vanadium, tungsten atau kombinasi cobalt
atau standar konversi kekerasan dari logam. Metode Kekerasan Sklereskop
ditunjukan dengan angka yang diberikan oleh tingginya ujung palu kecil setelah
dijatuhkan dalam tabung gelas dalam ketinggian 10 inch (250 mm) terhadap
permukaan benda uji.
Tabel konversi yang detail untuk bermacam-macam logam dan campuran dimuat
dalam ASTM Standard E 140, “Standard Hardness Conversion Tables for
Metals.” ASTM Standard E 140 merupakan standard yang digunakan untuk
mengonversi nilai kekerasan dari satu nilai kekerasan ke nilai kekerasan lainnya.
ASTM E 140 berisi tabel konversi seperti berikut:
[9]
G
C
Kurva ini dapat dijadikan acuan proses temper agar diperoleh kekerasan
yang memenuhi standard kekerasan katup di industri.
Proses temper untuk memperoleh harga kekerasan yang sesuai
dengan standar untuk material katup JIS SUH11 adalah pada temperatur
720-750oC selama 30 menit, 60 menit, atau 90 menit. Agar proses
temper lebih efisien maka disarankan memilih waktu temper 30 menit.
kuantitatif, oleh karena data yang dihasilkan berupa angka-angka. Data yang
diperoleh kemudian dianalisa dan dideskripsikan dalam grafik maupun
histogram. Selain itu, untuk menentukan jenis perlakuan agar diperoleh hasil
yang optimal, maka peneliti juga menggunakan metode Study Literature. Data
dari penelitian ini diperoleh dari hasil pengujian komposisi bahan, foto stuktur
mikro, pengujian kekerasan makro dan kekerasan mikro dari sebelum heat
treatment dan sesudah heat treatment. Sampel dari penelitian ini adalah sebuah
piston Honda Supra X dan piston Dayang Super X yang keduanya identik
bentuk dan ukurannya. Hasil uji komposisi kimia menunjukkan bahwa spesimen
piston Dayang Super X dan Honda Supra X merupakan paduan Aluminium dan
silikon Hypoeutectoid dengan persentase 10,5 %Si pada spesimen piston
Dayang Super X dan 10,4 %Si pada spesimen piston Honda Supra X.
Berdasarkan standar The Aluminium Association, komposisi paduan Al-Si pada
piston Dayang Super X dan piston Honda Supra X tersebut mendekati golongan
332 dan 333. Hasil pengamatan foto struktur mikro piston Honda Supra X,
memperlihatkan presipitasi yang terjadi lebih optimal dan menunjukkan struktur
butiran yang lebih halus dan padat dari piston Dayang Super X. Piston Honda
Supra X memiliki nilai rata-rata kekerasan makro 71,16 HRB dan piston Dayang
Super X memiliki nilai rata-rata kekerasan makro 67,67 HRB. Pada pengujian
kekerasan mikro dihasilkan nilai rata-rata kekerasan piston Dayang Super X
118,73 HVN, sedangkan nilai rata-rata kekerasan mikro pada piston Honda
Supra X yaitu 118,33 HVN. Perlakuan panas yang dilakukan untuk memperbaiki
sifat fisis dan mekanis piston Dayang Super X adalah Age Hardening yang
meliputi tahap Solution Treatment, Quenching, dan Artificial Aging, dengan
variasi Holding Time pada tahap Artificial Aging selama 2,5 jam, 3,5 jam dan
4,5 jam dan Holding Time pada tahap Solution Treatment selama 7 jam.
Ketentuan tersebut mengacu pada golongan Aluminium paduan 333 pada
standar The Aluminium Association Nilai kekerasan meningkat dan mendekati
piston Honda Supra X terjadi setelah spesimen mengalami perlakuan panas
dengan Holding Time pada tahap Artificial Aging selama 3,5 jam, yaitu 118,7
HVN pada pengujian mikro dan 73,34 HRB pada pengujian makro. Hasil foto
struktur mikro spesimen piston dengan variasi holding time selama 3,5 jam
menunjukkan struktur yang lebih padat dan teratur daripada spesimen piston
dengan holding time 2,5 jam dan raw material. Peningkatan nilai kekerasan
piston Dayang Super X setelah mengalami Heat Treatment dengan Artificial
Aging 4,5 jam mencapai 13%.
2.3 METODOLOGI
2.3.1 Bahan percobaan
Bahan pengujian yang digunakan antara lain:
a. Lempeng Logam non perlakuan
b. Lempeng Logam 2 kali penumbukan
c. Lempeng Logam 4 kali penumbukan
d. Lempeng Logam 6 kali penumbukan
2.3.2 Peraalatan Pengujian
Peralatan yang digunakan antara lain :
a. Rockwell Hardness Tester
Merupakan alat yang dipakai untuk mengukur kekasaranpermukaan
dengan menggunakan Metode Rockwell
b. Amplas
Memiliki fungsi untuk meratakan dan menghaluskan, meratakan dan
mensejajarkan permukaan spesimen sebelum dilakukan pengujian
kekerasan ( dimana ukuranya 200, 400, 600, 800, 1000, 1200, 1500, 2000)
Mulai
Mengamplas spesimen
Selesai
1 57.5
2 51.8
3 62.5
Rata-
57.26
rata
1 66.5
2 59.3
3 61.6
Rata-
62.47
rata
1 64
2 68.2
3 66.7
Rata-
66.3
rata
1 63.5
2 62.5
3 71.2
Rata-
65.73
rata
b. Untuk pengujian dengan skala HRF (dilihat dari tabel konversi), Jika
nilainya tidak ada maka dilakukan interpolasi.
Lempeng Logam
No. HRA HV HB
1. 57.5 228.10 216.695
= 228.10 = 187.146
HB = 0,95 x HV HB = 0,95 x HV
HB = 0,95 x 228.10 HB = 0,95 x 187.146
= 216.695 = 177.789
HV = 6,85 x 105
112,3 - 62.5)
2
= 265.318
HB = 0,95 x HV
HB = 0,95 x 265.318
= 252.05
= 326.56 = 243.86
HB = 0,95 x HV HB = 0,95 x HV
HB = 0,95 x 326.56 HB = 0,95 x 243.86
= 310.232 = 231.67
HV = 6,85 x 105
112,3 - 61.6
2
= 266.486
HB = 0,95 x HV
HB = 0,95 x 266.486
= 253.16
HV = 6,85 x 105
2
112,3 - 642
= 293.63
HB = 0,95 x HV
HB = 0,95 x 293.63
= 278.95
HV = 6,85 x 105
112,3 - 68.2
2
= 352.22
HB = 0,95 x HV
HB = 0,95 x 352.22
= 334.61
HV = 6,85 x 105
112,3 - 66.7
2
= 329.43
HB = 0,95 x HV
HB = 0,95 x 329.43
= 313.34
= 287.64 = 405.51
HB = 0,95 x HV HB = 0,95 x HV
HB = 0,95 x 287.64 HB = 0,95 x 405.51
= 273.26 = 385.24
HV = 6,85 x 105
112,3 - 62.5
2
= 276.21
HB = 0,95 x HV
HB = 0,95 x 276.21
= 253.16
HR
HR HR 2
nn 1
HR = ( HR HR )
HR
Ralat Nisbi = 100%
HR
HR
Keseksamaan = 1 100%
HR
2. Metode Vickers
HV =
HV HV
2
nn 1
HV = ( HV HV )
HV
Ralat Nisbi = 100%
HV
HV
Keseksamaan = 1 100%
HV
3. Metode Brinell
HB
HB HB 2
nn 1
HB = ( HB HB )
HB
Ralat Nisbi = 100%
HB
HB
Keseksamaan = 1 100%
HB
HRA
HRA HR A
2
nn 1
0.50
6
= 0.28
= (53.500.28)
0.28
Ralat Nisbi = 100%
53.5
0..52%
0.28
Keseksamaan = 1 100%
53.5
99.48%
HV
HV HV 2
nn 1
22.72
=
6
= 1.9
= (198.151.9)
1.9
Ralat Nisbi = 100%
198.15
0.95%
1.9
Keseksamaan = 1 100%
198.15
99.04%
HB
HB HB 2
nn 1
20.48
=
6
= 1.74
= (188.251.74)
1.74
Ralat Nisbi = 100%
188.25
0.22%
1.74
Keseksamaan = 1 100%
188.25
99.07%
Rata
HR =58.00 0.50 HV = 232.36 36.64 HB =220.75 33.05
-rata
HRA
HRA HR A
2
nn 1
0.50
6
= 0.083
= (58.000.083)
0.083
Ralat Nisbi = 100%
58.00
0.143%
0.083
Keseksamaan = 1 100%
58.00
99.85%
HV
HV HV 2
nn 1
36.64
=
6
= 2.47
=(201.20.23)
0.23
Ralat Nisbi = 100%
201.2
0.11%
0.23
Keseksamaan = 1 100%
201.2
99.88%
HB
HB HB 2
nn 1
33.05
=
6
= 2.23
=(220.752.23)
2.23
Ralat Nisbi = 100%
220.75
1.06%
2.23
Keseksamaan = 1 100%
220.75
98.93%
Rata-
rata
HR = 63.00 0,50 HV = 281.90 65.33 HB = 267.80 59.08
HRA
HRA HR A 2
nn 1
0,50
6
=0.08
= (63.000.08)
0.08
Ralat Nisbi = 100%
63.00
2.22%
0.08
Keseksamaan = 1 100%
63.00
99.97%
HV
HV HV 2
nn 1
65.33
=
6
= 3.2
= (281.903.2)
3.2
Ralat Nisbi = 100%
281.90
1.13%
3.2
Keseksamaan = 1 100%
281,90
98.86%
HB
HB HB 2
nn 1
59.08
=
6
= 3.13
Nilai HB yang sesungguhnya = ( HB HB )
= (267.803.13)
3.13
Ralat Nisbi = 100%
267.80
1.16%
3.13
Keseksamaan = 1 100%
267.80
98.83%
HRB
HRA HRA 2
nn 1
3.5
6
= 0,76
= (72.50,76)
=
0,76
Ralat Nisbi 100%
72.5
1.04%
= 1
0,76
Keseksamaan 100%
72.5
98,96%
HV
HV HV 2
nn 1
14
=
6
= 1.53
Nilai HV yang sesungguhnya = ( HV HV )
= (1241.53)
=
1.53
Ralat Nisbi 100%
124
1,23%
= 1
1.53
Keseksamaan 100%
124
98,77%
HB
HB HB 2
nn 1
13.68
=
6
= 2.28
= (117.32.28)
=
2.28
Ralat Nisbi 100%
117.3
1,94%
= 1
2.28
Keseksamaan 100%
117.3
98,05%
HRB
HRA HRA 2
nn 1
11.18
6
= 1.86
= (40.11.86)
=
1.86
Ralat Nisbi 100%
40.1
4.63%
= 1
1.86
Keseksamaan 100%
40.1
95.36%
HV
HV HV 2
nn 1
9.5
=
6
= 1.26
Nilai HV yang sesungguhnya = ( HV HV )
= (82.51.26)
=
1.26
Ralat Nisbi 100%
82.5
1,53%
= 1
1.26
Keseksamaan 100%
82.5
98,47%
HB
HB HB 2
nn 1
8.51
=
6
= 1.41
= (78.361.41)
1.41
Ralat Nisbi = 100%
78.36
1.79%
1.41
Keseksamaan = 1 100%
78.36
98.2%
2.
71 5.4289 480 711.29 451 641.61
3.
77 13.4689 550 1874.89 517 1654.05
Rata-
rata
HRF = 20.67 954.65
HB = 2530.7
HV = 506.7
73.33 476.33
HRB
HRA HRA
2
nn 1
16.67
6
= 1.67
= (78.31.67)
1.67
Ralat Nisbi = 100%
78.3
2.13%
1.67
Keseksamaan = 1 100%
78.3
97.86%
HV
HV HV 2
nn 1
8.67
=
6
= 1.20
= (118.31.20)
1.20
Ralat Nisbi = 100%
118.3
1,01%
1.20
Keseksamaan = 1 100%
118.3
98,99%
HB
HB HB 2
nn 1
7.89
=
6
= 1.15
= (112.41.15)
1.15
Ralat Nisbi = 100%
112.4
1,02%
1.15
Keseksamaan = 1 100%
112.4
98,98%
Rata-
rata
HR = 54 4.5 HV = 194.88 63.08 HB = 185.14 57.00
HRA
HRA HR A
2
nn 1
4.5
6
= 0.89
= (540.89)
0.89
Ralat Nisbi = 100%
54
1.6%
0.89
Keseksamaan = 1 100%
54
98.34%
HV
HV HV 2
nn 1
63.08
=
6
= 3.2
= (194.883.2)
3.2
Ralat Nisbi = 100%
194.88
16.4%
3.2
Keseksamaan = 1 100%
194.88
83.57%
HB
HB HB 2
nn 1
57.00
=
6
= 3.08
= (185.143.08)
3.08
Ralat Nisbi = 100%
185.14
3.6%
3.08
Keseksamaan = 1 100%
185.14
99.38%
Rata
HR = 52.67 1.17 HV = 192.69 49.27 HB = 183.06 44.52
-rata
HRA
HRA HR A
2
nn 1
1.17
6
= 0.44
= (52.670.44)
0.44
Ralat Nisbi = 100%
52.67
0.83%
0.44
Keseksamaan = 1 100%
52.67
99.16%
HV
HV HV
2
nn 1
49.27
=
6
= 2.86
= (192.692.86)
2.86
Ralat Nisbi = 100%
192.69
0.14%
2.86
Keseksamaan = 1 100%
192.68
99.85%
HB
HB HB
2
nn 1
44.52
=
6
= 2.72
= (183.062.72)
2.72
Ralat Nisbi = 100%
183.06
1.48%
2.72
Keseksamaan = 1 100%
183.06
98.51%
HRA
HRA HR A
2
nn 1
1.5
6
= 0.5
= (55.500.5)
0.5
Ralat Nisbi = 100%
55.5
0.9%
0.5
Keseksamaan = 1 100%
55.5
99.09%
HV
HV HV
2
nn 1
86.18
=
6
= 3.78
= (212.423.78)
3.78
Ralat Nisbi = 100%
212.42
1.78%
3.78
Keseksamaan = 1 100%
212.42
98.2%
HB
HB HB
2
nn 1
77.76
=
6
= 3.6
= (201.83.6)
=
3.6
Ralat Nisbi 100%
201.8
1.78%
= 1
3.6
Keseksamaan 100%
201.8
98.21%
HRA
HRA HR A 2
nn 1
7.17
6
= 1.09
= (51.831.09)
1.09
Ralat Nisbi = 100%
51.83
2.1%
1.09
Keseksamaan = 1 100%
51.83
97.89%
HV
HV HV
2
nn 1
86.18
=
6
= 3.78
= (212.423.78)
3.78
Ralat Nisbi = 100%
212.42
0.17%
3.78
Keseksamaan = 1 100%
212.42
99.8%
HB
HB HB
2
nn 1
77.76
=
6
= 3.6
= (201.803.6)
0.1
Ralat Nisbi = 100%
123.5
0.17%
0.1
Keseksamaan = 1 100%
123.5
99.8%
Rata
-rata
HR = 53.50 6.5 86.18
HB = 77.76
HV = 212.42
201.80
HRA
HRA HR A
2
nn 1
6.5
6
= 1.04
= (53.51.04)
1.04
Ralat Nisbi = 100%
53.5
1.9%
1.04
Keseksamaan = 1 100%
53.5
98.05%
HV
HV HV 2
nn 1
86.18
=
6
= 3.78
= (212.423.78)
3.78
Ralat Nisbi = 100%
212.42
3.12%
3.78
Keseksamaan = 1 100%
212.42
96.8%
HB
HB HB
2
nn 1
77.76
=
6
= 3.6
= (201.803.6)
1.36
Ralat Nisbi = 100%
199.2
0.68%
1.36
Keseksamaan = 1 100%
199.2
99.31%
Rata-
rata
HR =55.5 1.50 HV = 212.42 86.18 HB = 201.80 77.76
HRA
HRA HR A 2
nn 1
1.5
6
= 0.5
= (55.50.5)
0.5
Ralat Nisbi = 100%
55.5
0.90%
0.5
Keseksamaan = 1 100%
55.5
99.09%
HV
HV HV
2
nn 1
86.18
=
6
= 3.78
= (212.423.78)
3.78
Ralat Nisbi = 100%
212.42
1.78%
3.78
Keseksamaan = 1 100%
212.42
98.21%
HB
HB HB
2
nn 1
77.76
=
6
= 3.6
= (201.803.6)
3.6
Ralat Nisbi = 100%
201.80
1.78%
3.6
Keseksamaan = 1 100%
201.80
98.2%
(kg/mm2)
ST 60 nonperlakuan 170-195
ST 40 nonperlakuan 95-120
Kuningan 85
Tembaga 75
Alumunium 25-40
ST 60 normalizing 229
ST 60 quenching 311
ST 40 normalizing 170
ST 40 quenching 262
Untuk lebih mengetahui nilai kekerasan lebih jelas, dapat melihat tabel.
Kekerasan besi cor lebih besar daripada baja ST 60 dan baja ST 40 , ini
disebabkan karena besi cor mempunyai kandungan karbon paling besar
dibanding baja ST 60 dan baja ST 40. Sedangkan baja ST 60 (Kandungan
karbonnya 0,3 – 0,7 % C ) lebih kaya karbon sehingga termasuk baja karbon
tinggi, daripada baja ST 40 (< 0,3 % C) dan termasuk baja karbon rendah.
Semakin banyak karbon maka nilai kekerasan makin besar dan keuletan
makin kecil. Untuk kandungan karbon kurang dari 2,14% disebut besi baja
karbon rendah,antara 2,14%-6,7% disebut besi cor,dan lebih dari 6,7% tidak
dapat disebut baja tetapi disebut cementit / besi karbida (Fe 3 C)
Tabel 2.39 Hasil yang didapat dari pengujian material non perlakuan
NAMA BAHAN KEKERASAN KEKERASAN KEKERASAN
BRINELL (HB) ROCKWELL (HR) VICKER (HV)
Baja ST 40 (188.251.74) (53.500.28) (1981.9)
350
300
250
200
KEKERASAN BRINELL (HB)
150
KEKERASAN ROCKWELL (HR)
100
KEKERASAN VICKER (HV)
50
250
200
150
KEKERASAN BRINELL (HB)
KEKERASAN ROCKWELL (HR)
100 KEKERASAN VICKER (HV)
50
0
Baja ST 40 Baja ST 60 Besi Cor
pendinginan air pada besi cor dan baja ST 60 dapat saja terjadi disebabkan
oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1. Dalam persiapan untuk uji keras (seperti mengikir dan mengamplas)
terjadi banyak perlakuan lain seperti bubut dan gerinda.
2. Jarak penetrasi terlalu dekat
3. Waktu penetrasi kurang lama
4. Ketidaktelitian praktikan dalam membaca dial indicator pada alat uji
kekerasan
5. Spesimen tertukar dengan spesimen yang lain
250
200
KEKERASAN BRINELL (HB)
150
KEKERASAN ROCKWELL
100 (HR)
KEKERASAN VICKER (HV)
50
0
Baja ST 40 Baja ST 60 Besi Cor
Analisa:
Berdasarkan data pengujian, nilai kekerasan besi cor tidak lebih besar
dibandingkan baja ST 60. Terjadi penyimpangan pada data hasil pengujian
kekerasan. Seharusnya nilai kekerasan besi cor lebih besar daripada baja ST-
60 karena besi cor memiliki kandungan karbon paling besar dibanding baja
ST 60 dan baja ST 40. Penyimpangan dari material perlakuan panas dengan
pendinginan udara pada besi cor dan baja ST 60 dapat saja terjadi disebabkan
oleh faktor-faktor sebagai berikut :
a. Dalam persiapan untuk uji keras (seperti mengikir dan mengamplas)
terjadi banyak perlakuan lain seperti bubut dan gerinda.
b. Jarak penetrasi terlalu dekat
c. Waktu penetrasi kurang lama
d. Ketidaktelitian praktikan dalam membaca dial indicator pada alat uji
kekerasan
e. Spesimen tertukar dengan specimen yang lain
Analisa perbandingan antara dua perlakuan tersebut adalah:
1. Berdasarkan data hasil pengujian kekerasan material tampak bahwa nilai
kekerasan untuk baja ST 60 perlakuan panas dengan pendinginan udara dan
dengan pendinginan air, hal ini tidak sesuai dengan referensi. Kemungkinan
dalam pengujian spesimen dari perlakuan air tertukar dengan spesimen dari
perlakuan udara.
2. Selain hasil dari pengujian pada baja ST 60 tidak sesuai dengan referensi, hasil
pengujian dari baja ST 40 dan besi cor hasilnya sesuai dengan referensi.
Berdasarkan percobaan :
- Baja ST 40 : Pendinginan air > Pendinginan udara
- Baja ST 60 : Pendinginan udara > Pendinginan air
- Besi Cor : Pendinginan air > Pendinginan udara
2.5 PENUTUP
2.5.1 Kesimpulan
1. Kekerasan suatu material didefinisikan sebagai ketahanan suatu material
untuk menerima penetrasi/tekanan dari material lain atau deformasi.
2. Uji kekerasan merupakan pengujian untuk memperoleh nilai kekerasan
dari suatu material.
3. Dari hasil pengujian diperoleh data sebagai berikut:
2.5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
[7] www.shu.ac.uk/research/meri.instr./hard.htm
[8] http://dataujiIndonesia.itrademarket.com
[9] http://www.leco.com/products/metallography/gudes/HARDSCALESBOOKLET
200-971.pdf
[10] http://forum.supermotoindonesia.com/showthread.php?t=2793
[12] http://indusri15rizqi.blog.mercubuana.ac.id/
[13] http://www.saarstahl.de/grundlagen_der_waermebehandlung.html?&L=1
[14] http://www.batan.go.id/ptlr/08id/files/u1/sntpl8/proceeding/17%20Aisyah%20_
159-174_.pdf